KAJIAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TERHADAP

Download adalah Total Organic Matter (TOM), TOM menggambarkan kandungan bahan organik total dalam suatu perairan yang terdiri dari bahan organik ter...

0 downloads 530 Views 526KB Size
KAJIAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TERHADAP KELIMPAHAN KEONG BAKAU (Telescopium telescopium) DI PERAIRAN TELUK RIAU TANJUNGPINANG

Tio Perdana Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan organik terhadap kelimpahan keong bakau (Telescopium telescopium) di perairan Teluk Riau Kota Tanjungpinang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan analisis data menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kelimpahan keong bakau di setiap stasiun penelitian yaitu 1 – 5 ind/m2. Kemudian kandungan organik substrat di setiap stasiun penelitian yaitu 17,75 – 62,70 %. Berdasarkan hasil analisis keong bakau dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) yaitu 0,655. Artinya pengaruh kandungan bahan organik terhadap kelimpahan keong bakau diseluruh stasiun sebesar 65,5% sementara 35,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui.

Kata kunci: kandungan bahan organik, keong bakau, kelimpahan.

STUDY OF ORGANIC CONTENT TO BAKAU SHELL ABUNDANCE (Telescopium telescopium) IN RIAU GULF TANJUNGPINANG

Tio Perdana Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Winny Retna Melani Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRACT This research aims to know the influence of organic matter content on bakau snail abundance (Telescopium telescopium) in the town of Tanjung Pinang of Riau in Gulf waters. The method used in this research was a survey method and analysis of the data using simple linear regression. The results of this research shows that bakau shell slug abundance in every research station that is 1 - 5 ind/m2. Then the content of organic substrates in each research station that is 17,75% - 62.70%. Based on the results of a simple linear regression analysis among organic substances with an abundance of slugs belongkeng, adjust R2 value 0,655. It means the influence of the content of organic matter abundance of snails throughout the bakau shell station of 65,5% while the remaining 35.5% are influenced by other factors is not known. Keyword : organic content, bakau shell, abundance.

total dalam suatu perairan yang terdiri dari

PENDAHULAN Perairan Teluk Riau merupakan

bahan organik terlarut, tersuspensi, dan

salah satu perairan estuari yang terdapat di

koloid (Hariyadi et. al., dalam Hamsiah,

Kota Tanjungpinang. Perairan Teluk Riau

2000).

disusun oleh pantai berlumpur, sebagian

Keong bakau merupakan deposit

ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dan

feeder yang memanfaatkan bahan organik

sebagian juga masih ditumbuhi vegetasi

yang mengendap di substrat dasar perairan

lamun. Dari aktivitas-aktivitas yang ada

sebagai makanannya. Ketersediaan bahan

akan menghasilkan limbah akan menggangu

organik

perairan

yang

kelimpahan terhadap organisme yang ada.

dihasilkan ada yang besifat organik dan

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik

anorganik seperti dari kegiatan rumah

untuk melakukan penelitian tentang kajian

tangga dan kegiatan industri. Berdasarkan

kandungan

penelitian yang dilakukan oleh Melani et al.,

kelimpahan keong bakau di perairan Teluk

(2012),

Riau.

Teluk

Riau.

bahwa

Limbah

kondisi

perairan

Kota

akan

memberikan

bahan

organik

Berkembangnya

Tanjungpinang yang didalamnya termasuk

variasi

terhadap

aktivitas

perairan Teluk Riau tergolong buruk (poor)

masyarakat di perairan pesisir Teluk Riau

dengan

Water

dapat berpengaruh terhadap kualitas perairan

Quality Index) sebesar 30. Jika bahan

karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas

organik

masyarakat

nilai

CWQI

melebihi

(Canadian

ambang

batas

yang

tersebut

umumnya

dibuang

sewajarnya maka akan bersifat pencemar,

langsung ke perairan. Salah satu limbah

meskipun

sendiri

yang akan berpengaruh adalah limbah

biota-biota

organik yang mempengaruhi jumlah bahan

bahan

merupakan

organik

nutrient

itu

bagi

organik

perairan. Kandungan bahan organik yang

perairan.

