KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH

KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor ) Oleh : HAERUL ANWAR...

8 downloads 793 Views 589KB Size
KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor )

Oleh : HAERUL ANWAR NIM: 204044103037

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430H/ 2009M

KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor ) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: HAERUL ANWAR NIM: 204044103037

Dibawah Bimbingan Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Noryamin Aini, MA Nip: 150 247 330

Sri Hidayati, M.Ag. Nip: 150 282 403

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430H/2OO9M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH( Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor ) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Syakshiyyah (Peradilan Agama) Jakarta, 4 Maret 2009 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN 1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA (..............................) NIP: 130 789 745 2. Sekertaris : Drs. Ahmad Yani, MA (..............................) NIP: 150 269 678 3. Pembimbing I : Drs. Noryamin Aini, MA (..............................) NIP: 150 247 330 4. Pembimbing II : Sri Hidayati, M.Ag. (................... ...........) NIP: 150 282 403

5. Penguji I : Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM(..............................) NIP. 150 210 422 6. Penguji II

: Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA (..............................) NIP: 130 789 745

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima hukuman dan sanksi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Februari 2009

Haerul Anwar

KATA PENGANTAR

 ‫  ا ا   ا‬ Assalamu’alaikum Wr. Wb. Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayat-Nya yang senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Revolusioner Besar junjungan Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seru sekalian alam. Kini tiba saat dinanti-nantikan, sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan perjuangan, walau dengan yang tertatih-tatih dan melelahkan akhirnya penulis mampu menyelesaikan studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dalam hal ini tidak terlepas dari sifat manusia yaitu tempatnya salah dan lupa. Selanjutnya penulis ingin sekali mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., M.M. dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembantu Dekan I, II, dan III yang telah membimbing dan memberikan ilmu serta waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau.

2. Bapak Drs.H.A. Basiq Djalil, SH. MA. Ketua Program Studi Al-Ahwâl AlSyakhsiyyah fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Bapak Kamarusdiana S. Ag, MH. Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis. 4. Bapak Drs. Noryamin Aini, MA. Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik 5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis. 6. Seluruh Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, serta kepada karyawan dan Staf Perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Yang sangat teristimewa dan sangat penulis cintai orangtuaku yang setia dan sabar memberikan motivasi dan doa yang tak henti-hentinya, karena kalianlah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima Kasih atas cinta dan kasih sayangnya dan segala bimbingan baik moril maupun materil 8. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada adik abang yang sabar mau membantu proses penghitungan data kualitatif, yaitu Sari Wahyuni Nasution. 9. Kepada Ibu Dra.Budi Purwantini MH. Dan Dra. Istianah MH. Hakim Pengadilan Agama Bogor yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk Sahabat-sahabatku (Soria Adi, Akhmad Nurkholis, Saipul Hadi, Katiran, Melqy, Ion, Daulay, Beni Ferez, Eko Julianto, Endu, Martua Pulungan, Ranto Hasibuan dan Azwar Nasution) terima kasih atas doa dan bantuan kalian semua. 11. Rekan-rekan SAS Non-Regular angkatan 2004, semoga kalian semua selalu dalam kesuksesan. 12. Untuk teman-teman UMC (Uin Motor Club), Emir faisal, Iman Hendri, Bogel dan Ote terima kasih sudah memberi semangat dan dorongan terhadap penulis Kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga terselesaikan skripsi ini, hanya ucapkan terima kasih yang penulis haturkan. Semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah SWT. Dan memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda (Amin). Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan pembaca umum.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta : 20 Februari 2009 M Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................

i

DAFTAR ISI ......................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ..............................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

xii

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah.................................................................

1

B.

Batasan dan Perumusan Masalah....................................................

5

C.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................

6

D.

Metode Penelitian...........................................................................

7

E.

Review Studi Terdahulu.................................................................

10

F.

Sistematika Penulisan......................................................................

12

BAB II

KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM

A.

Pengertian Kafaah..........................................................................

13

B.

Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah ...........................................

23

C.

Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan........................

27

D.

Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab........................................

29

BAB III A.

GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG Letak Geografis Desa Kemang........................................................

34

B.

Kondisi Demografis Desa Kemang ................................................

35

C.

Kondisi Sosiologi dan Kependudukan ...........................................

37

BAB IV

ANALISIS PENELITIAN

A.

Profil Responden Masyarakat desa Kemang...................................

41

B.

Sejarah Pernikahan Masyarakat Desa Kemang...............................

51

C.

Pemahaman Kafaah Masyarakat Desa Kemang ...........................

53

D.

Signifikasi Kafaah Dalam Pernikahan ..........................................

57

E.

Praktek Kafaah Dalam Pernikahan................................................

64

F.

Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga..............................

68

G.

Analisis Data....................................................................................

91

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan.....................................................................................

95

B.

Saran-saran......................................................................................

96

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

97

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab ………….

33

Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha)..................

34

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Umur .................................................

35

Tabel 3.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin..................................................

36

Tabel 3.4 Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan..................................

37

Tabel 3.5 Jumlah Pemeluk Agama di Desa Kemang.....................................

38

Tabel 3.6 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang.................................

38

Tabel 3.7 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang..................................

39

Tabel 3.8 Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan............................

39

Tabel 3.9 Prasarana Keamanan di Desa Kemang...........................................

40

Tabel 4.1 Responden Menurut Usia................................................................

41

Tabel 4.2 Responden Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan Terakhir.........

42

Tabel 4.3 Responden Menurut Status Perkawinan.........................................

42

Tabel 4.4 Responden Menurut Asal Daerah...................................................

43

Tabel 4.5 Responde Menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang......................

43

Tabel 4.6 Responden Menurut Lamanya bermukim......................................

44

Tabel 4.7 Responden Menurut Status Bekerja................................................

45

Tabel 4.8 Responden Menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri.....................

46

Tabel 4.9 Responden Menurut Jabatan tetap..................................................

47

Tabel 4.10 Responden Menurut Pekerjaan Sampingan..................................

48

Tabel 4.11 Responden Menurut Penghasilan Perbulan...................................

49

Tabel 4.12 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ayah Kandung..................

49

Tabel 4.13 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ibu Kandung.....................

50

Tabel 4.14 Status Responden Pada Saat Menikahan, ....................................

51

Tabel 4.15 Responden Menurut Proses Pernikahan Sekarang.......................

52

Tabel 4.16 Responden Menurut Status Administrasi Pernikahan..................

52

Tabel 4.17 Pernah Tidaknya Responden Mendengar Istilah Kafaah............

53

Tabel 4.18 Pemahaman Responden Dengan Istilah Kafaah..........................

54

Tabel 4.19 Sumber Responden Mendapatkan Pengetahuan Kafaah.............

55

Tabel 4.20 Persepsi Responden Tentang Wajib Tidaknya Kafaah Dalam Perkawinan.........................................................................

55

Tabel 4.21 Persepsi Responden Tentang Pernikahan Yang Tidak Sekufu.................................................................................

56

Tabel 4.22 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan Tingkatan Pendidikan Dalam Pernikahan......................................

57

Tabel 4.23 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan Tingkatan Agama Dalam Pernikahan..............................................................

58

Tabel 4.24 Persepsi Responden Tentang Persamaan Ketaqwaan/ Kesalehan Dalam Pernikahan........................................................................

59

Tabel 4.25 Persepsi Responden Tentang Persamaan Suku............................

60

Tabel 4.26 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Status Sosial dalam pernikahan...............................................................

61

Tabel 4.27 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Ekonomi.........

61

Tabel 4.28 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tampilan Wajah..........

62

Tabel 4.29 Persepsi Responden Tentang Perbedaan Latar Belakang Antara Suami Istri...........................................................................

63

Tabel 4.30 Latar Belakang Responden Menurut Tingkat Pendidikan............

64

Tabel 4.31 Latar Belakang pasangan menurut Agama...................................

65

Tabel 4.32 Latar Belakang Ketaqwaan Pasangan...........................................

65

Tabel 4.33 Responden Menurut Latar Belakang Suku...................................

66

Tabel 4.34 Tingkatan Status Sosial Antara Suami atau Istri..........................

66

Tabel 4.35 Latar Belakang Ekonomi Suami dan Istri.....................................

67

Tabel 4.36 Latar Belakang Tampilan Wajah Suami dan Istri.........................

68

Tabel 4.37 Tingkatan Keharmonisan Antra Suami/ Istri.................................

68

Tabel 4.38 Tingkatan Rasa Sayang Terhadap Pasangannya..........................

69

Tabel 4.39 Tingkatan Rasa Cinta Terhadap Pasangannya..............................

70

Tabel 4.40 Tingkatan Suasana Keceriaan Antara Suami dan Istri..................

71

Tabel 4.41 Tingkatan Suasana Kehangatan Antara Suami dan Istri...............

71

Tabel 4.42 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan..................

72

Tabel 4.43 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Agama…....................

73

Tabel 4.44 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tampilan Wajah…........................

74

Tabel 4.45 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut persaman Suku................................................ Tabel 4.6 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang

74

Pendapat Menurut Status Sosial....................................................

75

Tabel 4.47 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan.................................

76

Tabel 4.48 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut Menurut tingkatan Agama..........................................................

77

Tabel 4.49 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut Menurut Persamaan Tampilan Wajah……..................................

77

Tabel 4.50 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut Menurut Persamaan Tingkatan Suku…….....................................

78

Tabel 4.51 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut Menurut persamaan Status Sosial..................................................

79

Tabel 4.52 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan.........................

80

Tabel 4.53 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Agama...............................

80

Tabel 4.54 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan Fisik Menurut Persamaan Tampilan Wajah…….........................

81

Tabel 4.55 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan Fisik Menurut Persamaan Suku....................................................

82

Tabel 4.56 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan Fisik Menurut Persamaan Status Sosial........................................

82

Tabel 4.57 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan..................................

83

Tabel 4.58 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang Menurut Persamaan Agama.........................................................

84

Tabel 4.59 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang Menurut Persamaan Tampilan Wajah……..................................

84

Tabel 4.60 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang Menurut Persamaan Tingkatan Agama........................................

85

Tabel 4.61 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang Menurut Persamaan Status Sosial................................................

86

Tabel 4.62 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan.................................

86

Tabel 4.63 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah Menurut Persamaan Tingkatan Agama.......................................

87

Tabel 4.64 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah Menurut Persamaan Tampilan Wajah……..................................

88

Tabel 4.65 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah Menurut Persamaan Suku............................................................

88

Tabel 4.66 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah Menurut Persamaan Status Sosial................................................

89

Tabel 4.67 Unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan Keluarga Sakinah ......................................................................

90

DAFTAR LAMPIRAN 1.

Surat Pengantar Kesediaan Menjadi Pembimbing

2.

Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Pengadilan Agama Bogor.

3.

Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Kantor Urusan agama (KUA) Kecamatan Kemang.

4.

Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Desa Kemang

5.

Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Bogor.

6.

Hasil Wawancara dengan BP4 KUA Kemang.

7.

Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Desa Kemang.

8.

Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Pengadilan Agama Bogor.

9.

Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemang.

10.

Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari kepala Desa Kemang.

11.

Surat Pernyataan Bahwa Responden yang bersangkutan telah diwawancarai

12.

Sampel Quisioner yang disebar pada masyarakat Desa Kemang yang digunakan sebagai instrumen penelitian kualitatif

13.

Peta Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam, setiap akan memulai perkawinan dianjurkan untuk diadakan pinangan terlebih dahulu. Peminangan ini bertujuan, salah satunya, untuk mengetahui apakah calon suami dan calon istri mempunyai tingkatan keseimbangan atau kafa’ah dalam bahasa Arab. Tinjauan kafaah ini selalu dilakukan agar perkawinan dapat dilakukan secara baik dan dapat lestari. Kebiasaan yang terjadi dalam menilai kafaah ini dalam praktek di masyarakat indonesia sangat relatif, karena dasar dan pedoman peninjauan bukan berdasarkan Hukum Islam. Namun pada prakteknya, dasar pedomannya adalah pertimbangan Hukum adat kebiasaan masyarakat setempat. Sejak jaman dahulu hingga sekarang perkawinan merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu perkawinan, merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Perkawinan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dan luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya maupun dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Adapun hikmah dari perkawinan adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual.1

Perkawinan yang dalam istilah Agama Islam disebut “Nikah” ialah: melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dan wanita untuk

1

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqih Munakahat dan UndangUndang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 48

menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar suka rela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang di ridhoi oleh Allah.2 Sedangkan arti perkawinan itu sendiri menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah “ ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”3 Dafinisi di atas terlihat sangat menghargai dimensi keagamaan untuk misi perkawinan. Namun dengan berkembangnya zaman sekarang ini, nampaknya masih banyak dari kalangan masyarakat kita yang terus mementingkan pada penilaian materi saja dalam menempuh perkawinan. Mereka lupa bahwa ada aspek lain yang tidak dapat dihargai dengan nilai materi. Karena pada umumnya mereka memandang pada aspek yang nyata saja dalam kehidupan ini, maka akhirnya mereka lupa apa makna dan tujuan perkawinan itu. Ada beberapa motivasi yang mendorong seseorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan. Demikian pula dorongan seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Hal yang pokok di antaranya adalah: karena penampilan fisik wanita/ pria, kekayaan, keturunan, agama

2

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II (yogyakarta: Liberty 1986), h.8 3

Ibid. h. 9

dan kesuburan keduanya dalam mengharapkan keturunan, kebangsawanan dan karena keberagaman.4 Pada zaman ini banyak dari kalangan masyarakat yang melupakan aspek rohaniah dalam melakukan perkawinan. Mereka tidak lagi memandang aspek agama dan akhlak sebagai modal utama dalam membina kehidupan rumah tangga. Bahkan di antara mereka ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan berumah tangga hanya dapat dicapai apabila kedua belah pihak mempunyai status yang sama walaupun beda dalam hal keyakinan. Untuk melestarikan kehidupan berumah tangga, ada aspek yang sangat menentukan dan perlu diperhatikan serta dipahami, yaitu aspek yang di dalam ilmu fiqih disebut dengan kafaah. Kafaah sendiri mempunyai arti kesamaan, serasi, seimbang. Sedangkan arti luas yaitu keserasian antara calon suami dan istri, baik dalam agama, ahlak kedudukan, keturunan, pendidikan dan lain-lain. Dalam sebuah hadist diterangkan :

(ُِ‫ وَاْ َ"َ! َُُْْ اَآَْءُ ٍَْ……)رَوَاُ اَْآ‬،ٍَْ ُ‫…اَََْبُ ََُُْ اَآْـَء‬ Artinya : (Bangsa Arab)’Arab, sebahagiannya sekufu bagi sebagian Orang Arab lainnya dan Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya (Riwayatkan oleh hakim) 5 Berdasarkan hadist tersebut suami istri yang sederajat, sepadan atau sebanding dalam perkawinan yaitu laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama kedudukannya, sebanding dengan tingkatan status sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Tidaklah diragukan makna kesebandingan kedudukan antara laki-laki dan perempuan menjaga keutuhan perkawinan

4 5

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.48 Alhafiz Ibn Mujar Asqolani Bulughul al-Maram, (Surabaya:T.tp, Indonsesia, T.th) h .215

Kafaah bisa menjadi faktor kebahagiaan hidup suami istri dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga.6 Mengetahui calon sangat penting

dan bisa dijadikan pertimbangan sebelum

melangsungkan pernikahan. Calon suami istri bisa melihat apakah ada kesekufuan atau tidak di antara mereka, baik sekufu dari segi agama, akhlak, keturunan, kedudukan, pendidikan dan lain-lain. Memang Islam tidak mengenal perbedaan antara manusia dengan manusia lainnya, asalkan mereka Islam dan bertaqwa. Ketentuan itu sudah menjadi ukuran kafaah dalam perkawinan, dengan alasan bahwa setiap muslim itu bersaudara. Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rohmah, Islam menganjurkan akan adanya kafaah atau keseimbangan antara calon suami istri. Tetapi ini bukan sesuatu hal yang mutlaq, melainkan suatu hal yang perlu diperhatikan guna terciptanya tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi. Karena pada prinsipnya Islam memandang sama kedudukan ummat manusia dengan manusia yang lainnya. Para imam mazhab di antaranya, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Hanafi, mereka banyak berbeda pandangan untuk menentukan ukuran kafaah dalam perkawinan. Terdapat perbedaan di antara para Imam Mazhab pada waktu menentukan apa saja yang menjadi ukuran standar kesamaan antara calon suami dan istri. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk penulis teliti faktor-faktor apa yang termasuk kategori kafaah menurut masyarakat Desa Kemang dan apakah kafaah dalam perkawinan dapat membentuk keluarga sakinah. Penulis tertarik untuk mengkaji fenomena tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul : 6

Muhammad Thalib, Terjemah Fiqih sunnah Jilid 7, (Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1987), h. 36

“KAFAAH

DALAM

PERKAWINAN

SEBAGAI

PEMBENTUKAN

KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor) ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya pembahasan mengenai kafaah dalam pernikahan, maka pada pembahasan skripsi ini penulis membatasi hanya menyangkut penerapan prinsip kafaah dalam perkawinan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini adalah : 1). Bagaimana peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah ? 2). Bagaimana pemahaman masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang tentang konsep kafaah dalam pernikahan ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu : 1) Untuk mengetahui peranan kafaah dalam pembentukan keluarga sakinah

2) Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Kemang tentang kafaah dalam perkawinan 2. Kegunaan Penelitian 1) Pengembangan dan pengaktualisasian konsep kafaah dalam konteks hukum perkawinan. 2) Sumbangsih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya mencari pasangan yang sekufu dalam perkawinan. 3) Memberikan gambaran terhadap praktek nikah secara kafaah dalam tarap pelaksanaannya di masyarakat. 4) Kegunaan akademik, untuk memenuhi satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum Islam. D. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik. Studi diawali dengan menelaah bahan pustaka. Hasil telaah pustaka dijadikan sebagai kerangka konsep dan landasan teori dalam operasi penelitian ini. Studi kemudian menjadikan masyarakat sebagai objek penelitian. Untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor seperti dikutip Moleong, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang diamati. 7

7

h.3

Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XVII (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),

Di samping itu, penulis juga menggunakan data kuantitatif, untuk membuktikan serta memperkuat hasil penelitian kualitatif. Data kuantitatif ini penulis memperoleh dari hasil angket yang penulis sebarkan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor. Dalam penelitian, penulis lebih mendahulukan pendekatan kualitatif. 2. Sumber Data Data penelitian ini dua jenis data, yaitu : a. Data Primer Data penelitian ini terutama diperoleh dari hasil wawancara dan survei yang dilakukan oleh penulis terhadap masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor b. Data Skunder Data sekunder yang dalam hal ini bersifat pelengkap diperoleh dari kantor Desa Kemang, Pengadilan Agama Bogor, Kantor Urusan Agama Kemang, buku, majalah, dan koran yang membahas tentang kafa’ah dalam perkawinan. 3. Populasi dan Sempel Populasi studi ini adalah masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor yang telah menikah, penulis memilih responden yang sudah menikah karena responden yang sudah menikah lebih memiliki pengalaman tentang kehidupan berumah tangga dan berusia minimal tujuh belas sampai dengan tujuh puluh tahun sesuai dengan daftar nama yang diperoleh dari kantor Desa Kemang terdaftar sebanyak 9.496 jiwa. Penulis mengalami kendala dalam pencarian daftar orang, dikarenakan data yang diperoleh sudah banyak berubah disebabkan data Desa Kemang belum diperbaharui yang ada data tahun 2007, penulis juga menemukan tidak sedikit

responden yang tidak mengerti atau tidak peduli akan sampel yang disebarkan. Namun pada akhirnya penulis dapat memperoleh 100 responden yang dapat ditemui dengan cara exidentil. Untuk sampel wawancara, penulis menggunakan pertimbangan yang matang guna mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sampel ini ditujukan kepada beberapa pihak yang terkait diantaranya : 1. Dua orang tokoh Agama di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor yaitu H. Hanafi dan H. Dani Raharja 2. Satu orang tokoh masyarakat Desa Kemang yaitu : H. Soma Harja 3. BP4 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kemang yaitu : H. Istikhori. SAg 4. Dua orang hakim Pengadilan Agama (PA) Bogor yaitu : Dra Budi Purwantini MH dan Dra Istianah MH 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik berupa wawancara dan survei. 5. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. 6. Teknik Penulisan

