JURNAL STUDI TENTANG PUTUSAN PENGADILAN KASASI ITALIA ATAS

Download IMMUNITY NEGARA JERMAN DARI SUDUT PANDANG. HUKUM INTERNASIONAL. JURNAL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat- Syarat...

0 downloads 360 Views 467KB Size
JURNAL STUDI TENTANG PUTUSAN PENGADILAN KASASI ITALIA ATAS GUGATAN LUIGI FERRINI TERHADAP SOVEREIGN IMMUNITY NEGARA JERMAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM INTERNASIONAL JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh: DWIKA RINDANG PASASARI NIM. 0810110022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2013

STUDI TENTANG PUTUSAN PENGADILAN KASASI ITALIA ATAS GUGATAN LUIGI FERRINI TERHADAP SOVEREIGN IMMUNITY NEGARA JERMAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM INTERNASIONAL Dwika Rindang Pasasari Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya ABSTRAK Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai Putusan Pengadilan Kasasi Italia atas Gugatan Luigi Ferrini terhadap Sovereign Immunity Negara Jerman dari sudut pandang Hukum Internasional. Hal ini dilatarbelakangi dengan Negara Italia yang pada tahun 2004 menjatuhkan hukuman bersalah kepada Jerman untuk mengganti biaya rugi kepada Luigi Ferrini, salah seorang warga Italia yang sejak tahun 1944 diculik dan dijadikan sebagai pekerja paksa kepada salah satu perusahaan Jerman hingga tahun 1945. Putusan tersebut menuai protes dari negara- negara lain, karena Pengadilan Tingkat Kasasi tersebut dianggap telah menentang ketentuan dari Hukum Kebiasaan Internasional, yakni setiap negara yang berdaulat memiliki kekebalan akan adanya tuntutan yang diajukan oleh warga sipil di Pengadilan Negara lain. Dalam upaya mengetahui apakah individu sebagai warga negara dapat mengajukan gugatan terhadap suatu Negara yang memiliki Sovereign Immunity yang tidak dapat diganggu gugat berikut dasar pertimbangan Hukum dari Keputusan Hakim Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia yang menjatuhkan putusan dakwa bahwa negara Jerman bersalah dan bertanggung jawab atas gugatan tersebut, maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis normatif, menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah- kaidah atau norma- norma dalam hukum positif. Kemudian, seluruh data yang ada dianalisis secara deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa berdasarkan ketentuan Hukum Internasional, Individu sebagai Warga Negara tidak dapat mengajukan terhadap suatu Negara yang memiliki Sovereign Immunity. Kemudian dasar pertimbangan hukum dari Keputusan Hakim Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia tidak dibenarkan oleh Hukum Internasional. Menyikapi fakta- fakta tersebut di atas, maka perlu kiranya kejelasan Hukum Internasional yang mengatur Kedaulatan Negara sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap Kedaulatan Negara yang merupakan Hukum Kebiasaan Internasional yang telah diterima masyarakat. Kata Kunci: Sovereign Immunity, Pengadilan Tingkat Kasasi Italia, Hukum Internasional

Abstract This bachelor thesis deals with case which Italian Cassation Court sentenced Federal Republic of Germany over pleading brought by Luigi Ferrini, an Italian citizen against Republic of Germany which according to International Customary Law has its Sovereign Immunity as a State, towards every claims that deliver to it. It is motivated by the Italian State in 2004 sentenced guilty to Germany to reimburse the loss of Luigi Ferrini, an Italian resident who since 1944 was kidnapped and deported as forced labor to company which belongs to Federal Republic of Germany by the year 1945. Decision has drawn protests from other countries, because the Court of Appeal shall be deemed to have opposed the provisions of Customary International Law, that every sovereign nation has the immunity would a lawsuit filed by a civilian court in another State. In an effort to determine whether the individual as a citizen to claim against a State that has a Sovereign Immunity following inviolable basis of the Decree Law Judge of the Court of Cassation in Italy the verdict that the German defendants guilty and responsible for the lawsuit, the approach used is normative, the truth based on the logic of the normative legal scholarship that focuses on reviewing the implementation of the rules or norms of positive law. Then, all data were analyzed by descriptive analysis. Based on the results of the study, the authors obtained answers to the problems that exist, that under the provisions of international law, individuals as citizens can not file for a State that has Sovereign Immunity. Then the legal basis of the Judgment of the Court of Cassation in Italy was not justified by international law. Responding to the facts mentioned above, is essential to the clarity of international law governing State Sovereignty in an effort to minimize the occurrence of violations of the sovereignty of the State which is the customary international law that has been accepted by society. Keywords: Sovereign Immunity, Italian Cassation Court , International Law

