JURNAL FARMASI INDONESIA ADALAH JURNAL ILMIAH

Download pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah dapat berupa laporan hasil penelitian atau t...

1 downloads 525 Views 2MB Size
Diterbitkan oleh Pengurus Pusat

Ikatan Apoteker Indonesia Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli

Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan Apoteker Indonesia. Isi Jurnal mencakup semua aspek dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian antara lain farmakologi, farmakognosi, fitokimia, farmasetika, kimia farmasi, biologi molekuler, bioteknologi, farmasi klinik, farmasi komunitas, farmasi pendidikan, dan lain-lain. Jurnal mengundang makalah ilmiah dari teman sejawat, baik apoteker maupun bukan apoteker yang isinya dapat memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah dapat berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka.

Jurnal Farmasi Indonesia dapat diperoleh di Sekretariat PP IAI atau Redaksi Jurnal Farmasi Indonesia ISSN: 1412-1107 © Copyright 2013 Ikatan Apoteker Indonesia Gambar cover oleh: Arry Yanuar Printing : PT ISFI Penerbitan

Gambar cover: Adalah struktur Xanthin Oksidase yang diambil dari protein databank dengan kode 3EUB dengan judul “Crystal Structure of Desulfo-Xanthin Oxidase with Xanthin” Gambar struktur 3EUB diolah menggunakan Visual Molecular Dynamics (VMD), kemudian rendering dilakukan dengan POV-RAY. Harga Berlangganan: Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)

Dipersembahkan Untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kefarmasian di Indonesia

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

iii

Tim Redaksi

Pemimpin Umum/ Penanggung Jawab Drs. M. Dani Pratomo, MM, Apt

Wakil Pemimpin Umum

Drs. Wahyudi U. Hidayat, MSc, Apt

Ketua Dewan Editor

Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt

Editor Pelaksana

Dr. Christina Avanti MSi, Apt

Anggota Dewan Editor Prof. Dr. Shirly Kumala, MBiomed, Apt Prof. Dr. Eddy Meiyanto, Apt Prof. Dr. Daryono Hadi Tjahono, MSc, Apt Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD, Apt Dr. Umi Athijah, MS, Apt Dr. Arry Yanuar, MSc, Apt Raymond R. Tjandrawinata, PhD, MS, MBA

Manajer Administrasi

Dra. Chusun Hamli, MKes, Apt

Manajer Sirkulasi

Drs. Azwar Daris, MKes, Apt

Staf Administrasi dan Sirkulasi Evita Fitriani, SFarm, Apt Dani Rachadian, SSos Siti Kusnul Khotimah, SSos

Desain & layout Ramli Badrudin

Alamat Redaksi/Penerbit Jl. Wijayakusuma No.17 Tomang - Jakarta Barat Telepon/Fax 021- 5671800 [email protected] [email protected] online submission website: jfi.iregway.com

iv

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Daftar Isi

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Ruth Elenora Kristanty, Abdul Mun’im, dan Katrin

122 - 128

Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

129 - 137

Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.) Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

138 -141

Analisis Adverse Drug Reactions Pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

142 - 150

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan, Pembekuan, dan Jumlah Trombosit Darah Mencit Putih Betina Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

151 - 158

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp. Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

159 - 165

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

166 -171

Karakteritik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomicin Sulfat Berbasis PEG Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana, dan Andrew Pierce Boehe

172-176

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

177 - 183

Petunjuk bagi Penulis Instructions for Authors

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

v

Artikel Penelitian

Analisis Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya ABSTRACT: Asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract. Treatment of asthma can lead to ADRs (adverse drug reactions), which can aggravate asthma symptoms. The purpose of this study was to analyze the incidence of ADRs in patients with asthma. The study design is divided into retrospective studi­ es, for hospitalized patients and cross-sectional with purposive sampling to outpatient. Any actual ADRs that occurred was calculated using the Naranjo probability scale. The number of hospitalized patients were 60 people and outpatients were 22 people. The number of ADRs that occur were 39 cases, consisted of 36 cases of ADRs in hospitalized patients with asthma and 3 cases of ADRs in outpatient asthma patients. Drug groups most involved in ADRs was B2-agonist group. Naranjo scale calculations on ADRs that occurred that the possibility of ADRs. The most common ADRs are in asthma therapy, so it takes the role of pharmacists in monitoring ADRs in asthma treatment to prevent and minimize the occurrence of ADRs. Keywords: asthma, naranjo scale, hospitalized patient, outpatient

