JURNAL KESEHATAN KARTIKA 28

Download penelitian ini untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di Ruang. Perinatologi ... Meskipun mengalami penurunan...

0 downloads 592 Views 198KB Size
HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUANG PERINATOLOGI RSU dr. SLAMET GARUT TAHUN 2009 Ridwan Setiawa, Rina Melani, Inggrid Dirgahayu ABSTRAK WHO (2002) mengemukakan selama tahun 2000 terdapat 4 juta kematian neonatus (3 juta kematian neonatal dini, dan 1 juta kematian neonatal lanjut). Seperlimanya akibat bayi prematur dan BBLR. Di Indonesia tahun 2007 AKB mencapai 26,9 per 1.000 kelahiran hidup. Di Garut pada tahun 2008 mencapai 31,77 perseribu kelahiran hidup dengan jumlah kematian bayi 366 (Dinkes). Sedangkan di RSU dr. Slamet Garut selama 3 tahun diperoleh angka kematian BBLR 46,53% (2006), 51,60% (2007), dan 43,25% (2008). BBLR didefinisikan WHO sebagai bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Menurut Saefuddin (2006) penyebab BBLR diantaranya kekurangan gizi. Kekurangan gizi menyebabkan anemia. Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut Tahun 2009. Rancangan penelitian menggunakan case control dengan populasi 311 bayi serta sampel 90. Sampel untuk kasus 45 bayi berat badan lahir rendah dan sampel untuk control 45 bayi berat badan lahir normal. Teknik pengumpulan data diambil data sekunder dari medical record atau status ibu. Analisa yang digunakan anilisis univariat dan bivariat dengan uji Chi square. Hasil penelitian menujukkan ada hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR (p value 0,00 dan OR 10). Berdasarkan hasil penelitian perlunya pemeriksaan Hb yang lebih intensif terutama pada masa kehamilan trimester III dalam menghadapi persalinan dan perlunya dilakukan penelitian faktor-faktor lain yang mempengaruhi BBLR. Kata kuci: Anemia dan BBLR. A. PENDAHULUAN Secara global dikemukakan bahwa selama tahun 2000, terdapat 4 juta kematian neonatus (3 juta kematian neonatal dini dan 1 juta kematian neonatal lanjut). Hampir 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kematian tertinggi di Afrika (88 per seribu kelahiran), sedangkan di Asia angka kematian perinatal mendekati 66 bayi dari 1000 kelahiran hidup (WHO, 2002). Setiap tahun, diperkirakan 20 juta bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Penyebabnya dapat karena lahir sebelum waktunya (premature) atau gangguan pertumbuhan selama masih dalam kandungan (IUGR= intra uterine growth retardation). Di negara berkembang BBLR terutama disebabkan oleh IUGR akibat dari ibu yang mengidap kurang gizi pada saat hamil. BBLR di Negara berkembang banyak dikaitkan dengan kemiskinan di negara-negara tersebut. Secara statistik kesakitan dan kematian pada masa neonatus di negara berkembang adalah tinggi dengan penyebab utama adalah BBLR.

Jurnal Kesehatan Kartika

28

Dari 4 juta kematian neonatus, seperilmanya akibat bayi prematur dan BBLR dan 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan (WHO, 2002). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga memiliki kematian yang sangat tinggi pada wanita hamil dan bersalin. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 20022003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam kurun waktu 2004–2007, AKB mengalami penurunan dari 30,8 persen per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2004, menjadi 26,9 persen per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Meskipun mengalami penurunan, tetapi masih tinggi jika dibandingkan dengan AKB di negara tetangga lainnya (www.ugm.ac.id/index.php) Dalam skala yang lebih kecil, angka kematian bayi tidak terlalu berbeda dengan tingkat Nasional, misalnya di Kabupaten Garut, derajat kesehatan masyarakat Garut secara keseluruhan masih rendah. Indikasinya adalah angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan yang tinggi dan berada di atas rata-rata Jawa Barat. Angka kematian bayi di Kabupaten Garut pada tahun 2008 ialah 51,77 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian bayi sebanyak 366 bayi (Dinas Kesehatan Kabupaten Garut). Angka ini masih di bawah rata-rata Jabar yang sudah mencapai 41,7 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun angka kematian ibu melahirkan di Garut adalah 237 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, Jabar sudah

