KAJIAN LABORATORIUM LIMBAH MARMER SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS ANTARA (AC-BC) An Experimental Study on the Use of Marble Waste as Filler for AC-BC Mixture Zulkifli , Herman Parung, Wihardi Tjaronge Abstract
The research aims at studying the Marshall’s characteristics, refusal density and the residual Marshall stability of AC-BC mixture using marble waste as filler.Materials used in the research were coarse aggregates, fine aggregates and filler (stone ash and marble waste passing No. 200 sieve). The bar-chart method was utilized to determine optimum asphalt content (KAO). Subsequently, test on VIM refusal and rinsing for 24 hours were carried out. The residual stability Marshall test was performed in order to analyze the effect of air void in the rinsing process.The research reveals that the higher marble waste used to replace stone ash, the higher the VIM and flow values. For 0% marble ash, the VIM and flow are 4.5% and 3.5% mm, respectively. For 100% marble ash, the VIM and flow values are 4.8% and 3.7 mm. the VFB values increase from 70% to 71% while the Marshall’s stability decrease from 2040 kg to 1840 kg. the test result show that the AC-BC mixture using marble waste as filler has to capability the withstand plastic deformation due to traffic load. Key notes : Asphalt concrete binder course, marble waste, refusal density.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik marshall, nilai kepadatan mutlak (refusal desnsity), dan nilai stabilitas marshall sisa dari campuran aspal beton lapis antara (AC-BC) yang mengunakan limbah marmer sebagai bahan pengisi (filer). Metode bar-chart digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum (KAO), dilanjutkan dengan uji kepadatan mutlak (vim refusal) dan perendaman selama 24 jam sebagai uji tambahan. Uji marshall stabilitas sisa dilakukan untuk menganalisis pengaruh rongga udara yang digunakan untuk perendaman. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat kasar, agrerat halus dan filler (debu batu dan limbah marmer yan lolos saringan. Hasil penelitian menunjukkan bawa semakin banyak limbah marmer yang digunakan menggantikan filler debu batu maka nilai VIM dan flow meningkat. Nilai VIM meningkat dari 4.5% (0% limbah marmer) menjadi 4.8% (100% limbah marmer) sedangkan flow meningkat dari 3.5 mm menjadi 3.7 mm. Untuk rongga terisi aspal (VFB) meningkat dari 70% menjadi 71%, sedangkan nilai stabilitas marshall menurun dari 2040 kg menjadi1840 kg pada penggunaan 100% limbah marmer. Indeks stabilitas marshall sisa rata-rata menurun 0.915% pada setiap penambahan 50% limbah marmer tetapi masih dalam batas yang diisyaratkan oleh spesifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa campuran aspal beton lapis antara (AC-BC) yang menggunakan filler dari limbah marmer dapat tahan terhadap deformasi plastis akibat beban lalu lintas.
I. PENDAHULUAN Pada sepuluh tahun terakhir ini pembangunan dan peningkatan jalan di Provinsi Sulawesi Selatan meningkat dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena alokasi pendanaan baik untuk jalan-jalan nasional maupun jalan provinsi mendapat proporsi pendanaan yang cukup besar. Saat ini penggunaan campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di Indonesia telah menggunakan perencanaan campuran beraspal panas dengan pendekatan kepadatan mutlak, yang berpedoman kepada Spesifikasi Baru Campuran Beraspal Panas yang dikeluarkan tahun 1999, yaitu Lampiran No.3 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999, pedoman teknik Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak (merujuk pada Pedoman No.025/T/BM/1999). Campuran beraspal terdiri atas mineral agregat dan aspal. Dalam beberapa hal diperlukan bahan pengisi (filler) tambahan untuk menjamin tercapainya sifat-sifat campuran, tetapi pada umumnya penggunaan mineral bahan pengisi dibatasi. Penggunaan bahan pengisi yang berlebihan dapat memperkaku aspal sehingga campuran menjadi kurang lentur dan mudah retak (BM,1999). Ketersediaan material sangat mempengaruhi pelaksanaan konstruksi perkerasan jalan sebagai bahan dalam pencampuran perkerasan aspal. Meterial pengisi (Filler) merupakan
salah satu bahan yang digunakan dalam campuran aspal panas, filler yang sering digunakan dalam campuran adalah debu batu hasil pemecah batu (Stone crusher). Limbah hasil industri yang kebanyakan belum termanfaatkan, merupakan salah satu alternatif yang memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan campuran aspal terutama bahan pengisi (filler). II. Tinjauan Pustaka A. Agregat Agregat sangat berperan dalam prasarana transportasi, khususnya pada perkerasan jalan karena jumlah yang dibutuhkan dalam perkerasan jalan umumnya berkisar antara 90 % - 95 % dari berat total campuran atau 75 % - 85 % dari volume campuran. Bahan agregat terutama berfungsi sebagai pemikul beban dari perkerasan, sehingga harus memiliki sifat diantaranya kuat (strong) dan tahan lama (durable). Istilah agregat itu sendiri adalah sekumpulan butiran batu pecah, kerikil, pasir, atau bahan lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan. 1. Agregat Kasar Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi mortar sehingga campuran menjadi ekonomis. Untuk pemakaian kadar agregat kasar yang tinggi, kepadatan campuran lebih permiabel dan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kadar rongga udara tetapi kesulitan dalam pemadatan campuran dengan adanya agregat kasar yang terlalu banyak. Tabel 1 Ketentuan agregat kasar Pengujian
Standar
Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium atau magnesium sulfat Abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan > 10 cm)
SNI 033407-1994
Maks. 18%
SNI 03Maks. 2417-1991 40 % SNI 03-2439- Min. 95 % 1991 DoT’s 95/90 Pennsylvania Test Method, PTM No.621 80/75
Partikel pipih
Determination of Flakiness Index BS.812
Partikel lonjong
ASTM D-4791
Maks. 25 %
Maks. 10 % Material lolos SNI 03-4142- Maks. 1 % saringan No.200 1996 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2007
Agregat kasar untuk campuran perkerasan aspal harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang tertahan pada ayakan no.8 (2,36 mm) standar ASTM dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi spesifikasi teknis yang diberikan dalam Tabel 1.