Jika

bahan

organik

melebihi ambang batas yang sewajarnya

tingkat

maka akan bersifat pencemar, meskipun

keseimbangan perairan. Menurut Zulkifli

bahan organik itu sendiri merupakan

et.al,, (2009) tingginya kandungan bahan

nutrien

organik akan mempengaruhi kelimpahan

termasuk siput belongkeng. Sehingga

tinggi

akan

mempengaruhi

organisme, dimana terdapat organismeorganisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. Pada penelitian ini parameter kandungan bahan organik yang diukur adalah Total Organic Matter (TOM), TOM menggambarkan kandungan bahan organik

bagi

biota-biota

perairan

perlu diketahui seberapa besar pengaruh kandungan

bahan

organik

(TOM)

terhadap keong bakau (Telescopium telescopium).

mempunyai jalur yang melengkung ke

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah

dalam. Panjang cangkang berkisar antara

mengetahui pengaruh kandungan

7,5-11 cm (Barnes 1974 dalam Hamsiah

bahan organik terhadap kelimpahan keong

2000). Ukuran cangkang dewasa normal

bakau (Telescopium telescopium) di perairan

dapat mencapai ukuran 90-100 mm, namun

Teluk Riau Kota Tanjungpinang.

cangkang keong bakau dapat mencapai 130

untuk

mm (Houbrick, 1991). Keong bakau adalah deposit feeder,

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat

menggunakan

extensible

snout

untuk

mengenai

menelan lumpur dan detritus dari permukaan

(Telescopium

endapan lumpur pada saat surut. Houbrick

telescopium) serta kandungan bahan organik

(1991) menyatakan bahwa keong bakau

di perairan Teluk Riau.

makan pada saat surut.Namun demikian,

memberikan kelimpahan

gambaran keong

bakau

Budiman (1988) dalam Rahmawati (2013) Hipotesis

menyatakan bahwa keong bakau dapat

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

mempertahankan aktivitas makan dengan

Ho :

menggunakan

Ha :

Kandungan

bahan

organik

extensible

snout

bahkan

(TOM) tidak berpengaruh terhadap

ketika tertutup oleh pasang. Kemungkinan

kelimpahan

keong

hal ini terjadi karena makanan lebih

(Telescopium

telescopium).

dibutuhkan untuk aktivitas seksual dari pada

bahan

organik

untuk tumbuh. Menurut Wahono (1991)

berpengaruh

terhadap

dalam Rahmawati (2013), keong bakau

bakau

lebih banyak menghabiskan energi dari

Kandungan (TOM)

bakau

kelimpahan

keong

makanan

(Telescopium telescopium).

untuk

bereproduksi

dibandingkan untuk tumbuh. TINJAUAN PUSTAKA Keong telescopium)

Semua

bakau disebut

(Telescopium juga

“Siput

Belongkeng” di daerah Tanjungpinang, banyak ditemukan di perairan pesisir estuari Kota Tanjungpinang. Cangkang keong bakau berbentuk

bahan

organik

mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Menurut Dugan dalam Effendi (2003) biasanya

bahan

organik

tersebut

tersusun atas polisakarida (karbohidrat),

agak

polipeptida (protein), lemak (fats), dan

mendatar pada bagian dasarnya. Warna

nucleid acid. Bahan organik disuatu

cangkang coklat keruh, coklat keunguan,

perairan lebih banyak terdapat dalam

dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang

bentuk terlarut dibandingkan dalam

kerucut,

panjang,

ramping,

dan

dilengkapi garis spiral yang sangat rapat dan

bentuk tersuspensi atau koloid (Hynes dalam

Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil

Hadinafta, 2009).

Perikanan (LPPMHP) Tanjungpinang.

Kandungan

bahan

organik

di

perairan akan mengalami fluktuasi yang

Alat Dan Bahan

disebabkan bervariasinya jumlah masukan

Adapun alat dan bahan yang digunakan

baik dari domestik, pertanian, industri

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

maupun sumber lainnya. Kandungan bahan

2

organik dalam perairan akan mengalami

NO

peningkatan yang disebabkan buangan dari

1

Parameter Suhu

Mulititest Model

rumah tangga, pertanian, industri, hujan, dan aliran air permukaan. Pada musim kemarau

YK-2005WA 2

DO

Mulititest Model

kandungan bahan organik akan meningkat sehingga

akan

kandungan

unsur

meningkatkan

pula

hara

dan

perairan

Alat dan Bahan

YK-2005WA 3

pH

Mulititest Model YK-2005WA

sebaliknya pada musim hujan akan terjadi

4

Kekeruhan

Turbidimeter

penurunan

proses

5

Arus

Current Drouge

pengenceran (Wardoyo dalam Hadinafta

6

Salinitas

Salinometer

2009).

