JURNAL RANI

Download Anak-anak yang bekerja di usia dini, biasanya berasal dari keluarga miskin, yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih dengan upah san...

0 downloads 444 Views 905KB Size
Judul Nama/NPM Pembimbing

: Eksploitasi Orang Tua Terhadap Anak Dengan Mempekerjakan Sebagai Buruh : Astriani Rahman/10502032 : Ni Made Taganing, SPsi., MPsi. ABSTRAKSI

Anak merupakan anugerah dalam keluarga. Anak sudah selayaknya dilindungi serta diperhatikan hak-haknya. Negarapun dalam hal ini sudah sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik, budaya dan ekonomi. Pada kenyataannya, keluarga bahkan negara belum mampu memberikan kesejahteraan yang layak bagi anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Tidak hanya melanggar hak-hak anak, dengan bekerja juga membawa dampak buruk bagi anak-anak baik secara fisik maupun psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja dikhawatirkan akan mengganggu masa depan anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, terlebih anak merupakan generasi penerus bangsa. Anak-anak yang bekerja di usia dini, biasanya berasal dari keluarga miskin, yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih dengan upah sangat buruk. Mereka hidup dibawah tekanan orang tua yang mengandalkan mereka untuk bekerja agar dapat memberikan kontribusi berupa materi kepada keluarga atau bahkan untuk biaya mereka bersekolah. Jika melihat hal tersebut diatas, maka anak merupakan aset penting bagi pihakpihak tertentu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kasus eksploitasi terhadap anak, baik oleh orang tua maupun oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini adalah pemilik usaha. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial maupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode kualitatif, penelitian ini digunakan karena dapat memahami manusia dengan segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif. Penelitian kualitatif ini juga merupakan metode yang tepat untuk mengetahui bagaimana gambaran eksploitasi anak oleh orang tua yang mempekerjakan sebagai buruh. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki pekerja anak berusia 13-15 tahun. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa eksploitasi anak terjadi ditinjau dari kondisi kerja di tempat pekerja anak bekerja. Dalam hal ini orang tua Yang menjadi pengambil keputusan yang paling dominant bekerjanya anak pada sektor formal. Dimana hal ini terjadi karena orang tua memanipulasi umur anak. Kata kunci : Eksploitasi Anak, Buruh anak.

BAB I A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak, melalui Keputusan Presiden (Keppres) no. 36/0 tanggal 25 Agustus 1990. Dengan adanya konvensi tersebut, berarti secara hukum Negara berkewajiban menjamin dan melindungi hak anak-anak, baik sosial, politik, budaya, dan ekonomi (Usman & Nachrowi, 2004). Pada kenyataannya, negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Tidak hanya melanggar hak-hak anak, dengan bekerja juga membawa dampak buruk bagi anakanak, baik secara fisik maupun psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja dikhawatirkan akan mengganggu masa depan anak-anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, terlebih anak-anak merupakan generasi penerus bangsa (Usman & Nachrowi, 2004). Tjandraningsih (1995), mengatakan ketika anak-anak tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah, maka pilihan hidupnya hanya dua, yaitu: msuk angkatan kerja atau tidak. Akan tetapi perlu diingat bahwa anak-anak justru putus sekolah lantaran bekerja. Bahkan, di lingkungan yang kondusif untuk bekerja, konsekuensi yang muncul adalah gejala putus sekolah yang sering diawali dengan menggabungkan sekolah sambil bekerja.  Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi dalam arti bekerja di sektor publik, bila dilakukan secara poporsional dan mengikuti aturan hukum yang berlaku barangkali persoalan ini tidak akan terlalu merisaukan, namun lain halnya jika kasus terjunnya anak-anak kedunia kerja mengandung unsur-unsur eksploitasi (Bagong, 1999). Menurut Suharto (2005), eksploitasi menunjuk pada sikp diskriminatif atau perlakuan yang sewenang-wenang. Eksploitasi adalah memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau keuntungan seseorang (Martaja, 2005). Eksploitasi adalah memperalat individu lain

atau kelompok untuk tujuan kepetingan diri sendiri (Joni, 2006). Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskrimatif atau perlakuan sewenangwenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya (Suharto, 2005). Pengertian lain dari eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan orang tua maupun orang lain (Martaja, 2005). B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana gambaran eksploitasi orang tua terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh? 2. Mengapa orang tua melakukan eksploitasi dengan mempekerjakan anak di bawah umur sebagai buruh? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam eksploitasi orang tua terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh, serta mengapa orang tua melakukan eksploitasi dengan mempekerjakan anak di bawah umur sebagai buruh. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi segi teoritis maupun praktis : 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian di atas diharapkan dapat memberikan informasi secara umum dan jelas kepada masyarakat mengenai anak-anak di bawah umur yang menjadi tenaga kerja, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi atau masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi sosial, psikologi perkembangan, dan psikologi anak. Serta diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pekerja anak dibawah umur pada umumnya serta pada khususnya untuk mengetahui gambaran eksploitasi anak oleh orang tua yang mempekerjakan anak dibawah umur sebagai buruh serta

