KAJIAN POTENSI EKOSISTEM LAMUN UNTUK PENGEMBANGAN

Download Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik ekosistem lamun, persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat serta mengetahui tin...

1 downloads 558 Views 621KB Size
KAJIAN POTENSI EKOSISTEM LAMUN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA LAMUN DI DESA BATU LICIN KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU Elma Reno Situmorang (1),, Febrianti Lestari (2),, Fitria Ulfah (3) Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 29125 Email : [email protected] [email protected] [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik ekosistem lamun, persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat serta mengetahui tingkat kesesuaian ekosistem lamun untuk ekowisata lamun. Metode yang digunakan untuk biofisik adalah metode survey yaitu pengamatan secara langsung dan serta pengambilan data wawancara dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada 30 responden. Hasil pengamatan pada setiap stasiun didomoinasi oleh jenis Enhalus Acroides. Tutupan lamun yang paling baik terdapat pada stasiun tiga dengan nilai 60,98% (KepMen LH No.200). Hasil Perhitungan kesesuaian lahan pada setiap stasiun masing – masing sebesar 73,21% (stasiun 1),70,53% (stasiun 2) dan 76,78% (stasiun 3). Ketiga stasiun memiliki kategori S2 “sesuai” dengan nilai 60% - 80%. Hasil ini menunjukkan kawasan di Batu Licin dapat dijadikan daerah ekowisata sumberdaya lamun, dengan kategori S2 (sesuai) dengan nilai 60%80%. Kondisi ini juga didukung dengan sikap masyarakat yang setuju jika kawasan Desa Batu Licin dijadikan sebagai kawasan ekowisata lamun. Kata kunci : Lamun, Desa Batu Licin, Potensi Ekowisata, Kabupaten Bintan POTENTIAL FOR THE DEVELOPMENT OF ECOTOURISM SEAGRASS IN BATU LICIN VILLAGE BINTAN REGENCY OF RIAU ISLANDS ABSTRACT This study aims to determine the potential biophysical seagrass, perceptions, attitudes and community participation as well as determine the level of suitability for ecotourism seagrass. The method used for biophysical survey method is direct observation and interviews as well as data collection using questionnaires addressed to 30 respondents. Observations at each station domination by type of Enhalus Acroides. Seagrass cover the most well contained at three stations with a value of 60.98 % ( KepMen LH No.200 ). Calculation results of land suitability for each individual station - amounted to 73.21 % ( Station 1 ), 70.53 % ( station 2 ) and 76.78 % ( 3 stations ). The third station has a category S2 "in accordance " with the value of 60 % - 80 %. These results indicate the area in Batu Licin can be used as a resource ecotourism area of seagrass, with category S2 ( according ) to the value of 60 % - 80 %. This condition is also supported by the attitude of people who disagree if Batu Licin Village area used as ecotourism seagrass. Keywords : Seagrass, Batu Licin Village,Potentia Ecotourism, Bintan Regency

di perairan laut. Terdapat sekitar 50 jenis

PENDAHULUAN Ekosistem lamun merupakan salah

lamun di seluruh dunia, dimana di Indonesia

satu ekosistem bahari yang paling produktif,

ditemukan sekitar 12 jenis, diantaranya

sehingga

Enhalus

dapat

mendukung

potensi

acoroides

dan

Thalassia

sumberdaya yang tinggi pula (Agardi, 2003).

hemprichii. Lamun di perairan laut memiliki

Lamun

satu-satunya

beberapa fungsi yaitu sebagai produsen

kelompok tumbuhan berbunga yang terdapat

primer dan juga sebagai sumber makanan

(seagrass)

adalah

1

bagi beberapa hewan seperti duyung dan

ekosistem

penyu (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

partisipasi masyarakat serta mengetahui

Desa Batu Licin merupakan salah satu desa

tingkat kesesuaian lahan yang terdapat di

yang terdapat di pulau Bintan dan memiliki

Desa Batu Licin Kabupaten Bintan.

potensi dalam pengembangan Ekowisata

lamun,

Dengan

persepsi,

adanya

sikap

dan

pengembangan

Bahari (Profil Kabupaten Bintan, 2014).

kegiatan ekowisata lamun akan memberikan

Menurut penelitian sebelumnya ditemukan

dampak positif bagi masyarakat seperti

10 jenis lamun berada di Kabupaten Bintan.

adanya lapangan pekerjaan dan membuka

Hal ini merupakan jenis lamun yang

peluang mereka untuk membuka usaha yang

ditemukan daerah

sangat

lainnya.

tinggi

dibandingkan

dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi

Namun

keberadaanya

mereka. Peran serta masyarakat tidak hanya

terancam akibat lemahnya

pengelolaan.

dalam

melakukan

untuk

mereka,

tetapi

Ancaman tersebut dapat datang dari kegiatan

meningkatkan

pembangunan pemukiman, pengembangan

mereka juga harus berperan dalam kegiatan

daerah

kebersihan dan menjaga ekosistem lamun

wisata,

penangkapan

ikan

dan

pengerukan pasir (Presli Nainggolan, 2011).

ekonomi

usaha

dengan pemanfaatan yang baik tanpa harus

Adapun tujuan dari penelitian ini

merusaknya.

adalah untuk mengetahui potensi biofisik

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret- Agustus 2015 di Desa Batu Licin.