7

COD

Labu Erlemeyer,

karena

adanya

Pada perairan mengalir, jumlah

Gelas Ukur, pipet

kandungan bahan organik penting diketahui

ukur,

untuk menentukan sumber dan peluruhan

H2SO4.

bahan organik tersebut, mengingat kondisi

8

TOM

ekosistem perairan mengalir yang sangat dinamis. Bahan organik di perairan mengalir dapat bersumber dari lingkungan teresterial

Oven,

K2Cr2O2,

Furnace,

Desikator 9

pH Tanah

Soil tester

10

Tipe Substrat

Ayakan bertingkat

di sekitarnya dan akibat transportasi dari angin, air dan pengendapan langsung (Hauer dan Lamberti, dalam Hadinafta, 2009).

Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan

metode penelitian yang tidak melakukan

Juli sampai Agustus 2013 yang berlokasi di

perubahan (tidak ada perlakuan khusus)

perairan

Kecamatan

terhadap variabel yang akan diteliti

Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan

dengan tujuan untuk memperoleh serta

Riau. Sedangkan penelitian laboratorium

mencari

dilakukan

tentang objek yang diteliti. Sumber data

Teluk

di

Riau

laboratorium

Universitas

Maritim Raja Ali Haji dan Laboratorium

keterangan

secara

dalam penelitian ini merupakan

faktual

data

hasil pengukuran parameter fisika kimia

Prosedur Pengambilan Sampel Keong

perairan di lapangan dan di laboratorium

Bakau

serta

data

hasil

olahan

nilai

Pengambilan sampel keong bakau

kelimpahan dan analisis regresi sederhana.

dilakukan pada saat surut di setiap stasiun,

Data yang diperoleh tersebut ditabulasikan

dimana pada tiap stasiun terdapat 3 titik sub

untuk selanjutnya dibahas secara deskriptif,

stasiun yang terdiri dari 3 transek. Penentuan

kemudian

pengaruh

transek dilakukan secara tegak lurus ke arah

terhadap

laut dengan mengguanakan plot yang

kelimpahan siput belongkeng dilakukan

berukuran 1 x 1 m pada setiap transek,

dengan menggunakan analisis regresi linier

dan jarak antar plot ± 5 m. Hal tersebut

untuk

kandungan

berupa

melihat

bahan

organik

sederhana dengan bantuan SPSS Ver. 17,00.

dilakukan dengan pertimbangan batas aktifitas yang ada di sekitar lokasi masih

Penentuan Stasiun Penentuan

Lokasi

stasiun

menggunakan metode purposive sampling

memberikan

pengaruh

terhadap

perairan.

yaitu penentuan lokasi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan sesuai dengan

Perhitungan

pertimbangan

Bakau

peneliti

sendiri

sehingga

Kelimpahan

Kelimpahan

mewakili populasi (Arikunto, 2006). Stasiun

populasi

Keong

keong

pengamatan tersebut meliputi (Lampiran 2):

bakau dihitung dengan menggunakan



Stasiun 1 terletak di sekitar perairan

rumus (Brower et al., 1989 dalam

terbuka

Pratama, 2013).

Senggarang

dengan

titik

o

koordinat LU : 00 56’ 41,8”, LS : 104o 28’ 04,8”. 

Stasiun 2 terletak di sekitar daerah pemukiman Tanjung Unggat dengan

Dimana :

titik koordinat LU : 00o 55‘ 49,7“, LS :

Di

104o 28‘ 00,9“. 

luas (individu / m2)

Stasiun 3 terletak di sekitar daerah pertambangan

bauksit

Sei

Ni

Carang

dengan titik koordinat LU : 00o 56’ o

41,8”, LS : 104 26’ 04,9”. 

= Jumlah individu per satuan

Stasiun 4 terletak di sekitar pelabuhan Kampung Bugis derngan titik koordinat LU : 00o 56’ 09,3”, LS : 104o 27’ 39,3”.

= Jumlah individu dalam transek kuadrat (individu)

A

= Luas transek kuadrat (meter2)

Organik Terhadap Kelimpahan Keong Bakau

TOM (%)

Analisis Pengaruh Kandungan Bahan

Untuk melihat pengaruh kandungan

80 60 40 20 0

bahan organik terhadap kelimpahan keong

Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun 1 2 3 4

bakau dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dengan bantuan sistem

Dapat dilihat pada gambar 4 bahwa nilai total

komputerisasi SPSS Ver.17.00. Analisis regresi

organik terendah terletak pada Stasiun 3 (Sei

linear sedehana bertujuan untuk mengetahui

Carang), sedangkan nilai tertinggi terletak pada

seberapa besar pengaruh variabel X (kandungan

Stasiun 2 (Tanjung Unggat).