A. Pendahuluan Dalam putusan hakim yang ditetapkan pengadilan, Pengadilan Arezzo menolak klaim (penghakiman 3 Nopember 2000), dengan alasan bahwa Luigi Ferrini tidak memiliki yurisdiksi karena Jerman telah bertindak dalam menjalankan kekuasaan kedaulatannya dan dilindungi oleh Hukum Kebiasaan Internasional yang menyebutkan bahwa setiap negara memiliki kekebalan hukum. Karena sebuah Negara memiliki Sovereign Immunity telah diakui sebagai sebuah Hukum Kebiasaan Internasional yang juga menjadi sumber hukum dari negara- negara yang berdaulat sebagai Subyek Internasional. Hal tersebut juga ditegaskan lagi di dalam Konvensi PBB mengenai Konvensi Kekebalan Kedaulatan Negara dan Properti Negara (Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property, 2004).1 Atas putusan tersebut, Luigi Ferrini mengajukan banding di Para Corte di Appello di Firenze (Pengadilan Tingkat Banding di Florence). Pengadilan Tingkat Banding di Florence menolak banding yang diajukan oleh Ferrini (penghakiman 16 November 2001/14 Januari 2002). Pengadilan tingkat banding ini menekankan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Arezzo, yang menyebutkan bahwa klaim oleh pemohon tidak mencukupi atas pelanggaran dalam hukum hak asasi manusia. 2 Kemudian Luigi Ferrini mengajukan kasasi terhadap gugatannya tersebut ke Para Corte di Cassazione (Pengadilan Tingkat Banding di Florence). Para Corte di Cassazione berangkat dari dasar-dasar dimana dua pengadilan yang lebih rendah yakni Pengadilan daerah dan pengadilan tingkat banding yang telah memberikan keputusan mereka. Tidak perlu untuk mencerminkan secara penuh pengamatan dari Corte di Cassazione. Para Corte di Cassazion menggaris bawahi mengenai gravitasi dari kejahatan deportasi dilarang menurut Hukum Humaniter Internasional. Kemudian ditegaskan kekhususan dari Kasus Ferrini bertentangan dengan kasus McElhinney diputuskan oleh European Court of Human Right 1

3

yang

Pasal 5 State Immunity, Part II General Principles, United Nations Convention On Jurisdictional Immunities of States and Their Property, 2004 2 http://www.icj-cij.org/docket/files/143/16644.pdf 3 McElhinney v. Ireland, appplication No. 31253/96, 21 November 2001.

berkaitan pada tanah milik negara Italia. Selanjutnya, Corte di Cassazione mengacu pada perkembangan di Amerika Serikat di mana Undang- undang Amerika Serikat, yakni US Foreign Sovereign Immunities Act diubah dengan penambahan Undang Undang Terorisme dan Anti-Hukuman Mati Efektif 1972.4 Terakhir, Pengadilan Tingkat Kasasi berpendapat bahwa jika para pemimpin yang menduduki posisi tinggi dalam suatu Negara pemerintah dapat diberi dakwaan telah melakukan kejahatan berat, tidak ada alasan untuk menghalangi para korban dari membawa gugatan perdata terhadap Negara yang bertanggung jawab. Sedangkan berdasarkan Hukum Kebiasaan Internasional yang telah diakui oleh negara- negara, yakni Konvensi Eropa Mengenai Imunitas Negara tahun 1972 (European Convention on State Immunity 1972), suatu Negara memiliki kekebalan atau imunitas yang tidak dapat diganggu gugat di pengadilan setempat berdasarkan kegiatan pemerintah yang dilakukannya, oleh suatu individu atau perorangan dari negara lain. 5 Konvensi tersebut telah diadopsi oleh