mengapa orang tua mempekerjakan anak dibawah umur. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas serta memberikan masukan bagi masyarakat serta pemilik usaha pada umumnya, dan orang tua pada khususnya agar terhindar dari hal-hal yang dapat menjerumuskan anak dibawah umur untuk bekerja keras layaknya orang dewasa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Eksploitasi 1. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenangwenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya (Suharto, 2005). Pengertian lain dari eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis demi kebaikan ataupun keuntungan orang tua maupun orang lain (Karundeng, 2005). 2. Beberapa Jenis Eksploitasi Anak Beberapa jenis eksploitasi anak menurut Karundeng (2005), diantaranya adalah : a. Perdagangan Manusia (Trafficking in Person) b. Perbudakan (Slavery) c. Prostitusi Anak (Child Prostitution) d. Buruh Anak/Pekerja Anak (Child Labour) e. Anak Jalanan (Children Of The Street) 3.  Dampak Eksploitasi Terhadap Anak Menurut Baquale & Myers (dalam Usman & Nachrowi, 2004) yaitu : a. Pertumbuhan Fisik b. Pertumbuhan Kognitif c. Pertumbuhan Emosional d. Pertumbuhan sosial dan Moral termasuk rasa identitas kelompok, kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, dan kemauan untuk membedakan yang benar dan yang salah. B. Pekerja Anak (Buruh Anak)

1. Pengertian Pekerja Anak (Buruh Anak) Pekerja anak adalah anakanak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak (Tjandraningsih, 1995). Kertonegoro (1997), pekerja anak merupakan tenaga kerja yang dilakukan anak dibawah umur 15 tahun. Pengertian anak menurut Putranto (dalam Bagong, 1999), menyebutkan bahwa pekerja anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun selain membantu keluarga, pada komunitas tertentu misalnya pada sektor pertanian, perikanan, dan industri kerajinan yang dari sejak kecil mereka sudah dididik untuk bekerja. Menurut Manurung (1998), Pekerja anak adalah mereka yang berusia 1014 tahun dan sedang bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu. 2. Karakteristik Pekerja Anak (Buruh Anak) Pekerja anak bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah tangganya secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan kerja yang diterapkan pada pekerja anak ada bermacam-macam bentuk, yaitu buruh, magang, dan tenaga keluarga. Sebagai buruh, anak-anak diberi imbalan atau upah. Untuk pekerjaannya sebagai magang, dan tenaga kelurga, mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar (Tjandraningsih, 1995). Menurut Usman dan Nachrowi (2004), jika ditinjau dari pendidikan pekerja anak, pekerja anak baik disektor garmen maupun rotan atau kayu adalah anak-anak yang minimal menduduki bangku sekolah dasar (SD), ataupun tamatan SD. Namun karena pekerjaan inilah yang menyebabkan anak-anak yang asih duduk di bangku SD sebagan harus drop-out dari sekolahnya dikarenakan waktu mereka sebagian besar dihabiskan untuk bekerja.

Menurut Tjandraningsih (1995), sebagian besar pekerja anak disektor industri manufaktur hanya mempunyai pendidikan rendah. Dari segi pendidikan, anakanak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah, baik putus sekolah lantaran bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah dahulu baru kemudian bekerja (Bagong, 1999). Menurut White & Tjandraningsih (1999), di sektor industri formal, pekerja anak umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah, menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, atau menjadi sasaran pelecehan dan sewenang-wenang orang dewasa. Secara umum karakteristik tenaga kerja anak tidak jauh berbeda, kecuali dari segi usia, dengan karakteristik tenaga kerja dewasa perempuan, bahkan tenaga kerja lakilaki (Tjandraningsih & Haryadi, 1995). 3. Motivasi Kerja Pekerja Anak (Buruh Anak) Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Akan halnya pekerja anak, berarti motivasi kerja pekerja anak adalah segala sesuatu yang mendorong atau menimbulkan semangat kerja pada pekerja anak. Motivasi itu baik berasal dari dalam diri pekerja anak maupun dari orang tua (Anoraga, 2001). 4. Keluarga Pekerja Anak (Buruh Anak) Anggota rumah tangga yang besar diduga terjadi dalam rumah tangga yang mempunyai pekerja anak, (Usman & Nachrowi, 2004). 5. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Tentang Pekerja Anak (Buruh Anak) Prinsip-prinsip piagam PBB tanggal 20 November 1989, mengenai deklarasi sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), dalam hal ini adalah anak (dalam Kumpulan Perlindungan Hak Asasi Anak, 2006): a. Pasal 32 1) Negara-negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dan eksploitasi ekonomi dan dari pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, atau sosial anak. 2) Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah legislatif, administratif