2
2. Agregat Halus Agregat halus terdiri atas pasir alam atau hasil pemecah batu, lolos ayakan No. 8 (2,36 mm) tetapi tertahan pada ayakan no. 200 (0.074 mm) dan harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Pasir yang kotor dan berdebu serta partikel lolos ayakan no.200 (0,075 mm) lebih dari 8 % atau pasir yang mempunyai nilai setara pasir (sand equivalent) kurang dari 50 % tidak diperkenankan untuk digunakan dalam campuran (Dep. Pek.Umum 2007). 3. Bahan Pengisi/Filler Bahan pengisi (filler) merupakan bahan campuran yang mengisi ruang antara agregat halus dan kasar yang akan meningkatkan kepadatan, Bahan pengisi adalah bahan yang lolos ayakan no. 200 (75 mikron) yang terdiri dari debu batu kapur, semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau bahan tidak plastis lainnya dan bebas dari lumpur. 4. Batuan Marmer dan Limbah Marmer Batuan ini terbentuk dari batu gamping (Limestone) dari hasil sedimentasi secara kimia air laut. Kita mengenal berbagai jenis batu gamping yaitu : - Batu gamping kristalin - Batu gamping kalkarenik Kedua jenis batu gamping ini dapat berubah menjadi batu marmer oleh proses metamorfosa akibat adanya panas bumi (intrusi/terobosan magma dari dalam perut bumi) yang mengubah komposisi dan warna kandungan mineral yang ada pada batu gamping sehingga kelihatan lebih artistik. Tidak semua batu gamping adalah marmer tapi semua batu marmer adalah berasal dari batu gamping. 5. Limbah Marmer Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Marmer banyak digunakan untuk bangunan seperti ubin lantai, dinding, dekorasi atau hiasan, ornamen dan perabot rumah tangga. Proses pengelohan batu marmer secara garis besar dijelaskan pada gambar .1 Tabel 2 menyajikan hasil pengujian analisis kimia limbah marmer yang dilakukan di Balai Riset dan Standarnisasi Industri dan Perdagangan Propinsi Makassar. Tabel 2 Hasil analisis kimia limbah marmer No
Parameter
Hasil Uji
1
Silikon dioksida (SiO2), %
0,26
2
Kalsium Oksida (CaO), %
53,90
3
Magnesium Oksida (MgO)
0,19
Dari hasil analisis kimia limbah marmer menunjukkan kandungan Kalsium Oksida yang paling besar, diatas 50 %. Dengan kandungan Kalsium Oksida (CaO) yang terdapat pada limbah marmer memungkinkan akan memiliki peranan sebagai penguat (reinforcement) dalam campuran aspal. Gradasi Agregat Campuran Gradasi agregat yang digunakan adalah LASTON dengan jenis campuran lapis antara (ACBC) yang berpedoman kepada Spesifikasi Baru Campuran Aspal Panas Departemen Pekerjaan Umum 2007. 3
Untuk jenis campuran AC-BC, selain batasan titik kontrol gradasi juga dipersyaratkan kurva fuller, yaitu kurva gradasi di mana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA) yang minimum serta dianjurkan menghindari daerah larangan seperti yang diberikan pada Tabel II.3. Tabel 3. Titik Kontrol, Kurva Fuller dan Daerah Larangan AC-BC Ukuran Ayakan
% Berat yang Lolos LASTON (AC)
ASTM
(mm)
BC
Fuller
1½”
37,5
1”
25
100
100
¾”
19
90 – 100
87,8
½”
12,5
Maks. 90
73,2
3/8”
9,5
No.8
2,36
No.16
1,18
25,1
No.30
0,600
18,5
No.200
0,075
64,2 23 – 39
34,5
4–8
7,3
DAERAH LARANGAN No.4
4,75
-
47
No.8
2,36
34,6
34,5
No.16
1,18
22,3 – 28,3
25,1
No.30
0,600
16,7 – 20,7
18,5
No.50
0,300
13,7
16,6
Sumber : Depepartemen Pekerjaan Umum 2007
B. Aspal Dilihat dari jenisnya aspal dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu : 1. Aspal Alam seperti: aspal Buton, Trinidad Lake Asphalt, dan Bermuda Lake Asphalt. 2. Aspal Buatan, yang merupakan hasil residu dari penyulingan minyak mentah yang kemudian diproses lebih lanjut untuk mendapatkan sifat-sifat aspal yang diinginkan. Tabel 4. Persyaratan aspal keras Pen 60 No.
Jenis Pengujian
Metode
Persyaratan
1.
Penetrasi, (25 º C, 100 gr, 5 detik ); 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
60 – 79
2.
Titik Lembek; ºC
SNI 06-2434-1991
48 – 58
3.
Titik Nyala; º C
SNI 06-2433-1991
Min. 200
4.
Daktilitas, 25 ºC; cm
SNI 06-2432-1991
Min. 100
5.
Berat jenis
SNI 06-2441-1991
Min. 1,0
6.
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat
SNI 06-2438-1991
Min. 99
4
7.
Penurunan Berat (dengan TFOT); % berat
SNI 06-2440-1991
Max. 0,8
8.
Penetrasi setelah penurunan berat; % asli
SNI 06-2456-1991
Min. 54
9.