bahan

Y

kandungan organik substrat pada Stasiun 2

(kelimpahan keong bakau). Secara matematis

tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa

persamaan regresi dapat digambarkan sebagai

faktor yaitu letak stasiun ini yang berada di

berikut (Sudjana, 2002):

pemukiman

organik)

terhadap

variabel

y = a + bx

dengan

Dimana:

penduduk

eksosistem

dan

Tingginya

berseberangan

mangrove,

sehingga

mendapat banyak pasokan bahan organik yang

y

= Kelimpahan Keong Bakau

terbawa oleh arus. Kemudian faktor berikutnya

a

= Koefisien

yang turut berpengaruh terhadap tingginya

b

= Konstanta

kandungan organik substrat pada Stasiun 2

x

= Kandungan Bahan Organik

adalah Substrat yang berupa lumpur (halus), menurut Wood (1987) dalam Siddik (2011),

HASIL DAN PEMBAHASAN

pada sedimen yang lebih halus memiliki

Kandungan Total Organik Substrat (TOM)

kandungan organik

Berdasarkan hasil pengukuran nilai rata-rata kandungan total organik substrat pada

yang

lebih

banyak

dibandingkan dengan sedimen dengan butiran yang lebih kasar.

setiap stasiun penelitian berkisar antara 17,75 –

Sedangkan kondisi sebaliknya terdapat

62,70 %. Kandungan total organik tertinggi

pada Stasiun 3 (Sei Carang) yang memiliki

terdapat pada Stasiun 2 (Tanjung Unggat) yaitu

kandungan total organik terendah (17,75%).

sebesar 62,50 %, kemudian pada Stasiun 1

Kondisi ini diduga dikarenakan tipe substrat

(Senggarang)

yang dominan terdiri dari pasir dan butiran

yaitu

sebesar

41,77

%,

selanjutnya pada Stasiun 4 (Kampung Bugis)

yang

yaitu sebesar 40,77 % dan terendah pada

menyebabkan bahan organik yang berasal dari

Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu sebesar 17,75 %.

ekosistem mangrove disekitarnya lebih sulit

bertekstur/diameter

kasar

sehingga

untuk tinggal dan melekat pada substrat.

demikian dikarenakan pada kedua Stasiun ini

Kelimpahan Keong Bakau Kelimpahan keong bakau di perairan

terdapat

banyak

pemukiman

yang

Teluk Riau dapat dikatakan bervariasi pada

menyumbang kandungan bahan-bahan organik

setiap stasiun yaitu berkisar mulai dari 1 – 5

kedalam perairan, seperti sisa-sisa makanan,

2

ind/m . Kelimpahan tertinggi ditemukan pada

sampah organik dan limbah rumah tangga.

Stasiun 2 (Tanjung Unggat) yaitu 5 ind/m2,

Wood dalam Puspitasari (2012) menjelaskan

kemudian pada Stasiun 4 (Kampung Bugis)

bahwa bahan organik yang mengendap di dasar

dengan

kelimpahan

4

2

ind/m ,

sedangkan

perairan merupakan sumber makanan bagi

keliimpahan terendah terdapat pada Stasiun 1

organisme benthik, sehingga jumlah dan laju

(Senggarang) dan Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu

pertambahannya dalam sedimen mempunyai

2

1 ind/m . Hal tersebut dikarenakan pada

pengaruh terhadap populasi organisme dasar.

masing-masing stasiun memiliki kondisi habitat

Substrat

yang berbeda-beda sehingga perbedaan tersebut

biasanya didukung oleh melimpahnya fauna

sedikit banyak mempengaruhi kehidupan keong

deposit feeder seperti siput atau gastropoda

bakau.

(Odum, 1993).

Diduga

perbedaan

utama

yang

mempengaruhi keberadaan keong bakau pada

yang kaya akan bahan organik

Kelimpahan

pada

Stasiun

1

setiap stasiun adalah kadar organik substrat

(Senggarang) dan Stasiun 3 (Sei Carang) lebih

yang merupakan tempat hidup dan mencari

rendah diduga dikarenakan populasi keong

makan bagi keong bakau. Kelimpahan individu

bakau

keong bakau pada setiap stasiun penelitian

ditangkap/dimanfaatkan

dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

sekitar, karena pada Stasiun ini merupakan

pada

Stasiun

1

telah

oleh

banyak

masyarakat

Kelimpahan Ind/m2

tempat bekarang/mencari siput dan sejenisnya 6

bagi masyarakat setempat. Sedangkan pada

4

Stasiun 3 (Sei Carang) memiliki kandungan

2

bahan organik lebih rendah dibandingkan

0

stasiun

yang

lain.

Sehingga

ketersediaan

makanan bagi keong bakau pada stasiun ini lebih

sedikit.

