JURNAL PENDIDIKAN

Download 27 Des 2012 ... Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Filosof Islam(Ibnu Miskawaih) ... tentang respon mahasiswa terhadap strategi pembelajar...

0 downloads 597 Views 598KB Size
Digitally signed by FKIP DN: cn=FKIP, o=FKIP-USM, ou=http://fkip.serambimekkah.ac.id, [email protected], c=ID Date: 2012.12.27 14:48:23 +07'00' SSN 1693-4849

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 7

NOMOR 2

MARET 2010

• Pelaksanaan Proses Perkuliahan Mekanika Pada Semester Pendek Berdasarkan Pada Masalah (Problem Based Learning) Dengan Pendekatan Kooperatif Abdul Hamid (1 - 6) • Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi Muda Di Kabupaten Aceh Besar Abubakar (7 - 15) • Penerapan Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Matematika Realistik Di Kelas VII SMP Negeri 3 Banda Aceh Usman (16 – 22 ) • Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai Buku Perpustakaan Di Universitas Abulyatama Aceh Nasruddin AR (23 - 29) • Pendidikan Dan Permasalahannya Terhadap Lingkungan Hidup A. Jabar (30 - 35) • Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Filosof Islam(Ibnu Miskawaih) Hambali (36 - 40) • Kemampuan Guru IPS Dalam Menerapkan Model Pembelajaran Efektif Pada SMP Neg. I Darussalam Banda Aceh Sakdiyah (41 - 45) • Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan Di Kelas I SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar Darmawati (46 - 51) Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh Ruhadi (52 - 61) Evaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri 1 Glumpang Tiga Tahun Ajaran 2008/2009 Muhammad (63 - 69)

Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu

Volume 7

Nomor 2

Hal 61- 125

Banda Aceh Maret 2010

PELAKSANAAN PROSES PERKULIAHAN MEKANIKA PADA SEMESTER PENDEK BERDASARKAN PADA MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF

Oleh : Abdul Hamid* ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas Pembelajaran Mekanika, dalam hal proses dan hasil belajar melalui model belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus, melibatkan 48 orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Syiah Kuala. Data tentang kualitas proses pembelajaran dikumpulkan dengan metode observasi, dan dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel persentase aktivitas kelompok. Data tentang hasil belajar mahasiswa dikumpulkan dengan metode tes menggunakan tes hasil belajar, dianalisis dengan menentukan skor rata-rata dan ketuntasan klasikal, sedangkan data tentang respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan dengan teknik angket dan interview, dianalisis dengan menentukan kategori skor rata-rata. Hasil analisis data menunjukkan bahwa; (1) aktivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan secara optimal, (2) hasil belajar mahasiswa dapat ditingkatkan, ditunjukkan oleh rata-rata skor yang diperoleh mencapai lebih besar dari 65 untuk setiap siklus pembelajaran dan ketuntasan belajar mahasiswa lebih besar dari 70% untuk setiap siklus pembelajaran, dan (3) respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Mekanika adalah berkategori positif, ditunjukkan oleh lebih besarnya persentase responden pada pilihan dengan skor 4 dan 5 dibandingkan persentase responden pilihan dengan skor 1 dan 2 untuk tiap item pernyataan. Kata-kata kunci: belajar berdasarkan masalah dan pendekatan koperatif.

Pendidikan formal, khususnya di Perguruan Tinggi pada umumnya dilaksanakan dengan berpijak pada proses perkuliahan yang mengandalkan pijakan pada semester-semester reguler, yaitu semester ganjil dan semester genap. Pelaksanaan perkuliahan (pembelajaran) yang hanya mengandalkan perjalanan semester reguler kurang memberikan peluang kepada mahasiswa untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas belajarnya, khususnya memperpendek waktu studi dan meningkatkan hasil belajarnya. Ide pelaksanaan semester pendek adalah salah satu terobosan yang dapat membuka peluang tercapainya efisiensi, produktivitas dan terjadinya peningkatan kualitas hasil belajar mahasiswa, dan terutama dapat memperpendek masa studi mahasiswa, sehingga untuk tahun akademik 2008/2009 dilaksanakan semester pendek. Semester pendek dilaksanakan pada periode bulan Juli sampai Agustus (selama tujuh minggu efektif). Melalui semester pendek, diharapkan mahasiswa dapat memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien sehingga tercapai produktivtas pembelajaran yang semakin optimal,

karena program semester pendek memberikan peluang kepada mahasiswa untuk meningkatkan hasil belajar, memperpendek waktu studi, memanfaatkan sarana dan fasilitas yang tersedia secara optimal, dan memacu potensi yang lebih besar pada mahasiswa. Mata kuliah Mekanika merupakan salah satu mata kuliah di program studi pendidikan fisika yang diprogramkan oleh mahasiswa pada pelaksanaan semester pendek tahun akademik 2008/2009. Mata kuliah ini memiliki bobot 4 sks, merupakan mata kuliah pendukung mata kuliah lanjutan seperti fisika statistik dan fisika kuantum. Dalam pelaksanaan perkuliahannya dirancang enam kali pertemuan per minggu, sehingga dari segi persyaratan minimal untuk mata kuliah 4 sks 28 kali pertemuan tatap muka dapat dicapai, hanya saja karena waktu yang tersedia relatif singkat dan dengan frekuensi perkuliahan yang begitu padat maka perlu dipikirkan suatu pola perkuliahan (pembelajaran) yang diperkirakan dapat memberikan proses dan hasil yang optimal. Pelaksanaan perkuliahan mekanika pada semester pendek dapat diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mahasiswa dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan memacu potensi

yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil belajar dan produktivitas program studi pendidikan fisika, baik dari IPK yang diperoleh maupun dari lama waktu studi mahasiswa, terlebih lagi perkuliahan mekanika merupakan salah satu mata kuliah prasyarat untuk memprogramkan mata kuliah pengajaran mikro (micro-teaching) yaitu mata kuliah yang mempersiapkan mahasiswa sebagai calon guru untuk melakukan praktik mengajar di sekolah latihan. Melalui semester pendek mahasiswa yang memiliki potensi kurang dapat memperbaiki hasil belajarnya sehingga tidak mengganggu program semester reguler, sedangkan bagi mahasiswa yang memiliki potensi baik akan mampu memanfaatkan waktu studi secara lebih efektif dan efisien sehingga secara umum akan dapat memperpendek waktu studi mahasiswa. Semester pendek yang dilaksanakan dalam waktu yang sangat terbatas, sehingga untuk mencapai sasaran dari pelaksanaan semester pendek secara lebih sistematik, efektif dan berdaya guna maka pengajar sebagai fasilitator perlu mengupayakan suatu strategi pelaksanaan yang dapat membantu kelancaran mahasiswa dalam mengikuti semester pendek tersebut. Salah satu dari beberapa upaya yang bisa dilaksanakan adalah menyiapkan modul pembelajaran dan merencanakan strategi pembelajaran lebih terencana dan lebih sesuai dengan tuntutan kemandirian mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan mempertimbangkan waktu studi yang dimiliki dalam program semester pendek. Dalam hal ini sebagai salah satu upaya yang dipertimbangkan peneliti adalah "belajar berdasarkan masalah (problem-based learning) dalam pembelajaran dengan pendekatan kooperatif". Pendekatan kooperatif dicirikan oleh struktur tugas dan penghargaan kooperatif, dimana para mahasiswa yang bekerja dalam situasi dan semangat kooperatif membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam penerapannya, dua atau lebih individu saling bergantung untuk mencapai penghargaan bersama (Arends: 1997:201). Selanjutnya menurut (Nur,1996) metode pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan mahasiswa untuk berinteraksi dan memilki dampak positif terhadap mahasiswa yang rendah hasil belajarnya. Dalam implementasi pembelajaran dengan model belajar bersadarkan masalah dirancang dengan struktur pembelajaran (Savoie & Andrew, 1994:36); (1) mulai dengan masalah, (2) masalah berhubungan dengan dunia siswa,

(3) organisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah, (4) memberikan siswa tanggung jawab utama untuk membentuk dan mengarahkan pembelajarannya sendiri, (5) menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran, dan (6) menuntut siswa untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari melalui hasil atau penampilan. Pembelajaran berdasarkan masalah dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dengan cara mahasiswa dikonfrontasikan dengan masalah yang nyata, sehingga dengan cara ini mahasiswa mengetahui mengapa mereka harus mempelajari materi perkuliahan tersebut. Informasi-informasi akan mereka kumpulkan dan mereka analisis dari unit-unit materi kuliah yang mereka pelajari dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Masalah yang disajikan juga hendaknya dapat memunculkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang relevan dengan tujuan pembelajaran (Barrow, 1996:77). Melalui pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif para mahasiswa akan belajar menggunakan suatu proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, mengumpulkan informasi dan berkolaborasi dalam mengevaluasi suatu hipotesis berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan, sedangkan pengajar lebih berperan sebagai fasilitator dalam menggali dan menemukan hipotesis dan dalam mengambil kesimpulan. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif sehingga proses pembelajaran berpusat pada mahasiswa adalah (1) fokuskan permasalahan pembelajaran pada konsep-konsep yang esensial dan strategis, (2) berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan untuk mengali data yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, (3) berikan kesempatan untuk mengolah data yang mereka miliki, (5) berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mepresentasikan solusisolusi yang mereka kemukakan (Gallagher & Stepien, 1995, 136-146). Pembelajaran berdasarkan masalah dimaksudkan untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa melalui penerapan pengetahuan, bekerja memecahkan masalah bersama, menemukan sesuatu untuk dirinya dan saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Hal ini hanya dapat diwujudkan secara

intensif dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Selain itu belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan motivasi mahasiswa, karena melalui belajar berdasarkan masalah bersama, mahasiswa dapat belajar bagaimana menggunakan sebuah proses iteratif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan. Gallagher & Stepien, 1995, 136-146). Secara eksplisit terdapat tiga masalah yang akan diupayakan pemecahannya dalam penelitian ini. Ketiga masalah tersebut masingmasing dirumuskan sebagai berikut. (1) Apakah strategi pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Mekanika pada program semester pendek? (2) Apakah strategi pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan kualitas hasil belajar Mekanika yang dicapai mahasiswa pada program semester pendek? (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Mekanika berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif pada program semester pendek? Melalui penelitian tindakan, peningkatan kualitas pembelajaran Mekanika dengan pendekatan pembelajaran kooperatif, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mengoptimalisasi kualitas proses pembelajaran mata kuliah Mekanika dalam semester pendek melalui pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif. (2) Meningkatkan kualitas hasil belajar Mekanika mahasiswa dalam semester pendek melalui pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif. (3) Meningkatkan respon mahasiswa terhadap strategi belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif pada perkuliahan Mekanika. Metoda Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika yang memprogramkan mata kuliah Mekanika pada program semester pendek tahun akademik 2008/2009, yaitu sebanyak 48 orang, yang terbagi dalam dua unit, yaitu unit I sebanyak 23 orang dan unit II sebanyak 25 orang. Pada kedua

unit ini diterapkan strategi pembelajaran yang sama. Sebagai objek dari penelitian ini sesuai dengan judul penelitian tindakan ini adalah; belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif, peningkatan kualitas proses pembelajaran, peningkatan kualitas hasil belajar, dan peningkatan respon mahasiswa. Program semester pendek dilaksanakan selama hampir dua bulan efektif (7 minggu) yaitu; minggu ke-2 bulan Juli sampai sampai minggu ke 4 bulan Agustus, dirancang untuk 24 sampai 32 kali pertemuan, namun untuk penelitian tindakan ini dilaksanakan selama 12 kali pertemuan dengan tiga siklus besar. Masingmasing siklus besar terdiri dari sub siklus yang berjalan masing-masing selama empat kali pertemuan Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis data yang akan dikumpulkan untuk dianalisis. Jenis data, metode pengumpulan data dan instrumennya diikhtisarkan dalam tabel 01 Tabel 01. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen No Jenis Data Metode Instrume n 1. Kualitas Observasi Pedoman proses observasi pembelajaran 2. Kualitas Tes Tes hasil Hasil Belajar belajar 3. Respon Angket Kuesione Mahasiswa dan r dan interview pedoman interview Indikator dari kualitas proses pembelajaran Mekanika di kelas adalah interaksi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas, dengan komponen interaksi yaitu; (1) interaksi mahasiswa terhadap materi ajar yang dihadapi (2) interaksi individu mahasiswa dalam kelompoknya, (3) interaksi individu mahasiswa dengan kelompok mahasiswa yang lain (4) interaksi dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran, dan (5) interaksi individu mahasiswa dengan dosen. Analisis terhadap data kualitas proses pembelajaran dilakukan secara deskriptif, dengan menentukan frekuensi munculnya interaksi dari masing-masing komponen dengan kriteria keberhasilan muncul pada masing-masing komponen minimal pada kategori cukup. Hasil belajar mahasiswa ditentukan dengan menghitung hasil belajar yang dicapai

pada masing-masing siklus pembelajaran. Hasil belajar ini kemudian dianalisis dengan mencari skor rata-rata yang diperoleh dan ketuntasan kelas yang dicapai. Kriteria keberhasilan bahwa skor rata-rata yang diperoleh ≥ 65 dengan ketuntasan kelas mencapai 70%. Respon mahasiswa dianalisis secara deskriptif dengan kriteria keberhasilan perbandingan persentase mahasiswa yang memiliki respon positif lebih besar dari pada persentase mahasiswa yang memiliki respon negatif. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian a. Kualitas Pembelajaran Mekanika Hasil analisis rata-rata kualitas pembelajaran Mekanika selama siklus l sampai siklus 3, menunjukkan bahwa dari lima jenis interaksi yang diharapkan muncul dalam pembelajaran rata-rata terjadi 4 sampai 5 jenis interaksi pada masing-masing kelompok. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran Mekanika berada antara baik sampai sangat baik, utamanya interaksi mahasiswa terhadap materi ajar sudah baik. Hal ini menunjukkan mahasiswa telah bisa belajar mandiri. b. Hasil Belajar Mekanika

c. Respon Mahasiswa terhadap Strategi Pembelajaran

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus belajar, dengan materi pembelajaran masingmasing yaitu: kinematika partikel, dinamika partikel dan medan gaya sentral. Hasil dari masing-masing siklus ditunjukkan pada tabel 02. Tabel 02. Kualitas hasil belajar Siklus

Pokok Bahasan

Hasil Ratarata

Simpangan Baku

1

Kinematika partikel

74,79

27,53

2

Dinamika partikel

72,48

22,50

3

Medan gaya sentral

66,30

20,00

Tabel 02, menunjukkan bahwa rerata hasil belajar Mekanika mahasiswa pada siklus 1 sebesar 74,79, pada siklus 2 sebesar 72,48 dan pada siklus 3 sebesar 66,30. Tampaknya rerata hasil belajar yang dicapai selain bergantung strategi belajar yang diterapkan juga bergantung pada tingkat kesulitan materi ajar yang dibelajarkan. Hal ini berhasil digali dari hasil interview dengan mahasiswa yang menyatakan bahwa mahasiswa merasa lebih mudah memahami kinematika partikel dibandingkan dinamika partikel dan medan gaya sentral. Respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran mekanika berdasarkan masalah ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 03 Respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Pernyataan Materi ajar yang disediakan jelas dan mudah dipahami Materi ajar yang disediakan menyertakan contoh-contoh untuk memperjelas konsep Masalah yang diberikan pada awal pembelajaran menantang untuk mempelajari materi ajar Masalah yang diberikan di awal pembelajaran berkaitan dengan konsep Mekanika yang dipelajari Strategi pembelajaran yang diterapkan memotivasi untuk menggunakan kekuatan diri Strategi yang diterapkan dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri Strategi yang diterapkan dapat membantu untuk mengungkapkan buah pikiran Strategi pembelajaran dengan masalah dapat memusatkan pada suatu konsep yang dipelajari Strategi pembelajaran yang diterapkan dapat lebih banyak memberikan kesempatan mahasiswa untuk mengoptimalkan

1 -

Persentase Jawaban 2 3 4 37,5 62,5 25 75

-

-

-

-

-

-

-

20,8

5 -

66,7

12,5

85,4

14,6

35,4

64,6

-

-

47,9

52,1

-

-

-

22,9

77,1

-

-

-

37,5

52,1

10,4

-

-

20,8

66,7

12,5

pandangan-pandangannya Dengan adanya modul yang disediakan dosen, mahasiswa 45,8 54,2 merasa lebih siap untuk belajar positif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa Dari data dalam tabel 03 tampak bahwa dapat dapat menerima strategi belajar yang respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran ditetapkan Mekanika dengan berdasarkan masalah adalah 10

3.2 Pembahasan Dari hasil yang telah diuraikan di atas dapat ditunjukkan bahwa belajar berdasarkan masalah (problem based learning) dengan pendekatan kooperatif untuk perkuliahan Mekanika pada semester pendek program studi pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, hasil belajar mahasiswa, dan menghasilkan respon yang positif terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan. Dalam implementasi pembelajaran berdasarkan masalah terdapat tahapan-tahapan pembelajaran seperti yang telah dikemukakan oleh Savoie & Andrew pada bagian pendahuluan. Sebagai awal pembelajaran mahasiswa secara individual dihadapkan pada masalah realistik yang berkaitan dengan konsep yang akan dibelajarkan. Setelah mahasiswa menyadari akan masalah yang dihadapi, diharapkan muncul motivasi mahasiswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Langkah selanjutnya melalui kelompok kooperatif berinteraksi dengan materi ajar untuk mendapatkan sendiri konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam kegiatan inilah dosen sebagai fasilitator memberikan tanggung jawab kepada mahasiswa untuk memperoleh sendiri konsepkonsep yang diperlukan melalui interaksi kelompok kooperatifnya. Sebagai indikator keberhasilan mahasiswa menguasai konsepkonsep yang dibelajarkan dilakukan evaluasi, sebagai akhir pembelajaran. Strategi belajar yang diterapkan dapat memberikan beberapa keuntungan, hal ini sesuai dengan beberapa ciri penting dari pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah sebagai berikut (Brooks & Martin, 1993); (1) Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah, sehingga pebelajar diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan, (2) Adanya keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu; Pertama, masalah harus memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dengan kandungan

materi yang dibahas. Kedua permasalahan harus bersifat nyata sehingga dapat melibatkan pebelajar tentang kesamaan dengan suatu permasalahan,(3) Adanya presentasi permasalahan, pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga pebelajar merasa memiliki permasalahan tersebut, (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini maka peran fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir para pebelajar dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu pebelajar untuk menjadi mandiri. Dari tujuan pembelajaran berdasarkan masalah di atas tampak bahwa setelah pembelajaran mahasiswa secara individual mampu menguasai konsep-konsep yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dari mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi konsep-konsep yang diperlukan sampai pada kemampuan menggunakan konsep-konsep untuk memecahkan masalah tersebut. 4. Simpulan dan Rekomendasi Dari hasil dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut. (1) Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Mekanika pada program semester pendek; (2) Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan kualitas hasil belajar Mekanika yang dicapai mahasiswa pada program semester pendek; dan (3) Respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Mekanika berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif pada program semester pendek adalah positif Dari hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dari penelitian ini yaitu seperti di bawah ini. (1) Dalam merancang model belajar berdasarkan masalah (problem based learning) masalah yang diajukan kepada mahasiswa hendaknya dikaitkan sedekat mungkin dengan lingkungan sekitar mahasiswa atau masalah yang merupakan sebuah model aplikasi dari materi ajar.

DAFTAR RUJUKAN Arends. R. I, (1997), Classroom Instruction and Management. Mc. Graw-Hill Co.Inc, New York Barrows.. Howard S. (1996). Problem-Based Learning in Medicine and Beyond New Direction fo Teaching and Learning. Jossey-Bass Publishers. Brooks J.G & Martin G. B, (1993). In Search of Understanding; The Case for Constructivist Classroom, Alexandria Virginia

Gallagher, Shelagh A & Stepien, William, (1995), Implementing Problem Based Learning in Science Classroom. School Science and Mathematics. Nur, M. (1996). Pembelajaran kooperatif dalam kelas IPA (terjemahan dari Linda Loungren 1994: cooperative learning in the science classroom) Makalah disampaikan dalam penyegaran dan pelatihan penelitian bagi guru-guru Pembina KIR SMU, 26 Agustus s.d. 7 September 1996 di IKIP Surabaya. Savoie J. M. & Andrew S.H., (1994), ProblemBased Learning as Classroom Solution, Educational Leadership

Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi Muda Di Kabupaten Aceh Besar Oleh : Abubakar* Abstrak Pelajar Islam Indonesia (PII), merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi wadah pembentukan moral dan peningkatan prestasi generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya. baik mahasiswa, pelajar yang masih menempuh pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah non formal. Yang menjadi sampel adalah komunitas Pelajar Islam Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang meliputi anggota, pengurus dan keluarga besar, Anggota yang dimaksud disini adalah para kader PII yang telah mengikuti kegiatan training. Dari kesemua unsur PII tersebut diambil 14 orang sebagai sampel penelitian. Metoda pengumpulan data adalah penelitian kepustakaan (library research dan penelitian lapangan (field research) dengan teknik pengumpulan data adalah angket tertutup dan semi terbuka serta wawancara mendalam, dengan hasil penelitiannya sebagai berikut : Peranan PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besar sangat penting yang berfungsi sebagai wadah, membentuk, mengembang dan pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai yang Islami, bahkan di samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah mempersiapkan kader-kader yang sukses dalam pendidikannya dengan prestasi yang gemilang sehingga menjadi pemimpin-pemimpin yang berbudi luhur di masa depan. Untuk mencapai maksud-maksud tersebut PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai usaha antara lain : training-traning (Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama). hal ini didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan moderenisasi dan budaya-budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan social dan studinya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan dalam pengertian yang lebih luas. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat beragam, namun kalau kita simpulkan antara lain : Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan program pembinaan, sulitnya mendapat restu orang tua bagi setiap kader, terutama sekali kader remaja putri, banyak anggota yang berstatus pelajar dan mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa juga memiliki kewajiban pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya dukungan masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan. Kata Kunci : Peran PII, moral dan prestasi, generasi muda

Keadaan Nanggroe Aceh Darussalam saat ini memang tidak bisa ditebak dengan mudah, apalagi memastikan akan sesuatu hal mengenai nanggroe aceh sekarang ini, perubahan secara drastis terjadi bukan hannya dalam hitungan tahun atau bulan,bahkan terjadi dalam hitungan hari atau jam,dimana konflik politik berkepanjangan yang tiada henti-hentinya terus menemani naggroe aceh tercinta. Belum lagi musibah gempa dan sunami yang melanda aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang telah memporak-porandakan aceh sehingga aceh harus bangun kembali untuk bisa bangkit lagi seperti sediakala, untuk itu diperlukan format keadaan masyarakat yang mampu menganalisa dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut agar mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat merugikan pribadinya sendiri dan untuk itulah harus dimulai dari mempertahankan kebersamaan antar semua generasi muda khususnya pelajar yang notabennya sangat mudah untuk menerima sesuatu yang baru,dimana pelajar adalah suatu bagian dari masyarakat yang merupakan tonggak utama bagi kelangsungan suatu bangsa dalam segala bidang (student today leader tomorrow) pelajar hari ini adalah pemimpin dihari esok. Apakah pada tahun – tahun yang akan datang nasib rakyat Aceh berubah dengan terciptanya perdamaian antara GAM dengan pemerintahan pusat di Jakarta pada tahun 2005? mative, akankah MoU Helsinki dan UU pemerintahan Aceh (UUPA) mampu membawa kesejahteraan, kedamaian,dan keadilan kepada rakyat Aceh.? Apakah semua kedamaian yang telah tercapai dapat berpengaruh pula perbaikan moral generasi muda dalam berbagai bidan, sosial, pendidikan dan keagamaan ? Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan mendasar di atas.jawaban terhadap pertanyaan ini berada di pundak mesyarakat Aceh yang bukan dilakukan dengan berspekulasi, gosip, dan intrik politik yang justru membunuh harapan-harapan berbagai harapan sehingga semua unsur munuju harapan yang islami. Semua perubahan yang disebut di atas adalah peristiwa-peristiwa yang sangat menentukan tercapainya tindakan Aceh baru, Aceh baru adalah Aceh yang bermartabat, dari segi ekonomi, agama serta sosial budaya. Oleh karna itu peranan Generasi muda dan pelajar sangat dibutuhkan yang bisa menciptakan sebuah skenario tentang masa depan Aceh sebagai pedoman bagi masyarakat sipil di Aceh untuk menjalankan perannya sebagai pelaku perubahan. Agar kebersamaan antar pemuda dan pelajar dapat dipersatukan, selama ini sudah ada satu wadah tempat berkumpulnya para pelajar

yakni organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), dimana organisasi ini merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi wadah pembentukan moral dan kepribadian generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya. baik mahasiswa, pelajar yang masih menempuh pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah non formal. Dengan harapan di samping para generasi muda tersebut mampu mencapai prestasi yang baik juga dibarengi prilaku yang islami sebagai bentuk wajah baru masyarakat Aceh ke depan yang islami sesuai dengan UU dan berbagai qanun yang telah diberlakukan. Peran utama PII sebagai wadah generasi muda adalah membekali landasan moral bagi generasi muda, artinya pembinaan dan pendidikan moral yang telah dilakukan oleh PII secara tidak langsung harus dapat membentuk kepribadian generasi muda yang ada dan mengurangi kenakalan yang terjadi dikalangan generasi muda. di sisi lain PII adalah wahana merajut ukhuwah islamiah dalam kata lain “jembatan silaturrahmi”antara pelajar dari sekolah formal dengan pelajar dari sekolah non formal, karena dari kedua sekolah tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri dalam mengikuti kurikulum pendidikan. Sering kali selisih paham tentang sistem pendidikan yang terjadi dirasakan oleh generasi muda, sehingga sering kali pula egoisme masing-masing muncul kepermukan dan saling menklaim bahwa sayalah benar, di sini pula organisasi PII harus mampu mengikat rasa persaudaraan yang tinggi dikalangan pelajar tanpa memandang kelas sosial, ekonomi dan sebagainya. untuk selanjutnya berbuat bersamasama demi kemaslahatan ummat dengan meningkatkan prestasi dan prilaku yang baik, sebagaimana diwujudkannya isi dan cita-cita PII yang terkandung dalam pasal 4 Anggaran Dasar PII adalah "Kesempurnaan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia". PII berlomba-lomba berbuat kebajikan yang menurut istilah disebut " Fastabiqul Khairat" Sesuai dengan firman Allah swt surat Asy-Syams ayat 7 s/d 10 : َ‫ َو َ َاه‬ ٍ َْ‫ َو‬, َ‫َََََْ ُُ َرهَ َوََْاه‬, َ‫ َْ َزآه‬ َ َْ‫"َ!ْ َأ‬, َ‫ب َْ َده‬ َ َ% ْ!َ"‫َو‬ Artinya : “Demi jiwa yang menyempurnakan, lalu diilhamkan kepada (manusia), mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya mendapat kemenangan (bahagia) orang-orang yang mensucikan jiwanya dan rugi (kalah) orang yang mengotorkan jiwanya (jahat hatinya).