negara-

negara

di

Eropa,

termasuk

negara-

negara

yang

menandatanganinya, seperti Austria, Belgia, Cyprus, Jerman, Belanda, Luxemburg, Portugal, Swiss dan Inggris. Di samping dengan adanya Konvensi Eropa Mengenai Imunitas Negara tahun 1972, Hukum Kebiasaan Internasional mengenai Sovereign Immunity juga terbentuk sejak adanya Putusan Pengadilan dari Amerika Serikat. Pengadilan- pengadilan di Amerika Serikat merupakan pengadilan pertama yang merumuskan doktrin Imunitas Mutlak. Keputusan hakim Marshall dalam perkara The Schooner Exchange melawan Mc. Faddon pada tahun 1812 telah berulangkali dijadikan acuan sebagai sikap yudisial mengenai doktrin imunitas mutlak. Dalam perkara tersebut Hakim Marshall antara lain menyatakan bahwa6: ''The Jurisdiction of the nation within its own territory is necessarily exclusive and absolute. It is susceptible of no limitation not imposed by itself. 4

United States Foreign Sovereign Immunities Act 1972 Pasal 31 Konvensi Eropa Mengenai Imunitas Negara tahun 1972 (European Convention on State Immunity 1972) 6 Teks dikutip dari L.C. Green, Interntional Law Through The Cases, Fourth Edition Toronto, The Crswell Company Limited, 178, hlm. 237-238 5

Any restriction upon it, deriving validity an external source, would imply a dimunation of its sovereignty to the extent of the restriction, and an investment of that sovereignty to the same extent in that power which could impose such restriction.''

Disebutkan dalam hasil putusan pengadilan tersebut bahwa yurisdiksi sebuah negara dalam wilayahnya adalah absolut dan eksklusif, tetapi ini tidak berlaku terhadap kedaulatan asing yang ada di wilayahnya. Kemudian kekebalan tersebut berlaku bagi kepala Negara asing, perwakilan diplomatik dan barang- barang mereka, serta kekebalan tersebut tidak berlaku bagi barangbrang pribadi (private properties), perorangan yang berada dalam wilayah suatu negara untuk tujuan bisnis dan urusan pribadi lainnya, juga terhadap kapal dagang (merchant vessel) yang memasuki wilayah sebuah negara untuk urusan perdagangan. Selain dari Hukum Kebiasaan Internasional yang menguatkan posisi Negara Jerman yang memiliki kekebalan hukum sebagai sebuah negara, Sebuah perjanjian 1961 bilateral antara Italia dan Jerman sudah disepakati oleh Negara Jerman dan Italia untuk menyelesaikan pertanyaan umum mengenai kompensasi bagi para korban rezim Nazi. Kesepakatan tersebut merupakan perjanjian serupa yang dibuat oleh Jerman dengan Negara Barat lainnya. Namun perjanjian tersebut telah dianggap oleh Pemerintah Italia tidak termasuk sebagai partisipasi Italia dalam negosiasi lebih lanjut pada subjek.7 Jika pandangan ini benar, kedaulatan yang bertentangan dengan Hukum Internasional bisa dikatakan bahwa paham kedaulatan demikian pada hakikatnya merupakan penyangkalan terhadap Hukum Internasional sebagai suatu sistem hukum yang mengikat bagi negara dalam hubungannya satu sama lain. Sehingga perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai Putusan Pengadilan Italia tersebut yang telah melanggar prinsip dari Hukum Internasional. Merasa dirugikan, Jerman mengajukan banding atas keputusan itu, atas dasar imunitas negara, dan dengan alasan bahwa putusan pengadilan pertama 7