Kemudian substrat pada

Stasiun 3 ini tergolong pasir sehingga Kelimpahan yang lebih tinggi terdapat

menyebabkan bahan organik yang berasal

pada Stasiun 2 (Tanjung Unggat) dan Stasiun 4

dari ekosistem mangrove disekitarnya lebih

(Kampung Bugis) dibanding dengan stasiun

sulit untuk tinggal dan melekat pada

lainnya diduga karena stasiun ini memiliki

substrat.

substrat dengan kandungan bahan organik yang lebih besar di banding stasiun lainnya sehingga menjadikan ketersediaan bahan makanan pada stasiun tersebut

melimpah.

Kondisi

yang

Karateristik Fisika Kimia Periaran dan

standar baku mutu kekeruhan untuk biota laut

Substrat

adalah < 5 NTU. Artinya kisaran nilai

Hasil pengukuran parameter fisika

kekeruhan pada perairan Teluk Riau sudah

kimia perairan dan substrat pada setiap stasiun

tidak memenuhi standar baku mutu yaitu pada

penelitian

4.

Stasiun 2 dan 3 (Tanjung Unggat dan Sei

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil

Carang) yang mencapai 5,44 dan 6,79 NTU.

pengukuran suhu diseluruh stasiun penelitian

Sedangkan untuk Stasiun 1 dan 4 masih

dapat

dilihat

pada

Tabel

0

yaitu berkisar antara 30,1 – 31,2 C. Nilai suhu

tergolong baik karena masih di bawah standar

diseluruh stasiun penelitian tidak berada dalam

baku mutu. Tingginya nilai kekeruhan pada

kisaran yang terlalu jauh, hal ini dikarenakan

Stasiun 2 diduga dipengaruhi oleh aktivitas

keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu

tambat kapal dan lalu lintas kapal pengangkut

relatif sama sehingga suhu tidak mengalami

bauksit, sementara tingginya kekeruhan pada

perubahan atau fluktuasi. Secara umum kisaran

Stasiun 3 diduga dipengaruhi oleh kandungan

suhu

bahan organik substratnya yang tinggi sehingga

yang

merupakan

diperoleh kisaran

selama

yang

penelitian

masih

dapat

mendukung kehidupan makrozoobenthos. Hal

memudahkan partikel-partikelnya terangkat saat terjadinya pengadukan.

ini disebabkan karena suhu yang diperoleh

Kecepatan arus yang diukur dalam

berada di bawah batas toleransi tertinggi untuk

penelitian ini adalah arus permukaan secara

keseimbangan struktur populasi hewan benthos

umum yaitu gerakan massa air laut kearah

0

horizontal. Kecepatan arus disetiap stasiun

yaitu

mendekati

32 C

(Adriman

dalam

penelitian berkisar antara 7,03 – 8,3 cm/dtk.

Prihatiningsih, 2004).

Tingginya kecepatan arus pada Stasiun 3 (Sei Carang) dikarenakan stasiun ini berada pada

Stasiun Penelitian Parameter

Satuan

selat, dengan kondisi demikian menyebabkan

1

2

3

4

C

30,1

31,2

31,1

30,5

Kekeruhan

NTU

4.23

5,44

6,79

3,38

searah dengan arah selat. Menurut Wibisono

Arus

cm/d

7,23

7,16

8,3

7,03

(2005), Kecepatan arus yang paling besar

DO

mg/l

7,43

7,1

6,8

7,03

biasanya berada pada perairan selat yang

pH

-

7,2

7,9

7,3

7,6

posisinya searah dengan arah arus. Hal ini

/00

32,8

31,2

29,9

31,4

-

6,2

5,7

6,8

6,3

COD

mg/l

42,39

50,88

26,58

59,49

TOM

%

41,26

62,70

17,75

40,77

Substrat

-

Lumpur

Lumpur

Pasir

Lumpur

o

Suhu

Salinitas pH Tanah

0

setiap arus yang mengalir akan bergabung

diduga

yang

menyebabkan

substrat

pada

Stasiun 3 ini tergolong pasir, sehingga secara tidak langsung menyebabkan kelimpahan siput

belongkeng pada stasiun ini rendah yaitu sebesar 1 ind/m2. Kondisi sebaliknya pada

Hasil pengukuran kekeruhan diseluruh

Stasiun 1,2 dan 4 yang kecepatan arusnya

stasiun penelitian berkisar antara 3,38 – 6,79

yang lebih rendah dibanding Stasiun 3,

NTU. Berdasarkan Kepmenlh No. 51 (2004)

memiliki substrat yang tergolong lumpur

dan memiliki kelimpahan siput belongkeng 2

terdapat pada Stasiun 2 (Tanjung Unggat).

yang lebih tinggi yaitu sebesar 1 – 5 ind/m .