Dari berbagai uraian diatas, dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk melakukan kajian untuk melihat secara objektif tentang bagaimana peran PII dalam membinan moral generasi muda terutama di Kabupaten Aceh Besar dengan rumusan masalahnya sebagai berikut : 1.Bagaimana peranan PII dalam pembinaan moral dan peningkatan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar 2.Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh PII dalam pembinaan moral dan peningkatan prestasi generasi muda Kabupaten Aceh Besar 3.Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan peningkatan prestasi generasi muda di Kabupaten Aceh Besar1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan PII dalam pembinaan moral dan peningkatan prestasi generasi muda di Kabupaten Aceh Besar 2. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh PII dalam pembinaan moral dan peningkatan prestasi generasi muda Kabupaten Aceh Besar 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan peningkatan prestasi generasi muda di Kabupaten Aceh Besar Metodologi Penelitian A. Populasi Dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah komunitas Pelajar Islam Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang meliputi anggota, pengurus dan keluarga besar, Anggota yang dimaksud disini adalah para kader PII yang telah mengikuti kegiatan training baik yang masih duduk di bangku sekolah maupun yang di perguruan tinggi.Adapun keluarga besar PII yang dimaksud disini adalah mantan pengurus PII yang masih memberikan peranan dalam mendistribusi materi,pemikiran dan kebutuhan lainnya demi kelancaran jalan nya kepengurusan PII. Dari kesemua unsur PII tersebut diambil 14 orang sebagai sampel penelitian yang terdiri dari Unsur Ketua dan Angga, beserta beberapa orang mantan pengurusnya yang dianggap memiliki data yang banyak tentan peran dan fungsi PII selama ini. B. Tehnik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini akan digolongkan dalam dua katagori yaitu data primer dan data skunder, data primer adalah data yang terkumpul

dilapangan sedangkan data sekunder adalah datadata yang bersumber dari berbagai bacaan baik buku-buku majalah, foto-foto dan sebagainya.m oleh sebab itu untuk mengumpulkan data-data tersebut dapat ditempuh dengan teknik sebagai berikut : 1.

Penelitian kepustakaan (library research) Yaitu dengan mengumpulkan berbagai bacaan yang terkait dengan permasalah yang sedang diteliti baik yang digunakan sebagai sumber kajian kepustakaan maupun memperkuat temuan-temuan di lapangan. 2. Penelitian lapangan (field researchh) Yaitu penelitian berdasarkan fakta dan realita yang terjadi dilapangan, dengan teknik pengumpulan datanya adalah sebagai berikut : a. Angket Yaitu dengan cara menyebarkan sejumlah pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian.item-item pertanyaan yang akan di gunakan di rumuskan sedemikian rupa dengan bantuan para senior/para ahli untuk memungkinkan terungkapnya berbagai data tentang Peranan Pelajar Islam Indonesia dalam membina moral generasi muda di Aceh Besar. pertanyaan-pertanyaan yang di rumuskan dalam angket akan di susun dalam dua bentuk, yaitu secara tertutup dan semi terbuka. Angket tertutup adalah angket yang mengungkapkan setiap masalah yang di teliti tersedia jawabannya yang telah di rumuskan sematang-matangnya sehingga responden tidak perlu menambah lagi dengan jawaban nya sendiri. Sedangakan semi terbuka adalah setiap pertanyaan yang akan mengungkapkan indikator yang ingin di sandera,jawabannya sudah tersusun dengan pertimbangan yang matang,tetapi responden masih diberi kemungkinan jawaban tambahan sesuai dengan yang diinginkan,dilakukan dan dirasakan selama ini.hal ini dilakukan untuk memungkinkan terungkap nya berbagai data yang di butuhkan untuk memperdalam pembahasan setiap masalah penelitian. 2.Wawancara Wawancara digunakan untuk memperdalam serta menemukan jawaban-jawaban yang lebih terperinci,yang tidak mungkin terjawab tuntas dan mendetil melalui angket.wawancara akan dilakukan khususnya lepada sumber data dari berbagai yang erat kaitannya dengan Organisasi Pelajar Islam Indonesia Aceh Besar dan terkait dengan masalah yang sedang di kaji, sebagaimana yang telah di sebutkan, tujuannya adalah memperoleh data secara komperhensif terhadap konsep yang baik dalam membina moral generasi muda di Aceh Besar. Wawancara terutama akan dilakukan terhadap beberapa orang sumber dari unsur inti Pengurus

Daerah Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Aceh Besar. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun dari hasil kerjasama Tim dan senior/para ahli sedemikian rupa,sehingga memungkinkan terungkap berbagai imformasi yang dibutuhkan secara mendalam.Diskusi juga akan dilakukan secara intensivdengan para señor dan pakar yang dipandang capable dalam masalah ini. C. Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data Data yang terkumpul akan diolah dengan pendekatan”Trianggulási”.yaitu lebih dari satu metoda, dengan cara mengawinkan metoda kuantitatif dan metoda kualitatif (Pertti Alasuutari 1996 : 130).data yang terkumpul melelui angket akan diolah dengan bantuan statistik deskriptif kuantitatif, akan disajikan dalam bentuk prosentaseprosentase sehingga menghasilkan indikatorindikator di setiap masalah yang akan dijelaskan.Data yang terkumpul melalui wawancara dan observasi akan diolah dengan pendekatan deskriptif kualiatatif (Suharsimi Arikunto 2000 : 350-357), tujuannya untuk menggambarkan katagori-katagori yang relevan dengan tujuan yang ingin di capai dalam penelitian secara mendalam dan akurat. Reduksi data dilakukan sebagai usaha Sejak awal penelitian dimulai secara terus menerus,hal ini ditempuh untuk menghindari penumpukan data dalam waktu yang lama,sehingga memungkinkan peneliti dan mengumpulkan data secara terus menerus sesuai dengan jangaka waktu penelitian untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan untuk mempertajam data-data yang suadah ada,sehingga hasil dapat memberikan gambaran yang objektif dan memadai. Hasil Dan Pembahasan A. Pengumpulan Data Sebagaimana telah dijelaskan di muka pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui angkaet dan wawancara, angket diedarkan kepada seluruh responden yang telah ditentukan, serta diperdalam dengan wawancara terhadap beberapa orang yang pandang penting dalam melengkapi informasi penelitian. Semua angket yang telah diedarkan Alhamdulillah dapat terkumpul semua dan memenuhi syarat untuk diolah.. B. Pengolahan Data Sebagaimana telah kita maklumi bersama pada dasarnya PII didirikan merupaka sebagai wadah para generasi muda yang cerdas dan islami, oleh itu titik konsentrasi pembinaannya lebih banyak diarahkan pada pembinaan kepribadian generasi muda,

terutama pelajar dan mahasiswa, hal ini lebih jelas terlihat dalam table pengolahan data berikut : TabTabel 1. Sasaran pembinaan PII Kabupaten Aceh Besar(boleh lebih dari satu jawaban) No Alternatif f (%) jawaban 1. 2. 3.

Pelajar Mahasiswa Tidak dibatasi

8 8 2

57 57 14

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebahagian besar sasaran pembinaan adalah remaja baik yang berstatus sebagai mahasiswa maupun sebagai pelajar namun tidak tertutup kemungkinan juga PII membuka diri dalam pembinaan unsure lain. Artinya meskipun sasaran utan adalah generasi muda pelajar dan mahasiswa namun masyarakat umum kadangkadang pernah juga dilibatkan dalam pembinaannya dengan harapan dapat dijadikan sebagai syiar eksistensi PII dalam suatu wilayah sehingga kiprahnya dapat diasakan semua unsur. Untuk memudahkan dan efektivitas pelaksanaan pembinaan moral generasi muda dapat dilakukan dengan berbagai media, penggunaan media diperlukan untuk memudahkan penjaukauan sasaran yang ingin di bina, selama ini dalam pembinaan moral remaja media yang digunakan bervariasi artinya tidak tergantung pada salah satu media saja. Hal ini dapat terlihat dalam table olahan data berikut ; Tabel 2. Media pembinaan generasiral bagi generasi muda PII Kabupaten Aceh besar. N Alternatif F (%) jawaban 1. Media cetak 10 72 2.

Media TV

3

21

3.

Media elektronik

1

7

Dari semua responden memberikan jawaban bahwa media yang paling banyak digunakan dalam pembinaan generasi muda adalah media cetak media cetak ini bisa berupa berbagai hal seperti surat kabar, brosur, spanduk dan sebagainya, beberapa alasan mengapa media ini sangat dominant digunakan karena pertimbangan biaya lebih murah, dan jaukaun capaian yang lebih banyak dan daya simpan lebih lama bila disbanding dengan media-media lainnya. Meskipun secara tidak terprogram dalam berbagai program tahunan, bulan dan minguan, setiap program yang dilakukan oleh PII Kabupaten Aceh Besar harus dapat menjangkau

seluruh kader dan sasaran, maka setiap pogram perlu disosialisasikan dengn pihak-pihak terkait, untuk mengetahui sejauh mana program-prgram yang dilakukan dapat dirasakan, oleh sebab itu setiap program PII perlu disebarluaskan hal ini dapat kita ketahui dengan memperhatikan table olahan data berikut :

Dalam prses pembinaan PII Kabupaten Aceh Besar dilakukan dengan berbagai pendekatan yang dianggap mampu membekali kepribadian generasi muda terutama sekali kader PII itu sendiri. Untuk mengetahui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh PII dalam pembinaan tersebut dapat diketahui dengan memperhatikan table olahan data berikut :

Tabel 3. Dipublikasi tidaknya program pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten Aceh Besar N Alternatif jawaban f (%) 1. Setiap kegiatan selalu 10 72 dipublikasikan 2. Tergantung situasi 7 1 21 3. Ada yang tidak tertampung di media 3 Jumlah 14 100

Tabel 5. Usaha apa saja yang telah ditempuh PII dalam pembinaan moral bagi generasi muda di Aceh Besar. (Boleh lebih dari satu jawaban) N Alternatif jawaban f (%) 1. Melakukan training- 11 79 training 2. Melaksanakan 2 14 seminar 3. Melakukan kajian1 7 kajian bulanan

Hasil olahan data dari table diatas dapat kita simpul bahwa sebahagian besar kegiatankegiatan dalam pembinaan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar adalah dipublikasikan melalui berbagai cara, baik dalam bentuk brosur, surat kabar poster dan telivisi masing-masing media publikasi tersebut tentu mengandung baik buruknya, baik ditinjau dari sudut capaian sasaran maupun tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Untuk mengetahui jenis publikasi yang sering dipilih oleh PPI Kabupaten Aceh besar dalam mempublikasi pembinaan generasi mudanya dapat kita lihat dengan memperhatikan table olahan data berikut : Tabel 4. Media yang paling sering digunakan PII dalam mempublikasikan kegiatan pembinaan moral selama ini di Aceh Besar. N 1. 2. 3.

Alternatif jawaban Surat kabar Brosur/poster TV Jumlah

F

(%)

6 8 3 14

43 57 22 100

Berdasarkan table pengolahan data diatas dapat kita simpulkan lebih dari setengah publikasi pembinaan moral generasi muda oleh PII Kabupaten Aceh Besar di lakukan brosur dan poster, sedangkan selebihnya dilakukan melalui surat kabar, terutama surat kabar lokal, pemilihan brosur sebagai media publikasi dikarenakan mengandung berbagai keuntungan, terutama sekali ditinjau dari sudut biaya dan wilayah capaian yang ingin dijangkau dalam wilayah Kabupaten Aceh besar dan Propinsi secara lebih luas.

Berdasarkan tabel olahan data diatas dapat disimpulkan, bahwa selama ini usaha-usaha yang paling sering dilakukan oleh PII Kabupaten Aceh Besar dalam pembinaan moral generasi muda antara lain ; melalui training-traning tentang kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan moderenisasi dan budayabudaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan sosialnya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan dalam pengertian yang lebih luas. Disamping itu Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan training-training biasanya dikelompokkan dalam beberapa kegiatan Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan sebagaimana yang telah disebutkan, sudah barang tentu PII sebagai lembaga social keagamaan yang tidak mengejar untung dan tidak memiliki modal yang kuat, perlu mendapat perhatian serius dan bekerja sama dengan semua pihak, sebagai mitra terutama sekali para unsureunsur terkait dalam pembinaan remaja guna mewujutkan generasi masa depan yang baik. Untuk mengetahui unsure-unsur yang sering terlibat dalam pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten Aeh Besar dapat kita perhatikan pada table olehan data berikut :

Table 6.. Unsur-unsur yang telat dalam pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten Aceh Besar N Alternatif jawaban 1. PEMDA 2. OKP Paguyuban 3. Masyarakat Umum Jumlah

F 10 1 3 14

(%) 72 7 21 100

Berdasarkan table olahn data diatas dapat kita simpulkan bahwa yang menjadi patner utama dalam pembinaan moral genrasi muda selama ini adalah Pemda, tentu saja Pemda yang instansinya terkait dengan tujuan PII. disamping itu hanya sebagian kecil PII Kabupaten Aceh Besar bekerja dengan masyarat umum. Pembinaan generasi yang muda yang dilaksanakan dengan bekerja sama tersebut, tentu akan memerlukan dana yang tidak sedikit karena pelaksanaan pelatihan./training oleh PII biasanya diikuti oleh peserta yang lumayan besar , oleh sebab itu dana yang diperlukan untuk terlaksananya program tersebut juga besar, untuk dapat kita ketahui dari mana saja sumber dana yang mendukung pelaksanaan programnya dapat kita ketahui dengan memperhatikan tabel olahan data berikut : Tabel 7. Sumber dana dalam menjalankan kegiatan pembinaan moral bagi generasi muda di Aceh Besar, . N Alternatif jawaban F (%) 1. PEMDA 12 86 2. LSM / NGO 3. Keluarga Besar PII 2 14 4. Sukarela masyarakat 2 14 Jumlah 14 100 Berdasarkan table olahan data diatas dapat kita simpulkan dalam mendukung kelancaran program-program pembinaan oleh PII Kabupaten Aceh Besar pada umumnya sumber dana berasal dari Pemda setempat, yang dimaksudkan dengan pemda setempat dalam hal ini adalah terutama Pemda Kabupaten Aceh Besar dan Pemda Provinsi melalui berbagai instansi dan bidangbidang terkait, namun di samping itu hanya sebahagian kecil untuk kelancaran pembinaan program tersebut di dukung juga oleh dana yang berasal dari keluarga besar PII Kabupaten Aceh Besar dan umum lainnya. Cara memperoleh dana tidaklah semudah yang kita bayangkan, tapi penuh dengan berbagai lika-likunya, karena sebahagian besar instansi-instansi terkait tidak ada pos khusus untuk penyelenggaraan kegiatan PII,

namun sumber dana dari setiap instansi tersebut adalah dilihat keterkaitan program PII dengan pos anggaran yang ada di instansi tersebut, dengan mengajukan proposal-proposal untuk dipelajari, namun ada juga sebahagian kecil program-program pebinaan yang dilakukan oleh PII Kabupaten Aceh Besar bersumber dari dana tawaran dari Pemda setempat, hal ini dapat kita pelajari dengan memperhatikan table olahan data berikut : Tabel 8. Usaha mendapatkan bantuan dana dari Pemda dan Donatur. Alternatif jawaban f (%) N 1. 2.

3.

Mengajukan program ke PEMDA Menunggu tawaran program dari PEMDA Melakuka lobi-lobi dengan semua pihak Jumlah

9

65

2

14

3

21

14

100

Setiap program yang dilakukan dalam pembinaan moral generasi muda oleh PII Kabupaten Aceh Besar, selalu mengacu pada prinsip kontinuitas dalam menjaga kesinambungan proses pembinaan. Untuk mengetahui bagaimana cara PII Kabupaten Aceh Besar menjaga kesinambungan program pembinaannya dan wilayah sasaran dapat kita pelajari table olahan data berikut : Tabel 9. Cara Pengurus PII menjaga kesinambungan pembinaan moral bagi generasi muda sampai kesemua kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar.(Boleh lebih dari satu jawaban) No Alternatif jawaban f (%) 1. Mengadakan kajian-kajian bulanan di setiap komisariat PII 2. Melakukan pemantauan bulanan 3. Kegiatan di pusatkan di kecamatan

5

36

8

57

1

7

Dari olahan data table diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam menjaga kesinambungan program pembinaan moral bagi generasi muda sampai ke semua kecamatan di Aceh Besar. Antara lain dilakukan melalui pantauan bulanan, kajian komisariat bulanan serta dengan cara memusatkan beberapa kegiatan dilakukan di kecamata-kecamatan, dengan cara demikian berbagai permasalahan sampai dengan ke kecamatan dapat dilakukan pembinaannya,

sehingga dapat disusun skala prioritas kecematan yang diutamakan dan kemacamatan selanjutnya dengan demikian pola-pola pembinaan akan sampai kepada para generasi muda secara menyeluruh. Disamping karena banyak kegiatan PII di tingkat kabupaten maka untuk menjaga kesinambungan dibentukk Komisariat PII di setiap kecamatan, di mana kegiatan yang tidak tertampung di kabupaten dapat diberikan wewenang kepada pengurus kecamatan untuk mengatur sendiri program-program kerja dengan catatan tidak bertentangan dengan visi dan misi PII serta setiap kegiatan tersebut didampingan oleh pengurus tingkat kabupaten. Meskipun demikian karena sasaran yang ingin dicapai adalah pembentukan suatu prilaku tentu tidaklah mudah dan pasti akan menghadapi berbagai kendala, .baik kendala yang bersumber keaktifan internal anggota maupun kendala yang bersumber dari eksternal organisasi. Untuk mengetahui kedala-kendala apa saja yang sering dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besah dapat kita lihal dalam table olahan data berikut. Tabel 10. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar.(Boleh lebih dari jawaban) No Alternatif jawaban 1. Terbatasnya anggaran Banyak anggota tidak aktif 2. Kurang dukungan dari masyarakat 3. Banyak anggota masih pelajar/Mhs 4 Tidak ada izin dari orang tua

f 9

(%) 64

4

29

1

7

4

29

5

35

Berdasarkan table olahan data diatas dapat kita simpulkan bahwa kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar dalam pembinaan generasi muda dapat kita kelompokkan dalam beberapa hal antara lain : Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam pelaksanaan program, sering kali kader PII tidak mendapat restu orang tua, banyak anggota yang berstatus pelajar dan mahasiswa, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya dukungan masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan. Disamping itu terdapat juga beberapa kendala teknis yang sering menghambat kelancaran program pembinaan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar, yaitu :

1.

Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi. 2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan, bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII kurang optimal, dan sering kali dapat mengganngu tugas pokoknya yang kebanyakan pelajar dan mahasiswa. Pembahasan Pembinaan dan pengembangan moral bangsa merupakan salah satu komitmen kader PII sejak pertama sekali didirikan tujuannya adalah merealisasikan terwujud prilaku bangsa yang Islami sesuai dengan anjuran Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Untuk mewujudkan prilaku yang Islami secara keseluruhan perlu dibentuk pengurus PII di setiap wilayah secara merata. Dengan harapan syiar Islam secara menyeluruh dapat tercapai terutama sekali melaui pembinaan komunitas-komunitasnya artinya pemibinaan dapat ditempuh melalui pendidikan, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai agama serta mempunyai ilmu yang mendalam sesuai disiplin ilmu yang dipelajari. Pembinaan dan pengembangan PII merupakan salah satu langkah dalam upaya mewujudkan kesempurnaan pendidikan yang sesuai dengan syari’at Islam dengan sasaran utamanya adalah generasi muda, dengan harapan baik generasi muda maka baiklah pemimpin dan masyarakat suatu wilayah nantinya. Sebagai wadah pembinaan generasi muda, PII melakukan pembinaan moral moral pembinaan moral yang dimaksud adalah pembinaan mental spiritual kearah pembinaan etika generasi muda. Salah satu indicator keberhasilan pembinaan moral PII adalah berhasilnya dalam pencapaian pendidikannya dengan berdasarkan ilmu dan agama Islam dan adat budayanya.. Oleh sebab itu PII setiap wilayah harus berfungi sebagai agen pembawa syariat sebagai wadah berlatih, wahana penghantar sukses studi, pembentukan pribadi muslim dan sebagai alat perjuangan.1 Konsep diatas mengindikasikan bahwa para kader yang aktif dalam organisasi PII diharapkan sukses dalam menyelesaikan studinya dan siap untuk mengamalkan apa yang dipelajarinya sehingga PII menjadi dorongan moral bagi anggotanya agar berhasil menyelesaikan studi dan terhindar dari prilakuprilaku yang tercela.

