JURNAL PENDIDIKAN

Download JURNAL PENDIDIKAN. SERAMBI ILMU. ISSN 1693-4849. (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan). VOLUME 24. NOMOR 1. MARET...

2 downloads 887 Views 2MB Size
ISSN 1693-4849

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)

VOLUME 24 





 





 









NOMOR 1

MARET 2016

Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Sistem Ekskresi dengan Menggunakan Metode Peta Konsep Di SMPN 2 Banda Aceh Anita Noviyanti

(1-7)

Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C melalui Jigsaw Siswa Kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen Bima Albert

(8-17)

Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis melalui NHT Siswa Kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen Fatimah Abubakar

(18-27)

Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia M. Yusuf

(28-34)

Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia melalui STAD Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa Yusrawati

(35-44)

Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13 melalui Modeling KKKS Gugus III SD Negeri 28 Peusangan Kabupaten Bireuen Zainuddin

(45-55)

Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang Dilakukan oleh Nasabah dan Korporasi Zulfan Yusuf

(56-66)

Kajian Pedagogical Content Knowledge Calon Guru Rini Sulastri

(67-70)

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I Tahun 2013/2014 Materi Sejarah Terjadinya Uang dan Pengertian Uang melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Di SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Usmayani

(71-87)

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan dalam Surat Kabar melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas IX-2 Semester I Tahun Ajaran 2014/2015 SMP Babul Istiqamah Susoh A.Rani

(88-105)

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernafasan melalui Metode Alat Peraga Kelas V Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016 pada SD Negeri 12 Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Aidar

(106-119)

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan Laporan Perjalanan dengan Menggunakan Metode Penugasan Di Kelas VIII-1 Semester I Tahun 2014/2015 SMP Negeri Tunas Nusa Kabupaten Aceh Barat Daya Hasmanidar

(120-132)

Pengembangan Model Pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) Bidang Fisika Sekolah Menengah Pertama (SMP) Di Kota Sabang Abdul Hamid

(133-137)

Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu

Volume 24

Publikasi Online: jurnal.serambimekkah.ac.id/jurnal-fkip/

Nomor 1

Hal 1-137

Banda Aceh Maret 2016

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

1

AKTIVITAS GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PETA KONSEP DI SMPN 2 BANDA ACEH

Oleh Anita Noviyanti*

Abstrak Penelitian pada Materi Sistem ekskresi Manusia ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa melalui metode peta konsep. Design penelitian yang digunakan “one group pretest-postest design”. Penelitian dilaksanakan di kelas IX pada SMPN 2 Kota Banda Aceh tahun Akademik 2013/2014 di semester ganjil. Sampel dipilih secara random dari 5 kelas IX yang ada, dan terpilih satu kelas yaitu kelas IX/1 sebanyak 24 siswa. Instrumen berupa lembar observasi pengamatan guru dan siswa pada pembelajaran. Dari hasil penelitian sebanyak dua kali pertemuan pada proses pembelajaran, menunjukkan aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan pada pembelajaran dua yaitu dengan pencapaian hasil aktivitas guru sebanyak 85,15% dan aktivitas siswa meningkat sebanyak 87,5%. Hasil observasi menunjukkan, meskipun ada kendala waktu dan keterbatasan dalam pembelajaran, siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sistem ekskresi dengan menggunakan metode peta konsep. Kata Kunci: aktivitas Guru Dan Siswa, Materi Sistem Ekskresi, Peta Konsep

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyaraka, sebab pendidikan merupakan suatu bentuk proses pembentukkan yang memungkinkan tumbuh dan berkembang potensi dan kemauannya. Oleh karena itu, tidak seorang pun yang luput dari pendidikan sekalipun ia telah dewasa. Seseorang tidak dapat menghindari dari pendidikan, malah selalu terlibat di dalamnya, apakah untuk memperoleh ataupun memberi pendidikan. Kepribadian manusia serta nilainilai budaya di sekitarnya dapat di bina, dan di kembangkan agar menjadi maju dan dapat hidup sejahtera. Semakin maju suatu masyarakat atau bangsa, semakin pula telah terasa kebutuhan akan pendidikan, karena sudah menjadi kebutuhan dasar dari manusia. Menurut Nurhadi (2004: 7) “Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang di terimanya, tetapi pada kenyataanya mereka sering kali memahami secara mendalam subtansi materinya.” Untuk mengatasi masalah di atas perlu di lakukan upaya penerapan

program pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Dengan adanya aktifitas siswa di harapkan materi yang di ajarkan lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa itu sendiri. Agar siswa belajar lebih aktif, guru perlu memunculkan strategi yang tepat dalam memotivasi siswa. Guru harus memfasilitasi siswa agar siswa mendapatkan informasi yang bermakna, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri (Guntur, 2004). Hasil studi pendahuluan, pembelajaran di SMP dalam kota Banda Aceh telah banyak menggunakan berbagai metode pembelajaran, di antaranya adalah metode ceramah, diskusi, tanya- jawab, eksperimen, dan observasi. Tetapi masih jarang ditemukan pembelajaran di SMP yang menggunakan pembelajaran menggunakan metode peta konsep, khususnya di SMPN 2 Banda Aceh. Guru pada umumnya belajar dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi sebagai jembatan agar siswasiswinya memahami konsep-konsep yang di diajarkan.

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Novak (1985:15) mendefinisikan konsep sebagai keteraturan (regularity) dalam kejadian-kejadian atau objek-objek yang ditandai dengan beberapa label, contohnya kursi adalah label yang digunakan untuk menggambarkan suatu objek dengan kaki, tempat duduk dan tempat bersandar yang keseluruhannya dipakai sebagai tempat untuk duduk. Konsep-konsep dapat disusun dalam suatu bentuk peta konsep atas dasar teori ausubel. Novak mengemukakan gagasan peta konsep yang menyatakan hubungan antar konsep-konsep dalam bentuk proposisiproposisi dapat menolong guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung, untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep pada siswa dan untuk menolong para siswa mempelajari cara belajar. Dalam hal ini konsep sangat berhubungan dengan hasil belajar karena disiplin ilmu biologi tersusun oleh serangakaian konsep dengan berbagai tingkat kekomplekan, keabstrakan dan kebermaknaan. Konsep-konsep ini merupakan unit pelajaran yang penting. Seorang guru biologi dalam mengajarkan konsep-konsep biologi sebaiknya dapat dipahami suatu konsep dan mengetahui bagaimana caranya agar kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas, siswa yang ditampilkan di depan penuh gairah dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses belajar biologi yang aktif dan kreatif. Dalam penelitian ini materi yang di aplikasikan pada metode peta konsep, adalah sistem ekskresi pada manusia. Pada konsep ini membahas tentang proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Dengan menyusun materi-materi sistem ekskresi dalam bentuk peta konsep, diharapkan aktivitas siswa terhadap pembelajaran lebih baik. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk membuat penelitian yang berjudul “Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Sistem ekskresi dengan Menggunakan Metode Peta Konsep di SMPN 2 Kota Banda Aceh”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah akitivitas belajar siswa pada materi sistem Ekskresi melalui penerapan metode peta konsep di SMP Negeri 2 Banda Aceh? Tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: yaitu untuk mengetahui

2

peningkatan aktivitas belajar siswa kelas IX pada konsep sistem ekskresi melalui metode peta konsep di SMPN 2 Banda Aceh. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penguasaan Konsep Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep secara ilmiah baik yang berupa teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 1996). Konsep yang perlu dikuasai oleh siswa merupakan gambaran mental dari gejala alam yang mempunyai lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau objek yang dinyatakan dalam label (Novak dalam Liliasari, 2002). Untuk menguasai suatu konsep seseorang membutuhkan proses belajar, sehingga dengan belajar sejumlah konsep bisa meringankan beban memori karena dapat mengelompokkan peristiwa atau kejadian, objek dan kegiatan sehari-hari (Dahar, 1996). Namun demikian, Munandar (1992) menyatakan bahwa dalam pengajaran sains tidak dapat terlalu ditekankan berlebihan pada konsep sebagai produk tanpa mempertimbangkan proses demikian pula sebaliknya, karena sains merupakan sarana untuk melatih kebiasaan berpikir, melakukan inquiri dalam memahami dan memecahkan suatu permasalahan yang ada di lingkungan. Untuk memahami sejumlah konsep sains dengan lebih menekankan pada aspek proses, Sumaji (1998) mengemukakan agar siswa perlu diberi keterampilan seperti mengamati, menggolongkan, mengukur, berkomunikasi, bereksperimen, dan sebagainya secara bertahap sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir anak dan materi pelajaran yang sesuai dengan kurikulum. 2.

Prestasi Belajar Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan. Perubahan ini tidak hanya mengenai sejumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk percakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri dan mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. Sedangkan prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan proses belajar, karena prestasi belajar itu merupakan hasil dari proses belajar. Berdasarkan pengertian belajar tersebut,

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

3

Anita Noviyanti, Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Sistem Ekskresi

terdapat beberapa yang berbeda satu sama lain, tergantung dari jenis sumbernya dan akhir yang di kemukakannya. Namun, secara umum dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia. Belajar merupakan kegiatan anak didik untuk menerima, menanggapi serta menganalisa bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru. Perbuatan belajar diakhiri dengan kemampuan siswa menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan, atau ditandai dengan adanya perubahan sikap para siswa. Dengan kata lain, belajar menurut Ibrahim (2001:2) adalah Suatu rangkain proses belajar yang berakhir dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dari keseluruhan proses belajar mengajar, yang berarti berhasil atau tidaknya pencapain tujuan pendidikan sangat tergatung kepada bagaimana proses belajar itu berlangsung. setelah suatu proses belajar selesai dilaksanakan, maka perlu diadakan evaluasi ini akan di peroleh data tentang prestasi belajar yang telah dicapai, dalam hal ini prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan suatu proses untuk memperoleh prestasi belajar.

3. 3.1

Peta Konsep Pengertian Peta Konsep Slameto (2003) yang dimaksud dengan peta konsep adalah buah pikiran seseorang atau sekumpulan orang yang timbul sebagai hasil pengalaman dengan berbagai benda, peristiwa atau kejadian. Melalui pengalaman tersebut diperoleh fakta-fakta yang merupakan label atau simbol. Menurut Novak (1985: 15) mendefinisikan konsep sebagai keteraturan dalam kejadian atau objek-objek yang ditandai dengan beberapa label. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan keteraturan dalam kejadian yang ditandai beberapa label sebagai hasil pengalaman. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisiproposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yabg dihubungkan oleh katakata dalam suatu unit semantik. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Misalnya “Langit itu biru” akan merupakan sebuah peta konsep yang sederhana sekali terdiri atas dua konsep, yaitu langit dan biru, dihubungkan oleh kata itu (Novak, 1986:15).

Tree

Oxigen

Human

Plant

Wood

Animal

House

Paper

Gambar 1. Contoh Peta Konsep

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Furniture

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Belajar bermakna lebih mudah berlangsung bila konsep baru dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif (lebih umum), maka peta konsep harus disusun secara hierarki, ini berarti bahwa konsep yang lebih inklusif ada di puncak peta konsep. Makin ke bawah konsep-konsep diurutkan makin menjadi lebih khusus (Novak, 1985:15). Di bawah ini ditunjukkan suatu peta konsep, disajikan pada Gambar 1. 3.2

Ciri-ciri Peta Konsep Dahar (1996:125) mengemukakan ciriciri peta konsep adalah sebagai berikut: a. Peta konsep merupakan suatu cara untuk memperlihatkan setiap konsep atau proposisi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa melihat bidang studi itu jelas dan lebih bermakna. b. Peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau bagian dari bidang studi. Peta konsep juga dapat memperlihatkan hubungan proporsional antara setiap konsep. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMPN 2 Kota Banda Aceh. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX/1 yang terpilih berdasarkan random dari 5 kelas IX yang ada. Alasan memilih kelas IX/1 karena berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru, kelas IX/1 adalah kelas yang memiliki kemampuan siswa bervariasi yaitu memiliki kemampuan Tinggi, sedang, dan rendah, dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang.

Tabel 1.

No 1. 2.

4

2.

Instrumen Penelitian Instrumen penelitian terdiri dari soal tes (tertulis) dan peta konsep. Yang diperlukan untuk: 1. Soal tes Tes yang di gunakan adalah tes tertulis untuk mengukur pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Soal tes sebanyak 30, yang merupakan soal pilihan berganda dengan menggunakan 4 option jawaban yang telah disediakan. 2. Lembar Observasi Lembar observasi yang digunakan di kembangkan oleh guru untuk melihat observasi guru dan siswa, pada saat pembelajaran berlangsung yang diamati oleh 2 orang pengamat. 3. 3.1

Teknik Pengolahan Data Pengolahan Data Hasil Tes Data yang diperoleh dari hasil observasi selama proses belajar mengajar selanjutnya dianalisis secara deskriptif sehingga dapat diketahui apakah tujuan pembelajaran yang digunakan sudah mencapai sasaran atau bahkan tidak mencapai sasaran. Analisis data dilakukan dengan menggunakan rumus: P = x 100% Keterangan: P = Persentase capaian F = Skor yang dicapai N = Skor ideal HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai aktivitas guru dan siswa pada konsep sistem ekskresi diperoleh dari aktivitas pembelajaran I dan pembelajaran 2. Aktivitas guru siswa yang menunjukkan kegiatan siswa pada kelas penelitian ditampilkan dalam Tabel 1.

Aktivitas Guru dalam Menerapkan Metode Peta Konsep pada Pembelajaran I dan II Pembelajar Kriteria Rataan Aktivitas Guru rata I II Kemampuan dalam membuka pelajaran 3 3 3 Baik pelajaran. Kemampuan memotivasi atau membangkitkan 3 4 3,5 Baik minat siswa.

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

5

Anita Noviyanti, Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Sistem Ekskresi

3. 4. 5.

Kemampuan memberikan apersepsi. Kemampuan menjelaskan materi. Kemampuan guru membagikan kelompok.

4 3 3

Menunjukkan bahan-bahan percobaan benda 3 cair. 7. Melibatkan siswa dalam melaksanakan 3 percobaan benda cair. 8. Mengembangkan diskusi kelas dengan 3 mendorong keaktifan siswa. 9. Memberi petunjuk dan membimbing siswa 3 melakukan percobaan sesuai LKS. 10. Mengamati kegiatan siswa. 3 11. Memanggil kelompok untuk mempresentasikan 3 hasil diskusi. 12. Menyimpulkan pelajaran. 3 13. Memberikan latihan mandiri. 3 14. Menginformasi materi selanjutnya. 4 15. Memberi pesan moral. 4 51 Jumlah Skor Sumber: Data Siswa Kelas IX/1 SMPN 2 Banda Aceh (2013)

3 4 3

3,5 3,5 3

Baik Baik Baik

4

3,5

Baik

3

3

Baik

4

3,5

Cukup

4

3,5

Cukup

4

3,5

Baik

4

3,5

Baik

3 3 3 4 54

3 3 3,5 4 54,5

Baik Baik Baik SangatBaik

6.

Dari hasil observasi aktivitas guru pada pertemuan I dan II di atas bahwa skor rata-rata aktivitas guru yaitu 54,5 dari skor ideal 64. Maka persentase aktivitas guru adalah sebagai berikut:

P=

X 100% ,

P= X 100% P = 85,15%

Tabel 2. No 1. 2. 3. 4.

5. 6.

7.

Aktivitas Siswa pada Pembelajaran I Dan II pada Sistem Ekskresi Pembelajar Rataan Aktivitas Siswa rata I II Memperhatikan guru ketika membuka pelajaran. 4 4 4 Mendengarkan guru dalam Memotivasi/ 4 3 3,5 membangkitkan minat siwa. Mendengarkan guru memberikan apersepsi. 4 3 3,5 Memperhatikan guru ketika memberikan penjelasan singkat tentang materi sifat benda 3 4 3,5 cair. Mendengarkan guru membagikan kelompok. 3 3 3 Mengamati bahan-bahan percobaan benda cair. 4 3 3,5

10.

Memperhatikan guru melibatkan siswa dengan melaksanakan percobaan benda cair. Keaktifan siswa dalam melaksanakan diskusi. Mendengarkan guru memanggil kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi Mengerjakan latihan.

11.

Mendengarkan guru memberi pesan moral.

8. 9.

Kriteria SangatBaik Cukup Baik Baik Baik Baik

3

3

3

Baik

3

3

3

Baik

3

4

3,5

Baik

3

4

4

Baik

4

3

3,5

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Baik

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Jumlah Skor

53 Sumber: Data Siswa Kelas IX/1 SMPN 2 Banda Aceh (2013) Dari hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuan I dan II di atas bahwa skor rata-rata aktivitas siswa yaitu 52,5 dari skor ideal 60. Maka persentase aktivitas siswa adalah sebagai berikut: P = X 100% ,

P= X 100% P = 87,5% Pembahasan Aktivitas siswa pada pembelajaran 1 dan 2 mengalami peningkatan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan metode peta konsep dapat meningkatkan aktivitas siswa pada materi sistem ekskresi dan dengan demikian dapat meningkatkan aktivitas siswa di SMPN 2 Banda Aceh. 1. Aktivitas Siswa Selama Penerapan Metode Peta Konsep pada Sistem Ekskresi Hasil observasi aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan metode peta konsep dalam setiap pembelajaran terlihat lebih aktif khususnya pada pembelajaran 2. Siswa dibimbing oleh guru membuat peta konsep selanjutnya melakukan diskusi kelompok. Dari proses-proses belajar yang dilakukan siswa di ajak membuat kesimpulan dan hasil peta konsep yang telah di kembangkan memudahkan siswa memahami materi sistem ekskresi, sehingga persentase aktivitas siswa mengalami peningkatan menjadi 87,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa metode peta konsep baik digunakan dalam pembelajaran biologi sistem ekskresi manusia. 2.

Aktivitas Guru Selama Penerapan Metode Peta Konsep Sistem Ekskresi Manusia Data observasi aktivitas guru dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan. Pada pertemuan 1 terlihat guru kurang mampu dalam hal menjelaskan metode peta konsep kepada siswa, guru masih kurang dalam menjelaskan materi sistem ekskresi, dan belum baik dalam mengamati aktivitas kelompok serta diskusi. Selanjutnya pada pertemuan ke 2 guru sudah lebih baik dalam menerapkan metode peta konsep pada pelajaran sistem ekskresi dengan menggunakan berbagai

51

6

52,5

strategi seperti menguatkan konsep siswa melalui peta konsep yang dikembangkan sendiri, berdiskusi, mempresentasikan, menanggapi, danmembuat kesimpulan. Hal ini dapat dilihat dari observasi aktivitas guru dengan persentase yang dicapai yaitu 85,15% . Secara keseluruhan semua siswa mengalami peningkatan keaktifannya pada saat PBM berlangsung yang selanjutnya meningkatkan pula skor pada pemahaman konsepnya.. Dengan demikian ditemukan bahwa pembelajaran sistem ekskresi menggunakan metode peta konsep baik digunakan dalam pembelajaran-pembelajaran khususnya pada mata pelajaran sistem ekskresi ataupun yang relevan dengan pembelajaran biologi. KESIMPULAN Pertama, hasil analisis data dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode peta konsep dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IX SMPN 2 Kota Banda Aceh pada materi sistem ekskresi manusia. Kedua, Peningkatan aktivitas belajar ditemukan berdasarkan pengamatan langsung pada proses pembelajaran. Hasil aktivitas siswa dan guru yang ditemukan dalam dua kali pertemuan yaitu aktivitas guru meningkat 85.15% sedangkan aktivitas siswa meningkat hingga 87,5% . DAFTAR PUSTAKA BNSP. (2006). Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 dan Standar Kompetensi. Jakarta: Depdiknas Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga. Guntur, M. (2004). Efektivitas Model Pembelajaran Latihan Inquiri Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Pada Konsep Ekologi Siswa Kelas I SMU. Tesis S2 UPI. Bandung: Tidak diterbitkan. Ibrahim. (2001). Beberapa Kendala Yang dapat Mempengaruhi Presstasi Belajar dalam Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Banda Aceh. Depdiknas.

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Anita Noviyanti, Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Sistem Ekskresi

Liliasari.

(1999). Pengembangan Model Pembelajaran Berdasarkan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Makalah: Pusat Studi Komputer Sains IKIP Bandung: Tidak diterbitkan. Munandar, A. (1992). Dasar-dasar Pendidikan MIPA. IKIP Bandung. Diktat Kuliah. Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004. Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT. Grasindo. Novak, J.D & Gowin, L.B. (1985). Learning How to Learn. University Tress. Gambridge. Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Edisi. Ke4. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Anita Noviyanti, S.Pd, M.Pd* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

7

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

8

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RANGKAIAN R-L-C MELALUI JIGSAW SISWA KELAS XII TKJ.2 SMK NEGERI 1 BIREUEN

Oleh Bima Albert*

Abstrak Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C melalui Jigsaw siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negri 1 Bireuen, subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen, bertujuan untuk mengetahui cara, efektifitas dan tingkat keberhasilan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas XII XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi. Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan KKM dengan tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda rangkaian R-L-C, sedangkan mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus. Salah satu alternatif pembelajaran fisika yang inovatif dan kreaktif adalah dengan mengunakan model pembelajaran Jigsaw (maju mundur seperti gergaji). Model ini yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Hasil penelitian berdasarkan nilai KKM, dari hasil belajar sejumlah 27 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 76, pada pra siklus 13 siswa (48,1%) tuntas dan 14 siswa (51,9%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 18 siswa (66,67%) dan tidak tuntas 9 siswa (33,33%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 27 siswa (100%) tuntas belajar. Kata Kunci : Hasil Belajar, Rangkaian R-L-C, Jigsaw.

PENDAHULUAN Ada kalanya dalam proses pembelajaran perlu diamati, baik tentang persiapan perangkat pembelajaran, interaksi guru dengan siswa, daya pikir siswa yang berbeda, minat belajar siswa, serta cara guru mengelola kelas yang baik sehingga tercapai tujuan pembelajaran dalam proses pembelajaran. Kenyataannya setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi rangkaian R-L-C pada kelas XII TKJ.2 dari 27 siswa hanya 5 siswa (18,5%) memperoleh baik , 8 siswa (29,6%) memperoleh nilai cukup dan 14 siswa (51,9%) lagi memperoleh nilai kurang, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 51,9% dari siswa yang jumlahnya 27 orang. Mengingat pembelajaran fisika pada siswa jurusan Teknik

Komputer Jaringan (TKJ) 2 pada proses pembelajaran konsep rangkaian R-L-C hasil belajar tidak memenuhi target yang diharapkan, hal ini perlu perbaikan yang terarah baik dalam perangkat pembelajaran, model pembelajaran yang sesuai dan pengelolaan kelas yang baik. Hal ini dapat membangkitan motivasi belajar dan percaya diri dalam belajar. Solusinya adalah guru mempunyai suatu upaya untuk memperbaiki cara mengajar dalam proses pembelajaran, baik dalam menerapkan suatu model pembelajaran, mengelola kelas yang tepat dan menyenangkan, interaksi guru dan siswa yang baik dan interaksi siswa dengan teman sekelasnya yang baik dan tenang, sehingga

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

hasil belajar siswa dapat tercapai dengan apa yang diharapkan. Salah satu alternatif pembelajaran fisika yang inovatif dan kreaktif adalah dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw (maju mundur seperti gergaji), model ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya, dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok belajar untuk mengambil solusi dalam diskusi. Berdasarkan uraian diatas, peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C Melalui Jigsaw Siswa Kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen”. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen?. b. Apakah melalui Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar rangkaian R-LC pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen?. c. Bagaimana tingkat hasil belajar rangkaian R-L-C melalui Jigsaw pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen?. Tujuan dari penelitian ini yaitu : a. Untuk mengetahui cara melakukan peningkatan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen. b. Untuk mengetahui efektifitas Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar rangkaian R-LC pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen. c. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar rangkaian R-L-C melalui Jigsaw pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah, antara lain : a) Bagi siswa, mampu meningkatkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar konsep rangkaian R-L-C dan mampu melatih kepemimpinan siswa dalam kelompoknya. b) Bagi guru, sebagai wahana memperoleh pengalaman dan latihan terhadap

9

pelaksanaan Jigsaw dalam materi rangkaian R-L-C serta sebagai metode untuk meningkatkan motivasi, kreatifitas dan percaya diri siswa dalam menge mukakan pendapat. c) Bagi sekolah, Sebagai bahan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan TINJAUAN PUSTAKA Hasil belajar Bagian terpenting dalam proses pembelajaran adalah hasil belajar, karena keberhasilan guru dalam proses pembelajaran dapat diukur dari hasil belajar, menurut Hamalik (2006: 30): “Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut”, dalam hal ini siswa akan terjadi perubahan pada dirinya baik sadar maupun tidak sadar setelah siswa mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan Sudjana (2005: 22) mendifinisikan: “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia mengalami pengalaman belajar ”. Jadi hasil belajar merupakan terjadi proses perubahan dalam diri seseorang setelah belajar. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Interaksi dalam proses pembelajaran sangat penngaruh dalam perkembangan hasil belajar siswa. S.Nasution (2006 : 360) menyatakan: “Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”, hal ini interaksi guru dengan siswa, siswa dengan teman sekelasnya maupun sebaiknya perlu diterapkan dalam proses pembelajaran untuk membangkitkan rasa percaya diri dan prestasi belajar siswa, sehingga hasil belajar dapat menghasilkan sesuai dengan harapan. Minat belajar siswa sangat dominan mempengaruhi hasil belajar siswa, baik dalam hal kemampuan daya pikir yang beda, lingkungan, kejenuhan belajar dan metode pembelajaran yang kurang minat diterima oleh siswa. Selanjutnya Hamalik (1992: 173) menyatakan bahwa: “Suatu masalah didalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minatminat”, Dalam hal ini peran guru disini mampu pendekatan moral dan membimbing

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Bima Albert, Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C Melalui JIGSAW

siswa secara kekeluargaan, serta guru mampu mengkaitkan pengetahuan kedalam perkembangan anak didik, mengetahui tentang minat belajar siswa dan dapat mengambil solusi yang tepat sehingga siswa dapat motivasi dan kreatif dalam proses pembelajaran. Persiapan guru dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Slameto (1991: 84) menyatakan bahwa “Mengajar adalah kegiatan mengorganisasi yang bertujuan untuk membantu dan menggairahkan siswa belajar”, dalam hal ini bukan saja ilmu yang ada perlu disiapkan namun perlu juga perangkat pembelajaran yang terarah dan terprogram, pengelolaan kelas yang aman, tertib dan menyenangkan serta mampu membimbing siswa dalam proses pembelajaran. Sarana dan prasarana yang mendukung kelengkapan pembelajaran mempunyai nilai tersendiri dalam meningkatkan prestasi siswa, kemauan guru untuk mau mengubah dan memperbaiki dari yang tidak ada ke ada perlu diberi penghargaan. Prestasi Belajar Siswa Belajar akan mendapat prestasi yang baik apabila belajar tersebut dilakukan dengan adanya dukungan, sarana dan prasarana pengajaran, dengan demikian dapat mendorong motivasi belajar siswa dalam meningkat prestasi belajar. Motivasi belajar untuk prestasi juga dikemukakan oleh Mangkunegara (2001:103) adalah: “Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaikbaiknya guna mencapai prestasi dengan prediket terpuji” Dalam hal ini prestasi yang telah dicapai dari serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh siswa yang mengakibatkan perubahan pengetahuan atau kemahiran yang ada didalam dirinya yang dicapai oleh masing-masing individu siswa berbeda satu sama lainnya. Prestasi belajar juga dapat disebut sebagai tingkat keberhasilan siswa didalam proses pembelajaran. Pendekatan Jigsaw Model Pembelajaran Jigsaw (maju mundur seperti gergaji) adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot

10

Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Menurut Sugiyanto (2008: 41) menyatakan:“Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keuntungan diantaranya memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan”,hal ini sejalan dengan Mulyana (2005: 4) menyatakan: “Pembelajaran kooperatif adalah suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam stuktur kerja sama yang teratur dalam kelompok”,dalam hal ini siswa belajar melalui tim ahli sehingga pembelajaran lebih efektif dan siswa lebih mudah mendeskripsikan konsep rangkaian R-L-C, dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 siswa secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Selain itu, menurut Lie (2010: 18) menyatakan bahwa : “Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut seharusnya bisa dihindari, jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam persiapan dan penyusunan metode kerja kelompok”, guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat dan para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli, sehingga setiap siswa anggota kelompok menerima informasi yang diperlukan untuk memahaminya dan berdiskusi. Pada materi rangkaian R-L-C pelajaran fisika ini, model pendekatan Jigsaw merupakan suatu metode pendekatan yang baik diterapkan, dimana siswa tidak jenuh dalam belajar, dikarenakan adanya permainan diskusi didalam pembelajaran yang positif. Kooperatif Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan dari

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan. Sintaks pembelajaran kooperatif Jigsaw sebagai berikut : 1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim, yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen. 2. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. 3. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut.Kumpulan siswa semacam itu disebut `kelompok pakar` atau expert group. 4. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok semula atau home teams untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. 5. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Sudah tentu dalam pelaksanaan setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan Jigsaw. Adapun kelebihan dan kekurangan pada Jigsaw adalah sebagai berikut: Kelebihan Jigsaw 1. Menciptakan suasana interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa yang baik.

11

2. Melatih kepemimpinan siswa dalam kelompoknya 3. Melatih siswa dalam memberi informasi dan solusi masalah dalam diskusi. 4. Mendorong siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran. 5. Melatih percaya diri siswa dalam mengemukakan pendapat. 6. Meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok. 7. Meningkatkan efesiensi guru dalam mengelola kelas yang kreatif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan. Kekurangan Jigsaw 1. Memerlukan kecermatan dalam memilih kelompok ahli 2. Memerlukan buku panduan/LKS untuk siswa agar informasi tidak salah. 3. Memerlukan kesiapan dalam mengelola kelas yang tepat. Pembelajaran Fisika tentang Rangkaian RL-C Rangkaian hambatan R-L-C merupakan materi pelajaran fisika yang diajar pada kelas XII TKJ.2 semester genap untuk kurikulum KTSP di SMK Negeri 1 Bireuen. Dalam hal ini siswa mampu menerapkan konsep rangkaian R-L-C dan mampu menyelesaiakan bentuk-bentuk soal hitungan dalam rangkaian R-L-C, Rangkaian R-L-C arus bolak balik yang mempunyai hambatan (R), induktor (L) dan kapasitor (C) yang disusun secara seri, besarnya tegangan pada ujung-ujung R, L dan C sesuai dengan hukum ohm.

Gambar 1. Rangkain R-L-C Seri

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Bima Albert, Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C Melalui JIGSAW

Kerangka Berpikir Peningkatan keberhasilan belajar siswa terhadap materi pelajaran fisika khususnya rangkaian R-L-C dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw yang relevan. Penggunaan model pembelajaran yang terprogam dan terarah dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar lebih aktif, dalam proses ini, akan terjadi kegiatan keterampilan memahami konsep materi rangkaian R-L-C pada siswa, dimana siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga mampu memahami materi yang dijelaskan oleh teman, sehingga tingkat keberhasilan belajar siswa akan tercapai sesuai dengan harapan. Hipotesis Tindakan Berdasarkan berbagai teori yang telah dikumpulkan, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan yaitu “Melalui Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen ”. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau “Classroom Action Reserh”, lokasi penelitian dilaksanakan adalah Kelas XII TKJ. 2 SMK Negeri 1 Bireuen jalan Taman Siswa no. 2, Telp. (0644)21558, Fax. (0644)21358, Kode Pos 24251 desa Geulanggang Baro Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh.Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari tanggal 12 Januari s.d 30 Maret 2015. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 27 orang siswa, dimana terdiri dari 20 orang siswa laki-laki dan 7 orang siswa perempuan. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa sebagai subyek penelitian. Data dari hasil tes tertulis. Tes tertulis dengan materi rangkaian R-L-C dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Selain siswa sebagai sumber data, peneliti juga menggunakan dua teman sejawat

12

sesama guru kelas sebagai sumber data dalam mengobservasi keaktifan siswa dalam pembelajaran setiap siklus. Teknik dan alat pengumpulan data, Teknik pengumpulan data mengenai peningkatan penguasaan materi diambil dari tes hasil belajar setiap siklus. Data tentang keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi. Alat pengumpulan data pada penelitian ini meliputi : Tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda rangkaian R-L-C. Lembar observasi dan dokumen. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan KKM. Data hasil observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan proses tindakan adalah apabila kemampuan siswa kelas XII TKJ.2 memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 76 (C), Observasi keaktifan siswa belajar dalam setiap siklus perlu dilakukan sebagai perbandingan dalam keberhasilan pembelajaran yang akan menghasilkan hasil belajar sesuai harapan. Observasi dilaksanakan oleh dua teman sejawat dalam pembelajaran setiap siklus. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi. hal ini terlihat seperti pada gambar alur penelitian sebagai berikut:

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

13

Gambar 2. Alur Penelitian Siklus I Permasalahan; setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi rangkaian R-L-C pada kelas XII TKJ.2 dari 27 siswa hanya 5 siswa (18,5%) memperoleh baik , 8 siswa (29,6%) memperoleh nilai cukup dan 14 siswa (51,9%) lagi memperoleh nilai kurang. Permasalahan ini akan dianalisis sebagai kondisi awal (pra siklus). Perencanaan tindakan I, terdiri atas kegiatan; Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) materi rangkaian R-L-C disesuaikan dengan model pembelajaran Jigsaw, Penyiapan skenario pembelajaran dengan model Jigsaw. Menyiapkan buku/LKS rangkaian R-L-C.Pada siklus I, 27 siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Pelaksanaan tindakan I, terdiri atas kegiatan; Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, menyajikan dan menjelaskan materi dan penyelesaian bentuk-bentuk soal rangkaian RL-C dan diskusi sesuai dengan sintak model Jiwsaw. serta tes akhir. Observasi I; Observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus I. Analisa data I yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I Refleksi I; Dalam tahap ini, merefleksi seluruh kegiatan atau peristiwa selama pelaksanaan tindakan berlangsung, membandingkan hasil pra siklus dengan siklus I dan mengidentifikasi kembali hal-hal yang masih kurang dan mempertahankan hal yang dianggap baik. Dan apabila pelaksanaan

tindakan pada siklus I belum memuaskan, maka akan ditindak lanjut lagi pada siklus II sampai tujuan berhasil, Siklus II Perencanaan tindakan II, terdiri atas kegiatan: enyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP pembelajaran fisika untuk materi rangkaian RL-C disesuaikan dengan model pembelajaran Jigsaw. Penyiapan skenario pembelajaran dengan model Jigsaw. Menyiapkan buku/LKS rangkaian R-L-C. Pada siklus II, 27 siswa dibagi menjadi 4 kelompok dimana masingmasing kelompok ada dua siswa yang berprestasi . Pelaksanaan tindakan II, terdiri atas kegiatan; Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, menyajikan dan menjelaskan materi dan penyelesaian bentuk-bentuk soal rangkaian R-L-C dan diskusi sesuai dengan sintak model Jiwsaw, serta tes akhir. Observasi II; Observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus II. Analisa data II yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II dan mengambil kesimpulan. Refleksi II; Refleksi dalam tahap ini, membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dimana peneliti mengharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C sesuai dengan harapan.

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Bima Albert, Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C Melalui JIGSAW

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil kondisi awal (pra siklus) setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi rangkaian R-L-C pada kelas XII TKJ.2 dari 27 siswa hanya 5 siswa (18,5%) memperoleh baik, 8 siswa (29,6%) memperoleh nilai cukup dan 14 siswa (51,9%) lagi memperoleh nilai kurang. Berdasarkan hasil tes pra siklus yang kurang memuaskan sesuai dengan harapan dengan ketuntasan belajar dari 27 siswa hanya 13 siswa yang tuntas (48,1%) dan belum tuntas 14 siswa (51,9%) serta nilai rata-rata 71 masih dibawah nilai KKM , dipadukan lagi dengan hasil observasi pra siklus dengan kualifikasi kurang aktif (C). Maka perlu tindakkan untuk perbaikan perangkat pembelajaran, model pembelajaran dan mendorong siswa agar lebih aktif lagi dalam pembelajaran. Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I. Hasil siklus I setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi rangkaian R-L-C pada kelas XII TKJ.2 dari 27 siswa hanya 8 siswa (29,63%) memperoleh baik , 10 siswa (37,04%) memperoleh nilai cukup dan 9 siswa (33,33%) lagi memperoleh nilai kurang. Berdasarkan hasil tes pra siklus dengan hasil tes siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah KKM. Pada pra siklus dibawah KKM sebanyak 14 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 9 siswa. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 71 menjadi 77. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Menurut gambaran yang ada, bahwa keberhasilan belajar pada siklus I lebih baik dari pra siklus , namun demikian hasil pembelajaran belum semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Dengan memperhatikan hasil observasi keaktifan masih ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, oleh karena itu diperlukan perbaikan pada pembelajaran siklus II. Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II Hasil siklus II setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi rangkaian R-L-C pada

14

kelas XII TKJ.2 dari 27 siswa hanya 10 siswa (37,04%) memperoleh baik , 17 siswa (62,96%) memperoleh nilai cukup. Refleksi dalam tahap ini, membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dimana peneliti mengharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C melalui Jigsaw sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil siklus I dengan hasil tes siklus II dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah KKM. Pada siklus I dibawah KKM sebanyak 9 siswa dan pada akhir siklus II semua lulus sesuai dengan nilai KKM. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 77 menjadi 82. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Disamping hasil tes pada siklus II sangat memuaskan, juga keberhasilan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sisklus II ada peningkatan dibandingankan dengan proses pembelajaran pada siklus I, dari kualifikasi B (Aktif) dengan skor nilai rata-rata 66 pada siklus I meningkat menjadi B (Aktif) dengan skor nilai rata-rata 81,75. Menurut gambaran yang ada, bahwa keberhasilan belajar pada siklus II lebih baik dari siklus I maupun pada pra siklus, dengan demikian hasil pembelajaran sudah semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pendekatan pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen untuk pembelajaran semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Hal tersebut hasil analisis dibahas dalam data dengan perbandingan pembelajaran pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Dengan melihat perbandingan hasil tes pra siklus, siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata- rata siswa meningkat 8,11% dari nilai rata-rata 71 pada pra siklus menjadi 77 pada siklus I , dan meningkat 6,29% dari nilai rata-rata 77 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II. Selain itu dapat dilihat pada data dan diagram nilai ratarata, nilai tertinggi dan nilai terendah pada setiap siklus dibawah ini :

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

15

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Tabel 1. Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa No Keterangan Pra Siklus 1 Nilai tertinggi 82 2 Nilai Terendah 60 Nilai Rata-rata 71

Siklus I 86 68 77

Siklus II 88 76 82

Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa Dari hasil belajar sejumlah 27 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 76, pada pra siklus 13 siswa (48,1%) tuntas dan 14 siswa (51,9%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 18 siswa (66,67%) dan tidak

tuntas 9 siswa (33,33%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 27 siswa (100%) tuntas, berikut data dan diagram ketuntasan pada pra siklus, siklus I dan siklus II sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM No.