Berdasarkan Kepmenlh No. 51 (2004), standar

Kecepatan

mempengaruhi

baku mutu nilai pH yang mendukung untuk

keanekaragaman

kehidupan biota laut adalah berkisar antara 7 –

pengendapan

8,5. Sebagian besar biota akuatik sangat sensitif

sedimen atau komposisi substrat dasar yang

terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH

menjadi salah satu suplai makanan untuk

antara 7 – 8,5 (Effendi, 2003). Dengan

makrozoobenthos tergantung pada kecepatan

demikian dapat dikatakan nilai pH pada

arus (Puspitasari, 2012).

perairan Teluk Riau di semua stasiun penelitian

arus

kelimpahan

dapat dan

makrozoobenthos,

karena

Hasil pengukuran oksigen terlarut di

tergolong baik untuk kehidupan biota laut

setiap stasiun penelitian menunjukkan variasi

termasuk siput belongkeng. Sedangkan hasil

yang tidak begitu besar yaitu berkisar antara 6,8

pengukuran pH tanah disetiap stasiun penelitian

– 7,4 mg/l. Berdasarkan Kepmenlh No. 51

berkisar antara 5,7 – 6,8. Nilai pH tanah

(2004), standar baku mutu oksigen terlarut

tertinggi terdapat pada Stasiun 3 (Sei Carang)

untuk kehidupan biota laut adalah > 5 mg/l.

yaitu 6,8, dan nilai terendah terdapat pada

Effendi (2003) berpendapat bahwa perairan

Stasiun

yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan

Tingginya nilai pH pada Stasiun 3 diduga

sebaiknya memiliki kadar oksigen yang tidak

karena rendahnya kandungan organik substrat.

kurang dari 5 mg/l. Sehingga dapat dikatakan

Hal tersebut menurut Rinawati et al., dalam

bahwa konsentrasi oksigen terlarut di perairan

Puspitasari (2012) bahwa nilai pH yang normal

Teluk Riau tergolong normal dan baik bagi

mengindikasikan jumlah bahan organik sedikit.

kehidupan

Konsentrasi

Semakin banyak jumlah bahan organik yang

oksigen terlarut tertinggi terletak pada Stasiun 1

terlarut maka akan mengakibatkan nilai pH

(Senggarang) yaitu 7,4 mg/l. Stasiun ini

menurun karena konsentrasi CO2 semakin

dikarenakan

meningkat akibat aktivitas mikroba dalam

siput

nilai

belongkeng.

kekeruhannya

termasuk

masih dibawah baku mutu yaitu 4,23 NTU.

2

(Tanjung

Unggat)

yaitu

5,7.

menguraikan bahan organik.

Konsentrasi okesigen terlarut terendah terletak

Hasil pengukuran salinitas disetiap

pada Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu 6,8 mg/l.

stasiun penelitian berkisar antara 30,8 – 32,1

Stasiun ini dicirikan dengan tingkat kekeruhan

0

tertinggi yaitu 6,23 NTU, posisi yang cendrung

(Senggarang) sedangkan nilai terendah terdapat

lebih tertutup dan terdapat aktivitas lalu lintas

pada Stasiun 3 (Sei Carang). Berdasarkan hasil

kapal pengangkut bauksit serta pelabuhan

tersebut dapat dikatakan bahwa nilai salinitas

tambat kapal.

pada perairan Teluk Riau cukup bervariasi, hal

/00. Salinitas tertinggi terdapat pada Stasiun 1

Hasil pengukuran derajat keasaman

ini di karenakan pada setiap stasiun penelitian

(pH) disetiap stasiun penelitian berkisar antara

memiliki karakteristik yang cukup berbada.