1961 Agreements (Perjanjian Bilateral antara Negara Jerman dan Italia)

tidak harus dikesampingkan. Hal ini mengungkapkan kesalahpahaman atas dasar dari Hukum Internasional. Interpretasi yang keliru akan pelanggaran hakhak asasi manusia berdasarkan Hukum Internasional harus diperbaiki melalui proses nasional. Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia, dalam hal apapun, tidak menunjukkan kepatuhan tentang adanya prosedur internasional. Dalam gugatan yang diajukan oleh Jerman pada 22 Desember 2008 ke Mahkamah Internasional (ICJ), Jerman menegaskan bahwa Italia, melalui praktek hukumnya, "dilanggar ... kewajibannya terhadap Jerman di bawah hukum internasional. "Jerman berpendapat bahwa sejak tahun 2004" badan peradilan Italia telah berulang kali mengabaikan kekebalan yurisdiksi dari Jerman sebagai negara berdaulat. " gugatan ini mengikuti penilaian dari Corte di Cassazione8 pada 11 Maret 2004 di kasus Ferrini dimana pengadilan Italia menyatakan bahwa Italia mengadakan yurisdiksi sehubungan dengan klaim yang dibawa oleh seseorang yang telah dideportasi ke Jerman selama Perang Dunia II. Atas dasar pertimbangan itu, Jerman menegaskan bahwa "banyak proses lain" itu terpicu untuk melawannya di pengadilan Italia oleh orang-orang yang juga mengalami cedera sebagai akibat dari Perang Dunia II. Dalam gugatannya, Jerman meminta ICJ untuk menyatakan bahwa "Negara Italia harus mengambil semua langkah untuk memastikan bahwa pengadilan Italia untuk selanjutnya tidak melakukan tindakan hukum melawan Jerman lagi" dengan memungkinkan klaim sipil atas dasar pelanggaran hukum kemanusiaan internasional dengan Reich Jerman selama Perang Dunia II. Penyelesaian sengketa internasional secara damai bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui negosiasi, penyelidikan, jasajasa baik, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian sengketa menurut hukum, melalui badan- badan regional, dan cara- cara damai lainnya. Berkaitan dengan kasus Luii Ferrini v. Germany, negara Jerman dan negara Italia telah menandatangani dan menyepakati sebuah perjanjian bilateral, yang merupakan 8

Corte de Cassazione merupakan pengadilan tingkat kasasi di Italia

bentuk penyelesaian sengketa secara damai dari Jerman terhadap Italia, dengan cara Jerman mengganti kerugian atas dampak yang diakibatkan oleh Jerman dan sekutunya selama Perang Dunia kedua terhadap. 9 Dalam kasus Oil Platform, proposisi ini adalah baru dikonfirmasi. 10 Dalam hal apapun, sejak pengiriman penghakiman Ferrini oleh Corte di Cassazione, Jerman telah melakukan kontak yang tetap dengan pihak yang berwenang di Italia, dan menghimbau mereka untuk memastikan bahwa jalan salah yang diikuti oleh pengadilan Italia agar dihentikan. Bertentangan dengan hal tersebut, berdasarkan Pasal 10 (1) Hukum Konstitusi negara Italia, Hakim Italia adalah independen dan tidak tunduk pada instruksi yang diberikan untuk mereka beserta dengan pemerintah mereka. Meskipun demikian, Italia sebagai negara berdaulat dan merupakan subyek dari Hukum Intrenasional secara keseluruhan harus mematuhi kaidah- kaidah dan peraturan- peraturan Hukum Intrenasional apapun pertimbangan dari hukum Nasional mereka. Kemudian komentar dari ILC (International Law Commission) pada Pasal 4(1)

