I.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG KOPI MERUPAKAN SALAH SATU

Download Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang ... Proses penanganan pasca panen dan pengolahan biji...

0 downloads 356 Views 281KB Size
I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012). Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar dunia (Rahardjo, 2012). Teknologi budi daya dan pengolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam kopi unggul, pemeliharaan, pemangkasan tanaman dan pemberian penaung, pengendalian hama dan gulma, pemupukan yang seimbang, pemanenan, serta pengolahan kopi pasca panen. Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan cita rasa kopi (Rahardjo, 2012). Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan, dan penyangraian. Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi setiap tahapan pengolahan biji kopi. Oleh karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang bermutu baik maka diperlukan penanganan pasca panen yang tepat dengan melakukan setiap tahapan secara benar. Proses penyangraian merupakan salah satu tahapan yang penting, namun saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat untuk menghasilkan produk kopi berkualitas.

1

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka perlu diadakan penelitian mengenai proses penyangraian biji kopi berkaitan dengan suhu dan lama waktu yang digunakan selama penyangraian. 1.2 Rumusan Masalah Proses penanganan pasca panen dan pengolahan biji kopi perlu memperhatikan berbagai aspek yang dapat mempertahankan kualitas biji kopi tersebut. Salah satu hal terpenting yaitu pada proses penyangraiannya. Kualitas biji kopi dapat ditingkatkan, bila proses penyangraian dilakukan pada suhu dan lama penyangraian yang tepat untuk mendapatkan kadar air dan tingkat keasaman yang sesuai dengan standar SNI. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perubahan kadar air biji dan tingkat keasaman kopi berdasarkan suhu serta lama penyangraian . Kegunaan penelitian adalah sebagai bahan acuan kepada masyarakat mengenai suhu dan waktu yang tepat yang digunakan selama proses penyangraian sehingga dihasilkan biji kopi yang bermutu baik.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012). Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa oleh VOC. Tanaman kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa, dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004). Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom

: Plantae

Sub kingdom

: Tracheobionita

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Sub Kelas

: Astridae

Ordo

: Rubiaceace

Genus

: Coffea

Spesies

: Coffea robusta

2.2 Jenis-Jenis Kopi Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Pada umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta.

3

Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari berapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 2004). Menurut Aak (1980), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan, yakni: 1. Kopi Arabika Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000 – 1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat. 2. Kopi Liberika Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika. Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki tingkat kelembapan yang tinggi dan panas. Kopi liberika penyebarannya sangat cepat. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari kopi Arabika baik dari segi buah dan tingkat rendemennya rendah. 3. Kopi Canephora (Robusta) Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta dipergunakan untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda. Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi di bandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika. 4. Kopi Hibrida Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua spesies atau varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya. Namun, keturunan dari golongan hibrida ini sudah tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya dengan cara vegetatif seperti stek atau sambungan.

4

2.3 Syarat Umum Kopi Syarat mutu dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah persyaratan bagi setiap biji kopi yang dinilai dari tingkat mutunya. Biji kopi yang tidak memenuhi syarat umum tidak dapat dinilai tingkat mutu kopinya. Sementara syarat khusus digunakan untuk menilai biji kopi berdasarkan tingkat mutunya. Tabel 1. Karakteristik Mutu Umum Biji Kopi Karakteristik Standar Mutu (%) Biji berbau busuk dan berbau kapang Kadar air Kadar kotoran Serangga hidup Sumber : Rahardjo (2012).

<12.5 <0.5 tidak ada

Tabel 2. Syarat Umum Kopi Sangrai (SNI.01-2983-1992) Kriteria Satuan Keadaan (bau,rasa) Kadar air Kadar abu Kealkalian dari abu Kadar kafein Cemaran Logam ( Pb, Cu ) Padatan tak larut dalam air Jumlah bakteri Sumber : Anonim (2012c).