6,8 – 7,9. Nilai pH terendah terdapat pada

Rendahnya nilai salinitas pada Stasiun 3 (Sei

Stasiun 1 (Senggarang) dan nilai tertinggi

Carang) yang tergolong payau disebabkan

karena lokasi stasiun ini berada pada muara laut

Pengaruh

Tanjungpinang dan aliran sungai Sei Carang,

Terhadap Kelimpahan Keong Bakau

sehingga terus menerima masukan masa air

Kandungan

Dalam bahan

Bahan

Organik

menganalisis

pengaruh

organik

terhadap

tawar yang cukup banyak. Berbeda dengan

kandungan

(x)

Stasiun 3, stasiun lainnya cendrung memiliki

kelimpahan keong bakau (y) dilakukan dengan

salinitas yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan

menggunakan analisis regresi linier sederhana.

tidak adanya masukan air tawar yang cukup

Adapun persamaan regresi yang terbentuk

berarti yang mampu mempengaruhi salinitas.

berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi

Selain itu juga stasiun-stasiun ini cendrung

linear sederhana adalah sebagai berikut.

berada pada kondisi yang lebih terbuka dan

Y = 1,983 + 0,108 X

berhadapan langsung dengan laut terbuka

Berdasarkan persamaan regresi yang

sehingga pengaruh air laut dengan salinitas

dihasilkan, dapat diketahui bahawa :

yang tinggi lebih dominan. Menurut Nontji

1.

Konstanta = 1,983, artinya apabila nilai

(2002), sebaran salinitas di laut dipengaruhi

kandungan bahan organik tetap, maka

oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,

kelimpahan keong bakau sebesar 1,983.

penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Effendi (2003) mengungkapkan bahwa

2.

Koefisien kandungan bahan organik (X) bernilai positif yaitu 0,108. Artinya apabila

COD menggambarkan jumlah total oksigen

terjadi

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan

organik sebasar 1%, maka kelimpahan

organik secara kimiawi, baik yang dapat

akan bertambah sebesar 0,108.

didegradasi secara biologis (biodegradable)

peningkatan

kandungan

bahan

Hasil analisis regresi linier sederhana

maupun yang sukar didegradasi secara biologis

antara

(non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.

kelimpahan keong bakau dengan menggunakan

Berdasarkan hasil pengukuran nilai COD pada

tingkat

setiap stasiun penelitian berkisar antara 26,58 –

koefisien determinasi (R²) di yaitu 0,655.

59,49 mg/l. Nilai COD terendah terdapat pada

Artinya pengaruh kandungan bahan organik

Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu 26,58 mg/l, hal ini

terhadap kelimpahan keong bakau diseluruh

disebabkan karena pada stasiun ini diduga

stasiun sebesar 65,5% sementara 35,5% sisanya

dikarenakan sedikitnya limbah-limbah domestik

dipengaruhi oleh faktor

yang masuk ke dalam perairan, selanjutnya nilai

diketahui. Dengan kata lain dapat disimpulkan

tertinggi terdapat pada Stasiun 4 (Kampung

bahwa variabel X (kandungan bahan organik)

Bugis) yaitu 59,49 mg/l. Hal ini diduga

mampu menjelaskan variabel Y (kelimpahan

disebabkan banyaknya limbah-limbah domestik

keong bakau).

yang berasal dari pemukiman yang berada disekitarnya.

kandungan

bahan

kepercayaan 95%,

organik

dengan

diperoleh nilai

lain

yang tidak

2.

Kelimpahan Individu…

8

Berdasarkan hasil analisis regresi linier

6

sederhana antara kandungan bahan organik

4

dengan kelimpahan keong bakau dengan

2

menggunakan tingkat kepercayaan 95%,

0 -2 0

diperoleh nilai koefisien determinasi (R²)

50 100 Kandungan Bahan Organik

yaitu 0,655. Artinya pengaruh kandungan bahan organik terhadap kelimpahan keong bakau diseluruh stasiun sebesar 65,5%

Berdasarkan Gambar

5 dapat dilihat bahwa

hubungan antara kandungan bahan organik

sementara 35,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui.

dengan kelimpahan keong bakau pada setiap stasiun

penelitian

ini

sedang.

Hal

ini

Saran

menggambarkan bahwa tingginya kandungan

Penelitian

ini

hanya

mengkaji

bahan organik sedimen seimbang dengan

kandungan

kelimpahan keong bakau yang ada.

keseluruhan, diharapkan dilakukan penelitian

total

organik

substrat

secara

lanjutan dengan kandungan bahan organik yang KESIMPULAN DAN SARAN

lebih spesifik seperti C-organik dan N-organik.

Kesimpulan

Serta perlu dilakukan penelitian dalam jangka

Berdasarkan

hasil

penelitian

dan

waktu yang lebih lama.

analisis data terhadap populasi keong bakau (Telescopium telescopium) di perairan Teluk

UCAPAN TERIMAKASIH

Riau, dapat disimpulkan bahwa: 1.