menjelaskan

penyelenggaraan

bahwa

hukum,

setiap

negara

sedemikian

cara

untuk

mematuhi

seluruh

agar

pelanggaran

hukum

internasional yang merugikan negara lain tidak akan terjadi11, mengingat bahwa kekebalan imunitas suatu negara atau biasa disebut dengan Sovereign Immunity tersebut menjadi Hukum Kebiasaan Internasional, yang setelah sebelumnya telah didukung dari konstitusi negara- negara di dunia seperti Belgia, Denmark, Vatikan, Islandia, Irlandia, Italia, Malaysia, Nigeria, Norwegia, Spanyol, Sri Langka, Swedia, dan Singapura. Sovereign Immunity tersebut juga didukung oleh Negara- negara Common Law seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia melalui Foreign Sovereign Immunities Act 1976 (FSIA) yang dimiliki oleh Amerika Serikat, State Immunity Act 1978 ( SIA) yang dimiliki oleh Inggris, serta Foreign States Immunities Act 1985 yang 9

Pasal 33 Piagam PBB, United Nations Charter ICJ Reports 2003, p. 161, 210, para. 10; The Statute of the International Court of Justice. A Commentary (Oxford 2006), p. 649, margin note 115; Anne Peters, ‘International Dispute Settlement: A Network of Cooperational Duties’,14, (2003) EJIL 1, at 14. 11 James Crawford, The International Law Commission’s Articles on State Responsibility (Cambridge 2002), p. 95, para. 6. 10

dimiliki oleh Australia. B. Rumusan Masalah 1. Menurut Ketentuan Hukum Internasional Apakah individu sebagai Warga Negara dapat mengajukan gugatan terhadap suatu Negara yang memiliki hak kekebalan hukum (Sovereign Immunity) yang tidak dapat diganggu gugat? 2. Apakah dasar pertimbangan Hukum dari Keputusan Hakim Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia yang menjatuhkan putusan dakwa bahwa negara Jerman bersalah dan bertanggung jawab atas gugatan Warga Negara Italia dibenarkan oleh Ketentuan Hukum Internasional?

C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yaitu prosedur penelitian ilmiah dalam menemukan kebenaran brdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. 12 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang- undangan (state approach) dengan meneliti berbagai ketentuan hukum positif dan pendekatan kasus (case approach) tentang Hasil putusan pengadilan Italia yang memperbolehkan individu yakni Luigi Ferrini yang menggugat Negara Jerman yang berdasarkan Hukum Internasional mempunyai kekebalan hukum sebagai suatu negara yang berdaulat, serta dari sudut pandang hukum yang berkaitan dengan obyek kajian.

12

JohnNy Ibrahim,Teori & Metodol ogi Penelitian Revi si),Malang, Bayumedia Publishing, 2006, hal 57 & 295

Hukum

Normatif (Edisi

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Menurut Ketentuan Hukum Internasional Individu sebagai Warga Negara tidak dapat mengajukan gugatan terhadap suatu Negara yang memiliki hak kekebalan hukum (Sovereign Immunity) yang tidak dapat diganggu gugat 2. Dasar Pertimbangan Hukum dari Keputusan Hakim Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia yang menjatuhkan putusan dakwa bahwa negara Jerman bersalah dan bertanggung jawab atas gugatan Warga Negara Italia tidak dibenarkan oleh Ketentuan Hukum Internasional.