Sedangkan dalam penyusunan secara teknik penulisan semuanya berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. E. Review Studi Terdahulu Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan perpustakaan utama, penulis menemukan sejumlah skripsi yang membahas masalah kafaah. Karena tema-tema skripsi itu terlalu luas, penulis hanya akan mereview skripsi yang secara khusus terkait dengan bahasan skripsi penulis Daftar skripsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Umar, Eksistensi Kafaah Merupakan Upaya Menjaga Kemuliaan Dzat Ahlul Bait. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS). Fakultas Syariah dan Hukum 2004 Skripsi ini membahas tentang kemuliaan Ahlul bait, dari segi pernikahan terhadap wanita-wanita keturunan mulia-Syarifah yang akan dinikahi oleh seorang laki-laki yang bukan dari keturunan Syarif. Dari beberapa pendapat imam mazhab. Hasilnya adalah keturunan mulia Syarifah harus menjaga keturunan Nabi Saw karena silsilah ini merupakan anugrah ilahi yang tidak semua orang dapat memilikinya. 2. Ilyas, Studi Kritis Tentang Konsep Kafaah Dalam Perspektif Liberalisme Hukum Islam, Perbandingan Mazhab Hukum (PMH). Fakultas Syariah dan Hukum 2006 Skripsi ini membahas persepsi mahasiswa JABODETABEK tentang kesamaan agama dalam perkawinan. Hasilnya adalah mahasiswa masih sangat

konservatif dalam menyikapi perbedaan agama dalam perkawinan untuk memilih pasangan 3. Aulia, Ulfah Asep. Kafaah Dalam Perkawinan Menurut Masyarakat Desa Sirna Rasa Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS). Fakultas Syariah dan Hukum 2007 Skripsi ini membahas tradisi masyarakat Desa Sirna Rasa Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor, dalam hal perkawinan yang memiliki kesamaan dengan konsep kafaah. Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas perkawinan dengan fokus kafaah dalam masyarakat Kemang Bogor dan bagaimana masyarakat kemang mengetahui konsep kafaah, serta sejauh mana peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah. Dalam skripsi ini penulis akan mencoba melihat dari aspek sosiologi hukum, yang terdapat dalam masyarakat.

F. Sistematika Penulisan Agar penulis menjadi lebih sistematis, maka tata uraian terbagi menjadi lima bab dengan susunan sebagi berikut :

Bab I

Pendahuluan yang didalamnya berisi latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.

Bab II Menguraikan tentang Tujuan teoritis. Bab ini memuat: Pengertian kafaah, Dasar Hukum Kafaah dalam Perkawinan, dan Pendapat Para Imam Mazhab Tentang Konsep Kafaah. Bab III Memaparkan gambaran umum lokasi penelitian. Bab ini meliputi: Kondisi Umum Desa Kemang, serta kondisi sosiologis dan kependudukan. Bab IV Bab ini berisi tentang: analisis hasil penelitian. Bab ini memuat: Profil responden, Sejarah Perkawinan, Pemahaman masyarakat Desa Kemang tentang kafaah, Signifikasi kafa’ah dalam pernikahan, Praktek kafaah dan Suasana keharmonisan dalam rumah tangga responden. Bab V

Adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab ini, penulis membuat kesimpulan atas masalah yang telah dibahas dan mengemukakan saran-saran sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut.

BAB II KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Kafaah Dari segi etimologi (bahasa) kafaah berasal dari

bahasa Arab

yaitu :

‫آَ&ـَءَة‬-‫ آَ&ـَء‬atau (ِ‫آَ&ـ‬-‫آُ&ـُ"ء‬-‫ آَ&ـُ"ء‬artinya: sama, semacam, sepadan. Jadi kafaah atau sekufu itu artinya sepadan, sejodoh, seimbang sederajat.8 Dalam munawwir kata kafaah disebutkan

kamus

Al-

َُ)ْ‫اَْ)َ*" وَا‬

artinya: yang sama.9 Disebutkan juga dalam Kamus Kontemporer Arab- Indonesia karangan Ahmad Zuhdi Muhdor

‫ آَـَءَة‬،‫ آََء‬،‫ آُـُ"ء‬artinya: sama, persamaan dan kesepadanan.10

Kafaah yang berasal dari bahasa Arab dari kata

&َُ)ْ‫ اَْ)َ*&" وَا‬berarti sama atau

setara, kata ini kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an dalam arti “sama”. Contoh dalam Al-Qur’an surat al-khlash Ayat 4:

+ََ‫ُ آُـُ"ًا أ‬.َ ُْ)َ‫ وََـْ ی‬yang berarti “tidak satupun yang sama dengan-Nya” Kata kufu atau kafaah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki. Sifat kafaah mengandung arti sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut harus ada pada laki-laki yang mengawininya.11

8

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran Al-Qur’an ), h. 378-379 9 Al-Munawwir, Kamus Arab indonesia (Jakarta, Pustaka Progresif, 2002) h. 1221 10

Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab- Indonesia, Cet II ( Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996 ), h.1511 11 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia h.140

Kafaah dalam terminologi hukum Islam ialah mensyaratkan agar seorang suami muslim mesti sederajat, sepadan atau lebih unggul dibandingkan dengan istrinya, meskipun seorang perempuan boleh memilih pasangannya dalam perkawinan. Ini bertujuan agar ia tidak kawin dengan laki-laki yang derajatnya berada dibawahnya. 12 Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafaah ialah kesepadanan di antara calon suami dengan calon istrinya setidak-tidaknya dalam tiga perkara yaitu: 1. Agama (sama-sama Islam), 2. Harta (sama-sama berharta) 3. Kedudukan dalam masyarakat (sama-sama merdeka)13 Pengertian kafaah menurut istilah juga dikemukakan oleh M. Ali Hasan yang mengartikan kafaah sebagai kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon sumi dan istri, agar dihasilkan keserasian hubungan suami istri secara mantap dalam menghindari celaan di dalam masalah-masalah tertentu.14 Di saat laki-laki hendak dipinang seorang gadis, maka keluarganya pertama kali harus menyelidiki status sosial dan hartanya15 Kafaah atau kufu berarti sederajat, sepadan atau sebanding. Yang dimaksud kufu dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkatan sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Jadi, tekanan dalam hal kafaah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah.16

12

Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, (Bandung: Nuansa, 2007), h 83

13

Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta, UI PRESS, 1998), h. 159

14

M. Ali hasan , Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam.( Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 33

15

Zaid Husein Ahmad, Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, (Jakarta, T.tp, 1995), h. 267

16

Slamet Abidin, Fiqih Munakahat 1. (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999) h. 50

Kafaah (persamaan atau derajat) itu adalah hak perempuan dan walinya. Wali tidak bisa memaksa mengawinkan perempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali yang bersangkutan ridha, demikian pula para walinya. Maka si perempuan tidak boleh dikawinkan kecuali atas persetujuan dengan para wali. Apabila perempuan dan walinya sudah ridha maka perkawinannya boleh dilaksanakan. Sebab, persetuju akan menghilangkan halangan untuk kawin.17 Penentuan kafaah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak se-kufu dengannya, dia dapat menolak atau tidak memberikan izin kepada walinya.18 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya sekilas menyebutkan tentang kafaah dalam bab 10 tentang pencegahan perkawinan yaitu pasal pasal 61: Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak se-kufu karena perbedaan Agama atau ikhtilaful al-dien. 19 Oleh karena itu, hendaklah pihak-pihak yang mempunyai hak se-kufu itu menyatakan pendapatnya tentang calon mempelai keduanya. Sebaiknya persetujuan tentang sekufu itu oleh pihak-pihak yang terkait berhak dicatat, sehingga dapat dijadikan alat bukti, seandainya ada para pihak yang akan yang menggugat nanti. 20 Kriteria kafaah masih menjadi bahan perbincangan di kalangan ahli hukum Islam. Namun demikian ada beberapa aspek kafaah yang dianggap mendasar dalam perkawinan diantaranya : 17

Ibid., h. 24-25,

18

Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 140

19

20

Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992) Kamal Muktar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)., h.75

1. Keturunan (Nasab) Dalam menentapkan nasab sebagai kriteria kafaah ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama menempatkan nasab sebagai kriteria dalam kafaah. Dalam pandangan ini orang non Arab tidak setara dengan orang Arab. Ketinggian nasab orang Arab itu menurut mereka karena Nabi sendiri adalah orang Arab. Bahkan di antara sesama orang Arab, kabilah Quraisy lebih utama dibandingkan dengan non Quraisy. Alasannya karena Nabi sendiri orang Quraisy.” 21 Pada masa Nabi masih hidup banyak terjadi perkawinan antar bangsa dan Nabi tidak mempersoalkannya. Di antaranya adalah hadist yang di riwayatkan oleh imam nasa’i bunyinya :

َ3ِ)ْ4َ5 ْ‫ٍ اَن‬7َْ8 ِ9ْ4ِ َ:َ ِ;َ< =‫ وﺱ‬.=? ‫@ ا‬A ‫( أَﻡََ رَﺱ"ل ا‬-٥٣٣٠ ( ْ+َ َْ‫َِ ﻡِْ ) رُوَا ُ أ‬D َََ)ْ4َ< َُEْ"َ‫ٍ ﻡ‬+ْ‫َ ِْ زَی‬:َ‫أُﺱَ ﻡ‬ Artinya :Nabi Muhammad SAW. menyuruh Fatimah binti Qais untuk kawin dengan Usamah bin Zaid, hamba sahaya Nabi, maka Usamah mengawini perempuan itu dengan suruhan Nabi tersebut (Riwayatkan oleh Ahmad).22

Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa wanita Quraisy tidak boleh kawin kecuali dengan laki- laki Quraisy, dan perempuan Arab tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki Arab.23

2. Merdeka 21

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h. 143

22

Imam Nasa’I, Al-Sunan Al-Kubro li Al-Nasa’i, Al-Maktabah Al-Syamilah, (http://. al-islam.com) juz III, h. 266 23

Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat h. 99

Dalam hukum Islam, status budak hanya didapat melalui kelahiran atau tawanan, yaitu apabila seorang non-Muslim yang tidak dilindungi oleh suatu perjanjian atau akte jaminan yang jatuh ke tangan muslim akan dijadikan budak. Sejak semula, perbudakan merupakan hukuman bagi orang yang tidak beriman dan bagi yang tidak mau mengakui otoritas sang pemberi hukum. Perbudakan akan membuat dirinya cacat dalam hal kapasitas hukum, setelah merdeka pun statusnya tetap berbeda dengan perempuan yang merdeka sejak lahir.24 Perbudakan menjadikan perbedaan antara orang yang merdeka dengan seorang budak. Berkenaan dengan perkawinan, tidak sama perempuan yang merdeka dengan laki-laki yang dimerdekakan. Syarat kesederajatan dalam kemerdekaan amat penting bagi kaum muslim.25 Laki-laki yang merdeka sejak dari bapaknya tidak sekufu dengan perempuan yang merdeka sejak dari kakeknya, tetapi lelaki yang merdeka sejak sepertiga generasi adalah sekufu dengan perempuan yang merdeka sejak dari kakeknya, jika bisa membuktikan dan menyebutkan nama bapaknya sekaligus nama kakeknya.26 Begitu juga perempuan yang merdeka sejak dari bapaknya dan perempuan yang dimerdekakan tidak se-kufu dengan pria yang merdeka sejak dari sepertiga generasi.27 3. Beragama Islam

24

Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 87

25

Ibid., h. 88

26

Farhat J. Ziadeh, “Equality (Kafaah) in the Muslim law of Mariage” American Jurnal of Comparative Law, (1957): h. 511 20

H.S.A Alhamdani, Risalah Nikah.( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 21

Waktu keislaman leluhur atau penganutnya menjadi aspek yang dibincangkan dalam kafaah. Orang yang baru memeluk Islam tidak sederajat dengan seorang perempuan yang mempunyai dua-tiga generasi ke atas sudah memeluk Islam. Ini hanya relevan bagi tempat yang Islam sudah ada dalam waktu yang cukup lama. Jika keberadaan Islam datangnya belakang, maka tidak menjadi aib.28 Menurut Farhat J. Ziadeh yang mengutip Saybani mengatakan, orang yang sholeh tidak usah lagi diragukan keimanannya kecuali kalau menemukan ketidak sesuaian dengan keimanannya.29 Maka dapat disimpulkan bahwa seorang laki-laki yang beragama Islam dengan seorang perempuan non muslimah,

maka dapat dikategorikan tidak

sekufu, yaitu tidak sepadan. Allah menerangkan di dalam Al-Qur’an :

⌧☺   ,(-.# /# '()#*+  !"# %&  4(⌧/# "3# '012 (٢٢١ :‫ ای‬/ ‫ة‬HI‫ )ا‬..... 056 7)89%: 0  Artinya :Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu….. (Al-Baqarah : 221) 4. Pekerjaan Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seharihari, khususnya untuk laki-laki. Karena dari sinilah dapat diketahui kesanggupan seorang

lelaki

untuk

membelanjai

istrinya.

Seorang

perempuan

yang

pekerjaannya terhormat, ia tidak kufu dengan laki-laki yang pekerjaannya kasar. Akan tetapi, kalau pekerjaan itu hampir bersamaan tingkat antara satu dengan

28

Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 86-87

29

Farhat J. h. 512

yang lain, ini tidaklah dianggap ada perbedaan. Untuk mengetahui pekerjaan yang terhormat atau kasar, ini dapat diukur dengan kebiasaan setempat. Adakalanya pekerjaan terhormat di satu tempat kemungkinan dipandang tidak terhormat di tempat lain, mereka menganggap ukuran kufu’ menurut pekerjaan adalah berdasarkan hadist di bawah ini 30

ُ‫وَاْ َ"َ! َُُْْ اَآَْء‬........... ‫َلَ رَﺱُ"ْلُ ا‬8 َ ُْ4َ? ُ ‫َ ا‬Mِ‫( ?َْ اِ ِْ ?ُ ََرَﺽ‬-١ (ُِ‫َﻡً )رَوَاُ اَْآ‬Oَ ْ‫ِ)ً اَو‬Pَ *Eِ‫ ا‬،ٍَْ Artinya : Dari ibnu Umar ra, berkata : Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya kecuali tukang bekam. (Riwayatkan oleh hakim) 31 5. Kekayaan Dalam kehidupan di masyarakat manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan kesehariannya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka akan terlihat perbedaan dalam segi harta untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga semakin besar kebutuhan seseorang dapat menunjukkan kekayaannya Kekayaan menjadi ukuran kafaah menurut Ulama Syafi’iyah karena suami yang fakir tidak sama nafkahnya dengan orang kaya. Pendapat ini dikuatkan oleh ulama Hanafiah yang mengatakan tentang kekayaan Sebagai ukuran kafaah, maka yang dianggap sekufu ialah seorang laki-laki yang dianggap sanggup membayar mas kawin dan uang belanja, apabila tidak sanggup membayar mas kawin dan nafkah atau salah satunya maka tidak dianggap sekufu.32

30

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah jilid 2, (Beirut, Dar El Fikri, 1983), h. 131

31

Assaidil Imam Muhammad Bin Ismail Al-Kahlani, Subulussalam juz 3, (Bandung: Dahlan, 1183), h.

128 32

Muhammad Thalib, Terjemah Fiqih Sunnah, h. 22

Hal ini sebagaimana riwayat Imam At-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda :

ُ‫ُ اْ َل‬Tَ ََْ‫ ا‬: َ‫َل‬8 َ*=َ‫ِ وَﺱ‬.=? ‫= ا‬A ‫( ?َْ ﺱَ ُ"ْرَةَ اَن* رَﺱُ"لَ ا‬-١٩٢٤٣ (‫ي‬Y‫ ﻡ‬V‫ْ"َي )روا ا‬HَVّ‫وَاْ)ََمُ ا‬ Artinya :Dari samarah bahwa Rasulullah SAW “berkata kebangsawanan adalah pada kekayaan dan kemuliaan pada takwa (Riwayatkan oleh Tirmizi)”.33 Seorang laki-laki dianggap mampu memberikan nafkah dengan melihat kekayaan ayahnya. Sehingga harta merupakan ukuran kufu’ dikarenakan kalau perempuan yang kaya bila berada di tangan suami yang melarat akan mengalami bahaya. Sebab suami menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan anak-anaknya.34 6. Tidak Cacat Dengan cacatnya suami, istri dapat menuntut fasakh karena dianggap tidak sekufu. Meskipun cacatnya tidak menyebabkan fasakh, tetapi hal itu akan membuat orang tidak senang mendekatinya, seperti buta, terpotong atau rusak anggota tubuhnya. Ulama Hanafiah dan Hanabilah berpendapat cacat fisik tidak dapat dijadikan sebagai ukuran kafaah dalam perkawinan 35 Ibnu Qadamah sebagaimana di kutip oleh Hamdani berpendapat, syarat tidak cacat itu bukan faktor kafaah, karena tidak ada pendapat yang menyatakan bahwa perkawinan akan batal dengan tidak adanya kafaah, tetapi siperempuan serta walinya berhak meminta khiyar (pilihan) untuk meneruskan atau membatalkan perkawinan, karena kerugian akan diterima pihak perempuan, 33

Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, II,

h. 73 34 35

Ibid, h. 48 H. S.A Al Hamdani, Risalah Nikah, h. 104

sehingga wali boleh mencegah apabila seorang perempuan kawin dengan laki-laki yang berpenyakit kusta, supak atau gila.36 Perempuan mempunyai hak untuk menerima atau menolaknya, karena resiko tentu akan dirasakan oleh pihak perempuan. Adapun bagi wali perempuan boleh mencegah untuk kawin denga laki-laki gila, tangannya buntung atau kehilangan jari-jari.37

B. Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah 1. Landasan hukum Konsep kafaah merupakan perwujudan dari kehidupan sosial dalam berinteraksi di masyarakat, ketika akan memilih pasangan untuk dinikahi. Pada dasarnya kafaah sudah diterapkan di masyarakat namun dalam kafaah tidak diatur secara jelas mengenai batasan dan ukuran ke-sekufuan seseorang. Namun demikian, kafaah tetap menjadi bahan pertimbangan, sebab perkawinan merupakan penggabungan dua keluarga.38 Sebelum melangsungkan perkawinan seseorang perlu mempertimbangkan : a. Adanya kesamaan status sosial, sehingga pada ahirnya perbedaan dalam jenjang sosial dapat dijadikan aturan hukum. Tetapi Farhat J Ziadeh, berpendapat bahwa kafaah tidak cukup kuat untuk dijadikan aturan hukum. 36

Ibid

37

Muhammad Thalib, h. 49 Farhat J. Ziadeh, h.503

38

b. Sumber-sumber kafaah berasal dari Imam-imam mazhab, yang memunculkan kafaah dari kemapanan seseorang dalam masyarakat. Para imam mazhab berpendapat bahwa kemapanan diukur dari status sosial. 39 Tidak ada dalil yang secara jelas menyatakan bahwa kafaah menjadi syarat yang wajib dalam perkawinan. Imam mazhab yang empat (Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan Malik) mempunyai kesamaan pendapat bahwa kafaah tidaklah wajib. Namun dalam penyampaian kafaah terdapat perbedaan dalam menjelaskan secara rinci. Rasul bersabda :

ْ َ‫َآُْ ﻡ‬5َ‫ اِذَا ا‬: ْ=‫ِ وَﺱ‬.=? ‫َ= ا‬A ‫َلَ رَﺱُ"لُ ا‬8 : ‫ل‬8 ‫ هیة‬M ‫( ? ا‬-١٩٥٧   ‫ )روا ا‬... ‫َرْضِ و< دٍا‬E‫ٌ < ِ ا‬:َ4ْVِ< ُْ)َ5‫ََْ=ُ"ْا ا‬5 *Eِ‫ُ <َ ﻥْ)ُِ"ُْ ا‬.َHُ=ُ^َ‫ُ و‬.َ4ْ‫َ ْﺽَ"ْنَ دِی‬5 (.O‫ﻡ‬ Artinya : Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda “Apabila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan ahlaknya, maka nikahkan dia kalau tidak kamu lakukan maka nanti akan menimbulkan fitnah dan kerusakan didunia…”. (Riwayatkan oleh Ibnu Majah ).40 Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

ُ َ)ْ45ُ :‫ل‬8 =‫ وﺱ‬.=? ‫= ا‬A I4‫ ? ا‬.4? ‫ ا‬MA‫ هیة ر‬M ‫( ? ا‬-٤٧٧١ 3 ‫َاكَ )روا‬+َ‫ْ ی‬9َ َْ5 ِْ‫َاتِ دِّی‬Yِ َْْfَ< ،َِ4ْ‫ِی‬+َِ‫ و‬،ََِ َOَِ‫ و‬،َِIَ َِ،ََِ ِ : ٍbَ ْ‫َر‬cِ ُ‫اْ َْأَة‬ (= ‫رى وﻡ‬hI‫ا‬ Artinya : Dari Abu Hurairah R.A berkata Rasul SAW “perempuan itu dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Jatuhkanlah pilihanmu karena agamanya, maka kamu akan mendapatkan keberuntungan. (HR Al Bukhari dan Muslim)41

39 40

Ibid Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, VI, h.

