KAJIAN POTENSI SUMBER AIR TANAH UNTUK ... - JURNAL

Download AIR TANAH PURWOKERTO-PURBALINGGA BERDASARKAN RESISTIVITAS BATUAN .... Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal ...

0 downloads 558 Views 784KB Size
KAJIAN POTENSI SUMBER AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI KAWASAN CEKUNGAN AIR TANAH PURWOKERTO-PURBALINGGA BERDASARKAN RESISTIVITAS BATUAN BAWAH PERMUKAAN POTENCY STUDY OF GROUNDWATER RESOURCES FOR IRRIGATION IN PURWOKERTO-PURBALINGGA GROUNDWATER RESERVOIR AREA BASED ON RESISTIVITY OF SUBSURFACE ROCKS FORMATION Oleh: Sehah dan Hartono Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Jl. dr. Suparno No. 61, Grendeng, Purwokerto (Diterima: 4 Januari 2010, disetujui: 10 April 2010) ABSTRACT Purpose of this research is to interpret model of geological structure and deepness of groundwater aquifer. The research has been done by using Geoelectric of Resistivity method at five locations or trajectories in around the agricultural farm at Kembaran and Kalimanah Subdistricts, because both regions were located in groundwater reservoir area and own the wide agricultural farm. Result indicated that geological structure model of subsurface was consisted of sandy claystone, compacted soil, harsh clayly sandstone, smooth sandstone, compacted gravel and sandstone, and sandstone very harsh. Based on the model deepness data obtained of shallow groundwater aquifer surface was between 0 and 4.33 metres measured from local topography. While deep groundwater aquifer surface was between 26.29 and 56.73 metres with the most potential aquifer formation was smooth sandstone. In general, the groundwater potency in the research area was estimated very good, so that it was suitable for exploration as the irrigation source. Key words: Geoelectric Resistivity Method, Groundwater Potency, Irrigation, PurwokertoPurbalingga Groundwater Reservoir.

PENDAHULUAN Peman faata n air permu kaan untuk irigasi, seperti sungai, danau, dan waduk banyak dilakukan oleh masyarakat eksKaresidenan Banyumas. Namun, selama ini kebutuhan sumber air untuk irigasi belum sesuai dengan tingkat ketersediaannya, terutama saat musim kemarau. Banyak tanaman yang dibudidayakan pada musim tersebut mengalami kekeringan. Berdasarkan kenyataan ini, maka perlu dipikir pemecahan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dari sumber lain. Salah satu sumber air yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber irigasi adalah air tanah. Oleh karena potensi air tanah di suatu wilayah relatif tetap, maka jika tidak dimanfaatkan, pengisian kembali air tanah

(water recharging) tidak dapat terjadi secara alami, akibat beda potensi antara air tanah terhadap permukaan tanah adalah konstan (Direktorat Pengelolaan Air, 2008). Tiga tahun terakhir ini, wilayah EksKaresidenan Banyumas telah mengalami kekeringan akibat penurunan lingkungan. Hal ini ditandai dengan menyusutnya debit air pada beberapa s ungai yang berhulu di lereng Gunu ng Slam et keti ka musi m kema rau, sehingga dampaknya sangat dirasakan oleh petani yang membutuhkan air irigasi. Apalagi banyak jaringan irigasi di berbagai sungai di wilayah ini mengalami kerusakan parah. Padahal selama ini sebagian besar lahan pertanian mengandalkan air sungai sebagai sumber irigasi. Contohnya, Kali Banjaran yang

Kajian Potensi Sumber Air Tanah ... (Sehah dan Hartono)