E. PENUTUP 1. Kesimpulan Kesimpulan dari skripsi di atas sebagai berikut : a. Imunitas negara di depan forum pengadilan nasional negara asing merupakan hak yang fundamental bagi setiap negara yang berdaulat. Hal ini merupakan implementasi dari prinsip persamaan kedaulatan dan non intervensi dalam hukum internasional. Sehingga individu sebagai warga negara tdak dapat mengajukan gugatan terhadap suatu negara yang telah jelas berdasarkan Hukum Internasional telah memiliki hak kekebalan hukum (Sovereign Immunity) yang tidak dapat diganggu gugat. b. Dasar pertimbangan hukum dari Putusan Pengadilan Tingkat Kasasi di Italia yang menjatuhkan putusan dakwa bahwa negara Jerman bersalah dan bertanggung jawab atas gugatan warga negara Italia tdak dibenarkan oleh ketentuan Hukum Internasional. Karena putusan tersebut melegalkan penyitaan terhadap aset Jerman, dimana Jerman telah membayar ganti kerugian terhadap korban Perang Dunia Kedua terhadap Italia, yang telah dtandatangan Italia dalam perjanjian Bilateral Ngera Jerman dan Italia pada tahun 1961. Selain itu Negara juga memiliki kekebalan hukum yang tidak dapat digugat oleh Pengadilan Asing

berdasarkan hukum nasional negara asing tersebut. Saran Keberadaan norma hierarki sangatlah penting dalam hukum internasional. Pengakuan adanya jus cogens, peremptory norm membutuhkan kejelasan lebih lanjut dalam hukum internasional. Masih banyak putusan pengadilan nasional yang tidak mengakui adanya efek hukum terhadap imnitas kedaultan meskippun suatu negara melakukan pelanggaran jus cogens seperti pelanggaran HAM yang berat. Dengan demikian menurut peneliti sangat dibutuhkan suatu proses yang terkadang cukup panjang dalam hukum internasional untuk terjadinya suatu perubahan. Saat ini perubahan itu sudah dimulai meskipun belum dapat diterima sepenuhnya oleh seluruh masyarakat internasional. Perubahan yang dimaksud antara lain; a. Keberadaan pasal12 Konvesi tentang imunitas negara 2004; b. Keberadaan pasal 40 dan 41 draft articles Konvensi tentang tanggung jawab negara yang mewajibkan negara untu tidak mengakui tindakan yang lahir dari pelanggaran terhadap norma jus cogens c. Adanya amandemen yang dilakukan beberapa negara dalam undangundang tentang imunitas negara asing di depan pengadilan nasional mereka yang tidak memberikan imunitas ketika negara asing itu melakukkan pelanggaran ijus cogens seperti pelanggran HAM yang berat d. Adanya

putusan

beberapa

pengadilam

nasional

yang

tidak

memberikan imunitas pada negara asing dalam kasus pelanggaran HAM yang berat.

DAFTAR PUSTAKA General Principles, United Nations Convention On Jurisdictional Immunities of States and Their Property, 2004 http://www.icj-cij.org/docket/files/143/16644.pdf McElhinney v. Ireland, appplication No. 31253/96, 21 November 2001. United States Foreign Sovereign Immunities Act 1972 Pasal 31 Konvensi Eropa Mengenai Imunitas Negara tahun 1972 (European Convention on State Immunity 1972) Teks dikutip dari L.C. Green, Interntional Law Through The Cases, Fourth Edition Toronto, The Crswell Company Limited, 178, hlm. 237-238 1961 Agreements (Perjanjian Bilateral antara Negara Jerman dan Italia) Corte de Cassazione merupakan pengadilan tingkat kasasi di Italia Pasal 33 Piagam PBB, United Nations Charter ICJ Reports 2003, p. 161, 210, para. 10; The Statute of the International Court of Justice. A Commentary (Oxford 2006), p. 649, margin note 115; Anne Peters, ‘International Dispute Settlement: A Network of Cooperational Duties’,14, (2003) EJIL 1, at 14. James Crawford, The International Law Commission’s Articles on State Responsibility (Cambridge 2002), p. 95, para. 6. Johnny Ibrahim,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Revi si),Malang, Bayumedia Publishing, 2006, hal 57 & 295

Normatif

(Edisi