105 41

Sahih, Bukhari, (Beirut, Dar El Fikr, 1991), jilid 9, h. 72

2. Ukuran Kafaah Ulama berpendapat ukuran kafaah yaitu sikap hidup yang lurus dan sopan bukan dari segi keturunan, pekerjaan, kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi bagi laki-laki yang soleh, walaupun bukan keturunan yang terpandang, maka ia boleh menikahi wanita manapun. Seorang laki-laki pekerja rendah, boleh kawin dengan wanita kaya, asalkan pihak perempuan rela.42 Kafaah dipertimbangkan hanya pada pelaksanaan perkawinan dan ketidak sederajatan yang terjadi kemudian tidak dapat mempengaruhi kualitas perkawinan yang sudah terjadi. Maka jika seorang pria kawin dengan seorang wanita dan kedua pasangan tersebut se-kufu namun ternyata pria tersebut seorang pezina, ini tidak bisa menjadi alasan bagi bubarnya perkawinan.43 Anshori Umar dalam bukunya Fiqih Wanita mengatakan "Tak ada perbedaan pendapat dalam mazhab Maliki, bahwa perawan yang dipaksa ayahnya untuk kawin dengan laki-laki peminum khamar, atau orang fasik, maka ia berhak menolak. Hakim perlu meninjau perkawinan itu, lalu menceraikan kedua suami istri tersebut." 44 Alasan dari mazhab ini adalah terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Hujuraat ayat 13 :

1⌧ A "3# >6 -.=?@2 ;<=.. B>%E6G 056 -.D@EF  B
Muhammad Thalib,h. 38

43

Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, h. 84

44

Anshori Umar, Fiqih Wanita. (Semarang: As Syfa 1981), h. 371

Artinya :...Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal ........ (Al-Hujuraat : 13) Ayat tersebut mengakui bahwa manusia adalah sama dan tidak seorangpun yang paling mulia dari pada-Nya selain dengan taqwa kepada Allah

SWT.

Dengan menunaikan kewajiban kepada Allah dan kewajibannya kepada sesama manusia45 Pemikiran di atas diperkuat oleh hadist Rasullullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Laal :

(ٍ‫َل‬E  ‫ْ"َى ) روة ا‬H*Vِ *Eِ‫ٍ ا‬+ََ‫ٍ ?َ= َ أ‬+ََ‫ِ ا‬cِ َ@َْ<َE ِjْkُ ْ‫َنِ ا‬4ْ‫َ ﺱ‬Dَ‫َّسُ آ‬4َ‫ا‬ Artinya :“Manusia itu adalah seperti gigi-gigi sisir, tidak ada keutamaan atas satu dengan yang lainnya kecuali karena ketakwaan ” (HR. Ibn Laal)46 Hadist ini menyatakan manusia itu diibaratkan gigi sikat yang sebaris dan sama panjang, tidak ada perbedaan antara satu suku bangsa dengan suku lain, letak geografis dan tradisi. Akan tetapi faktor yang membedakan antara manusia adalah ketaqwaan. 47 Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip dalam ukuran kafaah itu adalah dilihat dari keteguhan agama dan ahlak yang luhur, bukan dilihat dari segi kedudukan, harta, keturunan, atau lainnya karena dalam syariat Islam pada dasarnya semua manusia adalah sama.

45

Muhammad Thalib, h 38

46

Subulussalam, Bab kafaah dan khiyar dalam pernikahan, (http:// www. al-islam.com), juz III, h. 494

47

Abdul Ghoffar, Fiqih Keluarga, Cet. V, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 36

Para Imam Mazhab telah berbeda pendapat dalam menetapkan aspek apa saja yang menjadi ukuran kafaah, adapun yang menjadi persaman dan perbedaan di kalangan Imam Mazhab tentang kafaah sebagai berikut : a. Aspek kafaah yang telah disepakati para ulama yaitu : 1).

Agama, Para Imam Mazhab mensyaratkan agama sebagai unsur yang mesti ada.

2).

Kemerdekaan, Merupakan unsur yang mesti ada dan ini tidak diperselisihkan lagi.

b. Sedangkan dari segi unsur kafaah yang masih diperselisihkan yaitu : 1).

Nasab, Terdapat perbedaan dalam menentukan perlu tidaknya faktor nasab

2).

Pekerjaan,

Faktor

penunjang

dalam

keseharian,

masih

diperselisihkan perlu tidaknya 3).

Harta, Harta merupakan cerminan dari kemapanan ekonomi sebuah keluarga.

Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan

C.

1. Tujuan kafaah Kafaah berperan membentuk keluarga yang sakinah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan dipahami substansi kafaah merupakan langkah awal untuk menciptakan keluarga yang sakinah.48 Kafaah juga bertujuan menyelamatkan perkawinan dari kegagalan yang disebabkan perbedaan di antara dua pasangan. Pada akhirnya dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam berumah tangga.49

48 49

Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat. h. 97 Ibid

Kafaah sangat berperan sebagai penetralisasi kesenjangan, sebab perbedaan berasal dari kehidupan manusia yang syarat dengan kesenjangan status yang beragam. Keberadaan manusia yang hidup berkelompok-kelompok dan bersuku-suku telah menelurkan butir-butir perbedaan status dan martabat. 50

2. Pentingnya kafaah Kiki Sakinatul Fuad dalam tesis berjudul “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”, yang mengutip dari Zainal Abidin Al-Alawy berpandangan bahwa kafaah ini perlu mendapat perhatian dalam pernikahan sebagaimana para ulama mengatakan untuk menolak datangnya aib juga untuk meneliti sesuatu yang lima yakni Agama, peribadi, ketelitian, harta, dan akalnya.51 Farhat J. Ziadeh dalam artikelnya Equality in The Muslim Law Of Mariage, menyatakan konsep kafaah bertujuan melindungi wanita dari pernikahan yang singkat dan menjaga wanita dari rasa malu karena perbedaan. Kafaah akan meredam gejala perceraian dan mewujudkan kebahagiaan rumah tangga. Kafaah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami-istri, tetapi tidak menentukan sah atau tidaknya dalam pernikahan. Karena jika perkawinan tidak seimbang antara suami dan istri akan menimbulkan problem berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian.. 52 Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab

D.

1. Pendapat Imam Hanafi 50

Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 27 51

Kiki Sakinatul Fuad, “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”, (Tesis, S 2 Universitas Indonesia, Depok, 2005), h.44 52 M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, Cet. II (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995 ), h. 147

Kafaah diartikan sebagai kesepadanan antara laki-laki dan perempuan dalam lima kriteria : 1) Nasab, Nasab dibagi menjadi dua golongan Arab dan Ajam, sementara Arab terbagi kembali dalam dua golongan yaitu: Quraisy dan non Quraisy. Seperti laki-laki Quraisy sekufu dengan perempuan

Qurasiy

walupun

berbeda

kabilah,.

Sementara

perempuan Arab non-Quraisy sekufu dengan laki-laki Arab dari kabilah manapun dan laki-laki Ajam tidak sekufu bagi perempuan Quraisy. 53 2) Islam, Orang Quraisy sekufu dengan sesamanya, agama tidak menjadi masalah bagi orang Quraisy, seperti: orang tua seorang lelaki muslim tidak beragama Islam, sedangkan orang tua perempuan muslimah beragama Islam masih dikategorikan sekufu. 3) Kemerdekaan, Tidak ada masalah dalam hal kemerdekaan, karena orang arab tidak boleh diperbudak. Sedangkan bagi orang ajam, nasab yang berlaku hanya kemerdekaan dan keislamannya saja. Lelaki yang merdeka dan memiliki ayah budak, tidak sekufu dengan perempuan merdeka.54 4) Pekerjaan, Seorang laki-laki sepadan dalam hal pekerjaan dengan keluarga perempuan dan ukuran kesepadananya adalah adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat.

53

Hasyim Assegaf, h. 46 Ibid, h. 47

54

5) Keagamaan, Keagamaan ini hanya berlaku bagi orang Ajam dan Arab. Seperti orang fasik tidak sekufu dengan perempuan saleh yang memiliki ayah saleh.

2. Pendapat Imam Syafi’i Kafaah menurut mazhab syafi’i seperti di kutip Assegaf,55 adalah persamaan dan kesempurnaan, persamaan ini terbagi kepada empat kriteria : 1) Nasab, Orang ajam hanya berhak menikah dengan orang ajam, orang Quraisy hanya berhak menikah dengan orang Quraisy. Mazhab Syafi’i memiliki persepsi yang sama dengan mazhab Hanafi tentang golongan tertinggi di masyarakat Arab. 2) Agama, Laki-laki harus sama dalam hal istiqamah dan kesucian. Laki-laki yang fasik tidak sekufu dengan perempuan yang istiqamah kecuali telah bertaubat, sementara laki-laki pezina tidak kufu dengan perempuan yang suci meskipun laki-laki tersebut telah bertaubat.

55

Ibid, h. 49

3) Kemerdekaan, Hanya berlaku pada pihak laki-laki dan tidak pada perempuan, karena laki-laki dapat menikah dengan siapa saja baik hamba atau sederajad. 4) Profesi, Laki-laki miskin yang pekerjaannya tergolong rendah tidak sekufu dengan perempuan yang kaya, namun laki-laki yang miskin dapat sekufu dengan perempuan yang kaya dengan syarat kerelaan orang tua.

3. Pendapat Imam Hambali Mendefenisikan kafaah dengan kesamaan dalam lima hal56 : 1) Keagamaan, Laki-laki fasik tidak sekufu dengan perempuan suci dan saleh 2) Pekerjaan, Laki-laki yang memiliki pekerjaan yang dianggap rendah, dan hina tidak kufu dengan perempuan yang memiliki pekerjaan yang mulia. 3) Harta, Laki-laki yang miskin tidak kufu dengan perempuan yang kaya, karena berhubungan dengan mahar dan nafkah. 4) Kemerdekaan, Dalam hal kemerdekaan dibedakan antara budak laki-laki dan perempuan, Karena laki-laki budak dianggap tidak sekufu dengan perempuan merdeka. 5) Nasab, Laki-laki Ajam tidak sekufu dengan perempuan Arab.

4. Pendapat Imam Malik 56

Ibid. h. 53

Mazhab Maliki tidak mengakui kafaah dalam nasab kemerdekaan dan harta, karena masalah kafaah dalam perkawinan hanya berhubungan dengan dua hal yang menjadi hak bagi perempuan bukan walinya yaitu : 1) Keagamaan

: yakni muslim bukan fasik

2) Bebas dari aib

: yang dapat membahayakan pihak perempuan.

Untuk lebih mudah memahami pandangan tentang definisi dan unsur kafaah berdasarkan mazhab secara singkat dapat dilihat dalam tabel57 2.1 Tabel 2.1 Ringkasan Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab MAZHAB DEFINISI KRITERIA

Imam Hanafi

Kesamaan, kesepadanan dan

Keturunan, Islam,

kecocokan antara laki-laki dan

Merdeka, Kesalehan,

perempuan

Perkerjaan

Kesamaan dan kesepadanan dalam Imam Syafi’i

perkawinan yang menjadi aib apabila tidak menjalankan

Imam Hambali

Kesepadanan antara laki-laki dan perempuan dalam lima hal

Kesepadanan dan kesamaan yang Imam Malik

menjadi hak perempuan bukan walinya

Data bersumber dari : Tesis Kiki Sakinatul Fuad

57

Kiki Sakinatul Fuad, h.33

Nasab Agama Kemerdekaan Pekerjaan Keagamaan, pekerjaan, harta, kemerdekaan, dan nasab Keagamaan, Tidak Memiliki aib yang Membahayakan Bagi pihak perempuan.

Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa di antara para imam mazhab yang empat banyak yang memiliki kesamaan pada definisi dan unsur kafaah. ini semua bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah.

BAB III GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG A. Letak Geografis Desa Kemang merupakan salah satu Desa yang berada

di Kecamatan

Kemang Kabupaten Bogor. Desa Kemang adalah daerah yang terdiri dari lima dusun. Desa Kemang berada pada 175m di atas Permukaan Air Laut dan mempunyai curah hujan rata-rata 2500-3000 Milimeter/ Tahun. Sedangkan suhu kelembapan udara ratarata 26,5 °Celcius Desa Kemang merupakan Desa yang menjadi pusat Kecamatan Kemang jumlah penduduk pada akhir bulan Desember 2007 sebanyak 9.496 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 2.281. Luas wilayah Desa Kemang adalah 270.694 ha, saling berbatasan dengan: Sebelah Utara

: Berbatasan dengan Desa Pondok Udik,

Sebelah Timur

: Berbatasan dengan PTPN XI Cimulang,

Sebelah Selatan

: Berbatasan dengan Desa Tonjong/ Cimanggis,

Sebelah Barat

: Berbatasan dengan Desa Parakan Jaya. Tabel 3.1.

Tanah Sawah

179,2

Luas Wilayah Desa Kemang Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha) Tanah Bangunan/ Hutan Lain- lain Perkebunan

Pekarangan

Negara

56,9

16,5

--------

Sumber data : Kantor Desa Kemang

35.5

Jumlah

288.1

Data dari tabel di atas, menjelaskan bahwa di Desa Kemang wilayah yang lebih luas adalah tanah persawahan dibandingkan dengan tanah perkebunan seluas 56, 9 ha. B. Kondisi Demografis Pemerintahan kantor Desa Kemang dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu oleh 10 Kepala Rukun Warga atau 46 Rukun Warga. Berikut tabel penduduk Desa Kemang berdasarkan usia: Tabel 3.2.

No.

Jumlah Penduduk Menurut Umur Umur/ Usia Jumlah Persentase Laki-laki dan Perempuan

1

0-4

761

8.01 %

2

5-9

1.025

10.79 %

3

10-14

845

8.90 %

4

15-19

768

8.09 %

5

20-24

724

7.62 %

6

25-29

890

9.37 %

7

30-34

855

9.00 %

8

35-39

847

8.92 %

9

40-44

808

8.51 %

10

49-49

616

6.49 %

11

50-54

520

5.48 %

12

55-59

506

5.33 %

13

> 60

331

3.49 %

9496

100 %

Jumlah Sumber data : Kantor Desa Kemang

Pencatatan atau pendataan penduduk di kantor Desa Kemang berpedoman pada register yang telah ada antara lain register datang, pindah, lahir, meninggal

dunia sehingga untuk pencatatan atau pendaftaran selalau mengacu kepada register yang berlaku. Sedangkan penduduk Desa Kemang menurut jenis

kelamin

sebagaimana tabel berikut : Tabel 3.3. Penduduk Menurut Jenis Kelamin No.

Jenis kelamin

Jumlah Orang

Persentase

1

Laki-laki

4.861

51.29 %

2

Perempuan

4.635

48.81 %

9.496

100 %

Jumlah seluruh jiwa Sumber data : Kantor Desa Kemang

Masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang memiliki kepadatan penduduk yaitu 0,35 jiwa/ km2 dari segi tingkat pertumbuhan penduduk: 1, 55% pertahun, berdasarkan data kependudukan Desa Kemang tahun 2007. 1) Kondisi ekonomi masyarakat Desa Kemang Perkembangan perekonomian di wilayah Desa Kemang. Masyarakat banyak yang berprofesi di luar sektor pertanian ini dapat diketahui melalui tabel berikut :

Tabel 3.4. No.

Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah Orang Persentase

1

Sektor Jasa

1.316

21.75 %

2

Pegawai Swasta

1.312

21.70 %

3.

Petani/ peternak

310

5.13 %

4.

Pegawai Negeri Sipil

55

0.91 %

5.

TNI/ POLRI

31

0.51 %

6

Lain-lain

3024

50 %

6048

100 %

Jumlah Sumber data : Kantor Desa Kemang C. Kondisi Sosiologi dan Kependudukan 1. Bidang Keagamaan.

Warga Desa Kemang merupakan penduduk yang terdiri dari beragam Agama. Namun mayoritas penduduknya beragama Islam dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Kemang, 88% adalah beragama Islam. Ini dapat dilihat dari data Statistik Kependudukan Desa Kemang adapun rincian para pemeluk agama sebagai berikut :

Tabel 3.5. Jumlah Pemeluk Agama menurut keyakinan masyarakat Desa Kemang No. Agama Jumlah Orang Persentase 1

Islam

8. 368

88,12 %

2

Khatolik

123

1,30 %

3

Protestan

361

3,80 %

4

Hindu

29

3,77 %

5

Budha

358

3,77 %

6

Konghucu

257

257 %

9496

100 %

Jumlah Sumber data : Kantor Desa Kemang

Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Kemang tersedia tempattempat ibadah sebagai berikut : Tabel 3.6. Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang menurut jenis tempatnya No. Sarana peribadatan Jumlah Keterangan 1

Masjid

9

2

Musholla/ Surau

17

3

Majlis Taklim

25

4

Gereja

-

5

Wihara

1

Sumber data : Kantor Desa Kemang 2. Bidang Pendidikan Fasilitas pendidikan di Desa Kemang, khususnya pendidikan dasar cukup memadai.