24

digunakan untuk mengairi 20% sawah irigasi teknis di Kabupaten Banyumas yang luasnya mencapai 10.509 hektar (Pandu, 2007). Selain itu, masih terdapat puluhan sungai besar maupun kecil lain di wilayah Kabupaten Banyumas dan sekitarnya yang digunakan sebagai sumber irigasi pertanian. Penelitian peningkatan ketersediaan air irigasi, agar masa tanam pada lahan kering dan tadah hujan dapat diperpanjang pada musim kemarau, perlu dilakukan. Salah satu kawasan yang berpotensi untuk diteliti adalah Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga. Berdasarkan data dari Pusat Lingkungan Geologi, luas cekungan air tanah ini mencapai kira-kira 1.318 kilometer persegi, dengan potensi volume air kira-kira 513 juta meter kubik (Pusat Lingkungan Geologi, 2008). Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah lahan pertanian di Kecamatan Kembaran dan Kalimanah, karena kedua wilayah ini terletak di pusat cekungan air tanah dan memiliki lahan pertanian yang luas. Berdasarkan peta petunjuk potensi air tanah dan daerah irigasi untuk Kabupaten Banyumas dan Purbalingga, kondisi air tanah di kawasan ini diperkirakan sangat baik dengan debit aliran lebih dari 10 liter per detik per kilometer persegi (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2003a dan b). Salah satu metode survei Geofisika yang lazim digunakan untuk penelitian sumber air tanah adalah metode Geolistrik Tahanan Jenis. Metode ini memanfaatkan keragaman nilai resistivitas batuan bawah permukaan untuk mendeteksi struktur geologi atau formasi batuan bawah permukaan, sehingga dapat diterapkan untuk menduga keberadaan akuifer air tanah. Pengukuran Geolistrik Tahanan Jenis dengan tujuan untuk memperoleh informasi model struktur geologi batuan bawah permukaan secara vertikal, termasuk keberadaan

lapisan akuifer air tanah, dapat dilakukan me ng gu na ka n ko nf ig ur as i Schlumberger dengan teknik vertical sounding. Rancangan pengukuran geolistrik dengan metode ini cukup sederhana, murah, tidak merusak lingkungan, dan memiliki tanggap yang tinggi terhadap perubahan resistivitas lapisan batuan bawah permukaan (Priyantari dan Wahyono, 2005). Pengukuran geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger memerlukan empat buah elektroda, yang terdiri atas dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensi. Mekanisme pengukuran yang digunakan adalah dengan menginjeksi arus listrik ke dalam bumi melalui elektroda arus, kemudian kuat arus dan beda potensi yang terjadi diukur (Azhar dan Handayani, 2004). Nilai resistivitas semu lapisan batuan (ra) dapat dihitung dari beda potensi terukur (DV) dan arus mengalir (I) menggunakan persamaan berikut (Telford et al., 1990). ra = K

DV . I

(1)

yang K menyatakan faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger, dan dapat dihitung dari persamaan berikut (Lutan, 1981). K=p

a² - b² . 2b

(2)

dengan a adalah ½AB dan b adalah ½MN, seperti terlihat pada Gambar 1. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan model struktur geologi dan kedalaman akuifer air tanah. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan selama empat bulan, yaitu dari bulan April 2009 hingga Juli 2009. Akusisi data Geolistrik Tahanan Jenis dilakukan di kawasan lahan pertanian di

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal. 23-32

25

Keterangan: C1 dan C2 = tempat elektroda arus, P1 dan P2 = tempat elektroda potensial, dan TS = pusat titik ukur (sounding) pada suatu lintasan pengukuran. Gambar 1. Skema peralatan pengukuran metode Geolistrik Tahanan Jenis konfigurasi Schlumberger. Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas da n Ke ca ma ta n Ka li ma na h, Ka bu pa te n Purbalingga, sedangkan pengolahan dan penafsiran data dilakukan di Laboratorium Fisika Eksperimen, Jurusan MIPA, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Kedua kawasan lahan pertanian ini cukup memenuhi syarat untuk mewakili kawasan Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga, karena selain terletak di pusat cekungan air tanah, kawasan ini

memiliki lahan pertanian yang luas. Peralatan yang diperlukan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan survei awal di daerah penelitian untuk menentukan posisi titik sounding dan arah bentangan elektroda yang tepat berdasarkan peta topografi dan peta petunjuk potensi air tanah dan irigasi Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga. Akuisisi data dilakukan