mencapai

angka

rata-rata

221

(www.prakarsa-

rakyat.org/artikel/news/artikel.php.) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut sebagai rumah sakit rujukan di Kabupaten Garut yang memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK). Bentuk layanan yang diberikan yaitu pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir, baik yang lahir normal maupun yang mengalami komplikasi termasuk penanganan bayi berat lahir rendah. Berdasarkan data di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut untuk kasus kematian BBLR periode tahun 2006 - 2008, pada tahun 2006 BBLR mencapai 46,53 %, tahun 2007 51,60%, dan pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 43,25% meskipun mengalami penurunan tetapi angka kematian BBLR masih menduduki peringkat pertama. BBLR telah didefinisikan oleh WHO sebagai bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram yang didasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang membuktikan bahwa bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram mempunyai kontribusi terhadap outcome kesehatan yang buruk. Menurunkan insiden BBLR hingga sepertiganya menjadi salah satu tujuan utama

Jurnal Kesehatan Kartika

29

“A World Fit for Children” hingga tahun 2010 sesuai deklarasi dan rencana kerja United Nations General Assembly Special Session on Children in 2002. (ekapunk. blogspot.com). Menurut Saifuddin (2006), penyebab BBLR diantaranya penyakit ibu yang berat, kurang gizi mengakibatkan anemia, kekurangan Zn dan asam folat, penambahan berat yang kurang saat hamil, kelainan cervix yang inkompeten atau yang pendek, mempunyai riwayat pernah melahirkan prematur, distensi uterus (hidramnion dan gemeli), dan ketuban pecah dini di samping faktor sosial budaya yaitu perokok, kemiskinan, umur <18 tahun atau lebih dari 40 tahun, tidak mau diperiksa antenatal, dan keturunan, serta faktor psikologis seperti tempat kerja yang kurang nyaman, tertekan, dan sebagainya. Kekurangan gizi merupakan predisposisi terjadinya anemia. Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Dari pernyataan di atas, maka peneliti mengambil faktor anemia sebagai dampak dari kurang gizi yang dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah karena salah satu mikro nutrien yang dibutuhkan ibu hamil adalah zat besi. Kebutuhan zat besi meningkat selama kehamilan, terutama pada trimester III yang bermanfaat untuk meningkatkan pembentukan Hb ibu dan simpanan besi di hati janin. Peneliti tidak mengambil faktor penyakit ibu yang berat (seperti:TBC, infeksi karena virus, penyakit menular, infeksi saluran kemih, dan lain-lain), kelainan cervix yang inkompeten, mempunyai riwayat pernah melahirkan prematur/keturunan, distensi uterus (hidramnion dan gemeli), dan ketuban pecah dini memerlukan penanganan medis yang tidak akan tersentuh oleh peneliti karena keterbatasan waktu. Sedangkan faktor sosial budaya yaitu perokok, kemiskinan, umur <18 tahun atau lebih dari 40 tahun, dan tidak mau diperiksa antenatal tidak diambil peneliti karena memerlukan pendekatan penyuluhan kesehatan yang tentunya memerlukan waktu yang relatif lama. Berdasarkan hal-hal di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR. Oleh karena itu, peneliti mengajukan judul, ”Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut”. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran anemia pada ibu hamil di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut 2. Mengetahui gambaran kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut. 3. Mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut.

Jurnal Kesehatan Kartika

30

B. METODOLOGI PENELITIAN Metode deskriptif korelatif dengan pendekatan case control. Notoatmodjo(2005). C. Paradigma Penelitian Independen 1) 2) 3) 4) 5)

Dependen

Maternal Toxeaemia Hipertensi Penyakit kronis Kelainan cervix Kurang gizi mengakibatkan :

6) 7) 8) 9)

Kekurangan Zn dan asam folat Ketuban pecah dini - Anemia Kurang penambahan BB Pernah prematur Kondisi uterus: -pemisahan prematur -pelepasan placenta Fetal -infark dari pacenta

1) Kelainan kromosom 2) Fetus multi ganda 3) Cidera radiasi Sosial Budaya 1) Perokok 2) Kemiskinan 3) Tidak diperiksa antenatal

BBLR

Keterangan = variabel yang diteliti;

= variabel yang tidak diteliti; Saefuddin

(2006) & Sacharin (2003) D. Hipotesis Penelitian H0

: Tidak ada hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan BBLR.