Adapun sarana pendidikan yang ada sebagai berikut : Tabel 3.7. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang SD/MI SMP/MTS SMA/ ALIYAH KETERANGAN No. Negeri 1

3

Swasta Negeri Swasta 3

---

2

Negeri

Swasta

---

2

Sumber data : Kantor Desa Kemang Dari hasil laporan bulan Desember 2007, diketahui bahwa di samping pendidikan formal, di Desa Kemang terdapat pendidikan non formal yaitu satu Pondok pesantren. Warga Desa Kemang kebanyakan hanya menyelesaikan Sekolah Dasar. Ini terbukti dari data yang di peroleh di Desa Kemang sebagai berikut :

No.

Tabel 3.8. Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan Pendidikan Jumlah Orang

Persentase

1

Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah

3.235

50.73 %

2

Sekolah Menengah Pertama

1.272

19.94 %

3.

SMU/ SMK/ MA

815

12.79 %

4.

Sarjana D-1 D-3

74

1.17 %

5.

Sarjana S1- S3

45

0.71 %

6

Tidak Sekolah

935

14.66 %

6376

100 %

Jumlah Sumber data : Kantor Desa Kemang 3. Bidang kesehatan

Dari hasil laporan bulan Desember 2007, dalam meningkatkan pengetahuan dan kehidupan masyarakat di bidang kesehatan telah dilaksanakan hal-hal sebagai sebagai berikut : a. Mengadakan kegiatan kerja bakti dalam rangka meningkatkan kesehatan lingkungan. b. Membentuk POSYANDU untuk meningkatkan gizi dan pemeliharaan kesehatan anak. 4. Bidang Keamanan Desa Kemang memiliki sistem keamanan yang cukup memadai. Sarana dan fasilitas keamanan di Desa Kemang adalah : Tabel 3.9. No.

Prasarana Keamanan Desa Kemang Jenis

Jumlah

1

Pos Kamling

30 Unit

2

Bapak Bimbingan Desa

1 Orang

3

Bapak Bimbingan Masyarakat

1 Orang

Sumber data : Kantor Desa Kemang

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

H. Profil Responden Masyarakat Desa Kemang Pada sub bagian ini penulis mencoba mendeskripsikan profil responden dari beberapa aspek berikut : usia, jenjang pendidikan, status perkawinan, asal daerah, asal daerah suami atau istri dan pekerjaan. Penyajian dan uraian identitas responden diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang karakter responden dan kaitannya dengan masalah-masalah tujuan penelitian. Berikut ini tabel-tabel tentang profil responden. Tabel 4.1. No

Responden menurut Usia Alternatif Jawaban F

%

1

17 s/d 40

85

85

2

41 s/d 50

15

15

100

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa 65% responden berusia 17 s/d 40 tahun, dan sisanya responden berusia 40 s/d 50 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia 17 s/d 40 tahun. Tabel selanjutnya penulis mencoba untuk memperlihatkan jenjang pendidikan responden.

Tabel 4.2. Responden menurut Jenjang Dan Jenis Pendidikan Terakhir No Alternatif Jawaban F % Umum Agama 1

SD/ MI

35

35

32

3

2

SMP/ MTS

29

29

22

7

3

SMA/ MA

24

24

18

6

4

Pesantren

5

5

0

5

5

S1/ D2

7

7

6

1

100

100

78

22

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa mayoritas (35%) responden lulusan pendidikan sekolah dasar, sedangkan responden menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama hanya 29% dan yang paling sedikit pendidikan responden yang sampai perguruan tinggi mencapai 7%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan responden lebih didominasi oleh tamatan sekolah dasar. Ini dikuatkan oleh pendapat tokoh masyarakat Desa Kemang: “masyarakat hanya mampu menyelesaikan Sekolah Dasar”58. Tabel selanjutnya menyajikan tentang status perkawinan responden. Tabel 4.3. No

Respoden menurut Status Perkawinan Alternatif Jawaban F

%

1

Menikah

92

92

2

Janda/ duda cerai hidup

2

2

3

Janda/ duda cerai mati

6

6

Jumlah

100

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

58

H.Soma Harja. Tokoh Masyarakat Desa Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 januari 2009)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, 92% responden berstatus masih menikah, 8% respoden berstatus duda atau janda pada saat menikah. Dari data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden masih mempertahankan status perkawinannya. Dalam tabel berikutnya penulis akan memperlihatkan Asal Daerah suami atau istri responden Tabel 4.4. No

Responden menurut Asal Daerah Alternatif Jawaban F

%

1

Penduduk asli

59

60.2

2

Warga pendatang

39

39.8

98

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel 4.4 di atas memperlihatkan, bahwa 60.2% responden adalah penduduk asli Desa Kemang dimana penelitian dilakukan. 39.8% responden yang berasal dari luar desa. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang lebih didominasi oleh penduduk asli. Tabel selanjutnya disajikan guna mendapatkan informasi tentang asal daerah responden yang pendatang.

No

Tabel 4.5. Responden menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang Alternatif Jawaban F

%

1

Dari asal kecamatan yang sama (Kemang)

12

30.8

2

Dari asal kabupaten/kodya yang sama (Bogor)

14

35.9

3

Dari asal provinsi yang sama (Jawa Barat)

5

12.8

4

Dari asal provinsi yang berbeda

8

20.5

39

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.5 terlihat bahwa 35.1% responden adalah pendatang di Desa Kemang kebanyakan berasal dari propinsi yang berbeda, sedangkan yang berasal dari kecamatan

yang sama hanya 24.6% responden. Data ini menunjukkan para pendatang di Desa Kemang didominasi oleh luar Provinsi. Dalam tabel berikutnya akan diketahui berapa lama responden pendatang bermukim di Desa Kemang Tabel 4.6. No

Responden menurut Lamanya Bermukim Alternatif Jawaban F

%

1

1 s/d 5

9

21.4

2

6 s/d 10

10

23.8

3

11 s/d 20

11

36.2

4

21 s/d 30

7

16.7

5

31 s/d 40

5

11.9

42

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.6 di atas bisa diketahui, bahwa 36.2% responden yang pendatang baru bermukim sekitar 10 sampai 20 tahun. Sedangkan pendatang yang sudah lama menetap berjumlah 11.9% responden. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa para pendatang kebanyakan baru bermukim sepuluh sampai dengan dua puluh tahun. Data selanjutnya disajikan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang memiliki pekerjaan tetap.

Tabel 4.7. No

Responden menurut Status Bekerja Alternatif Jawaban F

%

1

Memiliki pekerjaan tetap

46

46

2

Baru memiliki pekerjaan tidak tetap

19

19

3

Ibu Rumah Tangga

29

29

4

Tidak bekerja

6

6

100

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, 46% responden memiliki pekerjaan tetap, sedangkan responden yang tidak memiliki pekerjaan minim sekitar 6%. Dari data di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa responden atau masyarakat Desa Kemang memiliki pekerjaan tetap. Dari data statistik di atas diakui oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Kemang: “Masyarakat kebanyakan bekerja tetap dibandingkan dengan pekerja yang tidak tetap seperti halnya pertanian dan perdagangan, sedangkan pekerja yang sifatnya sementara sering berganti pekerjaan seperti buruh bangunan disaat bangunan selesai maka pekerjaan kemungkinan bisa berganti”59. Keterangan ini senada dengan pengasuh yayasan Nurul Iman Desa Kemang : “Masyarakat sudah banyak yang memiliki pekerjaan tetap karena mereka sudah banyak yang mempunyai usaha sendiri”60.Tabel berikutnya penulis mencoba untuk memperlihatkan jenis pekerjaan responden.

59

60

Ibid H. Hanafi, Pengasuh Yayasan Nurul Iman, Wawancara Pribadi, ( Bogor, 25 Januari 2009)

Tabel 4.8. Responden menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri No Alternatif Jawaban F % 1

Perdagangan

23

32.4

2

Pertanian

12

16.9

3

Bangunan

6

8.4

4

Jasa Angkutan

7

9.9

5

Admin TU

6

8.4

6

Peternakan

2

2.8

7

Jasa elektronik

1

1.4

8

Pendidikan

7

9.9

9

Karyawan

2

2.8

10

Kesehatan

1

1.4

11

Hiburan

4

5.7

71

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Berdasarkan jenis pekerjaan responden, ternyata responden lebih banyak (32.4%) bekerja sebagai pedagang, dan 16.9% responden berprofesi sebagai petani. Sementara itu sangat sedikit jumlah responden yang bekerja untuk sektor formal (PNS). Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang mayoritas bekerja di sektor informal yang dekat dengan tradisi masyarakat desa. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang status jabatan responden dalam pekerjaannya.

Tabel 4.9 No

Responden menurut Jabatan Pekerjaan Alternatif Jawaban F

%

1

Pedagang di warung

11

20.7

2

Pedagang keliling

6

11.3

3

Buruh bangunan

6

11.3

4

Karyawan

6

11.3

5

Pegawai TU

5

9.4

6

Guru TK

4

7.5

7

Gurur SMU

2

3.8

8

Pedagang di toko

3

5.7

9

Perawat

1

1.9

10

Penjahit

1

1.9

11

Gurur ngaji

1

1.9

12

Konsultan Hukum

1

1.9

13

Lurah

1

1.9

14

Supir

1

1.9

15

Manggung/ Penyanyi

1

1.9

16

Tukang Ojek

3

5.7

53

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel ini terlihat bahwa 20.7% responden sebagai pedagang di warung, dan (11.3%) karyawan dan (11.3%) buruh bangunan. Data di atas menjelaskan sebagian besar responden bergerak pada sektor informal. Tabel selanjutnya masih ada kaitannya dengan pekerjaan yaitu, pekerjaan sampingan.

Tabel 4.10 No

Responden menurut Pekerjaan Sampingan Alternatif Jawaban F

%

1

Tidak memiliki pekerjaan sampingan

49

77.8

2

Bisnis

3

4.7

3

Bertani

3

4.7

4

Pedagang di toko

2

3.2

5

Guru SMP

1

1.6

6

Pengerajin Kayu

1

1.6

7

P3N

1

1.6

8

Tukang Ojek

1

1.6

9

Supir

1

1.6

10

Pedagang keliling

1

1.6

Jumlah

63

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa 77.8% responden tidak memiliki pekerjaan sampingan sedangkan yang memiliki pekerjaan sampingan 9.4% responden lebih banyak memiliki pekerjaan sampingan pada sektor pertanian dan berbisnis. Dari data di atas dapat diketahui hampir seluruh responden tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Maka dapat disimpulkan yang memiliki pekerjaan sampingan dari seluruh responden berjumlah 22.2% responden. Tabel berikutnya penulis mencoba menyajikan informasi tentang penghasilan responden dalam satu bulan.

Tabel 4.11. No

Responden menurut Penghasilan Perbulan Alternatif Jawaban F

%

1

Kurang dari Rp. 500.000

20

30.3

2

Rp. 500.001–1.000.000

31

47

3

Rp. 1.000.001–2.000.000

8

12.1

4

Rp. 2.000.001–4.000.000

4

6.1

5

Rp. 4.000.001–6.000.000

2

3

6

Rp. 6.000.001–10.000.000

1

1.5

Jumlah

66

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas bisa diketahui, bahwa rata-rata penghasilan responden Desa Kemang dalam sebulan lima ratus sampai satu juta rupiah atau berjumlah 47% responden. Tabel berikutnya memberikan informasi tentang suku dari ayah kandung responden Tabel 4.12. Responden menurut Asal–Usul Suku Ayah Kandung No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak jelas, suku campuran

6

6

2

Sunda

72

72

3

Jawa

5

5

4

Padang

1

1

5

Melayu

3

3

6

Mandailing

12

12

7

Betawi

1

1

100

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel 4.12 ini dapat diketahui bahwa 72% responden berasal dari suku sunda, sedangkan 28% responden berasal dari suku di luar sunda. Dari sini dapat diketahui masyarakat Desa Kemang masih didiami oleh suku asli Desa Kemang.

Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang asal suku dari ibu kandung responden Tabel 4.13 Responden menurut Asal–Usul Suku Ibu Kandung No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak jelas, suku campuran

7

7

2

Sunda

70

70

3

Jawa

5

5

4

Padang

1

1

5

Melayu

4

4

6

Mandailing

12

12

7

Betawi

1

1

100

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.13 menunjukkan, bahwa 70% responden berasal dari suku sunda, sedangkan 30% responden berasal dari luar suku sunda. Maka dapat diketahui bahwa suku sunda menjadi suku yang mayoritas di Desa Kemang. I. Sejarah Pernikahan Beberapa tebel berikut menyajikan informasi mengenai sejarah perkawinan responden. Tabel 4.14 Status Responden Pada Saat Pernikahan Yang Sekarang No Alternatif Jawaban F % 1

Gadis/ Perjaka

88

88

2

Janda cerai mati/ Duda cerai mati

8

8

3

Janda cerai hidup/ Duda cerai hidup

3

3

99

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.14 menunjukkan, bahwa 88% responden pada saat pernikahan yang sekarang berstatus gadis atau perjaka, sedangkan 12% responden telah menikah atau sudah tidak gadis atau perjaka. Dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Desa Kemang menikah pada saat masih gadis atau perjaka. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang sejarah pernikahan dari segi dijodohkan atau pilihan sendiri dalam memilih pasangan hidup. Tabel 4.15 Status Responden Pada saat Pernikahan yang sekarang No Alternatif Jawaban F % 1

Dipilihkah/dijodohkan

7

7

2

Memilih sendiri

93

93

100

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa 93% responden memililih sendiri dalam menentukan pasangan hidupnya, dan 7% responden pasangannya sudah dijodohkan oleh orangtua atau keluarganya. Dari tabel ini dapat diketahui bahwa kebanyakan responden menetukan pasangan hidupnya sendiri. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang status administrasi pernikahan Tabel 4.16 Responden menurut Status Administrasi Pernikahan No Alternatif Jawaban F % 1

Dicatatkan di (KUA)

97

99

2

Nikah sirri (menurut agama saja)

1

1

98

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.16 menunjukkan bahwa, 99% responden menikah secara resmi dan tercatat di KUA, sedangkan 1% responden menikah melalui jalur agama saja. Dari sini

dapat diketahui bahwa pada umumnya masyarakat Desa Kemang melakukan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang sadar akan akan pentingnya pencatatan perkawinan. Sebagaimana hasil wawancara dengan Pegawai BP4 KUA Kemang “ Masyarakat Desa Kemang pada umumnya melakukan pernikahan di Kantor Urusan Agama, karna masyarakat sadar akan pentingnya pencatatan pernikahan dan lebih mendapat kepastian hukum”.61

J. Pemahaman Masyarakat Desa Kemang Tentang Kafaah/ Sekufu Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang pengetahuan responden tentang perkawinan yang sekufu’. Tabel 4.17 Pernah Tidaknya Responden Mendengar Istilah Kafaah No Alternatif Jawaban F % 1

Pernah

34

38.6

2

Tidak pernah

54

61.4

Jumlah

88

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memperlihatkan pengetahuan responden tentang pernah tidaknya mendengar kata kafaah. Mayoritas (61.4%) responden menyatakan tidak pernah mendengar kata kafaah. Sedangkan sebaliknya, 38.6% responden pernah mendengar istilah kafaah dan kafaah ini tentang kesetaraan dalam perkawinan. Data ini menunjukkan bahwa responden cukup banyak yang pernah mendengar. Fenomena ini dikuatkan oleh pendapat penghulu BP4 KUA Kecamatan Kemang: “Masyarakat Desa Kemang cukup banyak yang pernah mendengar tentang masalah ke 61

Istikhori. penghulu KUA Kecamatan Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 18 Desember 2009)

se-kufuan dalam pernikahan, masyarakat mengetahuinya melalui pengajian-pengajian dimajlis taklim, atau masjid yang diadakan setiap seminggu sekali dan pada waktu penyuluhan pernikahan kami juga sampaikan tentang pentingnya kesekufuan dalam pernikahan.” 62 Tabel selanjutnya menyajikan penilaian responden tentang apa saja yang dipahami responden dari istilah sekufu’/ kafaah. Tabel 4.18 No

Pemahaman Responden Dengan Istilah Kafaah Alternatif Jawaban F

%

1

Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri

13

38.2

2

Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri

8

23.5

3

Kesepahaman antara calon suami dan istri

2

5.9

4

Kecintaan antara calon suami dan istri

5

14.7

5

Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua

6

17.7

34

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel di atas mengisyaratkan beberapa kategori pengertian tentang apa yang dipamai responden tentang ajaran kese-kufuan dalam pernikahan. 38.2% responden berpendapat kafaah adalah kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri. Dan 23.5% responden menilai kafaah adalah kesetaraan latar belakang antara calon suami istri. Berdasarkan informasi pada Tabel 4.18 bisa ditarik satu kesimpulan bahwa responden yang pernah mendengar kata kafaah, menyimpulkan kafaah adalah kesamaan dan kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri. Bedasarkan pengamatan penulis ada sesuatu yang melatar belakangi pemahaman responden, yaitu pernikahan

62

Istikhori. penghulu KUA Kecamatan Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 18 Desember 2009)

yang memiliki kesamaan latar belakang dan kesetaraan latar belakang dapat membentuk keluarga yang harmonis. Selanjutnya dalam tabel berikut penulis akan menyajikan mengenai dari mana mereka mengetahui tentang Ajaran ke-sekufuan. Tabel 4.19 Sumber Responden Mendapatkan Pengetahuan Kafaah No Alternatif Jawaban F % 1

Keluarga (Kerabat)

1

2.6

2

Tokoh Agama (Kiai/Ustazd)

22

56.4

3

Media (Buku/koran/TV)

16

41

Jumlah

39

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas merupakan jawaban dari pertanyaan penulis “dari manakah Ibu/bapak mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafaah dalam pernikahan.” 41% responden mengetahui pernikahan secara kafaah dari media (Buku/koran/TV). 56.4% responden mengetaui istilah kafaah dari pengajian majlis taklim yang disampaikan oleh Ustazd, 2.6% responden mendapatkan informasi kafaah dari keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar informasi tentang kafaah yang diperoleh masyarakat Desa Kemang berasal dari ceramah ustadz di majlis taklim’.

Tabel berikutnya

menyajikan informasi pemahaman responden tentang wajib tidaknya kafaah dalam perkawinan.