dan pendidikan untuk menjamin pelaksanaan pasal ini. Untuk mencapai tujuan ini dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan perangkatperangkat internasional lain yang terkait. b. Pasal 36 Negara-negara peserta akan melindungi anak terhadap semua bentuk eksploitasi yang merugikan setiap aspek kesejahteraan anak. Dalam Surat Edaran Menteri Kerja No. SE-12/M/BW/1997 (Irwanto dkk, 1999) ada beberapa tugas yang tidak ditolerir untuk anak, yaitu: 1) pertambangan dan penggalian. 2) kontak langsung dengan api (termasuk pengelasaan). 3) Segala jenis pekerjaan yang mengharuskan menyelam kedasar laut. 4) Kontak langsung dengan peralatan berat, listrik, dan alat pemotong. 5) Mengangkat dan membawa barang-barang yang berat. 6) Pekerjaan konstruksi dan penghancuran. 7) Kontak langsung dengan bahan-bahan kimia atau substansi yang berbahaya. 8) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pelacuran dan pornografi. 9) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan produksi dan penjualan minuman keras. Adapun kondisi kerja yang diingankan terhadap anak yang bekerja sesuai dengan kebijakan pemerintah, adalah : 1) Tidak dipekerjaan lebih dari 4 jam sehari. 2) Selama bekerja diberikan waktu istrahat sekurang-kurangnya ½ jam. 3) Tidak dipekerjakan pada malam hari. 4) Tidak dipekerjakan dengan bahan-bahkan/mesin berbahaya. 5) Upah dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UMR). 6) Diberikan Jaminan Sosial (JamSos) dalam bentuk asuransi kecelakaan atau kesehatan. Pasal 88

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah). 6. Faktor Penyebab munculnya Tenaga Kerja anak (Buruh Anak) a. Kemiskinan b. Pendidikan c. Perubahan Proses Produksi 7. Faktor Penyebab Munculnya Pekerja Anak (Buruh Anak) oleh Orang Tua a. Ketidaktauan Oang tua Tentang Konvensi Hak-hak Anak dan UndangUndang Tentang Anak. Sesuai dengan Konvensi Hak Anak b. Faktor Nilai Budaya Masyarakat c. Faktor Kemiskinan BAB III

C. Tahap-tahap Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian : Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori-teori yang relevan dengan masalah. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian : Dalam penelitian ini, peneliti bertemu langsung dengan subjek yang bersangkutan untuk menanyakan perihal subjek yang sekiranya bersedia diwawancarai. D. Teknik Pengumpulan Data : wawancara dan observasi. E.

Alat Bantu Pengumpul Data : Pedoman Wawancara, pedoman observasi, alat perekam, dan alat tulis F. Keakuratan Penelitian a. Triangulasi Data Peneliti menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen hasil wawancara dan hasil observasi dari subjek dan significant other b. Triangulasi Pengamat dosen pembimbing bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. c. Triangulasi Teori Yaitu penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. berbagai teori tentang gejalgejala stress, sumber-sumber stress, dan strategi coping yang telah dijelaskan pada bab II untuk digunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. d. Triangulasi Metode Yaitu metode wawancara, metode observasi. G. Teknik Analisis Data : Analisa Intra Kasus (Within-Case),  Analisa Antar Kasus (CrossCase)

METODE PENELITIAN A. Pendekatan penelitian : metode kualitatif. B. Subjek Penelitian 1. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah orang tua berusia 30-50 tahun, serta seorang subjek yang merupakan kakak kandung dari anak yang menjadi buruh pabrik, dikarenakan ayah atau suami salah satu subjek pergi meninggalkan keluarganya. Para subjek memiliki anak dibawah umur (anak usia 6-15 tahun) yang bekerja sebagai buruh atau pekerja pabrik. 2. Jumlah Subjek Penelitian : jumlah sample dalam penelitian ini adalah orang tua (4 orang subjek) yang memiliki pekerja anak dibawah umur. BAB IV HASIL OBSERVASI SUBJEK Subjek 1&2 (Orang Tua H) Orang tua telah melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh. Meskipun atas keinginan anak sendiri. Subjek 3&4 Orang tua telah melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh. PEMBAHASAN

1.