% w/w % w/w 1 N NaOH/100 gr % w/w mg/kg % w/w koloni/gram

Syarat normal maks 4 7 - 14 80 - 140 2-8 maks 30 maks 0.25 maks 300

Kopi robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Jenis lainnya dari kopi robusta seperti Qillou, Uganda dan Chanepora. Dalam pertumbuhannya kopi robusta hampir sama dengan kopi arabika yakni tergantung pada kondisi tanah, cuaca, proses pengolahan. Pengemasan kopi ini akan berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda (Anonim, 2012a). Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant atau cepat saji. Kopi robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang lebih kuat.

Kandungan kafein pada kopi

robusta mencapai 2,8% serta memiliki jumlah kromosom sebanyak 22

5

kromosom. Produksi kopi robusta saat ini mencapai sepertiga produksi kopi seluruh dunia (Anonim, 2012a). Biji kopi memiliki kandungan yang berbeda baik dari jenis dan proses pengolahan kopi. Perubahan ini disebabkan karena adanya oksidasi pada saat proses penyangraian. Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta Sebelum Disangrai Komponen Arabika Arabika Robust a Green Roasted Green Mineral 3.0 - 4.2 3.5 - 4.5 4.0 - 4.5 Kafein 0.9 - 1.2 1.0 1.6 - 2.4 Trigonelline 1.0 - 1.2 0.5 - 1.0 0.6 - 0.75 Lemak 12.0 - 18.0 14.5 - 20.0 9.0 - 13.0 Asam Alifatis 1.5 - 2.0 1.0 - 1.5 1.5 - 1.2 Asam Amino 2.0 0 Protein 11.0 - 13.0 13.0 - 15.0 Humic Acid 16.0 - 17.0 16.0 - 17,0 Total chologenic 5.5 - 8.0 1.2 - 2.3 7.0 - 10.0 acid Sumber : Clarke dan Macrae (1987).

dan Sesudah Robusta Roasted 4.6 - 5.0 2.0 0.3 - 0.6 11.0 - 16.0 1.0 - 1.5 13.0 - 15.0 16.0 - 17,0 3.9 - 6

2.4 Konsep Dasar Pengeringan Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktifitas serangga (Hederson and Perry, 1976). Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker et al., (1974), proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Pengeringan adalah proses pemindahan panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengeringan yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan

6

terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Anonim, 2012b). Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum pengeringan, sehingga akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005). Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari proses pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang, penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada perbedaan antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangan (Siswanto, 2004). Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan (Estiasih, 2009). 2.5 Pengeringan Biji Kopi Kombinasi suhu dan lama pemanasan selama proses pengeringan pada komoditi biji-bijian dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu udara, kelembaban relatif udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir bahan merupakan faktor yang mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker et al., 1974). Biji kopi yang telah dicuci mengandung air 55%, dengan jalan pengeringan kandungan air dapat diuapkan, sehingga kadar air pada kopi

7

mencapai 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan maka dilanjutkan dengan perlakuan pemecahan tanduk. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1. Pengeringan dengan sinar matahari, dengan cara semua biji kopi diletakkan dilantai penjemuran secara merata. 2. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering, dimana pada mesin pengering

tersebut

terdiri

atas

tromol

besi

dengan

dindingnya

berlubang – lubang kecil (Aak, 1980). Pengeringan pada kopi biasanya dilakukan dengan tiga cara yaitu pengeringan secara alami, buatan, dan kombinasi antara alami dan buatan. 1.

Pengeringan Alami Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim kemarau karena pengeringan pada musim hujan tidak akan sempurna. Pengeringan yang tidak sempurna mengakibatkan kopi berwarna coklat, berjamur, dan berbau apek.