Tabel 4.20 Persepsi Responden tentang wajib tidaknya Kafaah Dalam Perkawinan No Alternatif Jawaban F % 1

Wajib menurut adat, dan harus dipenuhi

27

37

2

Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan

9

12.3

3

Hanya anjuran agama

37

50.7

73

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.20 dapat dilihat, bahwa 12.3% responden menjawab bahwa kafaah tidak wajib dalam pernikahan namun ia baik bagi calon pasangan yang akan melangsungkan pernikana, 50.7% responden menjawab bahwa kafaah dalam pernikahan tidak wajib melainkan hanya dianjuran agama bagi orang yang sedang mencari calon pasangan. Data di atas mengambarkan bahwa sebagian besar responden banyak yang tahu, bahwa kafaah dalam agama Islam sifatnya dianjurkan untuk memilih pasangan yang sekufu agar lebih mempermudah dalam membentuk keluarga yang harmonis. Tabel selanjutnya menginformasikan pemahaman responden tentang pernikahan yang tidak sekufu.’ Tabel 4.21 Persepsi Responden Tentang pernikahan yang tidak sekufu’ No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak perlu dibatalkan

47

69.1

2

Perlu diingatkan

17

25

3

Harus dibatalkan

4

5.9

68

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Menurut tabel 4.21 dapat diketahui, bahwa 69.1% responden berpendapat, bahwa perkawinan yang tidak memiliki ke-sekufuan tidak perlu dibatalkan, dan 25% responden menyatakan pasangan yang memiliki banyak perbedaan atau tidak sekufu perlu untuk diingatkan. Namun ada beberapa responden yang menyatakan pernikahan yang tidak sekufu perlu dibatalkan (5.9%) Hal ini menggambarkan bahwa 69.1% responden mengatakan tidak perlu dibatalkan. Hal ini disetujui oleh pengasuh yayasan Nurul Iman Desa Kemang: “Perkawinan yang di dalamnya terdapat banyak perbedaan, sebanyak apapun perbedaan itu tidak dapat membatalkan perkawinan selama satu agama dan satu akidah”63. Keterangan ini selaras dengan hasil wawancara dengan salah satu tokoh agama Desa Kemang: “Perkawinan yang banyak perbedaan dibandingkan dengan persamaanya tidaklah dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan, terlebih perbedaan itu lebih disebabkab perbedaan lahiriah,”64 K. Signifikasi Kesamaan [Kafaah] dalam Pernikahan Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang signifikasi kesamaan sesuai dengan apa yang dialami oleh responden untuk terbentuknya keluarga yang sakinah. Tabel 4.22

No

63

64

Persepsi Responden Tentang Kesetaraan Tingkatan Pendidikan Alternatif Jawaban F %

1

Tidak penting

26

28

2

Cukup penting

28

30.1

3

Penting

39

41.9

H. Hanafi, Pengasuh yayasan Nurul Iman, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 Januari 2009) H. Dani Raharja, Tokoh Agama Desa Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 Januari 2009)

93

Jumlah

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel 4.22 dapat diketahui, bahwa 41.9% responden berpendapat, bahwa kesetaraan dalam tingkatan pendidikan tergolong penting untuk keharmonisan dalam rumah tangga, 28% responden mengatakan kesetaraan pada tingkat pendidikan dalam pernikahan tidak penting. Dari data di atas terlihat bahwa kebanyakan responden mengatakan kesetaraan tingkatan pendidikan penting untuk terwujudnya keluarga yang sakinah. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang pentingnya persamaan agama demi terwujudnya keluarga yang harmonis. Tabel 4.23 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Kesetaraan Agama No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak penting

3

5.5

2

Cukup penting

6

10.9

3

Penting

46

83.6

55

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas terlihat bahwa 83.6% responden menyatakan pentingnya kesetaraan agama dalam berumah tangga untuk mewujudkan keluarga yang harmonis sedangkan 5.5% responden berpendapat kesetaraan dalam hal agama tidak penting. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masarakat menyatakan agama masih penting untuk dipertimbangkan dalam memilih pasangan agar lebih mudah untuk terbentuknya keluarga yang harmonis, apabila tidak dipertimbangkan, hal ini dapat mengakibatkan pertengkaran, sebagaimana pendapat hakim Pengadilan Agama Bogor: “faktor agama sering menjadi masalah antara suami istri, perkaranya di pengadilan

agama

adalah karena ketidak se-kufuan pada masalah agama, karena akan

menimbulkan masalah antara kedua belah pihak”.65 Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang persamaan organisasi keagamaan demi terbentuknya keluarga yang harmonis. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang pentingnya kesetaraan ketaqwaan bagi calon pasangan pada saat menikah untuk tujuan keharmonisan dalam berumah tangga Tabel 4.24

No

Persepsi Responden Tentang Kesetaraan Ketaqwaan dalam Pernikahan Alternatif Jawaban F

%

1

Tidak penting

8

9.1

2

Cukup penting

24

27.3

3

Penting

56

63.6

88

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.24 memperlihatkan variasi jawaban yang diberikan responden, data tabel di atas menunjukkan 27.3% responden mengatakannya kesetaraan ketaqwaan antara suami dan istri penting untuk keharmonisan berumah tangga. Data ini mudah untuk dipahami bahwa mayoritas masyarakat Desa Kemang sangat mempertimbangkan faktor ketaqwaan atau kesalehan dalam pernikahan. Hal ini sejalan dengan informasi dari seorang hakim Pengadilan Agama Bogor : “Kalau tidak terdapat kesekufuan pada masalah

agama

(ketaqwaan

atau

kesalehan)

hal

itu

dapat

mengakibatkan

pertengkaran.” 66 65

Budi Purwantini, Hakim Pengadilan Agama Bogor , Wawancara Pribadi (Bogor, 12 Desemeber 2008) 66 Istianah. Hakim Pengadilan Agama Bogor, Wawancara Pribadi, (Bogor 12 Desember 2008).

Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang perlu tidaknya kesamaan suku dalam pernikahan, agar dapat menciptakan keluarga yang harmonis Tabel 4.25

No

Persepsi Responden Tentang Kesetaraan Suku dalam Perkawinan Alternatif Jawaban F

%

1

Tidak penting

48

53.3

2

Cukup penting

27

30

3

Penting

15

16.7

90

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.25 menunjukkan, bahwa 53.3% respon berpendapat kesetaraan suku bagi calon pasangan tidak penting dalam perkawinan, 16.7% responden berpendapat kesetaraan suku dalam berumah tangga penting dalam membentuk keluarga yang sakinah. Dari data tabel 4.25 dapat di ketahui bahwa responden tidak bergitu mempertimbangkan kesetaraan suku dalam memilih pasangan. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kesetaraan status sosial dalam pernikahan untuk membina kehidupan berumah tangga yang harmonis.

Tabel 4.26 Persepsi Responden Tentang Kesetaraan Tingkat Status Sosial dalam perkawinan No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak penting

34

41.5

2

Cukup penting

27

32.9

3

Penting

21

25.6

82

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.26 memperlihatkan bahwa 41.5% responden mengatakan kesetaraan pada status sosial tidak penting dalam pernikahan. Hanya 32.9% responden mengatakan kesamaan status sosial terbilang cukup penting, sebagai bahan pertimbangan mancari calon pasangan. Namun ada beberapa responden yang berpendapat kesetaraan status sosial dengan pasangannya penting untuk terbentuknya keluarga yang harmonis (25.6%). Dari sini dapat diketahui bahwa dari keseluruhan responden yang menyatakan kesetaraan status sosial dalam perkawian tergolonga penting berjumlah (58.5%). Tabel selanjutnya menunjukkan persepi responden tentang kesetaraan tingkatan ekonomi dalam menciptakan keluarga yang sakinah. Tabel 4.27 Persepsi Responden tentang kesetaraan Tingkat Ekonomi No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak penting

48

56.5

2

Cukup penting

22

25.9

3

Penting

15

17.6

85

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.27 menjelaskan bahwa, 56.5% responden menganggap bahwa kesetaraan tingkatan ekonomi tidak penting dalam pernikahan. 25.9% responden menyatakan kesetaraan tingkatan ekomomi cukup penting untuk terciptanya suasana keluarga yang harmonis. Dan 17.6% responden berpendapat penting kesetaraan ekonomi dalam memilih calon pasangan. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, kebanyakan responden beranggapan kesamaan tingkatan ekonomi tidak menjadi bahan pertimbangan dalam memilih pasangan.

Tabel berikutnya memperlihatkan persepsi responden tentang persamaan tampilan wajah demi terwujudnya keharmonisan dalam berumah tangga. Tabel 4.28 Persepsi Responden tentang Kesetaraan Tampilan wajah (Kecantikan/ Ketampanan) No Alternatif Jawaban F % 1

Tidak penting

45

53.6

2

Cukup penting

27

32.1

3

Penting

12

14.3

84

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.28 memperlihatkan 53.6% responden menyatakan kesetaraan tampilan wajah tidak penting untuk memilih calon pasangan. Sedangkan 32.1% responden berpendapat kesetaraan tampilan wajah cukup penting dalam pernikahan dan dapat membentuk keharmonisan dalam rumah tangga. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Desa Kemang menganggap kecantikan atau ketampanan tidak begitu penting dalam pernikahan. Namun responden yang menyatakan pentinganya kesetaraan pada tampilan wajah dalam pernikahan tergolong banyak ( 46.4%) Tabel selanjutnya menggambarkan persepsi responden tentang batal tidaknya sebuah perkawinan yang memiliki perbedaan latar belakang dalam pernikahan Tabel 4.29 Persepsi Responden tentang Perbedaan Latar Belakang Antar Suami Istri dalam pernikahan No Alternatif Jawaban F % 1

Dapat membatakan

7

11.3

2

Tidak dapat membatalkan

55

88.7

62

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel di atas diketahui bahwa 88.7% responden berpendapat perbedaan latar belakang dalam perkawinan tidak dapat membatalkan perkawinan. Sedangkan 11.3% responden berpendapat perbedaan latar belakang antara suami dan istri dalam perkawinan dapat membatalkan perkawinan. Dari sini sudah jelas dapat diketahui bahwa mayoritas responden sudah cukup mengerti bahwa perbedaan latar belakang dalam perkawinan tidak dapat membatalkan pernikahan. Data ini diperkuat oleh pendapat seorang tokoh agama sekaligus P3N dan merangkap guru madrasah Tarbiyatul Islamiah: “Perkawinan yang banyak perbedaan dibandingkan dengan segi kesamaanya tidaklah dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan, terlebih perbedaan itu lebih disebabkan

perbedaan lahiriah, perbedaan latar

belakang antara suami istri tidak dapat membatalkan perkawinan kalaupun terjadi pembatalan bukan karena perbedaannya melainkan karena keperibadiannya” 67

L. Praktek Nikah Kafaah Masarakat Desa Kemang Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang kesetaraan tingkatatan pendidikan pasangan responden. Tabel 4.30

No

67

Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Tingkat Pendidikan Alternatif Jawaban F

%

1

Pendidikannya lebih tinggi

21

30.4

2

Pendidikan Suami dan Istri Sama

36

52.2

3

Pendidikannya lebih rendah

12

17.4

Jumlah

69

100

H. Soma Harja, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, (Bogor 25 Januari 2009)

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.30 menunjukkan bahwa 52.2% responden menyatakan memiliki kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangannya. 30.4% responden menyatakan berbeda tingkatan pendidikan

dengan pasangannya dan tingkatan pendidikan

pasangannya lebih tinggi. Data ini menunjukkan bahwa cukup banyak masyarakat Desa Kemang yang memiliki kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangannya. Tabel berikutnya menggambarkan kesamaan latar belakang agama yang dipeluk oleh responden.

Tabel 4.31 Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Agama No Alternatif Jawaban F % 1

Dulu beda agama, baru masuk Islam

8

8.8

2

Seagama

83

91.2

91

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Tabel 4.31 memperlihatkan, bahwa 91.2% respoden memiliki kesamaan agama dengan pasangannya. 8.8% responden memiliki perbedaan agama dengan pasangannya, baru masuk Islam. Hal ini menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Kemang cukup selektif dalam memilih pasangan yang seagama. Tabel selanjutnya menyajikan kesamaan tingkat ketaqwaan responden denga pasangannya.

Tabel 4.32 Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Ketaqwaan No Alternatif Jawaban F % 1

Pendidikannya lebih tinggi

12

19.7

2

Ketaqwaan Suami dan Istri Sama

32

52.4

3

Pendidikannya lebih rendah

17

27.9

Jumlah

61

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.32 memperlihatkan, 52.4% responden memililki tingkatan ketaqwaan yang sama dengan pasangannya. 27.9% responden menyatakan berbeda tingkatan ketaqwaan dengan pasangannya, yang tingkatan ketaqwaan pasangannya lebih rendah. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki ketaqwaan yang sama dengan pasangannya Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang kesamaan latar belakang suku responden. Tabel 4.33 Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Suku No Alternatif Jawaban F % 1

Sama suku

80

84.2

2

Beda suku

15

15.8

95

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 84.2% responden mengatakan bahwa mereka memiliki kesamaan suku dengan pasangan mereka. 15.8% responden berbeda suku dengan pasangan mereka. Berdasarkan informasi dari tabel 4.33 bahwa masyarakat Desa Kemang mayoritas memiliki kesamaan suku dengan pasangannya.

Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kesamaan latar belakang status sosial responden Tabel 4.34 Latar belakang Pasangan Responden menurut Kesamaan Tingkatan Status Sosial No Alternatif Jawaban F % 1

Status Sosialnya Lebih Tinggi

15

29.4

2

Status Sosial Suami dan Istri Sama

30

58.8

3

Status Sosialnya Lebih Rendah

6

11.8

51

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

Dari tabel 4.34 dapat diketahui, bahwa 58.8% responden memiliki status sosial yang sama denga pasangannya. 29.4% responden memiliki status sosial yang berbeda dengan pasangannya dimana, status sosial

pasangannya lebih tinggi. Maka dapat

diketahui bahwa status sosial yang dimiliki oleh masyarakat Desa Kemang banyak yang memiliki tingkatan status sosial yang sama dengan pasangannya. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kesamaan tingkatan ekonomi responden Tabel 4.35 Latar Belakang Pasangan Responden menurut Kesamaan Ekonomi No Alternatif Jawaban F % 1

Ekonominya lebih tinggi

18

35.3

3

Ekonomi Suami dan Istri Sama

31

60.8

4

Ekonominya lebih rendah

2

3.9

Jumlah

51

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.35 memperlihatkan bahwa, 60.8% responden memiliki kesaman Tingkatan ekonomi dengan pasangannya. Dan sebagian responden menjawab memiliki latar belakang ekonomi yang berbeda dengan pasangannya, sedangkan ekonomi

pasangannya lebih tinggi (35.3%). Dari data tabel 4.35 dapat diketahui bahwa pada umumnya responden memiliki tingkatan ekonomi yang sama dengan pasangannya. Tabel selanjutnya menyajikan kesamaan latar belakang tampilan wajah pasangan responden

Tabel 4.36 Kesamaan Latar Belakang Tampilan Wajah Pasangan Responden No Alternatif Jawaban F % 1

Suami/ istri lebih jelek

21

28.8

2

Suami/ istri lebih tampan/ cantik

52

71.2

73

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Data dari tabel 4.36 menunjukkan 71.2% responden menyatakan pasangan mereka lebih tampan atau cantik. Sedangkan 28.8% responden menyatakan tampilan wajah pasangan mereka tidak begitu menarik untuk dilihat. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan responden memiliki kesamaan tampilan wajah dengan pasangan mereka.

M. Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga Beberapa tabel berikut mendeskripsikan tentang suasana keharmonisan keluarga responden.

Tabel 4.37 No

Tingkatan Keharmonisan Antara Suami/ Istri Alternatif Jawaban F

%

1

Tidak harmonis

17

17.3

2

Cukup harmonis

28

28.6

3

Harmonis

53

54.1

98

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas terlihat bahwa 54.1% responden menyatakan bahwa pernikahan mereka tergolong keluarga yang harmonis, sedangkan 17.3% responden mengalami ketidak harmonisan dalam keluarganya. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga responden berada dalam suasana keharmonisan. Hal ini seperti yang dituturkan oleh tokoh masyrakat Desa Kemang : “Sebagian besar masyarakat desa kemang hidup dengan rukun dan harmonis. Indikasi dari ketidak harmonisan dapat mudah diketahui melalui pemberitaan yang mudah menyebar jika sebuah keluarga mengalami pertengkaran.”.68 Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang suasana rasa sayang responden terhadap pasanganya. Tabel 4.38

No

Tingkatan Rasa Sayang Responden Terhadap Pasangannya Setelah Menikah Alternatif Jawaban F

1

Berkurang, memudar

23

24.8

2

Masih seperti dulu

35

37.6

3

Semakin sayang

35

37.6

Jumlah

93

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan 68

Ibid

%

Tabel 4.38 menjelaskan bahwa, 37.6% responden menyatakan semakin sayang terhadap pasangannya setelah menikah. 37.6% responden mengatakan suasana rasa sayang terhadap pasangannya masih seperti dulu, tidak mengalami perubahan. 24.8% responden mengatakan rasa sayang mereka berkurang atau memudar setelah menikah. Dari data ini dapat diketahui bahwa responden yang keluarganya berada pada situasi rasa sayangnya semakin bertambah cukup banyak. Tabel selanjutnya memberikan informasi tentang suasana rasa cinta responden terhadapa pasangannya. Tabel 4.39

No

Tingkatan Rasa Cinta Responden Terhadap Pasangannya Setelah Menikah Alternatif Jawaban F

%

1

Berkurang, memudar

17

20.7

2

Masih seperti dulu

38

46.3

3

Semakin cinta

27

33

82

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memberikan informasi tentang rasa cinta yang dialami responden setelah menikah. 46.3% responden merasakan suasana rasa cinta terhadap pasangannya masih seperti dulu sejak dari awal mula pernikahan. 33% responden mengatakan semakin cinta terhadap pasangannya setelah menikah. Dari data ini terlihat bahwa responden yang mempunyai rasa cinta tehadap pasangannya, merasakan cintanya masih seperti dulu cukup signifikan. Tabel berikutnya menggambarkan tentang keadaan keceriaan di antara pasangan responden.