Daktilitas setelah penurunan berat; % asli
SNI 06-2432-1991
Min. 50
Sumber
: Dep.Pekerjaan Umum 2007
Perencanaan Campuran Aspal o Metode Marshall Konsep pengujian Marshall dikembangkan oleh Bruce Marshall, yang bekerja sebagai Bitumios Engineering pada Departemen Jalan Raya Negeri Bagian Missisipi. Pada tahun 1948, uji tersebut telah diadopsi oleh beberapa organisasi maupun pemerintahan pada banyak negara. Uji Marshall meliputi pembuatan benda uji berbentuk selinder bergaris tengah 102 mm, tinggi 64 mm menggunakan palu pemadat standard dan pencetak berbentuk selinder. Metoda Kepadatan Mutlak (Refusal Density) Berdasarkan hasil pengujian pengendalian mutu, rongga dalam campuran setelah dilalui lalu lintas dalam beberapa tahun mencapai kurang dari 1% dari batas rongga campuran antara 3-5% sehingga terjadi perubahan bentuk plastis. Kepadatan mutlak yaitu kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai sehingga campuran praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi, dengan harapan lapis permukaan tidak mengalami perubahan bentuk. Alat yang digunakan dalam perencanaan campuran dengan metoda kepadatan mutlak, dilakukan dengan menggunakan pemadat getar listrik (BS 598 Part 104, 1989), seperti yang disajikan pada gambar 3. Kadar aspal diperoleh dari nilai kadar aspal optimum, satu yang memberikan rongga dalam agregat di atas KAO, satu pada KAO dan satu yang di bawah KAO. Tabel 5. Ketentuan sifat-sifat campuran Laston (AC) Laston
Sifat-sifat Campuran WC Penyerapan aspal (%)
Maks.
Base 1,2
Jumlah tumbukan per bidang
Rongga dalam campuran (%)
BC
75
112
Min.
3,5
Maks.
5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)
Min.
15
14
13
Rongga terisi aspal (%)
Min.
65
63
60
Stabilitas Marshall (kg)
Min.
800
1500
Maks.
-
-
Pelelehan (mm)
Min.
3
5
Marshall Quotient (kg/mm)
Min.
250
300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 ºC
Min.
75
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)
Min.
2,5
Sumber : Dep. Pekerjaan Umum 2007
c. Perendaman Marshall (Marshall Immersion) Pengujian perendaman marshall menyatakan kemampuan campuran aspal untuk menahan kerusakan akibat air yang ditentukan berdasarkan Indeks Kekuatan Sisa Marshall (Marshall 5
Index of Retained Strength). Indeks Kekuatan Sisa Marshall (Marshall Index of Retained Strength) adalah perbandingan antara stabilitas Marshall benda uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar yang dinyatakan dalam persen. Kehilangan stabilitas yang terjadi akibat perendaman merupakan ukuran ketahanan terhadap pengaruh air. III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengujian Material Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga Propinsi Sulawesi Selatan Jln. Batara Bira Km.16 Baddoka. B. Pengambilan Material Agregat kasar, agregat halus dan filler debu batu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sungai Jeneberang Bili-bili sedangkan Limbah marmer berasal dari KabupatenPangkep Provinsi Sulawesi Selatan. C. Prosedur Penelitian Prosedur pengujian yang dilakukan di laboratorium mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika ada prosedur pengujian yang tidak dalam SNI, maka digunakan prosedur lainnya yang biasa digunakan seperti American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), American Society for Testing and Materials (ASTM) dan British Standar (BS). D. Metode Pengujian Agregat Bahan agregat yang akan diuji berupa agregat kasar, agregat halus, dan filler. Filler yang akan digunakan adalah batu debu dan limbah marmer yang lolos saringan No. 200 (0,074 mm). Pengujian aspal yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Jenis dan Metode Pengujian Agregat Karakteristik
Agregat Kasar 2-3 Abrasi Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan Air Agregat Kasar 1-2 Abrasi Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan Air Agregat Kasar 0,5 -1 Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan Air Agregat Halus Pasir Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan Air Bahan Pengisi Debu Batu dan Limbah Marmer Berat Jenis Bulk Berat Jenis SSD Berat Jenis Semu Penyerapan Air
Metode Pengujian
SNI 03-2417-1-991 SNI 03-1969-1990
SNI 03-2417-1-991 SNI 03-1969-1990
SNI 03-1969-1990
SNI 03-1970-1990
SNI 03-1970-1990
Sat.