Pengeringan pada musim hujan sebaiknya dilakukan dengan cara

buatan atau kombinasi cara alami dan buatan. Pengeringan secara alami sebaiknya dilakukan dilantai semen, anyaman bambu, atau tikar. Kebiasaan menjemur kopi di atas tanah akan menyebabkan kopi menjadi kotor dan terserang cendawan (Najiyati dan Danarti, 2004). Cara penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas lantai dengan ketebalan maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 1–2 jam hamparan kopi di bolak-balik dengan menggunakan alat menyerupai garuh atau kayu sehingga keringnya merata.

Bila matahari terik penjemuran

biasanya berlangsung selama 10–14 hari namun bila mendung biasanya berlangsung 3 minggu (Najiyati dan Danarti, 2004). 2.

Pengeringan Buatan Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca cenderung mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang hanya memerlukan waktu sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya. Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, pemanasan pada suhu 65-100 oC untuk menurunkan kadar air dari 54% menjadi 30%.

8

Tahap kedua pemanasan pada suhu 50–60 oC untuk menurunkan kadar air menjadi 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2004). 3.

Pengeringan Kombinasi Alami dan Buatan Pengeringan ini dilakukan dengan cara menjemur kopi di terik matahari hingga kadar air mencapai 30%. Kemudian kopi dikeringkan lagi secara buatan sampai kadar air mencapai 8-10%.

Alat pengering yang

digunakan ialah mesin pengering otomatis ataupun dengan rumah (tungku) pengering. Prinsip kerja kedua alat hampir sama yaitu pemanasan kopi dengan uap/udara di dalam ruang tertutup (Najiyati dan Danarti, 2004). 2.6 Proses Pengolahan Bubuk Kopi Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai berikut: 1. Penyangraian Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas.

Biji kopi secara alami

mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002). Roasting

merupakan

proses

penyangraian

biji

kopi

yang

tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas

dan

produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 193 °C sampai 199 °C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan

9

dark roast menghilangkan 8-14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994). Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas pembakaran.

Pemanasan dapat juga dilakukan

dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan.

Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk

penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985). Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light), medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi 44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190 oC-195 oC, sedangkan untuk tingkat sangrai medium adalah di

10

atas 200 oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 205 oC (Mulato, 2002). Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari

kemudian gas-gas ini mengisi

ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan rasa di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah: 1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin. 2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid. 3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi

pirufat,

keton

kaproat,

oksalasetat,

mekoksalat,

merkaptopiruvat. 4. Golongan

asam

amino

yaitu

leusin,

iso

leusin,

variline,

hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat. 5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat. Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih

11

baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif

jika kopi tidak melewati outlet khusus. Saat ini digunakan

kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan

tetapi

menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985). 2.

Pendinginan Biji Sangrai Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Ini untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, flavor, volume atau tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya kebidang datar (Pangabean, 2012). Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato, 2002).

3.

Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan (Mulato, 2002). Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan. Biji kopi secara alami

12

mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002). 2.7 Kadar Air Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga

menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib et al., 1988). Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah (Mwb) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Struktur bahan secara umum dapat didasarkan pada kadar air yang biasanya ditunjukkan dalam persentase kadar air basis basah atau basis kering. Kadar air basis basah (Mwb) banyak digunakan dalam penentuan harga pasar sedangkan kadar air basis kering (Mdb) digunakan dalam bidang teknik (Brooker et al., 1974). Persamaan dalam penentuan kadar air Mdb=

................................................................................................... (1)

Keterangan : Mdb = kadar air basis kering (%) Wt = berat total (gram) Wd = berat padatan (gram)

13

Mwb=

................................................................................................... (2)

Keterangan : Mwb = kadar air basis basah (%) Wt = berat total (gram) Wd = berat padatan (gram) Metode penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menerapkan metode oven dan metode destilasi.