Faculty of Pharmacy, University of Surabaya, Indonesia

ABSTRAK: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan. Pengobatan asma dapat menyebabkan terjadinya ADRs (adverse drug reactions), yang dapat memperburuk gejala asma. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa ADRs pada pasien asma. Desain penelitian dibagi menjadi dua, yaitu retrospektif, untuk data pasien rawat inap serta cross-sectional untuk data pasien rawat jalan. Setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan naranjo scale. Jumlah pasien rawat inap sebanyak 60 orang dan rawat jalan sebanyak 22 orang. Jumlah ADR yang terjadi sebanyak 39 kasus, terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan. Kelompok obat yang paling banyak terlibat dalam ADRs pasien asma adalah golongan B2-agonis, aminofilin, kortikotseroid, dan antikolonergik. ADRs yang paling sering terjadi adalah pada terapi asma, oleh karena itu dibutuhkan peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap pengobatan pasien asma dapat digunakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs. Kata kunci: asma, naranjo scale, pasien asma rawat inap, pasiena asma rawat jalan

Korespondensi: Amelia Lorensia Email : [email protected]

142

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

PENDAHULUAN Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran pernafasan, yang menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk. WHO menyatakan sebesar 15 juta jiwa mengalami disability-adjusted life years (DALYs) per tahunnya disebabkan asma, mewakili 1% dari total beban penyakit global (1). Pada terapi asma, pasien dapat mengalami adverse drug reactions (ADRs), karena pasien asma memiliki risiko lebih besar terhadap perkembangan asma, karena pasien asma dapat mengalami serangan asma akibat penggunaan obat lain (2), atau mengalami ADR akibat penggunaan jangka panjang dari peng­obatan asma. Laporan dari Pusat Pharmacovigilance Daerah di Rumah Sakit Universitas Inha, Korea Selatan, selama 4 bulan, menyatakan bahwa dari 228 pasien asma, terdapat 25 kasus ADRs yang terjadi pada 19 pasien asma. ADRs yang biasanya terjadi adalah glukokortikosteroid inhalasi yang dikombinasikan dengan long-acting beta-2 agonist (LABA) (63.2%), theobromine (10.5%), LABA oral (10.5%), doxofylline (5.3%), acetylcysteine (5.3%), dan montelukast (5.3%). Keparahan dari ADRs yang terjadi pada sebagian besar sampel tergolong ringan (68.5%), dan tidak ada ADRs parah yang terjadi. Frekuensi ADRs berbeda berdasarkan status kontrol asma pasien (3). Dalam penanganan terapi pasien asma, farmasis berperan dalam pelaksanaan proses pharmaceutical care untuk meningkatkan terapi obat yang komplek dan nilai signifikan dari obat yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas akibat penggunaan obat (4), karena pharmaceutical care dapat memberi dampak positif pada outcomes terapi asma (5,6,7,8,9). Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah menganalisa kejadian adverse drug reactions (ADRs) pada terapi asma di suatu rumah sakit di Surabaya, pada pengobatan asma rawat inap dan rawat jalan, dengan menggunakan naranjo scale untuk mengetahui probabiliJurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

tas ADRs yang terjadi disebabkan oleh obat, dan bukan karena faktor lain. Data ADRs yang didapat dapat digunakan oleh farmasis dalam pharmaceutical care sebagai data untuk monitoring pengobatan pasien asma sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs pada terapi pasien asma.

TINJAUAN TEORI Asma The National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) mendifinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik dari saluran pernafasan dimana banyak sel dan elemen selular yang berperan. Pada individu dengan asma, inflamasi menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk (1,10). Eksaserbasi asma merupakan episode dari peningkatan progresif pada sesak nafas, batuk, wheezing, chest tightness, atau kombinasi. Terapi utama eksaserbasi meliputi pemberian berulang bronkodilator inhalasi aksi cepat, glukokortikosteroid sistemik, dan oksigen (1, 10). Pada asma kronis, pengobatannya dapat diklasifikasikan sebagai reliever dan controller (1). Pengobatan untuk asma kronis dibagi dalam 5 stage dengan kombinasi reliever dan controller sesuai dengan Tabel 1. Adverse Drug Reactions (ADRs) WHO mendefinisikan adverse drug reactions (ADRs) adalah respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi (11). ADRs dibagi menjadi 2 yaitu: (1) Reaksi tipe A (augmented), yaitu reaksi yang dapat diperkirakan sebelumnya dan bergantung pada dosis obat; dan (2) Reaksi tipe B (bizzare), reaksi yang terjadi tidak berhubungan dengan respon farmakologi, seringkali terjadi karena faktor imunologi dan farmakogenetik. Reaksi tipe