2

Table 1. Alat No

Alat

Kegunaan

1

Tali raffia

Membuat transek garis stasiun

2

GPS

Penentuan stasiun dan titik sampling

3

Roll meter

Untuk mengukur panjang transek

4

Alat tulis

Untuk mencatat data penelitian

5

Kamera digital

Untuk dokumentasi

6

Tali yang diikat pemberat

Untuk mengukur kedalaman

7

Kantong Plastik

Wadah sampel

8

Kertas label

Untuk memberi tanda sampel

9

Software Arc View

Untuk mendigitasi ulang peta

10

Buku identifikasi Lamun

Untuk panduan identifikasi jenis Lamun

11

Kuesioner

Untuk pengisian pertanyaan kepda responden

12

Penggaris

Untuk mengestimasi ukuran substrat

Table 2. Bahan No

Bahan

Kegunaan

1.

Lamun

Sebagai sampel pengamatan

2.

Biota yang berasosiasi dengan Lamun

Sebagai sampel pengamatan

Dalam

pengamatan

ekosistem

lingkungan tempat lamun hidup dicatat pada

lamun yang pertama dilakukan adalah

tiap

menentukan posisi garis transek garis yang

kecerahan perairan, kedalaman, kecepatan

dimulai dari bagian akhir sisi dalam pantai

arus). Nilai persentase tutupan lamun (tiap

(inshore end) dan orientasinya tegak lurus

jenis/populasi) yang terdapat di dalam

terhadap garis pantai. (fachrul, 2007 dalam

transek kuadrat dicatat ke dalam data sheet,

imam, 2014),( gambar 6) . Jarak antar

untuk pendataan jenis ikan yang ada di

transek garis terpisah antara 50 m-100 m

ekosistem lamun, menggunakan metode

dengan posisi antar transek garis sejajar

sensus visual guna melihat ikan di sekitar

garis dan tetap tegak lurus terhadap garis

ekosistem

pantai. Panjang transek garis bedasarkan

tergantung pada warna dan kekeruhan.

pada

bentangan

pengamatan

lamun.

(misalnya

Kecerahan

perairan

lamun

dan

Kecerahan merupakan ukuran transparasi

luar

dari

perairan yang dapat ditentukan secara visual

ekosistem lamun tersebut (saat lamun mulai

atau menggunakan alat bernama secchi disk,

tak

cara

meliputi

daerah

tampak).

ekosistem

stasiun

perbatasan

Pengambilan

sampel,

penggunaannya

yaitu

scchi

disk

menggunakan petak contoh (Gambar 5)

dimasukan kedalam perairan dan dikatakan

yang berukuran 50 cm x 50 cm pada

cerah apabila sechhi disk masih terlihat

interval/jarak

ketika

yang

sama.

Parameter-

parameter yang terkait dengan kondisi

dimasukan

mempengaruhi

3

kedalam

kedalaman.

air

tanpa

Pengambilan

data jenis substrat dapat ditentukan dari

Pengambilan

berapa persen yang berupa pasir dan berapa

dilakukan dengan teknik simple random

persen yang berupa lumpur maupun lumpur

sampling berdasarkan kesempatan yang

berpasir, yang dilakukan secara visual

sama dalam masyarakat

dengan perbandingan yang mengacu pada

responden sebanyak 30 orang berdasarkan

skala Wenworth (Wenworth 1992 dalam Mc

referensi dari Burn 1993, dalam (mirawati

Kenzie dan Yoshida dalam Nainggolan

2013) yang mengatakan dasar penentuan

2011) . Pada petak luasan tersebut diukur

jumlah sampel bagi peneliti pemula agar

juga

yang

mudah dianalisis, selain itu perwakilan

digunakan yaitu menggunakan botol berisi

sebanyak 30 responden juga dikarenakan

setengah

mengapung,

waktu yang berbatas dan data yang diambil

kemudian dihanyutkan dan dihitung waktu

hanya sebagai data pendukung. Pengambilan

tiba

Teknik

responden untuk instansi terkait dan pelaku

pengambilan responden dari masyarakat,

usaha dilakukan dengan teknik purposive

pengusaha dan instansi terkait di sekitar

sampling yang ditujukan kepada masing-

wilayah pengembangan ekowisata lamun

masing perwakilan instansi dan pelaku

dilakukan

usaha.