Pada metode oven, sampel bahan

diletakkan ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan pada bahan. Penentuan kadar air pada metode oven didasarkan pada banyaknya air yang hilang dari produk. Adapun pada metode destilasi, kadar air dihilangkan dengan memanaskan biji ke dalam air dan selanjutnya menentukan volume atau massa air yang hilang pada biji dalam uap yang terkondensasi atau dengan pengurangan berat sampel (Brooker et al., 1974). 2.8

Kadar keasaman (pH) pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan

standar

yang

pH-nya

ditentukan

berdasarkan

persetujuan

internasional. pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda (Volk, 1993).

14

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2012 di Laboratorium Processing dan Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, serta Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan, Program Studi Ilmu Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penyangrai biji kopi skala labortorium, oven, timbangan digital, stopwatch, penapis, gunting, sensor suhu, desikator, gelas, sendok, kertas label, plastik bening, plastik alumunium foil, kamera digital, lesung dan alu penumbuk. Bahan-bahan yang digunakan adalah biji kopi yang telah disortir, dikupas, difermentasi, dicuci dan dikeringkan selama 1 minggu yang berasal dari desa Santung, kelurahan To’Sapan, kecamatan Makale Selatan, kabupaten Toraja Selatan, serta aquadest. 3.3 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Persiapan Bahan Bahan berupa biji kopi yang memiliki kadar air awal sebesar 9.475% a. Mempersiapkan biji kopi sebanyak 3 kg b. Biji kopi sebanyak 3 kg dibagi ke dalam 10 bagian masing-masing 300 gram. 2. Proses Penyangraian a. Menyiapkan alat penyangrai yang sudah diatur suhunya dan mengaktifkan stopwatch untuk mengukur lama waktu yang digunakan:

15

Sampel 1: Penyangraian dengan suhu 160 oC selama 20, 40, dan 60 menit Sampel 2: Penyangraian dengan suhu 180 oC selama 20, 40, dan 60 menit Sampel 3: Penyangraian dengan suhu 200 oC selama 20, 40, dan 60 menit b. Setelah biji kopi di keluarkan dari alat sangrai, kopi selanjutnya diangin-anginkan lalu dimasukkan ke plastik bening kemudian dimasukkan kedalam plastik alumunium foil dan diberi label. 3. Pengukuran Tingkat Keasaman Kopi a. Menyiapkan alat pengukur keasaman kopi yakni pH meter. b. Mengambil biji kopi yang telah disangrai dan menumbuknya hingga halus. c. Menapis hasil tumbukan biji kopi tersebut lalu menyeduhnya d. Mengukur tingkat pH kopi yang telah dilarutkan dengan Aquadest. e. Mengulangi tahap b sampai d untuk masing – masing suhu dan waktu penyangraian dengan perlakuan 3 kali pengulangan. 3.4 Parameter Pengamatan Parameter pengamatan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penurunan kadar air biji kopi robusta Rumus Kadar Air : Mwb=

.................................................. (1)

Keterangan : Mwb = kadar air basis basah (%) Wt = berat total (gram) Wd = berat padatan (gram) 2. Perubahan tingkat keasaman kopi

16

3.4.1 Rancangan Percobaa Analisis data menggunakan rancangan percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu suhu dan waktu. Pada percobaan ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali: 1. Suhu Penyangraian (oC)

:

A1 = 160 A2 = 180 A3 =200 2. Waktu Penyangraian (menit) : B1 = 20

B1 =40

B3 = 60

Tabel 4. Perlakuan Penelitian Perlakuan B1

B2

B3

A1

A1B1

A1B2

A1B3

A2

A2B1

A2B2

A2B3

A3

A3B1

A3B2

A3B3

17

3.5 Diagram Alir Penelitian Start

Kopi

Pengupasan Kulit Kopi Fermentasi Pengeringan Kopi

Biji Kopi Kering

Pengukuran Kadar Air

Penyangraian dengan suhu 160 o C, 180 oC, 200 oC dan waktu 20 menit, 40 menit, 60 menit