Mewujudkan maksud tersebut PII Kabupaten Aceh Besar punya pola tersendiri, antara lain melalui training-traning tentang kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan moderenisasi dan budayabudaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan social dan studinya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan lam pengertian yang lebih luas. Disamping itu Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan training-training biasanya dikelompokkan dalam beberapa kegiatan Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama. Dalam memantap dan memperkuat perannya dalam pembinaan moral bagi generasi muda sampai kesemua kecamatan, PII Kabupaten Aceh Besar. Antara melakukan berbagai kegiatan seperti pantauan bulanan, kajian komisariat bulanan serta dengan cara memusatkan beberapa kegiatan dilakukan di kecamata-kecamatan, dengan cara demikian berbagai permasalahan sampai dengan ke kecamatan dapat dilakukan pembinaannya, sehingga dapat disusun skala prioritas kecematan yang diutamakan dan kemacamatan selanjutnya dengan demikian polapola pembinaan akan sampai kepada para generasi muda secara menyeluruh. Meskipun demikian karena sasaran yang ingin dicapai adalah pembentukan suatu prilaku tentu tidaklah mudah dan pasti akan menghadapi berbagai kendala, .baik kendala yang bersumber keaktifan internal anggota maupun kendalan yang bersumber dari eksternal organisasi. Kendala-kendala yang sering permasalahan dan perlu dicari solusi oleh PII Kabupaten Aceh Besar dalam pembinaan generasi muda dapat kita kelompokkan dalam beberapa hal antara lain : Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan program pembinaan , sering kali kader PII tidak mendapat restu orang tua, sehingga mereka hanya terdaftar saja sebagai kader PII, namun setiap ada kegiatan tidak bias dilalui dengan maksimal, banyak anggota yang berstatus pelajar dan mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa juga memiliki kewajiban pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya

dukungan masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan. Di lain pihak terdapat juga beberapa kendala yang sebenarnya teknis saja dan kadangkadang sangat terkait juga dengan kendalakenadala diatas dan sering menghambat kelancaran program pembinaan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar, yaitu : 1. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi. 2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan, bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII kurang optimal, dan sering kali dapat mengganngu tugas pokoknya yang kebanyakan pelajar dan mahasiswa. KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Sesuai dengan permasalahan di atas, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Peranan PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besar sangat penting yang berfungsi sebagai wadah, membentuk, mengembang dan pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai yang Islami, bahkan di samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah mempersiapkan kader-kader yang sukses dalam pendidikannya sehingga menjadi pemimpinpemimpin yang berbudi luhur di masa depan. 1. Untuk mencapai maksud-maksud tersebut PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai usaha antara lain : training-traning (Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama). hal ini didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan moderenisasi dan budaya-budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan social dan studinya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan dalam pengertian yang lebih luas. 2. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat beragam, namun kalau kita simpulkan antara lain :

a. Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan program pembinaan, sulitnya mendapat restu orang tua bagi setiap kader, terutama sekali kader remaja putri, b. Banyak anggota yang berstatus pelajar dan mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa juga memiliki kewajiban pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya dukungan

masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan. c. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi. d. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan, bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII kurang optimal, dan sering kali dapat mengganngu tugas pokoknya yang kebanyakan pelajar dan mahasiswa

3. SARAN-SARAN Berdasarkan berbagai kendala-kendala di atas, maka perlu disarankan sebagai berikut b. Perlu kiranya pemda setiap kebupaten menyidiakan pos anggaran khusus PII untuk kelancaran pembinaan dan menjaga kontinyunitas pelaksanaan berbagai program. c. Perlu sosialisasi yang memadai kepada orang tua kader sehingga dapat memahami maksud dan tujuan program-program PII secara utuh

dan maksimal, demi pembinaan moral dan keberhasilan pendidikan anaknya. d. Perlu kiranya para pengurus PII menyusun skala prioritas kerja program, sehingga dengan program-program yang banyak dapat dituntaskan dengan teratur, bertahap dan tuntas, dengan prinsip kerja Fleksible, terpogram, efektivitas dan efisiensi serta berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Gufron Su’udi, 1986. Sosok Penbinaan Dalam Rangka Mewujudkan Generasi Muda Idaman. epartemen Agama RI, Jakarta. Mohd. Husni Tamrin,Ma’roof, 1998. Pilar Dasar Gerakan PII; Dasa Warsa Pertama, Karsa Cipta Jaya,1998, Jakarta Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari Kongres Ke Kongres, Yogyakarta. Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam Pembinaan Pelajar, (Skripsi FKIP Unsyiah, Darussalam. Banda Aceh.

Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII Aceh, Edisi 05/th. I Maret 2000, hal.1. Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar Nasional PII ke-23 Makasar, 06 Juli 2002 H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam Pembinaan Akhlak Karimah, Suatu Pengantar. CV deponogiro, Bandung..

PENERAPAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 BANDA ACEH Oleh Usman* Abstract Aim of this research is to know (1) the students’activity, (2) mount the teacher ability in applying the lesson, (3) to know the student ability level. This research in cassify category research experiment. Population on this research is all of the seconds’ years student of SMP Negeri 3 Banda Aceh., and samples of this research the student class VIII.1. The instrumen using for this research is test, the students pepper activity, and the teacher pepper ability. Use descriptive analysis data. Based on data analysis aobtain: (1) the student activity inclusive of efective category, (2) mount the teacher ability in applying lesson inclusive category, (3) ability of seconds year students SMP Negeri 3 Banda Aceh after applying authentic assessment, be at superior ability dand very gratifiying

Key Word: Authentic assessment Fakta menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini jauh dari harapan bahkan sangat memprihatinkan. Hal ini didasarkan oleh standar ukuran Human Development Indeks UNDP, kualitas SDM bangsa Indonesia termasuk dalam rangking paling rendah di antara sesama negara ASEAN, dan peringkat ke 109 dari 173 negara di dunia (Sukamto dalam Akib, 2002). Rendahnya kualitas SDM ini merupakan akibat kurang relevannya program-program bangsa dalam persepektif kekinian dan masa depan. Menghadapi era AFTA, ANFTA, dan APEC tahun 2020 mendatang yang ditandai dengan persaingan secara terbuka, dengan kondisi SDM kita seperti disebutkan di atas akan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sektor pendidikan perlu mendapat perhatian utama dengan melakukan pembahasan ataupun pembenahan. Persoalan sekarang, siapkah institusi pendidikan kita menghasilkan SDM yang mampu bersaing dalam dunia global?. Siapkah pengembang kurikulum maupun guru menghadapi tuntutan kekinian dan masa depan?. Bagaimana guru menyiapkan siswa agar mereka dapat hidup produktif dan sukses di masa depan dan keterampilan apa yang diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan di masa depan. Depdiknas menjawab pertanyaanpertanyaan di atas dengan melakukan perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1994

ke kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi). KBK ini dimaksudkan agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai standar mutu nasional maupun internasioanl. Dalam KBK khususnya mata pelajaran matematika (Depdiknas, 2002) dijelaskan bahwa tujuan umum pendidikan matematika ditekankan pada siswa untuk memiliki; (1) kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain maupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata, (2) kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi, (3) kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar, berpikir sistematis, bersifat obyektif, bersifat jujur, disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah matematika. Senada dengan itu, Soedjadi (1999:138) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa depan haruslah memperhatikan: (1) tujuan yang bersifat formal yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik, dan (2) tujuan bersifat material yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika. Tujuan-tujuan pendidikan matematika seperti di atas tampaknya menitikberatkan atau memfokuskan pada kemampuan-kemampuan maupun keterampilan-keterampilan tertentu seperti memecahkan masalah, keterampilan menganalisis data, berpikir logis, membuat

keputusan, menyelesaikan masalah nyata, dan lain-lain serta mengurangi penekanan pada aturan/prosedur perhitungan. Hal ini dimaksudkan dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi perubahan-perubahan sosial, baik pada persaingan dunia kerja maupun membuka lapangan kerja. Tujuan-tujuan di atas merupakan suatu yang bersifat ideal dan mungkin sulit dicapai. Namun yang penting adalah bluprint dari tujuan-tujuan tersebut yakni pembelajaran matematika lebih menekakan pada suatu proses. Kemampuan –kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa, dapat diperoleh melalui suatu pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, guru seyogianya berusaha membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan tersebut dapat terkonstruksi kembali. Demikian pula, ketika siswa bekerja untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan mengintegrasikan dengan pengetahuan sebelumnya, sebaiknya guru bertindak sebagai fasilisator. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher oriented) namun berpusat pada siswa (student oriented). Guru dalam proses ini berfungsi sebagai mediator dan fasilisator. Pendekatan pembelajaran yang tertuang dalam KBK mata pelajaran matematika (Depdiknas, 2002) menjelaskan bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan dibangun sendiri (diskontruksi) oleh siswa. Ini berarti suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam matematika seyogianya ditemukan oleh siswa di bawah bimbingan guru (guided reinvention), kecuali untuk pengetahuan yang bersifat faktual, dan prosedural, yang cukup dikenalkan dan diingatkan siswa, misalnya: lambang bilangan dan notasi, prosedur pengalikan atau membagi. Pembelajaran yang mengkondisikan dan menemukan sesuatu, dan ini sangat bermanfaat pada bidang lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kompetensi dasar yang diharapkan KBK tercapai melalui belajar matematika yakni kemampuan memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi. Oleh karena itu, untuk mencapai kompetensi tersebut guru harus menjabarkan kegiatan pembelajaran dalam bentuk silabus dan disesuaikan dengan kekhasan bahan ajar dengan memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa. Berdasarkan perspektif di atas, tujuan pendidikan tidak hanya terbatas pada

produk saja tetapi lebih dari itu menyangkut proses dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun sistem penilaiannya yang berlaku selama ini masih secara tradisional berupa paper and pencil (tes tulis). Alat evaluasi ini digunakan secara luas, dengan pertambahan lebih praktis, baik penyusunan alat evaluasinya, cara penyelenggaraan maupun koreksinya. Tetapi dari banyak tinjauan, alat evaluasi ini di pandang banyak kelemahannya. Salah satu kelemahan tes tertulis tersebut adalah alat evaluasi ini hanya mengukur sebagian kecil kemampuan siswa. Tes tertulis hanya menguji daya ingat siswa atas informasi faktual dan prosedur logaritma. Evaluasi ini tidak menilai partisipasi aktif siswa selama kegiatan pembelajaran berlansung. Paidi (2000:248) mengemukakan bahwa menurut beberapa ahli pendidikan, tes tertulis sebagai alat ukur kemampuan subyek belajar hanya mampu mengukur paling banyak 20% dari seluruh kemampuan yang mereka miliki. Akibatnya, evaluasi yang dipandang sebagai tolak ukur keberhasilan siswa, menjadi bias yakni kurang mengukur apa yang semestinya diukur. Melalui tes tertulis, guru dapat menilai banyak hal, tetapi tidak semuanya hasil proses belajar yang penting. Dalam penilaian kelas, guru tidak hanya membutuhkan tes tertulis namun bentuk penilaiam yang lebih komprehensif unuk mendapatkan informasi tentang kemampuan siswanya. Demikian pula, gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, oleh karena penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode (semeter), tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi, 2002). Mengukur upaya siswa mencapai tujuan-tujuan pendidikan di atas, menghendaki cara-cara penilaian baru. Sistem penilaian ini disebut penilaian autentik. Pada KBK (Depdiknas, 2002:9) disebut penilaian berbasis kelas (PBK). Penilaian autentik mengukur kemampuan siswa sesungguhnya, yang mencakup aspekaspek yang luas seperti keseharian siswa. Untuk penilaian autentik diperlukan tugastugas autentik (authentic task) yang harus diselesaikan oleh siswa serta dapat memberi bukti beberapa banyak informasi yang telah dikumpulkan siswa. Dengan demikian diharapkan penilaian yang dilakukan lebih

komprehensif sehingga dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang profil siswa secara rutin. Penilaian autentik ini dilakukan untuk mengevaluasi sejauhmana setiap siswa belajar dan sejauh mana mereka menerapkan hasil belajarnya. Cecep (2000:25) mengemukakan bahwa penilain autentik bertujuan untuk menyediakan informasi yang absah/benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa. Dengan penilaian autentik, siswa dalam mempelajari matematika dituntut bukan hanya memahami materi, melainkan juga mampu merumuskan masalah, menentukan penyelesaian dan menginterprestasikan hasil belajar yang dicapai. Bahkan dengan penilaian autentik ini siswa diharapkan mampu melakukan tindakan nyata sebagai wujud dari perolehan/pemahamannya atas materi dalam pembelajaran. Berkaitan dengan tugas autentik, Johnson (2002:166) menyebutkan 4 (empat) jenis tugas autentik yakni (1) Protofolio (the portfolio), Kinerja (the performance), (3) Proyek (the project), respon tertulis secara luas (the extended written response). Dari berbagai jenis tugas autentik di atas, tugas penilain kerja menjadi fokus pembahasan dalam artikel penelitian ini. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa penilaian kinerja akan meningkatkan tukar menukar informasi antara guru dan siswa. Sejauhmana usaha dan kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konteks serta sejauhmana guru memberikan umpan balik dari hasil pekerjaan siswa. Misalnya diberi tugas yang mencakup penggunaan gergaji dan mengamati apakah siswa dapat memilih gergaji yang tepat untuk tugas yang diberikan. Bentuk demontrasi penguasaan konsep untuk memecahkan masalah-masalah yang praktis ini dapat menilai tingkat pemikiran siswa yang lebih tinggi. Menurut Peressini& Bassett (1996), tugas-tugas penilaian kinerja mengenai matematika merupakan salah satu tugas yang mampu mengembangkan kemampuan siswa mengenai pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), dan komunikasi (communication). Selanjutnya Romberg (dalam Peressini & Bassett:1996) mengemukakan bahwa tugas-tugas penilaian

kinerja telah menjadi dari berbagai harapan untuk menilai pemahaman siswa mengenai matematika. Tugas-tugas penilaian kinerja memungkinkan siswa mengkomunikasikan pengetahuan matematikanya dengan cara autentik yang bermanfaat bagi kehidupannya Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah aktivitas siswa selama penerapan pembelajaran matematika realistik pada materi sistem persamaan liner dua variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?, (2) bagaimanakah aktivitas guru selama penerapan pembelajaran matematika realistik pada materi sistem persamaan liner dua variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?, (3) bagaimanakah gambaran level kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh menyelesaikan masalah sistem persamaan liner dua variabel (SPLDV) yang realistik dengan penerapan penilain authentik? Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan aktivitas siswa selama penerapan pembelajaran matematika realistik, (2) untuk mendeskripsikan kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik, (3) untuk mendeskripsikan gambaran level kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh dalam menyelesaikan masalah sistem persamaan liner dua variabel (SPLDV) yang realistik dengan penerapan penilaian autentik METODE PENELITIAN Penelitian ini disebut penelitian eksperimen karena ditandai adanya perlakuan yang dirancang secara sengaja untuk mengubah kondisi yakni penerapan pembelajaran matematika realistik pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Papulasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh tahun ajaran 2007/2008 yang terdiri dari 10 kelas. Sedangkan sampel adalah siswa kelas VIII.1 yang dipilih secara acak dari 10 (sepuluh) kelas. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas yakni variabel perlakuan yaitu penerapan pembelajaran matematika realistik

Raancangan penelitian ini adalah desain pretes-postes satu kelompok yaitu: Kelas Eksperimen

Pretes T1

Perlakuan X

Postes T2

Keterangan: T1: Tes sebelum perlakuan X: Perlakuan yaitu penerapan pembelajaran realistik T2: Tes sesudah perlakuan Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tes hasil belajar. Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil kerja siswa dalam menyelesaikan masalah yang realistik. Instumen ini juga disusun berdasarkan pada indikator pencapaian hasil belajar yang ingin dicapai pada materi sistem persaman linear dua variabel. Adapun indikator tersebut adalah: (1) menuliskan pengertian sistem persamaan linear dua variabel, (2) menyelesaikan sistem persamaan dua variabel dengan cara eliminasi dan substitusi, (3) menyelesaikan masalah-masalah realistik dari sistem persamaan linear dua variabel. Soal tes berbentuk esaay dan terdiri dari 5 (lima) butir soal. b. Lembar observasi aktivitas siswa. Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. c. Lembar observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran. Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik.

Sesuai dengan rencana penelitian, data dikumpulkan dengan cara sebagai berikut. a. Tes hasil belajar. Data tentang hasil kerja siswa dalam menyelesaikan masalah yang realistik dikumpulkan melalui pemberian tes yakni pretes diberikan sebelum pembelajaran berlangsung dan postes diberikan setelah pembelajaran berlangsung. b. Lembar observasi aktivitas siswa lembar observasi diberikan kepada seorang pengamat untuk di isi dengan cara menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan keadaan yang diamati. c. Lembar observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran. Lembar observasi diberikan kepada seorang pengamat untuk di isi dengan cara menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan keadaan yang diamati. Untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka setelah data dikumpulkan dilakukan analisis dengan menggunakan analisis deskriptif. a. Analisis data aktivitas siswa. Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan persentase. Dari hasil setiap tatap muka diperoleh persentase aktivitas siswa. Dari persentase setiap tatap muka ditentukan rata-ratanya. Persentase pengamatan aktivitas siswa dihitunga dengan cara:

Frekuensi rata − rata setiap aspek pengama tan x100 % Banyaknya frekuensi rata − rata semua aspek pengama tan Penentuan kriteria aktivitas siswa berdasarkan pencapaian waktu ideal yang ditentukan dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Aktivitas siswa tercapai efektif bila setiap aktivitas siswa berada pada kriteria efektif. b. Analisis data kemampuan guru pengelola pembelajara. Data tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang diamati oleh seorang pengamat, dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menghitung nilai rata-rata setiap aspek yang diamati dalam mengelola pembelajaran. Kriteria tingkat kemampuan guru (TKG) dalam menerapkan pembelajaran sebagai berikut

1,00≤TKG≤1,50: Sangat kurang baik 1,50 ≤ TKG ≤ 2,50 : Kurang baik 2,50 ≤ TKG ≤ 3,50 : Cukup 3,50 ≤ TKG ≤ 4,50 : Baik 4,50 ≤ TKG ≤ 5,00 : Sangat baik TKG : Tingkat kemampuan guru (Hasratuddin, 2002: 27) Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan baik jika setiap aspek yang dinilai berada pada kategori minimal baik. c. Analisis tes hasil belajar. Untuk menjawab rumusan pertanyaan penelitian yang ke dua yaitu bagaimanakah gambaran level kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 3

Banda Aceh tentang materi sistem persamaan linear dilakukan tes akhir kemudian hasil tes. Lembar hasil tes (lembaran hasil kerja siswa) yang diperoleh melalui tes akhir dianalisis dengan mencermati setiap lembaran kerja siswa. Adapun syarat untuk mengelompokkan kemampuan siswa ke dalam level tertentu harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut. 1) Seorang siswa digolongkan dalam level superior (hebat) apabila dapat (1) menggunakan definisi sistem persamaan linear dengan benar, (2) menggunakan strategi yang tepat untuk menjawab pertanyaan, (3) perhitungan benar, (4) penjelasan tertulis jelas, (5) memenuhi semua syarat permasalahan. 2) Seorang siswa digolongkan dalam level sangat memuaskan apabila dapat memenuhi 4 (empat) syarat dari 5 (lima) syarat pada level hebat. 3) Seorang siswa digolongkan dalam level memuaskan apabila ada 3 (tiga) syarat dari 5 (lima) syarat pada level hebat yang benar. 4) Seorang siswa digolongkan dalam level cukup memuaskan apabila ada 1 (satu) atau 2 (dua) syarat dari 5 (lima) syarat pada level hebat yang benar. 5) Seorang siswa digolongkan dalam level tidak memuaskan memuaskan apabila tidak satu pun syarat pada level hebat yang benar. Kriterian kemampuan siswa dikatakan baik bila kemampuan siswa minimal berada pada level kemampuan sangat memuaskan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berdasarkan hasil analisis data aktivitas siswa diperoleh bahwa setiap aspek pada RPP-1 efektif, setiap aspek pada RPP 2 efektif, dan setiap aspek pada RPP-3 efektif Secara umum dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah efektif.

2. Deskripsi kemampuan guru mengelola pembelajaran Berdasarkan hasil analisis data kemampuan guru mengelola pembelajaran diperoleh: a. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada RPP 1 termasuk kategori baik karena rata-rata setiap aspek adalah 4,3. b. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada RPP 2 termausk kategori baik karena rata-rata setiap aspek adalah 4,3. c. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada RPP 3 termausk kategori sangat baik karena rata-rata setiap aspek adalah 4,9. Secara uumum kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah berorientasi pada pendekatan pembelajaran matematika realistik. 3. Data Tes Hasil Belajar Setelah dilakukan analisis terhadap lembar hasil tes siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh yang berjumlah 34 orang siswa maka diperoleh hasil level kemampuan siswa untuk masing-masing indikator pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai berikut. a. Kemampuan siswa menuliskan pengertian sistem persamaan linear dua variabel Level kemampuan siswa menuliskan pengertian sistem persamaan linear dua variabel adalah kemampuan superior (23,52%), kemampuan sangat memuaskan (61,76%), dan kemampuan memuaskan (14,70%) sedangkan kemampuan cukup dan tidak memuaskan masing-masing (0%). b. Kemampuan siswa menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan cara eliminasi dan substitusi Level kemampuan siswa menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan cara eliminasi dan subsitusi diperoleh kemampuan superior (58,82%), kemampuan sangat memuaskan (26,47%), dan kemampuan memuaskan (5,88%) sedangkan kemampuan cukup memuaskan (5,88%) dan kemampuan tidak memuaskan (2,94%). c. Kemampuan siswa menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel yang realistik

Level kemampuan siswa menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel yang realistik diperoleh bahwa kemampuan siswa menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel yang realistik adalah kemampuan superior (29,41%), kemampuan sangat memuaskan (47,6%), sedangkan kemampuan memuaskan (20,58%), cukup memuaskan (5,88%) dan tidak memuaskan masing-masing (2,94%). Secara keseluruhan gambaran level kemampuan siswa setelah penerapan penilaian autentik pada materi sistem persamaan linear adalah level kemampuan superior (37, 25%), kemampuan sangat memuaskan (45,27%), kemampuan memuaskan (13,72%), kemampuan cukup memuaskan (3, 92%), dan kemampuan tidak memuaskan (1,94%). Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan kemampuan siswa dikatakan baik jika kemampuan siswa minimal berada pada level kemampuan sangat memuaskan. Dengan demikian kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel berada pada level kemampuan superior dan kemampuan sangat memuaskan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penerapan pembelajaran matematika realistik dapat disimpulkan adalah (1) aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dapat dikatakan efektif, (2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran termasuk dalam kategori baik, (3) gambaran level kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah sistem persaaman linear dua variabel (SPLDV) yang realitik dengan penerapan penilaian autentik umumnya berada pada level kemampuan superior dan kemampuan sangat memuaskan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan penulis sarankan kepada: (1) guru matematika, untuk dapat menerapkan penilaian aunthentik untuk menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang realistik, (2) pneliti selanjutnya yang tertarik dengan penerapan penilaian autentik untuk

materi yang lain dan subyek penelitian yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Akib, Irwan. (2004). Adopsi Budaya Bugis Makassar dalam Pembelajaran Matematika. Proseding Makalah. Konferensi Matematika XII Nasional. Jurusan Matematika F.MIPA. Denpasar. Arends, R. (1997). Classroom Instruction and Manajemen. New York: McGrawHill Companies. Inc. Arends. (2001). Learning To Teach. New York : Mcgraw-Companies Cecep ER. (2002). Pembelajaran dan Pengajaran Konstektual. Jakarta: Direktorat SLTP, Dirjen pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas Dahar, R.W.(1998). Teori- Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud P2LPTK. Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Jakarta Hudoyo, H.(1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud P2LPTK. Ibrahim, Muslimin.(2002). Asesmen Authentik, Modul Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Direktorat SLTP, Dirjen pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas Jack

(1995). Performance Assesment: Mathematics Aplication and Connection. New York : Course glencoe Mc Graw-Hil. Johnson, E. 2002. Constektual Teaching and Learning: What it is and Why it’s here to stay. Corwin Press. Inc. california.

Kaunchak, Paul dan Eggen, D. (1993). Strategies for Teacher, Teaching Content and Thinking Skill. Boston : Allyn and Bacon Publishers. Nurhadi, dkk (2002). Pendekatan Kontekstual (Constextual Learning and

Teaching). Malang: Universitas Negeri Malang

seminar Nasional RME. Jurusan Matematika UNESA. Surabaya

Grounlud dan Linn, 1995. Measurement and Assessment in Teaching. New York: Prentice-hal Englewood clifts.

Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari Kongres Ke Kongres, Yogyakarta.

Paidi

(2000). Implementasi Autentik Assessment dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Makalah dalam proceeding seminar nasional pengembangan MIPA di Era Globalisasi. FMIPA UNY. Yogjakarta.

Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa Press. Soedjadi. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dikti Depdiknas. Jakarta ----------. (2002). Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada

Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam Pembinaan Pelajar, (Skripsi FKIP Unsyiah, Darussalam. Banda Aceh. Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII Aceh, Edisi 05/th. I Maret 2000, hal.1. Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar Nasional PII ke-23 Makasar, 06 Juli 2002 H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam Pembinaan Akhlak Karimah, Suatu Pengantar. CV deponogiro, Bandung..