Tabel 1. Peralatan Penelitian yang Digunakan di Lapangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Nama Alat Resisitivitymeter, tipe NANIURA model NRD 22S lengkap dengan elektroda tembaga dan baja nirnoda Multimeter digital Handy Talky (HT) Accu 12 V Pita ukur 250 meter Kabel 300 meter Palu Kabel penghubung dan Konektor Global Positioning System (GPS) Buku catatan dan alat tulis Laptop lengkap dengan printer Perangkat lunak (software) Surfer 07 Perangkat lunak (software) Geolistrik Progress 3.0

Kajian Potensi Sumber Air Tanah ... (Sehah dan Hartono)

Jumlah 1 set 1 buah 3 buah 2 buah 2 buah 4 rol 4 buah secukupnya 1 buah 1 set 1 set 1 paket 1 paket

26

Mulai

Persiapan - Menyiapkan Peta Topografi, Peta Geologi, Peta Indikasi

Mengeset Peralatan Geolistrik Merangkai peralatan Geolistrik Tahanan Jenis sesuai dengan konfigurasi Schlumberger dengan teknik vertical sounding (seperti Gambar 1)

Pengukuran Pertama (n = 1) Menginjeksi arus ke bumi, kemudian mengukur dan mencatat parameter: DV, I, ½AB dan ½MN

Pengukuran Kedua dan Seterusnya Menambah jarak bentangan elektroda pada pengukuran kedua atau pengukuran ke (n+1), kemudian mengukur dan mencatat parameter: DV, I, ½AB dan ½MN. Demikian seterusnya.

Tidak (belum)

Jarak bentangan elektroda pada suatu lintasan sudah maksimum ?

Ya (sudah)

Data Lapangan Tabel data pengukuran berupa DV, I , ½AB, ½MN dari n =1 hingga n terakhir

Pengolahan Data Perhitungan nilai faktor K dan tahanan jenis semu (ra) medium batuan berdasarkan data-data DV, I, ½AB dan ½MN menggunakan Microsoft Office Excell 2003.

Kurva Lapangan Kurva antara resistivitas semu (ra) lapisan batuan bawah permukaan dengan jarak bentangan elektroda arus (½AB)

Peta geologi daerah penelitian dan data kedalaman muka air sumur

Pemodelan dengan Software Geolistrik Progress versi 3.0 (Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3)

Interpretasi Hasil Resistivitas Sesungguhnya Data resistivitas sesungguhnya (rT)

Struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian, seperti jenis dan kedalaman masing-masing lapisan batuan termasuk lapisan akuifer air tanah, berdasarkan model resistivitas lapisan batuan

lapisan batuan bawah permukaan versus kedalaman lapisannya

Selesai

Gambar 2. Proses akuisisi dan Geolistrik Tahanan Jenis menggunakan konfigurasi Schlumberger dengan teknik vertical sounding. Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal. 23-32

27

Mulai

Input Data

Peta geologi daerah penelitian dan data kedalaman muka sumur

Data Lapangan (½AB, ra, K)

Menyimpan data

Input Data

Kurva Lapangan

Jumlah lapisan batuan dan parameternya sebagai tebakan awal (initial guest)

(ra versus ½ AB)

Tidak

Perbaikan data parameter model

Pemodelan Resistivitas Menghitung nilai rm pada masing-masing kedalaman lapisan batuan

Kedua Kurva Cocok (RMS error kecil) ?

Kurva Model (rm versus depth)

Ya

Preview Lapisan Batuan Jumlah lapisan batuan, nilai tahanan jenisnya, kedalamannya dan ketebalannya

Diagram Pagar Menyimpan semua data

Diagram yang berisi urutan lapisan batuan bawah permukaan, nilai resistivitas sesungguhnya, kedalamannya dan ketebalannya

Selesai

Gambar 3. Diagram alir pemodelan dengan software Progress cersi 3.0 menggunakan prinsip pencocokan kurva (matching curve) model inversi.