Biji Kopi Telah Disangrai

Pengukuran Kadar Air

Penghalusan

Bubuk Kopi

Pelarutan dengan Aquadest

Pengukuran Tingkat Keasaman

Finish Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis hasil sidik ragam pada lampiran 3 tabel

14,

menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyangraian terhadap tingkat kadar biji kopi setelah penyangraian sangat nyata. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 . Tabel 5. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Kadar Air Biji Kopi Setelah Penyangraian Lama Penyangraian

Suhu 160 oC

180 oC

Rata-Rata

200 oC

20 menit

2.12f

1.88e

0.94c

1.64z

40 menit

1.45d

0.96c

0.78b

1.06y

60 menit

0.93c

0.83b

0.57a

0.77x

Rata-Rata 1.5r 1.22q Ket : Nilai BNJ 1% = 0.071635 Huruf yang sama tidak berbeda nyata

0.76p

Kadar air rata – rata kopi pada suhu 160 oC selama 20 menit yaitu 2.12%, selama 40 menit yaitu 1.44%, selama 60 menit yaitu 0.92%, sedangkan pada suhu 180 oC selama 20 menit yaitu 1.88%, selama 40 menit yaitu 0.96%, selama 60 menit yaitu 8.33%, sedangkan pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 0.94%, selama 40 menit yaitu 0.78%, selama 60 menit yaitu 0.57%. Kadar air biji kopi setelah penyangraian cenderung menurun dengan meningkatnya suhu dan lama penyangraian. Hal ini sesuai dengan Estiasih (2009) bahwa semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. 4.2 Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Kadar Air Suhu dan lama penyimpanan merupakan indikator yang sangat berperan dalam proses pengeringan suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula kadar air bahan yang menguap sehingga mengakibatkan 19

kadar air bahan juga mengalami pengurangan demikian halnya juga pada perlakuan penyangraian. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 2 dan 3

KADAR AIR (%)

2.5 2 1.5 20 menit 1

40 menit 60 menit

0.5 0 160

180

200

SUHU PENYANGRAIAN (oc) Gambar 2. Perubahan Nilai Kadar Air Biji Kopi Yang Telah Disangrai Berdasarkan Suhu

KADAR AIR (%)

2.5 2

1.5

160 ⁰C 180 ⁰C

1

200 ⁰C

0.5 0 20

40

60

LAMA PENYANGRAIAN (MENIT)

Gambar 3. Perubahan Nilai Kadar Air Biji Kopi Yang Telah Disangrai Berdasarkan Lama Penyangraian

20

Gambar 2 dan 3 menunjukkan pengaruh suhu dan lama waktu penyangraian terhadap penurunan kadar air biji kopi yang telah disangrai yakni pada suhu 160 oC selama 20 menit kadar airnya yaitu 2.12%, selama 40 menit yaitu 1.44%, selama 60 menit yaitu 0.93%, sedangkan kadar air pada suhu 180 oC selama 20 menit yaitu 1.88%, selama 40 menit yaitu 0.96%, selama 60 menit 0.83%, dan kadar air pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 0.94%, selama 40 menit 0.78%, selama 60 menit 0.57%. 60

2.5 y = -0.0296x + 6.837 R² = 0.9938 waktu 20 40

40

1.5

60 Linear (20)

y = -0.0264x + 5.9738 R² = 0.8415

Linear (40) Linear (60)

y = -0.009x + 2.3967 R² = 0.9946

20 160

0.5 180

200

Gambar 4. Regresi Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Kadar Air Analisis regresi adalah analysis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari sumbu x dan y terhadap parameter pengamatan. Dimana bila nilai regresi mendekati 1 atau lebih besar dari 0.5 maka perlakuan antar variabel sangat berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis regresi menunjukan pengaruh antara sumbu X (suhu) dan sumbu Y (waktu) terhadap kadar air menghasilkan nilai regresi (R2) yakni pada linear 20 menunjukan nilai R2 yaitu 0.9938, pada linear 40 menunjukan nilai R2 yaitu 0.8415, dan pada linear 60 menunjukan nilai R2 yaitu 0.9946. Dari ketiga hasil