Spesifikasi Min
Max
% %
2,5 2,5 2,5 -
40 3
% %
2,5 2,5 2,5 -
40 3
%
2,5 2,5 2,5 -
3
%
2,5 2,5 2,5 -
3
%
2,5 2,5 2,5 -
3
6
E. Metode Pengujian Aspal Tabel 7. Jenis dan Metode Pengujian Aspal Minyak Penetrasi 60/70 Karakteristik Penetrasi (25°C, 5 det) Berat Jenis 25°C Titik Lembek Titik Nyala Kehilangan Berat (163°C ) Penetrasi Setelah kehilangan Berat Daktilitas Viskositas
Metode Pengujian SNI 06-24561991 SNI 06-24411991 SNI 06-24341991 SNI 06-24331991 SNI 06-24401991 SNI 06-24341991 SNI 06-24321991
Satuan
Spesifikasi Min Max
0.1 mm Gr/cm3 °C °C % berat % berat Cm Cst
60 1 48 200 54 100 -
70 58 0.8 -
Pengujian aspal bertujuan untuk mengevaluasi sifat-sifat aspal dan kelayakan kinerja dari aspal yang akan digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada tabel 7. F. Persiapan Bahan Campuran Beton Aspal Penentuan komposisi gradasi dilakukan berdasarkan pengujian awal yaitu berupa pengujian analisa saringan dari hasil analisa saringan kemudian dilakukan penentuan proporsi agregat menggunakan metode by portion yaitu metode penentuan proporsi agregat yang dikelompokkan menurut fraksi agregat. Penentuan komposisi campuran dengan by portion dapat dilihat pada gambar 8. Tabel 8. Penentuan Komposisi Campuran By Partition
Gambar 8. Grafik Spesifikasi Gradiasi
G. Rancangan Campuran (Mix Design) Tujuan dari rancangan campuran (mix design) aspal beton adalah untuk mendapatkan kadar aspal optimum untuk suatu gradasi agregat, sehingga apabila kedua material ini dicampurkan akan menghasilkan suatu campuran aspal aspal yang sifat-sifatnya memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Tipe campuran aspal dan agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran beton aspal AC (Asphaltic Concrete). Di Indonesia campuran beraspal untuk perkerasan lentur dirancang menggunakan metode Marshall. Dengan metode ini, kita dapat menentukan jumlah pemakaian aspal yang tepat. H. Penentuan Kebutuhan Agregat Dalam Campuran. Dari hasil gradasi campuran dapat dihitung berat agregat masing-masing fraksi untuk satu benda uji dengan berat 1200 gram dan perkiraan kadar aspal. Berdasarkan tabel 8 diperoleh gradasi agregat dengan proporsi gradasi gabungan yang sesuai spesifikasi. Data tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam memformulasikan kadar aspal dengan rumus empirik yang ada. a) Prosentase Agregat Kasar (CA) 7
= 100 - (% Lolos Saringan No.8) = 100-33,07 = 66,93% b) Prosentase Agregat Halus (FA) = % Lolos Saringan No.8 - % Filler = 33,07 - 5,04 = 28,03 % Prosentase Filler (FF) = 5,04 % Konstanta (C) = 0,75 (0,5 - 1 untuk AC dan HRS) c) Perkiraan Kadar Aspal Optimum (Pb) = 0,035 (% CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + c = 0,035 (66,93) + 0,045 (28,03) + 0,18 (5,04) + 0,75 = 5,26 % = 5,5 % (dibulatkan ke 0,5 terdekat). 1. Penentuan Jumlah Benda Biji Tabel 9. Kebutuhan Jumlah Benda Uji No
Jenis Pengujian
Marshall Vim (PRD)
Refusal
Indeksi Kekuatan Sisa
Variasi Marmer Dengan Debu Batu
Jumlah Benda Uji
0%
50%
100%
15
15
15
45
9
9
9
27
3
3
3
9
Jumlah Benda Uji
81
2. Perancangan Campuran Beton Aspal Dari hasil Perkiraan Kadar Aspal Optimum (Pb) dibuatkan benda uji dengan lima variasi kadar aspal dua kadar aspal di atas dan dua kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan (Pb) dengan interval 0,5 % kadar aspal sehingga variasi kadar aspal rencana adalah 4,5 % ; 5,0 % ; 5,5 % ; 6,0 % ; 6,5%; Pemadatan untuk uji Marshall dilakukan dengan penumbukan sebanyak 75 kali per bidang dengan menggunakan penumbuk Marshall. IV. PENYAJIAN DATA DAN HASIL ANALISIS A. Karakteristik Agregat Kasar Tabel 10. Hasil Pengujian Agregat Kasar 2-3dan 1-2 No 1 2 3
1 2 3
Jenis Pengujian Agregat Kasar 2-3 Abrasi Indeks Kepipihan a. Penyerapan agregat (%) b. Berat jenis bulk c. Berat jenis SSD d. Berat jenis apparent Agregat Kasar 1-2 Abrasi Indeks Kepipihan a. Penyerapan agregat (%) b. Berat jenis bulk c. Berat jenis SSD d. Berat jenis apparent
Hasil Pengujian
Spesifikasi Min Max
25,72 12.21 1.875 2,594 2,643 2,727
2,5 2,5 2,5
40 25 3 -
24,14 12.21 1.875 2,581 2,629 2,712
2,5 2,5 2,5
40 25 3 -
(Sumber: Hasil Penelitian, 2010)
Hasil pengujian keausan agregat (abrasi) merupakan ketahanan agregat kasar terhadap proses keausan akibat beban lalu lintas, pengujian dilakukan dengan alat mesin Los Angeles 8
bertujuan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan. Hasil dari laboratorium nilai abrasi sebesar 25,72 % & 24,14 % untuk agregat batu pecah dan nilai tersebut memenuhi syarat abrasi maksimum sebesar 40%. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan tingkat penyerapan agregat kasar 1-2 sebesar 1.875% lebih kecil dari yang disyaratkan maksimum 3%. Tabel 11. Hasil Pengujian Agregat Kasar 0,5-1 No 1
Jenis Pengujian a. b. c. d.
Penyerapan agregat terhadap air (%) Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
Hasil Pengujian Agregat 1.849 2,587 2,635 2,717
Spesifikasi Min
Max
2,5 2,5 2,5
3 -
(Sumber : Hasil Penelitian 2010) Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan tingkat penyerapan agregat kasar 0,5-1 sebesar 1.849% lebih kecil dari yang disyaratkan maksimum 3%. B. Karakteristik Agregat Halus Agregat halus yang digunakan adalah agregat pasir yang lolos saringan No.8 (2,36 mm) yang berasal dari Bili-bili. Hasil pengujian di laboratorium pada tabel 12 dari berat jenis bulk, SSD, Apparent memenuhi syarat minimum 2,5 dan tingkat penyerapan filler sebesar 2,660% disyaratkan maksimum 3%. Tabel 12. Hasil Pengujian Agregat Halus (Pasir) No
Jenis Pengujian
1 a. b. c. d.
Penyerapan agregat (%) Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
Hasil Pengujian 2.660 2,538 2,605 2,721
Spesifikasi Min Max
2,5 2,5 2,5
3 -
C. Karakteristik Debu Batu (Filler) Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Kualitas Debu Batu (Filler) No
Jenis Pengujian
1 a. b. c. d.