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM PAKAI BUKU PERPUSTAKAAN DI UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH Oleh Nasruddin AR ABSTRAK Perpustakan Abulyatama sebagai wadah yang mendapat kepercayaan sebagai sarana pinjam pakai buku. Dalam pelaksanaan pinjam pakai buku di buat perjanjian pinjam pakai dalam bentuk terrtulis dan di dalamnya ditentukan hak-hak dan kewajiban para pihak yang berlaku secara timbal balik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan di Universitaws Abulyatama, untuk menjelaskan bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan dan untuk menjelaskan upaya-upaya yang ditempuh dalam penyelesaian kasus wanprestasi pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, alat pengumpulan data digunakan wawancara, populasi dan sampel penelitian Kepala Perpustakaan dan tiga orang staf perpustakaan serta peminjam pakai yang melakukan wanprestasi sebanyak 10 dari 107 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan disebabkan masih rendah kesadaran dari peminjam, buku tersedia masih kurang sehingga ada kehawatiran tidak memperoleh buku. Selain itu masih relatif ringannya sangsi serta peminjam buku untuk kepentingan orang lain. Kata kunci : wanprestasi, perjanjian dan pinjam pakai

Dalam hukum perdata telah diatur berbagai hal dalam kehidupan ini, termasuk masalah perjanjian pinjam pakai serta segala akibat hukumnya tidak dapat dipisahkan dari ketentuan-ketentuan umum yang tertdapat dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata) khususnya buku ke III yang mengatur tentang perikatan. Ketentuanketentuan, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam perjanjian pinjam pakai, selain secara umum diatur mulai pasal 1740 sampai dengan 1753 KUH Perdata, diatur juga secara khusus didalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Pada umumnya, dalam setiap perjanjian para pihak saling berjanji untuk melakukan prestasi, salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi dan pihak lainnya melakukan kontra prestasi. Perjanjiannya merupakan perjanjian timbal balik. Demikian pula halnya dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan, dimana pihak yang meminjamkan buku perpustakaan mengikatkan dirinya untuk meyerahkan suatu buku tertentu untuk dipakai dengan cuma –cuma, tetapi dengan syarat bahwa pihak peminjam buku setelah memakai buku atau setelah suatu rentan waktu tertentu akan mengembalikan buku tersebut ( Pasal 1740 KUH Perdata).

Dalam perjanjian pinjam pakai disebut bahwa objek perjanjiannya merupakan barang yang tidak habis karena pemakaian (Pasal l742 KUHPerdata). Buku perpustakaan termasuk salah satu barang yang tidak habis karena pemakaian, sehingga sah menurut hukum bahwa buku perpustakaan dapat dijadikan objek perjanjian pinjam pakai. Pada perinsipnya bilamana telah tercapai kata sepakat tentang prestasi, hakhak dan kewajiban para pihak, maka berarti telah melahirkan suatu hubungan pinjam pakai buku perpustakaan dan ini merupakan konsekuwensi dari azas kebebasan berkontrak yang tersimpul dalam pasal l338 ayat (l) KUHPerdata. Berdasarkan azas tersebut, maka para pihak dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan bebas untuk mengadakan perjanjian, baik dalam menentukan bentuk, maupun hak dan kewajiban masing-masing pihak menurut dikehendaki dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan ketertiban umum (Pasal l337 KUHPerdata ). Perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan Universitas Abulyatama dibuat dalam bentuk tertulis dan didalamnya ditentukan hak-hak dan

kewajiban para pihak yang berlaku secara timbal balik. Hak-hak pihak perpustakaan merupakan kewajiban-kewajiban pihak pihak peminjam pakai buku. Dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan disyaratkan bahwa pihak peminjam pakai buku terlebih dahulu diwajibkan untuk menjadi anggota perpustakaan. Pada prinsipnya hanya anggota perpustakaan yang berhak untuk meminjam pakai buku perpustakaan, kecuali ditentukan secara lain oleh pihak perpustakaan. Dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan disebutkan prestasi (kewajibankewajiban) pihak peminjam pakai buku perpustakaan yaitu mengembalikan buku perpustakaan menurut waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian yaitu dalam rentang waktu tertentu (7 hari atau l4 hari atau lebih dari 30 hari). Dalam pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan Universitas Abulyatama mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 terdapat l08 orang peminjam pakai buku perpustakaan telah melakukan wanprestasi. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa sebab terjadinya wanprestasi pada perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan Universitas Abulyatama? 2. Apa upaya penyelesaian kasus wanprestasi pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan? 3. Apa hambatan yang timbul dalam penyelesaian kasus wanprestasi perjanjian pinjam pakai buku pada perpustakaan Universitas Abulyatama Tujuan Penulisan. Sesuai dengan judul penelitian ini maka pembahasannya di tekankan pada perjanjian pinjam pakai dan wanprestasi pada umumnya, namun secara khusus dibahas wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan Universitas Abulyatama. Pembahasannya dilakukan dengan menelaah faktor-faktor penyelesaian wanprestasi yang ditempuh dan hambatanhambatan dalam penyelesaian wanprestasi pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan Universitas Abulyatama. Data yang diteliti adalah peminjam pakai buku yang wanprestasi dari tahun 2004 hingga tahun 2009 pada perpustakaan

Universitas Abulyatama. Penulisan karya ini antara lain bertujuan : 1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan Universitas Abulyatama. 2. Untuk menjelaskan bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan. 3. Untuk menjelaskan upaya-upaya yang ditempuh dalam penyelesaian kasus wanprestasi pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan. Metode Penelitian. Untuk memperoleh data dan bahanbahan yang diperlukan dalam penyusunan tulisan ini diperlukan metode deskriptif dengan cara pengumpulan data sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dengan menelah sejumlah buku teks, peraturan perundang–undangan dan bahan–bahan lain yang relevan guna memperoleh data skunder dan landasan teoritis yang berupa pendapat para sarjana. 2. Penelitian Lapangan Melalui penelitian lapangan diharapkan akan diperoleh data primer dengan mewawancarai pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah : a. Kepala dan petugas/ pustakawan pada perpustakaan Universitas Abulyatama. b. Peminjaman pakai buku yang wanprestasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proforsif, yaitu dengan pemilihan sampel yang mudah dihubungi. Berdasarkan populasi diatas maka ditentukan sampel sebagai berikut : a. Kepala perpustakaan Universitas Abulyatama sebanyak satu orang. b. Petugas/ pustakawan pada perpustakaan Universitas Abulyatama sebanyak 3 orang c. Peminjam pakai buku perpustakaan universitas Abulyatama yang melakukan wanprestasi sebanyak 10 orang dari l07 orang. Data yang diperoleh akan diolah dan kemudian dianalisa secara kuantitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan yang diadakan oleh pihak perpustakaan dengan pihak peminjam merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik dimana hal-hal yang merupakan hakhak bagi pihak perpustakaan menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak peminjam buku. Demikian juga sebaliknya, yakni hak-hak bagi pihak peminjam merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak perpustakaan Dalam perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan tersebut telah disebutkan prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak. Pihak perpustakaan berkewajiban ntuk menyerahkan buku-buku yang akan dipinjam kepada peminjam sesuai dengan yang dibutuhkannya. Di lain pihak peminjam berhak untuk memakai atau mempergunakan buku yang dipinjamnya itu dalam suatu rentang waktu tertentu. Sebelum seseorang dapat menjadi peminjam buku pada perpustakaan Universitas Abulyatama, maka ia haruslah mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai anggota peerpustakaan. Orang tersebut haruslah terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Abulyatama yang masih aktif, dengan memperlihatkan bukti pembayaran spp dan ia pun harus membayar uang pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Seorang peminjam buku perpustakaan berhak untuk meminjam buku sejumlah 2 (dua) buah buku untuk satu kali peminjaman. Ia berhak menggunakan buku tersebut untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari. Apabila pihak peminjam merasa bahwa ia masih memerlukan buku tersebut, maka pihak perpustakaan memberikan kesempatan kepadanya untuk memperpanjang masa peminjaman buku tersebut selama 7 (tujuh) hari lagi, sesudah waktu tersebut diatas lampau, pihak peminjam harus mengembalikan buku yang dipinjamnya dengan segera. Pengembalian buku yang melapaui waktu yang telah diberitahukan merupakan pelanggaran atas perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan, oleh karena itu pihak peminjam dianggap telah melakukan ingkar

janji atau wanprestasi, sebagai konsekwensi atas kelalaian pihak peminjam buku tersebut, maka pihak perpustakaan membebankan kepada peminjam untuk membayar sejumlah denda, yang dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan pengembalian buku yang dikalikan dengan Rp.500,- (lima ratus ribu rupiah). Menurut kepala perpustakaan, pihak peminjam paling banyak melakukan wanprestasi dalam bentuk keterlambatan pengembalian dan hal ini sangat mengganggu bagi calon peminjam lainnya yang juga memerlukan buku yang bersangkutan. Bahkan ada peminjam yang tidak mengembalikan buku yang dipinjam itu, padahal batas peminjam yang diberikan sudah lama berakhir. Peminjam yang tidak mengembalikan buku sama sekali terhitung sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 berjumlah 130 orang dengan jumlah buku 2007 buah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

No

Th

1 2 3 4 5

2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Peminjaman yang tidak mengembalikan buku 6 orang 26 orang 40 orang 31 orang 27 orang

Jumlah Buku yang tidak dikembalikan 7 buah 56 buah 60 buah 52 buah 32 buah.

JUMLAH 130 Orang 207 Buah Sumber : Perpustakaan Universitas Abulyatama tahun 2009 Peminjam buku perpustakaan hanya dapat dilakukan atas nama anggota perpustakaan itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu, maka apabila seseorang pemegang kartu perpustakaan meminjamkan buku-buku perpustakaan kepada orang lain dengan mempergunakan kartu miliknya, maka apabila terjadi sesuatu hal terhadap buku tersebut, tanggung jawab tetap dibebankkan kepada pemegang kartu yang sah, sedangkan orang yang mempergunakan buku tersebut tdak dapat dimintai ikut Wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam pakai buku perpustakaan terjadi karena beberapa faktor tertentu. Setiap peminjam pakai buku yang melakukan

wanprestasi mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, sehingga mengakibatkan mereka melakukan wanprestasi. Adapun faktor penyebab terjadinya wanprestasi oleh peminjam pakai buku perpustakaan dapat diklasifikasi sebagai berikut : 1. Kurangnya kesadaran dari peminjam pakai buku. Beberapa peminjam pakai buku perpustakan melakukan wanprestasi karena kurangnya kesadaran untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya setelah tenggang waktu peminjam yang diberikan berakhir. Hal tersebut sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh pegawai perpustakaan, bahwa banyak peminjam yang enggan mengembalikan buku yang dipinjamnya walaupun waktu pinjamnya telah berakhir. Bahkan ada peminjam yang tidak tahu tanggal berapa ia harus mengembalikan buku yang dipinjamnya itu, padahal dengan jelas dicantumkan pada bahagian kartu buku yang diselipkan pada sampul belakang buku. 2. Buku yang tersedia masih kurang. Sebagaimana diketahui bahwa objek utama dari perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan adalah buku-buku yang disediakan pada perpustakaan yang bersangkutan. Pihak perpustakaan berkewajiban untuk menyediakan buku-buku yang dibutuhkan oleh calon peminjam, agar ia dengan mudah memperoleh buku-buku dalam rangka menunjang proses belajar mengajar yang diikutinya Adapun rasio antara jumlah anggota perpustakaan dengan jumlah buku maupun judul buku seimbang, maka hal ini merupakan keadaan yang paling ideal. Namun seirng dengan bertambahnya mahasiswa Universitas Abulyatama, maka bertambah pula anggota pada perpustakaan Universitas Abulyatama. Hal ini menuntut kepada pihak perpustakaan untuk menyediakan buku untuk lebih banyak lagi, sehingga pihak perpustakaan tetap dapat melayani anggotanya dengan baik. 3. Kekhawatiran tidak memperoleh buku.. Faktor ini kalau dilihat secara sepintas lalu, sama dengan faktor sebelumnya, namun pada faktor ini ada dua atau lebih peminjam buku yang saling bekerja sama saling pinjam meminjam suatu buku tertentu yang sama-sama mereka perlukan.

Karena peminjaman buku hanya dibenarkan untuk suatu rentang waktu tertentu, yakni selama 7 (tujuh) hari dengan kesempatan untuk memperpanjang 7 (tujuh ) hari berikutnya, maka sesudah waktu tersebut lampau seorang peminjam buku harus mengembalikan buku yang dipinjamnya. Bagi peminjam yang masih memerlukan suatu buku tertentu, sedangkan ia telah meminjam buku tersebut selama 14 (empat belas) hari, maka ia dapat meminta kepada temannya sesama anggota perpustakaan untuk meminjam kembali buku yang bersangkutan agar dapat mereka pergunakan bersama. Peminjaman kedua ini dimaksutkan agar mereka tetap dapat menguasai buku tersebut, dan apabila masa peminjaman bagi temannya juga telah berakhir, maka peminjam yang pertama tadi akan meminjam kembali buku tersebut, sehingga buku tersebut hanya dipinjam dan beralih tangan pada kedua peminjam tersebut. Dengan tindakan mereka ini, maka calon peminjam yang lain tidak dapat meminjam atau memperoleh kesempatan mempergunakan buku tersebut. Perbuatan pengalihan yang mereka lakukan ini disebabkan oleh karena adanya kekhawatiran akan kesulitan untuk memperoleh buku tersebut kembali. Namun dalam melakukan perpanjangan ataupun pengalihan peminjam persebut mereka saling melakukan kelalaian atau melakukannya setelah lampaunya waktu yang diberikan, sehingga mereka dianggap telah wanprestasi. Namun, sebagaimana dikatakan oleh kepala perpustakaan, bahwa faktor kekhawatiran untuk tidak memperoleh buku pada peminjam buku itu memang wajar, terutama apabila buku tersebut mereupakan buku wajib untuk suatu mata kuliah tertentu. 4. Sanksi denda yang relatif ringan. Bagi peminjam pakai buku perpustakaan yang melakukan wanprestasi, maka berdasarkan peraturan yang berlaku pada perpustakaan Universitas Abulyatama, peminjam tersebut akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan bentuk kelalaian yang dilakukannya. Sanksi tersebut merupakan suatu daya pemaksa bagi peminjaman buku perpustakaan agar ia dengan sadar mematuhi peraturan yang ada. Apabila suatu peraturan atau suatu norma hukum tidak disertai sanksisanksi tertentu bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut. Maka peraturan tersebut

tidak mempunyai upaya pemaksa agar orang mematuhi peraturan tersebut dan pembuat peraturan hanya dapat mengharapkan kesadaran dari pihak-pihak mana peraturan tersebut dimaksudkan. Pada perpustakaan Universitas Abulyatama ditetapkan beberapa macam sanksi kepada peminjam buku yang melakukan wanprestasi. Dimana bagi peminjam yang terlambat mengembalikan buku yang dipinjamnya, akan dikenakan sanksi berupa denda. Denda ini dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan, termasuk hari libur, kemudian dikalikan dengan Rp. 500,- (Lima ratus rupiah). Penetapan sanksi denda tersebut masih relatif ringan, sehingga pihak peminjam masih berkemungkinan tidak ataupun kurang mematuhi peraturan yang berlaku pada perpustakaan Universitas Abulyatama. Oleh karena sanksi denda tersebut di atas relatif ringan, maka peminjam tidak merasa khawatir dan enggan mengembalikan buku tersebut setelah jangka waktu peminjamannya berakhir. 5. Peminjaman Buku Untuk Kepentingan Orang lain Faktor ini terjadi apabila seseorang yang bukan anggota perpustakaan Universitas Abulyatama, namun ia memerlukan sutu judul buku tertentu yang ada perpustakaan di atas. Kemudian ia meminta temannya yang anggota perpustakaan untuk meminjamkan buku tersebut untuk kepentingannya. Si pemilik atau pemegang kartu, karena ingin membantu temannya lalu meminjam buku tersebut dari perpustakaan dengan mempergunakan kartu miliknya. Kemudian buku tersebut diserahkan dan dipergunakan oleh temannya. Namun ternyata sewaktu masa peminjaman atau tenggang waktunya berakhir si pemilik kartu tidak dapat mengembalikan buku tersebut, karena buku tersebut tidak ada ditangannya. Karena keadaan tersebut, si pemilik atau pemegang kartu yang sah, dianggap telah melakukan wanprestasi, walaupun keadaan itu bukan atas kehendaknya dan tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan si pemilik atau pemegang kartu yang sah. B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi Upaya Penyelesaian terhadap peminjam yang terlambat mengembalikan buku, Peminjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan Universitas Abulyatama

yang terlambat mengembalikan buku jumlah setiap tahunnya cukup banyak, namun jumlah yang pasti tidak pernah didaftar, kecuali mereka yang sama sekali tidak mengembalikan buku. Upaya penyelesaian terhadap peminjaman yang terlambat mengembalikan buku yang dilakukan oleh pihak perpustakaan Universitas Abulyatama adalah dengan mengirimkan surat teguran, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh kepala perpustakaan, bahwa surat teguran tersebut dialamatkan kepada bahagian pengajaran masing-masing peminjam yang terlambat mengembalikan buku, dimana dimintakan untuk menahan Kartu Rencana Studi (KRS) mahasiswa yang bersangkutan, sampai ia mengembalikan buku yang di pinjamnya itu. Apabila si peminjam buku ternyata tidak juga mengembalikan buku tersebut, sedangkan tahun ajaran telah berlalu, maka pihak perpustakaan tidak lagi membuat surat teguran melalui bahagian pengajaran, tetapi teguran langsung dilakukan melalui komputer. Sehingga semua bahagian mengetahui bahwa si peminjam atau mahasiswa tersebut belum mengembalikan buku perpustakaan, sehingga mereka dapat melakukan penundaan segala urusan yang berkaitan dengannya sampai ia mengembalikan buku tersebut. Peneguran tersebut biasanya dilakukan semester yang bersangkutan lewat, dan peneguran ini hanya dilakukan sekali saja karena setelah itu bahagian pengajaran langsung menegur peminjam atau mahasiswa yang bersangkutan untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya itu dengan segera, karena tenggang waktunya telah lama berakhir, dan pihak bagian pengajaran biasanya menahan proses pengusuran KRS mahasiswa yang bersangkutan hingga ia mengembalikan buku tersebut. Setelah si peminjam mengembalikan buku tersebut, ia akan dikenakan denda sebagai sanksi atas keterlambatan pengembalian. Denda tersebut dihitung Rp. 500,- (lima ratus rupiah) perhari perbuku (termasuk hari libur), sehingga ia harus membayar denda terlebih dahulu apabila ia ingin mendapatkan kembali pelayanan dari pihak perpustakaan. Di samping sanksi yang berupa denda, maka pihak perpustakaan akan memberikan sanksi dalam bentuk penskoran si peminjam dari keanggotaannya, apabila ia

terbukti ada melakukan pengrusakan terhadap buku yang dipinjamnya, seperti merobek lembaran atau halaman tertentu dari buku itu. Penskoran itu biasanya berlaku untuk masa tahun ajaran yang berasangkutan, di samping itu kepadanya tetap dibebankan denda dan uang pengganti atas buku yang rusak tersebut. PENUTUP Berdasarkan gambaran pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan ditarik beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai masukan bagi siapa saja pihak terkait. A. Kesimpulan 1. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan pada perpustakaan universitas abulyatama adalah karena kurangnya kesadarankesadaran dari peminjam, buku yang tersedia masih kurang, kekhatiran tidak memperoleh buku, sanksi denda yang relatif ringan serta peminjam buku untuk kepentingan orang lain. 2. upaya penyelesaian wanprestasi yang telah ditempuh adalah dengan melakukan peneguran terhadap peminjam dengan mengirimkan surat teguran kepada bahagian pengajaran untuk menahan proses pengurusan KRS mahasiswa yang bersangkutan atau menahan ijazah dan transkrip nilai bagi peminjam yang sama sekali tidak mengembalikan buku. Terhadap keterlambatan dikenakan sanmksi berupa denda, atau pergantian buku apabila buku yang dipinjam tersebut hilang, ada juga sanksi administratif berupa skoran dari keanggotaan untuk suatu waktu tertentu atau pencabutan status keanggotaan dari si peminjam. B. Saran-saran 1. Disarankan kepada peminjam pakai buku perpustakaan untuk mengembalikan buku tepat pada waktunya, tidak merusak buku dan tidak memeinjam buku untuk kepentingan orang lain. 2. Disarankan kepada pihak terkait untuk membantu dengan sungguh-sungguh penyelesaian peminjam yang wanprestasi. 3. Disarankan kepada pihak perpustakaan untuk menambah judul maupun jumlah buku yang ada, demi mendukung proses belajar mengajar dengan baik.

4. Disarankan kepada pihak perpustakaan untuk menerapkan sanksi denda yang lebih berat dan jenis sanksi lainnya kepada peminjam yang benar-benar tidak mau mengembalikan buku milik perpustakaan. 5. Disarankan kepada pihak perpustakaan untuk lebih meningkatkan upaya penyelesaian peminjam yang wanprestasi. DAFTAR PUSTAKA Abdu lkadir Muhammad, Hukum Perjanjian . Aqlumni Bandung, l980. ..............Hukum Perikatan, Bandung, l982 Ahmat

Alumni

Ichsan, Hukum Perdata I B, PT, Pembimbing Masa, Jakarta, l989

Apeldoorn, I J. Van., Pengantar Ilmu hukum, terjemahan Nor Keumala, pradnya paramita, jakarta 1987. Arif Masdoeki, H.M. dan Tirta Amijaya, Asas-Asas hukum perdata, Djambatan, Jakarta, 1969. Hari Saheroji, Pokok-Pokok hukum Perdata, Aksara Baru, Jakarta, 1980. Racmat Setiawan, Pokok-Pokok hukum Perikatan, Bina cipta, Bandung, 1977. Subekti, R. Aneka Perjanjian, Bandung, 1984.

alumni,

..............., Hukum Perjanjian, PT .Intermasa, Jakarta, 1984. Sunaryati Hartono, Mencari Bentuk Hukum Perjanjian Nasional Kita, Alumni, Bandung, 1983. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1978. ................., Hukum Perdata Persetujuan Tertentu, Bandung ,1960. Yahya

Tentang Sumur,

Harahap, M. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1968.