H1

: Ada hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan BBLR.

E. Variabel Penelitian 1) Variabel independen 2) Variabel dependen

Jurnal Kesehatan Kartika

: Anemia pada ibu hamil (Resiko) : BBLR (Efek)

31

F. Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan Anemia 1

pada ibu hamil

kadar haemoglobin dibawah 11gr% pada trimester I dan II atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5gr% pada

Anemis: Kadar Kadar Hb

Hb< 11gr% (0)

pada

tidak anemis:

status ibu

Kadar Hb

Ordinal

>11gr% (1)

trimester ke II (Saefudin, 2006)

BBLR=Bayi berat Lahir

Bayi lahir dengan berat 2

BBLR

kurang dari 2500 gram

<2.500 gr (0)

Status bayi

BBLN=Bayi

(WHO)

Ordinal

berat lahir ≥2.500 gr (1)

G. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan dengan berat badan bayi <2.500 g yang dirawat di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut sebanyak 311 orang pada bulan Januari – Juni 2009. Sampel penelitian menggunakan rumus :

P1 =

(OR ) P2 (OR ) P2 + (1 − P2 )

2 * 0,63 2 * 0,63 + 1 − 0,63 P1 = 0,77 P1 =

(1,96 2*0,70(1− 0,70) + 0,84 0,77(1− 0,77) + 0,63(1− 0,63)) n=

2

(0,77− 0,63)2

n = 88,27

Jurnal Kesehatan Kartika

32

H. Analisis Data 2

Χ =Σ

( fo − f h )2 fh

χ² = Harga Chi-Square yang dicari fo = Frekuensi yang ada ( Frekuensi observasi atau frekuensi sesuai dengan keadaan ). fh = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan teori (Arikunto,2005:407) Uji hubungan dilakukan dengan menguji signifikansi Chi-Square hasil perhitungan dengan hipotesis statistik sebagai berikut : Ho:p < 0,05, maka ada hubungan dan Ho ditolak H1:p > 0,05, maka tidak ada hubungan atau Ho gagal ditolak. Dimana p adalah parameter koefisian kontingensi yang diuji. Rumus Odds Rasio adalah OR = I.

ad bc

Hasil Penelitian 1) Gambaran Kejadian Anemia Tabel 1 Distribusi Ibu Hamil Anemia di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut Tahun 2009 Variabel Independen

N

%

Anemia

51

56,7

Tidak anemia

39

43,3

Total

90

100

Dari tabel di atas, nampak sebagian besar (56,7%) ibu hamil mengalami anemia sedangkan sisanya sebagian dari sampel (43,3%) ibu hamil tidak anemia. 2)

Gambaran Kejadian BBLR Tabel 2 Distribusi Kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut tahun 2009

Variabel Independen

N

%

BBLR

45

50

BBLN

45

50

Total

90

100

Jurnal Kesehatan Kartika

33

Dari tabel di atas, distribusi kejadian bayi yang dilahirkan setengahnya (50%) mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) dan setengahnya (50%) mengalami berat badan lahir normal (BBLN). 3)

Gambaran Ibu Hamil Anemia dengan Kejadian BBLR Tabel 3 Distribusi Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut Tahun 2009

Variabel Dependen BBLR

Variabel Independen

Total

BBLN

N

%

N

%

n

%

Anemia

37

72,5

14

27,5

51

100

Tidak Anemia

8

20,5

31

79,5

39

100

Total

45

50

45

50

90

100

Berdasarkan tabel di atas, gambaran anemia ibu hamil dengan kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut tahun 2009 adalah sebagian besar (72,5%) ibu hamil anemia mengalami BBLR. Tabel 4 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR di Ruang Perinatologi RSU dr. Slamet Garut Tahun 2009 Variabel Independen Anemia ibu hamil Tidak anemia ibu hamil

Variabel Dependen BBLR

BBLN

37

14

8

31

OR

95% CI

P Value

X2

10,24

3,801 – 27,592

0,000

21,900

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p<0,05 dan Χ2 = 21,900 maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara anemia ibu hamil dengan kejadian BBLR. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR 10,24, artinya bahwa anemia pada ibu hamil mempunyai peluang 10,24 kali mengalami berat badan lahir rendah.