143

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

Tabel 1. Terapi pada Asma Kronis (1)

Step 1

Step 2



Step 3

Step 4

Step 5

Asthma education Environmental control

As needed rapidacting β2-agonist

As needed rapid-acting β2-agonist

Select one

Controller options

Low-dose inhaled ICS* Leukotriene modifer U

Select one

Add one or more

Low-dose ICS plus long-acting β2-agonist

Add one or both

Medium-or high-dose ICS plus long-acting β2-agonist

Medium-or high-dose ICS

Oral glucocortico steroid (lowest dose) Anti-IgE treatment

Leukotriene modifer

Sustained release theophyline

Low-dose ICS plus leukotriene modifer Low-dose ICS plus sustained release theophyline

Tabel 2. Perhitungan Naranjo Scale (15) No.

Perhitungan

Pertanyaan

Score pada Naranjo

Ya

Tidak

N/A

1. Apakah pasti telah ada laporan mengenai ADRs tersebut sebelumnya?

1

0

0

3. Apakah ADRs membaik saat obat dihentikan / diberi antagonis spesifiknya?

1

0

0

2. Apakah ADRs muncul setelah obat yang dicurigai tersebut diberikan?

4. Apakah ADRs makin parah jika dosis dinaikkan/ membaik jika dosis diturunkan? 5. Apakah ada penyebab ADRs tersebut selain karena obat? 6. Apakah ADRs tersebut muncul saat diberikan placebo?

9. Apakah pasien pernah mengalami ADRs sejenis saat menggunakan obat/ golongan 10. Apakah ADRs tersebut didukung dengan bukti yang meyakinkan?

144

1

0

0 0

-1 2 0 1

8. Apakah ADRs muncul lagi saat obat diberikan kembali?

B ini tidak berhubungan dengan dosis obat yang diberikan, dan meskipun kasus ini jarang terjadi namun dapat menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan kematian (12). Waktu kejadian, pola penyakit, dan hasil investigasi, dan rechallenge dapat membantu kausalitas untuk memprediksi kejadian ADR pada pasien (13). Pada penelitian ini tidak dapat diketahui jenis dari ADR yang terjadi, dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh dari rekam medik.

-1

-1 1 0

7. Apakah kadar obat dalam darah termasuk kadar toksik?

obat tertentu?

2

0

0

0

0

2

-1

1

0

1

0

0

Respon obat tergantung dari setiap individu, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penyakit, genetik, dan faktor lingkungan dan variabilitas dalam respon target obat (respon farmakodinamik) atau respon idiosinkrasi (14). Naranjo Scale Salah satu cara untuk menghitung kemungkinan terjadinya ADRs adalah dengan cara naranjo scale. Ada beberapa pertanyaan pada naranjo Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

scale yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Penafsiran nilai total : Lebih dari 9 : definite ADR (pasti ADR) Antara 5-8 : probable ADR (kemungkinan besar ADR) Antara 1-4 : possible ADR (kemungkinan ADR) 0 : doubtful ADR (bukan ADR)

Keterangan : N/A : not available (tidak dapat diterapkan pada situasi tsb/tidak diketahui)

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Metode penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu crossectional non experimental untuk data pasien rawat jalan dan secara retrospektif untuk data pasien rawat inap di rumah sakit.

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian pada asma rawat inap adalah pasien asma yang pernah menjalani rawat inap di rumah sakit selama bulan November 2008-November 2010. Dan sampel penelitian adalah semua populasi. Populasi penelitian pada pasien asma rawat jalan adalah pasien asma yang menjalani rawat jalan di Klinik Penyakit Dalam Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Selama periode November 2010 sampai dengan Januari 2011 (3 bulan). Sampel penelitian adalah pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu berusia ≥18 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel pada pasien asma rawat inap adalah semua sampel penelitian adalah populasi penelitian. Dan teknik pengambilan sampel pada pasien asma rawat jalan adalah purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi. Perhitungan perkiraan jumlah sampel peneli-

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

tian pada pasien asma rawat jalan dengan Persamaan 1 (16):

n=

������ � (���) ��

(1)

dimana: n = jumlah sampel minimal yang diperlukan d = limit dari error atau presisi absolut (25%) Z1-α2 = nilai Z tabel 1,96 (tingkat kepercayaan 95%) p = proporsi pasien asma (p=0,5)