kecepatan

arus.

sehingga

diujung

dapat

garis

dengan

Untuk

Metode

transek.

beberapa

mengetahui

penutupan

jenis

dibandingkan

dengan

luas

lamun

masyarakat

dan jumlah

area

Dengan melihat persentase tersebut, maka

tertentu

dapat dilihat tingkat persepsi masyarakat

area

terhadap kegiatan pengembangan ekowisata

lamun,

lamun dengan Skala Likert yang telah

Adapun metode penghitungannya adalah

dimodifikasi modifikasi (Yudiantari, 2002).

sebagai berikut (English et al., 1994):

Aksesibilitas, Sarana dan prasarana sangat

C = Σ(Mi x fi

diperlukan

penutupan

untuk

luas

teknik.

responden

seluruh

total jenis

untuk

menunjang

kegiatan

Σf

ekowisata yang ada di Desa Batu Licin.

Keterangan:

Aksesibilitas yang perlu dianalisis dalam

C = persentase penutupan jenis lamun i.

penelitian ini adalah akses jalan yang baik,

Mi = persentase titik tengah kehadiran jenis

banyaknya jalan alternative, transportasi dan

lamun i.

juga sarana dan prasarana pendukung yang

f = banyaknya sub petak dimana kelas

perlu di analisis dalam penelitian ini adalah

kehadiran jenis lamun i sama.

ketersediaan fasilitas seperti toilet umum, air bersih, tong sampah dan alat- alat yang

Data sosial, dilihat dalam bentuk persentase dari total responden

diperlukan dalam ekowisata lamun.

yang disampling.

Sumber : Yulianda, modifikasi (2015 No

Parameter

Bobo

Kategori

Sko

Kategori S2

4

Sko

Kategori

Sk

Kategori

Sk

1

Tutupan lmun Kecerahan

2

perairan

3

Jenis ikan

t

S1

r

r

S3

or

N

or

5

>75

4

>50- 75

3

25- 50

2

<25

1

4

>75

4

>50- 75

3

25- 50

2

<25

1

4

>10

4

6- 10

3

3- 5

2

<3

1

Cymodoce

Syringodium,

a, 4

Jenis lamun

4

Halodule,

4

Thalassodendr on

Halophil

3

Pasir 5

Jenis substrat

3

berkarang

Thalassia

2

Enhalus

1

Pasir 4

pasir

3

berlumpu

2

lumpur

1

1

r Kecepatan

6

arus (cm/s)

7

Kedalaman lamun (m)

8

Aksesibilitas Sarana

9

prasarana

3

0-15

4

>15- 30

3

>30- 50

2

>50

3

1-3 m

4

>3- 6

3

>6-10

2

>10

4

3 ketentuan

3

4

3 ketentuan

3

1

1

4 ketentuan 4 ketentuan

2 ketentuan 2 ketentuan

2

2

Sumber : Yulianda, modifikasi (2015) Nilai maksimum = 112 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80%-100% S2 = Sesuai, dengan nilai 60%-<80% S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35%-<60% N = Tidak sesuai, dengan nilai <35%

Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata lamun adalah (Yulianda, 2007):

𝐼𝐾𝑊 = Ʃ

𝑁𝑖 x 100% 𝑁 𝑚𝑎𝑥

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata. N = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor). i

N

maks

= Nilai maksimum dari suatu kategori wisata.

5

1 ketentuan 1 ketentuan

1

1

1

Penentuan kesesuaian berdasarkan

Skala

Likert

ini

disebut

juga

perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari

sebagai Summated Ratings Method. Dengan

setiap

kawasan

menggunakan Summated Ratings Method

dilihat dari tingkat persentase kesesuaian

akan ditemukan skor pada pengukuran skala

yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh

Likert yaitu pemberian skor tertinggi dan

parameter.

terendah

parameter.

Kesesuaian

dari

masing-masing

jawaban

pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Sumber : Hasil Modifikasi Skala Likert ( Yudiantari, 2002) Skala Persepsi, Sikap dan Partisipaasi Masyarakat