Ketuntasan Belajar

1.

Tuntas

2.

Belum Tuntas Jumlah

Pra Siklus Jlh. Siswa 13

Siklus I

41,1%

Jlh. Siswa 18

14

51,9%

27

100%

Persen

Siklus II

66,67%

Jlh. Siswa 27

9

33,33%

0

0%

27

100%

27

100%

Persen

Gambar 4. Diagram Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Persen 100%

Bima Albert, Meningkatkan Hasil Belajar Rangkaian R-L-C Melalui JIGSAW

Sedangkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami peningkatan, dimana keaktifan siswa mempunyai peningkatan sebesar 29,07% dari pra siklus ke siklus I dan 21,32% dari siklus I ke siklus II,

16

sehingga mendukung keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut data dan diagram observasi keaktifan siswa mulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II.

Tabel 3. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Keaktifan Siswa a . Skor rata-rata b. Kualifikasi

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

49,25 Kurang aktif (C)

66 Aktif (B)

81,75 Aktif (B)

Gambar 5. Diagram Hasil Observasi Keaktifan Siswa Dari hasil penelitian dan pembahasan yang ada, dapatlah dikatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw pada pembelajaran fisika dalam materi rangkaian RL-C pada siswa XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen dapat meningkatkan hasil belajarnya sesuai dengan harapan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Cara melakukan peningkatan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen, dimana melalui Jigsaw siswa belajar dengan adanya kelompok ahli untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa, melatih kepemimpinan siswa dalam kelompoknya, bekerja sama, motivasi, kreatifitas dalam belajar sehingga meningkatkan hasil belajar. 2. Efektifitas Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar rangkaian R-L-C pada siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran meningkat sebesar 21,32% dari siklus I dengan skor 66 kualifikasi B (Aktif) ke siklus II skor 81,75 kualifikasi B (Aktif),

3.

sehingga membuat efektifitas dalam belajar. Tingkat keberhasilan belajar rangkaian RL-C melalui Jigsaw siswa kelas XII TKJ.2 SMK Negeri 1 Bireuen. Tingkat hasil belajar pada siklus I ketuntasan belajar sebanyak 18 siswa (66,67%) dan tidak tuntas 9 siswa (33,33%) sedangkan pada siklus II semua siswa berjumlah 27 siswa (100%) tuntas belajar.

Saran Berkaitan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan model Jigsaw sesuai dengan materi yang diajarkan, untuk efektifitas belajar dan meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Ari Kunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, cet VI. Jakarta : PT Bumi Aksara. Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Mangkunegara, AA, Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Perusahaan. Bandung : PT Remeja Rosdakarya Offset. M. Suratman. 2001. Buku Fisika 2 SMK. Bandung: Armico. Mulyana, Etin Solihatin. 2005. Menjadi Guru Profesional, Memciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remeja Rosdakarya Offset. Oemar, Hamalik. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Oemar, Hamalik. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara. Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Jakarta : Bumi Aksara. S. Nasution. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Suharjono. 2009. Penelitian Tindakan. Malang : LP3UM. Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori & Apilkasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bima Albert, S.T, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

17

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

18

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKANAN HIDROSTATIS MELALUI NHT SISWA KELAS X TPTU SMK NEGERI 1 BIREUEN

Oleh Fatimah Abubakar*

Abstrak Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis melalui Numbered Head Together (NHT) siswa kelas X TPTU SMK Negri 1 Bireuen, subyek penelitian ini adalah siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen, bertujuan untuk mengetahui cara, efektifitas dan tingkat keberhasilan melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas X TPTU SMK Negri 1 Bireuen. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi. Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan KKM dengan tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda materi tekanan hidrostatis, sedangkan mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus. Salah satu alternatif pembelajaran fisika yang inovatif dan kreaktif adalah dengan mengunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) atau Penomoran Berpikir Bersama. NHT dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, rasa percaya diri menjadi lebih tinggi, pemahaman yang lebih mendalam, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, terampil dalam menjawab, melatih untuk memberi pendapat dan membuat siswa lebih aktif dan kreatif. Hasil penelitian berdasarkan nilai KKM, dari hasil belajar sejumlah 29 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 76 (2,66), pada pra siklus 14 siswa (48,28%) tuntas dan 15 siswa (51,72%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 21 siswa (72,41%) dan tidak tuntas 8 siswa (27,59%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 29 siswa (100%) tuntas belajar. Kata Kunci : Hasil Belajar, Tekanan Hidrostatis, NHT.

PENDAHULUAN Keberhasilan siswa belajar fisika khususnya materi tekanan hidrostatis ditentukan oleh besarnya partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, makin aktif siswa mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran, maka makin berhasil kegiatan pembelajaran tersebut. Tanpa aktifitas belajar tidak akan memberikan hasil yang baik, apalagi tidak minatnya siswa belajar, pengelolaan kelas yang tidak tepat dan kemauan siswa untuk belajar kurang , sehingga hasil belajar siswa tidak memenuhi target yang sesuai dengan harapan. Kenyataannya pada penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi tekanan

hidrostatis pada kelas X TPTU dari 29 siswa hanya 3 siswa (10,35%) memperoleh baik, 11 siswa (37,93%) memperoleh nilai cukup, 13 siswa (44,82%) lagi memperoleh nilai belum lulus dan 2 siswa (6,90%) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 51,72% dari siswa yang jumlahnya 29 orang. Mengingat hasil belajar tidak memenuhi target yang sesuai harapan, perlu adanya perbaikan yang terarah baik dalam perangkat pembelajaran, model pembelajaran yang sesuai dan pengelolaan kelas yang baik, hal ini dapat membangkitan motivasi belajar dan percaya diri siswa dalam belajar. Solusinya adalah guru mempunyai suatu upaya untuk memperbaiki cara mengajar

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

dalam proses pembelajaran, baik dalam mengelola kelas yang tepat, metode belajar yang tidak menjenuhkan siswa dalam belajar, adanya interaksi siswa dengan teman sekelasnya yang baik dan tenang, keterampilan untuk menjawab, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok . Salah satu alternatif pembelajaran fisika yang inovatif dan kreaktif adalah dengan mengunakan model pembelajaraan Numbered Head Together (NHT), model ini termasuk salah satu tipe model pembelajaran kooperatif, yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran, strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan pemberian nomor (pertanyaan/materi) yang diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dengan adanya uraian yang ada, peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis Melalui NHT Siswa Kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen”. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diungkapkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen? 2. Apakah melalui NHT dapat meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen ? 3. Bagaimana tingkat hasil belajar tekanan hidrostatis melalui NHT pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui cara melakukan peningkatan hasil belajar tekanan

2.

3.

19

hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen. Untuk mengetahui efektifitas NHT dalam meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar tekanan hidrostatis melalui NHT pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen.

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah, antara lain: a. Bagi siswa, mampu berkompetensi, terampil menjawab dan percaya diri dalam belajar dan mampu mengemukakan hasil pendapatnya didepan kelas, baik secara individu maupun secara kelompok b. Bagi guru, sebagai referensi perbaikan dalam proses pembelajaran fisika untuk meningkatkan hasil belajar materi yang lain. c. Bagi sekolah, sebagai wahana dalam rangka perbaikan pembelajaran fisika pada khususnya maupun pembelajaran lainnya pada umumnya. TINJAUAN PUSTAKA Hasil Belajar S. Nasution (2006:36) mendifinisikan: “Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”, sedsangkan menurut Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam hal ini bahwa hasil belajar siswa mempunyai tiga aspek yang perlu diterapkan yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Jadi hasil belajar merupakan hal yang terpenting dalam proses pembelajaran sehingga terjadi proses perubahan dalam diri seseorang siswa setelah mendapat nilai belajar yang sesuai harapannya. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Hasil Belajar Keaktifan siswa, menurut Moh User Usman (2002: 26) cara yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain sebagai berikut :

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Fatimah Abubakar, Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis Melalui NHT

1) Tingkatkan persepsi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang membuat respon yang aktif dari siswa 2) Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luwes 3) Berikan pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. 4) Usahakan agar pengajaran dapat lebih memacu minat siswa. Dalam hal ini peran guru disini mampu pendekatan moral dan membimbing siswa secara kekeluargaan, serta guru mampu mengkaitkan pengetahuan kedalam perkembangan anak didik, mengambil solusi yang tepat sehingga siswa dapat aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Motivasi belajar, menurut Hamalik (1992: 173) menyebutkan tentang motivasi bahwa “Suatu masalah didalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minat-minat”, dimana motivasi belajar sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Membangkitkan motivasi siswa merupakan tugas seorang guru dalam proses pembelajaran baik dari segi perangkat sarana pembelajaran, metode pembelajaran, pendekatan moral, mengembangkan dan mengontrol minat siswa yang ada, sehingga menghasilkan pembelajaran yang sesuai harapan. Interaksi, motivasi dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran baru lengkap jikalau adanya interaksi dalam proses pembelajaran., menurut Nasution (2006 :360) menyatakan: “Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”, hal ini interaksi siswa dengan teman sekelasnya dan guru, perlu diterapkan dalam proses pembelajaran untuk membangkitkan rasa percaya diri, saling kerja sama dalam diskusi kelompok sehingga terbentuknya interaksi antar siswa yang dapat menghasilkan hasil belajar, setelah mendapat nilai belajar yang sesuai harapannya. Prestasi Belajar Siswa Menurut Saifuddin Azwar (1998: 45) adalah: “Prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan dan dikerjakan secara optimal”. Prestasi belajar siswa akan tercapai bila pembelajaran tersebut

20

dilakukan dengan adanya dukungan, sarana dan prasarana pengajaran, dengan demikian dapat mendorong siswa dalam meningkatkan prestasi belajar, Dalam hal ini prestasi yang telah dicapai dari serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh siswa yang mengakibatkan perubahan pengetahuan yang ada didalam dirinya yang dicapai oleh masingmasing individu siswa berbeda satu sama lainnya. Prestasi belajar juga dapat disebut sebagai tingkat keberhasilan siswa didalam proses pembelajaran. Pendekatan Numbered Head Together (NHT) Numbered Head Together (NHT) atau Penomoran Berpikir Bersama termasuk salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang pertama kali diperkenalkan oleh Spenser Kagen. Penerapan pembelajaran kooperatif NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruh pola interaksi siswa dan memiliki tujuan meningkatkan hasil pembelajaran. Menurut Sugiyanto (2008: 41) menyatakan:“Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keuntungan diantaranya memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan”, sedangkan menurut Mulyana (2005: 4) menyatakan: “Pembelajaran kooperatif adalah suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam stuktur kerja sama yang teratur dalam kelompok”, dalam hal ini siswa dapat mengembangkan sikap sosial, saling menghargai dan memberi informasi dalam kelompok. Model NHT merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif tipe NHT adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Menurut Ibrahim (200: 29) langkahlangkah model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut : 1. Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat perangkat pembelajaran, yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT 2. Menyajikan dan menjelaskan materi pembelajaran. 3. Pembentukan kelompok Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Tiap kelompok harus memiliki buku panduan 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa dikelas. 6. Memberi kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. 7. Evaluasi dan penilaian Sudah tentu dalam pelaksanaan setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan NHT. Adapun kelebihan dan kekurangan pada NHT adalah sebagai berikut:

21

Kelebihan NHT a. Melatih percaya diri siswa dalam menjawab pertanyaan yang ada. b. Melatih untuk bekerja sama dalam diskusi kelompok. c. Menciptakan suasana interaksi sesama siswa dan guru dengan baik. d. Mendorong siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran. e. Melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat f. Meningkatkan efesiensi guru dalam mengelola kelas yang kreatif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran diharapkan tercapai g. Meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok. Kekurangan NHT a. Memerlukan persiapan buku paduan pembelajaran. b. Memerlukan persiapan mental siswa untuk menjawab Pembelajaran Fisika tentang Tekanan Hidrostatis Tekanan hidrostatis merupakan materi pelajaran fisika yang diajarkan pada kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen pada semester genap tahun pembelajaran 2014/2015, dalam hal ini siswa harus mampu memahami konsep tekanan hidrostatis dan mampu mengerjakan bentuk-bentuk soal perhitungan tekanan hidrostatis. Tekanan (p) didefinisikan sebagai gaya yang bekerja tegak lurus (F) pada suatu bidang benda persatuan luas bidang itu (A). Fluida yang berada dalam suatu wadah memiliki gaya berat, akibat pengaruh grafitasi (g). Gaya berat fluida menimbulkan tekanan, tekanan didalam fluida tak mengalir yang diakibatkan oleh adanya gaya grafitasi ini disebut tekanan hirostatis. Dari Gambar 1. Sebuah bak berisi air yang beratnya (m.g), dimana luas penampang bak (A) dengan gaya (F) tinggi kedalaman air (h) , maka besarnya tekanan hidrostatis di titik S adalah :

Gambar 1. Tekanan Hidrostatis

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Fatimah Abubakar, Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis Melalui NHT

Prinsipnya kerja dari tekanan hidrostatis adalah dengan memakai hukum Pascal yang menyatakan bahwa tekanan yang diadakan dari luar zat cair didalam ruang tertutup diteruskan oleh zat itu kesegala arah dengan sama rata, hal ini dapat dicontohkan terjadinya tekanan hidrostatis pada alat penyemprot. Kerangka Berpikir Peningkatan keberhasilan belajar siswa terhadap pembelajaran fisika khususnya materi tekanan hidrostatis dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) yang relevan. Penggunaan model pembelajaran yang terprogam, terarah dapat meningkatkan motivasi siswa yang terlibat langsung secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar di kelas, sehingga tingkat keberhasilan belajar siswa akan tercapai sesuai dengan harapan. Hipotesis Tindakan Berdasarkan berbagai teori yang telah dikumpulkan, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan yaitu “Melalui NHT dapat meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen”. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau “Classroom Action Reserh”Lokasi penelitian dilaksanakan adalah Kelas X Teknik Pendingin dan Tata Udara (TPTU) SMK Negeri 1 Bireuen jalan Taman Siswa No. 2, Telp. (0644) 21558, Fax. (0644) 21358, Kode Pos 24251 desa Geulanggang Baro Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari tanggal 13 Januari s.d 31 Maret 2015. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 29 orang siswa, dimana 29 orang siswa semuanya laki-laki. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa sebagai subyek penelitian. Data dari hasil tes tertulis. Tes tertulis dengan materi tekanan hidrostatis dilaksanakan pada setiap

22

akhir siklus. Selain siswa sebagai sumber data, peneliti juga menggunakan dua teman sejawat sesama guru kelas sebagai sumber data dalam mengobservasi keaktifan siswa dalam pembelajaran setiap siklus. Teknik pengumpul data meliputi data mengenai peningkatan penguasaan materi diambil dari tes hasil belajar setiap siklus. Data tentang keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi. Alat pengumpul data meliputi: Tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda materi tekanan hidrostatis. Lembar observasi dan dokumen. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan KKM. Data hasil observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan proses tindakan adalah apabila kemampuan siswa kelas X TPTU memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 2,66 (76) C, Observasi keaktifan siswa belajar dalam setiap siklus perlu dilakukan sebagai perbandingan dalam keberhasilan pembelajaran. Observasi dilaksanakan oleh dua teman sejawat dalam pembelajaran setiap siklus. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi, hal ini terlihat seperti pada gambar alur penelitian sebagai berikut:

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

23

Gambar 2. Alur Penelitian Siklus I Permasalahan; Hasil kondisi awal (pra siklus) setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi tekanan hirostatis pada kelas X TPTU dari 29 siswa hanya 3 siswa (10,35%) memperoleh baik , 11 siswa (37,93%) memperoleh nilai cukup, 13 siswa (44,82%) lagi memperoleh nilai belum lulus dan 2 siswa (6,90%) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 51,72% dari siswa yang jumlahnya 29 orang. Permasalahan ini akan dianalisis pada kondisi awal (pra siklus). Perencanaan tindakan I terdiri atas kegiatan: Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP pembelajaran fisika untuk materi tekanan hidrostatis disesuaikan dengan model pembelajaran NHT. Penyiapan skenario pembelajaran dengan model NHT. Menyiapkan nomor (pertanyaan/materi), Buku panduan/ LKS, lembaran tes tertulis tekanan hirostatis. Pada siklus I, 29 siswa dibagi menjadi 5 kelompok Pelaksanaan tindakan I; Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT pada materi tekanan hirostatis. Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, menyajikan dan menjelaskan materi tekanan hirostatis dengan pendekatan NHT. Mengadakan tes tertulis dan penilaian hasil tes tertulis. Observasi I; Observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total

aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus I. Analisa data I yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I. Refleksi I; Dalam tahap ini, merefleksi seluruh kegiatan atau peristiwa selama pelaksanaan tindakan berlangsung, membandingkan hasil pra siklus dengan siklus I dan mengidentifikasi kembali hal-hal yang masih kurang dan mempertahankan hal yang dianggap baik. Dan apabila pelaksanaan tindakan pada siklus I belum memuaskan, maka akan ditindak lanjut lagi pada siklus II sampai tujuan berhasil. Siklus II Perencanaan tindakan II; Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP pembelajaran fisika untuk materi tekanan hidrostatis disesuaikan dengan model pembelajaran NHT. Penyiapan skenario pembelajaran dengan model NHT. Menyiapkan nomor (pertanyaan/materi), Buku panduan/ LKS, lembaran tes tertulis tekanan hirostatis. Pada siklus II, 29 siswa dibagi menjadi 4 kelompok, dimana pada setiap kelompok ada dua siswa yang berprestasi. Pelaksanaan tindakan II; Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT pada materi tekanan hirostatis. Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran, menyajikan dan menjelaskan materi tekanan hirostatis dengan pendekatan NHT. Mengadakan tes tertulis dan penilaian hasil tes tertulis.

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Fatimah Abubakar, Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis Melalui NHT

Observasi II; Observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus II. Analisa Data II yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II dan mengambil kesimpulan Refleksi II; Refleksi dalam tahap ini, membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dimana peneliti mengharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis sesuai dengan harapan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil kondisi awal (pra siklus) setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi tekanan hirostatis pada kelas X TPTU dari 29 siswa hanya 3 siswa (10,35%) memperoleh baik , 11 siswa (37,93%) memperoleh nilai cukup, 13 siswa (44,82%) lagi memperoleh nilai belum lulus dan 2 siswa (6,90%) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 51,72 % dari siswa yang jumlahnya 29 orang. Berdasarkan hasil tes pra siklus yang tidak sesuai dengan harapan dengan ketuntasan belajar dari 29 siswa hanya 14 siswa yang tuntas (48,28%) dan belum tuntas 15 siswa (51,72%) serta nilai rata-rata 71 masih dibawah nilai KKM ,dipadukan lagi dengan hasil observasi pra siklus dengan kualifikasi kurang aktif (C). Maka perlu tindakkan untuk perbaikan agar siswa lebih aktif lagi dalam pembelajaran. Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I. Hasil siklus I setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi tekanan hidrostatis pada kelas X TPTU dari 29 siswa hanya 6 siswa (20,69%) memperoleh baik, 15 siswa (51,72%) memperoleh nilai cukup dan 8 siswa (27,59%) lagi memperoleh nilai belum lulus. Pada pra siklus dibawah KKM sebanyak 15 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 8 siswa. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 71 menjadi 76. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Menurut gambaran yang ada , bahwa keberhasilan belajar pada siklus I lebih baik dari pra siklus, namun demikian hasil

24

pembelajaran belum semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Dengan memperhatikan hasil observasi keaktifan masih ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, oleh karena itu diperlukan perbaikan pada pembelajaran siklus II. Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II. Hasil siklus II setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran Fisika tepatnya materi tekanan hidrostatis pada kelas X TPTU dari 29 siswa hanya 9 siswa (31,03%) memperoleh baik, 20 siswa (68,97%) memperoleh nilai cukup. Refleksi dalam tahap ini, membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dimana peneliti mengharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis melalui NHT sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil siklus I dengan hasil tes siklus II dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah KKM. Pada siklus I dibawah KKM sebanyak 8 siswa dan pada akhir siklus II semua lulus sesuai dengan nilai KKM. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 76 menjadi 82. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Disamping hasil tes pada siklus II sangat memuaskan, juga keberhasilan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sisklus II ada peningkatan dibandingankan dengan proses pembelajaran pada siklus I, dari kualifikasi B (Aktif) dengan skor nilai rata-rata 60 pada siklus I meningkat menjadi B (Aktif) dengan skor nilai rata-rata 70. Menurut data yang ada, bahwa keberhasilan belajar pada siklus II lebih baik dari siklus I maupun pada pra siklus, dengan demikian hasil pembelajaran sudah semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pendekatan pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen semester genap tahun pelajaran 2014/2015, bahwa perbandingan hasil tes pra siklus (kondisi awal), siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata- rata siswa meningkat 6,80% dari nilai rata-rata 71 pada

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

25

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

pra siklus menjadi 76 pada siklus I , dan meningkat 7,59% dari nilai rata-rata 76 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II. Selain itu

dapat dilihat pada data dan diagram nilai ratarata, nilai tertinggi dan nilai terendah pada setiap siklus dibawah ini :

Tabel 1. Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa No Keterangan Pra Siklus 1 Nilai tertinggi 84 2 Nilai Terendah 58 Nilai Rata-rata 71

Siklus I 86 66 76

Siklus II 88 76 82

Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa Dari hasil belajar sejumlah 29 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 76 (2,66), pada pra siklus 14 siswa (48,28 %) tuntas dan 15 siswa (51,72%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 21 siswa (72,41%) dan tidak

tuntas 8 siswa (27,59%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 29 siswa (100%) tuntas, berikut data dan diagram ketuntasan pada pra siklus, siklus I dan siklus II sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM No.

Ketuntasan Belajar

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Jlh. Siswa

Persen

Jlh. Siswa

Persen

Jlh. Siswa

Persen

1.

Tuntas

14

48,28 %

21

72,41 %

29

100%

2.

Belum Tuntas

15

51,72 %

8

27,59 %

0

0%

29

100%

29

100%

29

100%

Jumlah

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Fatimah Abubakar, Meningkatkan Hasil Belajar Tekanan Hidrostatis Melalui NHT

26

Gambar 4. Diagram Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami peningkatan, dimana keaktifan siswa mempunyai peningkatan sebesar 30,8% dari keaktifan siswa pada pra siklus ke siklus I dan 15,38%

dari siklus I ke siklus II, sehingga mendukung keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut data dan diagram observasi keaktifan siswa mulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II.

Tabel 3. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Keaktifan Siswa a . Skor rata-rata b. Kualifikasi

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

44 Kurang aktif (C)

60 Aktif (B)

70 Aktif (B)

Gambar 5. Diagram Hasil Observasi Keaktifan Siswa Dari hasil penelitian dan pembahasan yang ada, dapatlah dikatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran NHT pada pembelajaran fisika dalam materi tekanan hidrostatis, siswa X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen dapat meningkatkan hasil belajarnya sesuai dengan harapan.

2. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Cara melakukan peningkatan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X

TPTU SMK Negeri 1 Bireuen, dimana melalui NHT kepercayaan diri siswa menjadi lebih tinggi, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, pemahaman yang lebih mendalam dan keterampilan menjawab pertanyaan, sehingga mendapatkan hasil belajar sesuai harapan. Efektifitas NHT dalam meningkatkan hasil belajar tekanan hidrostatis pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen, dimana keaktifan siswa meningkat sebesar 30,8% dari keaktifan siswa pada pra siklus ke siklus I dan 15,38% dari siklus I ke siklus II, sehingga

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

3.

dengan adanya keaktifan siswa membuat efektifitas belajar dalam proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar tekanan hidrostatis melalui NHT pada siswa kelas X TPTU SMK Negeri 1 Bireuen, dimana tingkat hasil belajar pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 21 siswa (72,41%) dan tidak tuntas 8 siswa (27,59%) sedangkan pada siklus II semua siswa berjumlah 29 siswa (100%) tuntas belajar .

27

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori & Apilkasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Saran Berkaitan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan model NHT sesuai dengan materi yang diajarkan, untuk efektifitas dan meningkatakan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Ari Kunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, cet VI. Jakarta : PT Bumi Aksara. Ibrahim, M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. M. Suratman. 2001. Buku Fisika 2 SMK. Bandung: Armico. Mulyana, Etin Solihatin. 2005. Menjadi Guru Profesional, Memciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remeja Rosdakarya Offset. Moh User Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Oemar, Hamalik. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Saifudin Azwar. 1998. Tes Prestasi II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjana, Nana. 2009. Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suharjono. 2009. Penelitian Tindakan. Malang : LP3UM. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: PSG Rayon 13.

Fatimah Abubakar, S.Pd* adalah Guru Mapel Fisika SMK Negeri 1 Bireuen

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

28

PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Oleh M. Yusuf*

Abstrak Perkembangan budaya politik di Indonesia merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber daya masyrakat. Almond dan verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu siap orientasi yang khas warga Negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga Negara yang ada didalam sistem itu. Dengan kata lain bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan, dari segi budaya Politik Partisipan, Semua ciri-cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah. Kecendrungan Neo-patrimonisalistik dimana salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial. Perkembangan budaya politik di Indonesia tidak terlepas dari peradaban budaya politik yang terjadi di Indonesia. Kata Kunci : Budaya Politik dan Perkembangannya di Indonesia

PENDAHULUAN Setiap warga Negara Indonesia dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Proses pelaksanaanya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara tidak langsung, berarti sebatas mendengar informasi atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Secara langsung , berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga Negara dengan pemerintah institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal) telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua system politik. Perkembangan budaya politik di Indonesia merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumbersumber daya masyrakat. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan dimiliki bersama oleh masyarakat. Almond dan verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu siap orientasi yang khas warga Negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga Negara yang ada didalam sistem itu. Dengan kata lain bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan, dari segi budaya Politik Partisipan, Semua ciricirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah. Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru . Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain: 1. Bagaimana pengertian dari budaya politik? 2. Apa saja komponen dan tipe budaya politik? 3. Bagaimana perkembangan budaya politik di Indonesia? Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan dan meningkatkan pemahaman peserta didik tentang budaya politik, serta mengetahui proses perkembangan budaya politik di Indonesia 1. Peserta didik memahami dan mengerti konsep budaya politik 2. Peserta didik mengetahui komponen dan tipe budaya politik 3. Peserta didik mampu meningkatkan motivasi belajar konsep budaya politik dan mengetahui proses perkembangan budaya politik di Indonesia serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. PEMBAHASAN Pengertian Budaya Politik Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Ada banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, derajat/tingkat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambuM. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

29

rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik. Berikut ini merupakan pengertian budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik adalah sebagai berikut : a. Rusadi Sumintapura Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan poltik yang dihayati oleh para anggota suatu system politik. b. Sidney Verba Budaya politik adalah suatu system kepercayaan empirik, symbol-symbol eksresif, dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi di mana tindakan politik dilakukan. c. Alan R. Ball Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sIstem politik dan isu-isu politik. d. Austin ranney Budaya politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama, sebuah pola orientasi terhadap objek-objek politik. e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham powell, Jr. Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai, dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola- pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut: 1). Bahwa konsep budaya politik lebih memberikan penekanan pada perilakuperilaku nonaktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaankepercayaan. 2). Hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sisitem politik, artinya pembicaraan tentang budaya politik tidak pernah lepas dari pembicaraan tentang sistem politik. 3). Budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran massif, atau mendeskripsikan masyarakat di suatu Negara atau wilayah, bukan per individu.

M. Yusuf, Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia

Dengan memahami pengertian budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua mannfaat, yakni: a. Sikap warga Negara terhadap system politik akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan, dukungan, serta orientasinya terhadap sistem politik itu. b. Hubungan antara budaya politik dengan system politik atau factor-factor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti. Komponen-komponen Budaya Politik Menurut Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations )dan orientasi afektif (affective orientation). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe – tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen objek politik berikut: a. Orientasi kognitif : berupa pengetahuan tentang kepercayaan pada politik, peranan, dan segala kewajiban serta input dan outputnya. b. Orientasi afektif : berupa perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para actor, dan penampilannya. c. Orientasi evaluatif: berupa keputusan dan pendapat tentang objek- objek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan. Secara umum budaya politik terbagi atas tiga : 1. Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, dan pasif) 2. Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi) 3. Budaya politik partisipatif (aktif) Tipe-tipe Budaya Politik · Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

30

pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius. · Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. · Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak. Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

a. Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan. b. Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial. c. Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan lain-lain. d. Kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang. e. Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat. Hirarki yang tegar/ketat dimana masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masingmasing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.· Kecendrungan Patronage dimana pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia. Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

31

semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya. Kecendrungan Neo-patrimonisalistik dimana salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial. Ciri-ciri birokrasi modern:  Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi  Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas  Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya  Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan. Budaya Politik di Indonesia Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju, sedangkan pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakilwakil Partai Politik dan DPD yang anggota-

M. Yusuf, Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia

anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing. MPR dulunya adalah lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 19992004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa jabatan lima tahun. Anggota MPR saat terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan. Peradaban Budaya Politik di Indonesia Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan, dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciriciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah. Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru . Perlu diketahui ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah. Peradaban budaya politik di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman yaitu sebagai berikut: 1. Zaman Penjajahan Belanda

M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

32

Zaman ini partai-partai politik tidak dapat hidup damai dan tentram.Hal ini disebabkan setiap partai yang menentang akan ditangkap,diasingkan, dipenjarakan atau disingkirkan.Partai-partai yang pernah ada pada zaman belanda diantaranya adalah Indische Partij (1912), National Indische Partij (1919), Indische Social Demokratische Veriniging (ISDV) Tahun 1915, Partai Komunis Indonesia(1920), Partai Serikat Islam (1923), Partai Nasional Indonesia (1927),Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (1927), Partai Serikat Islam Indonesia (1930), Partai Indonesia (1931), Partai Indonesia Raya (1935), Gerakan Rakyat Indonesia (1937), Gabungan Politik Indonesia (1939). 2. Zaman Penjajahan Jepang Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya: a) mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping benderaJepang, b) melarang penggunaan bahasa Belanda, c) mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dan d) mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dansemua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai. 3. Zaman Orde Lama Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifatprimordialisme. Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang pada era Demorasi Terpimpin. Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik.Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalanganelit-elit politiknya. Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan secarapaksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontrarevolusi ataupun kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilaimutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa. Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yangdiajukan kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yangada. Namun, saluran inputnya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input yang masuk melalui Front Nasional tersebut menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa.Jadi masyarakat berada pada tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim Zaman Orde Lama. 4. Zaman Orde Baru Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai ditinggalkan. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial.Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yangberkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimanasemua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisatunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun adaproses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer. 5. Zaman Reformasi Pada masa ini masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai dimensi penentu budaya politik.Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yangaktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.

M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penulisan dan pembahasan yang ada dapat disimpulkan bahwa: 1. Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. 2. Menurut Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations )dan orientasi afektif (affective orientation). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi. 3. Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial. 4. Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju, sedangkan pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi. 5. Kecendrungan Neo-patrimonisalistik dimana salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neopatrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern

M. Yusuf, Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia

dan rasionalistik seperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial. Saran Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka dikemukakan saran bahwa peserta didik hendaknya dapat membaca dan memahami sekaligus dapat mempelajari perkembangan budaya politik di Indonesia lainnya, hal ini untuk mendorong motivasi dan kreatifitas siswa dalam mempelajari dan memahami semua aspek budaya politik dalam kehidupan sehari-hari DAFTAR PUSTAKA Elly M. Setiadi. 2002. PPKn . Jakarta : PT. Sarana Panca Karya Nusa. http://pelajaran-lengkap.blogspot.com/ pengertian-macam-macam-budayapolitik.html Error! Hyperlink reference not valid. http://menarailmuku.blogspot.com/budayapolitik.html http://www.indonesia.go.id/in/sekilasindonesia/politik-dan-pemerintahan http://www.indonesia.go.id/in/sekilasindonesia/peradapan-politik.html http://www.slideshare.net/nisakhairani/ciriciri-budaya-politik-yang-berkembang - di-indonesia?related=1 Retno Listyarti. 2013. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

M. Yusuf, S.Pd* adalah Guru SMK Negeri 1 Bireuen

34

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

35

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR NORMA MASYARAKAT INDONESIA MELALUI STAD SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JEUMPA

Oleh Yusrawati*

Abstrak Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia Melalui STAD Siswa Kelas VIII SMP Negri 1 Jeumpa, subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa, bertujuan untuk mengetahui cara, efektifitas dan tingkat keberhasilan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi. Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan KKM dengan tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda materi norma masyarakat Indonesia, sedangkan mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus. Salah satu alternatif pembelajaran PPKn yang inovatif dan kreaktif adalah dengan mengunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD). STAD dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi atau kerja sama dalam aktivitas siswa dan guru selama kegiatan belajar mengajar kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa menumbuhkan cara berpikir kritis, melatih untuk memberi pendapat dan membuat siswa lebih aktif dan kreatif. Hasil penelitian berdasarkan nilai KKM, dari hasil belajar sejumlah 25 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 75 pada pra siklus 12 siswa (48%) tuntas dan 13 siswa (52%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 17 siswa (68%) dan tidak tuntas 8 siswa (32%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 25 siswa (100%) tuntas belajar. Kata Kunci : Hasil Belajar, Norma Masyarakat Indonesia, STAD.

PENDAHULUAN Kegiatan pembelajaran dalam dunia pendidikan bertujuan untuk memenuhi amanah dari Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mampu mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa, karena itu setiap guru berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Para guru hendaknya selalu berusaha menciptakan suatu kondisi yang ideal dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas, komunikasi dua arah secara timbal balik sangat diharapkan dalam proses pembelajaran. Selain itu juga semakin aktif guru dan siswa mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran, maka makin besar keberhasilan kegiatan pembelajaran tersebut,

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

sehimgga hasil belajar siswa sesuai dengan harapan. Kenyataannya pada penilaian akhir pembelajaran PPKn tepatnya materi norma masyarakat Indonesia pada kelas VIII dari 25 siswa hanya 2 siswa (8 %) memperoleh baik, 10 siswa (40 %) memperoleh nilai cukup, 11 siswa (44 %) lagi memperoleh nilai kurang dan 2 siswa (8 %) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 52 % dari jumlah 25 siswa. Melihat data yang ada, hasil belajar tidak sesuai harapan, perlu adanya perbaikan yang terarah baik dalam perangkat pembelajaran, model pembelajaran yang sesuai dan pengelolaan kelas yang baik, hal ini dapat

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

membangkitan motivasi belajar dan percaya diri siswa dalam belajar sehinga menghasilkan hasil belajar yang baik. Solusinya adalah guru memiliki kemampuan untuk menciptakan situasi belajar yang merlibatkan siswa secara aktif sekaligus membangun motivasi siswa, mampu memperbaiki cara mengajar dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif pembelajaran PPKn yang inovatif dan kreaktif adalah dengan mengunakan model pembelajaraan Student Teams Achievement Divisions (STAD), model ini termasuk salah satu tipe model pembelajaran kooperatif, yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola belajar mandiri dalam kelompok, mempunyai strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah diarahkan untuk mempelajari materi menjelajah masyarakat Indonesia. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa sehingga siswa mampu aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikan secara kelompok. Berdasarkan uraian yang ada, peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia Melalui STAD Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa”. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diungkapkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa?. b. Apakah melalui STAD dapat meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa ?. c. Bagaimana tingkat hasil belajar norma masyarakat Indonesia melalui STAD pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa?. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui cara melakukan peningkatan hasil belajar norma

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

2.

3.

36

masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa. Untuk mengetahui efektifitas STAD dalam meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar norma masyarakat Indonesia melalui STAD pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah, antara lain : a) Bagi siswa, Mampu meningkatkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar konsep norma masyarakat Indonesia b) Bagi guru, sebagai Sebagai pengalaman dan latihan terhadap pelaksanaan STAD dalam materi norma masyarakat Indonesia c). Bagi sekolah, Sebagai referensi bacaan penggunaan model STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperpustakaan sekolah TINJAUAN PUSTAKA Hasil belajar Pengertian hasil belajar menurut Slameto (2003:10) yaitu: “Sebagai perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar”, dimana dalam hal ini proses pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang mengharapkan suatu hasil belajar yang baik. Sedangkan menurut Sudjana (2009:3) mendefinisikan:”Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”. Dalam hal ini bahwa hasil belajar siswa mempunyai tiga aspek yang perlu diterapkan yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dimana belajar merupakan suatu aktivistas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relative konstan dan berbekas, ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi karena belajar tidak timbul begitu saja sehingga belajar lebih banyak membutuhkan kegiatan yang disadari suatu aktivitas psikis dan latihan-latihan Proses belajar terjadi karena adanya perangsangperangsang dari luar individu yang

Yusrawati, Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia

mengakibatkan perubahan dalam hubungan aspek kepribadian Jadi hasil belajar merupakan hal yang terpenting dalam proses pembelajaran sehingga terjadi proses perubahan dalam diri seseorang siswa setelah mendapat nilai belajar yang sesuai harapannya. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Motivasi belajar, Kegiatan proses pembelajaran tanpa adanya motivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, boleh dikatakan proses pembelajaran tersebut tidak memenuhi target yang diharapkan. Motivasi belajar siswa perlu dibangkitkan, sehingga pada kegiatan proses pembelajaran berjalan seperti apa yang diharapkan guru. Menurut Hamalik (1992:173) menyebutkan tentang motivasi bahwa “Suatu masalah didalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minatminat”, dimana motivasi belajar sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Membangkitkan motivasi siswa merupakan tugas seorang guru dalam proses pembelajaran baik dari segi perangkat sarana pembelajaran, metode pembelajaran, pendekatan moral, mengembangkan dan mengontrol minat siswa yang ada, sehingga menghasilkan pembelajaran yang sesuai harapan. Keaktifan Siswa, Kegiatan dalam proses pembelajaran selain motivasi siswa adalah keaktifan siswa dalam mengikuti semua kegiatan proses pembelajaran. Dimana dalam hal ini motivasi dan keaktifan siswa berjalan seiring bersama-sama dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan harapan. Menurut Moh User Usman (2002:26) cara yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain sebagai berikut: 1) Tingkatkan persepsi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang membuat respon yang aktif dari siswa 2) Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luwes 3) Berikan pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. 4) Usahakan agar pengajaran dapat lebih memacu minat siswa.

