ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI STREPTOCOCCUS EQUI

Download Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keberadaan bakteri. Streptococcus equi penyebab strangles pada kuda. Pemeriksaan dilakukan terha...

1 downloads 719 Views 1MB Size
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI STREPTOCOCCUS EQUI PENYEBAB STRANGLES PADA KUDA

FATRI ALHADI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

ABSTRAK FATRI ALHADI. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Streptococcus equi Penyebab Strangles pada Kuda. Dibawah bimbingan RAHMAT HIDAYAT. Penelitian

ini

bertujuan

untuk

membuktikan

keberadaan

bakteri

Streptococcus equi penyebab strangles pada kuda. Pemeriksaan dilakukan terhadap 20 sampel kuda yang diduga secara klinis terkena penyakit strangles. Kegiatan isolasi dan identifikasi bakteri dilakukan dengan metode kultur, pewarnaan Gram, uji katalase, dan uji gula-gula. Hasil yang didapatkan dari serangkaian uji untuk identifikasi bakteri Streptococcus equi terhadap 20 ekor kuda yang diduga terkena strangles menunjukkan bahwa terdapat satu ekor kuda yang terinfeksi bakteri Streptococcus equi. Kata kunci : kuda, strangles, Streptococcus equi.

ABSTRACT FATRI ALHADI. Isolation and Identification Bacterium Streptococcus equi Causes Strangles in Horses. Under direction of RAHMAT HIDAYAT. This research aims to prove the presence of the bacterium Streptococcus equi causes strangles in horses. Examination conducted on 20 samples of horses clinically suspected strangles disease. Isolation and identification of activities performed by the method of bacterial culture, Gram stain, catalase test, and sugar test. Results obtained from a series of tests to identify the bacteria Streptococcus equi of 20 horses there is one horse who infected Streptococcus equi. Keywords : horse, strangles, Streptococcus equi

Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Bakteri Streptococcus equi Penyebab ……… ..Strangles pada Kuda Nama

: Fatri Alhadi

NIM

: B04052833

Disetujui Dosen Pembimbing

Drh. Rahmat Hidayat, M.Si 19790813 200501 1 001

Diketahui Wakil Dekan

Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001

Tanggal lulus :

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI STREPTOCOCCUS EQUI PENYEBAB STRANGLES PADA KUDA

FATRI ALHADI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PRAKATA

Syukur alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Bakteri Streptococcus Equi Penyebab Strangles pada Kuda. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan Penulis di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2008. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Papa dan Mama, yang dari mereka Allah menitipkanku untuk dibesarkan dan dilimpahi kasih sayang dengan sejuta harapan, tidak lupa kepada saudaraku Ahpi Gusta Tusri, SSTP, dr. Venni Dimitri dan Lettu. Kav. Fikri Nurheldi yang bersama-sama untuk hidup menggapai segala cita dan cinta. 2. Bapak drh. Rahmat Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala kesabaran, ilmu dan bimbingannya yang sangat berarti. 3. Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu dan drh. Amrozi, M.Sc, P.hD yang telah membantu untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 4. Pamulang Stable, Kesatuan Kavaleri Kelapa Gading, dan URR FKH IPB yang telah membantu proses penelitian ini. 5. Sahabat-sahabat yang ikut penelitian (Ronald dan Fahmi) atas doa dan dukungannya selalu, bang Yuandi, Pak Agus, dan mbak Selin. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi khalayak umum.

Bogor, Januari 2010 Fatri Alhadi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1987 di Solok Sumatera Barat dari pasangan Ayahanda H. Syamsuardis, SE dan Ibunda Hj. Helmiyati. M, S.Pd. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 04 IX Korong Kota Solok, selanjutnya menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Kota Solok tahun 2002. Pendidikan Menengah Atas diselesaikan di SMAN 1 Kota Solok tahun 2005. Selanjutnya penulis masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor lewat jalur USMI IPB pada tahun 2005. Penulis pernah menjadi Ketua Komisi Internal Dewan Perwakilan Mahasiswa FKH IPB periode 2007-2008. Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor periode 2008-2009 dan Wakil Sekretaris Umum Bidang Pemberdayaan Umat Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor.

.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

x

PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................

1

Tujuan ....................................................................................................

2

Manfaat ..................................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA Strangles ...... ...........................................................................................

3

Periode Inkubasi .........................................................................

4

Gejala Klinis ...............................................................................

4

Patogenesa ..................................................................................

6

Diagnosa .....................................................................................

8

Terapi dan Vaksinasi ..................................................................

9

Kontrol dan Pencegahan Penyakit ..............................................

9

Streptococcus equi ...................................................................................

10

Klasifikasi ...................................................................................

10

Etiologi .......................................................................................

11

Epizoologi ...................................................................................

11

Kuda ............................................... ......................................................

11

Klasifikasi ...................................................................................

12

Morfologi Kuda Priangan ...........................................................

13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... ...............................................................................

15

Alat dan Bahan .......................................................................................

15

Metode ...................................................................... ..............................

15

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................

17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .............................................................................................

23

Saran ...................................................................... .................................

23

DAFTAR PUSTAKA ... ....................................................................................

24

DAFTAR TABEL Table 1. Kemampuan bakteri melisiskan darah ... ..............................................

18

Table 2. Identifikasi bakteri ...............................................................................

22

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gejala Klinis Penyakit Strangles ... ...................................................

4

Gambar 2. Pertumbuhan Bakteri di Agar Darah ... .............................................

18

Gambar 3. Hasil Uji Gula-Gula ... ......................................................................