21

regresi ini menunjukan bahwa suhu dan waktu sangat berpengaruh terhadap proses penurunan kadar air kopi yang telah di sangrai. Penurunan kadar air pada biji kopi yang telah sangrai, disebabkan karena suhu yang semakin tinggi dan semakin lamanya proses penyangraian biji kopi mengakibatkan air yang terdapat pada biji kopi menguap sehingga kadar air biji kopi semakin berkurang. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar air biji kopi setelah penyangraian berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dimana suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap kadar air. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ). Setelah hasil uji lanjutan, ternyata pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi setelah penyangraian terhadap kadar air berbeda sangat nyata. 4.3 Tingkat Keasaman (pH) Berdasarkan analisis hasil sidik ragam pada lampiran 4 tabel 19 , menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyangraian terhadap keasaman biji kopi setelah penyangraian sangat nyata. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Keasaman Kopi Setelah Penyangraian suhu

Lama Penyangraian

rata-rata 160

180

200

20

5.95a

6.09b

6.68f

6.24x

40

6.04b

6.13c

6.88g

6.35y

60

6.21d

6.4e

7.15h

6.58z

rata-rata 6.06p 6.20q Ket : Nilai BNJ 1% = 0.051150752 Huruf yang sama tidak berbeda nyata

6.90r

Nilai keasaman semakin meningkat seiring dengan semakin tinggi dan lamanya proses penyangraian. Tingkat keasaman yakni pada suhu 160 oC 22

selama 20 menit yaitu 5.95%, 40 menit yaitu 6.04%, 60 menit yaitu 6.21% sedangkan pada suhu 180 oC selama 20 menit tingkat keasamannya yaitu 6.09%, 40 menit yaitu 6.13%, 60 menit yaitu 6.4% sedangkan tingkat keasaman pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 6.68%, selama 40 menit yaitu 6.88% dan selama 60 menit yaitu 7.15%. Peningkatan nilai keasaman ini disebabkan karena menguapnya beberapa zat asam pada saat kopi disangrai. Perubahan nilai keasaman pada kopi cenderung naik yang menuju kenilai pH yang netral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulato (2002) yang menyatakan bahwa biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat. 4.4 Pengaruh Suhu Dan Waktu Terhadap Tingkat Keasaman Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan air, terbentuknya senyawa volatile, karmelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 yang mengisi pori-pori kopi. Semakin tingginya suhu dan lama penyangraian menyebabkan terjadinya pirolisis senyawa asam sehingga senyawa ini menguap. Rasa asam yang terdapat pada kopi tercipta dari kandungan asam yang ada dalam kopi, yang dimana standar rasa kopi berdasarkan SNI.01-29831992 adalah normal, itu berarti nilai pH yang terkandung pada kopi harus netral yakni nilai pH sama dengan 7. Perubahan nilai keasaman pada biji kopi yang telah disangrai menunjukan peningkatan nilai pH yang dimana nilainya menuju kenilai pH yang normal terhadap peningkatan suhu dan semakin lama penyangraian. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 5 dan 6

23

8

KEASAMAN (pH)

7.5 7 6.5 20 menit

6

40 menit

5.5

60 menit

5 4.5 4 160

180

200

SUHU PENYANGRAIAN (OC) Gambar 5. Perubahan Nilai Keasaman Kopi Yang Telah Disangrai Berdasarkan Suhu

8

KEASAMAN (pH)

7.5 7 6.5 160 ⁰C

6

180 ⁰C

5.5

200 ⁰C

5 4.5 4 20 menit

40 menit

60 menit

LAMA PENYANGRAIAN Gambar 6. Perubahan Nilai Keasaman Kopi Yang Telah Disangrai Berdasarkan Lama Penyangraian Gambar 5 dan 6 menunjukkan pengaruh suhu dan lama waktu penyangraian terhadap peningkatan nilai keasaman kopi yang telah disangrai yakni pada suhu 160 oC selama 20 menit yaitu 5.95%, selama 40 menit yaitu 6.04%, selama

60 menit yaitu 6.21%, sedangkan nilai pH pada suhu 180 oC

selama 20 menit yaitu 6.09%, selama 40 menit yaitu 6.13%, selama 60 menit 6.4%, dan nilai pH pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 6.68%, selama 40 menit 6.88%, selama 60 menit 7.15%.