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

37

Dalam hal ini peran guru disini mampu pendekatan moral dan membimbing siswa secara kekeluargaan, serta guru mampu mengkaitkan pengetahuan kedalam perkembangan anak didik, mengambil solusi yang tepat sehingga siswa dapat aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Interaksi ,Interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa maupun sebaliknya perlu dibina dalam proses pembelajaran. Adanya interaksi dalam proses pembelajaran membuat siswa percaya diri dalam setiap kegiatan proses pembelajaran. Menurut S. Nasution (2006:360) menyatakan: “Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”, hal ini interaksi siswa dengan teman sekelasnya dan guru, perlu diterapkan dalam proses pembelajaran untuk membangkitkan rasa percaya diri, saling kerja sama dalam diskusi kelompok sehingga terbentuknya interaksi antar siswa yang dapat menghasilkan hasil belajar, setelah mendapat nilai belajar yang sesuai harapannya. Menurut Winkel (2004:34) menyatakan: ” Hasil belajar adalah perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap darlam diri siswa sebagai akibat interaksi aktif dengan lingkungannya”. Dimana dalam hal ini interaksi harus dibina oleh guru dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai dengan harapan. Prestasi Belajar Siswa Hasil akhir proses pembelajaran yang diharapkan guru adalah prestasi belajar siswa, prestasi belajar merupakan suatu hal yang diharapkan siswa yang belajar serta guru yang mengajar dalam proses pembelajaran, Menurut Winkel (2004:34) menyatakan: ”Hasil belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran dan dapat diketahui setelah diadakan evaluasi”, sedangkan menurut Saifuddin Azwar (1998:45) adalah: “Prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan dan dikerjakan secara optimal”, Prestasi belajar siswa akan tercapai bila pembelajaran tersebut dilakukan dengan adanya dukungan, sarana dan prasarana pengajaran, situasi yang aman dan tertib, dengan demikian dapat mendorong siswa

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

dalam meningkatkan prestasi belajar. Prestasi belajar juga dapat disebut sebagai tingkat keberhasilan siswa didalam proses pembelajaran. Pendekatan Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pendekatan Student Teams Achievement Divisions (STAD) termasuk salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkin Amirika Serikat. Model pembelajaran STAD merupakan salah satu penerapan pembelajaran tipe kooperatif. Menurut Slavin (Trianto 2007:52) model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok yang beanggotakan 4-5 orang secera heterogen dengan memperhatikan tingkat prestasi siswa, jenis kelamin dan suku. Apabila dalam kelas terdiri atas jenis kelamin, ras dan latar belakang yang relative sama, maka pembentukan kelompok hanya didasarkan pada prestasi akademik siswa. Menurut Sugiyanto (2008:41) menyatakan:“Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keuntungan diantaranya memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan”, sedangkan menurut Mulyana (2005: 4) menyatakan: “Pembelajaran kooperatif adalah suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam stuktur kerja sama yang teratur dalam kelompok”, dalam hal ini siswa dapat mengembangkan sikap sosial, saling menghargai dan memberi informasi dalam kelompok. Model STAD merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif tipe STAD adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Menurut Slavin (Trianto 2007:52) langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) sebagai berikut :

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

1.

2. 3.

4.

5.

6.

38

Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat perangkat pembelajaran, yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Menyajikan informasi, Guru menyajikan dan menjelaskan materi pembelajaran. Mengorganisir siswa kedalam tim belajar STAD, Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa Membantu kerja tim dan belajar, Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas maupn diskusi Mengevaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Memberi pengakuan atau penghargaan, Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil nilai belajar individu dan kelompok

Sudah tentu dalam pelaksanaan setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan STAD. Adapun kelebihan dan kekurangan pada STAD adalah sebagai berikut: Kelebihan STAD 1. Adanya interaksi atau kerja sama dalam aktivitas siswa dan guru selama kegiatan belajar mengajar. 2. Siswa cenderung aktif dalam pembelajaran dan kemampuan kerjasama siswa terbangun 3. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep 4. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik dan membantu siswa menumbuhkan cara berpikir kritis Kekurangan STAD 1. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan metode STAD. 2. Alokasi waktu kurang mencukupi Norma Masyarakat Indonesia

Yusrawati, Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia

Menurut Kemdikbud (2010:79) Negara Indonesia merupakan potret sebuah negara yang memiliki keragaman budaya yang lengkap dan bervariasi. Bangsa Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan setiap suku bangsa memiliki ciri-ciri kebudayaannya sendiri sesuai dengan latar belakang masing-masing. Keragaman bangsa Indonesia merupakan anugerah dengan keberagaman maka membuat hidup bangsa Indonesia menjadi indah. a). Norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing-masing yang menjadi ciri khas masyarakat tersebut. Contoh adat istiadat; rambu tuka ditanah Toraja, ngaben di Bali dan pendaan tubuh suku Dayak b). Arti penting keberagaman konteks norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia 1. Bagi diri sendiri Dalam konstek pribadi, manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan terlahir sebagai mahkluk individu. Namun sering dengan perubahannya, kodrat manusia bergeser menjadi mahkluk sosial. Hal ini disebabkan sejak lahir sampai meninggal manusia senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan-bantuan lainnya. Dalam pergaulan dengan manusia lainnya, tiap-tiap manusia mempunyai keinginan atau kepentingan sendi-sendi memori, ada manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang mempunyai kepentingan yang berbeda. 2. Bagi Masyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat norma memiliki arti yang sangat penting, norma mengatur kehidupan masyarakat agar menjadi tertib dan damai. Keinginan setiap orang dalam masyarakat pasti berbeda. Adanya berbagai keinginan dan lebih jauhnya kepentingan dalam masyarakat ini menyebabkan dalam masyarakat mudah menjadi pertentangan. Agar pemenuhan kebutuhan setiap manusia itu berjalan secara teratur, tidak terjadi benturan-benturan antara kepentingan manusia yang satu dengan kepentingan sesama diperlukan pengaturan petunjuk hidup , aturan atau patokan yang biasa disebut norma.

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

39

Kerangka Berpikir Peningkatan keberhasilan belajar siswa terhadap pembelajaran PPKn khususnya materi menjelajah masyarakat Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) yang relevan. Penggunaan model pembelajaran yang terprogam, terarah dapat meningkatkan motivasi siswa yang terlibat langsung secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar di kelas, sehingga tingkat keberhasilan belajar siswa akan tercapai sesuai dengan harapan Hipotesis Tindakan Berdasarkan berbagai teori yang telah dikumpulkan, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan yaitu: “Melalui STAD dapat meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa”. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau “Classroom Action Reserh”, lokasi penelitian dilaksanakan adalah Kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa jalan Banda AcehMedan Km 211-212 Kode Pos 24251 Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari tanggal 24 Juli s.d 22 Oktober 2015. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII/4 SMP Negeri 1 Jeumpa semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 siswa, dimana 13 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa sebagai subyek penelitian. Data dari hasil tes tertulis. Tes tertulis dengan materi norma masyarakat Indonesia dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Selain siswa sebagai sumber data, peneliti juga menggunakan dua teman sejawat sesama guru kelas sebagai sumber data dalam mengobservasi keaktifan siswa dalam pembelajaran setiap siklus. Teknik dan alat pengumpulan data, Teknik pengumpulan data mengenai peningkatan penguasaan materi diambil dari tes hasil belajar setiap siklus. Data tentang keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi. Alat pengumpulan data pada penelitian ini meliputi: Tes tertulis, terdiri atas 6 soal pilihan ganda

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

materi norma masyarakat Indonesia. Lembar observasi dan dokumen. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul mengunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata dan persentase, nilai minimum dan maksimum, ketuntasan dan persentase pada setiap siklus. Sedangkan untuk analisis kualitatif dengan mengolah nilai berdasarkan rentangan nilai dan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Data hasil observasi (pengamatan) yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada setiap siklus.

40

Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan proses tindakan adalah apabila kemampuan siswa kelas VIII memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75 (C). Observasi keaktifan siswa belajar dalam setiap siklus perlu dilakukan sebagai perbandingan dalam keberhasilan pembelajaran yang akan menghasilkan hasil belajar sesuai harapan. Observasi dilaksanakan oleh dua teman sejawat dalam pembelajaran setiap siklus. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa data dan refleksi. hal ini terlihat seperti pada gambar alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Penelitian Siklus I Hasil kondisi awal (pra siklus) setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran materi norma masyarakat Indonesia pada kelas VII dari 25 siswa hanya 2 siswa (8%) memperoleh baik, 10 siswa (40%) memperoleh nilai cukup, 11 siswa (44%) lagi memperoleh nilai kurang dan 2 siswa (8%) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 52 % dari jumlah 25 siswa. Permasalahan ini akan dianalisis pada kondisi awal (pra siklus). Perencanaan tindakan I, Penyusunan RPP materi dengan model pembelajaran STAD.

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

Penyiapan skenario pembelajaran dengan model STAD. 25 siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Pelaksanaan tindakan I, Pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD. Observasi I; Observasi yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus I. Analisa data I yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I. Refleksi I; Dalam tahap ini, merefleksi seluruh

Yusrawati, Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia

kegiatan atau peristiwa selama pelaksanaan tindakan berlangsung, membandingkan hasil pra siklus dengan siklus I dan mengidentifikasi kembali hal-hal yang masih kurang dan mempertahankan hal yang dianggap baik. Dan apabila pelaksanaan tindakan pada siklus I belum memuaskan, maka akan ditindak lanjut lagi pada siklus II sampai tujuan berhasil. Siklus II Perencanaan tindakan II, Penyusunan RPP untuk materi norma masyarakat Indonesia disesuaikan dengan model pembelajaran STAD. Penyiapan skenario pembelajaran dengan model STAD, 25 siswa dibagi menjadi 4 kelompok, dimana pada setiap kelompok ada dua siswa yang berprestasi. Pelaksanaan tindakan II, Melaksanakan Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada materi norma masyarakat Indonesia. Observasi II; Observasi yang dibantu oleh dua teman sejawat guru yang mengobservasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan mengunakan skor total aspek, skor setiap indikator, rata-rata dan kualifikasi pada siklus II. Analisa data II yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II dan mengambil kesimpulan. Refleksi dalam tahap ini, membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dimana peneliti mengharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia sesuai dengan harapan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil kondisi awal (pra siklus) setelah diadakan penilaian akhir pembelajaran materi norma masyarakat Indonesia pada kelas VIII dari 25 siswa hanya 2 siswa (8%) memperoleh baik, 10 siswa (40%) memperoleh nilai cukup, 11 siswa (44%) lagi memperoleh nilai kurang dan 2 siswa (8%) tidak lulus, ini berarti siswa tidak tuntas belajar 52% dari jumlah 25 siswa.. Berdasarkan hasil tes pra siklus yang tidak sesuai dengan harapan dengan ketuntasan belajar dari 25 siswa hanya 12 siswa yang tuntas (48%) dan tidak tuntas 13 siswa (52%) serta nilai rata-rata 67 masih dibawah nilai KKM, dipadukan lagi dengan hasil observasi pra siklus dengan kualifikasi kurang aktif (C). Maka perlu tindakkan untuk perbaikan agar siswa lebih aktif lagi dalam pembelajaran.

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

41

Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus I. Hasil siklus I pada kelas VIII dari 25 siswa hanya 8 siswa (32%) memperoleh baik, 9 siswa (36%) memperoleh nilai cukup dan 8 siswa (32%) lagi memperoleh nilai kurang. Pada pra siklus dibawah KKM sebanyak 13 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 8 siswa. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 67 menjadi 73. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Refleksi dalam tahap ini, keberhasilan belajar pada siklus I lebih baik dari pra siklus, namun demikian hasil pembelajaran belum semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Dengan memperhatikan hasil observasi keaktifan masih ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, oleh karena itu diperlukan perbaikan pada pembelajaran siklus II. Data yang diperoleh dari hasil tes dan data hasil observasi pada siklus II Hasil siklus II pada kelas VIII dari 25 siswa hanya 10 siswa (40%) memperoleh baik, 15 siswa (60%) memperoleh nilai cukup, Refleksi dalam tahap ini, hasil siklus I dengan hasil tes siklus II dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah KKM. Pada siklus I dibawah KKM sebanyak 8 siswa dan pada akhir siklus II semua lulus sesuai dengan nilai KKM. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 73 menjadi 82. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Disamping hasil tes pada siklus II sangat memuaskan, juga keberhasilan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sisklus II ada peningkatan dibandingkan dengan proses pembelajaran pada siklus I, dari kualifikasi C (kurang aktif) dengan skor nilai rata-rata 54,78 pada siklus I meningkat menjadi B (Aktif) dengan skor nilai rata-rata 67,89. Menurut data yang ada, bahwa keberhasilan belajar pada siklus II lebih baik dari siklus I maupun pada pra siklus, dengan demikian hasil pembelajaran sudah semaksimal mungkin yang sesuai dengan harapan. Pembahasan Dengan melihat perbandingan hasil tes pra siklus (kondisi awal), siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil

42

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

perolehan nilai rata- rata siswa meningkat menjadi 82 pada siklus II. Selain itu dapat 8,57% dari nilai rata-rata 67 pada pra siklus dilihat pada data dan diagram nilai rata-rata, menjadi 73 pada siklus I , dan meningkat nilai tertinggi dan nilai terendah pada setiap 7,59% dari nilai rata-rata 76 pada siklus I siklus dibawah ini : . Tabel 1. Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa No Keterangan Pra Siklus Siklus I Siklus II 1 Nilai tertinggi 84 86 88 2

Nilai Terendah Nilai Rata-rata

50 67

60 73

76 82

Gambar 2. Diagram Hasil Belajar Berdasarkan Nilai Siswa Dari hasil belajar sejumlah 25 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 75 (C), pada pra siklus 12 siswa (48%) tuntas dan 13 siswa (52%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 17 siswa (68%) dan tidak

tuntas 8 siswa (32%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 25 siswa (100%) tuntas, berikut data dan diagram ketuntasan pada pra siklus, siklus I dan siklus II sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM No. 1. 2.

Ketuntasan Belajar Tuntas Tidak Tuntas Jumlah

Pra Siklus Jlh. Siswa 12 13 25

Persen (%) 48 52 100

Siklus I Jlh. Siswa 17 8 25

Persen (%) 68 32 100

Siklus II Jlh. Siswa 25 25

Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Siswa Berdasarkan KKM Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

Persen (%) 100 100

Yusrawati, Meningkatkan Hasil Belajar Norma Masyarakat Indonesia

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami peningkatan, dimana keaktifan siswa mempunyai peningkatan sebesar 19,60% dari keaktifan siswa pada pra siklus ke siklus I dan 21,37% dari siklus I ke

43

siklus II, sehingga mendukung keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut data dan diagram observasi keaktifan siswa mulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II

Tabel 3. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Keaktifan Siswa a . Skor rata-rata b. Kualifikasi

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

45,00 Kurang aktif (C)

54,78 Kurang aktif (C)

67,89 Aktif (B)

Gambar 4. Diagram Hasil Observasi Keaktifan Siswa

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang ada, dapatlah dikatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran STAD pada pembelajaran PPKn dalam materi norma masyarakat Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa dapat meningkatkan hasil belajarnya sesuai dengan harapan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa, dimana melalui STAD mempunyai strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk memberikan kesempatan kepada siswa terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa sehingga siswa mampu aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikan secara kelompok, sehingga mendapatkan hasil belajar sesuai harapan. 2. Efektifitas STAD dalam meningkatkan hasil belajar norma masyarakat Indonesia

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

3.

pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa, dimana keaktifan siswa mempunyai peningkatan sebesar 19,60% dari keaktifan siswa pada pra siklus ke siklus I dan 21,37% dari siklus I ke siklus II, sehingga dengan adanya keaktifan siswa membuat efektifitas belajar dalam proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar norma masyarakat Indonesia melalui STAD pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jeumpa, dimana tingkat hasil belajar sejumlah 25 siswa mencapai ketuntasan berdasarkan nilai KKM 75 (C), pada pra siklus 12 siswa (48%) tuntas dan 13 siswa (52%) tidak tuntas, sedangkan pada siklus I siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 17 siswa (68%) dan tidak tuntas 8 siswa (32%) serta pada siklus II semua siswa berjumlah 25 siswa (100%) tuntas belajar.

Saran Berkaitan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan model STAD sesuai dengan materi yang diajarkan,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

untuk efektifitas dan meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Ari Kunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, cet VI. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kemendikbud. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Pembukuan Balitbang. Ibrahim, M. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Mulyana, Etin Solihatin. 2005. Menjadi Guru Profesional, Memciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remeja Rosdakarya Offset. Moh User Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oemar, Hamalik. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Saifudin Azwar. 1998. Tes Prestasi II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. S. Nasution. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara. Sudjana, Nana. 2009. Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suharjono. 2009. Penelitian Tindakan. Malang : LP3UM. Sugiyanto, 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: PSG Rayon 13. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori & Apilkasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Trianto. 2009. Mendesaian Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya:Kencana.

Yusrawati, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Jeumpa

44

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

45

MENINGKATKAN KETRAMPILAN MENYUSUN RPP BERBASIS K13 MELALUI MODELING KKKS GUGUS III SD NEGERI 28 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN

Oleh Zainuddin*

Abstrak Hasil pemantauan, penilaian, pendampingan, pembinaan, supervisi dan pengembangan keprofesian berkelanjutan, bagi 7 orang kepala sekolah binaan gugus III SD Negeri 28 Peusangan masih belum melaksanakan tugasnya sebagai guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ternyata kepala sekolah masih kurang mampu menyusun RPP, menerapkan RPP yang berbasis saintifik, dan kepala sekolah masih kurang mampu menilai pembelajaran siswa secara otentik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui cara meningkatkan ketrampilan kepala sekolah menyusun RPP dengan pemberian model dan untuk mengetahui tingkat ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis kuirkulum nasional. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan sejak 01 September s/d 30 November 2015 semester II, tahun pelajaran 2015/2016. Dengan Penelitian Tindakan sekolah, melalui tahap perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian model efektif dapat meningkatkan ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis kurikulum nasional, dengan hasilnya adalah tingkat ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis kurikulum nasional memperoleh nilai rata-rata adalah pada pra siklus yaitu 67, kualifikasi C. Hasil siklus 1 dengan memperoleh nilai rata-rata 72,77, kualifikasi B, dan hasil peningkatan kemampuan kepala sekolah pada siklus 2 yaitu 77,38 dengan kualifikasi B. Kata kunci : Kepala Sekolah, Ketrampilan, dan Menyusun RPP

PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010, tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah, kepala sekolah tuganya adalah mengelola kegiatan administrasi yang berhubungan dengan manajemen sekolah dengan beban kerja setara 18 jam pelajaran, disamping itu sebagai guru masih wajib melaksanakan tugas pembelajaran di kelas dengan beban tugas 6 jam pelajaran, sehingga tugasnya mencapai 24 jam pelajaran. Sebagaimana tugas pokok guru yaitu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi serta membimbing siswa dalam proses pembelajaran. Kepala sekolah idealnya dapat menjadi contoh bagi para guru bawahannya dalam merencanakan, melaksanakan, evaluasi, dan seluruh kegiatan rangkaian tugasnya secara akademik di kelas. Hasil pemantauan, penilaian, pendampingan, pembinaan, supervisi dan pengembangan keprofesian berkelanjutan, kepala sekolah belum melaksanakan tugas

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

pokoknya di kelas sebagai guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Setelah melalui pengkajian yang mendalam, ternyata kepala sekolah masih kurang mampu menyusun dan menerapkan RPP yang berbasis saintifik, masih kurang mampu menilai pembelajaran siswa secara otentik. Sebanyak 7 orang kepala sekolah dalam gugus III SDN 28 Peusangan gagal menjadi contoh bagi guru bawahannya dalam merencanakan dan melaksanakan PBM di kelas. Hal ini sangat berpengaruh negatif terhadap pelaksanaan penilaian kinerja guru dengan orientasi penilaian perangkat pembelajaran dalam perencanaan dan RPP, pengembangan strategi saintifik, dan kegiatan menilai PBM siswa yang berbasis kurikulum nasional. Pengawas sekolah adalah berusaha membantu kepala sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya sebagai guru dalam kegiatan akademik dengan membina, dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kepala sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

mengevaluasi PBM siswa, serta menindaklanjuti hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan pendidikan dan latihan, berkolaborasi dengan teman pengawas lainnya membina ketrampilan kepala sekolah baik dalam menyusun, menerapkan, dan menilai RPP kepala sekolah binaan dalam mencapai meningkatnya kompetensi kepala sekolah dapat melaksanakan tugas mengajar di kelas mencapai tujuan pendidikan, mampu mengangkat mutu kelas, mutu sekolah dan mutu pendidikan. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. 1. Prinsip Penyusunan RPP a. Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari KI-4). b. Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. c. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik) d. Berpusat pada peserta didik e. Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar,

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

f.

g. h.

i.

46

menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Berbasis konteks Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar. Berorientasi kekinian Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini. Mengembangkan kemandirian belajar

Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antar kompetensi dan/atau antar muatan ; a. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. b. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Komponen dan Sistematika RPP B. Menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indicator atau

Zainuddin, Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13

beberapa indicator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. 1. Unsur pokok dalam RPP a. Identitas mata pelajaran (tema, nama mata pelajaran, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan). b. Kompetensi dasar dan indikatorindikator yang hendak tercapai. c. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indicator. d. Kegiatan pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indicator). e. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. f. Penilaian dan tinddak lanjut (prosedur dan instrument yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian). 2. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP RPP pada dasarnya merupakan kurikulum mikro yang menggambarkan tujuan/kompetensi, materi/isi pembelajaran, kegiatan belajar, dan alat evaluasi yang digunakan. Efektifitas RPP tersebut sangat dipengaruhi beberapa prinsip perencanaan pembelajaran berikut: 1. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kondisi siswa. 2. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kurikulum yang berlaku. 3. Perencanaan pembelajaran harus memperhitungkan waktu yang tersedia. 4. Perencanaan pembelajaran harus merupakan urutan kegiatan pembelajaran yang sistematis. 5. Perencanaan pembelajaran bila perlu dilengkapi dengan lembaran kerja/tugas dan atau lembar observasi.

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

6. 7.

47

Perencanaan pembelajaran harus bersifat fleksibel. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada pendekatan system yeng mengutamakan keterpaduan antara tujuan/kompetensi, materi, kegiatan belajar dan evaluasi.

3. Langkah-langkah Penyusunan RPP 1. Mengisi kolom identitas 2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan 3. Menentukan SK, KD, KI, dan indicator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun. 4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KS, dan indicator yang telah ditentukan(lebih rinci dari KD dan indikator, pada saat-saat tertentu rumusan indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indicator sudah sangat rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi). 5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran a. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan b. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir. c. Dalam merumuskan langkah-langkah pembelajaran juga harus mencerminkan proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. d. Menentukan alat/bahan/sumber belajar yang digunakan. e. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik perskoran, dan lain-lain. C. Pengertian Pembelajaran Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2). Sedangkan yang dimaksud pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yangdipelajari siswa”. Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya, 1992 dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/ pengertian dan-ciri-ciri-pembelajaran). Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (Hasibuan J.J,1992) Suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne) Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com). Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

48

.Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal. Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. D. Proses Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan kompetensi yang wajib dimiliki guru, dalam bahan ajar ini dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep dasar proses pembelajaran dan pelaksanaannya baik di dalam kelas, di laboratorium serta di lapangan. Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran dan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Kedua konsep tersebut memiliki konsekuaensi yang berbeda terhadap pelaksanaan proses pembelajaran. 1. Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran Mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu. Dalam konteks ini, mentransfer ti-dak diartikan dengan memindahkan, seperti misalnya mentransfer uang. Se-bab, kalau kita analogikan dengan mentransfer uang, maka jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang akan berkurang bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain. Apakah mengajar juga demikian? Apakah ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru, akan menjadi berkurang setelah dilakukan proses mentransfer? Tidak bukan? Bahkan mungkin saja ilmu yang dimiliki guru akan semakin bertambah.

Zainuddin, Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13

Karena itu kata mentransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti menyebarluaskan atau memindahkan materi pelajaran. Ketika materi dipindahkan atau disebarluaskan, maka materi itu akan berkembang dan semakin bermanfaat. Untuk proses mengajar, sebagai proses menyampaikan pengetahuan akan lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith (1987) bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill). 2. Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan Pandangan lain mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan dengan harapan agar siswa belajar. Dalam konsep ini yang penting adalah belajarnya siswa. Untuk apa menyampaikan materi pelajaran kalau siswa tidak berubah tingkah lakunya? Untuk apa siswa menguasai materi pelajaran sebanyak-banyaknya kalau ternyata materi yang dikuasainya itu tidak berdam-pak terhadap perubahan perilaku dan kemampuan siswa. Dengan demikian yang penting dalam mengajar adalah proses merubah perilaku. Dalam kontek ini mengajar tidak ditentukan oleh lamanya serta banyaknya materi yang di-sampaikan, akan tetapi dari dampak proses pembelajaran itu sendiri. Bisa ter-jadi guru hanya beberapa menit saja di muka kelas, namun dari waktu yang sangat singkat itu membuat siswa sibuk melakukan proses belajar, itu sudah dikatakan mengajar. E. Kompetensi Guru 1. Pengertian Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individe untuk mengerjakan berbagai tugas dlam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh 2 faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

49

intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawabharus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. 2. Kompetensi Pedagogik Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat(1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru seperti diamanatkan dalam Peraturan pemerintah diatas adalah kompetensi pedagogik. Dalam Undang-Undang N0.14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interiksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melaksanakan penilaian. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional, menurut jurnal tersebut, untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal yaitu: a. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya. b. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

d. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya,. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harustahu mana yang benar dan salah,serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. Seperti uraian diatas, unsur pertama dalam kompetensi pedagogik seorang guru adalah kemampuan merencanakan program belajar mengajar. Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: 1). Merencanakan pengorganisasian bahanbahan pengajaran, 2). Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, 3). Merencanakan pengelolaan kelas, 4). Merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran,dan 5). Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Depdiknas (2004:9) bahwa kompetensi penyusunan rencana pembelajaran: 1). Mampu mendeskripsikan tujuan, 2). Mampu memilih materi, 3). Mampu mengorganisir materi, 4). Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, 5). Mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, 6). Mampu meyusun perangkat penilaian, 7). Mampu menentukan teknik penilaian, dan 8). Mampu mengalokasikan waktu. Berdasarkan uaraian diatas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahaan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan. Perangkat perencanaan pembelajaran yang mengandung unsur-unsur tersebut diatas dan merupakan perangkat pembelajaran paling utama adalah silabus pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

50

F. Peran Kepala Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 28 tahun 2010, tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah, kepala sekolah tuganya adalah mengelola kegiatan administrasi yang berhubungan dengan manajemen sekolah dengan beban kerja setara 18 jam pelajaran, disamping itu sebagai guru masih wajib melaksanakan tugas pembelajaran di kelas dengan beban tugas 6 jam pelajaran, sehingga tugasnya mencapai 24 jam pelajaran. Tugas ini sebagaimana tugas pokok guru yaitu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi serta membimbing siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Sebagai kepala sekolah idealnya adalah dapat menjadi contoh bagi para guru bawahannya dalam merencanakan, melaksanakan, evaluasi, dan seluruh kegiatan rangkaian tugasnya secara akademik di kelas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah menegaskan bahwa seorang kepala sekolah harus memiliki 5 (lima) dimensi kompetensi minimal yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kompetensi supervisi kepala sekolah perlu dikembangkan dalam usaha membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu tugas kepala sekolah adalah melaksanakan supervisi akademik. Setiap kepala sekolah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik. Sasaran supervisi akademik adalah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, pemilihan strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran. Supervisi akademik oleh kepala sekolah adalah: (a) membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa, (b) membimbing guru dalam melaksanakan

Zainuddin, Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13

kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa, (c) membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, dan (d) memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan sekolah (PTS) ini dirancang dengan tindakan secara berulang sebanyak dua kali (2 siklus), dengan prosedure perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, dengan rincian kegiatan sebagai berikut ; Kegiatan awal ; a. Melaksanakan supervisi kelas khususnya kepala sekolah. b. Melaksanakan pemantauan PBM kepala sekolah. c. Mengidentifikasi kelemahan kepala sekolah dalam melakukan tugas pembelajaran selama 6 jam pelajaran di kelas. d. Mengkomunikasikan kelemahan ini dengan sesama pengawas sekolah. e. Mengambil kesimpulan bahwa kepala sekolah tidak melaksanakan tugasnya sebagai guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. f. Mengadakan pendekatan dengan supervisi akademik keberadaan administrasi dan perangkat pembelajaran kepala sekolah. g. Menganalisis kelengkapankelengkapan administrasi perangkat pembelajaran (PBM) kepala sekolah khususnya dalam menyusun dan menilai RPP berbasis Kurikulum nasional. h. Mendiskusikan strategi tindakan yang tepat dengan pengurus KKKS gugus, dan Kepala UPTD agar kelemahan kepala sekolah dapat ditindaklanjuti dengan pembinaan dan peningkatan kompetensi kepala sekolah dalam menyusun dan menilai RPP serta menerapkannya di PBM kelas. i. Melakukan kolaborasi penulis, teman-teman pengawas, pengurus KKKS gugus dengan kepala

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

51

sekolah dan penentuan kegiatan pembinaan. j. Menentukan kebijakan untuk pembinaan dan peningkatan kompetensi kepala sekolah dalam merencanakan dan menilai RPP guru. Kegiatan inti ; a. Melaksanakan pertemuan dengan kepala sekolah menyangkut tanggung jawab, strategi peningkatan mutu, dan penilaian kinerja serta pengembangan tugas pokok kepala sekolah. b. Membicarakan bersama kepala sekolah pentingnya tehnik menyusun dan menilai RPP yang benar sesuai tuntutan instrumen PK Guru. c. Menetapkan cara menyusun dan menilai RPP berbasis kurikulum nasional sebagai materi pembinaan kepala sekolah. d. Menetapkan rencana kegiatan dan jadwal pembinaan kepala sekolah sebagai guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. e. Menetapkan efektifitas pertemuan dan pembinaan dengan modeling. f. Menetapkan tehnik pengumpulan data dengan observasi. g. Menetapkan siklus I, (penyusunan jadwal/rencana kegiatan). h. Menetapkan siklus II, (pelaksanaan supervisi akademik). i. Melaksanakan pembinaan dengan jadwal yang disepakati. j. Melaksanakan kegiatan, observasi dan refleksi secara baik. Kegiatan akhir ; a. Memberikan motivasi kepada kepala sekolah untuk mampu mengajar. b. Mendorong kepala sekolah untuk menjadi contoh bagi gurunya di sekolah. c. Bertekat menjadi model dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran di kelas. d. Memberikan model RPP kepada kepala sekolah untuk mencoba menyusun RPP

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

e. Melakukan pendampingan kepada kepala sekolah dengan kunjungan ke sekolah, dalam hal ini sebagai pengawas dapat melakukan pendampingan. f. Melakukan pembinaan berkelanjutan kepada kepala sekolah agar mampu menyusun RPP dengan baik dan mampu menilai kinerja guru serta mampu melaksanakan supervisi akademik dengan baik.

52

g. Menganalisis perkembangan kepala sekolah dalam menyusun RPP dan melaksanakan pembelajaran di kelas. h. Menindaklajuti hasil pembelajaran oleh kepala sekolah dengan mengajak diskusi menemukan kelemahan dan kekurangannya. i. Menyusun rencana / umpan balik. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian pra siklus

Tabel 1 Format Observasi Dalam Menyusun dan Menilai RPP No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

ASPEK YANG DIAMATI

BAIK

Mampu menentukan Identitas dalam RPP Paham dalam menentukan Kompetensi Inti (KI 1, 2, 3, 4) Memahami cara memilih KD dari KI 1 dan KI 2 Mampu merumuskan indikator untuk KD dari KI 1 dan KI 2. Mampu mengidentifikasi KD dari KI 3 dan KI 4. Mampu merumuskan Indikator untuk KD dari KI 3 dan KI 4 Mampu merumuskan materi pembelajaran Mampu merumuskan langkah-langkah pembelajaran saintifik Mampu / paham menerapkan pembelajaran saintifik Paham cara mengembangkan Pembelajaran Terpadu (Tematik Integratif) Mampu menyusun RPP dengan baik dan benar Mampu menilai RPP yang baik dan benar Mampu / paham melaksanakan penilaian autentik Jumlah Jumlah Nilai Rata-rata Kualifikasi

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

KEMAMPUAN SEDANG KURANG



80 √

68



65



63



65



60



1 80

NILAI

1 73

73 √

70



68



67



65



67



60

11 718

13 871 67 C

Zainuddin, Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13

53

B. Hasil penelitian siklus 1 Tabel 2 Format Observasi Dalam Menyusun dan Menilai RPP No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

ASPEK YANG DIAMATI

BAIK

Mampu menentukan Identitas dalam RPP Paham dalam menentukan Kompetensi Inti (KI 1, 2, 3, 4) Memahami cara memilih KD dari KI 1 dan KI 2 Mampu merumuskan indikator untuk KD dari KI 1 dan KI 2. Mampu mengidentifikasi KD dari KI 3 dan KI 4. Mampu merumuskan Indikator untuk KD dari KI 3 dan KI 4 Mampu merumuskan materi pembelajaran Mampu merumuskan langkah-langkah pembelajaran saintifik Mampu / paham menerapkan pembelajaran saintifik Paham cara mengembangkan Pembelajaran Terpadu (Tematik Integratif) Mampu menyusun RPP dengan baik dan benar Mampu menilai RPP yang baik dan benar Mampu / paham melaksanakan penilaian autentik Jumlah Jumlah Nilai Rata-rata Kualifikasi

KEMAMPUAN SEDANG KURANG



88 √

75



73 √



70 72



1 88

NILAI

65



75



73 √

68



70



75



77

7 520



65

5 338

13 946 72,77 B

C. Hasil penelitian siklus 2 Tabel 3 Format Observasi Dalam Menyusun dan Menilai RPP No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

ASPEK YANG DIAMATI

BAIK

Mampu menentukan Identitas dalam RPP Paham dalam menentukan Kompetensi Inti (KI 1, 2, 3, 4) Memahami cara memilih KD dari KI 1 dan KI 2 Mampu merumuskan indikator untuk KD dari KI 1 dan KI 2. Mampu mengidentifikasi KD dari KI 3 dan KI 4. Mampu merumuskan Indikator untuk

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

KEMAMPUAN SEDANG KURANG



NILAI 90



78



75



72



75



72

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

KD dari KI 3 dan KI 4 Mampu merumuskan materi pembelajaran Mampu merumuskan langkah-langkah pembelajaran saintifik Mampu / paham menerapkan pembelajaran saintifik Paham cara mengembangkan Pembelajaran Terpadu (Tematik Integratif) Mampu menyusun RPP dengan baik dan benar Mampu menilai RPP yang baik dan benar Mampu / paham melaksanakan penilaian autentik Jumlah Jumlah Nilai Rata-rata Kualifikasi

Pembahasan Peningkapan kemampuan kepala sekolah dalam menyusun perangkat pembelajaran dapat menginspirasi guru binaannya meningkatkan kinerja melaksanakan pembelajaran, sehubungan dengan hasil pembinaan kepala sekolah sebagai guru dengan jadwal waktu selama 3 bulan, peningkatkan kemampuan sesuai data hasil kerja, dapat dilaporkan hasilnya, sebagaaimana gambaran dalam perolehan tabel-tabel hasil pembinaan, dari tindakan pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Kemampuan kepala sekolah dalam menentukan identitas pada RPP tidak ditemukan masalah, namun masih mengalami kekurangan dalam menentukan Kompetensi Inti, KI 1, 2, 3, 4 pada setiap materi, tema, kurang memahami cara memilih KD dari KI 1 dan KI 2, masih kurang mampu merumuskan indikator untuk KD dari KI 1 dan KI 2, masih mampu dalam mengidentifikasi KD dari KI 3 dan KI 4, dan yang tampak kekurangmampuan kepala sekolah merumuskan Indikator untuk KD dari KI 3 dan KI 4, masih ada kendala dalam merumuskan materi pembelajaran, masih perlu merumuskan langkah-langkah pembelajaran saintifik, kurang dalam menerapkan pembelajaran saintifik, kurang dapat mengembangkan pembelajaran terpadu (Tematik Integratif), masih kurang benar dalam menyusun RPP, masih belum tepat dalam menilai RPP yang baik dan benar,

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen



80



73



75



87 √

80



87 √

3 264

54

10 755

75 0 0

13 1019 78,38 B

masih terkendalanya dalam merancang dan melaksanakan penilaian autentik. Tahapan pra siklus para kepala sekolah binaan masih belum memahami tentang tehnis menyusun perangkat pembelajaran yang berbasis kurikulum 2013 atau kurikulum nasional, pada tahap ini kepala sekolah kurang memiliki kemampuan dalam menyusun RPP yang hanya memperoleh data hasil pembinaan yaitu memperoleh nilai rata hasilnya adalah 67 dengan kualifikasi kurang, dengan nilai C. Sedangkan pada tahap berikutnya adalah siklus 1 kemampuan kepala sekolah dapat meningkat dengan memperoleh angka rata-rata yaitu 72, 77 dengan kualifikasi Baik, dan nilai B. serta kemampuan kepala sekolah lebih meningkat pada tahapan siklus 2 dengan memperoleh nilai rata-rata yaitu 78,38 dengan kualifikasi Baik dengan nilai B. Pengawas memberikan pembinaan rutin dengan pendampingan, memfasilitasi dan melatih kepala sekolah dengan tindakan modeling, maka kemampuan kepala sekolah dalam menyusun perangkat pembelajaran dapat ditingkatkan dengan perlahan-lahan, sebagaimana gambaran peningkatan nilai kemampuan siklus diatas. Peningkatan kemampuan menyusun perangkat pembelajara ini diharapkan meningkatnya kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan proses pembelajarannya di kelas, serta dapat menjadi dorongan guru bawahannya untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya di

55

Zainuddin, Meningkatkan Ketrampilan Menyusun RPP Berbasis K13

kelas, sehingga tercapainya kualitas pendidikan yang dicapai anak-anak bangsa di Tabel 4 Hasil Pemberian Tindakan Tindakan Pra Siklus Nilai 67 Kualifikasi C

KESIMPULAN 1. Meningkatkan ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis Kurikulum nasional forum K3S gugus III SDN 28 Peusangan Kabupaten Bireuen adalah dengan melakukan pembinaan rutin dan berkelanjutan. 2. Melalui Modeling Pada K3S Gugus III SDN Peusangan dapat meningkatkan ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis Kurikulum nasional sehingga kepala sekolah yang juga sebagai guru dapatmelaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. 3. Tingkat ketrampilan kepala sekolah dalam menyusun RPP berbasis Kurikulum nasional memperoleh nilai rata-rata pada tindakan pra siklus yaitu 67, kualifikasi C. Hasil siklus 1 dengan memperoleh nilai rata-rata 72,77, kualifikasi B, dan hasil peningkatakan kemampuan kepala sekolah pad siklus 2 yaitu 77,38 kualifikasi B.