Setelah dilakukan analisis antar kasus, berikut ini penulis akan membahas hasil analisis antar kasus sebagai berikut: Gambaran Eksploitasi orang tua terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh? a. Anak Dipekerjakan Pada Jenis Pekerjan yang Berhubungan dengan Produksi Pada kedua kasus anak-anak pekerja dibawah umur ini, terjadi eksploitasi anak dimana anak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang

berhubungan dengan proses produksi. Secara tidak langsung orang tualah yang menjadi penyebab terjadinya eksploitasi, dikarenakan mereka yang menyuruh anak-anak mereka bekerja sebagai buruh. Padahal, pada kasus H dan D, orang tualah yang memanipulasi umur anak-anak mereka agar anak-anak mereka diterima di pabrik konveksi. Adapun jenis usaha di tempat anak-anak subjek bekerja adalah sebuah pabrik yang berhubungan dengan proses produksi. Dimana pabrik PT. Jaya Abadi memproduksi celana bahan jadi untuk di ekspor ke luar negeri. Dapat disimpulkan bahwa meskipun pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa H dan D di bawah merupakan tenaga kerja dibawah umur, maka yang terjadi adalah kasus eksploitasi anak. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE12/M/BW/1997 mengenai tugas kerja yang tidak dapat ditolelir untuk anak salah satunya adalah anak tidak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang berhubungan dengan produksi (dalam Irwanto dkk, 1999), karena pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa anak dari pasangan subjek pertama (orang tua H), serta subjek kedua (orang tua D) adalah pekerja anak dibawah umur, maka dalam hal ini orang tualah yang berperan besar terjadinya kasus eksploitasi, dimana anak bekerja pada jenis pekerjaan yang berhubungan dengan proses produksi. b. Anak Dipekerjakan Lebih Dari 4 jam Sehari Dalam hal jam kerja, anakanak subjek (H dan D), keduanya bekerja lebih dari 4 jam sehari, mereka diharuskan bekerja lebih dari 11 jam setiap harinya selama 26 hari. Dimulai dari jam 7.15 hingga pukul 18.00, belum termasuk waktu lembur. H dan D akan pulang ke rumah sekitar pukul 22:00. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa meski pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku, dimana mereka tidak mengetahui bahwa

c.

anak-anak subjek merupakan tenaga kerja dibawah umur, maka yang terjadi pada kasus kedua subjek adalah kasus eksploitasi anak. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE12/M/BW/1997 mengenai tugas kerja yang tidak dapat ditolelir untuk anak salah satunya adalah anak dipekerjakan lebih dari 4 jam sehari (dalam Irwanto dkk, 1999), karena pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa anak dari pasangan subjek pertama (orang tua H), serta subjek kedua (orang tua D) adalah pekerja anak dibawah umur, maka dalam hal ini orang tualah yang berperan besar terjadinya kasus eksploitasi, dimana anak bekerja pada pekerjaan yang mengharuskannya bekerja lebih dari 4 jam setiap harinya. Anak Dipekerjakan Pada Malam Hari Dalam hal bekerja pada malam hari, anak-anak subjek memiliki jam kerja malam hari. Jika lembur, mereka bekerja hingga pukul 21:00. Dalam sebulan mereka bekerja lembur antara 7-10 hari, bahkan 2 minggu lembur. Jika lembur, anak-anak subjek akan mengeluh kelelahan. Bahkan menurut H dan D, jika lembur mereka akan pulang ke rumah pukul 22.00. Dapat disimpulkan bahwa meski pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku, dimana mereka tidak mengetahui bahwa anak-anak subjek merupakan tenaga kerja dibawah umur, maka yang terjadi pada kasus kedua subjek adalah kasus eksploitasi anak. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE12/M/BW/1997 mengenai tugas kerja yang tidak dapat ditolelir untuk anak salah satunya adalah anak dipekerjakan pada malam hari (dalam Irwanto dkk, 1999), karena pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa anak dari pasangan subjek pertama (orang tua H), serta subjek kedua (orang tua D) adalah pekerja anak dibawah umur, maka dalam hal ini orang tualah yang berperan besar terjadinya kasus