Jurnal Kesehatan Kartika

34

J. Pembahasan Hubungan ibu hamil dengan kejadian BBLR hasil pengolahan data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR. Secara statistik, diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti p<0,05. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Saefuddin (2006) bahwa anemia merupakan predisposisi kekurangan gizi. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Gejala dan tanda yang-tanda yang timbul pada ibu hamil anemia adalah keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, sementara tensi masih pada batas normal. Secara klinis, dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat. Sedangkan menurut Bobak (2005) mengungkapkan bahwa anemia merupakan gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang-kurangnya 20% wanita hamil yang memiliki insiden komplikasi puerpurial yang lebih tinggi, seperti infeksi. Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya mengkompensasi dengan cara meningkatkan curah jantung. Indeks tidak langsung kapasitas pembawa oksigen adalah sel darah merah atau kadar haemotokrit. Rentang haemotokrit 37% - 47%, namun nilai normal untuk wanita hamil dengan cadangan besi yang adekuat rendah yakni 33% akan menyebabkan hidremia (pengenceran darah) atau anemia fisiologis kehamilan. Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan darah saat melahirkan bahkan walaupun minimal tidak ditoleransi dengan baik, ia beresiko membutuhkan transfusi darah. Sekitar 80% kasus anemia pada masa hamil mirip anemia defisiensi besi 20% sisanya mencakup kasus anemia herediter. Jumlah besi yang dibutuhkan untuk kehamilan tunggal yang normal adalah sekitar 1.000 mg. 350 mg untuk pertumbuhan janin dan plasenta, 450 mg untuk pertumbuhan massa sel darah merah ibu, dan 240 mg untuk kehilangan basal. Jumlah ini tidak termasuk jumlah yang digunakan untuk mengompensasi kehilangan besi yang terjadi selama proses melahirkan. Seorang bayi sehat yang dilahirkan cukup bulan memiliki simpanan besi sebesar 75 mg/kg berat badan, sebagian besar diantaranya disimpan pada trimester terakhir kehamilan. Apabila tidak tersedia cukup besi, untuk memenuhi kebutuhan ibu, janin, dan plasenta, cadangan besi di janin tidak dikorbankan, tetapi simpanan besi ibu akan dipakai dan massa sel darah merah ibu akan menurun. Defisiensi besi atau anemia pada ibu dapat menyebabkan oksigen untuk janin menurun mengakibatkan IUGR (intra uterine growth retardation) dan pada ibu menyebabkan peningkatan gangguan jantung dan komplikasi lain selama melahirkan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Manuaba (2002) bahwa anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena

mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Kebanyakan

Jurnal Kesehatan Kartika

35

anemia yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi. Zat besi diperlukan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah untuk janin dan placenta. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu, jumlah peningkatan sel darah merah 18% sampai 30% dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gram, maka dengan terjadinya hemodelusi atau anemia fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 g%. Setelah persalinan dan lahirnya placenta, dan perdarahan, ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi ibu masih memerlukan kesehatan yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam keadaan anemia, laktasi tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Adapun pengaruh anemia pada kehamilan dan janin adalah sebagai berikut: 1)

Pengaruh anemia pada kehamilan a) Bahaya selama kehamilan (1) Dapat terjadi abortus (2) Persalinan prematuritas (3) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim (4) Mudah terjadi infeksi (5) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6gr%) (6) Molahidatidosa (7) Hiperemisis gravidarum (8) Perdarahan antepartum (9) Ketuban pecah dini (KPD) b) Bahaya selama persalinan (1) Gangguan his-kekuatan mengejan (2) Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar (3) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan (4) Kala uri dapat diikuti retensio placenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri (5) Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. c) Pada kala nifas (1) Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan post partum (2) Memudahkan infeksi puerpurium (3) Pengaruh ASI berkurang

Jurnal Kesehatan Kartika

36

(4) Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan. (5) Anemia pada kala nifas (6) Mudah terjadi infeksi mamae. 2)

Bahaya terhadap janin Sekalipun nampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi

dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk: a.