Zainuddin* adalah Guru SD Negeri 28 Peusangan Bireuen

sekolah sebagai wujud peningkatan mutu pendidikan secara merata.

Siklus 1 72,77 B

Siklus 2 78,38 B

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

56

ANTISIPASI LEMBAGA PERBANKAN DI KOTA BANDA ACEH DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU) YANG DILAKUKAN OLEH NASABAH DAN KORPORASI

Oleh Zulfan Yusuf*

Abstrak Pasal 2 ayat (1) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009, menegaskan bahwa Bank umum konvensional/Syari’ah dan/atau BPR/BPRS wajib memiliki Sistem operasional prosedur (SOP) tantang Anti pencucian uang (APU) dan Pencegahan pendanaan terorisme (PPT) dan selanjutnya menerapkannya dalam operasional bank sehari-hari. Adapun tujuan dari penerapan program APU dan PPT sebagai antisipasi Lembaga perbankan dalam mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh orang perseorangan dan/atau korporasi tertentu untuk tujuan organisasinya yang illegal. Ditinjau dari sisi kepentingan nasabah Program APU dan PPT dinilai bertentangan dengan prinsip perbankan Indonesia, pada program APU dan PPT mewajibkan nasabah memberitahukan asal usul dari dana yang akan disimpan dan tujuan dari penyimpanan tersebut di bank, sementara pada prinsip perbankan Indonesia mewajibkan lembaga perbankan merahasiakan data nasabah, baik untuk kepentingan bank sendiri maupun terhadap kepentingan pihak ketiga lainnya. Dalam operasional bank program APU dan PPT hendaknya dijalankan secara bertahap, hal ini dimaksudkan agar tidak mempengaruhi trend penghimpunan dana masyarakat, selanjutnya bank berkepentingan menyelenggarakan sosialisasi dan training, baik diberikan kepada petugas khusus yang menangani program tersebut maupun kepada masyarakat luas, sehingga mudah dipahami bahwa keberadaan program APU dan PPT semata-mata hanya melindungi dana masyarakat selama diinvestasikan disuatu bank. Disarankan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap Lembaga Perbankan agar bersungguh-sungguh melaksanakan program APU dan PPT, selanjutnya memberikan sanksi hokum yang tegas kepada bank yang tidak menjalankan program APU dan PPT dalam operasional banknya. Terakhir diminta kepada Pemerintah sebelum memberikan sanksi hokum kepada bank berupa pemberhentian pengurus dari kegiatan bank dan/atau mencabut izin operasional suatu bank, agar lebih mengedepankan segi edukasi, dalam artian bahwa bank – bank tersebut diberi kesempatan untuk melakukan introspeksi kelembagaan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga perbankan tetap dapat dijaga dan dipertahankan dari waktu kewaktu. Kata Kunci: Bank dan Anti Pencucian Uang PENDAHULUAN Kejahatan pencucian uang (money laundering) merupakan salah satu jenis kejahatan white collar crime di lapangan ekonomi dan perdagangan. Dalam banyak kasus yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini pelaku kejahatan pencucian uang sebahagian besar dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan public dan/atau dilakukan oleh pengusaha yang dalam aktivitas usahanya mendapat dukungan financial dari pemerintah pusat dan setempat, sehingga tidak berlebihan kalau kejahatan tersebut juga disebut kejahatan khusus (special crime), oleh karenanya dalam

penanganannya harus dilakukan secara khusus pula. Kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan yang sangat berbahaya, sebab kejahatan tersebut secara structural dapat mengancam stabilitas ekonomi dan system moneter Negara, disamping juga sifatnya sangat lincah dan fleksibel, karena dengan mudah dapat melintasi batas-batas Negara, jika ditinjau dari sisi historis pada mulanya kejahatan pencucian uang dilakukan secara tradisional oleh mafia Amerika dengan membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian dengan cara illegal, namun seiring

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi secara langsung mempengaruhi modus operandi kejahatan pencucian uang, yaitu yang awalnya dilakukan secara manual dan saat ini dilakukan dengan cara E.Commerce dan Banking of Technologi System, dimana antara para pihak dalam melakukan transaksi perdagangan tidak saling bertemu secara face to face, namun cukup dengan menggunakan jasa internet dan telekomunikasi, sementara kata sepakat dicapai ketika para pihak menyatakan keinginannya dan berkomitmen untuk mengimplementasikan dalam transaksi perdagangan dan usahanya secara bersamasama. Sebagai antisipasi dimanfaatkannya lembaga perbankan sebagai tempat pencucian uang, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 menegaskan bahwa bank umum dan/atau BPR/BPRS wajib memiliki system operasional procedure (SOP) tentang anti pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT) Program APU dan PPT secara tidak langsung bertentangan dengan prinsip perbankan Indonesia, yang mana pada program APU dan PPT mengedepankan prinsip transparansi dan keterbukaan, dengan mewajibkan nasabah memberitahukan asal usul dana simpanan dan tujuan menyimpan uang di bank, sementara prinsip perbankan Indonesia mewajibkan lembaga perbankan merahasiakan data keuangan nasabahnya dari kepentingan pihak ketiga dan/atau patut diduga akan diketahui dan dapat disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak berhak untuk kepentingan dirinya dan/atau orang lain. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka yang menjadi dasar kajian dalam Karya Ilmiah ini adalah, sebagai berikut : 1. Apakah PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 dan PBI No. 10/20/PBI/2010, tanggal 1 Desember 2010 tidak bertentangan dengan prinsip perbankan Indonesia 2. Sejauhmana pengaruh program APU dan PPT terhadap trend penghimpunan dana masyarakat di lembaga perbankan 3. Apa antisipasi Lembaga Perbankan dalam memberantas terjadinya Pencucian Uang di Kota Banda Aceh

57

PEMBAHASAN 1. Pengertian APU dan PPT Pengertian program APU dan PPT tidak ditemukan dalam literature manapun, disamping juga belum ada pakar dan pemerhati masalah hukum yang membahas khusus tentang program APU dan PPT, sehingga sulit diberikan definisi berkaitan dengan anti pencucian uang, namun demikian untuk memberikan pemahaman awal tentang program APU dan PPT tersebut, maka berdasarkan penjelasan peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 dan PBI No. 10/20/PBI/2010, tanggal 1 Desember 2010 adalah suatu tindakan pencegahan (preventif) yang dilakukan oleh bank umum konvensional dan/atau syari’ah dan BPR/BPRS dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejahatan pencucian uang, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan untuk memperkaya dirinya maupun korporasi tertentu untuk kepentingan organisasinya. Selanjutnya pengertian pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010, tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU), adalah Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan dan/atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya ataupun patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau manyamarkan asal usul harta kekayaan , sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Kejahatan pencucian uang merupakan salah satu bentuk kejahatan kerah putih (white collar crime), pertama sekali dikemukakan oleh kriminolog dari Amerika Serikat yang bernama Edwin H. Sutherland, melalui bukunya berjudul White collar crime yang diterbitkan pada tanggal 27 Desember 1939. Berbeda dengan kejahatan konvensional lainnya yang melibatkan pelaku kejahatan jalanan (street crime, blue crime, jeans crime), sebaliknya kejahatan kerah putih dalam prakteknya sebahagian besar dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan tertentu di pemerintahan dan/atau pejabat swasta yang dalam aktivitasnya mendapat fasilitas tertentu dari pemerintah pusat dan pemerintah

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Zulfan Yusuf, Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh

setempat dan dilakukan secara terorganisir (organized crime). Dalam prakteknya kejahatan pencucian uang menggunakan transaksi secara tunai, namun dewasa ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang transportasi dan informasi, secara langsung berimplikasi terhadap modus operandi kejahatan bank, yang tadinya dilakukan secara manual berubah dapat dilakukan tanpa harus datang ke bank, yaitu dengan cara ECommerce atau Phone banking, yang dapat diakses secara luas tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Berdasarkan penjelasan tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa antara program APU dan PPT memiliki kaitan yang sangat erat dengan Kejahatan Pencucian Uang. Kejahatan pencucian uang (money laundering) sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 mengatur tentang kejahatan pencucian uang dalam arti sempit dan luas, dalam arti sempit adalah setiap tindakan yang berusaha menjadikan pendapatan dan/atau kekayaan yang diperoleh secara illegal seolaholah menjadi kekayaan yang sah, sedangkan kejahatan pencucian uang dalam arti luas adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010, tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Perbedaan yang sangat prinsip tersebut dalam hal pertanggungjawaban pidana memberikan keleluasaan kepada aparat penegak hukum dalam menafsirkan sifat dan bentuk kejahatan yang terjadi di lembaga perbankan dan/atau lembaga ekonomi lainnya secara lebih tajam dan obyektif, sehingga dengan cepat dan tepat dapat diformulasikan penanganannya dalam bentuk tindakan nyata. 2. Pengaturan Program APU dan PPT Program APU dan PPT diatur melalui peraturan Bank Indonesia, antara lain sebagai berikut : 1. PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009, mengatur tentang program APU dan PPT bagi bank umum konvensional dan/atau syari’ah 2. PBI No. 10/20/PBI/2010, tanggal 1 Desember 2010, mengatur tentang program APU dan PPT bagi BPR/BPRS Pasal 3 ayat (1) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009, menegaskan bahwa program APU dan PPT merupakan bagian dari

58

pengelolaan risiko kepatuhan dan operasional bank secara keseluruhan. Lebih lanjut Pasal 3 ayat (2) menegaskan bahwa penerapan program APU dan PPT sebagaimana maksud dari Pasal 2 ayat (1) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 mencakup, antara lain : 1. Adanya pengawasan aktif dari Dewan Komisaris dan Direksi 2. Kebijakan dan prosedur 3. Pengendalian intern 4. System informasi manajemen 5. SDM dan Pelatihan Berdasarkan penjelasan dari Pasal 3 ayat (2) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009, dapat dipahami, bahwa : a. Program APU dan PPT merupakan bahagian dari pengelolaan risiko bank, selain risiko operasional, reputasi, risiko hukum dan risiko pasar b. Program APU dan PPT bertujuan untuk mengamankan lembaga perbankan dari upaya pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan bank sebagai media untuk pencucian uang c. Program APU dan PPT bertujuan untuk meningkatkan daya saing lembaga perbankan menjadi industri yang diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi Nasional. 3. Manfaat Diterapkannya Program APU dan PPT dalam Operasional Perbankan. Berbicara tentang manfaat atau kegunaan dari program APU dan PPT ada baiknya terlebih dahulu kita menelaah teori efektivitas yang dikemukakan oleh Soerjono soekanto, yang mengemukakan setidaknya terdapat 5 faktor untuk menilai efektif tidaknya suatu aturan hukum, antara lain : 1. Factor hukumnya sendiri (Undang – undang) 2. Factor penegak hokum (membentuk dan menjalankan hokum) 3. Factor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hokum 4. Factor masyarakat (lingkungan dimana aturan hokum tersebut berlaku atau diterapkan) 5. Factor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan kepada prakarsa manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari. Relevan dengan teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto,

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

maka Romli Atmasasmita mengatakan faktor – faktor yang dapat menghambat efektivitas penegak hokum tidak hanya terletak pada sikap mental dari aparat penegak hokum (Hakim, jaksa, polisi dan pengacara), akan tetapi juga terletak pada factor sosialisasi hukum yang sering dilakukan Agar terwujudnya suatu penegakan hukum yang responsive dibutuhkan hukum progresif, kata progresif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “ Progressive” yang berarti maju, kata progresif menurut bahasa Indonesia berarti kearah kemajuan, berhaluan kearah perbaikan. Berdasarkan pengertian tersebut Satjipto Raharjo menawarkan teori progresif, yang mana inti dari hokum progresif terletak pada berfikir dan bertindak, progresif membebaskan dari teks hokum, karena pada akhirnya hokum itu bukan untuk dokumen semata, melainkan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Lebih lanjut Satjipto Raharjo menjelaskan bahwa pemikiran hokum perlu kembali kepada filosofi dasarnya, yaitu hokum untuk manusia, dengan filosofi tersebut maka manusia menjadi penentu dari titik orientasi hokum, hokum bertugas melayani manusia dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu hukum bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia, mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada kesejahteraan manusia, sebab itu hukum progresif menganut idiologi “ Hukum yang pro keadilan dan pro rakyat” Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia, hukum bukan sebagai institusi yang bersifat muthlak dan final, melainkan sebagai institusi bermoral dan bernurani karena sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi dan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia. Dalam perkembangan hokum setidaknya dapat diidentifikasi beberapa karakter hokum progresif yang diharapkan menjadi tipe hokum yang mampu memberi jalan bagi pembangunan hokum di Indonesia pada masa mendatang, dimana hokum progresif menganut paradigma, yaitu : 1. Hukum diciptakan untuk kesejahteraan manusia 2. Pluralisme hokum 3. Sinergi atas kepentingan pusat dan daerah

59

4. Koordinasi 5. Harmonisasi hukum Sementara asas yang menjadi dasar dalam penerapan hukum adalah, sebagai berikut : 1. Asas persatuan 2. Asas kesamaan derajat 3. Asas desentralisasi 4. Asas otonomi 5. Asas fungsional. Hukum progresif tidak berpikir sematamata menurut Legal way, tetapi lebih dari itu atau disebut Reasunable way, yaitu apabila terjadi kebuntuan, maka hokum progresif melakukan cara alternative yang kreatif diatas menjalankan Law to the Letter. Menurut Zudan Arif Fakhrullah, penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan, hukum dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, menegakkan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan – kepentingan yang berbeda dalam bingkai akar yang telah disepakati bersama. Oleh karenanya penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum Legalistic, namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas. Dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia, dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa masalah hukum yang selalu menonjol adalah masalah Law in Action dan bukan pada Law in the Books. Berdasarkan penjelasan dari teori Efektivitas yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dan teori Progresif yang disampaikan oleh Satjipto Raharjo dapat dipahami bahwa ketentuan APU dan PPT merupakan langkah preventif yang wajib dimiliki oleh setiap lembaga perbankan dalam menyikapi kemungkinan dimanfaatkannya lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan non bank lainnya oleh orang perseorangan dan/atau badan sebagai media pencucian uang. Tentunya ketentuan tersebut tidak hanya membantu lembaga perbankan dalam mendeteksi setiap terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang, namun yang lebih penting bermanfaat bagi masyarakat luas dalam menginvestasikan uangnya di Lembaga

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Zulfan Yusuf, Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh

Perbankan yang benar-benar sehat dan taat asas serta komitmen melindungi kepentingan nasabahnya. Karenanya program APU dan PPT pada dasarnya semata-mata bertujuan untuk melindungi dana-dana masyarakat yang diinvestasikan disebuah bank, disamping itu juga sebagai antisipasi lembaga perbankan mendeteksi masuknya dana-dana illegal dari orang perseorangan dan/atau korporasi tertentu, dengan demikian daya saing lembaga perbankan dapat terus ditingkatkan dan menjadi salah satu media berinvestasi yang aman dan menguntungkan. 4. Pengaruh Program APU dan PPT Terhadap Peningkatan Dana Masyarakat. Banyak factor menyebabkan kurang percayanya nasabah terhadap lembaga perbankan, dalam hal ini Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa “ Hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam – meminjam uang antara debitor dan kreditor yang dilandasi oleh asas kepercayaan “ Menurut Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitor dan kreditor yang diliputi oleh asas – asas umum dari hokum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara eksplisit Undang-undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan, yang membawa konsekwensi bank tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana, namun hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan yang membebankan kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiduciary obligations) kepada bank terhadap nasabahnya. Oleh karena itu masyarakat bisnis dan perbankan Indonesia berpendapat bahwa hubungan antara bank dan nasabah adalah juga hubungan yang berlandaskan kepercayaan. Berkenaan dengan seberapa jauh hubungan antara bank dan nasabah penyimpan, ada baiknya dilihat beberapa prinsip perbankan sebagai landasan fundamental Lembaga Perbankan di Indonesia, sebagai berikut :

60

a. Asas Kepercayaan (fiduciary principles) Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya, disini bank menjalankan operasionalnya dengan mengandalkan dana dari masyarakat yang disimpan di bank tersebut atas dasar kepercayaan, sehingga setiap lembaga perbankan wajib menjaga tingkat kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat menyimpan uangnya di bank semata-mata dilandasi oleh keyakinan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap bank tersebut dan rush dapat menjadi factor awal hancurnya suatu bank. b. Asas Kerahasiaan (confidential principle) Asas kerahasiaan adalah suatu asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dalam dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri, bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank, masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank. Apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan terhadap danadananya, baik langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan nasabah penyimpan dana, untuk itu bank senantiasa memegang teguh janji termasuk didalamnya kerahasiaan dana nasabah. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menjamin kerahasiaan nasabah penyimpan disuatu bank, dalam hal ini semua rahasia keuangan nasabah, namun demikian kerahasiaan nasabah ini dapat dikecualikan dalam hal-hal tertentu, yakni untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, korupsi, pencucian uang dan kejahatan khusus lainnya yang dalam prakteknya melibatkan nasabah

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

bank, baik sebagai pelaku maupun sebagai pihak yang membantu terjadinya kejahatan. Dengan demikian rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Keterikatan suatu bank terhadap ketentuan atau kewajiban merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya menunjukkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana dilandasi oleh asas kerahasiaan, oleh karena itu hubungan antara bank dan nasabah penyimpan adalah hubungan kerahasiaan, dalam artian bank ,menjamin bahwa dana dan/atau simpanan nasabah akan dirahasiakan dari pihak-pihak yang tidak berhak dalam kondisi dan situasi apapun. c. Asas kehati-hatian (prudential principle) Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Hal ini diatur dalam Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa bank wajib melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Sementara dalam ayat (3) juga menegaskan bahwa bank dalam menyalurkan pembiayaan dan kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya dikelola oleh bank tersebut. Tujuan diberlakukannya prinsip kehatihatian tidak lain agar bank selalu dalam kondisi sehat, dengan perkataan lain agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent, dengan prinsip kehati-hatian diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada masyarakat, namun yang

61

lebih penting adalah sebagai bagian dari system moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat luas, disamping tentunya nasabah penyimpan sendiri. Dengan demikian prinsip kehati-hatian bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar, dengan tetap mempedomani normanorma hokum yang berlaku dalam dunia perbankan, tentunya masyarakat senantiasa tetap mempercayai dananya dikelola oleh bank, yang pada gilirannya akan menciptakan system perbankan yang sehat dan efisien, dimana dalam arti sempit dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perkembangan ekonomi nasional. Dalam penjelasan umum UU No. 10 Tahun 1998 mengamanatkan agar prinsip kehati-hatian tersebut dipegang teguh, selanjutnya ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan, terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana kepada masyarakat, sehingga tidak timbul kredit bermasalah dan/atau macet yang nantinya dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank sendiri. Berdasarkan beberapa prinsip perbankan sebagaimana telah dikemukakan di atas bila dikaitkan dengan ketentuan APU dan PPT dalam hal peningkatan dana masyarakat dapat disimpulkan, sebagai berikut : a. Bahwa program APU dan PPT bertujuan untuk melindungi dana-dana nasabah penyimpan yang dipercayakan pengelolaannya di Lembaga Perbankan, sehingga keamanan dana nasabah tetap terpelihara dengan baik. b. Meningkatkan daya saing dan ketahanan bank, mengingat persaingan bank semakin kompetitif, dengan demikian kredibilitas lembaga perbankan diharapkan mampu menjadi pioneer diantara kompetitor lainnya. c. Menjadikan lembaga perbankan sebagai lembaga keuangan yang kokoh, tahan uji, mandiri dan professional, sehingga lembaga perbankan dengan mudah dan leluasa dapat melakukan mobilisasi danadana masyarakat, dengan demikian peran bank sebagai penyangga pembiayaan pembangunan bangsa dan Negara dapat terus ditingkatkan. d. Membentuk lembaga perbankan sebagai lembaga keuangan yang aman dan

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Zulfan Yusuf, Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh

menguntungkan dalam berinvestasi. Aman dalam artian bahwa semua dana yang disimpan bukan berasal dari hasil kejahatan pencucian uang (money laundering), sementara menguntungkan bank akan memberikan bunga dan/atau bagi hasil kepada setiap pemilik dana, sehingga kebijakan tersebut dapat merangsang masyarakat untuk menjadikan lembaga perbankan sebagai tempat berinvestasi yang aman dan menguntungkan. e. Membentuk lembaga perbankan menjadi lembaga keuangan yang bersih dan steril dari orang-orang yang memiliki latar belakang kriminal, yang dalam mendapatkan keuntungan dengan melakukan spekulasi yang merugikan orang lain dan menjadi ancaman terbesar bagi bangsa dan Negara. 5. Antisipasi Lembaga Perbankan di Kota Banda Aceh Dalam Menekan Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering) Sebagaimana telah dijelaskan pada bahagian terdahulu bahwa program APU dan PPT dibentuk untuk mengantisipasi dijadikannya lembaga perbankan sebagai media pencucian uang, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun korporasi tertentu untuk memperkaya diri dan organisasi terlarang lainnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 menjelaskan bahwa bank umum konvensional dan/atau syari’ah wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dan dalam pelaksanaan program dimaksud wajib berpedoman kepada ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang APU dan PPT. Mengingat pentingnya ketentuan tersebut, maka keberadaan peraturan APU dan PPT di Lembaga Perbankan tidak sekedar hanya memenuhi kewajiban semata, namun lebih jauh dapat dijadikan indicator patuh tidaknya bank terhadap peraturan pemerintah secara umum, khususnya menyangkut dengan pengamanan terhadap system Moneter, Keuangan dan Perbankan. Oleh karenanya bank yang tidak menjalankan program APU dan PPT dinilai tidak taat asas dan memungkinkan dapat

62

diturunkannya tingkat kesehatan bank tersebut dari sehat menjadi cukup sehat atau dari cukup sehat menjadi kurang sehat, begitu seterusnya sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009. Pelaksanaan program APU dan PPT dalam operasional bank sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) hal, sebagai berikut : 1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris 2. Kebijakan dan prosedur 3. Pengendalian intern 4. System informasi manajemen 5. SDM dan Pelatihan. Pengenaan sanksi kepada Lembaga Perbankan yang tidak menjalankan program APU dan PPT diatur dalam Pasal 50 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 adalah, sebagai berikut : (1) Terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan program APU dan PPT dan transaksi keuangan yang mencurigakan sebagaimana maksud Pasal 46 ayat (1) dikenakan sanksi administrative berupa kewajiban membayar denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) (2) Belum menyampaikan program APU dan PPT atau laporan transaksi yang mencurigakan sebagaimana maksud dari Pasal 50 ayat (1) dalam waktu lebih 1 bulan, sejak batas akhir penyampaian laporan, dikenakan sanksi administrative berupa pembayaran denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) (3) Tidak melaksanakan komitmen, antara lain : a. Penyelesaian hasil temuan pemeriksaan Bank Indonesia dalam kurun waktu 2 kali pemeriksaan b. Telah dituangkan dalam rencana kegiatan pengkinian data sebagaimana maksud dari Pasal 27 ayat (2) huruf b, dikenakan sanksi administrative berupa pengenaan denda sebesarRp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) (4) Bank tidak melaksanakan program APU dan PPT dan Pasal 52 UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 58 UU No. 21 Tahun 2008, tentang Bank Syari’ah, terdiri dari : a. Teguran tertulis b. Penurunan tingkat kesehatan bank dan/atau pembekuan kegiatan usaha tertentu

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

c. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia. d. Pemberhentian pengurus bank.1 Dari penjelasan Pasal 50 Peraturan Bank Indonesia sebagaimana tersebut di atas dapat dipahami bahwa sebahagian besar sanksi yang dapat dijatuhkan kepada lembaga perbankan hanya berbentuk administrasi, berupa kewajiban membayar denda kepada Negara, dalam artian bank-bank tersebut masih dimungkinkan untuk menjalankan operasional seperti biasanya. Selanjutnya bank umum konvensional dan/atau syari’ah tidak memiliki system operasional prosedur (SOP) tentang APU dan PPT dipandang tidak taat asas dan/atau tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas kejahatan pencucian uang, maka terhadap bank-bank tersebut dapat dikenakan sanksi administratif secara berjenjang, yang dimulai dari pemberian surat peringatan secara tertulis dengan pemberian kesempatan terhadap bankbank tersebut untuk memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya apabila bank umum konvensional dan/atau syari’ah tidak berupaya untuk memperbaiki kesalahannya atau tidak mengindahkan seruan dari Bank Indonesia untuk menjalankan program APU dan PPT dalam operasionalnya sehari-hari, maka terhadap bank-bank tersebut dapat ditingkatkan sanksi administratifnya, yaitu berupa pencabutan sebahagian izin operasional bank sampai kepada dimasukkannya karyawan, pengurus dan pemilik bank dalam daftar orang-orang yang dianggap tidak lulus kelayakan dan kepatutan (fit and profert test) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Pengenaan sanksi administratif dengan memasukkan pengurus, staff dan pemilik bank kedalam orang-orang yang tidak lulus kelayakan dan kepatutan dinilai sangat tepat, karena menurut ketentuan Bank Indonesia 1

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009, Sekretariat Gubernur Bank Indonesia, Jakarta Pusat, 2011.

63

mereka akan kehilangan kesempatan untuk dapat bekerja dan menempati posisi penting dilembaga perbankan dalam kurun waktu antara 3, 5 bahkan 20 tahun, tergantung seberapa besar tingkat kesalahan yang dilakukan sehingga bank dianggap tidak taat asas. Adapun tujuan dikenakannya sanksi tersebut agar pengurus, pemegang saham pengendali dan pihak terkait lainnya lebih serius dalam bekerja dan komitmen memegang amanah dan professional dalam mengelola bank, sehingga daya saing bank dapat terus ditingkatkan dari waktu kewaktu. Selanjutnya sanksi administrative terakhir yang dapat dijatuhkan kepada bank umum konvensional dan/atau syari’ah sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (3) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 adalah dengan memberhentikan pengurus bank dari jabatan aktif, pengurus disini terdiri dari jajaran Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas dan/atau UU No. 10 Tahun 1998, tentang Perbankan sebagai pejabat yang sangat bertanggung jawab terhadap kelangsungan usaha bank. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Bank umum konvensional/syari’ah dan/atau BPR/BPRS wajib memiliki system operasional prosedur (SOP) tentang anti pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT) dan dijalankan dalam operasional bank sehari-hari sebagai upaya mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering), baik dilakukan oleh orang perseorangan maupun korporasi tertentu. 2. Pelaksanaan peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 dan/atau PBI No. 12/20/PBI/2010, 1 Desember 2010 dinilai sebagai bahagian dari penerapan Manajemen Risiko bank secara keseluruhan dan sekaligus dijadikan indicator bank taat asas terhadap Peraturan Pemerintah. 3. Terhadap bank yang tidak taat asas sebagaimana maksud dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 dan/atau PBI No. 12/20/PBI/2010, tanggal 1 Desember 2010 dapat dikenakan sanksi hokum

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Zulfan Yusuf, Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 50 ketentuan tersebut di atas berupa, antara lain : a. Teguran tertulis b. Penurunan tingkat kesehatan c. Pembekuan kegiatan usaha tertentu d. Pencantuman pengurus, pemegang saham pengendali (PSP) dan Staff bank sebagai orang yang tidak lulus Fit Profert Test, dengan konsekwensi hokum yang bersangkutan tidak dapat melakukan akses dengan Lembaga Perbankan antara 3, 5 dan 20 tahun. e. Pemberhentian pengurus bank. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam beberapa bahagian sebelumnya, maka berikut ini dapat disampaikan kesimpulan dan saran adalah, sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Ketentuan APU dan PPT pada prinsipnya bertentangan dengan Sistem perbankan secara umum, yang mana pada APU dan PPT menuntut adanya keterbukaan dan transparansi terhadap asal usul dana simpanan nasabah, sementara pada prinsip perbankan Indonesia mewajibkan lembaga perbankan menjaga kerahasiaan dana nasabah, namun dalam upaya mencegah dijadikannya lembaga perbankan sebagai media Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun korporasi tertentu, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PBI No. 11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009 dan/atau PBI No. 12/20/PBI/2010, tanggal 1 Desember 2010 semua lembaga perbankan wajib memiliki system operasional procedure (SOP) APU dan PPT dan menjalankannya dalam kegiatan bank sehari-hari. 2. Dalam praktek perbankan ketentuan APU dan PPT dilaksanakan secara bertahap, hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu trend penghimpunan dana masyarakat. Selanjutnya lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senantiasa berkoordinasi dengan pihak PPATK , Kepolisian dan Kejaksaan, sehingga setiap terjadinya Kejahatan White

64

Collar Crime segera dapat diselesaikan dengan cepat, tepat dan terukur. 3. Lembaga perbankan yang tidak memiliki system operasional procedure APU dan PPT dan/atau memiliki ketentuan APU dan PPT terapi tidak dijalankan dalam operasional bank sehari-hari, maka berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (1), (20, (3) dan ayat (4) PBI No.11/28/PBI/2009, tanggal 1 Juli 2009, tanggal 1 Juli 2009 dapat dikenakan sanksi administratif adalah, sebagai berikut : a. Terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan program APU dan PPT dan transaksi keuangan yang mencurigakan sebagaimana maksud Pasal 46 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) b. Belum menyampaikan program APU dan PPT atau laporan transaksi yang mencurigakan sebagaimana maksud dari Pasal 50 ayat (1) dalam waktu lebih 1 bulan, sejak batas akhir penyampaian laporan, dikenakan sanksi administratif berupa pembayaran denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) c. Tidak melaksanakan komitmen, antara lain : 1. Penyelesaian hasil temuan pemeriksaan Bank Indonesia dalam kurun waktu 2 kali pemeriksaan 2. Telah dituangkan dalam rencana kegiatan pengkinian data sebagaimana maksud dari Pasal 27 ayat (2) huruf b, dikenakan sanksi administratif berupa pengenaan denda sebesar Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) d. Bank tidak melaksanakan program APU dan PPT dan Pasal 52 UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 58 UU No. 21 Tahun 2008, tentang bank syari’ah, terdiri dari : 1. Teguran tertulis 2. Penurunan tingkat kesehatan bank dan/atau pembekuan kegiatan usaha tertentu 3. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau kegiatan dalam catatan administrasi Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia 4. Pemberhentian pengurus bank dari kegiatan operasional bank. B. Saran 1. Dalam menjalankan ketentuan APU dan PPT lembaga perbankan hendaknya berkoordinasi dengan PPATK, Kepolisian dan Kejaksaan sehingga setiap terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering) dan actor intelektualnya dapat segera diungkap dan diusut secara tuntas, cepat dan terukur. 2. Kepada otoritas jasa keuangan (OJK) sebagai pengganti dari Bank Indonesia agar melakukan pengawasan yang lebih ketat dan tidak segan – segan memberikan sanksi yang tegas terhadap lembaga perbankan yang tidak menjalankan ketentuan APU dan PPT dalam kegiatan operasional banknya sehari – hari. 3. Disarankan dalam penjatuhan sanksi kepada lembaga perbankan yang tidak memiliki system operasional prosedur (SOP) tentang APU dan PPT dan/atau memiliki ketentuan APU dan PPT tetapi tidak dijalankan sebagaimana mestinya, lebih mengedepankan segi edukasi, dalam artian bank – bank tersebut diberi kesempatan untuk melakukan introspeksi kelembagaan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan tetap dapat dipertahankan dari waktu kewaktu. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 2003. Ensiklopedi Ekonomi Keuangan dan Perdagangan. Pradnya Paramitha, Jakarta. Achmad Ali. 2008. Menguak Realitas Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Barda Nawawi Arief. 2008. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Irman, TB. 2007. Praktek Pencucian Uang Dalam Teori dan Fakta. MQS

65

Publishing & Ayyccs Group, Bandung. -------------. 2008. Pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). MQS Publishing & Ayyccs Group, Bandung. Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum di Indonesia, Http;//Jimly, Multiply. Com/ diakses bulan Februari 2012 Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Raja Grafindo Persada, Jakarta. -------------. 2008. Manajemen Perbankan, Edisi Revisi. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern. Edisi Pertama. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. -------------. Hukum Perbankan Modern, Edisi kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004 Moelyatno. 2006. Bagaimana Mengungkap Kejahatan Perbankan di Indonesia. Gramedia Pustaka, Jakarta. Ninik, Suparni. 2007. Eksistensi Hukum Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan. Cetakan kedua. Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan Bank Indonesia (PBI), No. 12/20/PBI/2010, Tanggal 1 Desember 2010, tentang Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), Bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah. Peraturan Bank Indonesia (PBI), No. 11/14/PBI/2009, Tanggal 1 Juli 2009, tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Rachmadi, Usman. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Romli Atmasasmita. 2003. Pengantar Hukum Kejahatan Bank. Edisi kedua. Prenada Media, Jakarta. Satya Arinanta dan Ninuk Triyanti. 2011. Memahami Hukum Dari Konstruksi Sampai Implementasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Simanjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito, Bandung.

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Zulfan Yusuf, Antisipasi Lembaga Perbankan Di Kota Banda Aceh

Soerjono Soekanto. 1981. Penelitian Ilmu Hukum. Universitas Indonesia, Jakarta. Soerdjono Dirdjosisworo. 1984. Ruang Lingkup Kriminologi. Remadja Karya, Bandung. ---------------------------------.1984. Kejahatan Mafia. Armico, Bandung. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1998, Nomor 182.

66

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Tahun 2010, Nomor 364. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2004, Nomor 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Tahun 2007, Nomor 106.

Zulfan Yusuf, SH, MH* adalah Dosen Universitas Seambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

67

KAJIAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE CALON GURU Oleh Rini Sulastri* Abstrak Pedagogigal Content Knowledge (PCK) merupakan kombinasi dari dua unsur yaitu content knowledge dan pedagogical knowledge. Kedua unsur tersebut terkait dengan empat tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru dan dosen di Indonesia, dua diantaranya adalah kompetensi profesional dan pedagogik. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memamparkan kajian tentang PCK sehingga diharapkan pendidik dapat memahami dan melakukan evaluasi terhadap PCK yang dimiliki. Kata kunci: content knowledge, pedagogical knowledge, PCK, guru, calon guru PENDAHULUAN Pedagogigal Content Knowledge Pedagogigal Content Knowledge (PCK) guru menurut Shulman (1986) merupakan kombinasi dari dua kompetensi yaitu content knowledge dan pedagogical knowledge. Content Knowledge guru yang bagus, baik dalam penguasaaan konsep yang diajarkan maupun keterkaitan materi dengan permasalahan kehidupan nyata sangat mendukung dalam membentuk dan mempengaruhi pengetahuan serta proses berpikir siswa. Akan tetapi, hal ini dapat terjadi apabila pedagogical knowledge guru misalnya dalam mengorganisasikan pembelajaran juga bagus. Hubungan antara komponen pembentuk PCK dalam kerangka

konsep Sorto, et al., (2009) didasarkan pada teori tentang persiapan guru, kemampuan guru, dan praktik mengajar (Shulman, 1986; Stein, et al., 2000; Ball & Bass, 2000), yang dapat dilihat pada Gambar 1. PCK merupakan kemampuan guru dalam menghubungkan pengetahuan tentang materi yang akan diajarkan dengan kemampuan mereka mengajar, dimana content knowledge tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran (Cochran, et al., 1993). Dalam hal ini, content dibagi menjadi dua bagian yaitu lower and higher elements. Lower content mengacu pada materi prasyarat dan materi yang sedang diajarkan, sedangkan higher content mengacu pada materi yang akan diajarkan pada tingkat selanjutnya.

Gambar 1. Komponen Pembentuk PCK (Sumber: Sorto, et al., 2009) PCK sangat terkait dengan tuntutan terhadap kompetensi guru di Indonesia menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Hal ini meliputi empat kompetensi: 1) kompetensi pedagogik yaitu pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, serta pengembangan siswa untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, 2) kompetensi professional yaitu penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, 3) kompetensi kepribadian yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia, dan

Rini Sulastri, S.Pd, M.Pd * adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

4) kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar. Berdasarkan tuntutan kompetensi di atas maka setiap lembaga pendidikan yang mendidik calon guru harus dapat membentuk mahasiswa calon guru dengan PCK yang baik dan tepat dalam meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar siswa. Sebagai calon guru, pedagogical knowledge atau kompetensi pedagogik mempunyai peran yang sangat penting dalam menciptakan mahasiswa calon guru sebagai tenaga profesional kependidikan ketika terlibat dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pada setiap Program Studi Pendidikan terdapat mata kuliah kependidikan dan bidang studi. Shulman (1986) menyatakan bahwa pedagogical knowledge merupakan kemampuan guru dalam mengelola kelas, mengatur kegiatan, mengalokasikan waktu, menyusun tugas terstruktur, memberi pujian dan hukuman, merumuskan tingkat pertanyaan siswa, merencanakan pelajaran, dan menilai pemahaman siswa. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Koehler dan Mishra (2009) bahwa pedagogical knowledge adalah cara dan proses mengajar serta pengetahuan tentang manajemen kelas, tugas, perencanaan pembelajaran, dan pembelajaran siswa. Selain pedagogical knowledge, content knowledge atau dikenal dengan kompetensi profesional juga dapat menunjang proses pembelajaran untuk hasil yang lebih baik. Koehler dan Mishra (2009) menyatakan bahwa “Content knowledge is the knowledge about actual subject matter that is to be learned or taught”. Dengan memiliki content knowledge yang baik, seorang guru dapat meningkatkan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Tidak hanya pedagogical knowledge dan content knowledge yang harus dimiliki oleh calon guru, melainkan juga gabungan dari kedua komponen tersebut yaitu PCK. Seorang guru profesional harus memiliki pengetahuan dan kemampuan PCK yang baik karena sebagai agen perubahan, mereka harus terus mengembangkan proses mengajarnya di kelas. PCK muncul di dalam kelas dengan berbagai cara karena mengacu pada penerapan

68

pembelajaran untuk mengajarkan orang lain (Sorto, et al., 2009). Sama halnya dengan Hill & Ball (2004) yang menyatakan bahwa berbagai macam keterampilan dalam pembelajaran didapat melalui praktek dan pelatihan khusus. PCK merupakan pengetahuan yang harus dipahami oleh seorang guru dan calon guru karena seorang guru harus familiar dengan konsep alternatif dan kesulitan yang dihadapi siswa dengan beragam latar belakang serta dapat mengorganisasikan, menyusun, menjalankan dan menilai materi subjek, yang semuanya itu terangkum dalam PCK (Shulman, 1986). Hal ini dikarenakan PCK merupakan pengetahuan, pengalaman dan keahlian yang diperoleh melalui pengalaman di kelas (Baxter and Lederman, 1999; van Driel, et al., 2001). Komponen PCK Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon guru adalah dengan menganalisis kemampuan mereka dalam menganalisis hasil kerja siswa sehingga dapat diketahui thinking knowledge siswa dalam menyelesaikan soal. Dengan demikian, calon guru dapat mengetahui dan menyarankan jenis bantuan yang sesuai untuk setiap siswa yang mengalami kesulitan dan kendala dalam menyelesaikan soal. Aspek penilaian PCK yang terdapat pada rubrik untuk menganalisis hasil kerja siswa menurut Koirala, et al (2007) yaitu 1) content knowledge and skill, 2) analysis of student work, dan 3) feedback to students. Sedangkan delapan komponen PCK menurut Depaepe, et al (2013) adalah (1) knowledge of students’ (mis)conceptions and difficulties, (2) knowledge of instructional strategies, (3) knowledge of mathematical tasks and cognitive demands, (4) knowledge of educational ends, (5) knowledge of curriculum and media, (6) context knowledge, (7) content knowledge, and (8) pedagogical knowledge”. Pedoman rubrik penilaian hasil analisis calon guru terhadap hasil kerja siswa berdasarkan komponen PCK yang dikutip dari Sulastri, Johar, dan Munzir (2014), dapat dilihat pada Tabel 1.