No

skor

kategori

1

Sangat setuju

5

>4,2 – 5,0

2

Setuju

4

>3,4 – 4,2

3

Raagu- ragu

3

>2,6 – 3,4

4

Tidak setuju

2

>1,8 – 2,6

5

Sangat tidak setuju

1

1,0 – 1,8

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada

stasiun

satu

dan

dua

60,98%

tutupan

lamunnya

tergolong

persentase tutupan lamun sebesar 40,448%

kedalam kondisi yang baik, yang mengacu

dan 41,505% tergolong kedalam kondisi

pada KepMen LH No.200. (Tabel 4)

kurang kaya/ sehat. Sedangkan stasiun tiga

Tabel 4. Persentase Tutupan Lamun

No

Stasiun

Persentase tutupan lamun

1

Stasiun 1

40,448 %

2

Stasiun 2

41,505 %

3

Stasiun 3

60,98 %

Persentase tutupan lamun pada

Kecerahan pada perairan Desa Batu

stasiun satu dan dua tergolong kedalam

Licin di setiap stasiunnya berbeda- beda,

kondisi yang kurang sehat/ kaya, hal ini

dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki

dikarenakan wilayah pengamatan satu dan

tingkat kecerahan > 80 % dan pada stasiun

dua merupakan wilayah aktifitas seperti

2 memiliki tingkat kecerahan 69,2 % ( Tabel

kegiatan perikanan dan aktifitas masyarakat,

5). Dari ketiga stasiun tersebut dapat

sedangkan pada stasiun tiga persentase

disimpulkan bahwa kecerahan perairan Desa

tutupan lamun tergolong sehat/ kaya karena

Batu Licin memiliki kecerahan yang baik

tidak adanya aktifitas manusia pada stasiun

mengacu pada KepMen LH No.51 Tahun

tiga.

2004. Tabel 5. Kecerahan perairan

6

No

Stasiun

Kecerahan perairan (%)

1

Stasiun 1

81,8 %

2

Stasiun 2

69,2 %

3

Stasiun 3

89,87 %

Dari

ketiga

dapat

aktifitas tersebut tidak terlalu besar yaitu

disimpulkan bahwa kecerahan pada stasiun 1

berupa budidaya perikanan yang kecil.

dan tiga memiliki tingkat kecerahan diatas >

sedangkan

80% yang mana terkategori kedalam “S1”

kecerahan < 80% dimana hal ini dipengaruhi

sangat sesuai untuk menunjang kegiatan

oleh aktivitas masyarakat dimana pada

ekowisata.

tingkat

stasiun dua terdapat pelantar penyebrangan

kecerahan yang diperoleh tergolong baik

antar pulau/ tempat berlabuhnya kapal-

walaupun di stasiun satu terdapat aktifitas

kapal nelayan yang melakukan aktifitas

manusia, hal ini dikarenakan kegiatan

setiap harinya.

Pada

stasiun

stasiun

satu

pada

stasiun

dua

tingkat

Tabel 6. Jenis Biota Stasiun

Stasiun

Stasiun

1

2

3

Gafrarium Pectinatum

+

-

+

Anadara Fultoni

-

-

+

Tellina Radiata

-

+

-

Cerithium Nesioticum

-

-

-

Strigosella Lepida

+

+

-

ketepo

-

+

-

Protoreaster Nodocus

+

-

+

Tripneustes gratilla

-

-

-

Temnopleurus Alexandrii

-

-

+

Ceyx Rufidusa

-

-

-

Potunus Pelagicus

+

-

-

Paralithodes Platypus

+

-

-

Scylla Sp

-

+

-

Lethrinus harak

+

-

-

Lutjanus Fulviflamma

-

+

-

Lethrinus lentjan

+

-

-

Lethrinus omatus

-

+

-

Lutjanus johni

-

-

+

Siganus canaliculatus

-

-

-

Siganus guttatus

-

-

+

Siganus stellatus

-

-

+

Kelompok

Moluska

Echinodermata

Crustasea

Pisces

Jenis

7

Siganus virgatus

-

-

+

Jenis biota yang terdapat pada

pada stasiun tiga didominasi oleh kelas

satu sebanyak tujuh jenis dengan

pisces sebanyak delapan jenis. Dengan

dominasi yang sama seperti pada kelas

demikian seluruh jumlah jenis biota yang

Mollusca,

terdapat pada kawasan penelitian sebanyak

stasiun

Crustacea

dan

Pisces.

Pada

stasiun dua didominasi oleh kelas mollusca

18 jenis.

dan pisces sebanyak enam jenis, sedangkan

Tabel 7. Jenis Lamun No

Jenis Lamun

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

1

Enhalus acoroides

+

+

+

2

Cymodocea serrulata

-

-

-

3

Thalassia hemprichii

+

+

+

4

Cymodocea rotundata

-

-

-

5

Halodule pinifolia

-

-

-

6

Halophila minor

+

+

+

7

Halophila sp.