eksploitasi, dimana anak dipekerjakan pada malam hari. d. Upah yang Dibayarkan Dibawah UMR Dalam hal upah yang diterima oleh para pekerja anak, upah merka tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UMR) yang berlaku di daerah tersebut yaitu Rp.840.000,00. Penghasilan yang anak-anak subjek dapatkan dari pabrik adalah berkisar antara Rp.500.000,00Rp.600.000,00/bulan. Upah terbesar itupun akan diterima jika anak subjek bekerja lembur serta tidak bolos bekerja. Karena jika mereka bolos bekerja, maka upah mereka akan dipotong. Namun, jika bekerja lembur mereka akan diberikan tambahan sebagai uang makan sebesar Rp. 2.500,00. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa meski pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku, dimana mereka tidak mengetahui bahwa anak-anak subjek merupakan tenaga kerja dibawah umur, maka yang terjadi pada kasus kedua subjek adalah kasus eksploitasi anak. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE12/M/BW/1997 mengenai tugas kerja yang tidak dapat ditolelir untuk anak salah satunya adalah anak dipekerjakan pada pekerjaan dengan upah dibawah UMR (dalam Irwanto dkk, 1999), karena pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa anak dari pasangan subjek pertama (orang tua H), serta subjek kedua (orang tua D) adalah pekerja anak dibawah umur, maka dalam hal ini orang tualah yang berperan besar terjadinya kasus eksploitasi, dimana pekerja anak menerima upah setiap bulannya dibawah ketentuan yang berlaku (dibawah UMR). e. Tidak Diberikan Jaminan Sosial (Jamsos) Dalam Bentuk Jaminan Kesehatan atau Kecelakaan Kerja Anak subjek 1&2 (H) dan anak subjek 3&4 (D) tidak diberikan jaminan sosial dalam bentuk apapun oleh pihak pabrik selama mereka bekerja. Baik itu jaminan kesehatan maupun jaminan

2.

kecelakaan kerja. Adapun jika mereka sakit karena terlalu lelah bekerja, baik itu sakit demam ataupun kaki mereka bengkak dikarenakan terlalu lama berdiri, maka anak-anak subjek akan dbawa ke Puskesmas untuk berobat atas biaya orang tua mereka sendiri, dan bukan jaminan dari pihak pabrik. Karena memang dalam hal ini pihak pabrik tidak memberikan jaminan apapun pada para pekerjanya. Dapat disimpulkan bahwa meski pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku, dimana mereka tidak mengetahui bahwa anak-anak subjek merupakan tenaga kerja dibawah umur, maka yang terjadi pada kasus kedua subjek adalah kasus eksploitasi anak. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No SE12/M/BW/1997 mengenai tugas kerja yang tidak dapat ditolelir untuk anak salah satunya adalah anak tidak diberikan jaminan sosial (Jamsos) dalam bentuk jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja (dalam Irwanto dkk, 1999), karena pihak pabrik sudah menerapkan peraturan yang berlaku dimana dalam hal ini pihak pabrik tidak mengetahui bahwa anak dari pasangan subjek pertama (orang tua H), serta subjek kedua (orang tua D) adalah pekerja anak dibawah umur, maka dalam hal ini orang tualah yang berperan besar terjadinya kasus eksploitasi, dimana pekerja anak bekerja di tempat kerja yang tidak memberikan jaminan kesehatan maupun kecelakaan kerja. Gambaran Penyebab Munculnya Pekerja Anak (Buruh Anak) Oleh Orang Tua a. Ketidaktahuan Orang Tua Tentang Konvensi Anak dan Undang-Undang Tentang Anak Dalam kasus eksploitasi anak ini, semua subjek mengatakan mereka tidak mengetahui bahwa ada konvensi anak yang didalamnya berisi tentang hak-hak anak, seperti: hak kelangsungan hidup (survival right), hak berkembang (development right), hak memperoleh perlindungan (protection right), serta hak-hak untuk berpartisipasi dalam berbagai

kepentingan hidupnya. Dalam hal ini subjek hanya menjalankan peran sebagai orang tua pada umumnya yaitu memberi makan dan memberikan anakanak mereka rumah untuk berteduh. Selebihnya mereka tidak mengerti tentang isi dari konvensi hak-hak anak tersebut. Hal ini tentunya dengan mengorbankan hak-hak anak. Akan hal adanya undang-undang tentang perlindungan hak dan kewajiban anak serta pasal 88 yang berbunyi :”Setiap orang yang mengeksploitasi anak dalam bentuk ekonomi maupun seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain akan dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda sebesar Rp. 200.000.000,00. Para orang tua mengakui bahwa memang mereka tidak mengetahui ada undang-undang seperti itu. Namun, kedua orang tua subjek memiliki peran yang besar dalam hal munculnya pekerja anak (buruh anak) di bawah umur. Ketidaktahuan orang tua tentang konvensi hak-hak anak inilah yang menjadi penyebab munculnya pekerja anak dibawah umur, seperti halnya keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Ikawati, 2002), bahwa salah satu faktor penyebab anak dibawah umur terpaksa bekerja salah satunya adalah ketidaktahuan orang tua tentang konvensi hak-hak anak dan undang-undang tentang anak. b. Faktor Nilai Budaya Masyarakat 1) Anak Merupakan Tempat Bergantung di hari Tua Para orang tua dari kedua pekerja anak mengatakan bahwa memang mereka menganggap bahwa anak merupakan tempat bergantung dihari tua. Faktor nilai budaya masyarakat dimana masyarakat berpendapat bahwa anak merupakan tempat bergantung di hari tua inilah yang menjadi penyebab munculnya pekerja anak di bawah umur seperti halnya keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk, 1999). 2) Anak Memiliki Nilai Ekonomis