Penyerapan agregat (%) Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
Hasil Pengujian 2,162 2,577 2,614 2,709
Spesifikasi Min Max 3 2,5 2,5 2,5 -
(Sumber: Hasil Penelitian, 2010) Hasil pengujian di laboratorium pada tabel 13 dari berat jenis bulk, SSD, apparent memenuhi syarat minimum 2,5 dan tingkat penyerapan sebesar 2,162% disyaratkan maksimum 3%.
9
D. KARASTERISTIK LIMBAH MARMER (Filler) Tabel 14. Hasil Pemeriksaan Kualitas Limbah Marmer (Filler) No
Spesifikasi Hasil Pengujian Min Max 2,128 3 2,644 2,5 2,700 2,5 2,802 2,5 -
Jenis Pengujian
1 e.
Penyerapan agregat (%) Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent
f. g. h.
(Sumber: Hasil Penelitian, 2010) Hasil pengujian di laboratorium pada tabel 14 dari berat jenis bulk, SSD, apparent memenuhi syarat minimum 2,5 dan tingkat penyerapan sebesar 2,130% disyaratkan maksimum 3%. E. Karakteristik Aspal Minyak Aspal merupakan salah satu yang mempengaruhi keawetan campuran beraspal sebagai perekat. Mutu aspal ditentukan oleh sifat-sifat fisik seperti yang ditampilkan pada tabel 15. Jenis aspal yang digunakan dalam campuran agregat pada penelitian ini adalah penetrasi 60/70 produksi Pertamina dari hasil pemeriksaan sifat fisik aspal adalah sebesar 70,2 mm yang masih dalam Tabel 15. Hasil Pengujian Aspal Minyak Penetrasi 60/70 No. 1 2 3 4 5
Hasil Pengujian 70,2 1,0381 53.4 150,0 0,430
Jenis Pengujian Penetrasi (25°C, 5 detik) Berat Jenis (25°C) Titik Lembek Daktilitas (25°C) Kehilangan Berat
Spesifikasi
Satuan
60-79 Min. 1 48-58 Min. 100 Maks. 0,8
mm °C Cm % berat
(Sumber: Hasil Penelitian, 2010) batas yang disyaratkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu sebesar 60-79 mm. Pemeriksaan penetrasi aspal untuk mengetahui kekerasan aspal, semakin kecil nilai penetrasi aspal maka semakin keras aspal tersebut dan semakin besar kohesi yang terjadi pada aspal. Temperatur pencampuran adalah viskositas 170±20 cSt, dicapai pada temperatur 156°C, sedangkan temperatur pemadatan 280±30 cSt. dicapai pada temperatur 132°C temperatur ini digunakan pada setiap campuran dengan variasi penambahan material. Tabel 16. Hasil Pengujian Viskositas Aspal Penetrasi 60/70 Temperatur
Waktu detik
Centistock
120 OC
169
394
140 OC
107
223
OC
79
169
180 OC
49
100
160
F. Campuran Aspal Beton Lapis Antara (AC-BC) yang Menggunakan Limbah Marmer Sebagai Filler. Penentuan kadar aspal optimum dari suatu campuran dilakukan dengan metode Marshall, parameter campuran yang dihasilkan adalah stabilitas, kelelehan (flow), hasil bagi Marshall (MQ), volume rongga dalam campuran (VIM), volume rongga dalam mineral agregat (VMA) dan rongga terisi aspal (VFB) diperoleh dari hasil analisis terhadap pengujian Marshall. Rumusrumus yang digunakan dalam analisis Marshall ditunjukkan pada lampiran hasil Marshall, 10
Tabel 17. Hasil Pengujian Marshal (100% Abu Batu) No.
Karakteristik Marshall
Kadar Aspal (%) 4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
1
VIM %
6.62
5,05
4,08
3.27
2,78
2
VMA %
16.40
16,01
16,18
16,49
17,08
3
VFB %
59.60
68,48
74,77
80.`16
83.73
4
Stabilitas; Kg
1756.33
1867.93
2131.38
5
Kelelehan (Flow); mm MQ; Kg/mm
3,25
3,53
3,93
4,30
5,00
540.41
528.66
541.88
445.47
273.99
6
1915.50 1369.94
Gambar 9. Penentuan KAO dengan metode ber-chart AC-BC pada (100% Abu Batu) Tabel 18. Hasil Pengujian Marshal (50% Limbah Marmer dan 50% abu Batu) No.
Karakteristik Marshall
Kadar Aspal (%) 4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
1
VIM %
6,34
4,96
4,43
2,93
2,69
2
VMA %
16,14
15,93
16,48
16,20
17,01
3
VFB %
60,71
68,89
73,14
81,91
84,15
4
Stabilitas; Kg
1715,17
1835,00
2092,96
1727,65
1429,88
5
Kelelehan (Flow); mm MQ; Kg/mm
3,05
3,53
3,93
4,30
5,00
562, 35
519,34
532,11
401,78
285,98
6
Gambar 10. Penentuan KAO dengan metode ber-chart AC-BC pada (50% Limbah Marmer dan 50% Abu Batu) Tabel 19. No.