-

-

-

8

Halodule uninervis

-

-

-

9

Syringodium isotifolium

-

-

-

10

Thalassodendron ciliatum

-

-

-

Jenis lamun yang terdapat pada

berlumpur yang merupakan habitat yang

setiap stasiun sebanyak tiga jenis, dimana

paling cocok untuk Enhalus acoroides

pada setiap stasiunnya memiliki jenis yang

(Bengen,

sama yaitu Enhalus Acroides, Thallasia

acoroides dapat hidup di daerah yang

Hemperinchi dan Halophile minor. Pada

berturbasi tinggi dan seringkali tumbuh

setiap

bersama-sama dengan Thalassia hemprchii

stasiun

didomoinasi

oleh

jenis

Enhalus Acroides. Hal ini dikarenakan tipe

2001).

Selain

itu,

Enhalus

(Hutomo, 2009)

substrat di lokasi penelitian dominan pasir

Tabel 8. Jenis Substrat No

Stasiun

Ukuran Substrat

Jenis Substrat

1

Stasiun 1

0,125 – 0,25 mm

Pasir belumpur

2

Stasiun 2

0,125 – 0,5 mm

Pasir berlumpur

3

Stasiun 3

0,125 – 0,5 mm

Pasir berlumpur

Perbedaan komposisi substrat akan

Batu

Licin

secara

garis

besar

tidak

berpengaruh pada jenis lamun yang tumbuh

mempunyai perbedaan yang mencolok antar

diatasnya. Tipe substrat dasar perairan Desa

stasiun. Setiap stasiun mempunyai substrat

8

yang hampir sama yaitu pasir bercampur

cangkang siput.

lumpur dan remah pecahan karang dan Tabel 9. Kecepatan Arus No

Stasiun

Kecepatan arus (m/s)

1

Stasiun 1

0,133

2

Stasiun 2

0,149

3

Stasiun 3

0,145

Kecepatan arus yang terukur pada

lamun tidak terhambat. Kecepatan arus yang

stasiun 1 sebesar 0,133 m/s, stasiun 2

relative tenang di padang lamun memberi

sebesar 0,149 m/s dan stasiun 3 sebesar

kondisi alami yang sangat disenangi oleh

0,145 m/s ( Tabel 7). Pergerakan arus ini

ikan – ikan kecil dan invertebrate kecil

berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun

seperti beberapa jenis udang, kuda laut,

yang terkait dengan suplai unsur hara dan

bivalva, Gastropoda dan Echinodermata

persediaan

gas



gas

terlarut

yang

(Supriharyono, 2009).

dibutuhkan oleh lamun serta laju produksi

Tabel 10. Kedalaman Perairan No

Stasiun

Kedalaman perairan (m)

1

Stasiun 1

1,67

2

Stasiun 2

1,45

3

Stasiun 3

1,40

Kedalaman pada stasiun 1 sebesar

dari kota tanjungpinang dapat menggunakan

1,67 m, stasiun 2 sebesar 1,45 m dan stasiun

jalur dompak, jika dari tanjunguban dapat

3 sebesar 1,40 m. Kedalaman dari ke tiga

menggunakan jalur Gesek yang dimana

stasiun melebihi 1 m tetapi tidak mencapai

terdapat dua jalur, bisa melalui jalan

kedalaman hingga 3 m (Tabel 10), Ini berarti

Wacopek yang lebih dekat namun aspalisasi

perairan tersebut termasuk ke dalam perairan

belum memadai dan juga bisa melalui kijang

dangkal sehingga dengan mudah penetrasi

kota tepatnya kolong enam dan lengkuas.

cahaya

yang

Sarana dan prasarana utama yang terdapat di

menyebabkan kecerahan perairan disetiap

Desa Batu Licin meliputi sarana prasarana

stasiun memiliki tingkat yang baik.

keagamaan,

masuk

ke

perairan

Aksesibilitas menuju Desa Batu

kesehatan,

ketersediaan air bersih

pendidikan, dan olahraga.

Licin dapat dilalui dengan jalur darat. Jika

Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Stasiun I

No

parameter

Stasiun 1

bobot

Hasil

9

skor

nilai

1

Tutupan lamun (%)

5

40,448

2

10

2

Kecerahan (%)

4

81,8

4

16

3

Jenis biota

4

7

3

12

4

Jenis lamun

4

Enhalus, thalasia, halophile minor

2

8

5

Jenis substrat

3

PL

2

6

6

Kecepatan arus (m/s)

3

0,133

4

12

7

Kedalaman (cm)

3

1.670

4

12

8

Aksesibilitas

1

Jalan, Transportasi, aspalisasi

3

3

9

Sarana dan Prasarana

1

Rumah makan, WC umum, Surau

3

3

Total

82

IKW

73,21

Tingkat kesesuaian

S2

Hasil perhitungan kesesuaian lahan

kecerahan, jenis biota, jenis lamun, jenis

pada stasiun 1 sebesar 73,21% yang dimana

substrat, kecepatan arus, kedalaman dan

dikategorikan

S2 ( sesuai) bila dijadikan

aksesibilitas serta sarana dan prasarana,

sebagai kawasan ekowisata lamun. Hal ini

dimana pada stasiun 1 dapat dikembangkan

didukung oleh parameter-parameter yang

sebagai kawasan ekowisata lamun.