23

PENDAHULUAN

Latar Belakang Strangles adalah penyakit infeksius pada kuda yang bersifat akut disebabkan oleh Streptococcus equi. Karakterisasi strangles ditandai dengan adanya peradangan respirasi bagian atas yaitu faring, selain itu terlihat bentuk abses di limfonodus. Strangles dapat terjadi pada semua kuda (Prescott & Wright, 2003). Penyakit strangles pada kuda yang disebabkan oleh Streptococcus equi merupakan salah satu penyakit yang tersebar luas di dunia dan penyakit yang mahal pada kuda. Penyakit ini mempunyai periode penyembuhan yang panjang dan kuda yang terkena penyakit harus diisolasi sekurangnya 4 minggu untuk mencegah penyebaran penyakit yang lebih lanjut (Flock et al, 2004). Dilaporkan peternakan kuda di Los Angeles Utara pernah terjadi kasus wabah strangles dimana ada lebih dari 60 ekor kuda berada di bawah pengawasan karantina. Menurut Los Angeles Country Department of Health Service telah dilakukan penutupan peternakan kuda yang telah terinfeksi di bulan Maret (Wood, 2005). Sedangkan wabah strangles yang pernah terjadi selama musim semi dan panas pada tahun 1980 di peternakan kuda di timur Alberta dijelaskan dari 479 ekor kuda terdapat 297 ekor kuda yang terkena penyakit strangles (Piche, 1984). Strangles lebih sering terjadi pada umur muda dan umum di Breeding Farm. Penyakit ini sering juga disebut sebagai Equine Distemper. Gejala umum secara klinis demam, adanya cairan atau nanah pada hidung, membesarnya limfonodus submandibular di sekitar leher. Kemungkinan komplikasi bila terjadi secara kronis akan terlihat asphyksia karena pembesaran limfonodus mandibular yang menekan saluran larink, “bastard strangles” (menyebar ke seluruh anggota tubuh), pneumonia, dan kegagalan jantung. Abses yang terjadi di retropharyngeal getah bening dapat mengakibatkan gangguan saluran pernapasan. Hal ini disebabkan oleh kelenjar getah bening yang dapat menekan faring, laring atau trakea. Pada kasus yang parah perlu dilakukan trakeostomi. Streptococcus equi merupakan bakteri patogen yang memiliki karakteristik Gram positif dan bersifat obligat. Bakteri dapat masuk melalui mulut atau hidung

menyerang sel kripta tonsil juga menyerang limfonodus superfisia. Setelah beberapa jam bakteri akan sulit dideteksi di permukaan mukosa, karena telah berpindah ke jaringan limfatik lokal yaitu satu atau beberapa limfonodus (Jonson & Tunkell, 2000). Identifikasi Streptococcus equi dapat dilakukan dengan pembiakkan bakteri yang diambil dari swab hidung, pencucian hidung atau pengambilan cairan nanah dari limfonodus (Jonson & Tunkell, 2000).

Tujuan Penelitian : Melakukan observasi kehadiran strangles pada kuda di daerah Jawa Barat dengan pembuktian adanya Streptococcus equi penyebab strangles.

Manfaat Penelitian : •

Dapat memberikan informasi ada atau tidaknya kejadian strangles di Indonesia khususnya Jawa Barat



Dapat melakukan tindakan preventif lebih cepat dan lebih baik oleh peternakan kuda di Indonesia khususnya Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strangles Strangles adalah penyakit penting pada kuda. Penyakit ini dapat menyebabkan pembesaran limfonodus di leher dan muka. Strangles dapat menyerang pada semua umur terutama umur muda. Umur muda yaitu 4 bulan pertama dapat diproteksi dengan imunitas pasif melalui kolostrum. Strangles disebarkan melalui inhalasi dan ingesti. Streptococcus equi dapat ditemukan di cairan hidung atau nanah dari abses yang pecah dari hewan yang terinfeksi. Penularan dapat terjadi dengan cara bersin, batuk atau kontak hidung hewan yang terinfeksi dengan hewan yang sehat. Streptococcus equi juga dapat menular dengan cara kontak tidak langsung yaitu melalui lalat di sekitar kandang dan pekerja kandang. Semua kuda yang tertular belum tentu menimbulkan gejala klinis (Wood, 2005). Los Angeles Country Department of Health Service mengatakan akan lebih sulit ketika ada salah satu kuda yang terinfeksi di peternakan kuda maka kontrol terhadap kuda yang lain tidak efektif. Maka kuda yang terinfeksi akan dipindah ke area karantina. Enam belas (16) kuda yang terlihat menimbulkan gejala klinis tersebut untuk beberapa bulan akan di euthanasia (Wood, 2005). Faktor kontribusi penularan strangles di peternakan kuda adalah (Anonimus 2007) : 1) Kondisi kandang yang terlalu sempit (populasi kuda yang terlalu banyak dalam satu kandang) 2) Pengetahuan tentang pengetahuan kuda yang kurang dari manajemen peternakan 3) Sanitasi buruk 4) Kurangnya makanan atau kurangnya pengetahuan tentang makanan yang baik 5) Stres yang tinggi akibat perjalanan jauh 6) Kurangnya pengetahuan untuk manajemen kuda yang baru datang pada suatu kandang.

Kuda yang sembuh dari penyakit (tetapi tidak terlalu lama) dapat disertakan dalam perlombaan atau dijual. Kuda betina yang bersifat pembawa (carrier) di breeding farm berperan sebagai penyebar penyakit.

Periode Inkubasi Periode inkubasi lebih cepat antara 4-5 hari atau dapat lebih lama 12-14 hari. Setelah terpapar, inkubasi strangles dapat juga tergantung kondisi cuaca dan kepadatan jumlah kuda pada kandang kecil (Anonimus, 2007).