Hasil Pengujian Marshal (100% Limbah Marmer)
Karakteristik Marshall
Kadar Aspal (%) 4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
1
VIM %
5,76
5,04
4,07
2,97
2,91
2
VMA %
15,63
16,00
16,17
16,23
17,19
3
VFB %
63,11
68,52
74,83
81,70
83,05
4
Stabilitas; Kg
1630,10
1963,07
1876,06
1801,85
1775,21
5
Kelelehan (Flow); mm
3,25
3,53
3,93
4,30
5,00
6
MQ; Kg/mm
501,57
555,59
476,96
419,04
355,04
11
Gambar 11. Penentuan KAO dengan metode ber-chart AC-BC pada (50% Limbah Marmer dan 100% Limbah Marmer)
Dalam menentukan kadar aspal optimum (KAO) dilakukan dengan metode bar-chart yang merupakan rentang kadar aspal yang memenuhi semua syarat kriteria campuran aspal panas yaitu VIM, VMA, VFB, Stabilitas, Flow dan Marshall Quotient. Nilai kadar aspal optimum ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal maksimum dan minimum yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi, sehingga diperoleh kadar aspal optimum adalah 5,30% (0% marmer), 5,20% (50% marmer), 5,15% (100% marmer). 1. Karakteristik Volumetrik VIM (Voids In Mix) Volumetrik campuran berperan penting dalam uji marshall, yaitu VIM, VMA, VFB. Besar nilai VIM berkaitan dengan keawetan campuran bilamana nilai VIM yang terlalu tinggi maka campuran cenderung rapuh, dan retak secara dini, sedangkan nilai VIM terlalu kecil akan menyebabkan campuran tidak stabil dan mengakibatkan terjadi kelelehan atau plastis yang lebih besar. Hal ini disebabkan rongga dalam campuran tidak cukup menampung aspal akibat pemadatan lanjutan dari beban lalu lintas dan ketika aspal meleleh akibat kenaikan temperatur perkerasan sehingga perlu adanya pembatasan nilai VIM yang memenuhi spesifikasi antara 3,55,5% akan meningkatkan ketahanan campuran terhadap perkerasan aspal. Grafik Kadar Aspal dengan VIM
8.00 100% Limbah Marmer
VIM
6.00
50% Limbah Marmer
4.00
0% Limbah Marmer
2.00
Spesif ikasi 3,5-5,5
0.00 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 Kadar Aspal
Gambar 12.
Perbandingan Kurva VIM Terhadap Kadar Aspal dan Variasi Marmer VIM (KAO) vs Variasi Marmer
VIM (%)
6 5 4 3 0%
50%
100%
Variasi Marmer
VIM (KAO)
Spek. 3,5 - 5,5
Gambar 13. Perubahan Nilai VIM Terhadap Variasi Marmer
12
Dari tabel 20 nilai VIM naik menunjukkan bahwa campuran tersebut semakin ditambahkan variasi marmer semakin menyediakan VIM yang besar akibat jumlah penggunaan aspal yang berkurang yang menyebabkan tersedianya rongga yang lebih besar. Hal ini disebabkan absobsi limbah marmer lebih kecil dari abu batu. Tabel 20. Prosentase Nilai Vim Terhadap Variasi Marmer
2.
Variasi campuran Marmer 0%
Kadar Aspal Optimum 5,3
50%
5,2
4,6
100%
5,15
4,8
VIM (%)
Selisih VIM (%)
Kenaikan VIM (%)
0,1
2.2
0,3
6.6
Rata-rata
4.4
4,5
Karakteristik Volumetric VMA (Voids In Mineral Agregat)
Gambar 14. Perbandingan Kurva VMA Terhadap Kadar Aspal dan Variasi Marmer
Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran. VMA dipengaruhi oleh berat jenis bulk agregat (Gsb) dan berat jenis campuran (Gmb), serta komposisi ukuran diameter butir terbesar.
Gambar15. Perubahan Nilai VMA Terhadap Variasi Marmer Tabel 21. Prosentase Nilai VMA Terhadap Variasi Marmer. Variasi campuran Marmer 0%
Kadar Aspal Optimum
VMA (%)
5,30
15,80
50%
5,20
15,80
100%
5,15
15,90
Selisih VMA (%)
Kenaikan VMA (%)
0,0
0,00
0,1
0,63
Ratarata
0,315
3. Karakteristik Volumetrik VFB VFB adalah rongga yang terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan yang dinyatakan dalam persen (%). Adanya pembatasan nilai VFB merupakan upaya untuk memperoleh campuran yang lebih awet dan lentur sehingga mempunyai ketahanan terhadap 13
retak, lelah dengan hasil yang maksimal. Nilai VFB merupakan prosentase dari nilai VMA setelah dikurangi oleh VIM. VFB membatasi volume rongga udara yang disyaratkan pada campuran yang mempunyai nilai VMA mendekati nilai minimum.
Gambar 16. Perbandingan Kurva VFB terhadap Kadar Aspal dan Variasi Marmer.
Dari gambar 17 diperlihatkan hasil pengujian pada kadar aspal optimum dan diperoleh hasil prosentase penurunan nilai VFB rata-rata sebesar 3,085%, hal ini disebabkan nilai VIM yang tinggi maka nilai VFB menjadi rendah akibat kadar aspal yang menunjukkan besarnya rongga atau pori dalam campuran yang terisi aspal setelah dipadatkan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai VFB pada campuran yang memenuhi spesifikasi minimum 65% yaitu dimana campuran yang menggunakan marmer, dilihat pada tabel 22. Tabel 22. Prosentase Nilai VFB Terhadap Variasi Marmer. Variasi Kadar VFB Selisih Penurunan campuran Aspal (%) VFB (%) VFB (%) Marmer Optimum 0% 5,30 71.30 1.8 2.52 50% 5,20 69,50 2.6 3.65 100% 5,15 68.70 Rata-rata 3,085
Gambar 17. Perubahan Nilai VFB Terhadap Variasi Marmer
4. Karakteristik Stabilitas Nilai stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa mengalami perubahan bentuk (deformasi permanen) seperti gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding. Pada gambar 18 memperlihatkan bahwa nilai stabilitas yang diperoleh mengalami kenaikan sampai pada batas optimum kemudian mengalami penurunan. Nilai stabilitas disebabkan karena adanya sifat saling mengunci (interlocking) antar kadar aspal dan gradasi agregat.