Bagi para orang tua, anak memiliki nilai ekonomis tertentu. Meski orang tua H tidak menyuruh anaknya untuk bekerja, namun dirinya mengakui bahwa dirinya dan istrinya merasa senang jika anaknya tersebut bersedia membantu dirinya meringankan beban perekonomian keluarga. Dapat disimpulkan bahwa pendapat semua subjek dimana mereka menganggap bahwa anak memiliki nilai ekonomis tertentu inilah yang menjadi penyebab munculnya tenaga kerja anak dibawah umur sesuai dengan keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk, 1999). 3) Anak Menjadi Tenaga Kerja Untuk Membantu Ekonomi Keluarga Semua subjek mengatakan dengan bekerjanya anak-anak mereka, para orang tua merasa terbantu khususnya masalah pendapatan keluarga. Dengan anggapan bahwa bekerjanya anak-anak dapat membantu perekonomian keluarga inilah yang menjadi penyebab munculnya pekerja anak sesuai dengan keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk, 1999). 4) Kurangnya Pemahaman Orang Tua Tentang Pentingnya Pendidikan Bagi Masa Depan Anak Orang tua H menyadari bahwa memang pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kelangsungan masa depan anak-anak mereka. Hanya saja dikarenakan faktor biaya, akhirnya anak-anak mereka harus berhenti bersekolah, lalu bekerja mencari penghasilan tambahan. Lain halnya dengan orang tua D dimana mereka menganggap bahwa pendidikan bukan merupakan hal yang penting lagi, terlebih subjek berpikir bagaimana cara agar keluarganya tetap bertahan, yaitu dengan menyuruh anaknya bekerja serta mengorbankan sekolah anak. Dapat disimpulkan bahwa kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan anak seperti halnya yang terjadi pada subjek inilah yang menjadi penyebab

munculnya pekerja anak dibawah umur sesuai dengan keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk, 1999).. c. Faktor Kemiskinan Kedua subjek mengatakan bahwa memang faktor kemiskinanlah yang membuat anak-anak mereka terpaksa bekerja. Oleh karena faktor kemiskinan inilah yang menyebabkan anak dari semua subjek harus bekerja meski mereka masih dibawah umur, sesuai dengan keterangan UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto dkk, 1999). BAB V A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dari ketiga subjek, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum kedua subjek (orang tua H dan orang tua D) secara tidak langsung melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh. Hal ini membuktikan kebenaran dari beberapa teori yang digunakan dan sesuai dengan kondisi kedua subjek. 1. Bagaimana gambaran eksploitasi orang tua terhadap anak dengan mempekerjakan sebagai buruh? Pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat diambil kesimpulan bahwa para orang tua telah melakukan eksploitasi terhadap anak dengan mempekerjakan anak-anak mereka sebagai buruh, meskipun dalam hal ini gambaran eksploitasi terhadap anak digambarkan dengan kondisi kerja pada pabrik dimana tempat anak para subjek bekerja, namun dalam hal ini para orang tualah yang menjadi penyebab terjadinya praktek eksploitasi dikarenakan pada subjek 1&2 (orang tua H) dan subjek 3&4 (orang tua D), mereka secara sengaja memanipulasi umur anak yang seharusnya anak-anak mereka belum diperbolehkan untuk bekerja, namun karena umur anak dimanipulasi menjadi 17 tahun, maka akhirnya pihak pabrik mengizinkan anak-anak subjek bekerja. Adapun kondisi kerja yang dialami oleh anak-anak subjek diantaranya anak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang berhubungan dengan proses produksi dan penjualan dimana di tempat pekerja anak ini bekerja memproduksi celana bahan jadi pria dan wanita untuk dipasarkan di luar negeri,