Tabel 4.40 Rasa Keceriaan Responden dengan Pasangannya Setelah Menikah No Alternatif Jawaban F % 1

Berkurang, memudar

28

32.5

2

Masih seperti dulu

25

29.1

3

Semakin ceria

33

38.4

86

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memperlihatkan 38.4% responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya pertambahan rasa keceriaan setelah menikah. Ini terbukti dari semakin hari semakin ceria pada keluarga mereka sesuai dengan apa yang dirasakan oleh responden. 32.5% responden mengalami berkurangnya keceriaan ditengah-tengah keluarga mereka setelah menikah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang yang keluarganya mengalami keceriaan setelah menikah cukup banyak. Tabel selanjutnya menerangkan suasana kehangatan responden dengan pasanagannya. Tabel 4.41 Suasana Kehangatan/ Keintiman Antara Suami dan Istri Setelah Menikah No Alternatif Jawaban F % 1

Berkurang, memudar

38

48.1

2

Masih seperti dulu

19

24.1

3

Semakin hangat/ intim

22

27.8

Jumlah

79

100

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.41 memperlihatkan bahwa, 48.1% responden menyatakan kehangatan pada keluarga mereka berkurang atau memudar setelah menikah. Sedangkan 27.8%

responden mengalami adanya pertambahan kehangatan pada keluarga responden dengan pasanganya setelah menikah. Dari sini dapat di ketahui bahwa keluarga responden yang mengalami pertambahan kehangatan terbilang banyak. Beberapa tabel berikut mendeskripsikan tentang suasana keharmonisan keluarga responden dan seberapa efektif kafaah dapat menjaga keharmonisan keluarga. Dalam tabel berikut akan disampaikan suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus silang pendapat menurut latar belakang pendidikan. Tabel 4.42

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan tingkatan Pendidikan Tidak Pernah Pendidikan % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

4

11.1

24

66.7

8

22.2

36

100

2

Beda

1

1.9

37

71.1

14

27

52

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari sini dapat diketahui bahwa perbedaan tingkatan pendidikan dalam pernikahan dapat mempengaruhi suasana keharmonisan dalam rumah tangga

dan

dampaknya akan mengakibatkan terjadi silang pendapat (98.1%), sedangkan yang memiliki kesaman tingkatan pendidikan dengan pasangannya cukup banyak juga yang mengalami silang pendapat (88.9%). Ini berarti kesamaan dalam tingkatan pendidikan tidak begitu berperan dalam menjaga keharmonisan dalam keluarga. Tabel selanjutnya menampilkan informasi tentang keluarga responden dalam kasus silang pendapat menurut latar belakang agama

Tabel 4.43

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan tingkatan Agama Tidak Pernah Agama % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

79

95.2

2

2.4

2

2.4

83

100

2

Beda

1

33.3

1

33.3

1

33.4

3

100

Jumlah

86

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.43 memperlihatkan bahwa 95.2% responden berpendapat kesamaan tingkatan agama dalam pernikahan cukup berperan dalam menjaga suasana keharmonisan dalam rumah tangga. 66.7% responden memiliki perbedaan tingkatan agama dengan pasangannya dan pernah mengalami silang pendapat. Perbedaan tingkatan agama di antara pasangan dapat mengakibatkan terjadinya silang pendapat yang pada akhirnya dapat mengganggu keharmonisan sebuah keluarga. Tabel berikutnya penulis menyajikan suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus silang pendapat menurut latar belakang tampilan wajah

Tabel 4.44

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tampilan Wajah Tampilan Tidak Pernah % % >5 % F Wajah Pernah 1-4

%

1

Sama

19

36.5

31

59.6

2

3.9

52

100

2

Beda

2

5.5

30

83.3

4

11.1

36

100

Jumlah Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan

88

Dari tabel ini terlihat bahwa 36.5% responden yang memilki kesamaan tampilan wajah tidak pernah mengalami pertengkaran silang pendapat dengan pasangan dan keharmonisan keluarga tetap terjaga. Dan responden yang tidak memiliki kesetaraan tampilan wajah dengan pasangannya pada umumnya mengalami pertengkaran silang pendapat (94.4%). Data di atas menjelaskan persamaan dalam tampilan wajah dalam perkawinan dapat memperkecil terjadinya silang pendapat dalam kehidupan berumah tangga. Tabel selanjutnya memaparkan keharmonisan keluarga responden dalam kasus adu mulut menurut latar belakang suku Tabel 4.45

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Suku Tidak Pernah Suku % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

63

78.8

8

10

9

11.2

80

100

2

Beda

9

60

5

33.3

1

6.7

15

100

Jumlah

95

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel 4.45 dapat diketahui, bahwa 78.8% responden yang memiliki kesamaan suku dengan pasangan tidak pernah mengalami silang pendapat dalam perkawinan. Sedangkan responden yang berbeda suku dengan pasangannya pernah mengalami silang pendapat (40%). Hal ini menggambarkan walaupun memiliki kesamaan suku dengan pasangannya tidak bisa terlepas dari silang pendapat yang sewaktu-waktu dapat mengganggu keharmonisan dalam berkeluarga. Dari sini sudah jelas dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yang sekufu pada suku tidak pernah mengalami silang pendapat pada keluarga mereka.

Tabel

selanjutnya

menyajikan

informasi

tentang

perselisihan

paham

dikarenakna status sosial Tabel 4.46

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkat Status Sosial Status Tidak Pernah % % >5 % F Sosial Pernah 1-4

%

1

Sama

26

86.6

2

6.7

2

6.7

30

100

2

Beda

31

57.4

18

33.3

5

9.3

54

100

Jumlah

84

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel 4.46 dapat diketahui, bahwa 86.6% responden yang memiliki kesetaraan status sosial dengan pasangan, tidak pernah mengalami silang pendapat dengan pasangannya, sehingga dapat menjaga keharmonisan keluarga. 42.6% responden yang berbeda status sosial dengan pasangan, pernah mengalami silang pendapat. Data ini memperlihatkan hampir seluruh responden yang memiliki kesetaraan status sosial dengan pasangannya tidak pernah mengalami silang pendapat dan keharmonisan dalam keluarga dapat terjaga. Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam kasus pertengkaran adu mulut menurut latar belakang pendidikan. Tabel 4.47

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut Tingkatan Pendidikan Tidak Pernah Pendidikan % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

25

69.4

6

16.7

5

13.9

36

100

2

Beda

22

42.3

19

36.5

11

21.2

52

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel 4.47 di atas mengisyaratkan bahwa 57.7% responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah mengalami pertengkaran adu mulut sehingga dapat mengganggu keharmonisan keluarga. 69.4% responden yang memiliki kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangan tidak pernah mengalami pertengkaran adumulut dan kualitas keharmonisan keluarga tetap terjaga. Data di atas menggambarkan bahwa perbedaan tingkat pendidikan dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Tabel selanjutnya memberikan informasi pertengkaran adu mulut pada keluarga responden disebabkan tingkatan agama.

No.

Tabel 4.48 Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan tingkatan Agama Tidak Pernah Agama % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

80

96.4

3

3.6

-

-

83

100

2

Beda

1

33.3

-

-

2

66.7

3

100

Jumlah

86

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.48 menunjukkan 96.4% responden yang memiliki kesamaan agama tidak pernah terjadi pertengkaran adumulut dengan pasangannya dan keharmonisan keluarga mereka tidak terganggu. 66.7% responden tidak memiliki kesetaraan tingkatan agama dengan pasangannya dan pernah mengalami pertengkaran adumulut. Dari data ini terlihat bahwa mayoritas responden yang memiliki kesetaraan pada tingkatan agama tidak

pernah mengalami pertengkaran adu mulut dan keharmonisan keluarga mereka dapat terjaga. Tabel selanjutnya menyajikan pertengkaran adu mulut pada keluarga responden menurut latar belakang tampilan wajah Tebel 4.49

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut Tampilan Wajah Tampilan Tidak Pernah % % >5 % F Wajah Pernah 1-4

%

1

Sama

33

63.5

19

36.5

-

-

52

100

2

Beda

9

25

26

72.2

1

2.8

36

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 63.5% responden yang memiliki kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah merasakan pertengkaran adu mulut dan keharmonisan pada keluarga mereka terjaga. Dan responden yang tidak memiliki kesetaraan pada tampilan wajah cukup banyak yang mengalami petengkaran adu mulut (75%). Data ini menunjukkan bahwa mayoritas pasangan yang tidak memiliki kesetaraan pada tampilan wajah dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Tabel selanjutnya menyajikan Keharmonisan keluarga responden dalam kasus pertengkaran adu mulut menurut latar belakang suku Tabel 4.50

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Suku Tidak Pernah Suku % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

74

92.5

6

7.5

-

-

80

100

2

Beda

12

80

2

13.3

1

6.7

15

100

Jumlah

95

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.50 memperlihatkan, 92.5% responden yang memiliki kesamaan suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pertengkaran adu mulut. Sedangkan responden yang berbeda suku dengan pasangannya pernah mengalami pertengkaran adu mulut (20%). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perbedaan suku tidak begitu berpengaruh pada keharmonisan berkeluarga ini terlihat dari sedikitnya angka pertengkaran adu mulut yang dialami oleh responden yang memiki perbedaan suku dengan pasangnnya. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang pertengkaran adu mulut menurut latar belakang status sosial Tabel 4.51

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Status Sosial Status Tidak Pernah % % >5 % F Sosial Pernah 1-4

%

1

Sama

28

93.4

1

3.3

1

3.3

30

100

2

Beda

16

29.6

32

59.3

6

11.1

54

100

Jumlah

84

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 93.4% responden yang memiliki kesetaraan pada status sosial dengan pasangan tidak pernah mengalami pertengkaran adu mulut dan suasana keharmonisan dalam keluarga mereka terjaga. 70.4% responden pernah mengalami pertengkaran adu mulut dengan pasangannya. Berdasarkan informasi dari tabel 4.51 bahwa faktor kesetaraan status sosial, dalam kehidupan berkeluarga sangat besar perannya menjaga keharmonisan rumah tangga.

Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam kasus kekerasan fisik menurut latar belakang tingkatan pendidikan responden

Tabel 4.52

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Pendidikan Tidak Pernah Pendidikan % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

35

97.2

1

2.8

-

-

36

100

2

Beda

50

96.2

-

-

2

3.8

52

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel 4.52 dapat diketahui, bahwa 97.2% responden memiliki kesetaran pada tingkatan pendidikan dengan pasangannya dan tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan 96.2% responden yang memiliki perbedaan tingkatan pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami kekerasan fisik. Dari data tabel 4.52 dapat diketahui bahwa kesamaan atau perbedaan tingkatan pendidikan tidak menjadi penyebab timbulnya kekerasan fisik, ini dapat dilihat dari sedikitnya angka kekerasan fisik pada responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangnnya. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kekerasan fisik yang dialami responden menurut latar belakang Agama Tabel 4.53

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan tingkatan Agama Tidak Pernah Agama % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

81

97.6

1

1.2

1

1.2

83

100

2

Beda

1

33.3

2

66.7

-

-

3

100

Jumlah

86

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel 4.53 dapat diketahui, bahwa 97.6% responden yang memiliki kesamaan agama dengan pasangnnya tidak pernah mengalami kekerasan fisik pada keluarganya dan tidak mengganggu keharmonisan keluarganya. 66.7% responden yang memilki perbedaan agama dengan pasangannya pernah terjadi kekerasan fisik pada keluarga mereka. Maka dapat diketahui bahwa kesetaraan pada tingkatan agama dapat mencegah terjadinya kekerasan fisik dan dapat mewujudkan keluarga yang harmonis. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kekerasan fisik yang dialami responden menurut latar belakang tampilan wajah. Tabel 4.54

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tampilan Wajah Tampilan Tidak Pernah % % >5 % F Wajah Pernah 1-4

%

1

Sama

44

84.6

8

15.4

-

-

52

100

2

Beda

25

69.5

7

19.4

4

11.1

36

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.54 mempelihatkan bahwa, 84.6 responden yang memiki kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah mengalami kekerasan fisik pada keluarga mereka. 30.5% responden pernah mengalami kekerasan fisik dan mengakibatkan terganngunya

keharmonisan keluarga mereka. Dapat diketahui bahwa kesamaan tampilan wajah dengan pasangannya dapat menjaga suasana keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga. Tabel selanjutnya memperlihatkan Keharmonisan keluarga responden dalam kasus kekerasan fisik menurut latar belakang suku Tabel 4.55

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Suku Tidak Pernah Suku % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

76

95

4

5

-

-

80

100

2

Beda

13

86.6

1

6.7

1

6.7

15

100

Jumlah

95

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut data di atas dapat diketahui, bahwa, 95% responden yang memiliki kesetaraan pada suku dengan pasangnnya tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan keharmonisan keluarga mereka dapat terjaga. Sedangkan responden yang berbeda suku dengan pasangannya pernah mengalami kekerasan fisik (13.4%). Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kesamaan atau perbedaan pada suku tidak dapat dikategorikan menjadi penyebab terjadinya kekerasan fisik,. Tabel selanjutnya menyajikan latar belakang keharmonisan keluarga responden dalam kasus kekerasan fisik menurut latar belakang status sosial Tabel 4.56

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan tingkat Statu Sosial Status Tidak Pernah % % >5 % F Sosial Pernah 1-4

%

1

Sama

26

86.7

3

10

1

3.3

30

100

2

Beda

8

14.8

30

55.6

16

29.6

54

100

Jumlah

84

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Data dari tabel 4.56 menunjukkan 86.7% responden yang memiliki kesetaraan status sosial dengan pasangnnya tidak pernah terjadi kekerasan fisik pada keluarganya dan keharmonisan dalam keluarganya terjaga. 85.2% responden terganggu keharmonisan keluarganya karena perbedaan status sosial dengan pasangnnya dan pernah mengalami kekerasan fisik. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan pada status sosial sangat berperan dalam menjaga keharmonisan keluarga dan dapat mencegah terjadinya kekrasan fisik Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keluarga responden dalam kasus pisah ranjang menurut latar belakang tingkatan pendidikan responden Tabel 4.57

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Pendidikan Tidak Pernah Pendidikan % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

35

97.2

1

2.8

-

-

36

100

2

Beda

49

94.2

2

3.9

1

1.9

52

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel diatas terlihat bahwa 97.2% responden yang memiliki kesetaraan tingkatan pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah ranjang dan keharmonisan keluarga mereka dapat terjaga. Sedangkan 5.8% responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya. Data ini menunjukkan bahwa perbedaan tingkatan pendidikan dalam pernikahan kecil kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya pisah ranjang.

Tabel selanjutnya menyajikan informasi pisah ranjang menurut tingkatan agama

No.

Tabel 4.58 Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Agama Tidak Pernah Agama % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

83

100

-

-

-

-

83

100

2

Beda

2

66.7

1

33.3

-

-

3

100

Jumlah

86

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.58 menjelaskan bahwa, 100% responden yang memiliki kesetaraan dalam hal agama tidak pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya. 33.3% responden yang memiliki perbedaan agama dengan pasangannya, pernah mengalami pisah ranjang. Dari data ini dapat diketahui bahwa seluruh masyarakat Desa Kemang yang memiliki kesetaraan agama tidak pernah mengalami pisah ranjang. Ini menunjukkan bahwa kestaraan dalam hal agama sangat berperan dalam membentuk keluarga yang harmonis. Tabel berikutnya tentang Keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah ranjang menurut latar belakang tampilan wajah Tabel 4.59

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tampilan Wajah Tampilan Tidak Pernah % % >5 % F Wajah Pernah 1-4

%

1

Sama

49

94.2

3

5.8

-

-

52

100

2

Beda

24

66.7

12

33.3

-

-

36

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.59 menunjukkan, bahwa 94.2% responden yang memiliki kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah mengalami pisah ranjang, dan 33.3% responden yang

tidak memiliki kesetaraan pada tampilan wajah pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya. Dari data tabel 4.59 dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yang memiliki kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah mengalami pisah ranjang dan mengindikasikan bahwa keluarga mereka harmonis. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah ranjang menurut latar belakang suku Tabel 4.60

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Suku Tidak Pernah Suku % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

78

97.5

2

2.5

-

-

80

100

2

Beda

15

100

-

-

-

-

15

100

Jumlah

95

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel di atas, 2.5% responden memiliki kesamaan suku dengan pasangannya pernah mengalami pisah ranjang. Sedangan responden yang tidak memiliki kesamaan suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah ranjang (100%). Dari tabel ini dapat diketahui bahwa kesetaraan dalam suku tidak bisa menjadi guaranti akan terhindar dari pisah ranjang. Tabel berikutnya memaparkan keluarga responden pada kasus pisah ranjang menurut latar belakang status sosial Tabel 4.61

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Status Sosial Status Tidak Pernah % % >5 % F Sosial Pernah 1-4

%

1

Sama

29

96.7

1

3.3

-

-

30

100

2

Beda

41

75.9

7

13

6

11.1

54

100

Jumlah

84

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel 4.61 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang memiliki kesetaranan status sosial dengan pasangnnya tidak pernah mengalami pisah ranjang (96.7%). Namun 24.1% responden yang tidak memiliki kesamaan status sosial dengan pasangannya pernah mengalami pisah ranjang. Informasi ini menjelaskan bahwa kesetaraan dalam hal status sosial sangat membantu dalam pembentukan keluarga yang harmonis. Tabel selanjutnya menjelaskan tentang suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah menurut latar belakang pendidikan Tebel 4.62

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Pendidikan Tidak Pernah Pendidikan % % >5 % F Pernah 1-4

%

1

Sama

36

100

-

-

-

-

36

100

2

Beda

51

98.1

1

1.9

-

-

52

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas terlihat bahwa, 100% responden yang memiliki kesetaraan tingkatan pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah dan 1.9% responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah mengalami pisah rumah. Data ini menunjukkan bahwa seluruh masyarakat Desa Kemang yang memiliki kesetaraan tingkat pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah dan kesetaraan pada tingkatan pendidikan penting untuk menjaga keharmonisan keluarga.

Tabel berikutnya menyajikan informasi keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah karna belakang Agama Tabel 4.63

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Agama Tidak Pernah Agama % % >5 % F pernah 1-4

%

1

Sama

81

97.6

2

2.4

-

-

83

100

2

Beda

1

33.3

2

66.7

-

-

3

100

Jumlah

86

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.63 memperlihatkan 97.6% responden yang memiliki kesetaraan tingkatan agama tidak pernah mengalami pisah rumah dan keharmonisan keluarga dapat terjaga. Sedangkan 66.7% responden yang bebeda tingkatan agama dengan pasangannya pernah mengalami pisah rumah. Hal ini menggambarka bahwa masyarakat Desa Kemang yang memiliki kesamaan tingkatan agama tidak pernah mengalami pisah rumah. Tabel selanjutnya akan memaparkan keharmonisan keluarga dalam kasus pisah rumah menurut latar belakang tampilan wajah

No.

Tabel 4.64 Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tampilan Wajah Tampilan Tidak Pernah % % >5 % F Wajah pernah 1-4

%

1

Sama

52

100

-

-

-

-

52

100

2

Beda

35

97.2

1

2.8

-

-

36

100

Jumlah

88

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh responden yang memiliki kesetaraan dalam tampilan wajah

tidak pernah mengalami pisah rumah dengan pasangannya

(100%). Sedangkan responden yang tidak memiliki kesamaan tampilan wajah dengan pasangannya, pernah mengalami pisah rumah (2.8%). Dari sini sudah jelas dapat diketahui bahwa seluruh responden yang setara pada tampilan wajah hidup dengan harmonis. Tabel berikutnya menggambarkan keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah menurut latar belakang suku Tabel 4.65

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Suku Tidak Pernah Suku % % >5 % F pernah 1-4

%

1

Sama

79

98.8

1

1.2

-

-

80

100

2

Beda

13

86.7

2

13.3

-

-

15

100

Jumlah

95

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.65 menunjukkan bahwa 98.8% responden yang memiliki kesamaan suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah. 13.3% responden yang bebeda suku dengan pasangannya pernah mengalami pisah rumah. Hal ini menggambarkan bahwa hampir seluruh responden yang memiliki kesamaan suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah. Tabel selanjutnya menyajikan suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah menurut latar belakang status sosial Tabel 4.66

No.

Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga menurut persamaan Tingkatan Status Sosial Status Tidak Pernah % % >5 % F Sosial pernah 1-4

%

1

Sama

30

100

-

-

-

-

30

100

2

Beda

49

90.7

5

9.3

-

-

54

100

Jumlah

84

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Tabel 4.66 memperlihatkan bahwa, 9.3% responden yang tidak memiliki kesetaraan pada status sosial, menyatakan pernah mengalami pisah rumah dengan pasangannya. Sedangkan seluruh responden yang memiliki kesetaraan status sosial dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah dan keharmonisan pada keluarganya dapat terjaga. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan pada status sosial mutlak tidak dapat mengakibatkan terjadinya pisah rumah. Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan keluarga yang harmonis menurut pengalaman keluarga responden. Tabel 4.67 Unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan Keluarga Sakinah No. Unsur Kafaah F % 1

Pendidikan

7

7.2

2

Agama

62

63.3

3

Tampilan Wajah

8

8.1

4

Suku

13

13.3

5

Status Sosial

8

8.1

98

100

Jumlah

Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Menurut tabel 4.67 dapat diketahui, bahwa 63.3% responden menyatakan kesetaraan pada tingkatan agama dengan pasangannya akan lebih mempermudah dalam membentuk keluarga yang harmonis. Responden yang memiliki kesekufuan pada

masalah agama tidak pernah mengalami komflik dalam berumah tangga. Sedangkan 13.3% responden berpendapat kesekufuan pada unsur kesuku-an juga berperan dalam menciptakan keluarga yang harmonis. Dari data 4.67 dapat diketahui bahwa kebanyakan responden menyatakan faktor kesamaan agama sangat berperan dalam membentuk keluarga yang harmonis dibandingkan dengan unsur kafaah yang lainnya. N. Analisis Data Mengacu pada beberapa inti permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu ada beberapa butir temuan penelitian yang perlu dielaborasi secara lebih mendetail. Permasalahan tersebut adalah: (1). Peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah. (2). Pemahaman dan pengetahuan masyarakat Desa Kemang terhadap pernikahan yang sekufu. 1. Peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah Pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemang adalah pernikahan yang tergolong kepada keluarga harmonis. Keharmonisan yang terdapat di masyarakat Desa Kemang dikarenakan adanya kesamaan latar belakang diantara para pasangan. Kafaah membawa pengaruh yang positif dalam membentuk keluarga yang sakinah dan dapat menjaga agar tidak terjadi keretakan dalam keluarga. Selain itu ke se-kufuan juga dapat mencegah terjadinya pertengkaran disebakan perbedaan latar belakang yang sudah ada. Ini terbukti dari tingginya angka keharmonisan yang terdapat pada Desa Kemang hal itu dapat dilihat dari keluarga yang mengalami pertengkaran adu mulut dengan pasangannya tergolong sedikit dan indikasinya adalah rasa sayang, cinta, keceriaan dan suasana kehangatan dengan pasangannya masih tetap ada didalam diri masyarakat setempat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pasangan akan mengalami pertengkaran karena perkawinan merupakan pertemuan dua insan yang belum pernah hidup bersama, maka apabila seseorang menikah dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang berbeda sedikit banyaknya akan mengakibatkan gesekan-gesekan yang mengakibatkan perceraian. Meskipun pertengkaran sering terjadi di dalam keluarga itu merupakan bumbu dari kehidupan berkeluarga, pertengkaran yang paling memuncak dalam rumah tangga responden hanya sampai kepada kekerasan fisik, namun pertengkaran tersebut masih dapat diatasi atau dimediasi oleh tokoh agama setempat, sehingga tidak sampai kepada penjatuhan talak yang mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan. 2. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat Desa Kemang terhadap konsep kafaah dalam perkawinan. a. Pemahaman Dalam pemahaman tentang pernikahan sekufu’ yang dilakukan di masyarakat Desa Kemang, bahwa banyak masyarakat Desa Kemang yang sudah cukup memahami tentang pernikahan yang sekufu’. Pernikahan yang sekufu’ adalah pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri. Kesaman latar belakang diantaranya: pendidikan, agama, mazhab, organisasi keagama-an, ketaqwaan, suku, status sosial, tingkatan ekonomi dan tampilan wajah. Ini terbukti dengan banyaknya responden yang menjawab bahwa konsep kafaah dianjurkan dalam Islam ini dapat dilihat ditabel 4.22. Pada prakteknya di masyarakat sudah menjalankan konsep kafaah dalam perkawinan. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang menjalankan konsep kafaah, indikasinya adalah bahwa masyarakat Desa Kemang pada saat menikah memiliki latar belakang yang sama dengan pasangannya.

b. Pengetahuan pernikahan yang sekufu’ Mengenai pengetahuan pernikahan yang sekufu’, mayoritas masyarakat Desa Kemang cukup mengerti dan cukup mengetahui bahwa pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang dapat membentuk keluarga yang sakinah, masyarakat mendapat pengetahuan tentang ajaran kafaah dari membaca buku hukum Islam dan mendengarkan ceramah ustazd dimajlis taklim atau mushola. Selain itu masyarakat menganggap pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang penting untuk diterapkan, terutama bagi masyarakat yang akan memilih calon pasangan, terlebih lagi bagi yang hendak melangsungkan pernikahan agar pada nantinya lebih mudah untuk mewujudkan keluarga yang harmonis. Namun terkadang ada masyarakat yang beranggapan bahwa kafaah ini tidak perlu, sehingga mereka lebih memilih mencari pasangan dengan cara sendiri, terlepas dari mereka sudah melakukan pemilihan pasangan dengan mempacarinya terlebih dahulu

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dari hasil wawancara penulis dengan hakim Pengadilan Agama Bogor, BP4 KUA Kemang dan tokoh agama beserta tokoh masyarakat, survei lapangan serta dilengkapi dengan tabel yang memuat data-data tentang pengetahuan, pemahaman masyarakat tentang nikah secara kafaah dan peran kafaah dalam perkawinan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Kafaah diperuntukan bagi calon suami agar sederajat dengan calon istrinya ini disyaratkan agar dapat menghasilkan keserasian dalam hubungan suami-istri, kafaah disini mengandung arti bahwa laki-laki harus sama atau setara dalam tingkatan ekonomi, pendidikan, ahlak dan tampilan wajah dan terutama dalam hal agama pada saat memilih calon pasangan yang akan dilamarnya. Kafaah merupakan hak perempuan dan walinya. Wali tidak bisa memaksa mengawinkan perempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali yang bersangkutan ridha. 2. Kafaah dalam perkawinan berperan dalam pembentukan keluarga yang sakinah, kafaah juga dapat menyelamatkan perkawinan dari kegagalan disebabkan perbedaan di antara dua pasangan. dari beberapa perkawinan yang ada dimasyarakat banyak memiliki kesamaan dengan pasangannya. Banyak keluarga yang ada dimasyarakat hidup dengan harmonis, jika terjadi pertengkaran karna perselisihan paham sehingga terjadi pertengkaran dan kalaupun pertengkaran itu tidak dapat teratasi tidak sampai kepada penjatuhan talak.

3. Masyarakat Desa Kemang sudah cukup mengetahui mengenai ajaran kesamaan dalam pernikahan, Namun masyarakat kurang terbiasa dengan istilah kafaah atau sekufu 4. Dalam pemahaman pernikahan yang sekufu masyarakat sudah cukup memahami tentang pernikahan yang sekufu namun masyarakat Desa Kemang memahami secara substansi, yaitu: pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri.

B. Saran 1. Orang tua harus mampu memberikan pemahaman tentang kafaah, kepada anaknya agar menikah dengan yang sekufu, demi tercapainya tujuan pernikahan yang sakinah mawaddah warohmah. 2. Bagi

pasangan

yang

hendak

melangsungkan

perkawinan

hendaknya

mempertimbangkan terlebih dahulu persamaan dan perberdaan yang terdapat di antara keduanya. 3. Diharapkan kepada tokoh agama dan masyarakat supaya lebih memperhatikan dan mensosialisasikan pentingnya kafaah, bagi para pemuda agar menjadikan kesekufu-an sebagai pertimbanagn dalam memilih pasangan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al- Karim Assegaf, M.Hasyim Derita Putrid-Putri Nabi Studi Historis Kafa’ah Syarifah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000 Alhamdani, H.S.A Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 2002. Abidin, Slamet Drs. Fiqih Munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999. Ahmad, Zaid Husein Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, Jakarta: T.tp, 1995 Al-Munawwir, Kamus Arab- Indonesia Jakarta: Pustaka Progresseif, 2002 Al-Asqolani, Ibn Hajar Bulughul al-Maram, T.tp, Surabaya, t.th. At-Tirmidzi, Imam, Sunan At-Tirmidzi Al-Maktabah Al-Syamilah http://www. alislam.com juz, II. t.th. Bakry, Hasbullah Pedoman Islam di Indonesia, Jakarta: UI Press, 1998. Daly, Peunoh Dr. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1988 Depag, Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992 Fuad, Kiki Sakinatul “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”, Tesis, S 2 Universitas Indonesia, Depok, 2005 Ghazaliy, Abd Rahman Prof. Dr. Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003. Ghoffar, Abdul Fiqih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, t.th Hasan, M. Ali Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003. Ismail Al-Kahlani, Assaidil Imam Muhammad Bin Subulussalam juz 3, Bandung: Dahlan, 1183. J, Moleong, Lexy Dr. Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XVII Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Mujib, M. Abdul Kamus Istilah Fiqih, Cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.

Muktar, Kamal Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Muhdor, Ahmad Zuhdi Kamus Kontemporer Arab- Indonesia, Cet II Yayasan Ali Maksum, 1996

Yogyakarta:

Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, http://www. al-islam.com juz, VI. t.th. Nasa’i, Imam Al-Sunan Al-Kubro li Al-Nasa’I, Al-Maktabah Al-Syamilah, (http://. alislam.com) juz III, t.th. Syarifuddin, Amir Prof. Dr., Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II Yogyakarta: Liberty, 1986. Sabiq, Sayyid Fiqh as-sunnah Jilid 2, Beirut: Dar El Fikri, 1983 Siddiqui, Mona Menyingkap Tabir Perempuan Islam, perspektif kaum peminis Bandung: Nuansa, 2007 Subulussalam, Bab kafa’ah dan Khiyar dalam pernikahan, Al-Maktabah Al-Syamilah (http:// www. al-islam.com), juz III, t.th. Thalib, Muhammad Drs. Terjemah Fiqih Sunnah jilid 7, Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1987. Umar, Anshori fiqih Wanita. Semarang: As Syfa, 1981 Yunus, Mahmud Prof. H. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, t.th. Ziadeh, Farhat J. “Equality(Kafa’ah) in The Muslim Law Of Mariage” American Jurnal of Comparative Law, 1957. Zomeno, Amalia Kafa’ah In The Maliki School: Fatwa From Fifteenth-Century Fez. t.th.

Angket Penelitian untuk Penulisan Skripsi

AJARAN KAFA’AH/KESETARAAN DALAM PERNIKAHAN (STUDI PERILAKU PERNIKAHAN MASYARAKAT ISLAM)

Assalamu’alaukim wr.wb. Yth. Ibu Responden Berikut adalah angket untuk penelitian tentang Ajaran Kafa’ah/Kesetaraan dalam Pernikahan (Studi Perilaku Penikahan Masyarakat Islam.) Kami sangat mengharapkan kesediaan Ibu untuk mengisi angket. Seluruh identitas dan informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. Terimakasih atas bantuan Ibu dan semoga Allah mencatat bantuan tersebut sebagai amal-ibadah.

Nama Mahasiswa : Haerul Anwar Dosen Pembimbing 1. Drs. Noryamin Aini, MA 2. Sri Hidayati, M.Ag.

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SHAKHSHIYYAH (SAS) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

PETUNJUK PENGISIAN Angket diisi sendiri oleh responden. Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Ibu bisa menanyakan kepada peneliti. Teknik memberi jawaban dengan cara melingkari nomor . pilihan yang tersedia, atau mengisi tempat kosong yang tersedia

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Berapa usia Ibu sekarang?

tahun

2. Latar belakang pendidikan yang pernah Ibu tamatkan? Jenjang pendidikan

Apa Jenis sekolah yang Ibu tamatkan*

a). Sekolah Dasar

1. Sekolah Umum (SD) 2. Sekolah Agama (MI)

b). SLTP

1. Sekolah Umum (SMP) 2. Sekolah Agama (M.Ts)

c). SLTA

1. Sekolah Umum (SMU/SMK/SMEA) 2. Sekolah Agama (M. Aliyah) 3. Pondok Pesantren

d). Pendidikan Tinggi

1. Perguruan Tinggi Umum 2. Perguruan Tinggi Agama

* Lingkari pilihan jenis pendidikan Ibu

3. Apa status perkawinan Ibu saat ini?

[1] Menikah [2] Janda cerai mati

[3] Janda cerai hidup

4. Apakah Ibu sebagai penduduk asli (sejak lahir) yang menetap di daerah ini? [1] Penduduk asli (langsung ke No.A–7)

[2] Warga pendatang

5. Jika sebagai PENDATANG, dari mana asal daerah Ibu? [1] Dari asal kecamatan yang sama [2] Dari asal kabupaten/kodya yang sama

[3] Dari asal provinsi yang sama [4] Dari asal provinsi yang berbeda

6. Sudah BERAPA LAMA Ibu menetap di tempat sekarang? [....... tahun] 7. Apakah Ibu memiliki pekerjaan tetap/tidak tetap? [1] Memiliki pekerjaan tetap [2] Baru memiliki pekerjaan tidak tetap 13) 8. PEKERJAAN Ibu bergerak di BIDANG apa.?

[3] Tidak bekerja (langsung ke No A-13) [4] Ibu Rumah Tangga (langsung ke No A-

[1] Pendidikan [2] Layanan administrasi/TU [3] Jasa layanan angkutan [4] Jasa telekomunikasi [5] Jasa hiburan [6] Jasa percetakan

[ 7 ] Jasa layanan hukum [ 8 ] Jasa layanan kesehatan [ 9 ] Jasa konsultasi [10] Jasa kecantikan [11] Jasa pengiriman–ekspedisi [12] Jasa bangunan/konstruksi

[13] Jasa kebersihan [14] Jasa layanan elektronik [15] Pertanian [16] Peternakan–perikanan [17] Perdagangan [18] ____________________

9. Apa JABATAN Ibu di pekerjaan tersebut. [1] Pejabat eselon 1 [2] Pejabat eselon 2 [3] Direktur [4] Anggota DPR/D [5] Akuntan/auditor [6] Hakim [7] Konsultan hukum [8] Jaksa [9] Dokter

[10] Pengusaha besar [11] Manajer [12] Pejabat eselon 3 [13] Dosen [14] Apotiker [15] Camat [16] Pejabat eselon 4 [17] Lurah [18] Bidan

[19] Guru SLTP/SMU [20] Guru TK/SD [21] Guru ngaji [22] Penceramah [23] Artis/seniman [24] Pegawai TU [25] Dagang di toko [26] Perawat [27] Satpam

[28] Pedagang keliling [29] Pedagang di warung [30] Montir [31] Tukang ojek [32] Penjahit [33] Sopir [34] Buruh bangunan [35] Buruh kebersihan [36]

________________

10. Selain pekerjaan di atas, apakah Ibu mempunyai pekerjaan sampingan/tambahan? [1] Ya,sebutkan ______________________

2. Tidak

11. Berapa RATA–RATA PENGHASILAN bulanan Ibu? [1] Kurang dari Rp. 500.000 [2] Rp. 500.001–1.000.000 [3] Rp. 1.000.001–2.000.000

[4] Rp. 2.000.001–4.000.000 [5] Rp. 4.000.001–6.000.000 [6] Rp. 6.000.001–10.000.000

[7] Rp. 10.000.001–15.000.000 [8] Rp. 15.000.001–20.000.000 [9] > Rp. 20.000.000

12. Bagaimana asal–usul suku AYAH kandung Ibu? [1] Tidak jelas, suku campuran

[2] Jelas, sebutkan [...................................................]

13 Bagaimana asal–usul suku IBU kandung Ibu [1] Tidak jelas, suku campuran

[2] Jelas, sebutkan [..................................................]

B. SEJARAH PERNIKAHAN 1. Bagaimana status pernikahan Ibu pada saat menikahi suami sekarang? [1] Gadis

[2] janda cerai mati

[3] Janda cerai hidup

2. Bagaimana status suami saat menikah dengan Ibu? [1] Perjaka

[2] Duda cerai mati

[3] Duda cerai hidup

3. Bagaimana proses Ibu menikahi suami sekarang? [1] Dipilihkah/dijodohkan oleh orangtua [2] Dipilihkan/dijodohkan keluarga ____________________________________

[3] Memilih sendiri [4]

[4] Beristri

4. Bagaimana status administrasi pernikahan Ibu dengan suami sekarang? [1] Dicatatkan di (KUA)

[2] Nikah sirri (menurut agama saja)

5. Selama ini, sudah berapa Ibu menikah?

____ kali

6. Pada saat memilih suami yang ada sekarang, sebutkan 3 (tiga) faktor yang paling menjadi dasar pertimbangan pemilihan tersebut? [1] Dasar pertimbangan cinta [2] Dasar pertimbangan materi [3] Dasar pertimbangan ketampana [4] Dasar pertimbangan status sosial [5] Dasar pertimbangan kesalehan

[6] Dasar pertimbangan keturunan/ningrat [7] Dasar pertimbangan kesukuan [8] Dasar pertimbangan kedaerahan [9] Dasar pertimbangan akhlak/kesopanan [0] _________________________________

C. PEMAHAMAN KAFA’AH/SEKUFU 1. Apakah Ibu pernah mendengar ajaran tentang sekufu/setara dalam pernikahan.? [1] Pernah

[2] Tidak pernah [langsung ke Nomor C-4]

2. Jika pernah mendengar, apa yang Ibu pahami dengan istilah tersebut? [Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Ibu] [1] Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri [2] Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri [3] Kecocokan antara calon suami dan istri [4] Kecintaan antara calon suami dan istri [5] Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua suami dan orangtua istri [6] Kesepahaman antara calon suami dan istri [7] Kesepakatan antara calon suami dan istri 3. Dari manakah Ibu mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafa’ah dalam pernikahan? [Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Ibu] [1] Membaca dari buku hukum Islam [2] Mendengar ceramah ustadz di mejlis taklim [3] Mendengar ceraman ustdaz di pengajian mesjid/mushoka [4] Mendengar ceramah ustadz di TV/radio [5] Mendengar pembicaraan teman-teman dekat [6] Mendengar materi/isi penyuluhan hukum Islam [7] Membaca majalah/surat kabar Islam [8] ______________________________________________________ 4. Apakah kafa’ah antara calon suami dan istri menjadi suatu kewajiban dalam pernikahan? [1] Wajib menurut agama, harus dipenuhi [4] Hanya anjuran agama [2] Wajib menurut adat, harus dipenuhi [5] Hanya ajaran adat/kebiasaan [3] Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan [6] Tidak tahu 5. Apakah pernikahan yang tidak sekufu antara calon suami dan istri perlu dibatalkan? [1] Tidak perlu dibatalkan [2] Perlu diingatkan

[4] Harus dibatalkan [5] Tidak tahu

D. SIGNIFIKANSI KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN

Pertanyaan 1.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT PENDIDIKAN dalam pernikahan? 2.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan AGAMA YANG DIPELUK dalam pernikahan? 3.Seberapa penting calon suami-istri memiliki kesamaan ALIRAN/MAZHAB keagamaan dlm pernikahan? 4.Seberapa penting calon suami-istri memiliki kesamaan ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN dlm pernikahan? 5.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki ke-samaan TINGKAT KETAQWAAN/ KESALEHAN dalam pernikahan? 6.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan SUKU dlm pernikahan? 7.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan ASAL DAERAH dalam pernikahan? 8.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan PILIHAN PARTAI POLITIK dalam pernikahan? 9.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT KENINGRATAN/KETURUN- AN dalam pernikahan? 10.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT STATUS SOSIAL dalam pernikahan? 11.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT KEKAYAAN dalam pernikahan? 12.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan KETAMPANAN dalam pernikahan?