14
Gambar 18. Perbandingan Kurva Stabilitas Terhadap Kadar Aspal. Tabel 23. Prosentase Nilai Stabilitas Terhadap Variasi Marmer. Variasi campuran Marmer 0%
Kadar Aspal Optimum
Stabilitas (kg)
5,30
2040
50%
5,20
1950
100%
5,15
1840
Selisih stabilitas (kg)
Penurunan stabilitas (%)
90
4.4
200
9.8
Ratarata
7,1
Gambar 19. Perubahan Nilai Stabilitas Terhadap Variasi Marmer
Dari gambar 19 memperlihatkan hasil pengujian penambahan marmer pada kadar aspal optimum, secara keseluruhan masih memenuhi spesifikasi dengan syarat minimum stabilitas 800 kg. 5. Karakteristik Flow (Kelelehan). Kelelehan (Flow) adalah besarnya deformasi vertikal campuran beton aspal yang terjadi mulai dari awal pembebanan sampai kondisi kestabilan menurun akibat menerima beban yang bekerja. Flow merupakan indikator terhadap kelenturan atau perubahan bentuk plastis campuran beraspal yang diakibatkan oleh beban. Kenaikan nilai flow karena seiring dengan penambahan kadar aspal seperti pada gambar 20.
Gambar 20. Perbandingan Kurva Flow Terhadap Perubahan Kadar Aspal dan Variasi Marmer
15
Tingkat kelelehan campuran dipengaruhi oleh kadar aspal, distribusi agregat dan temperatur pemadatan. Campuran yang memiliki nilai flow yang rendah pada kadar aspal optimum minimum 3 mm menunjukkan daya tahan deformasi yang lebih baik.
Tabel 24. Prosentase Nilai Flow Terhadap Variasi Marmer. Variasi campuran Kadar Aspal Marmer Optimum 0% 5,30
Flow (mm) 3,50
50%
5,20
3.60
100%
5,15
3,70
Selisih Flow (mm)
Kenaikan Flow (%)
0,1
2,7
0,2
5,4
Rata-rata
4,05
Gambar 21. Perubahan Nilai Flow Terhadap Variasi Marmer
Pada gambar 21 terlihat perubahan nilai flow pada kadar aspal optimum cenderung naik dengan prosentase kenaikan rata-rata nilai flow sebesar 4.05%. 6. Karakteristik Marshall Quotient (MQ) Marshall Quotient merupakan nilai perbandingan antara stabilitas dengan nilai flow yang digunakan sebagai pendekatan terhadap nilai kekakuan campuran. Semakin tinggi nilai Marshall Quotient maka semakin besar kekakuan suatu campuran sehingga semakin rentan terhadap keretakan.
Gambar 22. Perbandingan Kurva Marshall Quotient Terhadap Variasi Marmer.
Nilai Marshall Quotient yang tinggi cenderung memiliki sifat kaku (tidak fleksibel), sehingga perkerasan tersebut mudah terjadi keretakan jika dilewati beban lalu lintas yang berlebihan. Dari tabel 25 terlihat perubahan nilai MQ pada kadar aspal optimum cenderung menurun setelah penambahan marmer sebesar 50% sampai 100% dengan prosentase penurunan nilai Marshall Quotient rata-rata sebesar 6.575%.
16
Tabel 25. Prosentase Nilai Marshall Quotient Terhadap Variasi Marmer. Variasi campuran Marmer
Kadar Aspal Optimum
Marshall quotient (kg/mm)
0%
5,30
540
50%
5,20
524
100%
5,15
485
Selisih MQ (kg/mm)
Penurunan MQ (%)
16
2,96
55
10.19
Ratarata
6,575
Gambar 23. Perubahan Nilai MQ Terhadap Variasi Marmer
Dari gambar 23 terlihat bahwa semua campuran nilai Marshall Quotient tetap berada diatas nilai minimum spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum sebesar 250 kg/mm. G. Karakteristik VIM Refusal Campuran Beton Aspal AC-BC. Dari hasil pengujian tersebut di atas terlihat bahwa campuran yang menggunakan marmer mempunyai penurunan nilai VIM refusal yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa marmer, hal ini disebabkan oleh sifat marmer yang lebih kaku dan getas sehingga mampu mempertahankan terjadinya perubahan campuran akibat pembebanan lalu lintas dan diharapkan bahwa marmer mampu memperlambat terjadinya deformasi plastis pada campuran beraspal. Dari semua campuran nilai VIM refusal (Kepadatan Mutlak) tetap berada diatas nilai minimum spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum sebesar 2,5%.
Tabel 26. Hasil Pengujian VIM Refusal dan VIM Marshall Kadar Aspal Optimum (KAO) KAO (%) VIM Marshall Standar VIM Refusal (%) Selisih % Penurunan Nilai VIM % Rata-rata Nilai VIM
Hasil Pengujian VIM (refusal (%) 0% 50% 100% 5,30 5,20 5,15 4,5 4,6 4,8 3.35 3.63 3.87 1.15 0.97 0.93 33.33 27.82 21.875 27.675
17
Gambar 24. Perbandingan Nilai VIM Marshall dan VIM Refusal
H. Karakteristik Stabilitas Marshall Sisa (Keawetan) Stabilitas Marshall Sisa adalah prosentase minimum terhadap nilai stabilitas Marshall. Nilai Sifat keawetan dari campuran dapat ditunjukkan dengan indeks perendaman dan penurunan nilai stabilitas. Hal ini dimungkinkan untuk memperoleh rongga udara yang besar pada kondisi yang ekstrim pada suatu campuran sehingga diperoleh campuran yang lebih fleksibel meski dalam kondisi terburuk sekalipun.