Jadi besar sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 18 orang pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik pengumpulan data pada data pasien asma rawat inap dengan menggambil data dari rekam medis pasien yang telah ada sebelumnya. Sedangkan pada data pasien asma rawat jalan dengan melakukan wawancara secara langsung, disertai dengan pengamatan terhadap pasien. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilakukan juga konsultasi singkat dengan dokter dan perawat yang menangani serta dari rekam medik pasien. Data informasi pengobatan pasien yang telah dikumpulkan kemudian dianalis menggunakan pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Kemudia setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan menggunakan naranjo scale.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Penelitian Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang, terdiri dari 22 orang pasien laki-laki dan 38 orang adalah pasien perempuan. Jumlah sampel penelitian pada asma rawat jalan sebanyak 22 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Stage asma ditentukan berdasarkan

145

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

pengobatan rawat jalan yang diterima pasien saat diwawancara oleh peneliti, berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011. Dari hasil pene­ litian terlihat variasi stage asma yang dialami sampel penelitian (tabel 3). Sampel penelitian paling banyak berada pada stage 1 (68,18%), 13,64% pada stage 3; 9,09% pada stage 2; 9,09% tidak diketahui; dan 0% pada stage 4 dan 5. Dua orang sampel penelitian digolongkan sebagai stage asma yang tidak diketahui karena pengobatan yang digunakan tidak dapat digolongkan berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011.

Kejadian ADRs pada Pasien Asma dan Outcomes Klinis yang Terjadi Jumlah ADR yang terjadi pada pasien asma sebanyak 39 kasus yang terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap (asma akut) dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan (asma kronis) (tabel 4). ADR yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh obat terapi asma dan obat non terapi asma. Kelompok obat terapi asma yang pa­ ling banyak menyebabkan terjadinya ADRs adalah golongan B2-agonis (10 kasus ADRs yang terdiri

Tabel 3. Data Demografi dan Karakteristik dari Sampel Penelitian Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan

Variabel Asma Rawat Inap Asma Rawat Jalan (n=60) (n=22) Jenis Kelamin - Laki-laki 22 10 - Perempuan 38 12 Usia (tahun) - Usia terkecil 20 19 - Usia tertua 82 70 - Rata-rata 35,10 Lama menderita asma (tahun) - < 1 2 1 - 2 - 5 3 5 - 6 - 10 6 1 - 11 - 20 10 10 - > 20 4 5 - Tidak diketahui 34 Lama dirawat di rumah sakit (hari) - < 5 35 - 6 - 10 23 - > 10 2 Penyakit penyerta yang didapat - Bronkitis kronis 6 dari 60 - Sinusitis 1 dari 60 - Diabetes melitus tipe 2 9 dari 60 - CVD (cardiovascular disease) 11 dari 60 - Infeksi saluran pernapasan atas 7 dari 60 - Infeksi lain 10 dari 60 - Gastritis 8 dari 60 - Gangguan fungsi hati 2 dari 60 - Gangguan fungsi saraf 3 dari 60 Stage pengobatan asma kronis (Global Initiative for Asthma, 2011) - Stage 1 15 - Stage 2 2 - Stage 3 3 - Tidak diketahui 2

146

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

Tabel 4. Kejadian ADRs Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan



Jenis DRPs

Asma Rawat Inap



Asma Rawat Jalan



a. Adverse drug event (non allergic) 3 b. Adverse drug event (allergic) 0 c. Toxic adverse drug-event 0



Total

a. Adverse drug event (non allergic) 36 b. Adverse drug event (allergic) 0 c. Toxic adverse drug-event 0



TOTAL

39

Tabel 5. Kelompok Obat yang Terlibat dalam ADRs yang dialami Pasien Asma Rawat Inap dan Rawat Jalan

Golongan Obat yang terlibat dalam ADRs Xanthin

- Aminofilin menyebabkan hipotensi - Aminofilin menyebabkan hipertensi - Aminofilin menyebabkan kemerahan kulit - Aminofilin/Theofilin menyebabkan Takikardi - Aminofilin menyebabkan mual

1 2 1 4 1

B2 Agonis

- Salbutamol menyebabkan efek hipotensi - Salbutamol menyebabkan efek takikardi - Terbutalin menyebabkan hipokalemia - Fenoterol menyebabkan hipokalemia

2 7 3 1 1

- Ipraptropium menyebabkan hipertensi Alis- kiren (Rasilez) menyebabkan gatal-gatal di - seluruh tubuh - Codein menyebabkan konstipasi - Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar

1 3 1

Kortikosteroid

B2 Agonis + Antikolinergik Antikolinergik Penghambat Renin Opioid Adrenalin Diuretik

Antibiotik

ADRs pada Asma Rawat Inap ADRs yang terjadi

- Metilprednisolon menyebabkan hipotensi - Metilprednisolon menyebabkan hipertensi - Fluticasone menyebabkan hipertensi - BUdesonide dan metilprednisolon (duplikasi), menyebabkan hipertensi