Sangat Tidak Kurang Sedikit Cukup Sangat Tdk Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting

Tidak Tahu

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

13. Menurut PENGALAMAN Ibu, apakah banyak perbedaan latar belakang antara suami dan istri dapat membatalkan sebuah pernikahan? [1] Dapat membatalkan

[2] Tidak dapat membatalkan

[3] Tidak tahu

E. PRAKTEK KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN 1. Pada saat menikah, bagaimana TINGKAT PENDIDIKAN suami Ibu? [1] Pendidikan suami dua tingkat lebih tinggi rendah

[4] Pendidikan suami dua tingkat lebih

[2] Pendidikan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Pendidikan suami satu tingkat lebih rendah [3] Pendidikan suami sama dengan pendidikanku [6] Tidak tahu 2. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA suami Ibu? [1] Dulu beda agama, tapi sudah lama Islam [2] Dulu beda agama, baru masuk Islam

[3] Tetap beda agama [4] Seagama

[5] Tidak tahu

3. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ALIRAN/MAZHAB suami Ibu? [1] Beda mazhab

[2] Sama mazhab

4. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN suami Ibu? [1] Sama organisasi

[2] Beda organisasi

[3] Tidak tahu

5. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT KETAQWAAN/KESALEHAN suami Ibu? [1] Ketakwaan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Ketakwaan suami satu tingkat lebih rendah [2] Ketakwaan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Ketakwaan suami satu tingkat lebih rendah [3] Ketakwaan suami sama dengan ketakwaanku [6] Tidak tahu 6. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang SUKU suami Ibu? [1] Sama suku

[2] Beda suku

7. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang asal kedaerahan suami Ibu? [1] Sama asal daerah

[2] Beda asal daerah

8. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang pilihan PARTAI POLITIK suami Ibu? [1] Sama partai politik

[2] Beda partai politik

[3] Tidak tahu

9. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KENINGRATAN/KETURUNAN suami Ibu? [1] Keturunan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Keturunan suami dua tingkat lebih rendah [2] Keturunan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Keturunan suami satu tingkat lebih rendah [3] Keturunan suami sama dengan keturunanku [6] Tidak tahu 10. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT STATUS SOSIAL suami Ibu? [1] Status sosial suami dua tingkat lebih tinggi [4] Status sosial suami dua tingkat lebih rendah [2] Status sosial suami satu tingkat lebih tinggi [5] Status sosial suami satu tingkat lebih rendah [3] Status sosial suami sama dengan Status sosialku [6] Tidak tahu 11. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KEKAYAAN suami Ibu? [1] Kekayaan suami dua tingkat lebih tinggi [2] Kekayaan suami satu tingkat lebih tinggi rendah [3] Kekayaan suami sama dengan kekayaanku

[4] Kekayaan suami dua tingkat lebih rendah [5] Kekayaan suami satu tingkat lebih [6] Tidak tahu

12. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KETAMPANAN suami Ibu? [1] Suami lebih jelek

[2] Suami lebih tampan

[3] Tidak tahu

13. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA suami Ibu? [1] Sama-sama Islam

[2] Beda agama

F. SUASANA KEHARMONISAN DALAM RUMAH TANGGA 1. Menurut penilaian Ibu, seberapa harmonis kehidupan pernikahan yang dijalani sekarang? [1] Sangat tidak harmonis [2] Tidak harmonis [3] Kurang harmomis [4] Agak harmonis

[5] Cukup harmonis [6] Harmonis [7] Sangat harmonis [8] Tidak tahu

2. Setelah menikah, bagaimana RASA SAYANG Ibu terhadap suami selama ini? [1] Berkurang, memudar [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin sayang [4] Tidak tahu

3. Setelah menikah, bagaimana RASA CINTA Ibu terhadap suami selama ini? [1] Berkurang, memudar [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin cinta [4] Tidak tahu

4. Setelah menikah, bagaimana RASA KEAKRABAN Ibu terhadap suami selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin akrab [4] Tidak tahu

5. Setelah menikah, bagaimana SUASANA KECERIAAN Ibu dengan suami selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin ceria [4] Tidak tahu

6. Setelah menikah, bagaimana RASA KEHANGATAN/KEINTIMAN Ibu dengan suami selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin hangat/intim [4] Tidak tahu

7. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi SILANG PENDAPAT yang Ibu alami dengan suami dalam pernikahan? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

8. Selama pernikahan yang ada, apakah pernah terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan suami? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

9. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi KEKERASAN FISIK terhadap ibu yang dilakukan suami dalam rumah tangga? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

10. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RANJANG dengan suami? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

11. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RUMAH dengan suami? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

12. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi TALAK 1-2 dengan suami? [1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah 13. JIKA PERNAH terjadi SILANG PENDAPAT dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 14. JIKA PERNAH terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 15. JIKA PERNAH terjadi KEKERASAN FISIK terhadap suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 16. JIKA PERNAH terjadi PISAH RANJANG dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [2] Kehadiran orang ketiga

[4] Kekurangan ekonomi [5] Perbedaan pendapat

[3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 17. JIKA PERNAH terjadi PISAH RUMAH dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 18. JIKA PERNAH terjadi TALAK 1-2- oleh suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________

Terima kasih. Semoga amal baik Ibu dicatat sebagai pahala oleh Allah Swt.

Angket Penelitian Untuk Penulisan Skripsi

AJARAN KAFA’AH/KESETARAAN DALAM PERNIKAHAN (STUDI PERILAKU PERNIKAHAN MASYARAKAT ISLAM)

Yth. Bapak Responden Berikut adalah angket untuk penelitian tentang Ajaran Kafa’ah/Kesetaraan dalam Pernikahan (Studi Perilaku Penikahan Masyarakat Islam. Kami sangat mengharapkan kesediaan Bapak untuk mengisi angket. Seluruh identitas dan informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. Terimakasih atas bantuan Bapak dan semoga Allah mencatat bantuan tersebut sebagai amal-ibadah.

Nama Mahasiswa : Haerul Anwar Dosen Pembimbing 1. Drs. Noryamin Aini, MA 2. Sri Hidayati, M.Ag.

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SHAKHSHIYYAH (SAS) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

PETUNJUK PENGISIAN Angket diisi sendiri oleh responden. Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Bapak bisa menanyakan kepada peneliti. Teknik memberi jawaban dengan cara melingkari . nomor pilihan yang tersedia, atau mengisi tempat kosong yang tersedia

D. IDENTITAS RESPONDEN 1. Berapa usia Bapak sekarang?

tahun

2. Latar belakang pendidikan yang pernah Bapak tamatkan? Jenjang pendidikan

Apa Jenis sekolah yang Bapak tamatkan*

a). Sekolah Dasar

1. Sekolah Umum (SD) 2. Sekolah Agama (MI)

b). SLTP

1. Sekolah Umum (SMP) 2. Sekolah Agama (M.Ts)

c). SLTA

1. Sekolah Umum (SMU/SMK/SMEA) 2. Sekolah Agama (M. Aliyah) 3. Pondok Pesantren

d). Pendidikan Tinggi

1. Perguruan Tinggi Umum 2. Perguruan Tinggi Agama

* Lingkari pilihan jenis pendidikan Bapak

3. Apa status perkawinan Bapak saat ini?

[1] Menikah [2] Duda cerai mati

[3] Duda cerai hidup

4. Apakah Bapak sebagai penduduk asli (sejak lahir) yang menetap di daerah ini? [1] Penduduk asli (langsung ke No.A–7)

[2] Warga pendatang

5. Jika sebagai PENDATANG, dari mana asal daerah Bapak? [1] Dari asal kecamatan yang sama [2] Dari asal kabupaten/kodya yang sama

[3] Dari asal provinsi yang sama [4] Dari asal provinsi yang berbeda

6. Sudah BERAPA LAMA Bapak menetap di tempat sekarang? [....... tahun] 7. Apakah Bapak memiliki pekerjaan tetap/tidak tetap? [1] Memiliki pekerjaan tetap [2] Baru memiliki pekerjaan tidak tetap

[3] Tidak bekerja (langsung ke No A-13) [4] ______________________________

8. PEKERJAAN Bapak bergerak di BIDANG apa.? [1] Pendidikan [2] Layanan administrasi/TU

[ 7 ] Jasa layanan hukum [ 8 ] Jasa layanan kesehatan

[13] Jasa kebersihan [14] Jasa layanan elektronik

[3] Jasa layanan angkutan [4] Jasa telekomunikasi [5] Jasa hiburan [6] Jasa percetakan

[ 9 ] Jasa konsultasi [10] Jasa kecantikan [11] Jasa pengiriman–ekspedisi [12] Jasa bangunan/konstruksi

[15] Pertanian [16] Peternakan–perikanan [17] Perdagangan [18] ____________________

9. Apa JABATAN Bapak di pekerjaan tersebut. [1] Pejabat eselon 1 [2] Pejabat eselon 2 [3] Direktur [4] Anggota DPR/D [5] Akuntan/auditor [6] Hakim [7] Konsultan hukum [8] Jaksa [9] Dokter

[10] Pengusaha besar [11] Manajer [12] Pejabat eselon 3 [13] Dosen [14] Apotiker [15] Camat [16] Pejabat eselon 4 [17] Lurah [18] Bidan

[19] Guru SLTP/SMU [20] Guru TK/SD [21] Guru ngaji [22] Penceramah [23] Artis/seniman [24] Pegawai TU [25] Dagang di toko [26] Perawat [27] Satpam

[28] Pedagang keliling [29] Pedagang di warung [30] Montir [31] Tukang ojek [32] Penjahit [33] Sopir [34] Buruh bangunan [35] Buruh kebersihan [36]

________________

10. Selain pekerjaan di atas, apakah Bapak mempunyai pekerjaan sampingan/tambahan? [1] Ya,sebutkan ______________________

2. Tidak

11 Berapa RATA–RATA PENGHASILAN bulanan Bapak? [1] Kurang dari Rp. 500.000 [2] Rp. 500.001–1.000.000 [3] Rp. 1.000.001–2.000.000

[4] Rp. 2.000.001–4.000.000 [5] Rp. 4.000.001–6.000.000 [6] Rp. 6.000.001–10.000.000

[7] Rp. 10.000.001–15.000.000 [8] Rp. 15.000.001–20.000.000 [9] > Rp. 20.000.000

12. Bagaimana asal–usul suku AYAH kandung Bapak? [1] Tidak jelas, suku campuran

[2] Jelas, sebutkan [...................................................]

13 Bagaimana asal–usul suku IBU kandung Bapak [1] Tidak jelas, suku campuran

[2] Jelas, sebutkan [..................................................]

E. SEJARAH PERNIKAHAN 1. Bagaimana status pernikahan Bapak pada saat menikahi istri sekarang? [1] Perjaka

[2] Duda cerai mati

[3] Duda cerai hidup

[4] Beristri

2. Bagaimana status istri saat menikah dengan Bapak? [1] Gadis

[2] Janda cerai mati

[3] Janda cerai hidup

3. Bagaimana proses Bapak menikahi istri sekarang? [1] Dipilihkah/dijodohkan oleh orangtua [2] Dipilihkan/dijodohkan keluarga

[3] Memilih sendiri [4]

____________________________________ 4. Bagaimana status administrasi pernikahan Bapak dengan istri sekarang?

[1] Dicatatkan di (KUA)

[2] Nikah sirri (menurut agama saja)

5. Selama ini, sudah berapa Bapak menikah?

____ kali

6. Pada saat memilih istri yang ada sekarang, sebutkan 3 (tiga) faktor yang paling menjadi dasar pertimbangan pemilihan tersebut? [1] Dasar pertimbangan cinta [2] Dasar pertimbangan materi [3] Dasar pertimbangan kecantikan [4] Dasar pertimbangan status sosial [5] Dasar pertimbangan kesalehan

[6] Dasar pertimbangan keturunan/ningrat [7] Dasar pertimbangan kesukuan [8] Dasar pertimbangan kedaerahan [9] Dasar pertimbangan akhlak/kesopanan [0] _________________________________

F. PEMAHAMAN KAFA’AH/SEKUFU 1. Apakah Bapak pernah mendengar ajaran tentang sekufu/setara dalam pernikahan.? [1] Pernah

[2] Tidak pernah [langsung ke Nomor C-4]

2. Jika pernah mendengar, apa yang Bapak pahami dengan istilah tersebut? [Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak] [1] Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri [2] Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri [3] Kecocokan antara calon suami dan istri [4] Kecintaan antara calon suami dan istri [5] Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua suami dan orangtua istri [6] Kesepahaman antara calon suami dan istri [7] Kesepakatan antara calon suami dan istri 3. Dari manakah Bapak mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafa’ah dalam pernikahan? [Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak] [1] Membaca dari buku hukum Islam [2] Mendengar ceramah ustadz di mejlis taklim [3] Mendengar ceraman ustdaz di pengajian mesjid/mushoka [4] Mendengar ceramah ustadz di TV/radio [5] Mendengar pembicaraan teman-teman dekat [6] Mendengar materi/isi penyuluhan hukum Islam [7] Membaca majalah/surat kabar Islam [8] ______________________________________________________ 4. Apakah kafa’ah antara calon suami dan istri menjadi suatu kewajiban dalam pernikahan? [1] Wajib menurut agama, harus dipenuhi [4] Hanya anjuran agama [2] Wajib menurut adat, harus dipenuhi [5] Hanya ajaran adat/kebiasaan [3] Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan [6] Tidak tahu 5. Apakah pernikahan yang tidak sekufu antara calon suami dan istri perlu dibatalkan? [1] Tidak perlu dibatalkan [2] Perlu diingatkan

[4] Harus dibatalkan [5] Tidak tahu

D. SIGNIFIKANSI KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN

Pertanyaan 13.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT PENDIDIKAN dalam pernikahan? 14.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan AGAMA YANG DIPELUK dalam pernikahan? 15.Seberapa penting calon suamiistri memiliki kesamaan ALIRAN/MAZHAB keagamaan dlm pernikahan? 16.Seberapa penting calon suamiistri memiliki kesamaan ORGANISASI SO-SIAL-KEAGAMAAN dlm pernikahan? 17.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki ke-samaan TINGKAT KETAQWAAN/ KESALEHAN dalam pernikahan? 18.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan SUKU dlm pernikahan? 19.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan ASAL DAERAH dalam pernikahan? 20.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan PILIHAN PARTAI POLITIK dalam pernikahan? 21.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT KENINGRATAN/KETURUN- AN dalam pernikahan? 22.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT STATUS SOSIAL dalam pernikahan? 23.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT KEKAYAAN dalam pernikahan? 24.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan KETAMPANAN dalam pernikahan?

Sangat Tidak Kurang Sedikit Cukup Sangat Tdk Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting

Tidak Tahu

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[0]

13. Menurut PENGALAMAN Bapak, apakah banyak perbedaan latar belakang antara suami dan istri dapat membatalkan sebuah pernikahan? [1] Dapat membatalkan

[2] Tidak dapat membatalkan

E. PRAKTEK KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN 1. Pada saat menikah, bagaimana TINGKAT PENDIDIKAN istri Bapak?

[3] Tidak tahu

[1] Pendidikan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Pendidikan istri dua tingkat lebih rendah [2] Pendidikan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Pendidikan istri satu tingkat lebih rendah [3] Pendidikan istri sama dengan pendidikanku [6] Tidak tahu 2. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak? [1] Dulu beda agama, tapi sudah lama Islam [2] Dulu beda agama, baru masuk Islam

[3] Tetap beda agama [4] Seagama

[5] Tidak tahu

3. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ALIRAN/MAZHAB istri Bapak? [1] Beda mazhab

[2] Sama mazhab

4. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN istri Bapak? [1] Sama organisasi

[2] Beda organisasi

[3] Tidak tahu

5. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT KETAQWAAN/KESALEHAN istri Bapak? [1] Ketakwaan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah [2] Ketakwaan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah [3] Ketakwaan istri sama dengan ketakwaanku [6] Tidak tahu 6. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang SUKU istri Bapak? [1] Sama suku

[2] Beda suku

7. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang asal kedaerahan istri Bapak? [1] Sama asal daerah

[2] Beda asal daerah

8. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang pilihan PARTAI POLITIK istri Bapak? [1] Sama partai politik

[2] Beda partai politik

[3] Tidak tahu

9. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KENINGRATAN/KETURUNAN istri Bapak? [1] Keturunan istri dua tingkat lebih tinggi [2] Keturunan istri satu tingkat lebih tinggi [3] Keturunan istri sama dengan keturunanku

[4] Keturunan istri dua tingkat lebih rendah [5] Keturunan istri satu tingkat lebih rendah [6] Tidak tahu

10. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT STATUS SOSIAL istri Bapak? [1] Status sosial istri dua tingkat lebih tinggi [4] Status sosial istri dua tingkat lebih rendah [2] Status sosial istri satu tingkat lebih tinggi [5] Status sosial istri satu tingkat lebih rendah [3] Status sosial istri sama dengan Status sosial ku [6] Tidak tahu 11. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KEKAYAAN istri Bapak? [1] Kekayaan istri dua tingkat lebih tinggi [2] Kekayaan istri satu tingkat lebih tinggi [3] Kekayaan istri sama dengan kekayaanku

[4] Kekayaan istri dua tingkat lebih rendah [5] Kekayaan istri satu tingkat lebih rendah [6] Tidak tahu

12. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KECANTIKAN istri Bapak? [1] Istri lebih jelek

[2] Istri lebih cantik

[3] Tidak tahu

13. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak?

[1] Sama-sama Islam

[2] Beda agama

F. SUASANA KEHARMONISAN DALAM RUMAH TANGGA 19. Menurut penilaian Bapak, seberapa harmonis kehidupan pernikahan yang dijalani sekarang? [1] Sangat tidak harmonis [2] Tidak harmonis [3] Kurang harmomis [4] Agak harmonis

[5] Cukup harmonis [6] Harmonis [7] Sangat harmonis [8] Tidak tahu

20. Setelah menikah, bagaimana RASA SAYANG Bapak terhadap istri selama ini? [1] Berkurang, memudar [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin sayang [4] Tidak tahu

21. Setelah menikah, bagaimana RASA CINTA Bapak terhadap istri selama ini? [1] Berkurang, memudar [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin cinta [4] Tidak tahu

22. Setelah menikah, bagaimana RASA KEAKRABAN Bapak terhadap istri selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin akrab [4] Tidak tahu

23. Setelah menikah, bagaimana SUASANA KECERIAAN Bapak dengan istri selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin ceria [4] Tidak tahu

24. Setelah menikah, bagaimana RASA KEHANGATAN/KEINTIMAN Bapak dengan istri selama ini? [1] Berkurang [2] Masih seperti dulu

[3] Semakin hangat/intim [4] Tidak tahu

25. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi SILANG PENDAPAT yang bapak alami dengan istri dalam pernikahan? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

26. Selama pernikahan yang ada, apakah pernah terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan istri? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

27. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi KEKERASAN FISIK yang Bapak lakukan terhadap istri dalam rumah tangga? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

28. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RANJANG dengan istri? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

29. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RUMAH dengan istri? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

30. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi TALAK 1-2 dengan istri? [1] Ya, pernah 1-2 kali [2] Ya, pernah 3-4 kali [3] Ya, pernah 5-6 kali

[4] Ya, pernah 7-8 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali

[7] Ya, pernah kali 13-14 [8] Ya, tidak kehitungan [9] Tidak pernah

31. JIKA PERNAH terjadi SILANG PENDAPAT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 32. JIKA PERNAH terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 33. JIKA PERNAH terjadi KEKERASAN FISIK terhadap istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 34. JIKA PERNAH terjadi PISAH RANJANG dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 35. JIKA PERNAH terjadi PISAH RUMAH dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan

[4] Kekurangan ekonomi

[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________ 36. JIKA PERNAH terjadi TALAK 1-2- oleh Bapak, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya? [1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________

Terima kasih. Semoga amal baik Bapak dicatat sebagai pahala oleh Allah Swt