Rini Sulastri, S.Pd, M.Pd * adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

69

Rini Sulastri, Kajian Pedagogical Content Knowledge Calon Guru

Tabel 1. Rubrik Penilaian Hasil Analisis Calon Guru (Sumber: Sulastri, dkk, 2014) Aspek Analisis

Skala 4

Skala 3

Skala 2

Skala 1

Penilaian ketepatan analisis yang dilakukan terhadap hasil kerja siswa

Menilai keseluruhan aspek analisis dengan tepat

Menilai sebagian besar aspek analisis dengan tepat

Menilai sebagian kecil aspek analisis dengan tepat

Menilai kurang tepat setiap aspek analisis

Kemampuan memahami pemikiran siswa tentang miskonsepsi

Mampu mengenali dan memahami setiap kesalahan konsep dari hasil kerja siswa dgn tepat

Mampu mengenali sebagian besar kesalahan konsep dari hasil kerja siswa dengan tepat

Mampu mengenali sebagian kecil kesalahan konsep dari hasil kerja siswa dengan tepat

Mampu mengenali sebagian kecil kesalahan konsep dari hasil kerja siswa tetapi tidak tepat

Kemampuan memberi penilaian sesuai dengan rubrik

Mampu memberikan penilaian untuk setiap aspek dg tepat dan sesuai

Mampu memberikan penilaian sebagian besar aspek dengan tepat

Mampu memberikan penilaian sebagian kecil aspek dengan tepat

Mampu memberikan penilaian sebagian kecil aspek tetapi tidak tepat

Ketepatan strategi/ bantuan yang disarankan

Menyarankan bantuan/ strategi tepat dan sesuai dengan seluruh permasalahan pada soal

Menyarankan bantuan/ strategi hanya tepat untuk sebagian besar permasalahan pada soal

Menyarankan bantuan/strategi hanya tepat untuk sebagian kecil permasalahan pada soal

Menyarankan bantuan/strategi tetapi tidak tepat dan tidak sesuai dengan permasalahan pada soal

KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan tentang PCK, dapat disimpulkan bahwa seorang guru professional harus mempunyai dan mengetahui kemampuan PCK yang dimiliki. PCK yang baik mempunyai dampak terhadap ketercapaian konsep dan peningkatan kemampuan siswa. Kemampuan PCK guru terbentuk tidak hanya ketika sudah menjadi guru, tetapi juga dipengaruhi pada awal pembentukan yaitu masa pendidikan. Oleh karena itu, calon guru atau mahasiswa harus dibentuk untuk mempunyai PCK yang baik dimulai sejak awal pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Ball, D. L. & Bass, H. (2000). Interweaving Content and Pedagogy in Teaching and Learning to Teach: Knowing and Using Mathematics. In J. Boaler (ed.), Multiples Perspectives on the Teaching

and Learning of Mathematics. Westport, CT: Ablex. Baxter, J. A., & Lederman, N. G. (1999). Assessment and Measurement of Pedagogical Content Knowledge. In J. Gess-Newsome & N. G. Lederman (Eds.), Examining Pedagogical Content Knowledge (pp. 147–161). Boston: Kluwer Academic Publishers. Depaepe, F., Verschaffel, L,. and Kelchtermans, G. (2013). Pedagogical Content Knowledge: A Systematic Review of the Way in Which the Concept has Pervaded Mathematics Education Research. Teaching and Teacher Education. 34 (2013) 12e25 Hill, H., and Ball, D.L. (2004). Learning Mathematics for Teaching: Results from California’s Mathematics Professional Development Institutes.

Rini Sulastri, S.Pd, M.Pd * adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Journal for Research in Mathematics Education, 35(5), 330-351. Koehler, M. J., & Mishra, P. (2009). What Is Technological Pedagogical Content Knowledge?. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education, 9(1). Koirala, H.P., Davis, M., and Johnson, P. (2007). Development of A Performance Assessment Task and Rubric to Measure Prospective Secondary School Mathematics Teachers’ Pedagogical Content Knowledge and Skill. J Math Teacher Educ. (2008)/11:127-138. DOI 10.1007/s10857-007-9067-3. Shulman, L. S. (1986). Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching. Educational Researcher, 15(2), pp. 4-14. Sorto, M.A., Marshall, J.H., Luschei, T.F., Camoy, M. (2009). Teacher Knowledge and Teaching in Panama and Costa Rica: A Comparati Ve Study in Primary and Secondary Education. Revista Latinoamericana de Investigación en Matemática Educativa (2009) 12(2): 251-290. Recepción: Septiembre 5, 2008 / Aceptación: Abril 30, 2009. Stein M.K., Smith M.S., Henningsen M.A. and E.A. Silver. (2000). Implementing Standards-Based Mathematics Instruction: A Casebook for Professional Development. New York: Teachers College Press. Sulastri, R., Johar, R., dan Munzir, S. (2014). Analisis Pedagogical Content Knowledge (PCK) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah terhadap Hasil Kerja Siswa SMP Menyelesaikan Soal PISA. Tesis. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. van Driel, J. H., Beijaard, D., & Verloop, N. (2001). Professional Development and Reform in Science Education: The Role Of Teachers’ Practical Knowledge. Journal of Research in Science Teaching. 38(2), 137-158.

Rini Sulastri, S.Pd, M.Pd * adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

70

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

71

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX-2 SEMESTER I TAHUN 2013/2014 MATERI SEJARAH TERJADINYA UANG DAN PENGERTIAN UANG MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMP NEGERI 1 SUSOH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Oleh Usmayani*

Abstrak Sejauh ini mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggab sulit oleh sebagian siswa termasuk siswa SMP Negeri 1 Susoh. Hasil belajar yang dicapai siswa pada tahun-tahun sebelumnya selalu dibawah kriteria ketuntasan Minimal (KKM). Rendahnya hasil belajar yang dicapai disebabkan oleh minat siswa untuk materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang kurang, proses pembelajaran kurang memadai, Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar yaitu dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil dan minat siswa sehingga memudahkan siswa memahami pembelajaran materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus, masing-masing siklus dilakukan 2 kali pertemuan. Pada siklus I menunjukkan peningkatan rata-rata aktivitas siswa pada siklus pertama 12,38% dan siklus kedua 18,09%. Hasil ketuntasan belajar siswapun mengalami peningkatan di siklus I ketuntasan belajar 38,09 sedangkan di siklus II ketuntasan belajar 90,48% disamping itu tanggapan siswa juga positif terhadap pendekatan contextual teaching and learning (CTL) ini terlihat dari angket yang dijawab siswa yang merasa senang dengan pendekatan metode ini 83% setuju dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Kata kunci: Hasil belajar, Minat belajar: pendekatan CTL.

PENDAHULUAN Pendidikan berkualitas merupakan perolehan nilai hasil belajar siswa.Nilai hasil belajar siswa dapat lebih ditingkatkan apabila pembelajaran berlangsung secara aktif dan efisien dan ditunjang oleh tersedianya saran dan prasarana pendukung serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan penguasaan materi yang memadai. Tolak ukur keberhasilan pembelajaran pada umumnya adalah prestasi belajar. Prestasi belajar Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di SMP Negeri 1 Susoh untuk beberapa kompetensi dasar umumnya menunjukan nilai yang rendah. Hal ini standar kompetensi dan kompetensi dasar Mendiskripsikan uang dan lembaga keuangan memang sarat akan materi Sejarah terjadinya uang dan pengertian uang, di samping cakupannya luas dan perlu hafalan. Jika dilihat dari hasil ulangan harian sebagian besar masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sebesar 83,34%, hanya

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

16,67% siswa yang telah memenuhi standar ketuntasan minimal rata–rata kelas sebesar 4,83. Rendahnya prestasi belajar IPS di kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh dimungkinkan juga karena guru belum menggunakan metode atau pun media pembelajaran serta mendesain skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi maupun kondisi siswa sehingga memungkinkan siswa aktif dan kreatif. Namun sebaliknya kecenderungan guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang bersifat satu arah, cenderung kering dan membosankan. Kegiatan pembelajaran masih didominasi guru. Siswa sebagai obyek bukan subyek bahkan guru cenderung membatasi partisipasi dan kreatifitas siswa selama proses pembelajaran. Bertumpu pada kenyataan tersebut untuk merangsang dan meningkatkan peran aktif siswa baik secara individual dan kelompok terhadap proses pembelajaran IPS maka

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

masalah ini harus ditangani dengan mencari model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Guru sebagai pengajar dan fasilitator yang harus mampu melakukan pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Kenyataan selama ini kegiatan belajar mengajar masih didominasi guru yaitu kegiatan satu arah dimana penuangan informasi dari guru ke siswa dan hanya dilaksanakan dan berlangsung di sekolah, sehingga hasil yang dicapai siswa hanya mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, teori hanya pada tingkat ingatan.. Upaya harus dilakukan untuk memulai tuntutan lulusan yang kompetitif di era pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi adalah menyelaraskan kegiatan pembelajaran dengan nuansa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diindikasikan dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam membangun gagasan/pengetahuan oleh masing-masing individu baik di dalam maupun diluar lingkungan sekolah dengan metode mengajar yang dapat membuat siswa kreatif dalam proses pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah melalui pendekatan Contextual Tearching and Learning (CTL). Dengan pendekatan Contextual Tearching and Learning (CTL) diharapkan siswa dapat menggali dan menemukan pokok materi secara bersama-sama dalam kelompok atau secara indivuidu. Penerapan Contextual Tearching and Learning (CTL), merupakan tindakan pemecahan masalah yang ditetapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPS khususnya kompetensi dasar Mendiskripsikan uang dan lembaga keuangan, bagi siswa kelas IX-2 semester I SMP Negeri 1 Susoh tahun Pelajaran 2013/2014. sehingga diharapkan dapat membantu para guru untuk mengembangkan gagasan tentang strategi kegiatan pembelajaran yang efektif dan inovatif serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan strategi pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan hasil dan hasil belajar siswa secara optimal yaitu dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

72

Pembelajaran yang terjadi secara langsung dalam kehidupan keseharian. Dengan strategi ini, diharapkan proses pembelajaran dikelas berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa (Nurhadi, 2002: 1). Dengan melihat kondisi yang ada, memungkinkan jika pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) diterapkan di kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2002: 27) yang menyatakan bahwa pendekatan kontekstual (CTL) dapat diterapkan di kelas. Karena pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) juga melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian yang sebenarnya. Sehingga, melalui pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) ini, diharapkan siswa memiliki hasil belajar yang tinggi terhadap mata pelajran IPS khususnya pada kompetensi dasar Mendiskripsikan uang dan lembaga keuangan agar memperoleh hasil belajar yang optimal. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul “Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 semister I tahun 2013/2014 materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang melalui pendekatan contextual teaching and learning (CTL) di SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya” Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang timbul adalah: 1. Apakah dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Sejarah terjadinya uang dan pengertian uang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh 2. Apakah dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Sejarah terjadinya uang dan pengertian uang dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh ” Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

1.

2.

Meningkatkan hasil belajar pada materi sejarah terjadinya uang Dan pengertian uang melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh ” Meningkatkan aktifitas belajar pada materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh ”

Adapun yang menjadi mamfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Guru. pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang efektif dan efesien dan suasana belajar yang konduktif. Mengetahui strategis pembelajaran yang kreatif yang memungkinkan terjadinya interaksi dan negoisasi untuk penciptaan arti dan kontruksif makna dalam diri tenaga pengajar (guru) sehingga dicapai pembelajaran yang bermakna. 2. Bagi Siswa, pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan partisipasi belajar dan meningkatkan hasil dan kegairahan belajar karena dapat menarik perhatian siswa dengan anggota kelompoknya yang akan menimbulkan suasana belajar, partisipasi belajar menjadi lebih hidup sehingga hasil belajarnya meningkat. 3. Bagi Sekolah, penelitian ini dapat membantu memperbaiki proses pembelajaran dan akan memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah yang bersangkutan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Susoh. Siswa kelas IX-2 semister I SMP Negeri 1 Susoh. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IX-2 semister I. Alasan penetapan kelas IX-2 semister I sebagai tempat penelitian adalah masalah ketidak mampuan siswa dalam memahami materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang siswa di kelas tersebut. Dengan tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengethuan Ssosial (IPS),

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

73

khususnya pada Kompetensi dasar Mendiskripsikan uang dan lembaga keuangan. Subjek Penelitian Berdasarkan judul penelitian yaitu “Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 semister I tahun 2013/2014 materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang melalui pendekatan contextual teaching and learning (CTL) di SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya” maka subyek penelitiannya adalah siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh.tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 21 siswa. A. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, sebagai subyek penelitian. Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi data hasil tes tertulis. Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang terdiri atas materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Selain siswa sebagai sumber data, penulis juga menggunakan teman sejawat sesama guru mata pelajaran sebagai sumber data. B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang, pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran IPS. 2. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data meliputi: a. Tes tertulis, terdiri atas 10 butir soal. b. Non tes, meliputi lembar observasi dan dokumen. C. Validasi Data Validasi data meliputi validasi hasil belajar dan validasi proses pembelajaran. 1. Validasi hasil belajar Validasi hasil belajar dikenakan pada instrumen penelitian yang berupa tes. Validasi

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

ini meliputi validasi teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis artinya mengadakan analisis instrumen yang terdiri atas face validity (tampilan tes), content validity (validitas isi) dan construct validity (validitas kostruksi). Validitas empiris artinya analisis terhadap butir-butir tes, yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal, penulisan butir-butis soal, kunci jawaban dan kriteria pemberian skor. 2. Validasi proses pembelajaran Validasi proses pembelajaran dilakukan dengan teknik triangulasi yang meliputi yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan observasi terhadap subyek penelitian yaitu siswa Kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh dan kolaborasi dengan guru Mata Pelajaran yang mengajar mata pelajaran IPS. Triangulasi metode dilakukan dengan penggunaan metode dokumentasi selain metode observasi. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pendukung yang diperlukan dalam proses mata pelajaran IPS. D. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi: 1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. E. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. Pra Siklus 1. Perencanaan  Menyusun rencana pembelajaran IPS tentang materi

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

74

sejarah terjadinya uang dan pengertian uang  Merencanakan pembelajaran dengan membentuk kelompok  Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS).  Merencanakan tempat duduk antar kelompok dalam satu kelompok.  Merencanakan tugas dan skor untuk individual atau skor kelompok. 2. Pelaksanaan Tindakan  Guru mengucapkan salam untuk membuka pelajaran  Guru mengecek kehadiran siswa.  Guru memastikan siswa siap menerima pelajaran  Guru memberitahukan tujuan pembelajaran  Guru membagi siswa menjadi kelompok – kelompok  Guru membagi lembar kegiatan siswa (LKS).  Guru meminta agar semua anggota kelompok bekerja sama.  Guru berkeliling mengarahkan dan membimbing bila ada kelompok yang mengalami kesulitan  Guru berkeliling di dalam kelas dan memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik.  Siswa bersama guru membahas soal yang ada di LKS  Guru menunjuk salah satu nama dari setiap kelompok mewakili kelompoknya untuk memprsentasikan tugas di depan kelas.  Kelompok lain memperhatikan dan bila kurang jelas siswa diberi kesempatan bertanya, jika terjadi perbedaan pendapat maka kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi (memberi masukan).  Siswa kembali ke tempat duduk semula  Guru memberikan PR  Guru mengadakan evaluasi

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

3. Pengamatan Dalam penelitian tindakan kelas ini, pengamatan dilakukan terhadap siswa yaitu :  Kehadiran siswa.  Perhatian siswa terhadap guru yang menerangkan.  Jumlah siswa yang bertanya.  Aktivitas siswa bekerja sama dalam satu kelompok.  Antusias siswa untuk bekerja secara individual atau bekerjasama. 4. Refleksi Setelah siswa benar-benar menguasai pelajaran IPS tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang, kemudian Guru mengadakan kuis. Kuis tersebut untuk perorangan/individu. Penghargaan pada kelompok yang baik kerja samanya harus diberikan agar mereka betul-betul dihargai. Setiap akhir kegiatan maka diadakan evaluasi. 2.

Siklus I 1. Perencanaan  Menyusun rencana pembelajaran IPS tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang  Merencanakan pembelajaran dengan membentuk kelompok  Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS).  Merencanakan tempat duduk antar kelompok dalam satu kelompok.  Merencanakan tugas dan skor untuk individual atau skor kelompok. 2. Pelaksanaan Tindakan  Guru mengucapkan salam untuk membuka pelajaran  Guru mengecek kehadiran siswa.  Guru memastikan siswa siap menerima pelajaran  Guru memberitahukan tujuan pembelajaran  Guru membagi siswa menjadi kelompok- kelompok

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

75



Guru membagi lembar kegiatan siswa (LKS).  Guru meminta agar semua anggota kelompok bekerja sama.  Guru berkeliling mengarahkan dan membimbing bila ada kelompok yang mengalami kesulitan  Guru berkeliling di dalam kelas dan memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik.  Siswa bersama guru membahas soal yang ada di LKS  Guru menunjuk salah satu nama dari setiap kelompok mewakili kelompoknya untuk memprsentasikan tugas di depan kelas.  Kelompok lain memperhatikan dan bila kurang jelas siswa diberi kesempatan bertanya, jika terjadi perbedaan pendapat maka kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi (memberi masukan).  Siswa kembali ke tempat duduk semula  Guru memberikan PR  Guru mengadakan evaluasi 3. Pengamatan Dalam penelitian tindakan kelas ini, pengamatan dilakukan terhadap siswa yaitu :  Kehadiran siswa.  Perhatian siswa terhadap guru yang menerangkan.  .Jumlah siswa yang bertanya.  Aktivitas siswa bekerja sama dalam satu kelompok.  Antusias siswa untuk bekerja secara individual atau bekerjasama. 4. Refleksi Setelah siswa benar-benar menguasai IPS tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang kemudian Guru mengadakan kuis. Kuis tersebut untuk perorangan/individu. Penghargaan pada kelompok yang baik kerja samanya harus diberikan agar mereka

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

betul-betul dihargai. Setiap akhir kegiatan maka diadakan evaluasi. 3.

Siklus II 1. Perencanaan  Mengidentifikasi masalah dan perumusan masalah yang didasarkan pada siklus Pra Siklus dan siklus I.  Melaksanakan skenario yang telah disusun dengan perbaikan metode.  Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS).  Merencanakan tempat duduk antar kelompok dalam satu kelompok.  Merencanakan tugas dan skor untuk individual atau skor kelompok. 2. Pelaksanaan  Melaksanakan skenario yang telah disusun dengan perbaikan metode.  Menjelaskan kembali konsep yang kurang dipahami siswa.  Memberikan tugas.

76

3. Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan untuk mengadakan pendataan ulang untuk mengetahui hasil dari tindakan siklus II. 4. Refleksi Menganalisis semua tindakan pada Pra Siklus, siklus I, dan Siklus II. Pada akhir siklus II, guru melakukan penelitian dengan adanya penerapan metode pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL).yang dilakukan dalam tindakan kelas ini. Bila hasilnya meningkat artinya model pembelajaran yang diterapkan dalam tindakan ini berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara konvensional. Guru cenderung mentransfer ilmu pada siswa, sehingga siswa pasif, kurang kreatif, bahkan cenderung bosan. Di samping itu dalam menyampaikan materi guru tidak menggunakan CTL yang tepat

Gambar 1. kondisi pembelajaran pada Pra Siklus Melihat kondisi pembelajaran yang monoton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada nilai yang diperoleh siswa kelas IX-2 pada kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan sebelum siklus I (pra siklus) seperti pada Tabel

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

1 berikut ini. Banyak siswa belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindikasikan pada capaian nilai hasil belajar di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70.

77

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

Tabel 1. Nilai Tes Pra Siklus Hasil Arti No Hasil (huruf) (angka) Lambang 85-100 A Sangat baik 1. 75-84 B Baik 2. 65-74 C Cukup 3. 55-64 D Kurang 4. < 54 E Sangat Kurang 5. Jumlah Gambar : Hasil tabulasi data September 2013 Berdasarkan hasil analisis yang digambarkan dalan Tabel 1 di atas diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai B (Baik) 0% atau tiak ada, dan yang mendapat nilai C (Cukup) sebanyak 14,29% atau 3 siswa dan nilai D (kurang) 47,62% atau sebanyak 10 siswa, sedangkan yang mendapat

Jumlah Siswa 3 10 8 21

Persen 0% 0% 14,29% 47,62% 38,09% 100%

nilai E (sangat kurang) 38,09% atau sebanyak 8 siswa. Dari hasil tes seperti tersebut di atas, sebagaian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar, hanya sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan belajar pada kondisi awal dapat diketahui pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Hasil Tes Pra Siklus No

Ketuntasan Belajar

1. 2.

Tuntas Belum Tuntas Jumlah Sumber : Hasil tabulasi data September 2013 Berdasarkan data pada Tabel 2 tersebut di atas, diketahui bahwa siswa kelas IX-2 yang memiliki nilai kurang dari KKM 70, sebanyak 21 siswa. Dengan demikian, jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimum untuk kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga Tabel 3. Rata-rata Hasil Tes Pra Siklus No Keterangan Nilai Tertinggi 1. Nilai Terendah 2. Nilai Rata-rata 3. Sumber : Hasil tabulasi September 2013 A. Deskripsi Hasil Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi sejarah terjadinya uang

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

Jumlah Siswa Pra Siklus Jumlah Persen 3 14,29% 18 85,71% 21 100%

keuangan.18 siswa (85,71%), sedangkan yang telah mencapai ketuntasan sebanyak 3 siswa (14,29%). Hasil nilai pra sklus I yang diperoleh dari hasil tes awal dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini.

Nilai 70 35 53,33

dan pengertian uang. Berdasarkan materi yang dipilih tersebut, kemudian disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tema yang dipilih dalam siklus I tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Berdasarkan tema yang ditulis tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

pelaksanaan pembelajaran (RPP). Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 4 x 40 menit, artinya setiap RPP disampaikan dalam 2 x tatap muka. Dengan demikian, selama siklus I terjadi 2 x tatap muka. b. Pembentukan kelompok-kelompok belajar Pada siklus I, siswa dalam satu kelas menjadi 5 kelompok kecil dengan memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Media pembelajaran yang digunakan adalah uang dengan panduan Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1. Guru secara klasikal menyampaikan tujuan pembelajaran tentang materi

2.

3.

3.

4.

5.

6. 7.

8. 9.

78

sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Mehasil siswa dengan menyebutkan sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Guru dan siswa berdiskusi tentang sejarah terjadinya uang dan pengertian uang.. Melakukan diskusi tentang sejarah terjadinya uang dan pengertian uang.secara sederhana. Secara kelompok siswa berdiskusi tentang sejarah terjadinya uang dan pengertian uang.secara sederhana. Membimbing siswa berdiri tentang materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. secara sederhana. .Secara kelompok siswa mempresentasikan hasil kerjanya Guru memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. Guru menilai hasil evaluasi Guru memberikan tindak lanjut

Gambar 2. proses pembelajaran pada siklus I Sekilas gambaran proses pembelajaran pada siklus I, guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tapi siswa secara aktif dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari materi dan mempresentasikan hasil kerjanya. Suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, nampak semua siswa bergairah dalam mengikuti pelajaran. a. Wawancara dilaksanakan setelah selesai proses diskusi. Kegiatan wawancara dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa anggota kelompok. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

b.

pemahaman siswa dalam memahami materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang. Pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan akan berkembang ketika wawancara berlangsung. Hasil wawancara dijadikan sebagai bahan refleksi. Observasi 1. Lembar pengamatan yang dimaksudkan disini adalah pedoman pengamatan untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Observasi

79

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini dilakukan oleh dua orang teman guru bidang studi IPS pada SMP Negeri 1 Susoh yang bertindak sebagai observer. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui secara detail keaktifan, kerjasama, kecepatan dan ketepatan siswa

2.

3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus I dapat dideskripsikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I No Hasil Hasil Arti Lambang (angka) (huruf) 85 – 100 A Sangat Baik 1. 75 – 84 B Baik 2. 65 - 74 C Cukup 3. 55 – 64 D Kurang 4. < 54 E Sangat Kurang 5. Jumlah Sumber : Hasil tabulasi data Oktober 2013 Berdasarkan data tabel di atas tergambar hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (9,52%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 5 siswa atau (23,81%), sedangkan dari jumlah 21 siswa yang masih

dalam memahami materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang, Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II.

Jumlah Siswa 2 5 2 9 3 21

Tabel 6. Rata-rata Hasil Tes Siklus I No Keterangan Nilai Tertinggi 1. Nilai Terendah 2. Nialai Rata-rata 3. Sumber : Data yang diolah Oktober 2013

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

9,52% 23,81% 9,52% 42,86% 14,29% 100%

mendapat nilai C (cukup) sebanyak 2 siswa (9,52%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 9 siswa (42,86%), sedangkan yang mendapat nilai E (sangat kurang) 3 siswa atau 14,29%.

Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus I Jumlah Siswa No Ketuntasan Jumlah Tuntas 8 1. Belum Tuntas 13 2 Jumlah 21 Berdasarkan Tabel 5 ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 21 siswa terdapat 8 atau 38,10% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa atau 61,90% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil

Persen

Persen 38,10% 61,90% 100%

nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 85, sedangkan nilai rendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 65,71 seperti pada tabel di bawah ini.

Nilai 85 50 65,71

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

80

I berkurang menjadi 14 siswa, nilai rata-rata kelas meningkat dari 53,33 menjadi 65,71. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I, seperti pada tabel dibawah ini.

4.

Refleksi Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal. Pada pra siklus jumlah siswa yang di bawah KKM sebanyak 21 siswa dan pada akhir siklus

Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I Jumlah Siswa yang Berhasil Hasil Tes (dalam No huruf) Pra siklus Siklus I A (85 – 100) 2 1. B (75 – 84) 5 2. C (65 – 74) 3 2 3. D (55 – 64) 10 9 4. E ( < 54 ) 8 3 5. Jumlah 21 21 Sumber : Hasil tabulasi data Oktober 2013 Peningkatan ketuntasan belajar siswa tampak pada tabel di bawah ini, jika

dibandingkan hasil pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Pra Siklus dengan Siklus I Jumlah Siswa No

1. 2.

Ketuntasan Tuntas BelumTuntas Jumlah

Pra Siklus Jumlah Persen 3 14,29%

Siklus I Jumlah Persen 8 38,10%

18

85,71%

13

61,90%

21

100%

21

100%

Peningkatan hasil rata- rata kelas nampak ada perubahan pra siklus dengan siklus I. Tabel 9. Perbandingan Nilai Rata-Rata Pra Siklus dan Siklus I No Keterangan Pra siklus Siklus I 1

Nilai tertinggi

70

85

2

Nilai terendah

35

50

3

Nilai rata- rata

53,33

65,71

Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas, dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPS, khususnya pada kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. Oleh karena itu, rata-rata kelas pun mengalami kenaikan menjadi 12,38%. Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena sebagian siswa beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok akan mendapat prestasi yang sama. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II.

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

B. Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikan sebagai berikut: Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran dalam siklus II, pada hakikatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklusI Materi pelajaran dalam siklus II adalah mata uang asing. a. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tema yang dipilih pada siklus II kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 4 x 40 menit dengan 2 kali tatap muka. b. Pembentukan kelompok belajar siswa. Siswa dalam satu kelas dibagi atas 5 kelompok belajar untuk Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. 2.

Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan Tatap Muka 10)

81

Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi mata uang asing. Media pembelajaran yang digunakan adalah gitar. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1) Guru memberikan evaluasi atas kegiatan pembelajaran pada siklus1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan materi mata uang asing. 2) Mehasil siswa dengan materi mata uang asing.. 3) Membagi kelompok belajar untuk mengerjakan LKS 4) Siswa secara kelompok ditugaskan mendeskripsikan materi mata uang asing.. 5) Siswa berdiskusi secara kelompok menentukan Fungsi, tujuan perbakan di Indonesia 6) Secara kelompok siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas materi menentukan Fungsi, tujuan perbakan di Indonesia 7) Guru menyimpulkan kegiatan dan hasil yang didapat. 8) Guru memberikan tes akhir secara tertulis 9) Guru menilai hasil evaluasi.

Gambar 3. Kondisi Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus II Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II siswa masih belajar secara kelompok, namun dalam kegiatan kelompok ini siswa tertantang untuk lebih mandiri dalam

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

menguasai materi. Karena disamping belajar secara kelompok namun siswa berkompetesi secara pribadi. a. Wawancara

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Wawancara dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami, memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu, wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi. b. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam

82

hal ini observasi dilakukan oleh 2 (dua) observer yaitu bidang studi IPS kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi. 3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 10. Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II Hasil Hasil No Arti Lambang (Angka) (Huruf) 85-100 A Sangat Baik 1 75-84 B Baik 2 65-74 C Cukup 3 55-64 D Kurang 4 <54 E Sangat Kurang 5 Jumlah Sumber : Tabulasi Data Oktober 2013 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) 61,90% atau 13 siswa, sedangkan yang mendapat nilai baik (B) adalah 19,05% atau 4 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 9,52% atau sebanyak 2 siswa. Sedangkan yang

Jumlah Siswa 13 4 2 2 21

Persen 61,90% 19,05% 9,52% 9,52% 100%

mendapat nilai D (kurang) adalah 9,52% atau sebanyak 2 siswa dan E tidak ada. Jadi nilai rata-rata kelas 83,80. Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan seperti pada tabel 4.12 di bawah ini.

Tabel 11. Ketuntasan Belajar Siklus II Jumlah Siswa

No

Ketuntasan Belajar

1.

Tuntas

Jumlah 19

Persen 90,48%

2.

Belum Tuntas

2

9,52%

21

100%

Jumlah

Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 19 siswa (90,48%) yang Tabel 12. Rata-rata Hasil Tes siklus II No Keterangan 1 Nilai tertinggi 2 Nilai Terendah Nilai Rata-rata 3 Sumber : Data yang diolah November 2013

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

berarti sudah ada peningkatan. Rata-rata kelas pun menjadi meningkat. Hasil Nilai Rata- rata Siklus II dapat diperjelas di bawah ini.

Nilai 95 65 83,80

83

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

meningkatkan hasil belajar IPS, khususnya kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan.. Untuk lebih jelasnya pada Tabel 13 berikut dipaparkan hasil refleksi pada siklus II.

4.

Refleksi Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dapat

Tabel 13. Perbandingan Hasil Nilai Tes Model Siklus I dan Siklus II Jumlah Siswa yang Berhasil No Hasil Tes Siklus I Siklus II A (85 -100) 2 13 1. B (75-84) 5 4 2. C (65-74) 2 2 3. D (55-64) 9 2 4. E (< 54) 3 5. Jumlah 21 21 Sumber : Hasil Tabulasi Data November 2013 Jika dibandingkan antara keadaan kondisi awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa saat kondisi awal rata- rata kelas sebesar 53,33, sedangkan nilai rata- rata kelas siklus II

sudah ada peningkatan menjadi 83,80. Adapun kenaikan rata – rata pada siklus II menjadi 30,47%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 14 Perbandingan Hasil Tes Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Hasil Hasil Pra No Lambang Arti Lambang Evaluasi Tindakan Angka 85-100 A Sangat Baik 1. 75-84 B Baik 2. 65-74 C Cukup 3 3. 55-64 D Kurang 10 4. <54 E Sangat Kurang 8 5. Jumlah 21

Model Siklus I

Model Siklus II

2 5 2 9 3 21

13 4 2 2 21

Tabel 15. Perbandingan Ketuntasan Nilai Rata-Rata Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Jumlah siswa No 1. 2. 3.

Uraian Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Tuntas

Belum tuntas

Ratarata

3 siswa 8 siswa 19 siswa

18 siswa 13 siswa 2 siswa

53,33 65,71 83,80

Atas dasar informasi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS khususnya pada penguasaan kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan.ada peningkatan. C. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan contextual teaching

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

and learning (CTL).dapat meningkatkan hasil belajar IPS khususnya penguasaan kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. pada siswa kelas IX-2 semester I tahun pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut. D. a)

Pembahasan Pra Siklus Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas IX-2, nilai rata-rata mata pelajaran IPS masih rendah,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

khususnya pada kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. Yang jelas salah satunya disebabkan karena luasnya kompetensi yang harus dikuasai dan perlu daya ingat yang kuat. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 21 siswa terdapat 3 atau 14,29% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan Minimal 70. Sedangkan 18 siswa atau 85,71% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal untuk kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan, yang telah ditentukan yaitu sebesar 70. Sedangkan hasil nilai pra siklus terdapat nilai tertinggi adalah 70, nilai terendah 35, dengan rata-rata kelas 53,33.

yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 2 siswa (9,52%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 9 siswa (42,86%), sedangkan yang mendapat nilai E (sangat kurang) 3 atau 14,29%. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 21 siswa terdapat 8 atau 38,09% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa atau 61,90% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari Hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 85, nilai terendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 65,71. 2) Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kegiatan yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang didapat secara kelompok. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan materi sejarah terjadinya uang dan pengertian uang sehingga siswa harus lebih aktif dan perlu kecermatan serta ketepatan. Hasil antara kondisi awal dengan siklus I menyebabkan adanya perubahan walau belum bisa optimal, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal atau sebelum dilakukan tindakan. Perbandingan tersebut dapat disajikan pada tabel berikut.

b)

Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada pra siklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu monoton. a.

Pembahasan Siklus I Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut : 1) Hasil Belajar Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (9,52%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 5 siswa atau (23,81%), sedangkan dari jumlah 21 siswa

Tabel 16. Perbandingan Kegiatan dan Hasil Pada Pra Siklus dan Siklus I NO PRA SIKLUS SIKLUS I 1 Tindakan Tindakan Pembelajaran konvensional , tanpa Penerapan Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. menggunakan contextual teaching and learning (CTL). 2 Hasil Belajar Hasil Belajar  Ketuntasan  Ketuntasan  Tuntas : 3 ( 14,29%)  Tuntas : 8 ( 38,09%)  Belum tuntas : 18 ( 85,71%)

 Belum tuntas : 13 ( 61,90%)

 Nilai Tertinggi  Nilai terendah  Nilai rata- rata

   

: 70 : 35 : 53,33

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

84

Nilai Tertinggi Nilai terendah Nilai rata- rata Refleksi

: 85 : 50 : 65,71

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

2

Proses belajar  Proses pembelajaran pasif



 Siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran  Siswa hanya mendengarkan , kadang mencatat  Belum memanfaatkan model pembelajaran yang tepat  Belum tumbuh kreatifitas dan kerjasama antar teman  Sebagian kecil indera yang aktif  Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan contextual teaching and learning (CTL)., siswa mengalami peningkatan baik dalam mencapai ketuntasan belajar yaitu dari 18 siswa belum tuntas pada pra siklus, mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 13 siswa yang belum tuntas. Sedangkan nilai rata – rata kelas ada kenaikan sebesar 12,38%. Pada siklus I ini belum semua siswa mencapai ketuntasan. b. Pembahasan Siklus II Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes dan non tes, Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut. 1. Hasil Belajar Dari pelaksanan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 61,90 atau 13 siswa, sedangkan yang mendapat nilai baik (B) adalah 19,05% atau 3 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 9,52% atau sebanyak 2 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai D sebanyak 2 siswa atau (9,52) dan E tidak ada. Sedangkan nilai rata-rata kelas 83,80. 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam

Nilai rata- rata meningkat 12,38% = 12,38/53,33 x100% = 23,21% Proses belajar Proses pembelajaran ada perubahan, siswa mulai aktif Siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran Siswa mencari dan menemukan materi,mencatat hal-hal penting dan mengkomunikasikan antar teman . Sudah memanfaatkan media pembelajaran sesuai materi Kreatifitas, kerjasama, tanggung jawab mulai tampak Sebagian besar alat indera aktif kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individual yang harus dipertanggung jawabkan, karena hasil kemampuan siswa dipresentasikan di muka kelas antar kelompok Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL).dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok, serta antar kelompok. Masingmasing siswa ada peningkatan latihan berdiskusi dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga siswa terlatih ketrampilan berdiskusi. Ada persaingan positif antar kelompok dan individu untuk mendapatkan penghargaan dan menunjukkan jati diri siswa. Hasil antara siklus I dengan siklus II ada perubahan secara signifikan , hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I. Peningkatan hasil belajar maupun ketuntasan tersebut dapat disajikan pada tabel 4.18 di bawah ini.