telah di analisis seperti tutupan lamun, Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Stasiun II

No

Parameter

Bobot

1

Tutupan lamun (%)

2

Stasiun 2 Hasil

Skor

Nilai

5

41,505

2

10

Kecerahan (%)

4

69,2

3

12

3

Jenis biota

4

6

3

12

4

Jenis lamun

4

Enhalus, thalasia, halophile minor

2

8

5

Jenis substrat

3

PL

2

6

6

Kecepatan arus (m/s)

3

0,149

4

12

7

Kedalaman (cm)

3

1.450

4

12

8

Aksesibilitas

1

Jalan, Transportasi umum, Aspalisasi,

3

3

9

Sarana dan Prasarana

1

WC Umum, Sumur Umum, SD, mesjid

4

4

Total

79

IKW

70,5

10

S2

Tingkat kesesuaian

Hasil perhitungan kesesuaian lahan

kecerahan, jenis biota, jenis lamun, jenis

pada stasiun II sebesar 70,53% yang dimana

substrat, kecepatan arus, kedalaman dan

dikategorikan

S2 (sesuai) bila dijadikan

aksesibilitas serta sarana dan prasarana,

sebagai kawasan ekowisata lamun. Hal ini

dimana pada stasiun II dapat dikembangkan

didukung oleh parameter-parameter yang

sebagai kawasan ekowisata lamun.

telah di analisis seperti tutupan lamun, Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Stasiun III

No

parameter

bobot

1

Tutupan lamun (%)

2

Stasiun 3 Hasil

Skor

nilai

5

60,98

3

15

Kecerahan (%)

4

89,87

4

16

3

Jenis biota

4

8

3

12

4

Jenis lamun

4

Enhalus, thalasia, halophile minor

2

8

5

Jenis substrat

3

PL

2

6

6

Kecepatan arus (m/s)

3

0,145

4

12

7

Kedalaman (cm)

3

1.400

4

12

8

Aksesibilitas

1

Jalan, Transportasi umum, Aspalisasi,

3

3

9

Sarana dan Prasarana

1

WC Umum, Sumur Umum

2

2

Total

86

IKW

76,8

Tingkat kesesuaian

S2

Hasil perhitungan kesesuaian lahan

Jenis lamun yang terdapat pada

pada stasiun III sebesar 76,78% yang

stasiun pengamatan sebanyak tiga jenis,

dimana dikategorikan

S2 (sesuai) bila

dimana pada setiap stasiunnya memiliki

dijadikan sebagai kawasan ekowisata lamun.

jenis yang sama yaitu Enhalus Acroides,

Hal ini didukung oleh parameter-parameter

Thallasia

yang telah di analisis seperti tutupan lamun,

minor. Pada setiap stasiun didomoinasi oleh

kecerahan, jenis biota, jenis lamun, jenis

jenis Enhalus Acroides. Hal ini dikarenakan

substrat, kecepatan arus, kedalaman dan

tipe substrat di lokasi penelitian dominan

aksesibilitas namun sarana dan prasarana

pasir berlumpur yang merupakan habitat

pada stasiun tiga tidak terlalu memadai

yang paling cocok untuk Enhalus acoroides

dimana pada stasiun tiga merupakan wilayah

(Bengen,

non aktifitas.

acoroides dapat hidup di daerah yang

Hemperinchi

2001).

Selain

dan

itu,

Halophile

Enhalus

berturbasi tinggi dan seringkali tumbuh

11

bersama-sama dengan Thalassia hemprchii

dampak positif bagi masyarakat seperti

(Hutomo, 2009). Tutupan lamun yang paling

adanya lapangan pekerjaan dan membuka

baik terdapat pada stasiun tiga dengan nilai

peluang mereka untuk membuka usaha yang

60,98% (KepMen LH No.200). Semakin

dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi

besar persentase penutupannya, semakin

mereka. Peran serta masyarakat tidak hanya

melimpah pula jumlah ikan yang hidup di

dalam

ekosistem lamun, karena lamun merupakan

meningkatkan

penghasil O2 yang tinggi dan dibutuhkan

mereka juga harus berperan dalam kegiatan

biota untuk respirasi (Kiswara 2009).

kebersihan dan menjaga ekosistem lamun

Aksesibilitas menuju Desa Batu

melakukan ekonomi

usaha

untuk

mereka,

tetapi

dengan pemanfaatan yang baik tanpa harus

Licin dapat dilalui dengan jalur darat. Sarana

merusaknya.

dan prasarana utama yang terdapat di Desa Batu

Licin

meliputi

keagamaan,

sarana

kesehatan,

Hasil Perhitungan kesesuaian lahan

prasarana

pada setiap stasiun masing – masing sebesar

pendidikan,

73,21% (stasiun 1),70,53% (stasiun 2) dan

ketersediaan air bersih dan olahraga. Hanya

76,78% (stasiun 3). Ketiga stasiun memiliki

saja beberapa dari sarana dan prasarana

kategori S2 “sesuai” dengan nilai 60% -

tersebut kondisi dan ketersediaannya masih

80%. Hasil ini menunjukkan kawasan di

terbatas.