Pada

Kelimpahan keong bakau disetiap stasiun 2

kesempatan

ini

penulis

menyampaikan ungkapan terima kasih kepada

1 – 5 ind/m . Di mana

Ibu Winny Retna Melani, SP, M.Sc sebagai

kelimpahan tertinggi terdapat pada Stasiun

Pembimbing I dan Bapak Andi Zulfikar, S.Pi,

2 (Tanjung Unggat) yaitu 5 ind/m2,

MP sebagai Pembimbing II, atas segala kritik,

sedangkan kelimpahan terendah terdapat

saran, dan masukkannya. Tak lupa pula kepada

penelitian yaitu

2

pada Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu 1 ind/m .

Ibu Diana Azizah, S.Pi, M.Si atas segala

Kemudian kandungan organik substrat

bimbingan dan motivasinya. Ungkapan terima

disetiap stasiun penelitian yaitu 17,75 –

kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta,

62,70 %. Di mana kandungan organik

serta keluarga besar yang telah memberikan

substrat tertinggi terdapat pada Stasiun 2

do’a, dukungan moral dan material. Tidak lupa

(Tanjung

%,

kepada teman-teman MSP 09 atas kerjasama,

sedangkan kandungan organik substrat

motivasi dan kepeduliannya selama ini serta

terendah terdapat pada Stasiun 3 (Sei

semua pihak yang telah membantu baik secara

Carang) yaitu 17,75 %.

langsung

Unggat)

yaitu

62,50

maupun

tidak

langsung

dalam

pelaksanaan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Melani, W.R., et.al., 2012. Indeks Kualitas Lingkungan

Perairan

Pesisir

DAFTAR PUSTAKA

Kecamatan Tanjungpinang Kota

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Kepulauan

Riau.

Laporan

Akhir

Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Penelitian. Universitas Maritim Raja

Jakarata.

Ali Haji. Tanjungpinang.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan

Sumberdaya

Lingkungan

Perairan.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit

dan

Djambatan. Jakarta.

Kanisius.

Yogyakarta.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan.

Hadinafta,

R.

2009.

Analisis

Kebutuhan

Gadjah

Oksigen Untuk Dekomposisi Bahan Organik

Di

Lapisan

PerairanEstuari Tangerang.

Sungai

Mada

Universty

Press.

Yogyakarta. 574 hal.

Dasar Cisadane,

Skripsi

Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Pratama,

R.

R.

2013.

Analisis

Tingkat

Kepadatan Dan Pola Sebaran SIput Laut

Gonggong Di Perairan Pesisir

Pulau Dompak. Skripsi Universitas Hamsiah,

2000.

Peranan

Keong

Bakau

(Telescopium telescopium) Sebagai

Maritim Raja

Ali

Haji.

Struktur

Komunitas

Tanjungpinang.

Biofilter Limbah Budidaya Tambak Udang

Intensif.

Tesis.

Pascasarjana Institut

Program

Pertanian

Bogor. Bogor.

Prihatiningsih,

2004.

Makrozoobenthos di Perairan Teluk Jakarta.

Skripsi

Institut

Pertanian

Bogor. Bogor. Houbrick R. S. 1991. Systematic review and functional

morphology

mangrove

snails

telescopium

of

the

Puspitasari, Niken. 2012. Keanekaragaman

terebralia

and

Makrozoobenthos Di Perairan Desa

(potamididae;

Malang Rapat

Kecamatan Gunung

prosobranchia). Malacologia 33 (1-

Kijang Kabupaten Bintan Provinsi

2): 289-338.

Kepulauan

Riau.

Skripsi

Universitas Maritim Raja Ali Haji. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta.

Tanjungpinang.

Rahmawati, Gita. 2013. Ekologi Keong Bakau (Telescopium

telescopium)

Ekosistem

Pada

Mangrove

Pantai

Mayangan Jawa Barat. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siddik J. 2011. Sebaran Spasial Dan Potensi Reproduksi

Populasi

Siput

laut

gonggong (Strombus Turturela) di Teluk Klabat Bangka – Belitung. Tesis.

Sekolah

Pasaca

Sarjana,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Standar Nasional Indonesia No. 06-2412, 1991. Metode

Pengambilan

Contoh

Uji

Kualitas Air. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.

Sudjana,

2002.

Metode

Statistika.

Edisi

Keenam. Tarsito. Bandung.

Wibisono,

M.S.

2005.

Pengantar

Ilmu

Kelautan, PT. Grasindo, Jakarta.

www.marinespecies.org

Klasifikasi

Keong

Bakau. Diakses pada 31 Januari 2014.

Zulkifli, H., Z. Hanafiah., D. A. Puspitawati. 2009. Struktur dan Fungsi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kota Palembang:

Telaah

Indikator Pencemaran Air. Jurusan FMIPA. Universitas Sriwijaya.