1 2 1 1

- Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 1 menyebabkan hipertensi - Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 2 menyebabkan takikardi

- Furosemide menyebabkan hipokalemia - Furosemide menyebabkan gatal-gatal di selu- ruh tubuh - Furosemide menyebabkan hipotensi

1 1

TOTAL 9

5

4

- Cefpirome menyebabkan gatal-gatal di seluruh 1 tubuh - Ceftriaxone menyebabkan sakit kepala 1

2

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

- Salbutamol menyebabkan mulut kering - Salbutamol menyebabkan pusing

2

Losartan menyebabkan kelelahan

1

3

2 1 1

ADRs pada Asma Rawat Jalan ADRS yang terjadi TOTAL

147

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

dari 2 kasus pada asma rawat inap dan 2 kasus pada asma rawat jalan), kemudian kelompok aminofilin (9 kasus pada asma rawat inap), kortikosteroid (5 kasus pada asma rawat inap), dan antikolonergik (3 kasus pada asma rawat inap) (tabel 5). Kelompok obat non-terapi asma yang menyebabkan terjadinya ADR sebanyak 13 kasus. Kelompok obat yang paling banyak menyebabkan terjadinya ADR adalah diuretik (4 kasus pada rawat inap), antibiotik (2 kasus pada asma rawat inap), dan penghambat renin (1 kasus pada asma rawat inap dan 1 kasus pada asma rawat jalan) (tabel 5). Golongan xanthin menyebabkan efek hipotensi atau hipertensi, karena meningkatkan tingkat katekolamin, yang menstimulasir reseptor β2 adrenergik vaskular dengan penurunan resistensi pembuluh darah perifer. Vasodilatasi perifer dan hipotensi terjadi pada toksisitas teofilin signifikan. Intraseluler pergeseran hasil kalium dalam hipokalemia (17). Xanthin menyebabkan kemerahan kulit, akibat sensitif terhadap ethylenediamine salt dalam aminofilin (18). Takikardi yang disebabkan oleh xanthin karena relaksasi otot polos saluran pernafasan dan juga mencegah sel mast di sekitar bronkus untuk melepaskan senyawa bronkokonstriksi seperti histamin dan bradikinin, yang dapat menyebabkan bronkospasmodik. Kondisi ini dapat menyebabkan kontraksi pada jantung dan menurunkan tekanan darah di arteri paru. Manfaat bronkodilator xanthine dalam pengobatan asma sering dibatasi oleh efek samping mual muntah. Mekanisme emesis kemungkinan dengan penghambatan satu atau lebih bentuk PDE (phosphodiesterase) bukan dari antagonisme adenosin (19). Kortikosteroid menyebabkan peningkatan tekanan darah, dengan menyebabkan retensi Na+, air dan peningkatan ekskresi K+ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi dan hipokalemia (19). Hal ini menjadi perhatian pada pasien asma yang juga mendapat terapi antihipertensi karena efek hipo-kalemia akan menjadi semakin parah (20).

148

B2-agonis dapat memperparah hipokalemia karena memiliki efek hipokalemia. Hipertensi dilaporkan juga pernah terjadi pada 1% pasien yang pernah memakai salbutamol pada dosis normal (20). ADR berupa pusing yang ditimbulkan oleh Salbutamol kemungkinan diakibatkan oleh efek relaksasi otot polos dari Salbutamol, karena stimulasi reseptor β2. Reseptor β2 tidak hanya terdapat di saluran pernafasan namun juga terdapat di otot tulang dan pembuluh darah jantung. Stimulasi yang berlebihan terhadap reseptor β2 (terutama yang terdapat pada otot polos pembuluh darah jantung) akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang ada di jantung sehingga dapat menyebabkan tekanan darah turun, salah satu manifestasinya adalah pusing. Ipratropium bromida dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang cukup tajam dan dihasilkan efek hipotensi. Sebagai mekanisme kompensasi, tubuh kita akan meningkatkan denyut jantung sehingga muncul efek takikardia, selain itu ada pula pengaruh dari potensiasi reseptor β2 di jantung oleh pemakaian salbutamol (20). Dari 60 orang pasien asma, 40% diantaranya menggunakan kombinasi ipratropium bromida dan salbutamol, hal inilah yang membuat perlunya pengawasan yang lebih terhadap pemakaian kombinasi ini. ADRs yang teramati pada pemakaian ipratropium bromida dan salbutamol adalah ADRs tipe A, yang dapat diprediksi. Hipokalemia dan hipotensi dapat disebabkan karena furosemide, yang merupakan loop diuretic yang mensekresi secara aktif melalui sistem transpor asam organik nonspesifik kedalam lumen dari ascending limb pada loop henle, menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium dengan kompetisi pada chloride site pada Na+K+-2Cl− cotransporter. Medullary hyper-tonicity dikurangi, sehingga menurunkan abilitas ginjal untuk mereabsorbsi air (21,22). Furosemide juga dapat menyebabkan gatal-gatal yang merupakan reaksi alergi di kulit (22). Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar, Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