Gelaja Klinis Kuda-kuda yang terkena strangles akan terlihat gejala-gejalanya antara 314 hari setelah terpapar. Gejala secara umum adanya proses infeksi yaitu depresi, menurunnya nafsu makan dan demam tinggi 39 oC - 39,5 oC (Prescott & Wright, 2003). Gejala klinis lain terlihat keluarnya cairan hidung (awalnya mukoid, kemudian mengental akhirnya cairan bersifat purulent), batuk yang tidak terlalu parah dan jarang, pembengkakan diantara mandibular yaitu pembengkakan di limfonodus submandibular seperti yang terlihat pada gambar 1. Sehingga kuda yang terkena strangles sering terlihat posisi kepala selalu ke bawah dan dijulurkan. Peradangan dapat terjadi di tenggorokan dan limfonodus (Prescott & Wright, 2003).

Gambar 1. Gejala Klinis Penyakit Strangles

Dengan adanya progres yang meningkat dari strangles, terlihat abses di dalam submandibular diantara gigi atau limfonodus retropharyngeal (letaknya di belakang tenggorokan). Limfonodus akan lebih keras dan akan sangat sakit akan menyebabkan terganggunya pernapasan. Abses pada limfonodus akan berisi penuh cairan dan akan pecah dalam 7-14 hari. Selanjutnya akan mengeluarkan cairan kental yang mengandung Streptococcus equi. Abses yang pecah akan cepat terbentuk lagi (Prescott & Wright, 2003). Proses penyakit digambarkan secara klasik dimana kuda tua akan terlihat lebih sedikit dalam waktu singkat dengan ada atau tanpa adanya abses limfonodus. Gelala klinis ini akan menyebabkan kekebalan yang bersifat parsial karena virulensi yang rendah dari bakteri tersebut (Prescott & Wright, 2003). Gejala klinis pada kuda betina umur 5 tahun yang diteliti dengan tidak diberi terapi terlihat adanya dyspnoea, halitosis, dan cyanosis. Sedangkan nekrosi terlihat pneumonia dan pleuritis. Pada kuda umur 1 tahun setelah dinekropsi terlihat epistaksis dan hemoptosis (Piche, 1984). Strangles akan bersifat fatal bila adanya komplikasi dengan penyakit lain. Komplikasi strangles yang bersifat fatal dan sering terjadi adalah : •

“Bastard Stangles”, menggambarkan adanya infeksi yang terjadi selain pada kelenjar getah bening. Sebagai contoh terjadinya abses dan ruptur di abdominal dan limfonodus paru-paru setelah beberapa minggu atau lebih lama akan terlihatnya perubahan. Abses dan ruptur pada otak dapat juga menyebabkan koma. Abses limfonodus retropharyngeal berisi penuh cairan dan akan pecah menyebabkan masuknya cairan nanah dari tenggorokan ke dalam paruparu (Prescott & Wright, 2003).



“Purpura hemoragi”, akan terjadi imflamasi akut di pembuluh darah perifer terjadi selama 4 minggu menyebabkan adanya kekebalan saat hewan sembuh. Kekebalan yang terjadi akibat formasi kompleks antara antibodi dengan komponen bakteri. Kompleks imun yang terbentuk di dalam kapiler menyebabkan imflamasi terlihat dari hemoragi membran

mukus. Hemoragi menyebabkan adanya edema pada kepala, leher, dan beberapa bagian tubuh lain (Prescott & Wright, 2003). Sedangkan komplikasi non fatal/ minor termasuk didalamnya : •

Miokarditis (peradangan otot jantung) yang selalu ada pada kasus strangles dan proporsinya jarang terjadi di kuda



Purulent cellulites (inflamasi jaringan subcutaneous)



Laryngeal hemiplegia yaitu paralisis otot tenggorokan, kadang-kadang terdengar ringkikan. Kondisi ini biasanya terjadi setelah adanya abses limfonodus cervical



Anemia, gejala ini muncul selama periode penyembuhan disebabkan dari respon kekebalan yang diperantarai lisis sel darah merah



Guttural pouch empyema (berisi nanah) sering bersamaan dengan strangles klasik atau dengan periode kesembuhan yang baru terjadi. Guttural pouch akan memanjang berada di ventral diverticulum “Eustachian tube”. Lokasinya antara dasar kranium dorsal dan pharynx ventral (Prescott & Wright, 2003). Guttural pouch kadang diinfeksi untuk beberapa bulan. Infeksi guttural

pouch dengan empyema menghasilkan ruptura abses dalam limfonodus retropharyngeal (Newton et al, 1997). Hewan pembawa (carrier) sangat penting dalam interepizootik Streptococcus equi karena merupakan tanda adanya wabah baru. Kuda-kuda yang sembuh dapat bersifat pembawa (carrier) karena Streptococcus equi masih berada di hidung dan saliva selama 6 minggu kejadian infeksi. Maka dari itu pengambilan isolat strangles sebaiknya diambil ketika hewan sakit selama 6 minggu kejadian infeksi (Prescott dan Wright, 2003).