24

60

7.50 y = 0.0235x + 2.3567 R² = 0.8942 waktu 20 y = 0.021x + 2.57 R² = 0.8293

40

40 6.50

60 Linear (20) Linear (40) Linear (60)

y = 0.0182x + 2.955 R² = 0.8876 20

5.50 160

180

200

Gambar 7. Regresi Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Keasaman Kopi Yang Telah Disangrai Analisis regresi adalah analysis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari sumbu x dan y terhadap parameter pengamatan. Dimana bila nilai regresi mendekati 1 atau lebih besar dari 0.5 maka perlakuan antar variabel sangat berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis regresi menunjukan pengaruh antara sumbu X (suhu) dan sumbu Y (waktu) terhadap kadar air menghasilkan nilai regresi (R2) yakni pada linear 20 menunjukan nilai R2 yaitu 0.8876, pada linear 40 menunjukan nilai R2 yaitu 0.8293, dan pada linear 60 menunjukan nilai R2 yaitu 0.8942. Dari ketiga hasil regresi ini menunjukan bahwa suhu dan waktu sangat berpengaruh terhadap proses peningkatan nilai pH kopi yang telah di sangrai. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap keasaman kopi setelah penyangraian berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Dimana suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap keasaman. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ). Setelah hasil uji lanjutan, ternyata pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi setelah penyangraian terhadap kadar air berbeda sangat nyata.

25

V. KESIMPULAN

5. 1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Suhu dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar air biji kopi robusta. 2. Suhu dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai keasaman kopi robusta.

5.2 Saran Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penyimpanan dan pengemasan bubuk kopi untuk kemudian mengamati perubahan yang terjadi selama penyimpanan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012a. Proses Pembuatan Kopi Luwak. http:// proses-pembuatan-kopiluwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2012. Makassar Anonim,2012b. Pengolahan Kopi www.starfarmagris.co.cc.html. Akses Makassar

Cara Tanggal

Kering http:// 20 Oktober 2012.

Anonim,2012c. Standar Nasional Indonesia bubuk kopi. http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Eksportir/Profil_komoditi/Standart Mutu/mutu_kopi.htm Akses Tanggal 20 Oktober 2012. Makassar Aak.1980. Budidaya Tanaman Kopi. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Brooker, D. B., F. W. Bakker-arkema and C. W. Hall, 1974. Drying Cereal Grains. The AVI publishing Company, Inc. Wesport. Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor. Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science, London and New York. Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang. Hall, C. W. 1957. Drying and Storage of Agriculture Crops. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Hendarson, S. M. and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3 rd ed. The AVI publ. Co., Inc, Wesport, Connecticut, USA. Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Pangabean, Edy. 2012. The Secret of Barista. PT Wahyumedia. Jakarta.

27

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta Rahman

dan Yuyun. 2005. Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Kanisius:Yogyakarta. Siswanto, Widiyastuti, Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial, Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Depok. Sri Najiyati dan Danarti. 2004 . Budidaya Tanaman Kopi dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. Taib, G., Gumbira Said, dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Varnam, H.A. and Sutherland, J.P., 1994. Beverages (Technology, Chemestry and Microbiology). Chapman and Hall, London. Volk, Wesley A., 1993, Mikrobiologi Dasar, edisi ke-5, Erlangga, Jakarta.

28