PENDIDIKAN DAN PERMASALAHANNYA TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP Oleh A. Jabar * Abstrak Penelaahan ini menarik untuk dikaji, karena upaya pemantapan pendidikan dan lingkungan hidup bagi masyarakat dirasakan sangat penting. Dan tanggung jawab pendidikan terlibat semua pihak, yaitu keluarga, masyarakat dan pemerintah. Berkembang tidaknya suatu negara sangat tergantung pada pendayagunaan Sumberdaya Manusia (SDM). Dengan perkataan lain runtuh tidaknya peradaban suatu bangsa itu ditentukan oleh etika moral dan kebudayaan. Tugas pendidikan adalah membangun dan membina kehidupan peserta anak didik dan masyarakat yang bermartabat serta lingkungan hidup yang berkesinambungan, sehingga manusia dapat mengenal jati dirinya sebagai utusan Tuhan di planet bumi untuk hidup berwawasan lingkungan, menuju hidup yang lebih baik, sehat, aman dan sejahtera. Kata Kunci : Pendidikan, Lingkungan Hidup, dan Kesejahteraan. Membina kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup pada dasarnya adalah tugas pendidikan. Kesadaran itu ada selama dalam diri manusia mengalir daya-daya yang menjelmakan pikiran (Suryadipura, 1990 : 63). Kemampuan daya-daya itu mengalir sesuai perkembangan tingkat kematangan manusia, dan berpengaruh terhadap lingkungannya. Pada anak-anak yang masih bayi daya-daya tersebut hanya mampu mengalir dari panca indera sampai pangkal otak, yang bekerja pada mereka hanya pangkal otaknya, dan karena itu dinamakan kesadaran pendahuluan. Akan tetapi dengan semakin meningkat usia, kesadaran juga semakin bertahan dan bertambah mendalam. Pada anak-anak dalam masa hayati arus daya tersebut dapat mengalir sampai ke pusat kesadaran dan pusat ingatan. Kesadaran yang demikian dinamakan kesadaran sederhana. Pada tingkat yang lebih dalam lagi, yaitu ketika manusia berada pada usia akhir hayati, daya-daya tersebut dapat mengalir sampai ke pusat akal dan pusat kemauan, pada tingkat ini dinamakan kesadaran akan diri sendiri, manusia mulai menamakan diri “aku”. Seterusnya, apabila dalam kesadarannya, manusia dapat berhubungan dengan rohaninya, maka tingkatannya sudah mencapai kesadaran “luhur”. Pada tingkat kesadaran ini kadangkadang berhubungan dengan rohani dalam wujud mimpi yang mengandung ramalan, tentang sesuatu yang mungkin akan menimpa dirinya. Pada yang terdalam akan ditemui kesadaran jagad yaitu apabila kesadaran kita

dapat berhubungan dengan Tuhan. Itulah beberapa penjelasan Suryadipura kesadaran seseorang terhadap lingkungannya. Dengan demikian, tugas pendidikan adalah membangun dan membina kehidupan masyarakat dan lingkungan yang berkesinambungan. Kesadaran lingkungan terhadap manusia tidak akan berkembang secara otomatis ke arah yang diinginkan. Katakan saja ke arah lingkungan hidup sehat. Banyak faktor yang mempengaruhi karena itu peranan pendidikan, tidak hanya cukup dengan memberi pengertian. Kesadaran lingkungan terhadap hidup sehat bukanlah hanya soal pengertian, dan karena itu tidak mungkin hanya diajar secara teoritis, tetapi merupakan soal kegiatan praktis. Cara mengerjakannya adalah dengan menjalankan, dan perlu diikuti pula dengan contoh hidup, taat pada suara hati tentang apa yang terpuji atau tercela, serta mengenai manfaat dan mudharatnya berdasarkan semua ukuran manusia. Suara hati bukan hanya rasa, tetapi pengertian yang dalam mengenai seluruh pribadi manusia secara hakiki dan total. Bukan pula hanya mengerti dengan akal budinya, tetapi mengerti dan mengalami dengan seluruh pribadinya. Suara itu senantiasa menuntun manusia untuk dapat menjunjung dirinya sampai setinggitingginya ke arah kesempurnaan dengan Chaliknya. Upaya pembinaan kesadaran lingkungan akan memberikan hasil yang lebih nyata, dari keadaan sikap pemukim suatu lingkungan hidup. Maka sikap dapat dikatakan, merupakan aktualisasi perbuatan seorang atau sekelompok orang.

Mengacau pada konsep tujuan pendidikan nasional, didalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989, Bab-II Pasal-4 disebutkan bahwa : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. PEMBAHASAN 1. Peranan Pendidikan dan Lingkungan Hidup Peranan pendidikan dalam pembinaan kesadaran berlingkungan hidup yang bermartabat dapat disalurkan melalui dua jalur : Pertama, melalui programprogram pengajaran yang dirancang secara kurikuler. Kedua, melaui kegiatan-kegiatan yang nyata. Pembinaan lewat programprogram kurikuler terutama dimaksudkan untuk menumbuhkan pengertian dan pemahaman, mengenali lingkungan hidup yang bermartabat. Bentuk yang lazim dilakukan dalam menumbuh dasar pengertian dapat dibedakan antara, pendekatan monolitik, dan pendekatan integratif. Pendekatan monolitik mengandung pengertian, bahwa materi pendidikan disusun dan bisa disajikan secara tersendiri, sama seperti mata pelajaran yang lain. Pada pendekatan monolitik, pendidikan lingkungan hidup mempunyai tempat, materi pelajaran dan tuntutan implementasi tersendiri. Dalam pendekatan monolitik pemahaman masalah-masalah lingkungan hidup dapat ditekankan pada hal-hal berhubungan dengan program study, misalnya biologi, kimia, fisika, geografi, pendidikan dunia usaha, PMP, PLS, PKK, sejarah, bahasa indonesia, dan olahraga. Kemampuan yang diharapkan dapat berkembang pada peserta didik antara lain penguasaan bahan pendalaman dan aplikasi bidang study. Pengalaman belajar peserta didik meliputi kegiatan mempelajari materi yang relevan, dan meliputi sejumlah pokok bahasan. Pendekatan integratif, pemahaman pada masalah-masalah lingkungan hidup dapat ditambahkan dalam proses belajar mengajar, dengan penekanan pada hal-hal yang berhubungan dengan program study mata pelajaran dasar umum. Dalam hal ini

materi pendidikan lingkungan hidup dapat disepadukan dengan ilmu sosial dasar, ilmu alam dasar, dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa. Cara penyampaian dapat dilakukan dalam bentuk tatap muka, praktikum, atau kerja lapangan. Kecuali melalui lembaga pendidikan formal. Pengertian mengenai lingkungan hidup juga dapat dikembangkan melalui media massa, televisi, surat kabar, selebaran atau papan pengumuman. Dalam menyebar luaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup melalui cara media massa itu memerlukan rencana khusus agar bisa menumbuhkan kesadaran lingkungan hidup yang bermartabat. Untuk itu diperlukan kerja sama di antara beberapa komponen terkait diantaranya, pendidikan, pemerintah daerah, perusahaan, industri, dan pekerjaan umum. Realisasi dalam pelaksanaan misalnya, anak-anak sekolah dibawah pimpinan guru dengan membersihkan halaman sekolah, menanami tepi-tepi jalan dengan pepohonan yang indah dan berfaedah. Bagi Pamong Praja menjaga kerusakan tanaman, jangan mengotori, menyediakan sarana pembuangan sampah dan lain-lain. Bagi Dinas Pekerjaan Umum, membangun sarana-sarana pembuangan air, dan menetukan tempat pembuangan sampah. Bagi perusahaan industri mengembangkan sarana pengaman terhadap limbah pabrik, polusi udara, dan sebagainya. Perlu disadari bahwa, menggeser sikap gampangan dan serampangan kepada sikap menahan diri dan rasa memiliki membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Karena itu diperlukan upaya secara terus menerus dalam wujud, kegiatankegiatan yang nyata. Bukan tidak mungkin untuk membiasakan berbagai upaya tersebut akan memerlukan waktu relatif lama, sehingga terjadi perubahan sikap yang meyakinkan. Menelusuri sikap dan perilaku, sesuai dengan petunjuk UU. No. 2 Tahun 1989 mengenai pengertian dan maksud pendidikan, pasal-1 butir 1, disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Mengacu pada pengertian tersebut di atas menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu diangkat didalam pengkajian ini antara lain :

1.

2.

3.

Tujuan pendidikan sebaiknya lebih diarahkan kepada kemurnian ilmu bagi setiap manusia Indonesia, sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabat secara lebih terpadu dan serasi. Pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan mutlak diperlukan, seperti perpustakaan keliling, sehingga masyarakat luas akan mudah memperoleh informasi sumber-sumber bacaan, dan sebaik juga tidak perlu terjadi kesenjangan antara Sekolah Negeri dan Swasta, mulai dari tingkat Dasar sampai Perguruan Tinggi. Akibat kemajuan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah berkembang dengan pesat, maka pengaruh akulturasi dan ideologi luar (asing) semakin sukar dibendung. Ini merupakan tantangan berat bagi Bangsa Indonesia, salah satu upaya pengendalian dapat dilakukan lewat jalur pendidikan, sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

4.

Bagi generasi muda sebagai penerus citacita bangsa memerlukan pembinaan formal dan informal. Hal ini sangat penting agar tidak mudah menimbulkan persepsi, sehingga akan membuka peluang akhirnya usaha-usaha baru yang dapat merongrong UUD-1945 dan Pancasila sebagai falsafah negara. 5. Lembaga-lembaga Adat seperti LAKA perlu dijunjung, karena masyarakat majemuk, dan Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, memerlukan bahasa yang sama. Konsep ini tidaklah mudah akan tetapi perlu mendapat pengertian dan perhatian dari semua pihak, dalam mewujudkan cita-cita pendidikan secara utuh dan menyeluruh. 2.

Kesejahteraan Sosial Menurut perumusan UndangUndang No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial yang diartikan dengan “Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaikbaiknya, bagi diri sendiri, keluarga serta

masyarakat dengan menjunjung tinggi hakhak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”. Bidang kesejahteraan adalah sangat luas mencakup antara lain : pendidikan, kesehatan, agama, kesempatan kerja, dan sebagainya. Mengingat demikian luas dan kompleksnya bidang kesejahteraan sosial dalam upaya dalam mewujudkan sustainible development perlu diikut sertakan semua lapisan masyarakat bersama pemerintah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Sasaran pokok dalam ichtiar pengembangan kesejahteraan sosial adalah memulihkan kemampuan insan-insan itu sendiri, kembali ke jalan hidup yang benar. Sang manusia itu sendiri harus menjadi titik tolak dari tujuan kehendaknya. Kepada diri manusia itu harus dibangkitkan kesadaran dan berlaku adil. Dengan demikian mereka penuh dedikasi dalam bekerja dan terpenuhi kebutuhan sosialnya, sehingga dirinya menjadi unsur penting dalam pengembangan lingkungan hidup yang berimbang. Ini bisa dicapai apabila mereka diikutsertakan dalam program-program terbukanya kesempatan kerja, sekaligus mengembangkan lingkungan hidup. Misalnya program pemeliharaan “madu”, usaha ini merangsang orang memelihara hutan dan tanaman yang diperlukan lebah. Sehingga bergabunglah pengembangan madu sebagai sumber pendapatan dengan cara melestarikan hutan. Dan masih banyak usaha-usaha lain yang dapat dikembangkan didukung oleh modal yang mencukupi. Pendidikan dengan penerapan yang sistematis untuk menumbuhkan solidaritas sosial sangat diperlukan, sehingga menghasilkan gerakan sukarela dalam menghimpun dana oleh maasyarakat itu sendiri sebagai dana kesejahteraan sosial, disamping itu langkah-langkah yang menumbuhkan prestige penyumbang dapat diusahakan sebagai kompensasi. Lebih lanjut, dengan terbukanya kesempatan kerja, dan bantuan dana sosial, kita harapkan gerakan masyarakat ke arah pendidikan selangkah lebih maju. Dan sekaligus usaha ini sebagai perwujudan dalam membina masyarakat yang adil dan makmur.

3.

Kesehatan Lingkungan Sebelum pengkajian lebih lanjut, terlebih dahulu kita melihat beberapa pengertian tentang ilmu kesehatan. Menurut Walter R. Lym, ”Yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan ialah, hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan yang berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatan manusia”. Menurut dr. Azrul Azwar M. P. H, (2002 : 9), ”Yang dimaksud dengan ilmu kesehatan lingkungan tidak lain dari pada suatu ilmu yang merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang menitikberatkan perhatiannya pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian, dan penilaian dari semua faktornya yang ada pada fisik lingkungan manusia, yang diperkirakannya ada hubungan atau berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat lebih baik dan juga dapat ditingkatkan”. Sedangkan W.H.O, memberikan pengertian tentang ilmu kesehatan lingkungan yaitu “Sebagai suatu ilmu yang memusatkan perhatiannya pada usaha pengendalian semua faktor yang telah ada pada lingkungan fisik manusia, dan diperkirakan menimbulkan atau akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya, ataupun kelangsungan hidupnya”. Mendasari pada pengertian tersebut diatas, maka tujuan dari pada kesehatan lingkungan ialah, terciptanya keadaan yang serasi dari semua faktor di lingkungan fisik manusia, sehingga perkembangannya dapat dipelihara dan ditingkatkan. Jika tujuan umum ini diperinci, maka secara garis besarnya dapat dibedakan : 1. Melakukan koreksi, yakni memperkecil atau memodifikasi terjadinya bahaya dari lingkungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia 2. Melakukan pencegahan dalam arti, mengefisienkan pengaturan sumbersumber lingkungan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, serta untuk menghindarkannya dari bahaya. Tujuan yang seperti ini adalah tujuan yang amat besar, karena faktor lingkungan tersebut mempengaruhi

kehidupan manusia. Pengaruh yang ditimbulkannya berkisar pada tiga hal, yaitu : 1. Terhadap kesehatan manusia 2. Terhadap etika, kenikmatan dan efisiensi kehidupan manusia 3. Terhadap keseimbangan ekologi dan sumber daya alam. Dalam sub topik ini permasalahan yang ditonjolkan adalah point 1 dan 2, karena ini menyangkut dengan kesehatan lingkungan manusia. Setelah Indonesia merdeka, khususnya setelah tahun 1956, usaha kesehatan lingkungan terus diprioritaskan. Untuk daerah pedesaan, misalnya diperkenankan konsep integrasi, antara usaha kesehatan lingkungan, dengan usaha pengobatan. Di daerah Bekasi didirikan sebuah model bangunan kesehatan yang fungsinya sebagai pusat pendidikan. Tentu dalam aktivitasnya memerlukan tenaga-tenaga kesehatan. Ada petugas kesehatan yang ditetapkan ada pula didatangkan dari seluruh Indonesia. Untuk Daerah Perkotaan, usaha kesehatan lingkungan dipelopori oleh Prof. Mochtar dengan melaksanakan beberapa proyek di daerah Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 1956 – 1959, di daerah Pasar Minggu didirikan sebuah gedung proyek kesehatan lingkungan, tujuannya untuk mendapatkan gambaran lengkap pelaksanaan kesehatan yang sesuai penerapannya di Indonesia. Pada tahun 1959 itu pula, dicanangkan program pembasmi “Penyakit Malaria”, sebagai titik tolak dari pada program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan secara nasional di tanah air. Hari dicanangkannya pembasmian “Penyakit Malaria” tanggal 12 November, hingga saat ini ditetapkan sebagai “Hari Kesehatan Nasional” di Indonesia. Selanjutnya, ketika konsep PUSKESMAS pada tahun 1968 diperkenankan, usaha kesehatan lingkungan sebelumnya dilaksanakan petugas secara terpisah, kini digabungkan ke dalam beban sebagai tugas PUSKESMAS, dan dijadikan sebagai salah satu program yang harus dijalankan oleh PUSKESMAS. Dalam mensukseskan program kesehatan lingkungan sejak tahun 1974 pemerintah menyusun program khusus yang dikenal dengan INPRES KESEHATAN Nomor-5 tahun 1974. Salah satu aktivitas yang tercantum yaitu soal sarana “air minum” serta “jamban keluarga”, disingkat (SAMIJAGA) dengan

maksud tertentu agar kesehatan masyarakat dapat terjaga dan terpelihara. Jika diperhatikan corak dan macamnya penyakit saat ini terdapat di Indonesia ditandai oleh : 1. Masih tingginya penyakit infeksi 2. Masih tingginya angka penyakit menular, seperti demam, malaria, muntaber, TBC, dan lain-lain. Maka yang perlu penekanannya dalam pengkajiannya adalah dengan kesehatan lingkungan antara lain : 1. Masalah air minum 2. Masalah benang, dan sisa barang bekas 3. Masalah perumahan 4. Masalah pengawasan arthropoda dan redentia, yang mana secara mudah dapat berkembang biaknya berbagai macam serangga, menyebabkan penyakit malaria, dan demam berdarah (termasuk gigitan nyamuk) 5. Masalah makanan dan minuman, hal ini perlu diperhatiakan sejak barang dari sumbernya, dipasarkan, sampai dengan dikonsumsikan 6. Masalah pencemaran, baik udara, air dan pencemaran tanah. Penekanan butir-butir tersebut diatas perlu perhatian, karena terkait dengan Sasaran Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut UU. RI. Nomor 23 tahun 1997. Menurut UU. PLH. No. 23/1997, didalam Pasal 4 dijelaskan sebagai berikut : a. Tercapainya keselarasan, keserasian, keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi, dan membina lingkungan hidup. c. Terjaminya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. f. Terlindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam pasal 5 disebutkan : 1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang sehat. 2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang

berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. 3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, sebagai akibat kondisi lingkungan tidak terbatas, maka pencemaran yang terjadi di alam dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu : 1. Pencemaran udara, 2. Pencemaran air, 3. Pencemaran tanah. 1. Pencemaran udara (air pollution) Yang dimaksud dengan “Pencemaran udara adalah terdapatnya segala sesuatu yang sifatnya membahayakan kelangsungan hidup manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan serta halhal lain yang berhubungan dengan itu pada udara yang berada di luar rumah, sebagai akibat tingkah laku manusia (umumnya karena kemajuan IPTEK), ataupun yang terjadi secar alamiah”. (Dr. Azrul Azwar, MPH, 2002 : 171). Pencemaran di udara seperti, aerosol yaitu suatu gejala suspensi di udara yang bersifat debu dan cair. Penyebab pencemaran udara (air pollution) itu seperti, Carbon monoksida (Co), Sulfur Oksida (SO), Hidrocarbon (CHO), Nitrogen Oksida (N20), dan partikel. 2. Pencemaran air (water pollution) Pencemaran karena ketidak tahuan manusia, seperti pembuangan air limbah, tinja, dan sebagainya. Pencemaran air karena tingkah laku manusia juga terkait dengan kemajuan IPTEK. Pencemaran air (water pollution) dapat berasal dari : 1. Yang berasal dari kegiatan industri 2. Yang berasal dari alat transportasi 3. Yang berasal dari daerah tempat tinggal, terutama daerah kota 4. Yang berasal dari daerah pertanian. 3. Pencemaran tanah (land pollution) Pencemaran tanah juga dapat terjadi karena tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, akibat dipergunakannya berbagai macam zat kimia untuk pupuk atau keperluan industri. Pencemaran tanah misalnya, karena plastik botol bekas, kaleng bekas, dan sebagainya. Ketiga macam pencemaran tersebut sangat terkait dengan kondisi kesehatan lingkungan manusia. Pencemaran udara dapat menyebabkan manusia penyakit flu yang

membandel. Pencemaran air dapat menyebabkan penyakit diare (desentri). Pencemaran tanah dapat menyebabkan bagi anak-anak kecacingan, dan berbagai jenis penyakit lainnya. Sebagai akibat pollutan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia. Maka pemerintah dalam usaha mengelola kualitas lingkungan sejak tahun 1972 telah membentuk “Panitia Nasional Lingkungan Hidup”. Salah satu point yang mengatur tentang kualitas hidup dan lingkungan adalah “pengaturan tentang kesehatan termasuk di dalamnya segi-segi kesehatan radiasi”. Sebagai anjuran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan makanan yang bergizi, menu 4 sehat 5 sempurna yakni, nasi, sayur-sayuran, buahbuahan, lauk pauk dan susu. Kegiatan ini terus dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, mempersiapkan anak-anak bangsa yang tangguh dalam menghadapi modernisasi global dewasa ini. Dalam menghadapi modernisasi global salah satu jawaban yang tepat adalah, pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat jalur pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat tujuan pendidikan nasional yaitu, manusia Indonesia yang : 1. Berbudi pekerti luhur. 2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. 3. Sehat jasmani dan rohani. 4. Kepribadian yang mantap. 5. Mandiri. 6. Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. PENUTUP Harapan-harapan dan tugas yang harus dilaksanakan di satu pihak, masalahmasalah yang dihadapi masa kini serta tantangan masa depan di lain pihak, merupakan dinamika dalam bidang pendidikan dan lingkungan hidup. Sustainable development yang berwawasan lingkungan, sebagai upaya sadar dan terencana harus mampu, memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pendidikan diharapkan, dapat memenuhi tuntunan masyarakat dan pembangunan yang urgen pada masa kini,

untuk dapat menyesuaikan, menyerasikan out-putnya tuntunan di masa depan. Disamping itu, pendidikan juga diharapkan agar dapat berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang menyeluruh, serta mampu mengimbangi kecepatan perimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi. DAFTAR PUSTAKA Azrul Azwar, Dr, MPH, 2002. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara Sumber Widya Jakarta. AW. Turnip, Drs. 2001. Karya Tulis Motivasi Belajar. Disajikan Pada Peserta Penatraan Guru IPS Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Aceh. Emil Salim, 1998. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. PT. Mutiara Sumber Widya Jakarta Pusat. Mohd. Kasim, Ir, 1994. Peranan Pendidikan Tinggi. Seminar Sehari Tentang Pengentasan Kemiskinan. Pelaksana Universitas Iskandar Muda Banda Aceh. Muhammad Gade, Dr, 1998. Sumberdaya Manusia Peningkatan Ketahanan Disajikan Pada Pentaloka Se-Kodam Bukit Barisan Aceh.

Makalah Dalam Nasional. DOSWIR di Banda

Otto Soemarwoto, 2002. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan Bandung. Soerjono Soekanto, SH, MH, 2003. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. CV. Rajawali Jakarta. Suryadipura, R. Paryana, 2002. Alam Pemikiran Neijenhuis & Co. Bandung. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF FILOSOF ISLAM(IBNU MISKAWAIH) Oleh : Hambali* Abstrak Akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarah, suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya baik dan sebaliknya, suatu bangsa akan runtuh bila akhlaknya rusak. Rasulullah sendiri bersabda : “sesungguhnya orang yang paling baik islamnya adalah orang yang paling baik akhlaknya” Ibnu Miskawaih salah seorang Filosof Islam bidang Filsafat Akhlak, didalam perspektifnya ia menawarkan berbagai cara yang harus ditempuh manusia guna mencapai akhlak yang sesungguhnya dianjurkan dalam agama Islam. Untuk menuju kesempurnaan diri, manusia harus melalui dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Moral atau akhlak adalah suatu sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Sikap mental ini terbagi dua : ada yang berasal dari watak dan ada pula yang berasal dari kebiasaan dan latihan, ia menolak pendapat sebahagian pemikiran filosof Yunani yaitu tentang akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah. Ibnu Miskawaih menegaskan kemungkinan perubahan akhlak itu melalui pendidikan. Menurut Ibnu Miskawaih ada empat keutamaan akhlak yaitu : kebijaksanaan, menjaga kesucian diri, dan keadilan. Akhlak merupakan ilmu apa baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban. Pendidikan akhlak berdasarkan pada konsep tentang manusia, tugas pendidikan akhlak adalah memperkokoh daya-daya positif yang dimiliki manusia agar tercapai tingkatan manusia yang seimbang sehingga perbuatan yang semata-mata baik dan lahir secara spontan. Tujuan pendidikan akhlak terwujutnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang benilai baik sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Kata kunci : Konsep, Pendidikan Akhlak, Ibnu Miskawaih. Akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam Al-Qur’an seperti kaum ‘Ad, Samud, Madyan, dan Saba maupun yang terdapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh, dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh apabila akhlaknya rusak,Suwito (2004:130). Agama tidak akan sempurna manfaatnya, kecuali dibarengi dengan akhlak yang mulia Suwito (2004:130). Di dalam Haditsnya Rasulullah meriwayatkan, beliau pernah ditanya oleh sahabat:”Ya Rasulullah apakah yang paling baik yang diberikan kepada manusia?”Beliau menjawab: ”Akhlak Yang Baik.” (HR. Ibnu Hibban). Kemudian dalam Riwayatnya yang lain mengatakan bahwa tingkah laku yang baik merupakan kesempurnaan iman dan Islam. Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya orang yang paling baik Islamnya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad). Rasulullah

juga pernah ditanya oleh salah seorang sahabatnya Rasulullah, seorang mukmin yang bagaimanakah yang paling sempurna imannya? Beliau menjawab,”Sesungguhnya orang yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaknya”. . (HR Tabrani). Dari Hadits tersebut dapat kita katakan bahwa akhlak merupakan satu hal yang sangat penting untuk memperlihatkan eksistensi manusia antara satu dengan lainnya berupa tingkah laku perbuatan, baik itu perbuatan yang mendorong manusia menuju kearah kebaikan maupun hal yang buruk. Sehingga dalam hal ini terbukti bahwa Islam bukan hanya terkait pada halhal yang bersifat peribadatan dan akhirat. Kewajiban yang dibebankan agama adalah latihan akhlak bagi jiwa manusia yang bertujuan untuk syiar agama.J.De Boer,(1954:188-189) Pembicaraan mengenai akhlak tidak akan lepas dari hakikat manusia sebagai khalifah di muka bumi ini pada satu sisi, dan manusia sebagai makhluk Allah pada sisi yang lain. Sebagai khalifah, manusia bukan