Patogenesa Menurut Sweeney et al. (2005) patogenesa strangles dimulai dengan Streptococcus equi masuk melalui mulut atau hidung dan akan melekat pada sel di daerah kripta dari lidah dan langit-langit tonsil. Selanjutnya bakteri bisa bergabung dengan epitel dari faring dan tuba tonsil. Dalam beberapa jam setelah

infeksi, bakteri ini sulit dideteksi pada permukaan mukosa tetapi akan tampak pada sel epitel dan folikel sub-epitel. Perpindahan dapat terjadi secara cepat dalam beberapa jam menuju ke limfonodus mandibula dan supra-pharyngeal yang berasal dari drainase pharyngeal dan daerah tonsil. Komplemen didapatkan adanya faktor generasi setelah interaksi antara faktor komplemen dengan peptidoglikan bakteri dengan menarik neutrofil polimorfonuklear dalam jumlah besar. Kegagalan neutrofil dalam memfagositosis dan membunuh Streptococcus equi akan menjadi kombinasi kapsul hyaluronic acid, antiphagocytic SeM protein, Mac protein dan antiphagocytic faktor yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus equi. Kejadian ini akan memuncak apabila ada akumulasi Streptococcus equi ekstraselular yang dikelilingi rantai panjang oleh degenerasi dalam jumlah banyak. Penyelesaian terakhir dari bakteri akan tergantung lisisnya kapsul abses dan evakuasi isinya. Streptolisin dan streptokinase diduga juga berkontribusi terhadap perkembangan abses dan lisis oleh sel penghancur membran dan aktivasi proteolitik dari plasminogen. Walaupun kejadian didominasi kejadian perubahan saluran pernapasan bagian atas, penyakit ini juga dapat bermestastasis pada daerah lain. Penyebaran penyakit ini dapat melalui jalur aliran buluh darah (hematogenus) dan bisa juga lewat saluran limfatik, sehingga akan membentuk abses pada limfonodus yang lain dan pada organ di daerah thorak dan abdominal. Kejadian ini dikenal sebagai “bastard strangles”. Metastasis pada otak juga dapat terjadi kira-kira 75% dari kuda yang pernah terkena strangles akan mempunyai daya tahan yang kuat dan mempunyai imunitas abadi (Sweeney et al. 2005). Kuda akan segera sembuh karena resisten terhadap serangan bakteri Streptococcus equi setelah infeksi pertama. Hanya sedikit persentase hewan yang kembali rentan terhadap serangan kedua dari bakteri ini dalam beberapa bulan, hal ini mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam menghasilkan konsentrasi antibodi yang cukup. Serum imunoglobulin akan berespon terhadap permukan protein yang terpapar selama masa persembuhan.

Diagnosa

1. Kultur Membiakkan bakteri dari swab nasal, cucian nasal, dan pengambilan nanah dari abses merupakan standar baku untuk mendeteksi keberadaan Streptococcus equi. Spesimen akan dioleskan pada Colombia cna agar dengan ditambahkan 5% darah kuda. Apabila pada agar menghasilkan β-hemolisis streptococcus dan bentuk koloni yang mukoid merupakan interpretasi utama streptococcus equi pada biakan agar. Hasil cucian hidung sebenarnya lebih efektif dibandingkan nasal swab untuk mendeteksi jumlah Streptococcus equi karena permukaan dan bagian dalam nasal yang lebih luas. Pencucian hidung dapat dilakukan dengan menanamkan kira-kira 50 ml garam melalui karet tubing yang lembut sepanjang 15 cm dan dimasukkan ke dalam rongga hidung dan kemudian hasil pencucuian dikumpulkan (Sweeney et al 2005).

2. Polymerase Chain Reaction Streptococcus equi menghasilkan M-protein yang biasa disebut SeM. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metode untuk menentukan sekuen Deoxyribonucleic acid (DNA) dari SeM, dimana gennya digunakan sebagai antifagositik protein M terhadap Streptococcus equi. Menurut Timoney dan Trachman (1985) dalam Sweeney et al (2005), menyebutkan bahwa PCR didasarkan oleh SeM yang digunakan untuk tambahan pada kultur yang digunakan untuk mendeteksi Streptococcus equi. PCR tidak dapat membedakan antara organisme hidup dengan organisme mati dan hasil positif dari PCR harus dipertimbangkan sampai dapat dipastikan pada media biakan. PCR diperkirakan tiga kali lebih sensitif dibandingkan media kultur lainnya (Timoney dan Artiushin 1997 dalam Sweeney et al 2005). Pada diagnosa dengan PCR, DNA dari Streptococcus equi dapat terdeteksi. PCR dapat digunakan untuk deteksi asimtomatis gejala carrier, menentukan status dari Streptococcus equi dari guttural pouch.

3. Serologis Protein tertentu dari Streptococcus equi untuk memperoleh serum antibodi sebagai respon infeksi. Salah satu uji serologis yang dapat digunakan ELISA SeM-spesifik. Uji ini digunakan untuk deteksi infeksi yang baru terjadi, untuk menentukan jenis vaksinasi, identifikasi hewan yang memiliki antibodi yang sangat tinggi dengan predisposisi purpura hemoragika, dan sebagai diagnosa penunjang.

Terapi dan Vaksinasi Terapi yang tepat untuk kuda yang terserang strangles biasanya tergantung derajat keparahan penyakit. Secara umum kasus strangles tidak membutuhkan terapi selain istirahat dan hewan selalu kering dan bersih, kandang yang nyaman, pakan yang cocok, dan kualitas pakan yang bagus. Pakan dan minum adalah kemungkinan akses yang cepat untuk Streptococcus equi. Selain itu dapat diberikan antibiotik yaitu penisilin G. Kebanyakan dari kuda memiliki imunitas penuh pada masa pemulihan dari strangles, berlangsung lebih dari 75% dari hewan selama 5 tahun atau lebih. Dengan indikasi ini imunitas tertinggi tubuh dapat terstimulasi. Hal inilah kemungkinan dapat memberikan presentasi yang tepat dari imunogen protektif. Peneliti dari Australia berpendapat imunogen protektif sensitif pada temperatur diatas 56 oC (Sweeney et al. 2005). Earlier bacterin, tipe vaksin yang telah digantikan dengan ekstrak Streptococcus equi dicampur dengan hot acid atau mutanolysin dan detergen. Hot acid memecah dan membuang asam protein resisten dan karbohidrat mutanolisin (muramidase) dengan menghidrolisa dinding sel bakteri.