Gambar 25. Perbandingan Nilai Stabilitas 0,5 Jam dan Stabilitas 24 Jam Terhadap Variasi Marmer
Tabel 27. Hasil Pengujian Nilai Stabilitas Marshall Sisa Variasi campuran Marmer
Marsh all Stand ar (KG)
Marshall rendama n (kg/mm)
Stabilitas sisa (%)
0%
2040
2003.32
98.20
50%
1950
1910.01
97,95
100%
1840
1778,29
96.65
Selisih stabilita s sisa (%)
Penur unan stabili tas sisa (%)
0.25
0.25
1,55
1.58
Ratarata
0.915
Dari tabel 27 terlihat bahwa penambahan limbah marmer mengakibatkan penurunan nilai stabilitas sisa akibat perendaman pada suhu 60°C selama 24 jam, jika dibandingkan dengan perendaman standar (0,5 jam), besar penurunan rata-rata nilai stabilitas sisa 0.915 %. Dari gambar 26 terlihat nilai Stabilitas Marshall sisa tetap berada diatas nilai minimum spesifikasi Dep.Pekerjaan Umum sebesar 75 %
Gambar 26. Perubahan Nilai Stabilitas Marshall Sisa Terhadap Marmer
18
Hasil lengkap data pengujian Marshall campuran beton aspal (AC-BC) yang menggunakan marmer sebagai campuran filler dari masing-masing pada kadar aspal optimum (KAO) dirangkum pada tabel 28. Tabel 28. Data Hasil Rekapitulasi Pengujian Marshall Campuran Beton Aspal (AC-BC) pada Kadar Aspal Optimum (KAO). Hasil Pengujian
Sifat-Sifat Campuran Kadar Aspal Optimum
Spesifi kasi
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Kadar aspal optimum %
5,3
5,2
5,15
Rongga dalam campuran (VIM) %
4,5
4,6
4,8
3,5-5,5
Rongga diantara (VMA), %
15,8
15,8
15,9
Min 14
70
70,5
71
Min 63
2040
1950
1840
Min 800
Kelelehan, mm
3,5
3,6
3,7
Min 3
Marshall quotient, kg/mm
540
524
485
Min 250
Memenuhi
memenuhi
memenuhi
Rongga terisi aspal (VFB)% Stabilitas Marshall, kg
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi limbah marmer yang digunakan maka nilai VIM meningkat dari 4,5 % menjadi 4,8 % pada 100% limbah marmer sedangkan nilai flow meningkat dari 3,5 mm menjadi 3,7 mm sementara nilai VMA meningkat dari 15,8 % menjadi 15,9 % dan nilai VFB meningkat dari 70% menjadi 71% pada kandungan limbah marmer 100%. Nilai stabilitas menurun dari 2040 kg menjadi 1840 kg. 2. Hasil pengujian kepadatan mutlak (refusall density) campuran aspal pada KAO adalah 3,15 % (0% limbah marmer), 3.40 % pada (50% limbah marmer) dan 3.75 % pada (100% limbah marmer). 3. Nilai keawetan campuran beton aspal Lapis Antara (AC-BC) pada KAO adalah 98,20%(0% limbah marmer), 97,95%(50% limbah marmer) dan 96,65%(100%limbahmarmer) dengan syarat min. 75 %. B Saran - Saran 1. 2. 3.
Perlu dilakukan penelitian uji UMATTA, sebab dari hasil pengujian dengan metode Marshall kurang memberikan gambaran kinerja campuran. Perlu dilakukan pengujian untuk mengukur ketahanan campuran terhadap retak lelah (Fatigue Cracking), yang ditimbulkan oleh beban berulang. Perlu dilakukan penelitian dengan beberapa variasi persentase filler marmer (selain dari 50% dan 100%) dan gradasi campuran yang berbeda (AC-WC,LATASTON,HRS,ATB).
19
DAFTAR PUSTAKA Brown, S. (1994), Properties of Road Layer Bituminous Mixtures in Road Construction, Edited by Hunter,R. Faisal (1999), Kinerja Aspal Beton Menggunakan Gradasi Superpave, Tesis Magister STJR-ITB Bandung. Ferriyal (2005), Pemanfaatan Bubuk Marmer Hasil Olahan Industri Batu Marmer untuk Bahan Campuran pembuatan Paving Blok sebagai upaya Minimisasi Limbah, Tesis Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Departemen Kimpraswil (2007), Campuran Beraspal Panas.Buku V Spesifikasi. Direktorat Jenderal Bina Marga (1987), Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya SKBI-2.4.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (1999), Pedoman Perencanaan Pedoman Teknis No. 025/T/BM/1999, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (2007), Campuran beraspal Panas Buku V Spesifikasi Khusus. Harold N. Arkins (2003), Highway Materials, Soils, and Concrete
( Fourth Edition )
Huang,Y.H. (1993), Pavement Analysis and Design, Prentice Hall, New Jersey,USA, 9-13 Kennedy, T.W (1977), Characterization of Asphalt Pavement Materials Using the Indirect Tensile Test, Proceedings Association of Asphalt Paving Technologist, San Antonio, Texas. Said, S.F. (1997), Variability in Road Base Layer Properties Conducting Indirect Tensile Test, Proceedings of Eighth International Conference on Asphalt Pavements, University of Washington, Seattle, Washington U.S.A. Shell Bitumen (1990), The Shell Bitumen Handbook, Shell Bitumen, U.K. SNI No. : 06-2489-1991 (1991), Metoda Marshall. The Asphalt Institute (1983), Principles of Construction of Hot Mix Asphalt Pavements, Manual Series No.22, The Asphalt Institute. Yamin, R.A. (2002), Penentuan Gradasi Agregat Berdasarkan Spesifikasi Baru, Desiminasi Spesifikasi Baru Campuran Beraspal dengan Alat PRD, Puslitbang Prasarana Transportasi, Dept. Kimpraswil, Modul 2.
20