saja diberi kepercayaan untuk menjaga, memelihara dan memakmurkan alam ini. Tetapi juga dituntut untuk berlaku adil dalam segala urusannya.Al-Quran Surat Albaqarah(2):30 dan QS Shad (38):27.Sebagai makhluk, manusia harus berusaha mencapai kedudukan sebagai hamba yang tunduk patuh terhadap segala perintah dan larangan Allah.QS Al-Dzariyat(51):15. Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral (moralitas). Namun walaupun sama-sama terkait dengan baik buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Secara singkat, jika moral lebih condong pada pengertian “nilai baik buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri”, maka etika berarti “ilmu yang mempelajari tentang baik buruk” (ethics atau ’ilm al-akhlaq) dan moral (aklaq) adalah praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.Haidar Bagir,(2005:193-194). Ibnu Miskawaih adalah salah seorang tokoh muslim di bidang filsafat akhlak dan juga sejarawan yang hidup pada masa pemerintahan dinasti Buaihi. Walaupun karya-karya beliau kurang terkenal, namun klaim yang pantas yang perlu diperhatikan terletak pada sistem etikanya yang tersusun dengan baik.Sirajuddin Dzar(2004:130) Ibnu Miskawaih mencoba menelaah Akhlak dalam perspektif Filsafat. Secara umum dan Khusus ia menawarkan berbagai cara yang harus ditempuh manusia guna mencapai akhlak yang sesungguhnya yang dianjurkan dalam agama Islam dan bagaimana sebenarnya arti dari sebuah kebahagiaan yang hakiki. Etika di dalam Islam mempunyai beberapa prinsip utama yang menjadi landasan pemikiran. Di antaranya Pertama, Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat universal dan fitri. Al-Qur’an mengatakan, Maka Dia (Allah. Mengilhamkan kepadanya (jiwa manusia) yang salah dan yang benar. Sesungguhnya beruntungkah orang yang membersihkan jiwanya. Dan sesungguhnya rugi besar orang yang mengotorinya.QS Al-Syams(91):8-10. Dalam sebuah hadits, Nabi SAW mengajarkan agar untuk mengetahui baik buruknya sebuah perbuatan, kita harus bertanya kepada hati nurani kita. Nabi menyatakan, “Perbuatan baik adalah yang membuat hatimu tenteram, sedangkan perbuatan buruk adalah yang membuat hatimu gelisah.”Artinya semua manusia pada

hakikatnya baik itu Muslim atau bukan memiliki pengetahuan fitri tentang baik buruk. Kedua, moralitas dalam Islam didasarkan pada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Ketiga, tindakan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya.Haidar Bagir (2005:207-210). PEMBAHASAN Menurut Miskawaih, untuk menuju pada kesempurnaan diri, manusia harus melaluinya dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari. moral atau akhlak adalah suatu sikap mental (halun li al-nafs) yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Yusuf Musa dalam Dar al-Ma’arif(1971:70). Sikap mental ini terbagi dua, ada yang berasal dari watak dan ada pula yang yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan demikian, sangat penting menegakkan akhlak yang benar dan sehat. Sebab dengan landasan yang demikian akan melahirkan perbuatanperbuatan baik tanpa kesulitan. Berdasarkan ide di atas, Miskawaih secara tidak langsung menolak pendapat sebagian pemikir Yunani yang mengatakan bahwa akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah.Ahmad Daudy(1986:61). Berbicara mengenai pokok keutamaan akhlak yang disajikan oleh Miskawaih, dia memberikan beberapa ketentuan atau jalan yang harus ditempuh oleh setiap individu demi mencapai kesempurnaan akhlak. Miskawaih secara umum memberi “pengertian pertengahan/jalan tengah” tersebut antara lain dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara dua ekstrem Ibnu Miskawaih menegaskan bahwa kemungkinan perubahan akhlak itu terutama melalui pendidikan. Dengan demikian, dijumpai di tengah masyarakat ada orang yang memiliki akhlak yang dekat kepada malaikat dan ada pula yang lebih dekat kepada hewan. Pemikiran ini sejalan dengan ajaran Islam. Al-Qur’an dan Hadits sendiri menyatakan bahwa kedatangan Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini terlihat dari salah satu tujuan melakukan ibadah adalah untuk pembentuk watak yang pada gilirannya akan memperbaiki tingkah laku masyarakat dan

pribadi muslim. Bahkan, akhlak sering dijadikan ukuran sebagai keberhasilan seseorang dalam mengamalkan ajaran Islam yang dianutnya. Dalam hal ini, Ibnu Miskawaih mengartikan kata al-insan (manusia) berasal dari kata al-uns, berarti jinak. Pendapat ini berbeda dengan pendapat umumnya yang mengatakan bahwa kata alinsan berasal dari kata al-nisyan berarti pelupa. Memang ajaran-ajaran agama menguatkan perasaan al-uns tersebut, seperti shalat berjama’ah lebih utama dari shalat yang dikerjakan secara sendirian, puasa sebagai upaya mengendalikan keinginan hawa nafsu, demikian juga dengan bentuk ibadah-ibadah lainnya.T.J.De Boer(1954:162) Berbicara mengenai pokok keutamaan akhlak yang disajikan oleh Miskawaih, dia memberikan beberapa ketentuan atau jalan yang harus ditempuh oleh setiap individu demi mencapai kesempurnaan akhlak. Miskawaih secara umum memberi “pengertian pertengahan/jalan tengah” tersebut antara lain dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia tampak cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlak secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrim kekurangan masingmasing jiwa manusia, yang mana jiwa ini berasal dari pancaran Tuhan. Dalam hal ini Miskawaih memberi tekanan yang lebih bagi pribadi masing-masing dari manusia. Menurut Miskawaih jiwa manusia itu ada tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa alghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat (berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa albahimiyyat adalah menjaga kesucian diri, posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa natiqhat adalah kebijaksanaan. Adapun gabungan dari posisi tengah/keutamaan semua jiwa tersebut adalah keadilan/keseimbangan, dan alat yang dijadikan ukuran untuk memperoleh sikap pertengahan adalah akal dan syari’at. Suwito (2004:83). Menurut Miskawaih kebahagiaan bisa dianggap paripurna jika juga mencakup kebahagiaan fisik . Dalam hal ini secara tegas ia menolak bahwa kebahagiaan sebagai tujuan tindakan etis baru bisa diperoleh pelakunya di akhirat setelah kematian kelak. Baginya kebahagiaan itu bisa diraih sejak kehidupan dunia ini. Haidar Bagir

(2005:208).Berikut ini rincian pokok keutamaan akhlak menurut Ibnu Miskawaih: 1.

Kebijaksanaan Kebijaksanaan merupakan sebuah keadaan jiwa yang memungkinkan jiwa seseorang mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Dalam semua keadaan. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa rasional yang mengetahui segala yang maujud, baik hal-hal yang bersifat ketuhanan maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Pengetahuan ini melahirkan pengetahuan rasional yang mampu memberi keputusan antara yang wajib dilaksanakan dengan yang wajib ditinggalkan.Ibnu Maskawaih Dalam Hasan Tamin(1398:40). Ibnu Miskawaih juga memberi pengertian bahwa, kebijaksanaan adalah pertengahan antara kelancangan dan kedunguan. Yang dimaksud dengan kelancangan di sini adalah penggunaan daya pikir yang tidak tepat. Adapun yang dimaksud dengan kedunguan ialah membekukan dan mengesampingkan daya pikir tersebut walau sebetulnya mempunyai kemampuan. Sehingga yang ditekankan oleh beliau di sini adalah pada sisi kemauan untuk menggunakannya, bukan pada sisi kualitas daya pikir. Ibnu Maskawaih Dalam Hasan Tamin(1398:46). Secara sederhana dapat kita katakan maksud dari kebijaksanaan di sini adalah kemampuan dan kemauan seseorang menggunakan pemikirannya sebagai secara benar untuk memperoleh pengetahuan apa saja sehingga mendapatkan pengetahuan yang rasional. Yang kemudian pengetahuan ini diaplikasikan dalam wujud perbuatan berupa keputusan untuk wajib melaksanakan atau meninggalkan keputusan tersebut. Suwito (2004:99). 2.

Keberanian Keberanian merupakan keutamaan dari jiwa yang muncul pada diri manusia pada saat nafsu terbimbing oleh jiwa. Artinya tidak takut terhadap hal-hal yang besar. Sifat seperti ini kedudukannya pertengahan antara pengecut dan nekat. Pengecut adalah takut terhadap sesuatu yang seharusnya tidak perlu ditakuti. Adapun nekat adalah berani terhadap sesuatu dan menafikan sebuah konsekuensi. Gejala terbesar dari keberanian ini berupa tetapnya pikiran ketika berbagai

bahaya datang. Kondisi seperti ini akan hadir karena faktor ketenangan dan keteguhan jiwa dalam menghadapi segala hal. Sehingga jika ditinjau dari sifat dasar jiwa, pada dasarnya jiwalah yang mampu membedakan antara manusia dan binatang. Jiwa dalam hal ini memanfaatkan badan untuk menjalin hubungan dengan alam wujud yang lebih spiritual dan tinggi.Oliver Leamen Dalam Said Hossin Nasir(2003:312) Sehingga dapat kita katakana bahwa seseorang yang mampu menempatkan keberanian pada posisinya adalah manusia yang bisa memanfaatkan jiwa menurut esensinya. 3.

Menjaga Kesucian Diri Menjaga kesucian diri merupakan keutamaan jiwa yang akan muncul pada diri manusia apabila nafsunya dikendalikan oleh pikirannya. Sehingga mampu menyesuaikan pilihannya dengan tepat dan tidak dikuasai serta diperbudak oleh nafsunya. Ibnu Maskawaih Dalam Hasan Tamin(1398:40). Kesucian diri yang terdapat pada setiap orang akan berbeda-beda tergantung bagaimana seseorang bisa mengatur hati dan tingkah lakunya dalam aplikasi kesehariannya. 4.

Keadilan Keadilan adalah bagaimana sikap seseorang bisa menempatkan segala sesuatu pada tempat dan porsinya masing-masing. Keadilan yang dimaksud Ibnu Miskawaih dalam hal ini berarti kesempurnaan dari keutamaan akhlak yaitu perpaduan antara kebijaksanaan, keberanian, dan menahan diri, sehingga melahirkan keseimbangan berupa keadilan. Adapun keadilan yang diupayakan manusia dalam hal ini adalah menjaga keselarasan atau keseimbangan agar tidak saling berselisih dan menindas antara satu dengan yang lainnya. Hal ini berlaku bagi kesehatan jiwa dan tubuh. Hal ini bisa tercapai apabila manusia dapat menjaga keseimbangan dalam temperamen yang moderat. Dari uraian tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa, keadilan yang diupayakan manusia diarahkan kepada dirinya dan orang lain. Sehingga pokok keutamaan akhlak yang dimaksudkan Ibnu Miskawaih adalah terciptanya keharmonisan pribadi dengan lingkungannya. Dapat kita pahami bahwa akhlak merupakan jalan

tengah mengajarkan seseorang untuk mencari jalan keselamatan. Mengingat pentingnya pembinaan akhlak, Ibnu Miskawaih memberikan perhatian yang sangat besar terhadap akhlak manusia. Sehingga untuk membentuk akhlak yang sempurna dan sesuai dengan fitrahnya manusia, ia menekankan pendidikan akhlak yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Ia menyebutkan masa kanakkanak merupakan mata rantai jiwa hewan dengan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak secara perlahan berakhir dan jiwa manusiawi dengan sendirinya akan muncul sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia. Pokok keutamaan akhlak yang disajikan oleh Miskawaih pada dasarnya adalah terciptanya keharmonisan pribadi dengan lingkungannya sesama manusia, alam, dan Tuhan. Keharmonisan itu ditunjukkan oleh kemampuan manusia dalam mengharmonisasikan jiwa al-bahimiyyat, alghadabiyyat dan al-nathiqat yang ada pada dirinya dan dengan pihak di luar dirinya. Keserasian/ keseimbangan/ keharmonisan/ pertengahan dalam akhlak dapat dipahami sebagai sikap menghindari konflik. Dalam hal ini syari’at berfungsi efektif bagi terciptanya posisi tengah jiwa al-bahimiyyat dan al-ghadabiyyat, sedangkan filsafat berfungsi efektif bagi terciptanya posisi tengah jiwa al-nathiqat. Dengan demikian, berarti syari’at dan filsafat harus mewujud dalam diri seseorang agar terciptanya kehidupan yang harmonis antara manusia sebagai khalifah dan hubungannya dengan sang khalik. KESIMPULAN Akhlak (etika) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinankemungkinan etis (asas-asas dan nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat. Etika dalam hal ini sama artinya dengan Falsafat moral. Pendidikan Akhlak menurut Ibnu Miskawaih didasarkan pada konsepnya tentang manusia. Tugas pendidikan akhlak adalah memperkokoh daya-daya positif yang dimiliki manusia agar mencapai tingkatan manusia yang seimbang (harmonis) sehingga perbuatannya mencapai tingkatan perbuatan ketuhanan. Perbuatan yang semata-mata baik dan yang lahir secara spontan.

Menurut Miskawaih jiwa manusia itu ada tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa al-ghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat (berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa albahimiyyat adalah menjaga kesucian diri, posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa natiqhat adalah kebijaksanaan. Yang menjadi pokok keutamaan akhlak bagi Ibnu Miskawaih meliputi kebijaksanaan, keberanian, menjaga kesucian diri dan keadilan. Dengan menggabungkan keempat keutamaan ini Ia mengharapkan agar terciptanya keharmonisan pribadi dengan lingkungan, baik sesama manusia, Tuhan dan alam. Tujuan dari pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibnu Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik. Sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Untuk membentuk akhlak yang sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia, Ibnu Miskawaih menekankan pendidikan akhlak yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Karena masa ini merupakan perpaduan antara jiwa hewan dan jiwa manusia yang secara perlahan akan berubah dengan sendirinya menjadi jiwa manusiawi yang akan muncul sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari perbuatannya. DAFTAR KEPUSTAKAAN Bagir,

Haidar, (2005) Buku Saku Filsafat Islam, Bandung: Mizan.

Daudy,Ahmad, (1986) Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Dzar

Sirajuddin, (2004) Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada.

Leamen Oliver, (2003) Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, (ed.) Seyyed Hossein Nasr, Bandung: Mizan. Miskawaih Ibnu, (1398 H) Tahzib al-Akhlak, (ed.) Hasan Tamim, Beirut: Mansyurat Dar Maktabat al-Hayat . Suwito, 2004 Filsafat Pendidkan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta: Belukar. T. J, De Boer, 1945 Tarikh al-Falsafat fi alIslam, (terj.) M.Abd Al-Hady Abu Zahidah, Kairo: Mathba’at Lajnat alTa’lif wa al-Tarjamat wa alNasyri. Yusuf Musa, Muhammad, 1971 Bain alDin wa al-Falsafah, Kairo: Dar alMa’arif. --------, Falsafah al-Akhlak fi al-Islam, Kairo: Muassasat al- Khaniji,1963.

KEMAMPUAN GURU IPS DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF PADA SMP N. I DARUSSALAM BANDA ACEH Oleh : Sakdiyah* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru IPS dalam menerapkan model pembelajaran, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru IPS dalam menerapkan model pembelajaran di SMPN.I Darussalam. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi IPS dengan sampel diambil seluruh guru yang berjumlah sebanyak 13 orang (total sampel). Setelah data terkumpul dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Maka data diolah dengan menggunakan statistik sederhana dengan mentabulasi setiap item dalam persentase dari setiap alternatif jawaban responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru bidang studi IPS di SMPN.I Darussalam sudah menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran yang sering digunakan adalah model pembelajaran langsung dan dikombinasikan dengan pembelajaran kooperatif, sedangkan model pembelajaran quantum teaching dan berbasis masalah belum pernah digunakan oleh guru IPS, karena tidak semua model yang digunakan sesuai dengan kemampuan siswa. Adapun kendala-kendala yang paling banyak dihadapi guru adalah kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia, disamping kompetensi siswa dan minat siswa juga masih kurang Kata Kunci : Kemampuan Guru, Model Pembelajaran

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yaitu dengan cara memperbaiki proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar telah muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru merupakan komponen yang paling menentukan kualitas pendidikan, maka dalam rangka mengembangkan sumber dayanya untuk menjadi lebih profesional, dituntut untuk terus mengikuti perkembangan konsep-konsep dan model-model pembelajaran baru dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan perkembangan tersebut pendidikan dewasa ini menunjukkan kemajuan pesat, perubahan dan pembaharuan bukan saja terjadi dalam bidang kurikulum, media, alat dan model pembelajaran, akan tetapi juga terjadi dalam bidang administrasi, organisasi dan personal bahkan secara keseluruhan perubahan itu merupakan pembaharuan dalam sitem pengajaran yang menyangkut keseluruhan komponen yang ada demi efektivitas pengajaran pada suatu lembaga pendidikan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yaitu melalui system pendidikan nasional, lebih lanjut

disebutkan bahwa “ Untuk mewujudkan proses pencapaian tujuan pendidikan nasonal dituntut agar pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan lebih profesional dalam mengupayakan proses belajar mengajar” (Depdikbud, 1994:3). Berkaitan dengan hal tersebut tentu saja guru yang harus menentukan dan mengupayakan sistem pengajaran supaya lebih bermakna dan berdaya guna. Didalam proses belajar mengajar guru diharapkan dapat memilih model-model pembelajaran yang efektif dan bervariasi. Pemilihan model pembelajaran sangat tergantung kepada tujuan pengajaran, bahan yang diajarkan, kompetensi siswa serta sarana dan prasarana yang tersedia. Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk memilih model pembelajaran adalah guru harus mengenal dan menguasai model pembelajaran itu sendiri, tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut sesuaikan dengan bahan/ tujuan dan ruang lingkupnya ( Engoswara, 1998 : 47 ). Proses pembelajaran adalah upaya pendayagunaan semua komponen-komponen yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Ada beberapa komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran, namun dalam penelitian ini hanya diangkat model

pembelajaran saja. Model pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar dan keberhasilan murid dalam belajar. Karena model pembelajaran merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi guna mencapai tujuan tertentu. Sukamto (1997) mengatakan bahwa, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian model pembelajaran merupakan suatu pola atau kerangka dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran didalam kelas dan penentuan perangkatperangkat pembelajaran yang mendukung, misalnya; penentuan metode, penentuan pendekatan yang dipilih, alat-alat pembelajaran dan cara-cara atau teknik yang dapat memotivasi siswa terlibat secara aktif dalam proses belajarnya. Yoyce dan Weil dalam Sukamto (1997), mengemukakan ada 5 (lima) unsur penting yang menggambarkan suatu model pembelajaran, yaitu: Sintakmatik, Sistem social, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring. Dalam penerapan model pembelajaran khususnya pada bidang studi IPS yang merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada tingkat SMP. Materi IPS ini biasanya kurang disenangi oleh sebagian besar siswa, dengan demikian guru harus dapat memilih teknik dan model pembelajaran yang lebih menarik serta dapat memotivasi siswa belajar lebih efektif dan efisien. Menurut Sukamto (1997), model pembelajaran efektif adalah: a. Model pembelajaran langsung ( Direct Instruction ). Model pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang berbasis behaviorisme Ratumanan (2004), model pengajaran ini lebih berpusat pada guru, sebelum pembelajaran berdasarkan kompetensi dikembangkan model pembelajaran ini banyak dianut oleh guru. b, Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instruction = PBI), yaitu suatu model pembelajaran yang juga mengacu pada strategi pengajaran yang berasosiasi

pembelajaran kontekstual. Gagne dalam Ibrahim (2005), mengatakan bahwa “ kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi. c, Model pembelajaran Quantum Teaching yaitu proses belajar mengajar di warnai unsur-unsur seni dan pencapaian yang terarah. Hal ini sesuai dengan pendapat Porter (2001), Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya yang menyertakan segala yang terkait, interaksi dan perbedaan individual untuk memaksimalkan momen belajar. d. Model pembelajaran perubahan konseptual (Conseptual Change),merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktifis. Lonning (1993), mengatakan “ perubahan konseptual digambarkan sebagai assimilasi, yaitu penambahan konsep-konsep baru pada pengetahuan yang telah ada dan sebagai akomodasi yaitu penyusunan ulang dan penggantian ide baru dengan konsep yang lebih tepat. e. Model Pembelajaran Kooperatif yaitu model pembelajaran dimana siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Slavin (1995), berpendapat; Pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik dan ketrampilan antar pribadi. Anggota kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merancang pembelajaran, sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran. METODE PENELITIAN Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode tersebut dapat menggambarkan keadaan data dan situasi yang sedang berlangsung dan actual. Adapun pengertian metode deskriptif menurut Nazir (2005: 62), penelitian yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tatacara yang berlaku serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang

hubungan kegiatan-kegiatan, sikap, pandangan, serta proses-proses yang sedan berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar bidang studi IPS pada SMP Negeri I Darussalam, sebanyak 13 orang. Mengingat populasi tidak begitu besar maka semua populasi dijadikan sampel ( Total Sample ), penelitian ini juga dikatakan penelitian sensus atau penelitian populasi B.Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Observasi, Wawancara, dan Kuesioner. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusefendi (1994:115), yaitu, Terdapat beberapa cara bagaimana tanggapan atau sikap seseorang biasa diungkapkan. Cara pertama adalah melalui laporan diri, kuesioner dengan skala sikap, kalimat tidak lengkap dan karangan. Cara kedua yaitu diamati oleh orang lain (observasi), cara ketiga adalah diwawancarai. Jawaban yang diberikan responden melalui kuesioner, diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian yang sudah penulis rumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian tersebut di rangkum dalam dua buah pernyataan, yaitu kemampuan guru menerapkan model-model pembelajaran, dan kendala-kendala yang dihadapi guru IPS dalam menerapkan model-model pembelajaran. C. Teknik Pengolahan Data Data penelitian yang telah terkumpul, selanjutnya diolah dengan menggunakan statistik sederhana yaitu persentase dengan rumus ( Sudjana 2002 : 50 )

p=

F × 100% N

Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menghitung jumlah frekuensi (f) dan persentase (%) dari setiap jawaban responden. Dalam melakukan analisis data kuesioner dimulai dari bilangan terbesar kepada bilangan terkecil berdasarkan kriteria: 100 persen = seluruhnya 80 – 99 persen = pada umumnya 60 – 79 persen = sebagian besar 50 – 59 persen = lebih dari setengah 40 – 49 persen = kurang dari setengah 20 – 39 persen = sebagian kecil

0 – 19 persen = sedikit sekali Hasil Penelitian dan Pembahasan Data yang dikumpulkan dan diolah dalam penelitian ini berasal dari jawaban responden melalui kuesioner. Sebagaimana telah ditegaskan bahwa penelitian ini mempunyai dua pertayaan penelitian yang masih perlu dibahas, yaitu tentang penerapan model pembelajaran dan kendala – kendala yang dihadapi guru IPS. Hal ini disajikan dalam table 1, 2, 3, 4 Tabel 1. Penggunaan model pembelajaran sesuai dengan materi No Alternatif F % Jawaban 1 Sering 8 61,54 2 Kadang-kadang 3 23,08 3 Tidak Pernah 2 15,38 Jumlah 13 100,00 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang guru (61,54%) selalu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, 3 orang guru (23,08%) menjawab kadang-kadang dan 2 orang (15,38%) menyatakan tidak pernah menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dalam mengajar. Dari hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru bidang studi IPS di SMP Negeri I Darussalam sudah menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Setiap pembelajaran tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai, untuk mencapai tujuan tersebut tentu memerlukan model pembelajaran yang sesuai. Adapun model pembelajaran yang digunakan guru, adalah seperti dalam table 2 dibawah ini. Tabel 2. Model pembelajaran digunakan N Alternatif Jawaban 1 Pembelajaran Langsung dan Kooperatif 2 Berbasis Masalah (PBI) 3 Quantum Teaching 4 Kombinasi keempat model Jumlah

yang sering F 9

69,23

%

4 13

30,77 100,00

Data dari 13 orang responden menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (69,23%), menjawab model yang sering digunakan yaitu pembelajaran langsung dan

kooperatif, 4 orang (30,77%) menyatakan model yang sering digunakan yaitu kombinasi keempat model pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan. Sedangkan model pembelajaran berbasis masalah (PBI) dan Quantum teaching belum pernah digunakan oleh responden secara terpisah. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, sebahagian besar guru bidang studi IPS di SMPN I. Darussalam sudah menggunakan model pembelajaran langsung dan dikombinasi dengan model pembelajaran kooperatif. Tabel 3 dibawah ini menjelaskan tentang keseringan responden membuat persiapan mengajar. Tabel 3. Keseringan membuat mengajar (SP) dan (RPP) No Alternatif F Jawaban 1 Selalu 10 2 Kadang-kadang 3 3 Tidak pernah Jumlah 13

persiapan % 76,92 23,08 00,00

Tabel 3. Diatas menunjukkan bahwa 10 orang responden (76,92), menyatakan selalu membuat persiapan dalam mengajar, 3 orang responden (23,08) menjawab kadang-kadang mebuat persiapan dalam mengajar, tidak ada satu orang pun responden (guru) tidak membuat persiapan dalam mengajar. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sebahagian besar guru bidang studi IPS Di SMPN. I Darussalam membuat persiapan mengajar baik SP maupun RPP. Tabel 4 berikut ini menjalaskan tentang kendalakendala yang di hadapi guru dalam menerapkan model pembelajaran. Tabel 4. Kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan model pembelajaran No Alternatif Jawaban F % 1 Kompetensi Siswa 4 30,77 2 Minat siswa 2 15,38 3 Sarana dan 7 53,85 prasarana yang tersedia Jumlah 13 100,00 Data yang diperoleh dari 13 orang responden tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan model pembelajaran adalah 4 orang(30,77%) menyatakan kompetensi siswa, 2 orang