Kontrol dan Pencegahan Penyakit Investigasi kejadian strangles dimulai dari wawancara dengan pemilik kuda untuk mendapatkan sejarah hewan secara lengkap dan untuk mengevaluasi masalah penyakit yang berpotensial untuk menyebar.

Pencegahan kejadian strangles dapat dilakukan dengan karantina dan biological screening. Namun dalam hal ini ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan diantaranya : •

Pencegahan strangles dengan karantina dan screening sangat sulit dilakukan, terutama tanpa tujuan untuk menurunkan resiko dari infeksi Streptococcus equi. Pemilik akan selalu menanyakan kemungkinan hewan mereka terserang strangles



Pencegahan dengan karantina dan screening sulit dilakukan selama terjadi perpindahan dan pencampuran kuda selama musim breeding



Jika mungkin terjadi, hewan diperkenalkan dengan populasi baru dan diisolasi selama 3 minggu dan screening Streptococcus equi dilakukan uji pada nasopharyngeal swab.

B. Streptococcus equi Klasifikasi Klasifikasi dari Streptococcus equi adalah: Kingdom

:

Eubacteria

Filum

:

Firmicutes

Class

:

Bacilli

Ordo

:

Lactobacillales

Family

:

Sterptococcaceae

Genus

:

Streptococcus

Spesies :

Streptococcus equi

Bakteri ini termasuk ke dalam beta-hemolisis grup (bila dilihat dari kemampuan bakteri tersebut terhadap reaksi bakteri dalam cawan agar darah). Bakteri ini tidak dapat diisolasi dari manusia. Streptococcus equi memiliki protein yang menyebabkan adanya opsonisasi antibodi pada kuda. Penentu virulensi bakteri tersebut (Timoney dan Eggers, 1997).

Etiologi. Streptococcus equi diketahui berasal dari satu biovar atau klone yang sama dengan S. zoopidemicus. Fakta-fakta persuasif didasarkan pada lokus multi enzim dengan elektroforesis. Sehingga lebih jelas bahwa S. equi subsp equi tidak dilegitimasi sebagai spesies tetapi dinamakan kembali S. zoopidemicus biovar equi. Sekarang dokter hewan lebih senang menyebutkan Streptococcus equi untuk penyakit infeksius kuda. Epizoologi. Streptococcus equi merupakan parasit obligat pada kuda. Streptococcus equi bergantung pada ruangnya untuk hidup dan bersifat virulensi. Streptococcus equi dapat bertahan hidup beberapa minggu dalam air tetapi akan mati secara cepat pada tanah dan kondisi panas.

C. Kuda Kuda berperan penting dalam kehidupan sehari-hari karena ikut meringankan beban manusia. Sejak dahulu kala peranan kuda sebagai saran transportasi telah berhasil membuka isolasi daerah pedalaman (Soehardjono, 1990). Diperkirakan proses domestikasi kuda telah dilakukan oleh penduduk di pesisir selat Kaspia sekitar + 5000 tahun yang lalu (Mackay, 1995). Menurut sumber-sumber cerita dari Eropa, sejak + 1200 SM penggunaan kuda oleh para bangsawan lebih banyak bermotivasi untuk menunjukkan status seseorang, seperti yang dilakukan oleh bangsa Estrusia dari Romawi. Bangsa Asyiria dan Yunani sejak lama telah memanfaatkan kuda sebagai penunjang untuk lebih mempercepat gerakan pasukan. Sedangkan di wilayah Timur Tengah, kereta kuda pada waktu itu digunakan sebagai sarana penunjang para komandan perang dalam memimpin pergerakan para pasukan.

Klasifikasi Linnaeus (1758) dalam Wikipedia menyatakan bahwa kuda (Equus caballus) diklasifikasikan ke dalam: Kingdom

:

Animalia

Filum

:

Chordata

Ordo

:

Perissodactyla

Family

:

Equidae

Genus

:

Equus

Spesies

:

Equus caballus

Nenek moyang kuda pertama kali dikenal dengan nama Hyracoterium dan diperkirakan telah ada sekitar 70 – 60 juta tahun yang lalu. Memiliki konformasi tubuh ramping dan panjang dengan ukuran tubuh sebesar serigala sehingga dapat bergerak lebih lincah. Pada bagian ekstremitas terdapat 3 jari pada kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang. Seiring dengan perubahan struktur formasi geografis dunia, maka kuda juga mengalami proses evolusi menjadi sebesar domba yang dikenal dengan nama Mesohippus dan diperkirakan hidup sekitar 35 juta-25 juta tahun yang lalu. Perubahan morfologis yang terjadi yakni hanya terdapat 3 jari pada kaki depan. Merychippus merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses evolusi kuda. Spesies ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan kuda Shetland poni. Mulai saat itu tidak terjadi perubahan berarti dalam evolusi kuda karena proses adaptasi sudah berlangsung dengan lebih baik. Perkembangan selanjutnya dikenal dengan nama Pliohippus yang diperkirakan hidup sekitar 7-2 juta tahun yang lalu. Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan ancestor kuda sebelumnya (Kidd, 1995). Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) adalah salah satu dari sepuluh spesies modern mamalia dari genus Equus (Wikipedia, 2008). Kuda tergolong