dikarenakan epinefrin menstimulasi reseptor dari α1, α2-, β1-, dan β2-adrenergik (21). Losartan merupakan antagonis non peptide, kompetitif dan selektif dari reseptor Angiotensin II. Mekanisme kerja losartan yaitu berikatan secara reversible dengan reseptor AT1 dan AT2 dan dengan memblok efek vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari Angiotensin II (21). Kelelahan yang muncul akibat penggunaan Losartan dimungkinkan karena efek inhibisinya terhadap sekresi aldosteron. Jika sekresi aldosteron menurun terlalu besar, keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu dan manifestasi yang sering muncul antara lain kelelahan (23). Codein untuk terapi batuk pada asma akut dapat menyebabkan konstipasi, karena codein yang merupakan opioid memberikan efek pada otot polos yang dapat berkaitan dengan menurunnya otot polos di usus sehingga menyebabkan konstipasi (24).

sil penelitian, obat-obat yang menimbulkan ADRs aktual yang dinilai dengan naranjo scale, semuanya bernilai 4, yang berarti memiliki kemungkinan ADR.

DAFTAR PUSTAKA

5. Abdelhamid E, Awad A, Gismallah A. Evaluation of

Perhitungan Naranjo Scale terhadap Kejadian Adverse Drug Reactions (ADRs) yang Terjadi pada Pasien Asma ADRs pada pasien asma rawat inap dan rawat jalan yang bersifat aktual akan dihitung menggunakan naranjo scale untuk menilai 39 kasus ADRs yang terjadi. Berdasarkan ha-

1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for

Asthma Management & Prevention [Update]; 2011.

KESIMPULAN DAN SARAN ADRs yang terjadi pada pasien asma rawat inap dan rawat jalan dalam penelitian menunjukkan bahwa kejadian ADR yang terjadi sebagian besar berasal dari pengobatan asma pasien, walaupun dengan outcomes klinis ADRs yang cenderung ringan. Berdasarkan hasil penelitian, maka perlunya peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap obatobatan yang digunakan pasien asma baik pada pasien asma rawat jalan maupun selama dirawat di rumah sakit. Serta peran farmasis dalam menyediakan informasi bagi tenaga kesehatan lainnya mengenai penggunaan obat-obatan bagi pasien. Penelitan selanjutnya dalam menilai outcomes DRPs diperlukan waktu pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui apakah outcomes tersebut dalam jangka panjang, serta jumlah sampel penelitian yang lebih besar. a Hospital Pharmacy-Based Pharmaceutical Care

Services for Asthma Patients. Pharmacy Practice 2008; 6(1): 25-32.

2. Cukic V, Ustamujic A, Lovre V. Adverse Drug Reac-

6. American Pharmacist Association. Principle of

3. Kim CW, Cho JH, Jung EH, Lee HK. Adverse Drug Re-

7. American Society of Health-System Pharmacists.

tions in Patients with Bronchial Asthma. Mat Soc Med 2010; 22(2): 99-100.

actions to Anti-Asthmatics In Patients with Bronchial Asthma. a Meeting of The World Allergy Organization: A World Federal of Allergy, Asthma, & Clinical Immunology Societies; 2011.

4. Berenguer B, La Cassa C, de La Matta MJ, Martin-

Calero MJ. Pharmaceutical Care: Past, Present and Future. Curr Pharm Des. 2004; 10(31): 3931-46.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Practice for Pharmaceutical Care. AphA Pharmaceutical Care Guidelines Advisory Commitee; 2005.

ASHP Guidelines on a Standardized Method for Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst Pharm 1996; 53, 1713–6.

8. Cipolle R, Strand L, Morney P. Pharmaceutical Care Practice. McGrawHill: United States; 1998. p. 76-80.

9. Farris KB, Fernandez-Llimos F, Benrimoj SI. Pharmaceutical care in community pharmacies: Prac-

149

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

tice and research from around the world, Ann

of methyldopa, Indapamide and Theophylline Re-

Council Australia; 2006.

macoepidemiol Drug Saf. 2009;18(10): 977-9.