(15,38%) menjawab minat siswa dan 7 orang (53,85) menyatakan sarana dan prasarana yang tersedia. Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lebih dari setengah guru (responden) menghadapi kendalakendala dalam bidang sarana dan prasarana yang tersedia disekolah, kurangnya bahan belajar, alat-alat pembelajaran belum mendukung. PENUTUP Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru bidang studi IPS di SMPN.I Darussalam yaitu model pembelajaran langsung dan dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif. Sebelum siswa dibagikan dalam kelompokkelompok kecil guru terlebih dahulu memberikan intrusi langsung. Model Pembelajaran yang belum pernah digunakan oleh guru adalah Quantum teaching dan model pembelajaran berbasis masalah (PBI). Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar guru sebahagian besar membuat persiapan yaitu membuat SP dan RPP, baik persub pokok bahasan, maupun perpokok bahasan hanya sebahagian kecil saja yang membuat persemester. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru-guru bidang studi IPS, yaitu lebih dari setengah menghadapi masalah dalam bidang sarana dan prasarana di sekolah belum memadai untuk digunakan dalam penerapan model pembelajaran yang efektif. Kurangnya buku paket, bahan bacaan dan fasilitas lainnya, maka guru harus mencari bahan diluar dan diberikan kepada siswa untuk dipelajari. Kepada guru-guru perlu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menambah pengetahuan tentang model-model pembelajaran yang efektif agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Pihak sekolah perlu mengupayakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung penggunaan model pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA DePorte, Bobbi, dkk, (2000), Quantum Teaching, (terj), Kaifa, Bandung Depdikbud, (1994), Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR/1994, Jakarta

Engoswara, (1998), Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran, Bina Aksara, Jakarta

Lingkungan Hidup, (Majalah) Analisis Pendidikan No.5

Ibrahim,H. Muslim, (2005), Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Seri pembelajaran Inovatif, Unesa University Press, Ambon

Ratumanan, TG, (2004), Belajar dan Pembelajaran, Unesa University Press, Ambon

Moh. Nazir, (2005), Metode Penelitian, Chalia Indonesia, Jakarta Rusefendi, E.T, Penelitian

(1994), Dasar-Dasar Pendidikan dengan

Sudjana, (2002), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung Soekamto, Toeti (1997), Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran, Depdikbud Dikti, Jakarta

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DI KELAS I SD NEGERI 1 JEUMPET ACEH BESAR Oleh : Darmawati* Abstrak. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan, 2) metode pelaksanaan membaca dan menulis permulaan, 3) pemakaian media dalam pelaksanaan pembelajaran pembaca dan menulis permulaan, 4) pelaksanaan evaluasi pembelajaran membaca dan menulis permulaan, dan 5) hambatanhambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan membaca dan menulis permulaan di kelas i SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar proses pelaksanaan membaca dan menulis permulaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pengajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa pengajaran membaca dan menulis permulaan perlu di tingkatkan terus secara berkesinambungan, agar mencapai hasil yang memuaskan. Kata Kunci : Pembelajaran, membaca dan menulis Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Dengan pendidikan dipersiapkan tenaga-tenaga dalam pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan yang terpadu dan terus menerus dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang. Peningkatan mutu pendidikan , khususnya pada tingkat sekolah dasar telah menjadi kebijaksanaan pemerintah yang harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Usaha ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai tujuan pembangunan. Dalam usaha peningkatan mutu faktor guru memegang peranan penting, karena itu profesionalisme tenaga guru kelas digalang secara sistematis, melalui wadah-wadah pembinaan profesional guru. Maju mundurnya masyarakat dalam suatu negara sangat bergantung pada maju mundurnya pendidikan di negara tersebut. Pendidikan dapat dianggap tinggi mutunya apabila pengetahuan sikap dan keterampilan yang dimiliki para lulusan berguna bagi perkembangan selanjutnya, baik di lembaga pendidikan maupun dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya mutu pendidikan itu dapat tercapai dengan baik apabila proses belajar mengajar diselenggarakan dalam kelas atau disekolah benar-benar efektif dan fungsional sesuai dengan sasaran yang diinginkan.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah, murid di pandang sebagai individu yang potensial. Potensial tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa bantuan guru. Ada kemungkinan pula keterlambatan perkembangan potensi murid di sebabkan oleh guru. Guru sangat memegang peranan penting dalam kegiatan pembinaan belajar murid. Dalam hal ini Hamalik (1992) menyatakan: proses belajar dan hasil belajar anak bukan saja ditentukan oleh sekolah, pada struktur dan isi kurikulum akan tetapi ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka, guru yang berkonpentensi akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga hasil belajar para anak didik berada pada tingkat optimal. Membaca dan menulis permulaan merupakan tingkat keterampilan berbahasa yang tidak dapat diabaikan pembinaannya. Adapun tujuan membaca dan menulis permulaan adalah agar siswa dapat memahami dan melaksanakan cara membaca dan menulis dengan baik dan benar. Selain itu dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menulis huruf-huruf abjad dan menulis permulaan ini sangat penting karena merupakan dasar dari pengajaran membaca dan menulis pada tingkat yang lebih tinggi di sekolah.

Tujuan Penelitian Tujuannya yaitu untuk mengetahui langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas I SD, mengetahui metode pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui pemakaian media dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui pelaksanaan evaluasi/penilaian pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas I SD dan untuk mengetahui hambatanhambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan membaca dan menulis permulaan di kelas I SD. Metode Penelitian Metode penelitian sesuai dengan karakteristik penelitian yang mengarah pada penelitian kualitatif sebagaimana yang disebutkan oleh Bogdan dan Biklen dalam Amiruddinb (1990) bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik (1) natural setting (setting alami), (2) bersifat deskriptif, (3) lebih mengutamakan proses dari pada hasil, (4) analisis data dilakukan secara induktif, dan (5) makna (meaning) merupakan perhatian utama. Selain itu, pengolahan data penelitian ini dilakukan dalam bentuk pendeskripsian tanpa menggunakan rumus-rumus statistik.

Langkah-langkahnya sebagai berikut: (a) guru menunjukkan gambar yang berisi cerita (b) Guru menceritakan isi gambar (c) Siswa disuruh menceritakan kembali isi gambar (d) Menuliskan kata yang terdapat cerita dalam rangka mengenalkan huruf dan cara membaca. (e) Gambar sudah tidak digunakan, sebagai gantinya guru membuka cerita sederhana dan menuliskannya di papan tulis. Cara yang ditempuh adalah: (1) mengenal kata dalam kalimat, (2) mengenal suku kata dalam kata, (3) mengenal huruf dalam suku kata, (4) merangkai huruf dalam suku kata, (5) merangkai suku kata menjadi kata. 2) Membaca dengan buku Pengajaran membaca dengan buku mulai dilaksanakan setelah anak mengenal huruf. Cara yang ditempuh adalah:

a) b) c) d) e)

Membaca buku pelajaran Membagikan buku atau menyuruh anak mengeluarkan buku yang dibawanya Memperkenalkan buku, warna, jilid, tulisan, dsb Memberi petunjuk cara membuat buku Menjelaskan angka dalam nomor halaman Memusatkan perhatian anak pada halaman yang akan dipelajari. Menceritakan gambar yang terdapat pada halaman tersebut. Mengajak siswa membaca kalimat dengan intonasi yang tepat.

D. Teknik Penelitian Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan dan wawancara.

g)

E. Teknik Pengolahan Data Data penelitian ini diolah secara kualitatif. Pengolahan data dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara. Selanjutnya peneliti kelompokkan dalam bidang-bidang yang menjadi sasaran penelitian. Data hasil pengamatan dan wawancara diolah bersama-bersama atau sekaligus.

Membaca majalah yang telah dipilih oleh guru a) Menunjukkan gambar yang akan dijadikan judul bacaan b) Menulis judul yang sesuai dengan gambar c) Menulis beberapa kalimat yang ada kaitannya dengan gambar. d) Membaca bacaan yang telah disusun bersama.

PEMBAHASAN A. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan Langkah mengajar permulaan di bedakan menjadi dua macam yaitu membaca tanpa buku dan membaca dengan buku. 1) Membaca permulaan tanpa buku

f)

B. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Permulaan Dalam buku petunjuk pengajaran Membaca dan Menulis di SD (Depdikbud, 1996) dikemukakan langkah-langkah pengajaran menulis di kelas I dan II SD, yang secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Pengenalan Huruf Pengenalan huruf dilakukan melalui : a) penyajian gambar, b) menyebut dan menulis nama yang terdapat dalam gambar, c) menggunakan teknik analisis dan sintesis, dan d) memperkenalkan bentuk huruf-huruf. 2) Latihan Kegiatan yang dilakukan: a) memegang pensil dan sikap duduk, b) gerakan tangan dalam menulis garis lurus, setengah lingkaran, c) mengeblat menggunakan karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, d) menghubungkan titik-titik untuk membentuk huruf, dan e) menatap huruf/kata (koordinasi mata ingatan, dan ujung jari). 3) Menyalin tulisan Kegiatan yang dilakukan menyalin huruf, menyalin kata, menyalin kalimat dan menyalin bacaan sederhana. 4) Menulis halus/Indah Penekanan diarahkan pada bentuk huruf, ukuran huruf, tebal tipisnya penulisan huruf serta kerapian tulisan. 5) Dekte Kegiatan yang dilakukan dalam dekte meliputi anak menyiplakkan alat tulis, guru mengucapkan kalimat , anak menulis kalimat yang diucapkan guru, tulisan anak dikoreksi oleh temannya, dan anak membetulkan tulisannya. 6) Melengkapi Kegiatan yang disarankan meliputi melengkapi dengan huruf, melengkapi dengan suku kata, dan melengkapi dengan kata. C. Komponen-Komponen Membaca dan Menulis Permulaan di SD Proses belajar mengajar (PBM) merupakan suatu sistem atau struktur yang didalamnya terdapat komponen yang saling berhubungan dengan yang lain, yang meliputi komponen tujuan pengajaran, bahan atau materi pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Jika komponen itu dihubungkan dengan pengajaran bahasa Indonesia, pengajaran membaca dan menulis permulaan meliputi: 1) Tujuan pengajaran membaca dan menulis permulaan 2) Bahan atau materi membaca dan menulis permulaan

3) Metode pengajaran membaca dan menulis permulaan. 4) Media pengajaran membaca dan menulis permulaan, dan 5) Evaluasi/penilaian pengajaran membaca dan menulis permulaan. Kelima komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat. Hal ini karena kelima komponen tersebut saling menunjang untuk terlaksananya proses belajar mengajar yang diinginkan. Oleh karena itu, apabila salah satu dari komponen tersebut tidak berfungsi maka tujuan pengajaranpun tidak akan tercapai dengan baik. D. Tujuan Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan di Sekolah Dasar Proses belajar mengajar yang dilaksanakan di berbagai tingkat pendidikan mempunyai rumusan tujuan yang jelas. Demikian juga halnya pengajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan di sekolahsekolah harus jelas tujuannya. Tujuan pengajaran membaca dan menulis permulaan meliputi: 1) Memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan melaksanakan cara membaca dan menulis dengan baik dan benar. 2) Melatih mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menulis hurufhuruf (abjad) sebagai tanda bunyi atau suara. 3) Melatih dan mengembangkan kemampuan siswa agar terampil mengubah tulisan menjadi suara dan terampil menulis bunyi atau suara yang didengar. 4) Mengenal dan melatih siswa mampu membaca dan menulis sesuai dengan teknik-teknik tertentu. 5) Melatih keterampilan siswa untuk dapat memahami kata-kata yang dibaca atau di tulis dan mengingat artinya dengan baik. 6) Melatih keterampilan siswa untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam konteks kalimat. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia dan dirumuskan dalam berbagai kurikulum adalah agar murid memiliki pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai alat komunikasi, murid terampil menggunakan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan, dan dapat menghargai

(bersikap positif) terhadap kebudayaan dan tradisi nasional termasuk bahasa Indonesia. Tujuan tersebut merupakan tujuan umum yang digariskan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam rencana pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Tujuan-tujuan bahasa Indonesia tersebut di rumuskan dalam kurikulum bahasa Indonesia di SD, yaitu dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) 1994 bahasa Indonesia dalam bentuk tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Tujuan kurikuler adalah tujuan pencapaiannya di bebankan kepada program pengajaran suatu bidan studi. Tujuan instruksional ialah tujuan pencapaian dibebankan pada suatu pengajaran dalam suatu bidang pengajaran atau pokok bahasan. E. Materi Membaca dan Menulis Permulaan SD Sebagaimana diketahui bersama, bagi sebahagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis permulaan. Dulay dan Krashen (1982) mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap proses belajar bahasa kedua. Kesamaan-kesamaan terdapat dalam bahasa pertama dan bahasa kedua termasuk kategori pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua. Yang dimaksud pengaruh negatif adalah bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dengan bahasa kedua seringkali menjadi penghambat proses belajar bahasa kedua. Kesamaan yang terdapat dalam bahasa pertama (bahasa daerah) yang dikuasai siswa dengan bahasa kedua (bahasa Indonesia) hendaknnya dijadikan bahan dalam pengajaran membaca dan menulis permulaan. Kesamaan yang dimaksud dapat berupa kesamaan dalam hal bunyi/fonem, suku kata, kata, kelompok kata , atau struktur kalimat. Penentuan materi pengajaran didasarkan pada tujuan kelas dan butir-butir pembelajaran. Rambu-rambu yang terdapat kurikulum 1994 di antaranya memberikan arahan tentang teknik penentuan bahan pengajaran. Rambu-rambu yang terkait dengan bahan pengajaran antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.

Karena belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya hádala belajar berkomunikasi meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. 2. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. 3. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran. Karena kurikulum 1994 menggunakan pendekatan komunikatif, maka perlu memperhatikan kriteria pemilihan bahan pengajaran. Kriteria yang dimaksud meliputi: 1) Bahan pengajaran harus mencerminkan kurikulum yang digunakan. 2) Bahan pengajaran harus memiliki teks (isi) dan tugas yang otentik. 3) Bahan pengajaran harus mampu menumbuhkan interaksi. 4) Bahan pengajaran harus memungkinkan pembelajar memusatkan perhatiannya pada aspek-aspek formal bahasa. 5) Bahan pengajaran harus mendorong pembelajar mengembangkan keterampilan belajar bagaimana belajar (learning – how – to – learn) 6) Bahan pengajaran harus dapat mendorong pembelajar menerapkan keterampilan berbahasa (Dubin dan olshtain, 1986: Nunan, 1988). Secara garis besar bahan pengajaran membaca permulaan yang terdapat dalam kurikulum 1994 dapat dipilah menjadi dua macam untuk pramembaca dan untuk membaca permulaan. Dalam pengajaran pramembaca anak diperkenalkan pada tatacara membaca yang baik, misalnya: 1) Duduk wajar dan baik (kepala tegak, punggung lurus, posisi tangan dan kaki pada tempatnya). 2) Meletakkan buku dengan jarak ke mata yang cukup dengan sudut tegak lurus. 3) Memegang buku dengan baik, membaca buku dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah. Bahan pengajaran untuk membaca permulaan meliputi bunyi-bunyi bahasa, huruf, suku kata, kalimat sederhana, dan pemahaman terhadap isi bacaan. Dalam kurikulum 1994 (GBPP) SD, mata pelajaran bahasa Indonesia, pengajaran menulis permulaan (kelas I dan II) dipilah

menjadi 2 kategori, yakni pengajaran pramenulis dan menulis. Yang termasuk kategori pengajaran pramenulis adalah: 1) Melemaskan lengan dengan menulis di udara 2) Memegang pensil dengan benar (pensil tajam jarak mata pensil dan jari cukup, posisi atau kemiringan pensil benar, susunan jari, dan posisi tangan kiri benar). 3) Melemaskan jari dengan mewarnai, menjiplak, menggambar melatih dasar menulis (garis tegak, miring, lurus, lengkung). 4) Melemaskan jari dengan cara menuliskan huruf dengan menggunakan jari ( di bak pasir, di meja, atau di udara). Pengajaran menulis (permulaan) difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan kalimat sederhana, dan tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan tanda tanya). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa materi pelajaran menulis permulaan meliputi: 1) Penulisan huruf 2) Penulisan kata 3) Penggunaan kalimat sederhana 4) Tanda baca (huruf kapital, titik, koma dan tanda tanya). F. Metode pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan SD Untuk mencapai tujuan pengajaran membaca dan menulis permulaan di tempuh berbagai metode yang digunakan seperti berikut ini: 1) Metode Eja Penggunaan metode eja dalam belajar membaca dimulai dari huruf-huruf yang dirangkai menjadi suku kata dan kata. Jadi pengajaran membaca dan menulis permulaan dimulai dengan memperkenalkan huruf-huruf kepada murid menurut lafalnya masing-masing dari huruf a sampai seterusnya ke z. cara yang dilakukan dalam mengeja ada dua yaitu, (1) berdasarkan nama huruf atau abjad dan (2) berdasarkan bunyi huruf atau fonem. Mengeja berdasarkan nama huruf atau abjad murid dilatih dalam mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan lafalnya, seperti dilafalkan a, b dilafalkan be, dan seterusnya sampai z. sebagai langkahlangkahnya hádala: a) Mengenalkan berbagai huruf lepada murid b) Merangkai huruf menjadi suku kata

c) Merangkai suku kata menjadi kata d) Menyusun kata-kata menjadi kalimat (Depdikbud, 1995/1996). 2) Metode Kata Lembaga Penggunaan kata lembaga berdasarkan pendekatan kata, yaitu cara mulai mengerjakan membaca permulaan dengan menampilkan kata-kata. Metode kata lembaga memulai mengajar membaca permulaan dengan mengenalkan kata, menguraikan kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, kemudian menggabungkan huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi suku kata, dan selanjutnya menfariasik. G. Media Pengajaran Membaca dan Menulis di SD Media sebagai salah satu componen pengajaran harus digunakan dalam proses belajar mengajar dan tidak boleh dilupakan jika hasil pengajaran yang dilaksanakan itu diharapkan dapat memberi hasil yang sangat memuaskan. Hal ini karena penggunaan media dalam pengajaran dapat menyalurkan pesan yang tepat dari statu sumber (guru) kepada penerima (murid). Fungís dan peranan media dalam pengajaran sangat besar karena media pengajaran tidak hanya sekedar membantu penyaluran pesan, tetapi dapat pula membantu penyederhanaan proses pengajaran dari yang ruwet ke proses komunikasi belajar yang cukup lancar. Selain itu, media pengajaran berfungsi pula sebagai alat pendorong murid untuk lebih berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan kegairahan murid yang dapat mengakibatkan keberhasilan murid dalam mengikuti proses belajar mengajar. Sehubungan hal tersebut, hafni (1984) mengatakan: salah satu tujuan penggunaan media hádala menyederhanakan pengajaran, salah media yang digunakan menjadi pengajaran lebih ruwet. Supaya kekeliruan yang tidak perlu dihindarkan, karakteristik media yang efektif perlu dikenali, relevan dan sesuai dengan tujuan, dan pengalaman belajar, sederhana esencial dan menarik serta menghemat tenaga dan waktu hádala beberapa ciri media efektif. Pendapat diatas mempertegas pentingnya media dalam pengajaran. Penggunaan media pengajaran yang tepat akan banyak membantu berlangsungnya proses belajar mengajar

dengan baik. Media tidak hanya berfungsi mempercepat penerimaan pesan, tetapi berfungsimembantu kesalahpahaman murid dalam penerimaan pengajaran. Media juga dapat membantu ingatan karena murid diharapkan kepada atraksi langsung terhadap wujud sebenarnya. PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Kelas I SD di Aceh Besar proses pelaksanaan membaca dan menulis permulaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pengajaran, media pengajaran dan evaluasi pengajaran. Dengan demikian hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Usaha guru dalam meningkatkan kegiatan membaca dan menulis permulaan di kelas I SD di Aceh Besar sudah baik, terutama didalam kegiatan membimbing murid membaca dan menulis huruf, suku kata, kata dan kalimat. B. Saran 1.

2.

3.

Untuk mencapai hasil pengajaran membaca dan menulis permulaan yang memuaskan perlu ditingkatkan secara berkesinambungan. Usaha guru dalam meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan murid sangat diharapkan, karena itu tugas guru khususnya guru kelas I dituntut adanya dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, berhasil tidaknya murid tergantung pada kemampuan membaca dan menulisnya. tersedia, dengan demikian dalam proses belajar mengajar tidak mengalami hambatan yang dapat mengganggu aktivitas belajar.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Reneka Cipta Amiruddin, 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahsa dan Sastra. Malang: HISKI Malang. Depdikbud, 1989. Undang-Undang Penididkan Nomor 2 Tahun 1989. Jaya Giri Lembang. Depdikbud, 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar: Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Kelas I Sekolah Dasar. Jakarta. Depdikbud, 1996/1997. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Kelas I dan II. Jakarta. Engkoswara, 1972. Didaktik Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta. Depdikbud. Hafni, Amran, 1984. Kearah Kebermaknaan dan Kekayaan Pengalaman Belajar Bahasa Melalui Media Yang Tepat Guna. Jakarta: Depdikbud. Poedjosoepomo, Soepomo. 1977. Pembinaan Bahasa Indonesia dan Kebudayaan Masyarakat. Semarang. Seminar Pengajaran Bahasa. FKSS IKIP Semarang. Wiryodijoyo, Suarsono. 1989. Membaca Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta. FKIP Universitas Bengkulu. Sirait, Bistok. 1984. Evaluasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud

METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 7 BANDA ACEH Oleh : Ruhadi ABSTRAK Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah sudah menajadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah dasar kurang memuaskan. Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga pernah penulis jumpai dalam beberapa kali pengalaman mengoreksi hasi ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa. Dari hasil karangan para siswa tersebut banyak sekali penulis jumpai kelemahan-kelemahan siswa dalam penguasaan unsurunsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia. Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ? Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran imajinatif pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh Tahun 2009 (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh . Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa SD Negeri 7 Banda Aceh. Data yang diperoleh berupa hasil tes tanya jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II (80,50%), siklus III (90,24%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri 7 Banda Aceh, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran mengarang bahasa Indonesia. Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran imajinatif

Di dalam pengajaran Bahasa Indonesia, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek pengetahuan/kompetensi, skill dan sikap. Ketiga aspek itu berturut-turut menyangkut ilmu pengetahuan, perasaan, dan keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga aspek tersebut harus berimbang agar tujun pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat dicapai. Kalau pengajaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori), murid akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik. Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan guru bahasa Indonesia, yakni orang-orang

yang tugasnya setiap hari membina pelajaran bahasa Indonesia. Dia adalah orang yang merasa bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Indonesia. Dia juga yang akan selalu dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau tidaknya pengajaran bahasa Indonesia memang di antaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainnya, seperti faktor murid, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan disertai pengelolaan yang memadai.