ke

dalam

ordo

perissodactyla

bersama-sama

dengan

famili

Rhinocerotidae (badak) dan Tapiridae (tapir). Dari ordo perissodactyla, hanya

tiga spesies yang didomestikasi yaitu kuda (Equus caballus) dan keledai (Equus asinus dan Equus africanus somalicus) (Ernest et al., 2005). Persilangan dari famili Equidae hampir selalu menghasilkan keturunan yang infertil. Kejadian infertilitas ini mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur genom sehingga terjadi kegagalan pada saat pembelahan miosis. Persilangan yang cukup dikenal yaitu antara kuda betina dengan keledai jantan yang menghasilkan bagal (mule) (Ernest et al., 2005). Morfologi Kuda Priangan Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari pulau Jawa, seperti kuda Tengger, kuda Priangan, dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di pulau Jawa yang populasinya terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi. Kuda Jawa ditemukan dalam berbagai corak ragam warna (Mackay, 1995). Kuda jenis ini masih terdapat di daerah Karesidenan Besuki dan Priangan. Persilangan kuda Jawa yang berulang kali, menghasilkan 3 jenis keturunan baru, yaitu : Pertama, Kuda Priangan, merupakan keturunan dari pejantan asal Persia dan Australia, kuda ini tersebar di daerah Jawa Barat, morfologi kuda Priangan secara umum memiliki bentuk badan yang kurang sempurna serta berwatak lebih labil. Kedua, kuda Sandel (Sandelwood), kuda ini selanjutnya menyebar ke wilayah Sumba dan Sumbawa, kuda poni ini memiliki keunikan karena bentuk kepalanya mirip seperti kuda arab, ciri morfologi kuda ini memiliki dada lebar, mata yang lebih besar, konformasi kaki yang kokoh dan dapat ditemukan dalam beragam corak warna (Mackay, 1995). Ketiga, Kuda Gunung, kuda ini jumlahnya tidak banyak dan memiliki konformasi tubuh lebih ramping, namun lama kelamaan jenis kuda Gunung

berkurang populasinya dan kemudian menghilang (Soehardjono, 1990). Tinggi kuda Jawa rata-rata 1,15 meter dan bertemperamen labil dibandingkan dengan jenis kuda yang lainnya, konformasi tubuh kuda Jawa dinilai kurang ideal karena terdapat kesenjangan antara ukuran tubuh dan kaki. Selain itu, kuda Jawa juga memiliki kuku yang lembek (Soehardjono, 1990).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli 2008 di Laboratorium Bakteriologi dan Laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Alat yang digunakan selama penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, cotton swab steril, ose, korek api, kapas, kertas label, objek gelas, cover gelas, bunsen, inkubator, dan mikroskop. Bahan-bahan yang digunakan antara lain media agar darah, kristal violet, safranin, aseton alkohol, lugol, air, reagen katalase (larutan 3 % H2O2), mannitol, maltosa, sukrosa, dan laktosa. Sampel penelitian berupa swab mukosa hidung dari 20 ekor kuda yang diduga strangles yang ditumbuhkan di agar darah yang dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba yang lain. Kuda tersebut berasal dari Pamulang Stable sebanyak 9 ekor, dari kesatuan kavaleri Kelapa Gading sebanyak 9 ekor, dan kuda yang ada di URR sebanyak 2 ekor.

Metode 1. Metode Kultur Hasil dari swab mukosa hidung dari kuda ditanam di agar miring. Kemudian dipindahkan ke media agar darah dengan menggunakan ose steril yang disebar dengan menggoreskannya pada permukaan agar dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam untuk melihat kemampuan bakteri untuk melisiskan sel darah merah. Amati isolat yang mengalami beta hemolisis dan dipindahkan lagi ke agar darah untuk proses pemurnian bakteri dengan cara yang sama.

2. Metode pewarnaan Gram Isolat yang berasal dari agar darah yang mengalami beta hemolisis dilakukan pewarnaan Gram. Tahapan-tahapan pewarnaan Gram (metode Hucker dalam Lay 1994) adalah membuat preparat ulas kemudian fiksasi di atas api. Diberikan kristal violet selama 1 menit dan cuci dengan air. Kemudian diberikan larutan lugol selama 1 menit dan larutan pemucat selama 10-20 detik serta cuci dengan air. Kemudian diberikan larutan safranin selama 15 detik. Cuci dengan air dan keringkan dengan kertas saring. Kemudian diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 100x. 3. Metode uji katalase Penentuan adanya enzim katalase diuji dengan larutan H2O2 3 % pada koloni tersebut. Pada bakteri yang bersifat katalase positif ditandai oleh pembentukan gelembung udara pada koloni dan sekitarnya. 4. Metode uji gula-gula Dari isolat yang termasuk kelompok Streptococcus dilakukan uji gula-gula terhadap manitol, maltosa, laktosa, dan sukrosa. Kemudian diamati perubahan yang terjadi terhadap media tersebut. 5. Evaluasi Untuk menentukan keberadaan Streptococcus equi penyebab strangles pada kuda dilakukan pemeriksaan laboratorium menggunakan metode kultur, pewarnaan Gram, uji katalase, dan uji gula-gula. Dari data yang ada dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 Strangles/Mink Horse/Equine Distemper/ Ingus tenang termasuk ke dalam penyakit eksotik yang ada di Indonesia. Berdasarkan keputusan menteri ini untuk proses identifikasi penyakit ini dilakukan dengan cara isolasi bakteri. Proses isolasi penyakit ini pada awalnya mengambil usapan mukosa hidung dari kuda yang menunjukkan gejala-gejala hewan yang terkena penyakit strangles. Swab mukosa hidung pada kuda ditumbuhkan di agar miring untuk melihat

pertumbuhan

bakterinya.