Pharmacothe­rapy 2005; 39:539-41.

10. Asthma Management Handbook. National Asthma 11. Prest MS, Kristianto FC, Tan CK. Reaksi Obat yang

Tidak Dikehendaki, Dalam Aslam M, Tan CK, Pra­ yitno A, ed, Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan

Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta; 2003. p. 101-107.

12. Lee A, Beard K. Adverse Drug Reactions, Churchill Li­vingstone, London; 2006.

13. Edwards IR, Aronson JK. Adverse Drug Reactions: Definitions, Diagnosis, and Management. Lancet 2000; 356(9237):1255-9.

14. Shastry BS. Pharmacogenetics and the concept of

indivi-dualized medicine. The Pharmacogenomics Journal 2006; 6: 16–21.

15. Naranjo CA, Busto U, Sellers EM, Sandor P, et al. A

method for estimating the probability of adverse drug reactions.  Clin Pharmacol Ther 1981; 30:

sis and Hypokalaemia in An Elderly Patient, Phar-

18. Brunton LL, Goodman LS, Blumenthal D, Buxton I, Goodman and Gilman’s manual of pharmacology

and therapeutics, 11th ed. McGraw-Hill Professio­ nal; 2006.

19. Ralph E. Howell, William T. Muehsam and William J. Kinnier. Mechanism for the emetic side

effect of xanthine bronchodilators. Life Sciences 1990; 46(8).

20. McEvoy G, Snow E, Miller J, et al. American Society of Health System Pharmacists. Bethesda; 2008.

21. Anderson P. Handbook Of Clinical Drug Data. Mcgraw-Hill Companies 2002; 10.

22. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Drug In-

formation Handbook: A Comprehensive Resource

for all Clinicians and Healthcare Professionals. Lexi-Comp Inc, United States 2006; 14.

239­245.

23. National Endocrine and Metabolic Diseases Infor-

1997. p. 55.

24. Sweetman S. Martindale: The Complete Drug Refe­

16. Lemeshow S. Besar Sampel dalam Penelitian Kese­

hatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press;

17. Chan TY, Gomersall CD, Cheng CA, Woo J. Overdose

150

sulting in Prolonged Hypotension, Marked Diure-

maton Service: A Service. The Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. NIH; 2005.

rence. USA. Edition. Pharmaceutical Press 2009; 36.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Petunjuk

Petunjuk Bagi Penulis 1.

2. 3. 4.

5.

6. 7.

8. 9. 10. 11.

12. 13. 14.

184

Jurnal Farmasi Indonesia menerima tulisan ilmiah berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dengan huruf Cambria 11, disusun dengan sistematika sebagai mana yang disarankan di bawah ini. Judul dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris, ditulis dengan huruf kapital diikuti huruf kecil, bold, singkat dan jelas mencerminkan isi tulisan, tidak lebih dari 14 kata (bahasa Indonesia) atau 10 kata (bahasa Inggris). Nama penulis tanpa gelar, diberi nomor superscript, diikuti alamat instansinya masing-masing dan sebutkan alamat korespondensi kepada penulis lengkap dengan alamat e-mail. Abstrak dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimum 200 kata, dilengkapi dengan kata kunci (Keywords) 3-5 kata. Isi/Batang Tubuh: a. Untuk tulisan berupa artikel hasil penelitian (research article), disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, Metodologi Penelitian (meliputi bahan, alat dan cara kerja), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, serta ucapan terima kasih. b. Untuk tulisan bukan berupa laporan hasil penelitian (tinjauan pustaka atau komunikasi singkat), disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, bagian-bagian sesuai topik tulisan, serta Penutup berupa kesimpulan dan saran, serta ucapan terima kasih. Daftar Pustaka ditulis berurutan dengan nomor arab (1, 2, 3, dst.), sesuai urutan kemunculannya dalam naskah, ditulis secara konsisten menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99). Singkatan nama jurnal mengikuti ketentuan dalam Index Medicus; untuk nama jurnal yang tidak tercantum dalam Index Medicus harap tidak disingkat. 1. Contoh: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956. Sitasi/rujukan kepustakaan dilakukan dengan sistem nomor yang diletakkan dalam tanda kurung. 2. Contoh: .........disusun oleh protein-protein membran, antara lain kadherin (5). Cara penulisan: a. Halaman judul diketik di awal naskah terdiri dari judul, nama penulis dan afiliasinya serta nama dan alamat lengkap corresponding author. b. Naskah diketik 1 spasi tidak bolak balik, ukuran kertas A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, minimum 8 halaman, maksimum 14 halaman tidak termasuk gambar/foto atau tabel. c. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Word diletakkan terpisah pada halaman setelah daftar pustaka, diberi judul dan nomor tabel dengan angka arab 1, 2, 3... dst. d. Gambar dibuat dengan format TIFF, JPG, JPEG, atau BMP, atau format Microsoft Excel/scatter plot untuk grafik, dikirimkan tersendiri dalam file terpisah dengan keterangan yang jelas diberi nama file sesuai dengan nomor urut gambar. e. Judul gambar ditulis dalam format MS Word setelah halaman Tabel. Judul gambar dinomori dengan angka arab (1,2,3,... dst). Naskah dapat dikirim dalam bentuk cetakan (hard copy) dan berkas elektronik (dalam bentuk CD) melalui pos/ kurir atau diantar sendiri ke sekretariat jurnal. Berkas elektronik dapat dikirim melalui email ke alamat jfi@ ikatanapotekerindonesia.net atau [email protected]. Naskah dapat juga dikirimkan secara online melalui jfi.iregway.com. Naskah yang diterima akan disaring oleh Redaksi/Editor, kemudian direview oleh Mitra Bestari. Apabila diperlukan, naskah akan diberi catatan dan dikembalikan kepada penulis untuk direvisi, untuk selanjutnya dikirimkan kembali secara utuh kepada redaksi jurnal untuk diterbitkan. Untuk penelitian klinis yang menggunakan subyek manusia, disertakan Ethical clearance. Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Instructions