Tabel 17. Perbandingan Kegiatan dan Hasil pada Siklus I dan Siklus II NO Siklus I Siklus II 1 Tindakan Tindakan Pembelajaran dengan tampa Pembelajaran dengan menggunakan menggunakan pendekatan contextual pendekatan contextual teaching and learning

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

85

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

2

teaching and learning (CTL).. Hasil Belajar  Ketuntasan  Tuntas : 8 (38,09%)  Belum tuntas : 13 ( 61,90%)

 Nilai Tertinggi  Nilai terendah  Nilai rata- rata

2   

  

: 85 : 50 : 65,71

86

(CTL). Hasil Belajar  Ketuntasan  Tuntas : 19 (90,48%)  Belum tuntas : 2 (9,52%)    

Nilai Tertinggi : 95 Nilai terendah : 60 Nilai rata- rata : 83,80 Refleksi Nilai rata- rata meningkat 18.09 = 18.09/65,71 x100% = 27,53% Proses belajar Proses belajar Proses pembelajaran ada perubahan, Proses pembelajaran siswa aktif dan kreatif siswa mulai aktif serta cekatan Siswa terlibat langsung dalam proses  Siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran pembelajaran, dan masing- masing siswa punya tugas mandiri Siswa mencari dan menemukan  Siswa mencari dan menemukan materi, mencatat serta materi,mencatat dan mengkomunikasikan mengkomunikasikan antar teman dan mempresentasikan hasil penyelesaian dalam kelompok maupun antar antar kelompok maupun individu. kelompok Belum memanfaatkan media  Sudah memanfaatkan media pembelajaran pembelajaran sesuai materi sesuai materi. Kreatifitas, kerjasama ,tanggung  Kreatifitas, kerjasama, tanggung jawab dan jawab mulai tampak. ide, kecermatan, ketepatan dan kecepatan muncul Sebagian besar alat indera aktif  Semua alat alat indera aktif, baik mental maupun fisik

Dengan melihat perbandingan hasil tes siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata- rata kelas. Dari sejumlah 21 siswa masih ada 2 siswa yang belum mencapai ketuntasan, hal ini memang 2 siswa tersebut harus mendapatkan pelayanan khusus, namun sekalipun 2 siswa ini belum mencapai ketuntasan, di sisi lain tetap bergairah dalam belajar. Sedangkan ketuntasan ada peningkatan sebesar 27,53% dibandingkan pada siklus I. Sedangkan nilai tertinggi pada siklus II sudah ada peningkatan dengan mendapat nilai 85-100 sebanyak 19 siswa, hal ini karena ke19 siswa tersebut disamping mempunyai kemampuan cukup, didukung rasa senang dan dalam belajar, sehingga mereka dapat nilai yang optimal. Dari nilai rata- rata kelas yang dicapai pada siklus II ada peningkatan sebesar 27,53% dibandingkan nilai rata- rata kelas

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

pada siklus I. Secara umum dari hasil pengamatan dan tes sebelum pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan contextual teaching and learning (CTL) pada kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan dapat meningkatkan hasil belajar IPS sebesar 30,38%. c. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman materi sejarah terjadinya uangDan pengertian uang pada siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh, pada semester I tahun pelajaran 2013/2014, melalui pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Peningkatan nilai rata-rata yaitu 53,33 pada kondisi awal menjadi 65,71 pada siklus I, dan menjadi 83,80 pada siklus II. Nilai rata-rata siklus I meningkat 12,38% dari kondisi awal, nilai rata-rata siklus II

Usmayani, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Semester I

meningkat 18,09% dari siklus I. Sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I ada peningkatan sebesar 28,8% dari kondisi awal, siklus II meningkat 52,39% dari siklus I. Peningkatan nilai rata-rata kelas secara keseluruhan sebesar 76,19% Pada akhir pembelajaran terdapat perubahan positif pada siswa mengenai pemahaman materi sejarah terjadinya uangDan pengertian uang ternyata mampu meningkatkan hasil belajar IPS ada kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPS khususnya kompetensi dasar Mendeskripsikan uang dan lembaga keuangan melalui pendekatan (CTL) pada siswa kelas IX-2 SMP Negeri 1 Susoh, tahun pelajaran 2013/2014. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 38,09% (8 siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 61,90% (13 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, sebanyak 90,48% (19 siswa) dan sebanyak 9,52% (2 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata-rata kelas siklus I 65,71 dan rata-rata kelas siklus II 83,80. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 76,19%, dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mencapai peningkatan sebesar 76,19%, jika dibandingkan dengan kondisi awal. B.

Saran Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran adalah: 1. Mengingat pembelajaran melalui pendekatan (CTL) efektif digunakan pada mata pelajaran seni IPS maka disarankan kepada guru IPS untuk menggunakan pendekatan (CTL) pada pada mata pelajaran IPS yang dianggap sesuai. 2. Keterampilan penerapan pembelajaran dengan menggunakan melalui

Usmayani, S.Pd* adalah Guru SMP Negeri 1 Susoh

87

pendekatan (CTL).dalam pembelajaran perlu dilatih pada siswa dengan lebih kontinu, agar siswa menjadi lebih percaya diri. DAFTAR PUSTAKA Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES. Asri Budiningsih Tahun 2004. Belajar dan Pembelajaran .Yokjakarta PT Rineka Cipta. Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning(CTL). Jakarta: Depdiknas. Nurhayati, Nunung. 2006. Ringkasan dan Bank Soal SAINS. Bandung: Yrama Widya. Drs. Slameto. 1998, Evaluasi Pendidikan. Jakrta Bumi Aksara . Jaaln Sawo Raya No. 18 Priatiningsih, Titi. 2004. Pengembangan Instrumen Penilaian Biologi.Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah. Sulistyanto, Heli, dkk. 2008. Asyik Belajar SainsV. Jakarta: Depdinas. Sarjan, dkk. 2004. Sains 5. Klaten: CV. Sahabat. Suwandi, Sarwiji. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas. Nurhadi, dkk.2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL) dan Penerapan Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press). Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAUPPAI, universitas Terbuka. Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendikia. Surakhmad, Winarno, 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan , Suatu Pendekatan Baru. Bandung; Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

88

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI TEKS TEKS IKLAN DALAM SURAT KABAR MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD KELAS IX-2 SEMESTER I TAHUN AJARAN 2014/2015 SMP BABUL ISTIQAMAH SUSOH

Oleh A. Rani*

Abstrak Penelitian ini berjudul “Peningkatan hasil belajar siswa materi teks teks iklan dalam surat kabar melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD kelas IX-2 semister I tahun ajaran 2014/2015 SMP Babul Istiqamah Susoh” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan model STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 dalam membedakan fakta dan opini dalam teks iklan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada SMP Babul Istiqamah Susoh. Tahun pelajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX-2 SMP Babul Istiqamah Susoh tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 23 siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada kompetensi dasar membedakan fakta dan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif pada siswa kelas IX-2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar membedakan fakta dan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif. Pada siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 43,48% (10 siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 56,52% (13 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 86,95% (20 siswa) dan sebanyak 13,1% (3 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I 69,13 dan rata-rata kelas siklus II 84,35. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 28,05 %, dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mencapai peningkatan sebesar 69,57%, jika dibandingkan dengan kondis awal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 SMP Negeri1 Susoh pada kompetensi dasar membedakan fakta dan opini dalam teks iklan di Surat kabar melalui kegiatan membaca intensif. Kata Kunci: Hasil Belajar, teks teks iklan dalam surat kabar, Model Tipe STAD.

PENDAHULUAN Para partisipasi (penutur dan mitra tutur, pembicara dan mitra bicara) berkomunikasi merealisasikan ide, pendapat dan perasaan melalui bahasa. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya,

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpatisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginative yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

baik dan benar baik secara lisan dan tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Membaca merupakan salah satu aspek dari keempat berbahasa yang harus dikembangkan di sekolah dan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Manusia memperoleh berbagai informasi dan pengetahuan melalui aktifitas membaca. Pada umumnya, informasi disampaikan melalui media tulisan sehingga hanya melalui kegiatan membacalah manusia dapat menyerap informasi yang disampaikan. Kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam masyarakat pelajar. Siswa yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang kontinyu dan siswa yang melihat tingginya nilai (Value) membaca dalam kegiatan priadinya akan lebih giat belajar dibandingkan siswa yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca, (Burns, dkk. Dalam Rahim, 2005). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca merupakan bagian fundamental dalam dunia pendidikan. Sebagian proses pemerolehan pengetahuan dilakukan melalui aktivitas membaca. Oleh sebab itu siswa dapat meningkatkan kemampuan dan peningkatan keterampilan berbahasa melalui kegiatan membaca. Pembelajaran membaca, khususnya membaca intensif dan membaca memindai dengan kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif, selama ini berlangsung kurang efektif. Guru masih mengajar dengan menggunakan sistem dan cara- cara yang lama (konvensional), siswa menjadi jenuh dan bosan sehingga proses pembelajaran di kelas menjemukan. Pada akhirnya hasil yang diharapkan tidak tercapai. Disamping itu guru belum memanfaatkan model-model pembelajaran yang menarik dan cocok dengan materi pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian tindakan kelas yang berhubungan dengan peningkatan hasil belajar siswa kelas IX-2 membedakan fakta dan opini dalam teks iklan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

89

Pembelajaran kooperatif Tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sederhana, sehingga cocok bagi guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Ibrahim dkk, (2000:35) dalam pembelajaran kooperatif Tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja jenis kelamin dan suku. Guru menyediakan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut. Pada akhirnya siswa diberikan tes, pada saat tes mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok, tim yang mencapai kriteria tersebut diberikan sertifikat atau penghargaan lain. Depdiknas, (2006: 41) menetapkan bahwa salah satu standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indoesia pada SMP kelas IX2 adalah memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca memindai. Kompetensi dasarnya adalah membedakan antara fakta dan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif. Sedangkan indikator yag diharapkan adalah siswa mampu mendata fakta, mendata opini dan mampu membedakan fakta dengan opini yang ada dalam teks iklan. Pemuatan iklan di surat kabar atau majalah bertujuan menginformasikan suatu produk kepada pembaca (khalayak ramai). Iklan yang baik akan menginformasikan produknya secara lengkap, jujur, jelas, dan berimbang. Iklan yang sukses adalah iklan yang berhasil membujuk dan menggerakkan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Namun, pengiklan tidak boleh menyajikan opini yang berlebihan, Nurhadi dkk, (2007:81). Kemampuan membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan bagi siswa sangat penting. Sebagai pembaca, siswa tidak sekedar menyerap apa yang ada, tetapi juga memikirkan masalah yang dibahas. Artinya, ketika membaca seseorang harus berfikir, menilai, membuat batasan-batasan terhadap yang disampaikan, baik yang berupa fakta maupun opini yang terdapat dalam teks iklan di surat kabar.

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

Beranjak dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Membedakan Fakta dengan Opini dalam Teks Iklan melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada SMP Babul Istiqamah Susoh “. Berdasarkan uraikan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah penggunaan model pembelajaran Koopertif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan pada SMP Babul Istiqamah Susoh? 2. Apakah penggunaan model pembelajaran Koopertif Tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa hasil belajar siswa kelas IX-2 membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan pada SMP Babul Istiqamah Susoh? Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui dapat meningkatkan: 1. Model pembelajaran Koopertif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-2 membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan pada SMP Babul Istiqamah Susoh. 2. Model pembelajaran Koopertif Tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa hasil belajar siswa kelas IX-2 membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan pada SMP Babul Istiqamah Susoh ? Penelitian ini bermanfaat untuk beberapa hal. 1. Bagi guru. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi sebagai salah satu alternatif pemilihan metode atau strategi pembelajaran bahasa Indonesia aspek membaca yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, dengan mencermati hasil penelitian ini diharapkan para guru dapat memperluas wawasannya tentang strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan. 2. Bagi siswa. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi pelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi membedakan fakta dan opini dalam teks iklan.

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

90

3. Bagi sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermamfaat bagi sekolah terutama dalam upaya peningkatan kinerja guru di sekolah. Peningkatan kinerja guru terutama dalam perencanaan pembelajaran, penyiapan media pembelajaran, dan implementasinya di kelas secara tepat akan memberikan pengaruh yang positif terhadap proses dan hasil pembelajaran. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dokumentasi sekolah yang akan bermanfaat bagi guru-guru yang lain yang berencana melaksanakan penelitian tindakan kelas. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMP Babul Istiqamah Susoh, siswa kelas IX-2 SMP Babul Istiqamah Susoh. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IX-2. Alasan penetapan kelas IX-2 sebagai tempat penelitian adalah masalah ketidakmampuan siswa dalam membedakan fakta dan opini dalam teks iklan di surat kabar, dialami oleh sebagian besar siswa di kelas tersebut, selain itu salah satu tujuan yang dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di Surat Kabar melalui kegiatan membaca intensif. A. Subyek Penelitian Berdasarkan judul penelitian yaitu” Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IX-2 Membedakan Fakta dengan Opini dalam Teks Iklan Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada SMP Babul Istiqamah Susoh” tahun pelajaran 2014/2015, maka subjek penelitiannya adalah siswa kelas IX-2, SMP Babul Istiqamah Susoh, tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 23 orang. B. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-2 sebagai subyek penelitian. Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi data hasil tes tertulis. Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang terdiri atas materi Teks tek iklan dalam surat kabar. Selain siswa sebagai sumber data, penulis juga

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

menggunakan teman sejawat sesama guru bahasa Indonesia sebagai sumber data. C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi Cara menulis iklan baris. Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi Cara menulis iklan baris, pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran bahasa Indonesia. 2. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data meliputi: a. Tes tertulis, terdiri atas 10 butir soal. b. Non tes, meliputi lembar observasi dan dokumen. D. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi: 1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. E. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. Siklus I a. Perencanaan (planning), terdiri atas kegiatan: 1) Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); 2) Penyiapan skenario pembelajaran. b. Pelaksanaan (acting), terdiri atas kegiatan;

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

91

1) Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, 2) Proses pembelajaran dengan materi Teks-teks Iklan dalam surat kabar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. 3) Secara kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan fakta dan opini dari teks iklan yang dibagikan. 4) Tugas diberikan secara kelompok, tiap anggota menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota kelompok itu mengerti. 5) Masing-masing siswa diberi kuis, dan pada saat menjawab tidak boleh dibantu sehingga diperoleh skor kelompok berdasarkan jawaban anggotanya. 6) Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran, 7) Mengadakan tes tertulis, c. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya. Atas dasar hasil tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. d. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I. 2. Siklus II 1. Perencanaan (planning), terdiri atas kegiatan: a. Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); b. Penyiapan skenario pembelajaran. 2. Pelaksanaan (acting), terdiri atas kegiatan; a. Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal Pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada kompetensi dasar Menulis iklan baris dengan bahasa singkat, padat dan jelas b. Secara kelompok siswa berdiskusi tentang perbedaan fakta dengan opini yang terdapat dalam teks iklan di surat kabar. c. Masing-masing kelompok difasilitasi ke depan untuk

92

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. d. Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran, e. Mengadakan tes tertulis, f. Penilaian hasil tes tertulis. 3. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya,

4. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal Pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara konvensional. Guru cenderung mentransfer ilmu pada siswa, sehingga siswa pasif, kurang kreatif, bahkan cenderung bosan. Di samping itu dalam menyampaikan materi guru tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Pada Pra Siklus Melihat kondisi pembelajaran yang monoton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada nilai yang diperoleh siswa kelas IX-2 pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif (pra siklus) seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Nilai Tes Pra Siklus NO

Hasil (Angka)

1 2 3 4 5

85-10 75-84 65-74 55-64 <54

Hasil (Huruf)

A B C D E Jumlah Gambar : Hasil tabulasi data September 2014 Untuk memperjelas data dari Tabel 2 dapat dibuat histogram sebagai berikut :

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

berikut ini. Banyak siswa belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindikasikan pada capaian nilai hasil belajar di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70.

Arti Lambang Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Jumlah Siswa 4 6 8 5 23

Persen 0% 17,39% 26,09% 34,78% 21,74% 100%

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

93

6 5 4 3

Banyak…

2 1 0

Hasil nilai

<54

55-64

65-74

75-84 85-100

Gambar 2. Grafik Hasil Tes Pra siklus Berdasarkan hasil analisis yang digambarkan dalam Gambar 1 di atas diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai B (Baik) 17,39% atau sebanyak 4 siswa dan yang mendapat nilai C (Cukup) sebanyak 26,09% atau 6 siswa dan nilai kurang 34,78% atau sebanyak 8 siswa,

sedangkan yang mendapat nilai sangat kurang 21,74% atau sebanyak 5 siswa. Dari hasil tes seperti tersebut di atas, sebagaian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar, hanya sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan belajar pada kondisi awal dapat diketahui pada 93embe di bawah ini.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Hasil Tes Pra Siklus Jumlah Siswa No

Ketuntasan Belajar

Pra Siklus Jumlah

Persen

Tuntas 4 Belum Tuntas 19 Jumlah 23 Sumber : Hasil tabulasi data September 2014

17,39% 82,61% 100%

1. 2.

Berdasarkan data pada Tabel 2 tersebut di atas, diketahui bahwa siswa kelas IX-2 yang memiliki nilai kurang dari KKM 70, sebanyak 19 siswa. Dengan demikian jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimum untuk kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar Tabel 3. Rata-rata Hasil Tes Pra Siklus No Keterangan Nilai 1 Nilai tertinggi 80 2 Nilai Terendah 40 3 Nilai Rata-rata 56,30 Sumber : Hasil tabulasi September 2014

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

melalui kegiatan membaca intensif adalah 19 siswa (82,61%), sedangkan yang telah mencapai ketuntasan sebanyak 4 siswa (17,39%). Hasil nilai pra siklus I yang diperoleh dari hasil tes awal dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini.

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

B. DESKRIPSI HASIL SIKLUS I 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kompetensi dasar Membedakan antara fakta dan opini dalam teks iklan di surat kabar dan mendata fakta yang ada. Berdasarkan materi yang dipilih tersebut, kemudian disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).Tema yang dipilih dalam siklus I tentang Teks tek iklan dalam surat kabar. Berdasarkan tema yang ditulis tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 2 x 40 menit artinya setiap RPP disampaikan dalam 1 x tatap muka. Dengan demikian, selama siklus I terjadi 2 x tatap muka. b. Pembentukan kelompok-kelompok belajar Pada siklus I, siswa dalam satu kelas menjadi 5 kelompok kecil dengan memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut :

94

a. Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi Teks tek iklan dalam surat kabar. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan panduan LKS. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1. Guru secara klasikal menyampaikan tujuan dan kompetensi dasar yang akan dipelajari siswa. 2. Guru membentuk kelompok belajar secara hiterogen. 3. Guru membagikan contoh-contoh teks iklan di surat kabar kepada kelompok belajar. 4. Secara kelompok siswa mendata fakta dan opini yang ada dalam teks iklan yang dibagikan. 5. Secara kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan fakta dan opini dalam teks iklan yang dibagikan, di pandu dengan LKS. 6. Secara kelompok siswa bertanya jawab antar kelompok dan masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. 7. Guru memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. 8. Guru menilai hasil evaluasi 9. Guru memberikan tindak lanjut

Gambar 3. Kondisi Pembelajaran Pada Siklus I Sekilas gambaran proses pembelajaran pada siklus I, guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tapi

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

siswa secara aktif dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari materi dan mempresentasikan hasil kerjanya.

95

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Suasana pembelajaran menjadi lebih pembelajaran yang sedang berlansung. menyenangkan, nampak semua siswa Observasi dilaksanakan pada bergairah dalam mengikuti pelajaran. keseluruhan kegiatan tatap muka, b. Wawancara dilaksanakan setelah dalam hal ini dilakukan oleh dua orang selesai proses diskusi. Kegiatan teman guru bidang studi bahasa wawancara dilaksanakan oleh guru Indonesia pada SMP Babul Istiqamah terhadap beberapa anggota kelompok. Susoh yang bertindak sebagai observer. Wawancara diperlukan untuk Observasi dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mengetahui secara detail keaktifan, siswa dalam memahami materi Teks kerjasama, kecepatan dan ketepatan tek iklan dalam surat kabar dengan siswa dalam mendata fakta dan opini model pembelajaran kooperatif STAD. dalam teks iklan di surat kabar, dipandu Pertanyaan-pertanyaan yang telah dengan LKS. dipersiapkan akan berkembang ketika wawancara berlangsung. Hasil Hasil observasi digunakan sebagai wawancara dijadikan sebagai bahan bahan refleksi dan untuk merencanakan refleksi. rencana tindakan pada siklus II. c. Observasi Lembar pengamatan yang dimaksudkan 3. Hasil Pengamatan di sini adalah pedoman pengamatan Hasil pengamatan pada siklus I dapat untuk memperoleh gambaran proses dideskripsikan pada Tabel.4 di bawah ini. Tabel 4. Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I Hasil Hasil Arti Lambang Jumlah Persen No (Angka) ( Huruf) Siswa 1 85-100 A Sangat baik 2 75-84 B Baik 3 65-74 C Cukup 4 55-64 D Kurang 5 <54 E Sangat Kurang Jumlah Sumber : Hasil tabulasi data September 2014

2 9 6 1 -

11,1% 50,0% 33,3% 5,6% 100%

Berdasarkan data Tabel 5 di atas, dapat digambarkan dengan grafikdibawah ini : 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Banyak siswa

<54 55-64 65-74 75-84 85-100 Gambar 4. Grafik Hasil Tes Siklus I Berdasarkan data tabel di atas tergambar hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (8,70%), sedangkan yang mendapat nilai B

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

(baik) adalah 8 siswa atau (34,78%), sedangkan dari jumlah 23 siswa yang masih mendapat nilai C (cukup) sebanyak 10 siswa (43,48%), sedangkan yang mendapat nilai D

96

(kurang) ada 3 siswa (13,04%), sedangkan yang mendapat nilai E (sangat kurang) tidak ada atau 0%.

Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus I No

Jumlah Siswa

Ketuntasan

1.

Tuntas

2.

Belum Tuntas Jumlah

Jumlah 10

Persen 43,48%

13 23

56,52% 100%

Berdasarkan tabel 4,5 ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 23 siswa terdapat 10 atau 43,48% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa atau 56,52% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil Tabel 6. Rata-rata Hasil Tes Siklus I No Keterangan 1 Nilai tertinggi 2 Nilai Terendah 3 Nilai Rata-rata Sumber : Hasil tabulasi September 2014 4. Refleksi Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal. Pada pra siklus jumlah siswa yang di bawah KKM sebanyak 19 siswa dan pada akhir siklus

nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 90, sedangkan nilai ter rendah 55, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 68,47 seperti pada tabel dibawah ini.

Nilai 90 50 69,13

I berkurang menjadi 13 siswa, nilai rata-rata kelas meningkat dari 56,30 menjadi 69,13 Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I, seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I No Hasil tes Jumlah siswa yang berhasil (dalam huruf ) Pra siklus Siklus I 1 A (85 -100) 2 2 B (75-84) 4 8 3 C (65-74) 6 10 4 D (55-64) 8 3 5 E (< 54) 5 Jumlah 23 23 Sumber : Hasil tabulasi data Oktober 2014 Peningkatan ketuntasan belajar siswa tampak pada tabel di bawah ini, jika dibandingkan

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

hasil pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

97

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Tabel 8. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Pra Siklus dengan Siklus I Jumlah Siswa No 1. 2.

Ketuntasan Jumlah 4 19

Tuntas Belum Tuntas

Jumlah

Pra Siklus Persen 17,39% 82,61%

23

100%

Jumlah 10 13

Siklus I Persen 43,48% 56,52%

23

100%

16 14 12 10 8

Tuntas

6

Belum Tuntas

4 2 0 Pra siklus

Siklus I Gambar 5. Grafik Ketuntasan Pra Siklus dan Siklus I

Peningkatan hasil rata- rata kelas nampak ada perubahan pra siklus dengan siklus I Tabel 9. Perbandingan nilai rata-rata Pra Siklus dan Siklus I No Keterangan Pra siklus Siklus I 1 Nilai tertinggi 80 90 2 Nilai terendah 40 50 3 Nilai rata- rata 56,30 69,13 Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar, khususnya pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar. Oleh karena itu, rata-rata kelas pun mengalami kenaikan menjadi 69,13%. Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena sebagian siswa beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok akan mendapat prestasi yang sama. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II.

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

C. Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran Dalam siklus II, merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Materi pelajaran dalam siklus II adalah Cara menulis iklan baris. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tema yang dipilih pada siklus II Cara menulis iklan baris. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 2 x 40 menit dengan 2 kali tatap muka. b. Pembentukan kelompok belajar siswa.

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

Siswa dalam satu kelas dibagi atas 6 kelompok belajar untuk mendiskusikan perbedaan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar.

2)

3) 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi. Model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1) Guru memberikan evaluasi atas kegiatan pembelajaran pada siklus1

4)

5)

6) 7)

98

Guru memberikan motivasi bagi siswa untuk membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan yang di bagikan. Guru membimbing siswa untuk membedakan fakta dan opini dalam teks iklan yang dibagikan berdasarkan ciri-cirinya Siswa ditugaskan mencari fakta dan opini dalam teks iklan yang dibagikan. Membimbing siswa menemukan fakta dan opini dalam teks iklan yang dibagikan Guru memberikan evaluasi dengan tes. Guru menilai hasil evaluasi.

Gambar 6. Kondisi pelaksanaan pembelajaran pada siklus II Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II siswa masih belajar secara kelompok, namun dalam kegiatan kelompok ini siswa tertantang untuk lebih mandiri dalam menguasai materi. Karena disamping belajar secara kelompok namun siswa berkompetesi secara pribadi. b. Wawancara Wawancara dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami, memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu, wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi. c. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh 2 (dua) observer yaitu bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII SMP Babul Istiqamah Susoh. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi. 3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Tabel 10. Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II No Hasil Hasil Arti Lambang (Angka) (Huruf) 1 85-100 A Sangat Baik 2 75-84 B Baik 3 65-74 C Cukup 4 55-64 D Kurang 5 <54 E Sangat Kurang Jumlah Sumber : Tabulasi Data Oktober 2014

Jumlah Siswa 5 15 3 23

99

Persen 21,74% 65,22% 13,04% 100%

Dari Tabel 11 tersebut dapat dibuat histogram sebagai berikut : 12 10 8 6

Siklus II

4 2 0 <54

55-64

65-74

75-84

85-100

Gambar 7. Diagram hasil nilai siklus II Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 3 siswa.Sedangkan yang mendapat yang mendapatkan nilai sangat baik (A) nilai D (kurang) dan E (sangat kurang) tidak 21,74% atau 5 siswa, sedangkan yang ada. Jadi nilai rata-rata kelas 84,35. terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) Ketuntasan belajar pada siklus II dapat adalah 65,22% atau 15 siswa. Dan yang ditabulasikan seperti pada Tabel 11 di bawah mendapat nilai C (cukup) adalah 13,04% atau ini. Tabel 11. Ketuntasan Belajar Siklus II Jumlah Siswa

No

Ketuntasan Bel;ajar

1.

Tuntas

Jumlah 20

Persen 86,95%

2. Belum Tuntas Jumlah

3 18

13,1% 23

Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 21 siswa ( 91,30%) yang Tabel 12. Rata-rata Hasil Tes siklus II No Keterangan 1 Nilai tertinggi 2 Nilai Terendah 3 Nilai Rata-rata Sumber : Data yang diolah Oktober 2014

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

berarti sudah ada peningkatan . Rata-rata kelas pun menjadi meningkat. Hasil Nilai Rata- rata Siklus II dapat diperjelas di bawah ini.

Nilai 100 60 84,35

100

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

4. Refleksi Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia,

khususnya kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Untuk lebih jelasnya pada Tabel 13 berikut dipaparkan hasil refleksi pada siklus II.

Tabel 13. Perbandingan Hasil Nilai Tes Model Siklus I dan Siklus II Jumlah Siswa yang Berhasil No Hasil Tes Siklus I Siklus II 1 A (85 -100) 2 5 2 B (75-84) 8 15 3 C (65-74) 10 3 4 D (55-64) 3 5 E (< 54) Jumlah 23 23 Sumber : Hasil Tabulasi Data November2014

Jika dibandingkan antara keadaan kondisi sudah ada peningkatan menjadi 69,13. Adapun awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa kenaikan rata–rata pada siklus II menjadi saat kondisi awal rata- rata kelas sebesar 84,35. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada 56,30, sedangkan nilai rata-rata kelas siklus I tabel dibawah ini : Tabel 14. Perbandingan Hasil Tes Pra siklus, siklus I dan Siklus II N O

HasilLambang Angka

Hasil Evaluasi

Arti Lambang

1 2 3 4 5

85-100 75-84 65-74 55-64 <54 Jumlah

A B C D E

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Pra tindakan

Model Siklus I

Model Siklus II

4 6 8 5 23

2 8 10 3 23

5 15 3 23

Tabel 15. Perbandingan Ketuntasan Nilai Rata-Rata Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II Jumlah siswa No

Uraian

Rata-Rata Tuntas

1 2 3

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

4 siswa 10 siswa 20 siswa

Atas dasar informasi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD khususnya pada penguasaan kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif ada peningkatan.

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

Belum Tuntas 19 siswa 13 siswa 3 siswa

56,30 69,13 84,35

D. Pembahasan Tiap siklus dan Antar siklus Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

bahasa Indonesia khususnya penguasaan kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar, pada siswa kelas X-3 semester I tahun pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut. 1. Pembahasan Pra Siklus I 1) Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas IX-2, nilai rata- rata mata pelajaran bahasa Indonesia rendah, khususnya pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Yang jelas salah satunya disebabkan karena sulitnya menentukan fakta dan opini sehingga siswa tidak mampu membedakan antara fakta dengan opini dalam teks iklan dengan benar. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 23 siswa terdapat 4 atau 17,39% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan Minimal. Sedangkan 19 siswa atau 82,61% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal untuk kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar yang telah ditentukan yaitu sebesar 80. Sedangkan hasil nilai pra siklus terdapat nilai tertinggi adalah 80, nilai terendah 40, dengan rata-rata kelas sebesar 56,30.

101

terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut : 1) Hasil Belajar Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (8,70%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 8 siswa atau (34,78%), sedangkan dari jumlah 23 siswa yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 10 siswa (43,48%) , sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 3 siswa (13,04 %), sedangkan yang mendapat nilai E (sangat kurang) tidak ada atau tidak ada. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 23 siswa terdapat 10 atau 43,48% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa atau 56,52% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari Hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 90, nilai terendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 69,13. 2) Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kegiatan yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang didapat secara kelompok. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan model 2) Proses Pembelajaran pembelajaran kooperatif Tipe STAD perlu Proses pembelajaran pada pra siklus kecermatan dan ketepatan. menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena Hasil antara kondisi awal dengan siklus I tidak diberi respon yang menantang. Siswa menyebabkan adanya perubahan walau belum terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena bisa optimal, hal ini ditandai dengan pembelajaran selalu monoton. peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar . Dari hasil tes akhir siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan 2. Pembahasan Siklus I Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan awal atau sebelum dilakukan tindakan. hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti Perbandingan tersebut dapat disajikan pada tabel berikut. Tabel 16. Perbandingan Kegiatan dan Hasil Pada Pra Siklus dan Siklus I NO Pra Siklus Siklus I 1 Tindakan Tindakan Pembelajaran konvensional , tanpa Penerapan Pembelajaran dengan menggunakan menggunakan model pembelajaran yang model pembelajaran kooperatif Tipe STAD cocok dipandu dengan LKS. Hasil Belajar Hasil Belajar 1  Ketuntasan  Ketuntasan  Tuntas : 4 (17,39%)  Tuntas : 10 (43,48%)

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

   

2

Belum tuntas : 19 (82,61%) Nilai Tertinggi :80 Nilai terendah :40 Nilai rata- rata : 56,30

Proses belajar  Proses pembelajaran pasif

102

    

Belum tuntas : 13 ( 56,52%) Nilai Tertinggi : 90 Nilai terendah : 50 Nilai rata- rata : 69,13 Refleksi Nilai rata- rata meningkat 12,83% = 12,83/56,30 x100% =22,79% Proses belajar  Proses pembelajaran ada perubahan , siswa mulai aktif

 Siswa kurang terlibat dalam proses Siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran pembelajaran  Siswa hanya mendengarkan , kadang Siswa mencari dan menemukan materi,mencatat mencatat hal-hal penting dan mengkomunikasikan antar teman .  Belum memanfaatkan model Sudah memanfaatkan metode pembelajaran sesuai pembelajaran yang tepat materi  Belum tumbuh kreatifitas dan kerjasama Kreatifitas, kerjasama, tanggung jawab mulai antar teman tampak  Sebagian besar alat indera aktif  Sebagian kecil indera yang aktif Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD, hasil belajar siswa mengalami peningkatan baik dalam mencapai ketuntasan belajar yaitu dari 19 siswa belum tuntas pada pra siklus, mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 13 siswa yang belum tuntas. Sedangkan nilai rata–rata kelas ada kenaikan sebesar 22,79%. Pada siklus I ini belum semua siswa mencapai ketuntasan. Pembahasan Siklus II Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes dan non tes, Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut. 1. Hasil Belajar Dari pelaksanan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 21,74% atau 5 siswa, sedangkan yang mendapat nilai baik (B) adalah 65,22% atau 15 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 13,04% atau sebanyak 3 siswa.Sedangkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. Sedangkan nilai ratarata kelas 84,35. 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individual yang harus dipertanggung jawabkan, karena hasil kemampuan siswa dipresentasikan di muka kelas antar kelompok. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok , serta antar kelompok. Masingmasing siswa ada peningkatan latihan berdiskusi dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga siswa terlatih ketrampilan berdiskusi. Ada persaingan positif antar kelompok dan individu untuk mendapatkan penghargaan dan menunjukkan jati diri siswa. Hasil antara siklus I dengan siklus II ada perubahan secara signifikan, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar, dari hasil tes akhir siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I. Peningkatan hasil belajar maupun ketuntasan tersebut dapat disajikan pada Tabel18 dibawah ini.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

103

Tabel 17. Perbandingan kegiatan dan hasil pada siklus I dan siklus II NO Siklus I Siklus II Tindakan 1 Tindakan Pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran dengan menggunakan model model pembelajaran kooperatif Tipe pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan STAD dengan panduan teks iklan. panduan LKS Hasil Belajar 2 Hasil Belajar  Ketuntasan  Ketuntasan  Tuntas : 10 (43,48%)  Tuntas : 20 (86,96%)  Belum tuntas :13 (56,52%)  Belum tuntas : 3 (13,04%)  Nilai Tertinggi  Nilai terendah  Nilai rata- rata

2  

   

: 90 : 50 : 69,13

Proses belajar Proses pembelajaran ada perubahan, siswa  mulai aktif Siswa terlibat langsung dalam proses  pembelajaran



Siswa mencari dan menemukan materi,  mencatat serta mengkomunikasikan antar teman dalam kelompok maupun antar kelompok



Belum memanfaatkan pembelajaran sesuai materi



Kreatifitas, kerjasama ,tanggung jawab  mulai tampak.



Sebagian besar alat indera aktif

media 



Dengan melihat perbandingan hasil tes siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata-rata kelas. Dari sejumlah 23 siswa masih ada 3 siswa yang belum mencapai ketuntasan, hal ini memang 3 siswa tersebut harus mendapatkan pelayanan khusus, namun sekalipun 3 siswa ini belum mencapai ketuntasan, di sisi lain tetap bergairah dalam belajar. Sedangkan ketuntasan ada peningkatan sebesar 26,09% dibandingkan pada siklus I Sedangkan nilai tertinggi pada siklus II sudah ada peningkatan dengan mendapat nilai 85-100 sebanyak 8 siswa, hal ini karena ke-8

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

Nilai Tertinggi : 100 Nilai terendah : 60 Nilai rata- rata : 84,35 Refleksi Nilai rata - rata meningkat 15,22% = 15,22/69,13 x100% =22,02% Proses belajar Proses pembelajaran siswa aktif dan kreatif serta cekatan Siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, dan masing- masing siswa punya tugas mandiri Siswa mencari dan menemukan materi,mencatat dan mengkomunikasikan dan mendemontrasikan hasil penyelesaian secara kompetitif antar teman dalam kelompok maupun antar kelompok Sudah memanfaatkan media pembelajaran sesuai materi yaitu pias- pias peta yang diperagakan Kreatifitas, kerjasama, tanggung jawab dan ide, kecermatan, ketepatan dan kecepatan muncul Semua alat alat indera aktif, baik mental maupun fisik siswa tersebut di samping mempunyai kemampuan cukup, didukung rasa senang dan dalam belajar, sehingga mereka dapat nilai yang optimal. Dari nilai rata-rata kelas yang dicapai pada siklus II ada peningkatan sebesar 15,22% dibandingkan nilai rata- rata kelas pada siklus I. Secara umum dari hasil pengamatan dan tes sebelum pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia sebesar 28,05%.

A.Rani, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Teks Teks Iklan

C. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar pada siswa kelas IX-2 SMP Babul Istiqamah Susoh pada semester I (ganjil) tahun pelajaran 2014/2015, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Peningkatan nilai rata-rata yaitu 56,30 pada kondisi awal menjadi 69,13 pada siklus I dan menjadi 84,35 pada siklus II. Nilai rata-rata siklus I meningkat 12,83% dari kondisi awal, nilai rata-rata siklus II meningkat 15,22% dari siklus I. Sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I ada peningkatan sebesar 26,09% dari kondisi awal, siklus II meningkat 43,48% dari siklus I. Peningkatan nilai rata-rata kelas secara keseluruhan sebesar 69,57% Pada akhir pembelajaran terdapat perubahan positif pada siswa mengenai pemahaman membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD, ternyata mampu meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif pada siswa kelas IX-2 SMP Babul Istiqamah Susoh, tahun pelajaran 2014/2015. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 43,48% (10 siswa) dan siswa yang belum tuntas sebanyak 56,52% (13 siswa), sedangkan pada akhir siklus II sebanyak 86,96% (20 siswa) dan sebanyak 13,04% (3 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata-rata kelas siklus I 69,13 dan rata-rata kelas siklus II 84,35. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 28,05%, dan ketuntasan belajar siswa secara

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

104

keseluruhan mencapai peningkatan sebesar 69,57% jika dibandingkan dengan kondisi awal. B.

Saran Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD sesuai dengan materi yang diajarkan, untuk meningkatkan hasil belajar dengan kompetensi dasar membedakan fakta dengan opini dalam teks iklan di surat kabar melalui kegiatan membaca intensif. Selain itu guru hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar dengan bantuan teks iklan yang dipilih dan LKS. DAFTAR PUSTAKA Anitah, 2008. Strategi Pembelajaran di SMP . Jakarata: Universitas Terbuka Arikunto, Suharsini, 1991. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. BNSP , 2007. Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SMP. Jakarta: Depdiknas. Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian. Siliwangi: HDB. Dahar, RW. 1998. Teori – teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Edisi ke- 3: Balai Pusataka. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono.1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Dinas Prop Jateng, 2004. Model- Model Pembelajaran dan Penilaian. Makalah disampaikan pada Bintek Guru SMP bidang studi Fisika Hidayat,Komarudin.2002.Active Learning. Yogyakarta: Yappendi. Pahyono, dkk. 2005. Strategi Pembelajaran efektif , Model pembelajaran Nurhadi, dkk. 2002. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Erlangga. Oemar, Hamalik.1993.Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana,Nana. 2005. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Bumi Algesindo. Sudikin, dkk. 2002. Manajemen Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

A.rani, S.Pd* adalah Guru SMP Babul Istiqamah Susoh

105

Suryabrata, Sumadi. 1989. Pysikologi Pendidikan. Yokyakarta: Andi Offset. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAUPPAI, Universitas Terbuka.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

106

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI ORGAN PERNAFASAN MELALUI METODE ALAT PERAGA KELAS V SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PADA SD NEGERI 12 BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Oleh Aidar*

Abstrak Berdasarkan pengalaman di lapangan, pembelajaran IPA secara konvensional kurang mendapat perhatian dan simpati dari peserta didik dibanding dengan mata pelajaran olah raga, kesenian atau ketrampilan. Waktu pelajaran berlangsung banyak peserta didik yang kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh, berbicara dengan temannya, atau melakukan kegiatan-kegiatan lain yang tidak terfokus pada mata pelajaran. Hal ini sangat merepotkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, sebab guru disibukkan dengan urusan penertiban suasana kelas yang kurang mendukung. Sehingga penyampaian materi kurang maksimal dan siswa juga tidak bisa memahami materi pelajaran secara maksimal pula. Karena itu penulis berinisiatif melakukan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Di samping memperbaiki pemahaan siswa penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar melalui alat peraga pada siswa kelas V SD Negeri 12 Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode alat peraga dipilih untuk memperbaiki pembelajaran karena terbukti mampu membangkitkan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian berdampak pada peningkatan pemahaman materi dan peningkatan prestasi belajar siswa. Terbukti sebelum menggunakan alat peraga diperoleh data awal hasil tes akhir siswa dari 15 siswa kelas V semester I SD Negeri 12 Blangpidie masih jauh dari harapan yaitu kurang dari 50 % ketuntasan belajar yang seharusnya 85%. Keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan juga rendah hanya 32% targetnya adalah 80% sampai 90%. Setelah menggunakan media gambar pada siklus II perbaikan pembelajaran menunjukkan 85% siswa mencapai ketuntasan belajar dan tingkat keaktifan siswa dalam bertanya 75% kemampuan menjawab pertanyaan 83% itu merupakan pencapaian yang memuaskan penulis. Dengan demikian apa yang penulis harapkan telah tercapai dengan melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini yaitu suatu peningkatan prestasi belajar. Kata Kunci : Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, Metode Alat Peraga.

PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu pancasila. Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, Memperkuat kepribadian dan cinta tanah air, dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

yang baik dan berkesinambungan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Imanuddin (1990:40) pendidikan merupakan salah satu faktor bagi kehidupan suatu bangsa, karena pendidikan dapat menciptakan manusia yang terampil dalam pembangunan serta mampu berpikir kritis. Pendidikan dapat menentukan maju mundurnya proses pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam kehidupan dan perkembangan suatu bangsa. Dengan pendidikan dapat mendorong dan menentukan maju mundurnya pelaksanaan pembangunan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

bangsa dalam segala bidang. Oleh karena itu, pemerintah berupaya terus untuk pemerataan pendidikan dan peningkatan mutunya. Oleh karena itu, pelaksanaan program pengajaran merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan terhadap keberhasilan pengajaran. Sebab bagaimanapun baiknya perencanaan/penyusunan yang dibuat tanpa ditunjang oleh pelaksanaan yang baik maka tujuan yang akan diharapkan relatif kurang sempurna. Disadari atau tidak penggunaan satuan pelajaran dalam pelaksanaan pendidikan formal disekolah-sekolah sangat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dalam jangka waktu yang ditentukan sebelumnya. Penggunaan dan penerapan satuan pelajaran sangat membantu seorang guru dalam mempersiapkan berbagai macam kebutuhan yang menyangkut dengan proses belajar mengajar yang akan berlangsung seperti, pemilihan alat, bahan-bahan, media, sumber dan materi pelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dapat dijalankan seefektif dan seefesien mungkin. Sebenarnya ada banyak faktor penyebab yang dapat mempengaruhi keberhasilan studi murid dan faktor-faktor tersebut dapat digolongkan kedalam dua macam yaitu faktor yang berasal dari dalam murid (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri murid (eksternal). Adapun faktor yang berasal dari murid adalah Bakat, minat, intelegensi, motivasi. Adapun faktor yang berasal dari luar murid (eksternal) adalah : lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Misalnya dalam materi Organ Pernafasan pada kompetensi Dasar Organ Pernafasan pada manusia siswa lebih cepat mengerti dan memahami dengan cara langsung melihat carta pernafasan tersebut. Contohnya :hidung, batang tenggorokan dan paru-paru dan sebagainya. Siswa SD kelas V lebih mudah memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan pernafasan tersebut, dibandingkan hanya dengan melihat gambar yang disajikan dipapan tulis atau buku saja. Mereka lebih termotivasi untuk mengetahui lebih dengan melihat sekaligus memegang langsung. Dan memudahkan seorang guru dalam mengajar ataupun menjelaskan pelajaran. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dipaparkan diatas, maka

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

107

kajian tentang pemanfaatan Alat peraga dalam proses pengajaran IPA sangat penting diteleti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Atas dasar itulah, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ Pengaruh alat peraga terhadap pemahaman siswa dalam materi organ pernafasan siswa kelas V pada SD Negeri 12 Blangpidie Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, maka yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Apakah prestasi belajar kelas V SD Negeri 12 Blangpidie yang menggunakan alat peraga lebih baik dari pada prestasi belajar siswa yang tidak menggunakan alat peraga?”. Adapun yang menjadi Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh penggunakan alat peraga dalam bidang studi IPA terhadap peningkatan prestasi belajar IPA pada materi organ pernafasan di Kelas V SD Negeri 12 Blangpidie Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. 2. Meningkatkan prestasi belajar siswa IPA pada konsep organ pernafasan melalui proses pembelajaran alat peraga pada siswa kelas V SD Negeri 12 Blangpidie. 3. Meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep organ pernafasan melalui proses pembelajaran alat peraga pada siswa kelas V SD Negeri 12 Blangpidie Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 12 Blangpidie, siswa kelas V semester I SD Negeri 12 Blangpidie. Alasan penetapan kelas V semester I sebagai tempat penelitian adalah masalah ketidak mampuan siswa dalam memahami materi organ pernafasan pada manuasia pada siswa di kelas tersebut. Dengan tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran IPA, khususnya pada kompotensi dasar Mengindentifikasikan mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan pada manusia

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

B. Subjek Penelitian Berdasarkan judul penelitian yaitu “Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V semester I tahun 2015/2016 materi Organ Pernafasan Manusia melalui metode alat peraga.di SD Negeri 12 Blangpidie“ maka subyek penelitiannya adalah siswa kelas V SD Negeri 12 Blangpidie tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 15 siswa. C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa sebagai subjek penelitian data yang dikumpulkan dari siswa meliputi tes tertulis, Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang terdiri atas Materi Organ pernafasan, selain siswa sebagai sumber data penulis juga menggunakan teman-teman sejawat sesama guru kelas sebagai sumber data. D. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa tehnik penelitian, adapun tehnik penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu diantaranya: Observasi, Angket, Pretes dan Postes. 1. Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar berlansung. Dari observasi tersebut dapat dilihat peningkatan minat belajar dan peningkatan kerjasama antar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Observasi dilakukan melalui pengamatan disertai penelitian secara sistimatis terhadap fnomena yang diselidiki. Tehnik ini dimaksudkan untuk mendekati kenyataan praktis yang berlangsung dilokasi penelitian, karena itu tehnik ini akan diarahkan untuk melihat gambaran umum lokasi penelitian. Selain itu akan diteliti pula berbagai masalah berkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Studi Kepustakaan . Studi Kepustakaan ini digunakan sebagai data pelengkap primer untuk memperoleh pembendaharaan kerangka pemikiran dengan cara mengutip langsung atau menyimpulkan langsung dari buku yang berkaitan judul proposal ini. 2. Angket merupakan tehnik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh objek penelitian.Sebab

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

3.

4.

108

angket menurut Suharsini Arikunto (1992: 124) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh imformasi dari tanggapan siswa dan merupakan laporan tentang hal yang diketahuinya. Dengan demikian angket bisa berupa pertanyaanpertanyaan atau pernyataan-pernyataan Pelaksanaannya dengan cara menyandarkan suatu daftar pertanyaan dan jawaban kepada sejumlah siswa untuk mendapatkan tanggapan mengenai minat siswa dalam belajar khususnya bidang studi IPA. Jurnal harian (catatan Harian). Seluruh kegiatan dalam proses pembelajaran tidak semuanya tercantum dalam lembaran observasi. Oleh karena itu dilengkapi lagi dengan jurnal harian/catatan harian yang merupakan alat bantu perekam yang paling sederhana dan memuat prilaku khusus siswa maupun permasaalahan yang dapat di jadikan pertimbangan bagi pelaksanaan langkah-langkah berikutnya. Tehnik Analisis. Data setelah data tentang minat dalam belajar siswa mata pelajaran Pendidikan IPA, maka akan diadakan analisis data, Sehubungan dengan penelitian ini melibatkan dua variabel sehingga penyusun mengadakan analisis data secara logika serta mengadakan analisis dengan menggunakan pendekatan sistimatis dengan langkah-langkah sebagai berikut: XY: Angka indeks kolerasi antara variabel X dan variabel Y : jumlah dari hasil perkalian antara deviasi dari skorskor variabel X (yaituX) dan deviasi dari skor-skor variabel Y (yaitu Y) SDx : deviasi standar dari variabel XSDy: deviasi standar dari variable YN: Numberofehase.

E. Validasi Data Validasi data meliputi validasi hasil belajar dan validasi proses pembelajaran. 1. Validasi hasil belajar Validasi hasil belajar dikenakan pada instrumemn yang berupa tes. Validasi ini meliputi validasi teoritis dan validasi empiris. Validasi teoritis artinya mengadakan analisis instrumen yang terdiri atas fase validaty (tampilan tes), content

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

validaty (validasi isi) dan contruct validaty (validasi kontruksi). Validasi empiris artinya analisis terhadap butir-butir tes,yang dimulai dari perbuatan kisi-kisi soal, penulisan butirbutir soal, kunci jawaban dan kriteria pemberian skor. 2. Validasi proses pembelajaran Validasi proses pembelajaran dilakukan dengan tehnik tringulasi yang meliputi yaitu tringulasi sumber dan tringulasi metode. Tringulasi sumber dilakukan dengan observasi te8 rhadap subjek penelitian yaitu siswa kelas V SD Negeri 12 Blangpidie Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya dan kolaborasi dengan guru kelas yang mengajar mata pelajaran IPA. Tringulasi metode dilakukan dengan penggunaan metode alat peraga. Metode alat peraga digunakan untuk memperoleh data pendukung yang diperlukan dalam proses pembelajaran Pendidikan IPA. F. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisis dekskriptif yang meliputi: 1. Analisis deskriptif komperatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan repleksi pada siklus I dan Siklus II. G. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. SIKLUS I a. Perencanaan ( planning) Untuk mengatasi masalah yang telah ter identifikasi pada Bab I Pendahuluan penulis merencanakan perbaikan pembelajaran sebagai berikut :

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

1.

2.

3.

4.

109

Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran secara klasikal, kelompok dan individu. Bagaimana upaya guru memperb aiki cara mengajarnya dengan menggunan metode penguasaan yang bervariasi. Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran IPA melalui penggunaan LKS dan lembar evaluasi. Bagaimana penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

b. Pelaksanaan (acting) Pada PTK ini peneliti merencanakan tindakan sebanyak 2 siklus terdiri dari rangkaian kegiatan : 1. Pelaksanaan program pembelajaran sesuaindengan jadwal. 2. Proses pembelalajaran dengan menerapkan pembelajaran metode alat peraga pada kompotensi dasar Mengindentifikasikan mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan pada manusia 3. Secara klasikal menjelaskan strategi dalam pembelajaran metode alat peraga dilengkapi lembar kerja siswa (LKS) 4. Memotodekan strategi dan langkah-langkah pembelajaran metode alat peraga 5. Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran. 6. Mengadakan tes tertulis. 7. Penilaian hasil tes tertulis. c. Pengamatan (Observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya. Atas dasar hasil tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. d. Repleksi (reflecting) yaitu menyampaikan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I.

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

110

menilai hasil tes serta hasil praktek sehingga diketahuiu hasilnya. d. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus II.

2. SIKLUS II a. Perencanaan (planning), terdiri atas kegiatan: 1. Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2. Penyiapan skenario pembelajaran. b. Pelaksanaan (acting), terdiri atas kegiatan: 1. Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal. 2. Pembelajaran metode alat peraga pada kompotensi dasar Mengindentifikasikan mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan pada manusia. 3. Siswa untuk menerapkan strategi pembelajaran Metode alat peraga. 4. Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran. 5. Mengadakan tes tertulis. 6. Penilaian hasil tes tertulis. c. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Awal Kemampuan (pra siklus) Pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara konvensional. Guru cenderung mentransfer ilmu pada siswa, sehingga siswa pasif ,kurang kreatif, bahkan cendrung bosan. Disamping itu dalam menyampaikan materi guru tampa melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dan kurang memberikan contoh-contoh soal dan latihan-latihan pada siswa serta belajar kurang menarik minat belajar siswa. Disamping itu dalam menyampaikan materi guru tidak pernah menugaskan siswa untuk maju kedepan secara individual atau secara klasikal. Proses kegiatan pembelajaran dapat digambarkan pada pembelajaran dibawah ini.

Gambar 1. Kegiatan Pembelajaran pada Pra Siklus Melihat kondisi pembelajaran yang menonton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada nilai yang diperoleh siswa kelas V pada kompetensi dasar mengurutkan kalimat sebelum siklus I (pra siklus) seperti pada Tabel 2. Banyak siswa Tabel 1. Nilai Tes Pra Siklus

belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindenfikasikan pada nilai hasil belajar di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70.

NO

Hasil (Angka)

Hasil (Huruf)

Arti Lambang

Jumlah Siswa

Persen

1

85 - 10

A

Sangat Baik

-

-

2

75 - 84

B

Baik

2

13,33%

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

111

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

3 4

65 - 74 55 - 64

5

< 54

C D

E Jumlah Siswa Sumber : Hasil data September 2015

Cukup Kurang

4 4

26,67% 26,67%

Sangat Kurang

5 15

33,33% 100%

Berdasarkan hasil analisis yang digambarkan dalan Tabel 1 di atas diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai B (Baik) 13,33% sebanyak 2 siswa dan yang mendapat nilai C (Cukup) sebanyak 26,67% atau 4 siswa dan nilai kurang 26,67% atau sebanyak 2 siswa, sedangkan yang mendapat nilai sangat kurang 33,33% atau sebanyak 5 siswa. Dari hasil tes seperti tersebut di atas, sebagaian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar hanya sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan belajar pada kondisi awal dapat diketahui pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Ketuntasan Belajar Pra Siklus No

Ketuntasan Belajar

Jumlah Siswa Jumlah

Persen

1. 2.

Tuntas 2 13,33% Belum Tuntas 13 86,67% Jumlah 15 100% Sumber : Hasil data September 2015 Berdasarkan data pada Tabel 2 tersebut di atas, diketahui bahwa siswa kelas VIII-2 yang memiliki nilai kurang dari KKM 70, sebanyak 20 siswa. Dengan demikian, jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimum untuk kompotensi dasar Mengindentifikasikan mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan.4 siswa (16,67%), sedangkan yang telah mencapai ketuntasan sebanyak 20 siswa (83,33%). Hasil nilai pra siklus I yang diperoleh dari hasil tes awal dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini : Tabel 3. Rata-rata Hasil Tes Pra Siklus No 1.

Ketuntasan Belajar Nilai Trtinggi

Nilai 80

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

Nilai Terendah 40 Rata-Rata 60,67 Sumber : Hasil data September 2015 2.

B. Deskripsi Hasil Siklus I a. Perencanaan tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut: Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Organ pernafasan. Berdasarkan materi yang dipilih tersebut kemudian disusun ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Kompetensi dasar yang dipilih dalam siklus I adalah tentang Mengindenfikasi mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan manusia. Berdasarkan tema yang telah dipilih tersebut kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Masingmasing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 4x35 menit, artinya setiap RP disampaikan dalam 2 kali tatap muka. Dengan demikian selama siklus I terjadi 2 kali tatap muka. b. Pembentukan kelompok-kelompok belajar Pada siklus 1,siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 4 (empat) kelompok kecil dengan memperhatikan heterogenitas baik kemampuan,gender. c. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan Tindakan pada Siklus 1 dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka 1 dan II dengan RPP dengan materi organ pernafasan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran melalui model alat peraga dengan panduan Lembaran Kerja Siswa (LKS).ada pun langkahlangkah sebagai berikut: 1. Guru secara klasikal menjelaskan srategi pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa. 2. secara kelompok siswa berkopetensi mengambarkan organ pernafasan

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

yang telah didesain.kelompok yang selesai terlebih dahulu boleh memperagakan yel-yel atau pun menyanyikan aku sehat-aku pasti sehat,aku tak mau putus asa-aku pasti sehat. 3. Secara kelompok siswa mencari dan menemukan cara menyebutkan organ pernafasan manusia. 4. Secara kelompok siswa berdikusi menyelesaikan LKS.

Gambar 2. Proses pembelajaran pada siklus I Sekilas gambaran proses pembelajaran pada siklus I, guru tidak lagi menstrasfer materi pada siswa,tapi siswa secara aktif bekerja sama dalam kelompok untuk mecari materi serta mendiskusikanya.Siswa tampak aktif dan bergairah dalam pembelajaran.dalam kegiatan ini mereka saling bekerja sama dan bertanggung jawab untuk berkompetisi dengan kelompok lain dalam menyelesaikan Lembaran Kerja Siswa suasana pembelejaran lebih menyenangkan nampak semua siswa bergairah mengikuti pelajaran. 2) Wawancara Tabel 4. Nilai Tes Siklus I NO

Hasil (Angka)

1 2 3 4 5

85 - 10 75 - 84 65 - 74 55 - 64 < 54

Hasil (Huruf)

A B C D E Jumlah Siswa Sumber : Hasil data Oktober 2015

5. Secara kelompok siswa bertanya jawab antar kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 6. kelompok yang mendapat skor paling tinggi mendapat hadiah. 7. Guru bmemberi umpan balek hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. 8. Guru menilai hasil evaluasi. 9. Guru memberi tindak lanjut. Wawancara dilaksanakan pada saat kegiatan tatap muka setelah selesai diskusi.Kegiatan wawancara dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa anggota kelompok.wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perasaan siswa dalam memahami materi organ pernafasan. Hasil wawancara juga digunakan sebagai bahan refleksi. 3) Observasi Observasi dilakukan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh observer yaitu guru kelas (teman sejawat) pada SD Negeri 12 Blangpidie. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui secara detail keaktifan, kerja sama, kecepatan dan ketepatan siswa dalam memahami materi organ pernafasan. hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II. d. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus I dapat dideskripsikan seperti pada tabel berikut ini untuk memper jelas data hasil tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Arti Lambang Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

112

Jumlah Siswa

Persen

3 3 6 3 15

20,00% 20,00% 40,00% 20,00% 100%

113

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Berdasarkan data tabel di atas tergambar hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 3 siswa (20,00%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 3 siswa atau (20,00%), sedangkan dari jumlah 15 siswa yang masih mendapat nilai C (cukup) sebanyak 6 siswa (40,00%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 3 siswa (20,00%), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) tidak ada atau 0%. Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siklus I No

Ketuntasan Belajar

tertinggi adalah 90, nilai rendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 67,3 seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 6. Rata-rata Hasil Tes Siklus I Ketuntasan Belajar

No

Nilai

Nilai Trtinggi 90 1. Nilai Terendah 50 2. 3 Rata-Rata 67,3 Sumber : Data yang diolah Oktober 2015

Jumlah Siswa Jumlah

Persen

1. 2.

Tuntas 8 53,33% Belum 7 46,67% Tuntas Jumlah 15 100 % Sumber : Hasil data Oktober 2015 Berdasarkan Tabel 5 ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 15 siswa terdapat 8 atau 53,33% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 7 siswa atau 46,67% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai

e. Refleksi Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih dibawah kriteria ketuntasan minimal. Pada pra siklus jumlah siswa yang di bawah KKM sebanyak 13 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 7 siswa, nilai rata-rata kelas meningkat dari 60,67 menjadi 67,3. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I, seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Nilai Tes Siklus I Jumlah Siswa yang Berhasil Hasil Hasil NO Arti Lambang (Angka) (Huruf) Pra Siklus Siklus I 1 2 3 4 5

85 - 10 75 - 84 65 - 74 55 - 64 < 54

A B C D E Jumlah Siswa Sumber : Hasil data Oktober 2015

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Peningkatan ketuntasan belajar siswa tampak pada tabel dibawah ini, jika dibandingkan hasil

2 4 4 -5 15

3 3 6 3 15

pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Pra Siklus dengan Siklus I Jumlah Siswa No

Ketuntasan Belajar

1. 2.

Tuntas Belum Tuntas Jumlah

Pra Siklus Jumlah Persen 2 13,33 13 86,67 15 100%

Siklus I Jumlah Persen 8 53,33 7 46,67 15 100%

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

114

Sumber : Hasil data Oktober 2015 Peningkatan hasil rata- rata kelas nampak ada perubahan pra siklus dengan siklus. Tabel 9. Perbandingan nilai rata-rata Pra Siklus dan Siklus I Rata-rata Hasil Tes Siklus I No

Ketuntasan Belajar

Pra Siklus

Nilai Trtinggi 80 1. Nilai Terendah 40 2. 3 Rata-Rata 60,67 Sumber : Data yang diolah Oktober 2015 Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan mampu meningkatkan hasil belajar, khususnya pada kompotensi dasar Mengindentifikasikan mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan. Oleh karena itu, rata-rata kelaspun mengalami kenaikan menjadi 67,3. Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena sebagian siswa karena sebagian siswa kurang menguasai pembendaharaan kata, sehingga hasil kerjanya kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II. C. DESKRIPSI HASIL SIKLUS II Berdasarkan hasil Refleksi pada siklus I maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1. Perencanaan tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikans sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran Dalam siklus II pada hakikatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. materi pelajaran dalam siklus II adalah organ pernafasan. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 4 x 35 menit dengan 2 kali tatap muka b. Pembentukkan kelompok siswa. Pada siklus II strategi pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran dengan

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

Siklus I 90 50 67,3

menggunakan metode alat peraga dikemas dalam bentuk kerja kelompok, sehingga dibagi menjadi 4 kelompok untuk memperebutkan cara mengambarkan carta organ pernafasan.

2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan tatap muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi pembelajaran yang gunakan adalah metoda alat peraga. Adapun langkahlangkahnnya ada sebagai berikut; 1. Guru memberikan evaluasi atas kegiatan pembelajaran pada siklus I 2. Guru memberikan motivasi pentingnya strategi alat peraga. 3. Guru melatih siswa untuk menggunakan metode alat peraga 4. Mengevaluasi tugas latihan membuat carta organ pernafasan dengan metode alat peraga. 5. Membimbing siswa untuk merangkum pelajaran 6. Guru memberikan evaluasi dengan tes 7. Guru menilai hasil evaluasi

Gambar 3. Kondisi pembelajaran pada siklus II

115

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

b. Wawancara Wawancara dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami, memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi. c. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka. Dalam hal ini

observasi dilakukan oleh observer (teman sejawat) yaitu guru kelas V SD Negeri 12 Blangpidie. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktifitas siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi.

3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskrketrampilanikan seperti pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 10. Nilai Tes Siklus II NO

Hasil (Angka)

1 2 3 4 5

85 - 10 75 - 84 65 - 74 55 - 64 < 54

Hasil (Huruf)

A B C D E Jumlah Siswa Sumber : Hasil data November 2015

Arti Lambang

Jumlah Siswa

Persen

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

6 5 4

40,00% 33,33% 26,67%

15

100%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 40,00% atau 6 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 33,33% atau 5 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 26,67% atau sebanyak 4 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. Jadi nilai rata-rata kelas 78,68. Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan seperti pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 11. Ketuntasan Belajar Siklus II No

Ketuntasan Belajar

Jumlah Siswa Jumlah

Persen

1. 2.

Tuntas 14 93,33% Belum Tuntas 1 6,67% Jumlah 15 100% Sumber : Hasil data November 2015 Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 15 siswa (93,33%) yang berarti sudah ada peningkatan. Rata-rata kelas pun

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

menjadi meningkat Hasil Nilai Rata-rata Siklus II dapat diperjelas di bawah ini : Tabel 12. Rata-rata Hasil Tes Siklus II No

Ketuntasan Belajar

Nilai

Nilai Trtinggi 100 1. Nilai Terendah 60 2. 3 Rata-Rata 78,68 Sumber : Data yang diolah Oktober 2015

4. Refleksi Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan metode penugasan.dapat meningkatkan hasil belajar ketrampilan, khususnya kompotensi dasar mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan pada manusia Untuk lebih jelasnya pada Tabel 13 berikut dipaparkan hasil refleksi pada siklus II.

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

116

Tabel 13. Perbandingan Hasil Nilai Tes Siklus I dan Siklus II Jumlah Siswa yang Berhasil Hasil Hasil NO Arti Lambang (Angka) (Huruf) Siklus I Siklus II 1 2 3 4 5

85 - 10 75 - 84 65 - 74 55 - 64 < 54

A Sangat Baik B Baik C Cukup D Kurang E Sangat Kurang Jumlah Siswa Sumber : Hasil data November2015

3 3 6 3 15

6 5 4 15

Peningkatan ketuntasan belajar siswa tampak pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel pada tabel dibawah ini, jika dibandingkan hasil berikut ini. Tabel 14. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Siklus I dengan Siklus II Jumlah Siswa No

Ketuntasan Belajar

1. 2.

Tuntas Belum Tuntas Jumlah Sumber : Hasil data Oktober 2015

Siklus I Jumlah Persen 8 53,33 7 46,67 15 100 %

Peningkatan hasil rata- rata kelas nampak ada perubahan siklus I dengan siklus II. Tabel 15. Perbandingan nilai rata-rata Siklus I dan Siklus II Ketuntasan Pra No Siklus I Belajar Siklus 90 100 1. Nilai Trtinggi 50 60 2. Nilai Terendah 3 Rata-Rata 67,3 78,68 Sumber : Data yang diolah November 2015

Siklus II Jumlah Persen 14 93,33 1 6,67 15 100 %

Jika dibandingkan antara keadaan kondisi awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa saat kondisi awal rata- rata kelas sebesar 57,8, sedangkan nilai rata-rata kelas siklus I sudah ada peningkatan menjadi 68,2 Adapun kenaikan rata–rata pada siklus II menjadi 81,8. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 16. Perbandingan Hasil Tes Pra siklus, siklus I dan Siklus II Jumlah Siswa yang Berhasil Hasil Hasil NO Arti Lambang (Angka) (Huruf) Pra Siklus Siklus I Siklus II 1 2 3 4 5

85 - 10 75 - 84 65 - 74 55 - 64 < 54

A B C D E Jumlah Siswa

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

2 4 4 5 15

3 3 6 3 15

6 5 4 15

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

117

Tabel 17. Perbandingan ketuntasan nilai rata-rata Pra siklus,siklus I dan siklus II Jumlah Siswa No

Uraian Tuntas

1. Pra Siklus 2 2. Siklus I 8 3 Siklus II 14 Sumber : Hasil data Nopember 2015

Rata-Rata

Belum Tuntas 13 7 1

Atas dasar informasi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode penugasan khususnya pada penguasaan kompotensi dasar mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan pada manusia ada peningkatan. D. Pembahasan Per Siklus 1. Pembahasan Pra Siklus I 1) Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas V, nilai rata-rata pelajaran IPA rendah khususnya kepada kompetensi organ pernafasan. Yang jelas salah satunya disebabkan karena luasnya kompetensi yang harus dikuasainya dan perlu daya ingat yang setia sehingga mampu menghafal dalam jangka waktu yang lama. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 15 siswa terdapat 2 atau 13,33% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan Minimal. Sedangkan 13 siswa 86,67% belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal untuk kompetensi dasar mengindenfikasi mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan manusia yang telah ditentukan yaitu sebesar 70 sedangkan hasil nilai pra siklus terdapat nilai rata-rata kelas 60,67. 2) Proses pembelajaran Proses pembelajaran pada prasiklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa masih bekerja secara individual, tidak tampak kreatifitas siswa maupun gagasan yang muncul. Siswa terlihat jenuh

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

60,67 67,3 78,68

dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu menonton. 2.

Pembahasan Siklus I Hasil tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut : 1) Hasil belajar Dari hasil tes siklus I menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A sangat baik adalah 0 siswa (0%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 2 siswa (13,33%), sedangkan dari jumlah 15 siswa yang masih mendapat nilai C (cukup) sebanyak 4 siswa (26,67%), sedangkan nilai D (kurang) 4 siswa (26,67%), sedangkan nilai E (sangat kurang) 5 siswa (33,33%). Berdasarkan ketuntasan belajar dari sejumlah 15 siswa terdapat 8 atau 53,33% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 7 siswa atau 46,67% belum mencapat ketuntasan. Adapun dari hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai rata-rata kelas 67,3 2) Proses pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kegiatan yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang didapat secara kelompok. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitias dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan

Aidar, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Materi Organ Pernapasan

118

pembelajaran yang dilakukan dengan menggambar perlu kecermatan dan ketrampilan. Ada interaksi siswa secara individu maupun kelompok, serta antar kelompok. Masing-masing siswa ada peningkatan latihan bertanya dan menjawab antar kelompok, sehingga terlatih ketrampilan bertanya jawab. Terjalin kerja sama inter dan antar kelompok. Ada persaingan positif antar kelompok mereka saling berkompetisi untuk memperoleh penghargaan dan menunjukkan untuk jati diri pada siswa. Hasil antara kondisi awal dengan siklus I menyebabkan adanya perubahan walau belum bisa optimal, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal atau sebelum dilakukan tindakan. 3. Pembahasan Siklus II Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes, Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut: 1). Hasil Belajar Dari pelaksanaan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 40,00% atau 6 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 26,67% atau 5 siswa. Dan yang mendapat nilai cukup (C) adalah 20,00% atau 4 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) dan E tidak ada. Sedangkan nilai rata-rata kelas 78,68.

ketrampilan. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok, serta antar kelompok, Masing-masing siswa ada peningkatan latihan bertanya jawab dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga disamping terlatih ketrampilan bertanya jawab, siswa terlatih berargumentasi. Ada persaingan positif antar kelompok untuk penghargaan dan menunjukkan jati diri pada siswa, hasil antara siklus I dengan siklus II ada perubahan secara signifikan, hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar, dari hasil tes siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I. Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran alat peraga siswa mengalami peningkatan baik dalam mencapai ketuntasan belajar yaitu dari 13 siswa belum tuntas pada pra siklus 2 siswa yang sudah tuntas. Sedangkan nilai rata–rata kelas ada kenaikan sebesar 6,63%. Pada siklus I ini belum semua siswa mencapai ketuntasan karena ada sebagian siswa berpandangan bahwa kegiatan yang bersifat kelompok, penilaiannya juga kelompok. Dengan melihat perbandingan hasil tes siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata- rata kelas. Dari sejumlah 15 siswa masih ada 1 siswa yang belum mencapai ketuntasan, hal ini memang kedua siswa tersebut harus mendapatkan pelayanan khusus, namun sekalipun 1 siswa ini belum mencapai ketuntasan, di sisi lain tetap bergairah dalam belajar. Sedangkan ketuntasan ada peningkatan sebesar 40% dibandingkan pada siklus I

2). Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajara. Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individu yang dipertanggung jawabkan, karena ada kompetisi kelompok maupun kompetisi individu. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental atau motorik. Karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan alat peraga perlu kecermatan dan

C. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman organ pernafasanpada manusia. kelas V SD Negeri 12 Blangpidie pada semester I tahun pelajaran 2015/2016 melalui penerapan pembelajaran alat peraga. Peningkatan nilai rata- rata yaitu 60,67 pada kondisi awal menjadi 67,3 pada siklus I dan menjadi 78,68 pada siklus II. Nilai rata-rata siklus I meningkat 6,63 % dari kondisi awal, nilai rata-rata siklus II meningkat 11,38 % dari siklus I..

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Pada akhir pembelajaran terdapat perubahan positif pada siswa mengenai Mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan manusia Dengan menggunakan pembelajaran Alat peraga ternyata mampu meningkatkan hasil belajar IPA pada kompetensi dasar mengindentifikasikan fungsi organ pernafasan manusia ada peningkatan.. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran alat peraga dapat meningkatkan minat atau motivasi belajar siswa, yang mana sebelum dilakukan tindakan kelas pasif dan proses pembelajaran disominasi oleh guru. Setelah dilakukan tindakan kelas siswa sudah aktif dan guru hanya sebagai fasilisator. Dalam proses belajar mengajar siswa sudah aktif bertanya dan memberi tanggapan, sebelumnya siswa kurang bertanya dan memberi tanggapan. Hasil berlajar siswa juga mengalami peningkatan yang mana sebelum dilakukan tindakan siswa yang memperoleh nilai 70 tidak sampai 60% setelah dilakukan tindakan mencapai 78,68%. Hal ini menunjukakkan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. B. Saran Penulis berharap dengan menggunakan model pembelajaran alat peraga dapat meningkatkan hasil atau keaktifan belajar siswa dan memberikan yang terbaik kembali bagi sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan kepada guruguru IPA agar menggunakan metode alat peraga.

Aidar, S.Pd* adalah Guru SD Negeri 12 Blangpidie

119

DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 1984. Didaktik Metodik. Semarang, CV. Toha Putera. Anita Lie. 2004. Cooperative Learning. Jakarta, Grasindo. Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, PT. Rineka Cipta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat Penilaian Kemampuan Guru I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. Boediono. 2002. Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Puskur. Balitbang Depdiknas : dalam Makalah Kurikulum Berbasis Kompetensi. http://www.or.id/data/Buku KBM.Pdf. De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. ------------. Quantum Learnin. 2000. Bandung: Kaifa. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta. E. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi dan Inovasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Ibrahim, Nurdin. 2003. Pemanfaatan Tutorial Audio Interaktif. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 044, Tahun Ke9. ------------. 2001. Hasil Belajar Fisika SLTP Terbuka Tanjung Sari Sumedang Jawa Barat. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 031, Tahun Ke. 7. Kartono, Kartini. 2000. Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Rajawali. Kountor Rony. 2003. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

120

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI PENULISAN LAPORAN PERJALANAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENUGASAN DI KELAS VIII-1 SEMESTER I TAHUN 2014/2015 SMP NEGERI TUNAS NUSA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Oleh Hasmanidar*

Abstrak Penelitian ini berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII dalam Menulis laporan perjalanan dengan Menggunakan Metode Penugasan pada SMP Tunas Nusa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menganalisis laporan, pada siswa kelas VIII SMP Tunas Nusa, tahun pelajaran 2011-2012. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa, tahun pelajaran 2011-2012 sebanyak 25 siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Dengan menggunakan metode penugasan pada kompetensi dasar menganalisis laporan pada siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa, tahun pelajaran 2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pemberian tugas dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menganalisis laporan. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 44% (11 siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 56% (14 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, sebanyak 92% (23 siswa) sudah mencapai ketuntasan belajar dan sebanyak 8% (2 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I, 68,2 dan rata- rata kelas siklus II, 81,8. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 37,93%, dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mencapai peningkatan sebesar 28% jika dibandingkan dengan kondisi awal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa pada kompetensi dasar menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide. Kata Kunci: Hasil Belajar , Menulis laporan perjalanan, Metode Penugasan

PENDAHULUAN Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah pondasi pertama yang harus diajarkan guru karena dengan bahasalah mata pelajaran lainnya bisa tersampaikan dengan baik. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dapat dilakukan secara lisan atau tulisan. Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama saat ini banyak mengalami masalah karena guru kelas bukan guru bidang studi. Hal ini mengakibatkan terlalu beratnya beban guru yang harus ditanggung, sehingga guru kurang

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

memperhatikan hasil pendidikan yang penting adalah, bagaimana guru menyelesaikan. Standar Kompetensi yang ada dalam kurikulum. Selain hal di atas yang menjadi persoalan saat ini adalah guru kurang memahami metode, teknik, dan evaluasi pembelajaran bahasa yang efektif. misalnya dalam pembelajaran menulis laporan perjalanan siswa sulit menuangkan ide-idenya dan kurang kreatif dalam pemilihan kata dan penentuan tema. dalam pembelajaran menulis laporan perjalanan pelaksanaannya sering

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

hanya dilaksanakan di kelas bersifat monoton yang mengakibatkan siswa bosan dan cenderung tidak mau belajar dan hasilnya menunjukkan kurang memuaskan. Dalam kurukulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) guru dituntut mengubah pola pikir dari Teacher Oriented (Pembelajaran Berpusat Guru) menjadi Student Oriented (Pembelajaran Berpusat pada Siswa). Jadi fungsi guru adalah sebagai fasilitator bukan sebagai seseorang yang dominan di dalam kelas. Selain itu KTSP menuntut guru kreatif dan inovatif dalam menentukan model-model pembelajaran, baik segi bahan ajar, media, teknik, maupun evaluasi. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang harus diberangkatkan dari lingkungan yang paling dekat dengan diri siswa agar mudah memahaminya yang sering juga disebut dengan metode penugasan. Metode penugasan merupakan metode pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang sedang dipelajari siswa dengan kehidupan dunia nyata siswa. Metode penugasan ini dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia salah satunya adalah pembelajaran menulis laporan perjalanan. Pembelajaran menulis laporan perjalanan juga dapat diterapkan di SMP dengan menggunakan metode penugasan. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi) saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual dan kesusasteraan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa mampu memahami gejala lingkungan alam dan kehidupan di muka bumi, cirri khas satuan wilayah serta permasalahan yang dihadapi sebagai akibat adanya saling pengaruh antara dan lingkungannya. Pendidikan adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia, maka pelaksanaan pendidikan berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu pembangunan Nasional di bidang pendidikan adalah terpadu dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Selama ini perhatian sangat besar ditujukan pada upaya

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

121

memberikan materi sebanyak-banyaknya kepada siswa, sangat jarang diperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan suasana kelas yang sesungguhnya sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Berdasarkan pengamatan di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan hasil dan aktivitas siswa. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan tipe konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi biasanya guru menggunakan tipe ceramah dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Jadi kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Belajar merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Belajar penugasan memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal dari pada kalau dia mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Menulis merupakan salah satu pokok pembahasan yang tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh siswa agar mampu berkomunikasi secara tertulis dengan baik. Proses pembelajaran menulis, khususnya menulis laporan perjalanan yang termasuk dalam RPP selama ini berlangsung kurang efektif. Akibatnya siswa menjadi objek yang pasif, sedangkan guru menjadi objek

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

yang aktif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, baik dari segi isi, bahasa maupun segi mekanisme penulisannya. Minat dan kemampuan siswa kurang diperhatikan guru sehingga keterampilan menulis berkembang tidak baik. Sehubungan dengan hal tersebut penulis akan melakukan penelitian tindakan kelas yang berhubungan dengan peningkatan hasil belajar dan aktifitas siswa kelas VIII-2 dalam menulis laporan perjalanan dengan menggunakan metode penugasan. Metode ini diharapkan dapat memberi kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan kreatifitasnya dan memanfaatkan daya imajinasinya dengan waktu yang lebih banyak. Metode ini juga dapat mengatasi keluhan guru karena kekurangan waktu, sementara materi pelajaran masih banyak. Dalam konteks pendidikan formal menulis laporan perjalanan merupakan proses kreatif yang menjadi salah satu kewajiban guru yang bagaimana cara materi contoh teks laporan perjalanan. Hal ini termaktup dalam standar isi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII-2. Peneliti seorang guru bahasa Indonesia secara langsung membimbing siswa dan siswi di kelas bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya siswa menulis laporan perjalanan. Selama ini hasil belajar siswa, khususnya pada kompetensi dasar menganalisis laporan, sangat rendah bila dibandingkan dengan perolehan nilai pada kompetensi dasar yang lain. Banyak siswa beranggapan bahwa menyusun laporan perjalanan merupakan suatu hal yang sulit untuk dikerjakan. Beranjak dari kenyataan tersebut, penulis mengadakan penelitian Tindakan Kelas yang berjudul“Peningkatan hasil belajar siswa materi penulisan teks laporan perjalanan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dengan menggunakan metode penugasan di kelas VIII-2 semister I tahun 2014/2015 SMP Tunas Nusa Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Apakah penggunaan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-2 dalam penulisan teks laporan perjalanan pada SMP Tunas Nusa?”.