Hasil

pertumbuhan

mikroorganisme

menampilkan warna putih dan beberapa dari mikroorganisme menghasilkan pigmen yang larut dan berdifusi ke dalam media. Mikroba tumbuh dengan subur diatas permukaan media, hal ini terlihat dengan lebih buramnya hasil pertumbuhannya dibandingkan dengan yang lainnya yang tumbuh dengan tidak subur. Pertumbuhan di agar miring kemudian dipindahkan ke media pertumbuhan agar darah. Media agar darah ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang

sulit

untuk

dibiakkan

dan

juga

untuk

membedakan

kelompok

mikroorganisme yang melisis atau tidak melisiskan butir darah merah. Dari 20 contoh sampel yang digunakan, semua sampel mampu melisiskan butir darah merah yang terlihat sebagai wilayah jernih di sekitar koloni. Pada masing-masing sampel di agar darah terjadi proses beta-hemolisis dan alpha-hemolisis. Betahemolisis terjadi apabila proses lisis sempurna yang mengakibatkan terlihatnya wilayah yang benar-benar jernih. Alpha- hemolisis terjadi apabila proses lisis tidak sempurna dan media terlihat warna kehijauan. Kelompok kemampuan

mikroorganisme

melisiskan

butir

yang

darah

sering

merah

dibedakan

adalah

berdasarkan

streptococcus

dan

staphylococcus. Proses hemolisis disebabkan oleh enzim yang dilepaskan oleh mikroorganisme yang diterima oleh agar darah merah sehingga terjadi reaksi untuk melisiskan butir darah merah tersebut. Untuk bakteri streptococcus akan mengalami beta-hemolisis yaitu terjadi lisis yang sempurna dengan terlihatnya wilayah yang benar-benar jernih seperti yang terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Bakteri di Agar Darah

Tabel 1. Kemampuan bakteri melisiskan darah Kode Kuda PS1 PS2 PS3 PS4 PS5 PS6 PS7 PS8 PS9 URR1 URR2 KKG1 KKG2 KKG3 KKG4 KKG5 KKG6 KKG7 KKG8 KKG9

Jenis Kelamin Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Jantan Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Jantan Betina

Asal Kuda Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable Pamulang Stable URR FKH IPB URR FKH IPB Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading Kavaleri Kelapa Gading

Kemampuan Melisiskan Darah α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis α dan β hemolisis

Keterangan : kode kuda berdasarkan singkatan asal kuda. Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan differensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Pewarnaan ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Pewarnaan

Gram memilahkan bakteri menjadi kelompok Gram positif dan negatif. Setelah dilakukan pewarnaan Gram terhadap 20 sampel yang diuji kemudian dilakukan pengamatan dengan mengunakan mikroskop terdapat 7 sampel yang termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif. Pada pengamatan mikroskop terhadap 7 sampel yang termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif terlihat warna ungu dan terlihat koloni berbentuk coccus. Sedangkan pada 13 sampel lainnya dari pengamatan mikroskop terlihat warna merah. Bakteri Gram positif berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat, sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan ini disebabkan perbedaan struktur kedua kelompok bakteri tersebut. Perbedaan struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif menyebabkan perbedaan reaksi dalam permeabilitas zat warna dan penambahan larutan pemucat. Sebagian besar dinding sel bakteri Gram positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi dibandingkan dinding sel bakteri Gram positif. Lipida ini akan larut dalam alkohol dan aseton yang digunakan sebagai larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel membesar dan meningkatkan daya larut kompleks Kristal violet-yodium pada dinding sel bakteri Gram negatif (Lay, 1994). Pada bakteri Gram positif akan terbentuk persenyawaan kompleks kristal violet yodium ribonukleat yang tidak larut dalam larutan pemucat. Persenyawaan ini tidak terbentuk pada bakteri Gram negatif sehingga diduga adanya perbedaan kandungan asan ribonukleat antara bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pemberian larutan mordan atau yang digunakan adalah larutan lugol dimaksudkan unutuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat. Setelah penambahan larutan lugol zat warna akan lebih jelas terlihat dan zat warna lebih sulit dilarutkan. Penambahan zat warna kedua atau safranin tidak menyebabkan perubahan warna pada bakteri Gram positif, karena persenyawaan kompleks kristal violet-

yodium tetap terikat pada dinding sel. Pada bakteri Gram negatif, penambahan safranin menyebabkan sel bakteri berwarna merah, karena persenyawaan kompleks kristal violet-yodium larut dan dinding sel kemudian mengikat zat warna kedua. Fungsi zat warna safranin hanyalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna kristal violet. Tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan uji katalase pada semua sampel yang ada. Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Katalase adalah enzim yang mengkatalisasikan penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini menginaktivasikan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menguraikan bahan toksik tersebut. Katalase merupakan

salah

satu

enzim

yang

digunakan

mikroorgainesme

untuk

menguraikan hidrogen peroksida. Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif, sehingga tidak menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2. Mekanisme enzim katalase memecah H2O2 yaitu saat melakukan respirasi, bakteri menghasilkan berbagai macam komponen salah satunya H2O2. Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase maka segera membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang dihasilkannya sendiri. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen seperti pada percobaan yang telah dilakukan. Dengan enzim katalase, H2O2 diurai dengan reaksi sebagai berikut. 2H2O2

2H2O + O2

Dari 20 sampel yang diuji terdapat 7 sampel yang bersifat katalase negatif. Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung udara pada koloni dan sekitarnya. Hal ini menandakan ketujuh sampel ini termasuk dalam kelompok streptococcus. Hasil uji fermentasi karbohidrat dari 7 isolat bakteri yang meliputi uji fermentasi karbohidrat jenis sukrosa, laktosa, maltosa dan manitol menunjukkan hasil yang beragam. Isolat bakteri yang dapat memfermentasikan karbohidrat ditandai dengan adanya perubahan media menjadi warna kuning yang menandakan terjadinya pembentukan asam. Jika warna media tetap bewarna merah menandakan tidak terjadinya pembentukan asam. Streptococcus equi merupakan bakteri Gram positif yang dapat memfermentasikan maltosa dan sukrosa. Dari ketujuh isolat yang diperiksa terdapat satu sampel yang dapat memfermentasikan maltosa dan sukrosa seperti yang terlihat pada gambar 3. Sedangkan sisa sampel yang lain menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan kriteria bakteri Streptococcus equi. Hal ini menandakan terdapat satu ekor kuda yang terkena penyakit strangles.