serta anak yang seharusnya bekerja tidak lebih dari 4 jam sehari mengalami pemoloran jam kerja menjadi 11 jam sehari, anak yang seharusnya tidak diperbolehkan bekerja pada malam hari, harus mengalami jam kerja malam jika lembur, adapun upah yang pekerja anak ini terima tidak sesuai dengan ketentuan UMR yang berlaku, serta anak yang seharusnya diberikan jaminan sosial dalam bentuk asuransi kecelakaan dan kesehatan kerja namun pada kenyataannya pabrik tempat anak subjek bekerja tidak memberikan hak-hak tersebut kepada para pekerjanya. 2. Mengapa orang tua melakukan eksploitasi dengan mempekerjakan anak di bawah umur sebagai buruh? Para orang tua mengeksploitasi anak-anak mereka disebabkan oleh faktor ketidaktahuan orang tua tentang Konvensi Anak & Undang- Undang tentang Anak, dimana dalam konvensi ini dikemukakan hak-hak anak diantaranya hak kelangsungan hidup (survival right), hak berkembang (development right), hak memperoleh perlindungan (protection right), serta hak-hak untuk berpartisipasi dalam berbagai kepentingan hidupnya juga undang-undang tentang anak dimana diantaranya pasal 88 disebutkan bahwa: ”Setiap orang yang mengeksploitasi anak dalam bentuk ekonomi maupun seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain akan dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda sebesar Rp. 200.000.000,00. Para orang tua mengakui bahwa memang mereka tidak mengetahui ada peraturan serta konvensi tersebut. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya praktek eksploitasi adalah faktor nilai nilai budaya masyarakat dimana anak merupakan tempat bergantung dihari tua semua subjek mengakui bahwa anak merupakan tempat bergantung satu-satunya bagi mereka kelak, anak memiliki nilai ekonomis tertentu sehingga para orang tua merasa senang dengan bekerjanya anak-anak mereka dimana dengan anak-anak mereka bekerja, berarti para orang tua memiliki pendapatan tambahan, anak menjadi tenaga kerja untuk membantu ekonomi keluarga, dimana orang tua secara sengaja mempekerjakan anak-anak mereka agar dapat membantu ekonomi keluarga, serta faktor kemiskinanlah yang menjadi penyebab para

orang tua ini mempekerjakan anaknya yang masih dibawah umur sebagai buruh pabrik. B.Saran 1. Bagi para orang tua yang memiliki anak dibawah umur namun mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan faktor ekonomi, sebaiknya mengkaji kembali keuntungan serta kerugian jika mereka mempekerjakan anak mereka pada tempat yang memiliki kondisi kerja yang tidak sesuai untuk anak dibawah umur, seharusnya orang tua tidak memaksakan kehendak mereka untuk mempekerjakan anak mereka, meski dalam hal ini mempekerjakan anak merupakan hal yang cukup menguntungkan bagi kelangsungan hidup keluarga, namun para orang tua seharusnya menyadari bahwa dengan mempekerjakan anak-anak mereka, berarti para orang tua telah mengorbankan kebebasan serta hak-hak anak. Bagi pihak pabrik, hendaknya mengkaji ulang peraturan yang ada apakah sudah sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan atau belum sesuai. 2. Bagi masyarakat pada umumnya, hendaknya mereka meningkatkan rasa solidaritas yang tinggi terhadap warga lain di sekitar tempat tinggalnya, dimana masyarakat yang secara ekonomi lebih mampu daripada masyarakat yang lainnya, hendaknya mereka memberikan bantuan baik itu berupa modal usaha maupun dengan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu agar mereka dapat bersekolah. 3. Bagi pemerintah khususnya, hendaknya pemerintah mengkaji ulang peraturan ketenagakerjaan serta mensosialisasikan undang-undang dan konvensi hak-hak anak kepada masyarakat agar pemerintah dapat menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam hal ini pihak yang menyebabkan terjadinya praktek eksploitasi, baik itu orang tua maupun pihak-pihak lain seperti pihak pabrik yang mempekerjakan anak dibawah umur. 4. Bagi penelitian selanjutnya agar lebih dapat menggali lebih jauh lagi mengenai eksploitasi anak baik itu oleh pihak orang tua maupun oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab, penelitian selanjutnya diharapkan lebih dapat mengembangkan penelitian yang sifatnya menyeluruh misalnya mencari faktor penyebab lain yang menyebabkan terjadinya praktek eksploitasi anak. Serta menambahkan referensi-referensi lain yang tentunya dapat

bermanfaat dalam melakukan tentang eksploitasi anak ini.