Abortus.

b.

Terjadinya kematian intrauterin.

c.

Persalinan prematuritas tinggi.

d.

Berat badan lahir rendah.

e.

Kelahiran bayi dengan anemia.

f.

Dapat terjadi cacat bawaan.

g.

Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.

h.

Intelegensia rendah. Dari pernyataan di atas, maka peneliti berpendapat bahwa anemia dapat menyebabkan

rendahnya kemampuan jasmani ibu karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan oksigen, sehingga berpengaruh pada saat kehamilan, persalinan, masa nifas dan gangguan pertumbuhan janin. Oleh karena itu, maka ibu hamil harus meningkatkan asupan nutrisi terutama zat besi. Zat besi dapat diberikan sejak kunjungan prenatal pertama sampai menjelang persalinan. Pada ibu hamil dengan kekurangan Fe selama hamil dan kehilangan darah saat melahirkan bahkan kalaupun minimal tidak ditoleransi dengan baik ia beresiko membutuhkan transfusi darah. K. Kesimpulan 1. Gambaran pada ibu hamil yang melahirkan sebagian besar mengalami anemia. 2. Gambaran kejadian BBLR, ibu yang melahirkan setengahnya mengalami BBLR. 3. Didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR dan peluang anemia pada ibu hamil memiliki resiko terjadinya BBLR 10,24 kali dibanding dengan ibu hamil tidak anemia.

Jurnal Kesehatan Kartika

37

L. Saran 1. Bagi Puskesmas, Bidan swasta, dan Poli Kebidanan. Perlunya pemeriksaan Hb pada ibu hamil saat kunjungan pertama untuk mengenali secara dini adanya anemia dan diulang pada kunjungan ke-4 antara kehamilan 36 minggu sampai menjelang persalinan. Pada kunjungan ke-2 dan ke-3 dapat dilakukan pemeriksaan Hb bila ada indikasi. M. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. (2003). Prinsip DasarIlmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Bobak, Lowdermilk, Jensen; aliah bahasa, Wijayarini, Maria A. (2004) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. Laporan Kematian Bayi Tahun 2008. eka-punk.blogspot.com/.../masalah-bblr-di-indonesia.html. [Diakses: 17 Oktober 2009] Hidayat, A. Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika. http://www.melanicyber.com/portal. Melani Cyber: Bayi Berat Badan Lahir Rendah Tak Selalu Dirawat di RS. [Diakses: 26 April 2009] Manuaba, Ida Bagus Gde (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. RSU dr. Slamet Garut. Data Ruang Perinatologi dan Kebidanan 2009. Sabri, Luknis. (2009). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Sacharin, Rosa M. (2003). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Jurnal Kesehatan Kartika

38

Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternitas dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta. WHO. (2002). Kangaroo Mother Care: A Practical Guide. Djelantik, I.G.G. dkk., Petunjuk Praktis Perawatan Metode Kanguru. Jakarta: Perinasia. Wiknjosastro, Hanifa. (2002). Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. www.indomedia.com/intisari. persagi.dkk-bpp.com/index.php/optioncontent/task/.../ 21 [Diakses; 18 Oktober 2009] www.khoirulanwar.com/.../waspada-terhadap-gangguan-yang-terjadi-pada-wanita-hamil.html. [Diakses: 26 Desember 2009] www.litbang.depkes.go.id/...Ariawan, Iwan: Besar Sampel untuk Risiko Relatif & Rasio Odds. Ariawan, Iwan. [Diakses: 11 November 2009]. www.lusa.web.id/konsep-dasar-ilmu-gizi. [Diakses: 27 Oktober 2009] www.prakarsa-rakyat.org/artikel/news/artikel.php?aid.. Derajat Kesehatan Masih Rendah. [Diakses tanggal 26 April 2009]. www.surabaya-ehealth.org/.../cukupi-nutrisi-untuk-ibu-hamil. [Diakses: 18 Oktober 2009] www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?... Anemia pada Masa Kehamilan [Diakses: 26 Desember 2009] www.ugm.ac.id/index.php. Menkes: Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Jadi Program Prioritas Tahun 2009. [Diakses tanggal 26 April 2009].

Jurnal Kesehatan Kartika

39