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

122

2.

Apakah penggunaan metode penugasan dapat meningkatkan aktifitas siswa kelas VIII-2 dalam penulisan teks laporan perjalanan pada SMP Tunas Nusa?”. Dari permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah,: 1. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-2 dalam penulisan teks laporan perjalanan pada SMP Tunas Nusa?”. 2. Meningkatkan aktifitas siswa kelas VIII-2 dalam penulisan teks laporan perjalanan pada SMP Tunas Nusa?”. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Tunas Nusa. Siswa kelas VIII-2. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIII-2. Alasan penetapan kelas VIII-2 sebagai tempat penelitian adalah masalah ketidak mampuan siswa dalam menulis laporan perjalanan, dialami oleh sebagaian besar siswa di kelas tersebut. Dengan tujuan adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada kompetensi dasar menganalisis laporan. B. Subyek Penelitian Berdasarkan judul penelitian yaitu peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-2 dalam menulis laporan perjalanan dengan menggunakan metode penugasan pada SMP Tunas Nusa, tahun pelajaran 2014/2015 maka subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa, tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 25 orang siswa. C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes unjuk kerja dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi terdiri materi contoh teks laporan perjalanan. Sedangkan teknik non tes meliputi teknik observasi dan pedoman wawancara. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide pada siklus I dan siklus II. Sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk menggali informasi mengenai tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

yang baru saja berlangsung. Peneliti menyiapkan daftar pertanyaan wawancara. Dengan demikian data yang diperoleh dari hasil observasi, tes, dan wawancara diharapkan akan dapat saling melengkapi. 2. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data meliputi : a. Tes tertulis dalam bentuk tes unjuk kerja, menyusun laporan perjalanan, dengan Gambar lokasi/peta b. Non tes, meliputi lembar observasi dan pedoman wawancara. D. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi: 1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. Siklus I a. Perencanaan (planning), terdiri atas kegiatan: 1) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), berdasarkan kompotensi dasar. Menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide. 2) Menyiapkan instrumen berupa lembar observasi, pedoman wawancara dan butir soal. 3) Menyiapkan media pembelajaran (kertas folio) 4) Menyiapkan sumber belajar b. Pelaksanaan (acting), terdiri atas kegiatan; 1) pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, 2) Proses pembelajaran diawali dengan informasi dari guru tentang

c.

E.

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

d.

2. 1.

2.

123

kompetensi dasar menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide. 3) Siswa dan guru terlibat aktif dalam proses tanya jawab tentang kompetensi dasar menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide,. 4) Siswa mendata perjalanan untuk diangkat sebagai dasar penulisan laporan perjalanan. 5) Siswa ditugaskan menyusun laporan perjalanan yang mengandung keaslian ide dari perjalanan yang sudah dipilih. 6) Masing-masing siswa ditugaskan menyusun laporan perjalanan dengan tema “Ibu adalah Pahlawan “. 7) Mengadakan observasi terhadap aktivitas siswa dalam menyusun laporan perjalanan. 8) Mengumpulkan tugas siswa dan memberi penilaian terhadap unjuk kerja siswa. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil unjuk kerja sehingga diketahui hasilnya. Atas dasar hasil tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I. Siklus II Perencanaan (planning), terdiri atas kegiatan: a. penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); b. Penyiapan skenario pembelajaran. Pelaksanaan (acting), terdiri atas kegiatan; a. Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, b. Pembelajaran diawali dengan membacakan salah satu laporan perjalanan yang telah disusun oleh siswa pada siklus I. c. Siswa berdiskusi mengenai keaslian ide yang ada pada laporan perjalanan tersebut dan mengembangkannya menjadi tema baru. d. Secara bersama-sama siswa menentukan tema laporan perjalanan yang akan disusun yaitu daftar kosa kata

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

e.

3.

4.

Masing-masing siswa ditugaskan membuat kerangka dengan daftar kosa kata “. f. Menulis laporan perjalanan berdasarkan kerangka karangan yang telah dibuat minimal 200 kosa kata. g. Mengadakan observasi terhadap aktivitas siswa dalam menyusun laporan perjalanan. h. Memberi penilaian terhadap unjuk kerja siswa. Pengamatan (observing), yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil unjuk kerja sehingga diketahui hasilnya, Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus II.

Gambar 1. Proses pembelajaran Awal Siklus

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Awal Pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara konvensional. Guru cenderung mentransfer ilmu pada siswa, sehingga siswa pasif, kurang kreatif, bahkan cenderung bosan. Disamping itu dalam menyampaikan materi guru tidak menggunakan metode yang tepat. Melihat kondisi pembelajaran yang monoton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada nilai yang diperoleh siswa kelas VIII-2 pada kompetensi dasar menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide sebelum siklus I (pra siklus) seperti pada Tabel 1. Banyak siswa belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindikasikan pada capaian nilai hasil belajar dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70.

Tabel 1. Nilai Tes Pra Siklus Hasil Hasil No Arti Lambang (angka) (huruf) 85-100 A Sangat baik 1. 75-84 B Baik 2. 65-74 C Cukup 3. 55-64 D Kurang 4. < 54 E Sangat Kurang 5. Jumlah Sumber : Hasil tabulasi data September 2014 Berdasarkan hasil analisis yang digambarkan dalam Tabel 1 diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai B (Baik) 16,007% sebanyak 4 siswa dan yang mendapat nilai C (Cukup) sebanyak 32,00% atau 8 siswa dan nilai kurang 32,00% atau sebanyak 8 siswa, sedangkan yang mendapat nilai sangat kurang 20,00% atau sebanyak 5 siswa. Dari hasil tes seperti tersebut di atas, sebagaian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar hanya sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar. Data

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

124

Jumlah Siswa 4 8 8 5 25

Persen 0% 16,00% 32,00% 32,00% 20,00% 100%

ketuntasan belajar pada kondisi awal dapat diketahui pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Ketuntasan Belajar Hasil Tes Pra Siklus Jumlah Siswa Ketuntasan No Pra Sklus Belajar Jumlah Persen Tuntas 4 16,00% 1. Belum 21 84,00% 2. Tuntas Jumlah 25 100% Sumber : Hasil tabulasi data September 2014

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Berdasarkan data pada Tabel 2 tersebut di atas, diketahui bahwa siswa kelas VIII-2 yang memiliki nilai kurang dari KKM 70, sebanyak 21 siswa. Dengan demikian, jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimum untuk kompetensi dasar menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide 21 siswa (84,00%), sedangkan yang telah mencapai ketuntasan sebanyak 4 siswa (16,00%). Hasil nilai pra siklus I yang diperoleh dari hasil tes awal dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini : Tabel 3. Rata-Rata Hasil Tes Pra Siklus No Keterangan Nilai Nilai Tertinggi 75 1. Nilai Terendah 40 2. Nilai Rata-rata 58,8 3. Sumber : Hasil tabulasi September 2014 A. Deskripsi Hasil Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kompetensi dasar menulis laporan perjalanan dengan memperhatikan keaslian ide. Berdasarkan materi yang dipilih tersebut, kemudian disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tema yang dipilih dalam siklus I tentang contoh teks laporan perjalanan. Berdasarkan tema yang ditulis tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 4 x 40 menit artinya setiap RPP disampaikan dalam 2 x tatap muka.. b. Pembentukan kelompok-kelompok belajar Pada siklus I, siswa dalam satu kelas menjadi 6 kelompok kecil dengan memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda. 2.

a.

Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pelaksanaan tatap muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi menulis laporan perjalanan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode penugasan dengan laporan

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

125

perjalanan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. 1. Guru membacakan daftar kosa kata sebagai contoh panduan pembelajaran bagi siswa. 2. Dari lokasi/kota perjalanan yang telah dibacakan guru, siswa berdiskusi antar kelompok untuk menentukan laporan perjalanan tersebut. 3. Hasil diskusi siswa ditentukan tema yang akan disusun menjadi laporan perjalanan. 4. Secara individual siswa ditugaskan menyusun laporan perjalanan dengan Gambar lokasi/peta. 5. Guru memberi umpan balik terhadap hasil unjuk kerja siswa terhadap materi yang telah dipelajari dari hasil kerjanya. 6. Guru menilai laporan perjalanan yang disusun siswa. 7. Guru memberikan tindak lanjut. 8.

Gambar 2. Proses Pembelajaran Siklus I

b.

Sekilas gambaran proses pembeajaran pada siklus I, guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tapi siswa secara aktif dan bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya masing-masing. Siswa nampak aktif dan bergairah dalam pembelajaran. Apalagi hasil kerja mereka. Suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, nampak semua siswa bergairah dalam mengikiti pelajaran. Wawancara dilaksanakan dilaksanakan setelah selesai proses diskusi. Kegiatan wawancara dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa siswa seputar masalah kesulitan-kesulitan yang dialami siswa ketika menyusun laporan perjalanan wawancara diperlukan untuk menggali

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

c.

informasi mengenai tanggapan siswa dalam memahami materi menulis laporan perjalanan dengan menggunakan metode penugasan. Pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan akan berkembang ketika wawancara berlangsung. Hasil wawancara dijadikan sebagai bahan refleksi. Oservasi Lembar pengamatan yang dimaksudkan disini adalah pedoman pengamatan untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran yang sedang berlansung. Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini

dilakukan oleh dua orang teman guru bidang studi bahasa Indonesia pada SMP Tunas Nusa, yang bertindak sebagai observer. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui secara detail keaktifan, kerjasama, kecepatan dan ketepatan siswa dalam memahami menulis laporan perjalanan. Hasil obsrvasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II. 3. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus I dapat dideskripsikan pada tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4. Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I No Hasil (angka) Hasil Arti Lambang (huruf) 85 – 100 A Sangat Baik 1. 75 – 84 B Baik 2. 65 - 74 C Cukup 3. 55 – 64 D Kurang 4. < 54 E Sangat Kurang 5. Jumlah Sumber : Hasil tabulasi data Oktober 2014 Berdasarkan data tabel di atas tergambar hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 3 siswa (12,00%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 9 siswa atau (36,00%), sedangkan dari jumlah 25 siswa yang masih mendapat nilai C (cukup) sebanyak 10 siswa (40,00%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 3 siswa (12,00%), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) tidak ada atau 0%. Tabel 5. Ketuntasanan Belajar Siswa Hasil Tes Siklus I Jumlah Siswa No Ketuntasan Jumlah Persen Tuntas 12 48,00% 1. Belum Tuntas 13 52,00% 2 Jumlah 25 100% Berdasarkan Tabel 5 ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 25 siswa terdapat 12 atau 48,00% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa atau 52,00% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 85, nilai rendah 50,

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

126

Jumlah Siswa 3 9 10 3 25

Persen 12,00% 36,00% 40,00% 12,00% 100%

dengan nilai rata-rata kelas sebesar 68,4 seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 6. Rata-rata Hasil Tes Siklus I No Keterangan Nilai Nilai Tertiggi 85 1. Nilai Terendah 50 2. Nilai Rata-rata 68,4 3. 4.

Refleksi Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih dibawah kriteria ketuntasan minimal. Pada pra siklus jumlah siswa yang di bawah KKM sebanyak 21 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 13 siswa, nilai rata-rata kelas meningkat dari 58,4 menjadi 68,4. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I, seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I No Hasil Tes Jumlah Siswa

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

(dalam huruf)

1. 2. 3. 4. 5.

A (85 – 100) B (75 – 84) C (65 – 74) D (55 – 64) E ( < 54 )

yang Berhasil Pra Siklus I siklus 3 4 9 8 10 8 3 5 -

127

Jumlah 25 25 Sumber : Hasil tabulasi data Oktober 2014 Peningkatan ketuntasan belajar siswa tampak pada tabel dibawah ini, jika dibandingkan hasil pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Pra Siklus dengan Siklus I Jumlah Siswa No 1. 2.

Ketuntasan Tuntas

Pra Siklus Jumlah Persen 4 16,00 %

BelumTuntas Jumlah

21 25

Siklus I Jumlah Persen 12 48,00%

84,00 % 100%

13 25

52,00% 100%

Peningkatan hasil rata- rata kelas nampak ada perubahan pra siklus dengan siklus. Tabel 9. Perbandingan nilai rata-rata Pra Siklus dan Siklus I No Keterangan Pra siklus Siklus I Nilai tertinggi 75 1 85 2 3

Nilai terendah Nilai rata- rata

40 58,8

Berdasarkan data pada Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan mampu meningkatkan hasil belajar, khususnya pada kompetensi dasar menganalisis laporan. Oleh karena itu, rata-rata kelaspun mengalami kenaikan menjadi 68,4. Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena sebagian siswa karena sebagian siswa kurang menguasai pembendaharaan kata, sehingga hasil kerjanya kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II.

50 68,4 a.

b.

2. B.

Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut. 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikan sebagai berikut :

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

a.

Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran Dalam siklus II, pada hakikatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Materi pelajaran dalam siklus II materi contoh teks laporan perjalanan. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tema yang dipilih pada siklus II materi contoh teks laporan perjalanan. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 4 x 40 menit dengan 2 kali tatap muka. Pembentukan kelompok belajar siswa. Siswa dalam satu kelas dibagi atas 6 kelompok belajar untuk berdiskusi materi contoh teks laporan perjalanan. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pelaksanaan Tatap Muka Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi. pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran dengan laporan perjalanan dengan menggunakan metode

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

penugasan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Guru memberikan evaluasi atas kegiatan pembelajaran pada siklus I. 2) Guru memberikan hasil bagi siswa tentang perlunya membuat langkahlangkah dalam menyusun laporan perjalanan. 3) Guru melatih siswa membuat materi contoh teks laporan perjalanan 4) Mengevaluasi unjuk kerja siswa menyusun laporan perjalanan dengan tema ”contoh teks laporan perjalanan” 5) Membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran. 6) Guru memberikan evaluasi terhadap unjuk kerja siswa 7) Guru menilai hasil evaluasi. Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II siswa masih belajar secara kelompok, namun dalam kegiatan kelompok ini siswa tertantang untuk lebih mandiri dalam menguasai materi. Karena disamping belajar membuat langkahlangkah penyusunan laporan perjalanan, siswa diharuskan menyelesaikan tugasnya

b.

c.

menjadi laporan perjalanan yang sempurna. Wawancara Wawancara dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami, memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu, wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi. Observasi Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh 2 (dua) observer yaitu bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII-1 dan VIII-2 SMP Tunas Nusa. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi.

3.

Hasil Pengamatan Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Gambar 3. Proses Pembelajaran Siklus II Tabel 10. Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II Hasil Hasil No Arti Lambang (Angka) (Huruf) 85-100 A Sangat Baik 1 75-84 B Baik 2 65-74 C Cukup 3 55-64 D Kurang 4 <54 E Sangat Kurang 5 Jumlah Sumber : Tabulasi Data November 2014

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

128

Jumlah Siswa 11 12 2 25

Persen 44,00% 48,00% 8,00% 100%

129

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 44,00% atau 11 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 48,00% atau 12 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 8,00% atau sebanyak 2 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. Jadi nilai rata-rata kelas 81,4. Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan seperti pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Ketuntasan Belajar Siklus II No

Ketuntasan Belajar

1.

Tuntas

2.

Belum Tuntas Jumlah

Jumlah Siswa

Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 23 siswa (92,00%) yang berarti sudah ada peningkatan. Rata-rata kelas pun menjadi meningkat Hasil nilai rata- rata siklus II dapat diperjelas di bawah ini : Tabel 12. Rata-rata Hasil Tes siklus II No Keterangan Nilai Nilai tertinggi 100 Nilai Terendah 65 Nilai Rata-rata 81,8 Sumber : Data yang diolah November 2014 1 2

4.

Jumlah 23

Persen 92,00%

2

8,00%

25

100%

Refleksi Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia, khususnya kompetensi dasar menganalisis laporan. Untuk lebih jelasnya pada Tabel 13 berikut dipaparkan hasil refleksi pada siklus II.

Tabel 13. Perbandingan Hasil Nilai Tes Model Siklus I dan Siklus II No 1. 2. 3. 4. 5.

Jumlah Siswa yang Berhasil Siklus I Siklus II

Hasil Tes A (85 -100) B (75-84) C (65-74) D (55-64) E (< 54) Jumlah

3 9 10 3 25

11 12 2 25

Sumber : Hasil Tabulasi Data November 2014 Jika dibandingkan antara keadaan siklus I sudah ada peningkatan menjadi 68,4 kondisi awal, siklus I dan siklus II dapat Adapun kenaikan rata–rata pada siklus II dilihat bahwa saat kondisi awal rata- rata kelas menjadi 81,8. Untuk lebih jelasnya dapat sebesar 58,8, sedangkan nilai rata-rata kelas dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 14. Perbandingan Hasil Tes Pra siklus, siklus I dan Siklus II No 1. 2. 3. 4. 5.

Hasillambang angka 85-100 75-84 65-74 55-64 <54 Jumlah

Hasil evaluasi

Arti lambang

A B C D E

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

Pra tindakan

Model siklus I

model siklus II

4 8 8 5 25

3 9 10 3 25

11 12 2 25

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

130

Tabel 15. Perbandingan ketuntasan nilai rata-rata Pra siklus,siklus I dan siklus II Jumlah siswa No 1. 2. 3.

Uraian Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Rata-rata Tuntas

Belum tuntas

4 siswa 12 siswa 23 siswa

21 siswa 13 siswa 2 siswa

Atas dasar informasi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode penugasan khususnya pada penguasaan kompetensi dasar menganalisis laporan ada peningkatan. C.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia khususnya penguasaan kompetensi dasar menganalisis laporan pada siswa kelas VIII-2 semester I tahun pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut. 1. Pembahasan Pra Siklus I 1) Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas VIII-2, nilai rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia rendah khususnya pada kompetensi dasar menganalisis laporan. Yang jelas salah satunya disebabkan karena kurangnya penguasaan siswa terhadap kosa kata, sehingga hasil belajar dalam materi menulis laporan perjalanan rendah.Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 25 siswa terdapat 4 atau 16,00% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan Minimal. Sedangkan 21 siswa atau 84,00% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal untuk menulis laporan perjalanan yang telah ditentukan yaitu sebesar 70. Sedangkan hasil nilai pra siklus terdapat nilai tertinggi adalah 75, nilai terendah 40, dengan rata-rata kelas sebesar 58,8. 2) Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada pra siklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu monoton. 2.

Pembahasan Siklus I

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

58,8 68,4 81,4

Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut : 1) Hasil Belajar Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 3 siswa (12,00%), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 9 siswa atau (36,00%), sedangkan dari jumlah 25 siswa yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 10 siswa (40,00%) , sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 3 siswa (12,00%), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) tidak ada atau 0% .Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 25 siswa terdapat 12 atau 48,00% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 13 siswa (52,00%) belum mencapai ketuntasan. Adapun dari Hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 85, nilai terendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 68,4. 2). Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa terhasil bahwa pembelajaran menulis laporan perjalanan sangat menantang, siswa berusaha untuk menguasai materi contoh teks laporan perjalanan sesuai dengan benar. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran disertai dengan kegiatan langsung membuat materi contoh teks laporan perjalanan dengan Gambar lokasi/peta. Hasil antara kondisi awal dengan siklus I menyebabkan adanya perubahan walau belum bisa optimal, hal ini ditandai dengan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes unjuk kerja siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal atau sebelum dilakukan tindakan. Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran dengan meggunakan metode penugasan, siswa mengalami peningkatan baik dalam mencapai ketuntasan belajar yaitu dari 21 siswa belum tuntas pada pra siklus, mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 13 siswa yang belum tuntas. Sedangkan nilai rata–rata kelas ada kenaikan sebesar 9,6 %. Pada siklus I ini belum semua siswa mencapai ketuntasan. 3.

Pembahasan Siklus II Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes dan non tes, Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut . 1. Hasil Belajar Dari pelaksanan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 44,00% atau 11 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 48,00% atau 12 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 8,00% atau sebanyak 2 siswa.Sedangkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. Sedangkan nilai rata-rata kelas 81,4. 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individual yang harus dipertanggung jawabkan, karena hasil unjuk siswa dipresentasikan di muka kelas antar kelompok Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok, serta antar kelompok. Masing-masing siswa ada peningkatan latihan berdiskusi dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga siswa terlatih ketrampilan berdiskusi. Ada persaingan positif antar kelompok dan

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

131

individu untuk mendapatkan penghargaan dan menunjukkan jati diri siswa. Hasil antara siklusI dengan siklus II ada perubahan secara signifikan, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dari hasil tes akhir siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I. Dengan melihat perbandingan hasil tes siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata-rata kelas. Dari sejumlah 25 siswa masih ada 2 siswa yang belum mencapai ketuntasan, hal ini memang 2 siswa tersebut harus mendapatkan pelayanan khusus, namun sekalipun 2 siswa ini belum mencapai ketuntasan, di sisi lain tetap bergairah dalam belajar. Sedangkan ketuntasan ada peningkatan sebesar 44,00% dibandingkan pada siklus I. Sedangkan nilai tertinggi pada siklus II sudah ada peningkatan dengan mendapat nilai 85-100 sebanyak 10 siswa, hal ini karena ke-10 siswa tersebut disamping mempunyai kemampuan cukup, didukung rasa senang dan dalam belajar, sehingga mereka dapat nilai yang optimal. Dari nilai rata- rata kelas yang dicapai pada siklus II ada peningkatan sebesar 13% dibandingkan nilai rata-rata kelas pada siklus I. Secara umum dari hasil pengamatan dan tes sebelum pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode penugasan materi contoh teks laporan perjalanan dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada kompetensi dasar menganalisis laporan sebesar 22,6%. C.

Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman pada kompetensi dasar menganalisis laporan pada siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa, pada semester I tahun pelajaran 2014/2015, melalui penerapan metode penugasan. Peningkatan nilai rata-rata yaitu 58,8 pada kondisi awal menjadi 68,4 pada siklus I dan menjadi 81,4 pada siklus II. Nilai rata-rata siklus I meningkat 9,6% dari kondisi awal, nilai ratarata siklus II meningkat 13 % dari siklus I. Sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I ada peningkatan sebesar 32 % dari kondisi awal, siklus II meningkat 44% dari siklus I.

Hasmanidar, Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Penulisan laporan

Peningkatan nilai rata-rata kelas secara keseluruhan sebesar 22,6%. Pada akhir pembelajaran terdapat perubahan positif pada siswa mengenai pemahaman menulis laporan perjalanan. Dengan menggunakan metode penugasan, ternyata mampu meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pada kompetensi dasar menganalisis laporan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya kompetensi dasar menganalisis laporan, pada siswa kelas VIII-2 SMP Tunas Nusa. Tahun Pelajaran 2014/2015. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 48,00% (12 siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 52,00% (13 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, sebanyak 92,00% (23 siswa) dan sebanyak 8,00% ( 2 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata-rata kelas siklus I 68,4 dan rata-rata kelas siklus II 81,4. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 22,6%, dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mencapai peningkatan sebesar 76%. jika dibandingkan dengan kondisi awal. B.

Saran Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan metode penugasan sesuai dengan materi yang diajarkan. Untuk meningkatkan hasil belajar kompetensi dasar menganalisis laporan. Selain itu guru hendaknya dapat menggunakan metode dan media pembelajaran contohcontoh laporan perjalanan yang telah dipilih terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Al wasilah, A. Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar Merancang

Hasmanidar, S.Pd* adalah Guru SMP Tunas Nusa Susoh

132

dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Anderson, Ronald. H. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media Untuk Pembelajaran. Jakarta: CV. Rajawali Pers. Buchori. 1980. Teknik-Teknik Evaluasi Dalam Pendidikan. Bandung: Jemmars. BNSP. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Depdiknas BNSP. 2007. Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SMP. Jakarta: Depdiknas. Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian. Siliwangi : HDB Dahar, RW. 1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. Depdikbud RI. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Edisi ke 6. Balai Pustaka. Endaswara. Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, dan Mengajar Sastra. Yogjakarta: Erlangga. Harymawan. 1986. Dramatugi. Badung: Rosdakarya. Kountur, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fisik. Yogjakarta: Gajah Mada University Press. Muhammad Suryo. 1996. Beberapa aspek Pendidikan Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Oemar, Hamalik. 1993. Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito Raharjo, J Budi. 1986. Materi Pembelajaran Pendidikan Seni Teater Berdasarkan Kurikulum 1984 untuk SMA Kelas I. Badung: CV Roma. Sudjana, Nana. 2000. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Bumi Algesindo. Sumarjo, Jakob dan Saini K M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan. Bandung: Angkasa. Waluyo. Herman. J. 2002. Drama Teori Pembelajaran. Yogjakarta: Hanandita.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

133

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) BIDANG FISIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KOTA SABANG

oleh Abdul Hamid*

Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan model pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP yang dikembangkan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara dalam meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina OSN. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan populasi semua guru SMP/MTs yang mengajar bidang Fisika di Kota Sabang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik kuota sampling yang dengan jumlah sampel 15 orang guru yang berasal dari SMP/MTs negeri dan swasta. Selanjutnya semua sampel penelitian mengikuti model pelatihan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pelatihan OSN bidang Fisika SMP yang dikembangkan dengan struktur program tersebut di atas mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina OSN bidang Fisika. Disarankan untuk terus mengembangkan model pelatihan berdasarkan struktur program dengan menambah jangka waktu yang lebih memadai sehingga hasilnya lebih optimal. Kata kunci: Model pelatihan, OSN bidang Fisika SMP

PENDAHULUAN Peningkatan mutu Sumberdaya Manusia (SDM) melalui pendidikan masih akan terus menjadi tantangan bagi pembangunan pendidikan di tanah air dan merupakan bagian dari amanat yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peningkatan mutu SDM melalui pembangunan pendidikan, dapat dilaksanakan baik melalui program pengajaran di sekolah dan satuan lainnya, atau dalam bentuk program lainnya, sebab mutu pendidikan akan menjadi ujung tombak untuk meningkatkan daya saing bangsa (nation competitiveness) dalam menghadapi persaingan global. Peningkatan mutu pendidikan harus menyeluruh yang mencakup semua bidang ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, khususnya di SMP. Akan tetapi untuk menghadapi tantangan khusus maka peningkatan mutu pendidikan dapat diprioritaskan pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu, misalnya yang berkaitan dengan ilmu dasar. Adapun mata pelajaran yang mencakup ilmu dasar di tingkat SMP adalah Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (MIPA). Prioritas kepada mata pelajaran ini diberikan karena ilmu dasar memiliki peranan sangat penting dalam pengembangan daya nalar dan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, ilmu dasar tersebut merupakan tulang punggung dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, maka pemerintah RI telah menyediakan sarana atau wadah kompetisi atau lomba secara nasional dalam berbagai mata pelajaran dari berbagai jenjang pendidikan (SD sampai SMA) yang dinamai Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang sudah dimulai sejak tahun 2002. Khusus untuk tingkat SMP, OSN mulai dirintis sejak tahun 2003. Kegiatan Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan wadah untuk mencari bibitbibit siswa yang berprestasi dalam bidang MIPA sebagai calon peserta pada olimpiade MIPA, karena sejak tahun 1993 Indonesia telah menjadi anggota dan aktif mengikuti kegiatan olimpiade Internasional. Oleh karena itu siswa pada jenjang SMP perlu didorong agar menyenangi mata pelajaran MIPA,

Abdul Hamid* adalah Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

sehingga diharapkan dapat muncul bibit-bibit yang baik untuk diikutsertakan dalam kegiatan olimpiade secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, nasional dan internasional. OSN tingkat SMP merupakan langkah awal bagi siswa SMP yang nantinya diharapkan dapat terus mengikuti olimpiade di tingkat SMA. Pelaksanaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SMP mempunyai 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus (Direktorat Pembinaan SMP Depdiknas, 2013) Secara umum, kegiatan OSN tingkat SMP bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam secara komprehensif melalui penumbuhkembangan budaya belajar, kreativitas dan motivasi meraih prestasi terbaik melalui kompetisi yang sehat serta menjunjung nilai-nilai sportivitas. Sedangkan tujuan khusus yang diharapkan dari pelaksanaan OSN bidang Fisika antara lain adalah (1) melihat standar mutu pembelajaran fisika SMP secara nasional, (2) mengidentifikasi para siswa berprestasi di setiap kabupaten, provinsi, dan nasional dalam bidang fisika, (3) memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi dalam bidang fisika. Tujuan kegiatan OSN tingkat SMP ini sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003, mutu pendidikan juga digariskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan tentang pentingnya mutu pendidikan dan sistem penjaminannya yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan standarisasi pendidikan secara nasional. Secara nasional, harus ada acuan tentang standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar keuangan dan standar lainnya yang berkaitan dengan proses pendidikan sebagai suatu sistem. Penetapan standar secara nasional dimaksudkan sebagai acuan mutu pengembangan pendidikan di daerah-daerah sehingga dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan pelaksanaan OSN bidang Fisika tingkat SMP di atas sejalan dengan tujuan dan harapan dari pelaksanaan olimpiade sains tingkat yang lebih tinggi seperti berikut. The science olympiad can be a successful experience in many ways:

134

(1) It can increase student interest in science (2) it can enhance student self-esteem by giving a feeling of belonging and accomplishment (3) It can enrich classroom science program (4) It can strengthen school spririt (5) It can involve the comuniy (6) It can be fun !!! (http://www.mysoly.org/elementary/index. htm) Sesuai dengan tujuan pelaksanaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SMP khususnya untuk bidang Fisika, maka informasi tentang olimpiade tersebut perlu disosialisasikan kepada siswa, orangtua siswa, guru, pengawas, Dinas Pendidikan dan berbagai pihak yang terkait. Minimnya informasi tentang OSN mengakibatkan tujuan olimpiade yaitu menjaring siswa yang berbakat dalam bidang Fisika masih belum dapat dilakukan secara optimal. Sejalan dengan sosialisasi dan kesiapan siswa SMP untuk berlomba mengikuti OSN, maka Dinas Pendidikan Kota Sabang melaksanakan pelatihan dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi guru bidang Fisika dan mempersiapkan guru-guru calon pembina OSN di sekolahnya masing-masing. Berkaitan dengan upaya tersebut maka peneliti telah ditunjuk menjadi narasumber untuk pelatihan tersebut dan kesempatan ini peneliti manfaatkan juga sebagai bagian dari kegiatan penelitian ini. Keberhasilan seorang peserta lomba OSN bidang Fisika pada jenjang SMP ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kesiapan peserta. Kesiapan ini meliputi kesiapan fisik dan kesiapan mental, termasuk di dalamnya adalah kesiapan dalam hal kemampuan akademik. Menyadari pentingnya persiapan diri peserta lomba OSN, maka guru pembina OSN bidang Fisika di tingkat sekolah harus dapat mempersiapkan segala kebutuhan para siswanya. Agar guru dapat mempersiapkan siswa peserta OSN bidang Fisika dengan baik, maka guru harus meningkatkan kemampuan akademiknya terutama dalam menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin ditemukan dalam pembelajaran fisika di sekolah. Salah satu pola pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina

Abdul Hamid* adalah Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Abdul Hamid, Pengembangan Model Pelatihan Olimpiade Sains Nasional

Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP maka akan dilaksanakan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara. Mengingat waktu pelaksanaan pelatihan yang telah direncanakan maka peneliti melaksanakan dengan program pelatihan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan sisanya 20% wawancara. Terkait dengan hal tersebut di atas, permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah Apakah model pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP yang dilaksanakan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina olimpiade bidang Fisika? Dari uraian di atas, dapat diajukan hipotesis yang dapat dijadikan pegangan dalam mencari jawaban permasalahan yang diajukan. Hipotesis penelitian ini dirumuskan yaitu pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP yang dilaksanakan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina olimpiade bidang Fisika. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan subjek penelitian semua guru SMP/MTs yang mengajar bidang Fisika di Kota Sabang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik kuota sampling. Besarnya anggota sampel penelitian adalah 15 orang guru yang berasal dari SMP/MTs negeri dan swasta. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan akademik guru calon pembina OSN bidang Fisika SMP/MTs di Kota Sabang sebelum dan setelah mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi guru bidang fisika serta wawancara. Untuk mengumpulkan data tersebut di atas, digunakan standar tes Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP tahun sebelumnya dan wawancara dengan guru peserta pelatihan. Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mencari persentase peningkatan/perubahan hasil belajar sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.

135

Analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab permasalahan pertama berupa uji t dari observasi berpasangan, yaitu B (Sudjana, 2002) t sB / n Dengan B adalah rerata skor perbedaan kemampuan akademik guru pembina OSN bidang Fisika di Kota Sabang sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil tes para peserta pelatihan peningkatan kemampuan akademik disajikan dalam bentuk persentase. Data untuk seluruh peserta, berupa rerata dan standar deviasi skor tes sebelum dan setelah pelatihan serta peningkatannya disajikan pada tabel 1. Tabel 1 : Rerata Persentase Skor Tes Peserta Pelatihan OSN bidang Fisika Kota Sabang Tahun 2014 Statisti k

Sebelu m

Setelah

Peningkatan/Pen urunan

Rerata

58.13

78.67

20.53

Standar deviasi

7.57

6.48

5.82

Hipotesis alternatif untuk permasalahan model pelatihan yang dikembangkan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina OSN bidang Fisika SMP. Perhitungan nilai uji statististik menunjukkan hasil bahwa thitung = 14,004. Nilai t kritis pada taraf signifikansi 5% dan dengan derajat kebebasan 14 adalah sebesar 2,145. Dari perhitungan ini terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai kritis 2,145. Dengan demikian, terima hipotesis alternatif. Pembahasan Hasil pengujian hipotesis untuk permasalahan penelitian ini menunjukkan bahwa model pelatihan yang dikembangkan dengan struktur program pemantapan teori, latihan soal dan wawancara seperti diuraikan sebelumnya mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina OSN bidang Fisika SMP. Hal ini menunjukkan

Abdul Hamid* adalah Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2016 Volume 24 Nomor 1

bahwa struktur program yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam menyelesaikan soal-soal Fisika SMP yang setara dengan soal-soal Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat kabupaten/kota dan provinsi tahun sebelumnya. Peningkatan kemampuan akademik peserta pelatihan OSN dalam menyelesaikan soal-soal Fisika merupakan hasil dari pemantapan konsep-konsep dasar Fisika dan latihan-latihan soal Fisika dalam bentuk pilihan ganda dan soal isian singkat yang diselesaikan dalam bentuk uraian. Latihanlatihan soal yang diberikan selama pelatihan membuat peserta mampu mengembangkan wawasan berpikir kritisnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget yang menekankan pentingnya latihan-latihan dan lingkungan dalam menumbuh kembangkan intelegensi peserta pelatihan (Suparno, 2001). Peranan lingkungan khususnya lingkungan belajar sangat penting dalam menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya pengetahuan dan keterampilan baru pada diri peserta pelatihan (Purwanto, 2004). Sejalan dengan hal ini, model pelatihan OSN dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai agar mampu menumbuhkan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh guru calon pembina OSN bidang Fisika SMP di sekolahnya masingmasing. Unsur penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan pemikiran guru calon pembina OSN adalah latihan dan pengalaman (Suparno, 2001). Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu guru calon pembina untuk mengembangkan pemikiran dan intelegensinya. Semakin banyak latihan yang dilakukan semakin berkembanglah cara berfikirnya. Demikian juga, dengan semakin banyak melakukan latihan memecahkan soal-soal OSN bidang Fisika, maka peserta pelatihan akan semakin mengerti dan berkembang cara berfikirnya. Selain latihan soal-soal, pengalaman juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan peserta pelatihan. Kemampuan akademik peserta pelatihan akan meningkat

136

dari berbagai fase perkembangan kognitif Piaget bila diciptakan kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadi pengalaman fisik, pengalaman logika matematika, transmisi sosial dan pengaturan sendiri (Dahar, 1989). Pengalaman fisik berguna untuk mengabstraksi benda-benda, pengalaman logika matematika berguna untuk mengkonstruksi hubungan-hubungan antarobjek, transmisi sosial berasal dari orang lain sebagai motivator atau fasilitator, dan pengaturan sendiri berguna untuk memperoleh keseimbangan dengan pengalaman baru yang telah diperoleh dari lingkungan. Pengalaman fisik, pengalaman logika matematika, transmisi sosial dan pengaturan sendiri dikembangkan secara maksimal dalam program pelatihan yang dikembangkan. Aspek penting yang lain yang dikembangkan dalam proses pelatihan adalah menumbuhkan motivasi. Motivasi ini merupakan dorongan bagi peserta pelatihan untuk dapat menunjukkan kemampuan terbaiknya. Motivasi yang ditumbuhkan selama dalam proses pelatihan lebih banyak bersifat motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar diri peserta pelatihan. Motivasi ditumbuhkan dengan cara menumbuhkan kesadaran para peserta pelatihan akan kemampuan dirinya dan menciptakan suasana persaingan yang sehat untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa model pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Fisika SMP yang dilaksanakan dengan struktur program 20% pemantapan teori, 60% latihan soal, dan 20% wawancara mampu meningkatkan kemampuan akademik guru calon pembina OSN bidang Fisika. Berkaitan dengan hasil penelitian ini, disarankan untuk mengembangkan model pelatihan berdasarkan struktur program, tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama lagi sehingga hasilnya lebih optimal dan diselingi dengan waktu jeda untuk menghindari kejenuhan peserta.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Panduan Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan Lomba Sains

Abdul Hamid* adalah Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Tingkat Menengah

Internasional Sekolah Pertama Tahun 2013.

Abdul Hamid, Pengembangan Model Pelatihan Olimpiade Sains Nasional

Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan SMP, Kemdikbud. Dahar, R W 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Naskah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Naskah Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Online material available at: http://www.mysoly. org/elmentary/index.htm Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung :Tarsito Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget . Yogyakarta : Kanisius

Abdul Hamid* adalah Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

137