Batu Licin dapat dijadikan daerah ekowisata

Salah satu aspek yang diperlukan

sumberdaya lamun, dengan kategori S2

dalam rangka pengembangan ekowisata

(sesuai) dengan nilai 60%- 80% (Yulianda

adalah ada tidaknya kehendak bersama masyarakat

untuk

2007). Kondisi ini juga didukung dengan

mengembangkan

sikap masyarakat yang setuju jika kawasan

ekowisata di Desa Batu Licin. Di dalam

Desa Batu Licin dijadikan sebagai kawasan

pengembangannya peran serta masyarakat harus

mendapat

prioritas

ekowisata lamun ( Tabel 14, Tabel 15 dan

yang

Tabel 16). Responden juga menyatakan

dipertimbangkan dalam segala hal. Peran

pentingnya keterlibatan masyarakat dalam

serta dari pihak swasta maupun instansi

pengembangan ekowisata lamun (Tabel 19).

terkait juga diperlukan untuk menunjang

Hal ini juga didukung dengan adanya

kegiatan ekowisata lamun tanpa harus

PERDA

meminggirkan SDM yang ada disekitar

dari

instansi

terkait

dalam

pengembangan ekowisata di daerah Batu

kawasan pengamatan.

Licin dengan pemanfaatan yang baik dan Dengan

adanya

pengembangan

tetap

menjaga

kondisi

ekosistem

kegiatan ekowisata lamun akan memberikan

disekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

thallasia hemperinchi dan halophile minor. Pada setiap stasiun didominasi oleh jenis

Jenis lamun yang terdapat di lokasi

enhalus acroides yang dikarenakan substrat

penelitian tepatnya di Desa Batu Licin

di Desa Batu Licin merupakan substrat pasir

berjumlah 3 jenis, yaitu enhalus acroides,

12

berlumpur

yang

sangat

baik

untuk

S2 dengan nilai 60% - 80%. Hasil ini menunjukkan kawasan di Batu Licin dapat

pertumbuhan jenis enhalus acroides.

dijadikan daerah ekowisata sumberdaya Peran serta masyarakat, pelaku

lamun; dengan kategori S2 (sesuai) dengan

usaha dan instansi- instansi terkait untuk pengembangan

ekowisata

sangat

nilai 60%- 80%.

baik,

dimana dalam hasil wawancara didapatkan

Saran yang penulis sarankan ;

bahwa semua pihak setuju bila di Desa Batu 1.

Licin dijadikan kawasan pengembangan ekowisata

lamun

dengan

mengenai DDK (Daya Dukung

tidak

Kawasan) dan analisis SWOT.

mengesampingkan peran serta masyarakat untuk

terlibat

dalam

Perlu adanya penelitian lanjutan

2.

pengembangan

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai persepsi masyarakat yang

ekowisata lamun di Desa Batu Licin.

bukan nelayan tentang ekowisata Hasil Perhitungan kesesuaian lahan

lamun.

untuk kegiatan ekowisata lamun pada setiap

3.

Perlu adanya pengadaan alat- alat

stasiun masing – masing sebesar 73,07%

yang dapat menunjang kegiatan ekowisata

(stasiun 1), 69,23% (stasiun 2) dan 77,88%

lamun.

(stasiun 3). Ketiga stasiun memiliki kategori Lembaga

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu

Pengetahuan

Indonesia, Jakarta Abdullah RM (1996) Tinjauan tentang komunitas

lamun

laut

Azkab, M.H. 1999. Kecepatan Tumbuh dan

(seagrass) di pesisir

Pantai

Produksi Lamun dari Teluk

Tongkaina Kotamadya manado.

Kuta, Lombok. In : P3O – LIPI,

Skripsi.

Dinamika Komunitas Biologis

Fakultas

Perikanan

pada Ekosistem Lamun di Pulau

Unsrat. Manado

Lombok, Agardi, G. 2003. Struktur Komunitas Lamun

Balitbang

Biologi

Laut, Puslitbang Biologi Laut –

di perairan Pangerungan, Jawa

LIPI, Jakarta.