penelitian

DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A.C.2002. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : PT. Raja Orifindo Perkasa. Anoraga, P.2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Bagong, S.1999. Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar di Jawa Timur. Surabaya: Universitas Airlangga Press. Bellamy, C.1997. Laporan Situasi Anak di Dunia. Jakarta: Unicef. Davies, D.1999. Child Development: a Practioner’s guide. New York: The Guilford Press. Glasser, P., & Navarre, E. 1979. Structural Problems Of The One Parent Family. Minessota: Burgess Publishing Company. Hariadi, S. S. 1999. Anak Jalanan di Jawa Timur dan Upaya Penanganannya. Surabaya: Airlangga University Press. Haryadi, D., Tjandraningsih, I.1995. Buruh Anak & Dinamika Industri Kecil. Bandung: Yayasan Akatiga. Http://www. Wanita Jim. Org.my/Ceramah/Diskriminasi_Eksploi tasi Wanita_enc.Pdf. Tanggal Akses : 25 April 2005 Http://www. Freelist. Org/Archives/List_Indonesia/032005/msg01078.Html. Tanggal Akses : 25 April 2007. Hurlock, E. B.1980. Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentan Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Airlangga. Ikawati, dkk.2002. Penelitian Tentang Profil Eksploitasi Anak Di Wilayah Pelayanan Kesejahteraan Sosial: Yogyakarta. Irwanto, dkk.1999. Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia: Analisis Situasi. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. Jakarta:Unika Atmajaya. Irwanto., Pardoen, S. R.1994. Pekerja Anak: Beberapa Permasalahan Dasar, Warta Demografi No. 4, 20-25. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI. Karundeng, V. K. 2005. Sosialisasi Penyadaran Isu Traficking. Http://www. Freelist.Org/Archives/List_Indonesia/03

-2005/msg01078.Html. Tanggal Akses : 5 Mei 2007 Kartonegoro, S. 1997. Penduduk, Angkatan Kerja dan Kesempatan Kerja Trend Global Menuju Abad 21. Jakarta: CV. Intermedia. Kumpulan Perundangan Perlindungan Hak Asasi Anak.2006. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Manurung, D. 1998. Keadaan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pekerja Anak di Indonesia (Analisis Data Sakernas 1994). Jakarta: CV. Intermedia. Martin, C., A. K. Colbert. 1997. Parenting a Life Span Perspective. New York: Mc. Grow Hill Companies. Moleong, L.J.2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nachrowi, N. D.1996. Pekerja Anak di Indonesia: Akar Masalah dan Solusinya. Tidak di Publikasikan. Nachrowi, N. D., Muhidin, S. A., Beni., R. 1997. Masalah Pekerja Anak dalam Perekonomian Global. Jakarta: Fak. Ekonomi UI. Papalia, D. E., Sally, Wenkos, Olds., Ruth, D.F.2002. Child’s World: Infancy True Adolesscence. New York:Mc. Grow Hill. Pohan, M.I.1986. Masalah anak & Anak Bermasalah. Jakarta: CV.Intermedia. Poerwandari, E. K. 1998. Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fak. Psikologi UI. Pratiwi, R.2000. Survey Pekerja Anak: Pustaka Indonesia. Putranto, P.1995. Berbagai Upaya Penanggulangan Anak. Tidak di Publikasikan. Robinson, Paul. W., Newby, T.J., Hill, Robert. D.1992. Tingkah Laku Negatif Anak. Jakarta: Arcan. Sanie, S. Y.R., Agustian, M.2000. Potret Anak Jalanan Perempuan. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Unika Atmajaya. Sharma, dkk. 1989. Masalah-masalah Pekerja Anak, di Tinjau dari Sudut Ekonomi,

Sosial, Budaya, dan Hukum. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Seifert., K. R. J., Hoffnung.1997. Child and Addolesscence Development. New York: Mc. Grow Hill. Soeratno, 1987. Metodologi Riset Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka. Suharto,K.2005.Eksploitasi Terhadap Anak & Wanita. Jakarta: CV. Intermedia. Sunarno, N., Jahja, R. 2000. Manajemen Kasus bagi Pekerja Anak. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Unika Atmajaya. Sunartyo, N.2006. Membentuk Kecerdasan Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Thamrin, J. 1996. Dehumanisasi Anak Marjinal (Berbagai Pengalaman Pemberdayaan). Bandung: Yayasan Akatiga. Tim Prima Pena Gitamedia Press.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Tim Prima Pena Gitamedia Press. Tjandraningsih, I.1995. Pemberdayaan Pekerja Anak. Bandung: Yayasan Akatiga. Usman, H.2002. Pendidikan dan Pekerja Anak. Warta Demografi. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI. Usman, H., Nachrowi, N.2004. Pekerja Anak di Indonesia (Kondisi, Determinan & Eksploitasi). Jakarta: Grasindo. Watson, R. I.1960. Psychology of The Child: Personal, Social, and Disturbed Child Development. New York: Jhon Willey, Inc. White & Tjandraningsih. I.1998. Child Workers in Indonesia: Bandung: Yayasan Akatiga. Wirawan, H.1997. Psikologi Sosial. Jakarta: Universitas Airlangga.