Instructions for Authors 1. Jurnal Farmasi Indonesia received the scientific papers in the form of research article or literature review related to the field of pharmacy.

2. Preferred manuscript is that the paper has never been published in other media, both printed and electronic. If it has ever been presented in a scientific meeting, a clear explanation of the name, place and date of the meeting should be given.

3. Manuscripts are written in standard Indonesian or English with Cambria 11, compiled by systematics as described below.

4. The title is written in a capital letter followed by lowercase letters, bold, not more than 14 words (Indonesian) or 10 words (English), concise and clearly reflect the content of the manuscript.

5. The author’s name should be written without title, given the superscript numbers, followed by the affiliation and specify complete address of corresponding author by e-mail address.

6. Abstract should be written in English and Indonesian respectively , with a maximum of 200 words, equipped with 3-5 keywords.

7. Contents / Body:

a. A research article should compile by the systematics as follows: Introduction, Research Methodology (includes materials, equipment, and methods), Results and Discussion, Conclusions and Recommendations, as well as acknowledgement.

b. A literature review or short communication) should follow systematics as Introduction, the sections of sub topics, and Conclusions and/ or Recommendations, as well as acknowledgement.

8. References are written sequentially with Arabic numbers (1, 2, 3, ..), in the order of it appearance in the manuscript. It

should be written consistently in accordance with the Index Medicus Cummulated and / or the Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).

9. Journal abbreviations should follow the provisions in Index Medicus; For journal that are not listed in Index Medicus should not be abbreviated.

Example: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.

10. Citation should be written with Arabic number and placed in brackets.

Example: ......... compiled by membrane proteins, among others kadherin (5).

11. Guidance for writing:

a. Typed the title page at the beginning of the script consists of title, author’s name and affiliation as well as the name and complete address of corresponding author.

b. Typed the manuscript in 1 spacing in A4 paper with a top margin of 4 cm, bottom 3 cm, left 4, and right 3 cm. The manuscript may consist of minimum of 8 pages and maximum of 14 pages excluding images/pictures or tables.

c. Tables must be intact, clearly legible, in Microsoft Word format, placed separately on the page after the list of references, given the title and number of tables with Arabic numbers (1, 2, 3 ...).

d. Images/Figures should be made with the format of TIFF, JPG, JPEG, or BMP, or Microsoft Excel format/scatter plot for graphic, submit ted in a separate file with a clear description of the file named according to the number of Figures.

e. Figure legends should be written in MS Word format after the page of tables. Figure legends are numbered with Arabic numbers (1,2,3, ... ).

12. Manuscripts can be submitted in hard copy and electronic version (on CD) by post /courier or delivered to the

secretariat of the journal by hand. Electronic files can be sent via email to [email protected] or [email protected]. Manucripts can also be submitted online through jfi.iregway.com.

13. Manuscript received will be screened by the Editor, and then reviewed, the manuscripts may be returned to the author and noted to be revised, and be sent back to the editor for decision of acceptance for publication.

14. For clinical research using human subjects should include Ethical clearance. Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

185