Timur [skripsi]. Program Studi Manajemen Perairan, dan

Ilmu

Sumberdaya

Fakultas

Bengen, D. G. 2001. Pedoman teknis

Perikanan

Kelautan.

pengenalan

Institut

ekosistem

dan

pengelolaan

mangrove.

Pusat

Pertanian Bogor. Bogor. Vi +

Kajian Sumberdaya Pesisir dan

55 hlm.

Lautan



Institut

Pertanian

Bogor. Azkab., 2006, Ada Apa dengan Lamun., Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian

[BTNKpS]

Oseanografi-

Balai Kepulauan

Taman Seribu.

Nasional 2008.

Inventarisasi padang lamun di

13

Taman

Nasional

Laut

Baku.

2004. kerusakan dan

Kepulauan Seribu. Jakarta. 33

pedoman

hlm.

padang

lamun.

Keputusan

Menteri

Negara

Lingkungan

Ceballos-lascurain,

H.

1996.

Tourism,

penentuan

status

Hidup Nomor 200 tahun 2004.

ecotourism and protected areas: The

state

of

nature-based

[MENLH]

tourism around the world and

Keputusan

Menteri

Negara

Lingkungan Hidup. 2004. Baku

guidelines for its development.

Mutu

IUCN, Gland, Switzerland, and

Air

Menteri

Cambrige, UK. Xiv+301pp.

Laut.

Negara

Keputusan Lingkungan

Hidup Nomor 51 tahun 2004.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling McKenzie, L.J. & Campbell, S.J. 2003.

Bioekologi 198 hlm. 2007. Bumi

Manual

Aksara. Jakarta

for

(Citizen) Garrod, B dan J. C. Wilson. 2004. Nature on

Monitoring

of

Seagrass Habitat. WesterPasific

the edge? Marine ecotourism in

Edition.Seagrass

peripheral

Department

coastal

Community

areas.

Wach. of

Primary

Journal of Sustainable Tourism

Industries

Vol. 12, No. 2, 2004.

Queensland.Australia.

Hilman, Iman dan Ratna Suharti. 2011.

Mirawati, Tengku Efrizal, Winny Retna

Pengelolaan Ekosistem Lamun.

Melani

Materi Penyuluhan Kelautan

Mangrove

Sebagai

dan

Ekowisata

Di Desa Sebong

Perikanan.

Penyuluhan

Pusat

KP-BPSDMKP.

Poensi Daerah

Lagoi. MSP, FIKP. UMRAH.

Jakarta.

Kepri.

Juwana, S., dan Romimohtarto, K., 2001,

Nontji,

Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang

Biologi

2007.

Laut

nusantara.

Laut, Nontji,

Kiswara, W. 2009. Perspektif Lamun Dalam Produktifitas

A.

Djambatan. Jakarta.

Djambatan, Jakarta.

Pusat

2013.Kajian

Hayati

Pesisir.

Penelitian

dan

A.

2009.

Pengelolaan

Rehabilitasi

Lamun,

Program Kabupaten

dan Jurnal

TRISMADES Bintan,

Propinsi

Kepulauan Riau.

Pengembangan Oseanologi – Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial dan

LIPI, Jakarta. 24 hlm.

Pengelolaan Lamun (Seagrass) [MENLH]

Keputusan

Menteri

Negara

Lingkungan

Hidup.

Kriteria

14

Di Teluk Bakau, Kepulauan

The International Ecotourism Society. An introduction

Riau.Skripsi, IPB. Bogor.

fact

marine Philips CR, EG Menez (1988) Seagrass.

sheet

on

ecotourism.

http://www.ecotourism.org/textf

Smith Sonian Institutions Press,

iles/marfaq.txt [11-08-2001].

Washington DC Wimbaningrum, R. 2002. Pola zonasi lamun Reynolds, P. C. dan D. Braithwaite. 1999. Towards

a

(Seagrass)

conceptual

dan

invertebrata

makrobentik

framework for wildlife tourism.

yang

berkoeksistensi

Tourism Management 22 (2001)

di

rataan

terumbu pantai bama, Taman

31}42.

Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Dasar, Vol.3 No.1,

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2005.

2002:1-7.

Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. cet. Ke-2. Jakarta: Djambatan. Srinivas,

H.

Sustainable

Yulianda,

F.

2007.

Ekowisata

bahari

sebagai alternatif pemanfaatan

tourism.

http://www.gdrc.org/uem/eco-

sumberdaya

tour/etour-define.html

konservasi. Disampaikan pada

[17-06-

Seminar

2005].

pesisir

Sains

21

berbasis

Februari

2007. Departemen Manajemen Supriharyono. 2009. Konservasi ekosistem

Sumberdaya

sumberdaya hayati di wilayah

IPB.

pesisir dan laut tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. xii + 470 hlm.

15

Perairan,

FPIK.