Tabung

1

Gambar 3. Hasil Uji Gula-Gula

2

3

4

Keterangan : Tabung 1 = bakteri tidak dapat memfermentasikan mannitol Tabung 2 = bakteri dapat memfermentasikan maltosa Tabung 3 = bakteri tidak dapat memfermentasikan laktosa Tabung 4 = bakteri dapat memfermentasikan sukrosa

Tabel 2. Identifikasi Bakteri Kode Sampel PS4 PS6 PS8 PS9 URR2 KKG8 KKG9

Kemampuan Melisiskan Gram Katalase Mannitol Darah ₊ ₋ ₋ β hemolisis ₊ ₋ ₊ β hemolisis ₊ ₋ ₋ β hemolisis ₊ ₋ ₋ β hemolisis ₊ ₋ ₋ β hemolisis ₊ ₋ ₋ β hemolisis ₊ ₋ ₋ β hemolisis

Gula-gula Maltosa ₊ ₊ ₊ ₊ ₊ ₊ ₋

Laktosa Sukrosa ₊ ₊ ₊ ₋ ₋ ₋ ₋

Keterangan : kode sampel URR2 positif terdapat bakteri Streptococcus equi.

₊ ₊ ₊ ₋ ₊ ₋ ₊

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil serangkaian uji identifikasi bakteri yang dilakukan terhadap 20 sampel kuda yang diduga tertular strangles, maka dapat disimpulkan terdapat 1 ekor kuda yang terkena penyakit stangles. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan di agar darah yang mengalami Beta hemolisis yang dapat melisiskan sel darah merah. Pada pewarnaan gram merupakan bakteri gram positif yang berwarna ungu dan merupakan katalase negatif yang ditandakan dengan tidak terbentuknya gelembung pada reaksi yang terjadi. Pada uji fermentasi karbohidrat didapatkan hasil bahwa isolat tersebut dapat memfermentasikan maltosa dan sukrosa.

Saran Untuk mengetahui keberadaan penyakit strangles perlu dilakukan observasi terhadap kuda-kuda yang ada di lingkungan seperti kuda delman secara merata. Untuk pencegahan penyakit strangles perlu dilakukan vaksinasi terhadap kuda.

DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2007. Strangles in Equine. https://transact.nt.gov.au/ebiz/dbird /TechPublication.nsf/1DEF324151841EO169256EFE004F6750/file/560. pdf.openElement (29 Maret 2008). Ernest, B., Doug A dan David A. 2005. Proposal to Sequence The Genome of The Domestic Horse, Equus caballus. University of Kentucky dan Cornell University. USA. Hal 3. Flock M et al.2004.Reccombinant Streptococcus equi Protein Project Mice in Chalengge Experiment Include Immune Response in Australian horse : Infection and Immunity; June 2004,p.3228-3236. George JL, Reif JS, Sheider RK, Small CJ, Ellis RP, Snyder S P, Chesney AE. 1983. Identification of carriers of Streptococci equi in a naturally infected herd. Journal ofthe American Veterinary Medical Association. 183: (1) 80-84. Johnson CC, A. R. Tunkell. 2000. Viridans streptococci and groups C and G streptococci: β-hemolytic streptococci (groups C and G), p. 2173-2183. In G. L. Mandell, J. E. Bennett, and R. Dolin (Editor), Mandell, Douglass, and Bennett's principles and practice of infectious diseases, 5th Ed., vol. 2. Churchill Livingston, Philadelphia, PA. Kidd, J. 1995. Horses Ponies of The World. Welling Town House 125/130 Strand London. UK. Hal 8-10. Knight AP, Voss JL, McChesney AE, Bigbee H. G.1975. Experimentally inducedStreptococcus equi infection in horses with resultant guttoral pouch empyema. VeterinaryMedicine/ Small Animal Clinician. 70:11941199. Lay B W.1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Gafindo Persada. Mackay, S A. 1995. Encyclopedia of The Horse. Reed International Books limited. Fulham Road. London. UK. Hal 1&96. Newton JR et al. 1997. Naturally occurring persistent and asymptomatic infection of the guttural pouches of horses with Streptococcus equi. The Veterinary Record. 140 (1):84-90. Piche CA.1984.Clinical observation on an Outbreak of Strangles.Lowa.Can Vet J 1984;25:7-11. Prescott JF, PJ Wright.2003. Strangles in Horses. Ministry of Agricultural Food and Rural Affairs.Ontario.

Soehardjono,O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang Equestrain Centre. Penerbit; PT Gramedia Jakarta. Hal 9,10,47,50,51. Sweeney CR et al.2005. Streptococcus equi Infection in Horses: Guidelines for Treatment,Control,and prevention of Strangles.Amerika: J Vet Intern Med 2005;19:123-143. Timoney JF, Eggers D. 1985.Serum bactericidal responses to treptococcus equi of horses following infection or vaccination. Equine Veterinary Journal 17:(4) 306-310. Wikipedia. 2008. Kuda. Artikel. http://www.wikipedia.org. Download 12/08/09. Wood JV. 2005. California Strangles Outbreak; At Least 60 Horses Affected. Californi