Sekarang ini pengajaran bahasa Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah, terutama dari sekolah dasar sampai pada sekolah menengah pertama, bahkan sampai sekolah menengah tingkat atas. Menurut Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa Indonesia perlu mendapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan pelajar ini juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak lain munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia. Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia kebahasaan Indonesia itu sendiri. (dalam JS. Badudu. 1988:74). Sudah bukan rahasia lagi dan seolaholah sudah menjadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolahsekolah dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan kurang memuaskan.” Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga pernah penulis jumpai dalam beberapa kali pengalaman mengoreksi hasi ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa sekolah dasar. Dari hasil karangan para siswa tersebut banyak sekali penulis jumpai kelemahan-kelemahan siswa dalam penguasaan unsur-unsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia. Pelajaran mengarang sebenarnya sangat penting diberikan kepada murid untuk melatih menggunakan bahasa secara aktif. Di samping itu, pengajaran mengarang di dalamnya secara otomatis mencakup banyak unsur kebahsaan termasuk kosa kata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada dua masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan target kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal untuk pelajaran mengarang seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena

diperlukan latihan-latihan yang cukup untuk memberikan siswa dalam karang-mengarang. Dari dua persoalan tersebut kiranya dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur sedemikian rupa sehingga materi pelajaran mengarang dapat diberikan semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan materi yang lain. Sekolah kita pada umumnya agak mengabaikan pelajaran mengarang. Ada beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas yang terlalu besar dengan jumlah murid berkisar antara empat puluh sampai lima puluh orang. Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya guru enggan memberikan pelajaran mengarang, karena ia harus memeriksa karangan murid-muridnya yang berjumlah mencapai empat puluh sampai lima puluh lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa empat puluh kali sekian lembar karangan. Oleh karena itu, tidak jarang guru yang menyuruh muridnya mengarang hanya sebulan sekali atau bahkan sampai berbulanbulan. RumusanMasalah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut 1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ? 2. Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah. Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) (dalam Arikunto, 2002: 83), menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup. Rancangan Penelitian Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok

sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan invovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain. Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benarbenar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. 2. Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama. 3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga. 4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya. 5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arikunto, 2002:82-83). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direfisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:

Refleksi

Rencana awal/Siklus 1

Tindakan/ Observasi

Refleksi

Rencana yang direfisi/Siklus 2

Tindakan/ Observasi

Refleksi

Rencana yang direfisi/Siklus 3

Tindakan/ Observasi

Gambar 3.1. Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah: 1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrument penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pengajaran berbasis tugas proyek. 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan/rencana yang direfisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rangcangan yang direfisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahasa satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan

C.Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SD Negeri 7 Banda Aceh . Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus s/d Nopember tahun 2009. D. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswasiswi Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh tahun 2009 pokok bahasan mengarang. E. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian. 1. Tahap Persiapan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Dalam kegiatan ini diharapkan pelaksanaan penelitian akan berjalan lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan persiapan ini meliputi: (1) kajian pustaka, (2) penyusunan rancangan penelitian, (3) orientasi lapangan, dan (4) penyusunan instrumen penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1) pengumpulan data melalui tes dan pengamatan yang dilakukan persiklus, (2) diskusi dengan pengamat untuk memecahkan kekurangan dan kelemahan selama proses belajar mengajar persiklus, (3) menganalisi data hasil penelitian persiklus, (4) menafsirkan hasil analisis data, dan (5) bersama-sama dengan pengamat menentukan langkah perbaikan untuk siklus berikutnya. 3. Tahap Penyelesaian Dalam tahap penyelesaian, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1) menyusun draf laporan penelitian, (2) mengkonsultasikan draf laporan penelitian, (3) merefisi draf laporan penelitian, (4) menyusun naskah laporan penelitian, dan (5) menggandakan laporan penelitian.

F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2. Rencana Pelajaran (RP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masingmasing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. 3. Tugas mengarang Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman kalimat langsung dan tidak langsung pada pokok bahasan mengarang. G. Analisis Data Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa tugas mengajang pada setiap akhir putaran. Untuk mempermudah evaluasi terhadap tingkat kemampuan siswa, perlu dirumuskan kriteria penilaian sebagai berikut: 1. Kategori benar semua. 2. Kategori benar sebagian. 3. Kategori salah semua. 4. Katageri tanpa percakapan. Prosentase dan jumlah kategori 1 dan 2 menunjukkan tingkat keberhasilan pembelajaran. Kriteria ini diberikan karena pertimbangan bahwa penulisa kalimat

langsung merupakan pekerjaan yang sulit dicapai kesempurnaannya. Untuk ketuntasan belajar ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P=

∑Siswa.yang.tuntas.belajarx100% ∑Siswa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, tugas mengarang 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengolahan belajar aktif. b.

Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2009 di Kelas V dengan jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tugas mengarang I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus I No Kategori F % .

1 2 3 4

Benar semua 16 39,02% Benar sebagian 13 31,71% Salah semua 6 14,63% Tanpa percakapan 6 14,63% Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 39,02% + 31,71% = 70,73%. Siswa yang membuat karangan tanpa percakapan sebanyak 6 siswa dan yang membuat karangan dengan percakapan tapi salah cara membuat kutipannya sebanyak 6 orang. Hal ini menunjukkan siswa kurang memahami penjelasan guru. Hasil observasi masih kurang memuaskan, karena perhatian siswa diperoleh secara paksa. Meskipun hanya tahab awal. Perhatian tidak tumbuh secara alamiah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memahami mata pelajaran karang-mengarang hanya sebesar 70,73% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model belajar aktif. c.

Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung d.

Refisi Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1) Memperbaiki segala kelemahan yang terjadi pada siklus I. 2) Memberi pengarahan pada siswa yang masih mengalami kesulitan. 3) Memberi bimbingan pada siswa yang masih belum mengerti tentang kalimat langsung dan kalimat tidak langsung.

2. a.

Siklus II Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, tugas mengarang II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan belajar aktif dan lembar observasi guru dan siswa. b.

Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2009 di Kelas V dengan jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tugas mengarang II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tugas mengarang II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 4.2. Hasil Tugas Pada Siklus II No. Kategori 1 Benar semua 2 Benar 3 sebagian 4 Salah semua Tanpa percakapan

Mengarang Siswa F 18 15 4 4

% 43,92% 36,58% 9,75% 9,75%

Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 43,92% + 36,58% = 80,50%. Siswa yang membuat karangan tanpa percakapan sebanyak 4 siswa dan yang membuat karangan dengan percakapan tapi salah cara membuat kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar mencapai 80,50% atau ada 33 siswa yang tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga

pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan model belajar aktif. c.

Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) Memotivasi siswa 2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu d.

Refisi Rancangan Pelaksanaan kegiatan belelajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangankekurangan. Maka perlu adanya refisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. 3. a.

Siklus III Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, tugas mengarang 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan cara belajar aktif model penajaran terarah dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

b.

Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada

tanggal 20 Agustus 2009 di Kelas V dengan jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tugas mengarang III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tugas mengarang III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus III No. Kategori F % 1 Benar semua 21 51,22% 2 Benar sebagian 16 39,02% 3 Salah semua 4 9,76% 4 Tanpa percakapan Tingkat keberhasilan pada siklus I adalah 51,22% + 39,02% = 90,24%. Siswa yang membuat karangan tanpa percakapan tidak ada dan yang membuat karangan dengan percakapan tapi salah cara membuat kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar mencapai 90,24% atau ada 37 siswa yang tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus III ini ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.

c.

Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran

dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan. d.

Refisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan refisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa cara belajar aktif model pengajaran imajinatif memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 70,73%, 80,50%, dan 90,24%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

PENUTUP 1.Kesimpulan Kemampuan menuliskan kalimat langsung dalam karangan dapat ditingkatkan dengan cara belajar aktif model pembelajaran terarah. Kalimat langsung memiliki system penulisan yang sangat rumit, oleh karena itu pembelajarannya perlu secara berulang ulang. Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif model pengajaran imajinatif memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (70,73%), siklus II (80,50%), siklus III (90,24%). 2. Penerapan cara belajar aktif model pengajaran imajinatif mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model belajar aktif sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 2.Saran-saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Bahasa Indonesia lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan cara belajar aktif model pengajaran imajinatif dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu

3.

4.

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SD Negeri 7 Banda Aceh. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Ambary, Abdullah, dkk. 1999. Penuntun Terampil berbahasa Indonesia dan Petunjuk Guru. Bandung: Trigenda Karya. Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineksa Cipta. Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia. Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Harisiati, Titik. 1999. Penelitian Tindakan Sebagai Aplikasi Metode Ilmiah dan Pemecahan Masalah Pembelajaran Bahasa. Dalam Seminar FPBS IKIP Malang. Mariskan, A. 1982. Ikthisar Indonesia untuk Jakarta.Edumedia

Bahasa SMP.

Melvin. L. Silberman. 2007. Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa dan Nusamedia. Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitian Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. Nurkancana, Wayan. 1986. Pendidikan. Surabaya: Nasional.

Evalusi Usaha

Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC Karang Mengarang. Yokyakarta. UP.

__________, 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumardi & Nur Anggraeni. 2005. Terampil Berbahasa Indonesia Untuk SMP. Jakarta: Erlangga.

EVALUASI PEMBELAJAN KIMIA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 GLUMPANG TIGA TAHUN AJARAN 2008/2009 Muhammad*

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran kimia di sekolah menengah umum, penelitian dilakukan terhadap guru (tenaga pendidik), siswa (anak didik) di SMA Negeri 1 Glumpang Tiga dengan pengisian angket, melakukan observasi dan wawancara. Pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok di sekolah sehingga berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses berjalannya pembelajaran, untuk itu diharapkan kinerja yang serius dan maksimal serta didukung lengkap dan memadainya fasilitas sarana prasarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran kimia kurang maksimal terlihat dari angket yang diberikan pada siswa. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Glumpang Tiga yang berjumlah 3 kelas. Sampel yang digunakan pada penelitian ini 2 kelas berjumlah 40 orang siswa. Berdasarkan hasil tabulasi angket proses pembelajaran yang diterapkan guru (tenaga pendidik) 81,16% (baik), cara belajar siswa 66,78% (cukup). Hasil observasi pada sekolah yang laboratorium dan perpustakaan yang tidak difungsikan dan hasil wawancara pada guru menyatakan penggunaan media kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang lengkap. Dengan melihat proses pembelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran kimia kurang maksimal, perlu ditingkatkan sehingga mencapai hasil yang baik.

Kata kunci : Evaluasi pembelajaran * Drs. Muhammad, M.Si adalah Dosen Kopertis wil I. Dpk pada FKIP Unaya Banda Aceh

Pembelajaran adalah sebagai suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau membangkitkan skill, attitudes, ideas (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge. Di dalam perolehan hasil pembelajaran sangat ditentukan aktivitas guru sebagai tenaga pengajar yang bertugas sebagai pendidik, aktivitas siswa sebagai anak didik dan didukung oleh sarana dan prasarana, Alvin W. Howard (Roestiyah, 1989). Sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan tercapai, dengan meningkatkan mutu pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana proses berjalannya pembelajaran. untuk itu mengharapkan kinerja yang serius dan maksimal. Kimia merupakan salah satu cabang dari IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang membahas tentang perubahan materi, perubahan energi, masalah sintesa sifat-sifat dan reaksi-reaksi dari unsur-unsur dan

senyawa kimia serta sistem pembentuknya. Dalam mempelajari kimia, siswa diajak untuk lebih teliti, cermat sehingga dapat menganalisis, menggunakan rumus-rumus kimia, mampu berpikir abstrak dan sebagainya. Keadaan seperti ini menuntut guru dan anak didik dapat mengoptimalkan pembelajaran. Kajian para aktivis-aktivis dan pemerhati pendidikan bahwa proses pembelajaran di sekolah merupakan bidang yang paling penting di sekolah, sehingga, dari tahun-tahun belakangan ini terjadinya sewaktu-waktu perubahan sistem pendidikan salah satunya kurikulum yang dipakai, semuanya itu mengarah pada perbaikan pada proses pembelajaran di sekolah. METODE PENELITIAN 1.

Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian sebagai sumber data. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA

Negeri 1 Glumpang Tiga tahun ajaran 2008/2009. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data, sampel dalam penelitian ini siswa kelas XI sebanyak 2 kelas.

b.

dilengkapi dengan jawaban pilihan dimana setiap item terdiri dari 4 alternatif jawaban pertanyaan sebagai berikut : Angket 2.1.1 : Cara belajar siswa Tabel 2.1 Skor Penilaian Angket (Arikunto, S, 2003:245

Alat Pengumpul Data Untuk dapat mengumpulkan data yang diperlukan untuk evaluasi maka peneliti mempergunakan instrumen penelitian yaitu angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang perbandingan atau hal-hal yang diketahui. Adapun angket yang digunakan adalah angket tertutup, yang

No

Pilihan

Skor Pertanyaan

1 2 3 4

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah

4 3 2 1

2.

Agar angket ini tidak menyimpang dari aspek yang akan dinilai, maka dalam penyusunan ini diberi kisi-kisi angket yaitu : Angket 2.I.2 : Cara Belajar Siswa

Tabel 2.2 Kisi-kisi dan Jumlah Angket Cara Belajar Siswa No 1 2 3 4 5

Aspek yang diamati Kehadiran siswa Disiplin belajar siswa Persiapan belajar Minat belajar Kegiatan belajar

No item

Jlh pertanyaan

1,2 3,4

2 2 5 3 8

5,6,7,8,9 10,11,12 13,14,15,16,17,18,19,20 Jumlah

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian. Adapun observasi yang dilakukan adalah menyangkut aspek sarana dan prasarana. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsun Wawancara pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya, dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab. Dalam penelitian wawancara dilakukan untuk guru kimia. Untuk memperoleh data hasil belajar siswa, maka peneliti mengambil dokumen berupa nilai hasil ujian akhir sekolah (UAS) kimia tahun ajaran 2008/2009. 3.

Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan angket gabungan dan

20 bersifat langsung. Untuk memperkuat kebenaran angket peneliti juga menggunakan observasi (pengamatan) dan wawancara. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Membuat angket b. Angket divalidkan pada validator c. Setelah angket dinyatakan valid, angket dibagi secara langsung kepada siswa SMA Negeri 1 Glumpang Tiga d. Melakukan observasi untuk mengetahui sarana dan prasarana e. Melakukan wawancara kepada guru f. Mengumpulkan nilail kimia dari raport 4.

Teknik Analisa Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh adalah teknik persentase yaitu dengan rumus :

Pi =

fi x 100% n

Keterangan : Pi = Persentase % fi = Skor masing-masing item angket n = Skor total angket, 40 x 4 = 40 Hasil analisis deskriptif tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase ke dalam skala normal. Tabel 2.3 Interval Penilaian dalam persen No

Angka

Keterangan

1 2 3 4 5

80 – 100 % 66 – 79 % 56 – 65 % 40 – 55 % 30 – 39 %

Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(angket) setelah dilakukan menvalidkan angket penelitian pada validator dari 25 item terdapat 21 item dinyatakan valid, dengan demikian dari 21 item yang valid dan yang dipakai sebagai alat pengumpul datan 20 item.

1.

Deskripsi Hasil Penelitian Penulisan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian tentang proses pembelajaran kimia, cara belajar siswa

No 1 2

3

4

Tabel 1.1 Data angket : Proses pembelajaran kimia No Aspek yang diamati Skor % item Kehadiran guru 1 158 88,75 2 126 Penggunaan media dan metode mengajar

Pengelolaan kelas

Penguasaan dan penerapan teori

Berdasarkan hasil tabulasi angket yang diperoleh dari tabel tersebut dapat dilihat yaitu kehadiran guru (88,75%) baik sekali, penggunaan media dan pemakaian metode mengajar (63,95%) kurang, pengelolaan kelas (93,59%), baik sekali penguasaan dan

Keterangan Baik sekali

3 4 5 6 7 8

132 95 122 84 84 97

63,95

Kurang

9 10 11 12

148 148 153 150

93,59

Baik sekali

13 14 15 16 17 18 19 20

151 89 145 116 145 118 128 111

78,35

Baik

penerapan materi (78,35%. Sehingga proses pembelajaran yang diterapkan guru dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dan pemakaian metode mengajar kurang maksimal (63,95%).

100

93,59 88,75

90 78,35

80 70

63,95

60 50 40

Persentase

30 20 10 0 KG

PM

PK

PPT

Grafik hasil persentase angket pembelajaran kimia Keterangan : KG : Kehadiran guru PM : Penggunaan media PK : Pengelolaan kelas PPT : Penguasaan dan penerapan teori

No 1 2 3

4

5

Tabel 1.2 Data angket : Data Angket Cara Belajar Siswa No Aspek yang diamati Skor % Keterangan item Kehadiran siswa 1 152 90,5 Baik sekali 2 135 Disiplin siswa 3 110 66,25 Cukup 4 102 Persiapan belajar 5 82 6 134 7 104 64,37 Kurang 8 54 9 47 Minat belajar 10 42 11 135 63,33 Kurang 12 127 Kegiatan proses belajar

Berdasarkan hasil tabulasi angket yang diperoleh dari tabel tersebut yaitu kehadiran siswa (90,5%) baik sekali, disiplin belajar (66,25%) cukup, persiapan belajar (64,37%) kurang, minat belajar (63,33%) kurang, kegiatan proses belajar (63,20%)

13 14 15 16 17 18 19 20

94 98 110 109 111 86 94 107

63,20

Kurang

kurang. Dengan demikain dapat disimpulkan disiplin belajar, persiapan belajar, minat belajar dan kegiatan belajar siswa masih rendah.

100

Persentase

80 60 40 20 0 KS

DS

PB

MB

KPB

Grafik persentase data angket cara belajar siswa Keterangan : KS : Kehadiran Siswa DS : Disiplin Siswa PB : Persiapan Belajar MB : Minat Belajar KPB : Kegiatan Proses Belajar Tabel 1.3 Data Obsevasi No

Sarana/ Prasarana

1 2 3

Laboratorium Perpustakaan Media belajar

4 5 6 7

Ruangan kelas Meja kursi Papan tulis Kapur tulis

Me madai

Kurang Memadai

√ √ √ √ √ √ √

Tidak Memadai

Keterangan

Jarang digunakan Tidak aktif Tidak digunakan dalam belajar -

Berdasarkan hasil tabulasi observasi pada tabel tersebut dapat disimpulkan penggunaan laboratorium tidak digunakan karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan praktek, demikian juga perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak tersedianya buku-buku penunjang pembelajaran.

No 1

Objek wawancara Kesiapan tenaga pengajar - Waktu - SP - Media

Tabel 1.4 Wawancara Tidak Baik Cukup Baik

√ √ √

2

Kesiapan siswa belajar - Waktu - Buku - Alat-alat tulis

√ √ √

Keterangan

Kurang mengaktifkan media -

Berdasarkan hasil tabulasi wawancara dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pada proses belajar mengajar kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang lengkap.

2.

Dokumentasi Daftar nilai mata pelajaran kimia kelas XI semester I sekolah SMA Negeri 1 Glumpang Tiga tahun ajaran 2008/2009 No Nama Siswa Nilai Raport Keterangan 1 Ratnawati 60 C 2 Katrina 75 B 3 Yuliarti 75 B 4 Rusmiati 65 B 5 Sudirman 60 C 6 Ansharuddin 65 B 7 Nellyati 70 B 8 Dermawan 60 C 9 T. Iskandar 70 B 10 Rusman 65 B 11 Fatimah 80 B 12 Srimurni 85 A 13 Syamaun 75 B 14 Usman 95 B 15 Ekapurnama sari 60 C 16 Rini agustina 75 B 17 Rudi hasan 85 A 18 Rohani 60 C 19 Dina darmayanti 65 B 20 T. Maimun 65 B 21 Anita zahara 75 B 22 Dedi zulfiadi 70 B 23 Cristina handayani 60 C 24 Lilis rahmawati 65 B 25 Aprilina 65 B 26 Muhammad Jusuf 60 C 27 Ernadewi 65 B 28 Malahayati 85 A 29 Rini oktavia 65 B 30 Raniyanti 80 B 31 Susi 70 B 32 Irma Lestari 70 B 33 Reni 85 A 34 Hendra husin 70 B 35 Hermawan 65 B 36 Sri yuni 65 B 37 Yessi ratnasari 70 B 38 Lusianasari 65 B 39 Vera faulani 70 B 40 Sri Mariani 60 C 3. Pembahasan Untuk meningkatkan sumber daya prasarana yang memadai. Sekarang ini terlihat manusia yang berkualitas, harus didasari atau masih banyak sekolah dengan kurang dimodali dengan ilmu pengetahuan serta maksimalnya dalam kegiatan pembelajaran. mengikuti perkembangannya. Sekolah Dari hasil penelitian yang dilakukan, merupakan lembaga untuk menimba ilmu terlihat bahwa kegiatan pembelajaran yang pengetahuan, dalam kegiatan pembelajaran di diterapkan guru (tenaga pendidik) yaitu sekolah ada 3 objek yang harus diperhatikan kehadiran guru 88,75% (baik sekali), yaitu guru sebagai tenaga pendidik, siswa penggunaan media/pemakaian metode sebagai anak didik dan fasilitas sarana mengajar 63,95% (kurang), pengelolaan kelas

93,59 % (baik sekali), penguasaan/penerapan materi 78,35% (baik) dengan demikian penggunaan media dan pemakaian metode mengajar kurang maksimal dikarenakan oleh tidak tersedianya media atau alat bantu di sekolah itu sehingga tidak mendukungnya dalam pemakaian metode-metode menggajar, disamping itu guru (tenaga pengajar) kurang inisiatif dalam pemakaian metode. Jika lihat cara belajar siswa (anak didik) yaitu kehadiran siswa 90,59 (baik sekali), displin belajar 66,25% (cukup), persiapan belajar 64.37% (kurang), minat belajar 63,33 (kurang), kegiatan proses belajar 63,20% (kurang) dengan demikian dapat lihat bahwa displin belajar, persiapan belajar, minat belajar, kegiatan belajar siswa masih rendah, dikarenakan rata-rata 80% siswa berasal dari pedesaan sehingga menempuh 30-50 menit dalam perjalanan. Di samping itu setelah siswa sampai di rumah keluar sekolah mereka harus membantu orang tua bekerja ke ladang, pada sarana prasarana yaitu laboratorium tidak digunakan karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan praktek, demikian juga perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak tersedianya buku-buku penunjang pembelajaran. Kesimpulan Setelah data diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: a. Cara belajar siswa yang masih rendah yaitu kurangnya displin belajar, persiapan belajar dan rendahnya minat belajar serta kegiatan belajarnya b. Penggunaan media dan penerapan metode mengajar dalam pelajaran kimia kurang maksimal c. Sarana dan prasarana yaitu perpustakaan, laboratorium tidak difungsikan dalam kegiatan pembelajaran, karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan serta buku-buku pelajaran yang mendukung pembelajaran DAFTAR PUSTAKA

Anas,

S, (2001), Pengantar Evaluasi Pendidikan, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Anwar. B, (2002), Cara Belajar, Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Badani. A, (1990), Proses Belajar Mengajar, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dalyono. M, (1997), Psikologi pendidikan, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Darywanto, (2001), Evaluasi Pendidikan, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Dekdikbud, (2007), PP Republik Indonesia No.22 Thn 2006, Tentang Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian, Jakarta. Edward, (2001), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Hasan. H, (1992), Evaluasi Hasil Belajar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jakarta. Howard. W.A.R, Prinsip Dasar Evaluasi Belajar Mengajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Mehrens dan Lehman, (1978), Evaluasi Belajar Mengajar, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Michael. P, (2004), Kimia SMA Kelas XI, Penerbit Erlangga, Jakarta. Usman. M.U, (1990), Psikologi Belajar, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Oemar. H, (2005), Proses Belajar Mengajar, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Situmorang. M, (2000), Pengembangan Kurikulum Kimia Untuk Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Jurnal

Pendidikan Matematika dan Sains, diterbitkan oleh FMIPA, Unimed, Medan.

Suryobroto, (2002), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Situmorang. M, dan Yusfians, Marnida, (2006), Analisis Kesulitan Pembelajaran Kimia di SMA Kota Medan, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, diterbitkan oleh FMIPA, Unimed, Medan.

Purwanto. N, (2000), Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Subagyo. PJ, (2004), Metode Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Suharsimi. A, (2002), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bulan Aksara, Jakarta.

_________(2000), Psikologi Pendidikan, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Winkel. WS, (1989), Psikologi Pengajaran, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.