dengan konfigurasi Schlumberger menggunakan teknik vertical sounding. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data struktur geologi baw ah-permukaan secara ve rtikal, termasuk jenis dan kedalaman lapisan batuan berda sarka n nila i resi stivi tasny a. Apa bila bentangan elektroda semakin lebar, maka data struktur geologi batuan bawah permukaan yang diperoleh juga semakin dalam (Azhar, 2001). Diagram alir proses akuisisi data Geolistrik Tahanan Jenis menggunakan konfigurasi Schlumberger dengan teknik vertical sounding

dapat dilihat pada Gambar 2. Perangkat lunak Geolistrik Progress versi 3.0 digunakan untuk memodelkan kurva lapangan (data resistivitas semu versus jarak bentangan elektroda arus ½AB) menjadi data resistivitas sesungguhnya versus kedalaman masing-masing lapisan batuan bawah perm ukaa n. Berd asar kan data resi stiv itas sesungguhnya, kemudian dilakukan penafsiran untuk mengetahui jenis batuan atau bahan geologi yang mengisi setiap lapisan batuan bawah permukaan, termasuk lapisan akuifer air

Kajian Potensi Sumber Air Tanah ... (Sehah dan Hartono)

28

tanah. Diagram alir pemodelan menggunakan software Geolistrik Progress versi 3.0 dapat dilihat pada Gambar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Akuisisi data telah dilakukan di lima lokasi di kawasan Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga, meliputi Desa Linggasari, Sambengkulon, Sambengwetan, Kedungwuluh, dan Kelapasawit. Tiga desa pertama terletak di Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas, sedangkan dua desa lainnya terletak di Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Pada setiap lokasi, di bu at li nt as an un tu k me mb en ta ng ka n elektroda dengan panjang hingga 320 meter. Pemodelan dengan software Ge ol is tr ik Progress ve rs i 3. 0 me ng ha si lk an da ta resistivitas sesungguhnya pada kedalaman masing-masing lapisan batuan bawahpermukaan. Kedalaman setiap lapisan batuan diukur dari permukaan topografi setempat pada masing-masing lintasan. Secara lebih jelas data hasil pemodelan untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 2 sampai 6, dengan nilai kesalahan akar kuadrat rata-rata (Root Mean Square, RMS) berkisar antara 1,51 dan 4,90%. Masingmasing tabel disertai dengan penafsiran litologi

dan hidrogeologi lapisan batuan bawahpermukaan. Apabila keseluruhan data resistivitas pada kelima lintasan tersebut saling dihubungkan dan ketinggian titik sounding-nya dihitung dari muka air laut (dpl), maka diperoleh model penampang resistivitas batuan bawah-permukaan daerah penelitian, seperti terlihat pada Gambar 4. Berdasarkan informasi geologi (Djuri et al., 1996) dan tabel resistivitas batuan (Reynold, 1997), lapisan batuan bawah permukaan di daerah penelitian terdiri atas tanah permukaan (top soil), batupasir lempungan berbutir kasar, tanah kompak, batupasir dan kerikil kompak, batupasir berbutir halus dan batulempung pasiran, sebagaimana Gambar 4. Sebagian besar jenis batuan tersebut merupakan akuifer air tanah, meskipun kualifikasinya berbeda-beda. Adapun lapisan batuan yang paling potensial sebagai akuifer air tanah adalah batupasir berbutir halus (Tabel 2 sampai 6). Akuifer air tanah dangkal dan air tanah dalam diperkirakan bertemu di lintasan 5, yaitu Desa Kelapasawit, seperti terlihat pada Tabel 6 dan Gambar 4. Lapisan non akuifer ditemukan pada lintasan 1 sampai 4 berupa batupasir dan kerikil kompak (Tabel 2 sampai 5). Meskipun bukan akuifer, namun lapisan ini diperkirakan

Tabel 2. Penafsiran Lapisan Batuan Bawah Permukaan Hasil Pemodelan dengan Perangkat Lunak Progress Versi 3.0 pada Lintasan 1 (Desa Linggasari, Kecamatan Kembaran) No. Urut Lapisan

Kedalaman Lapisan (m)

Resisitivitas (Wm)

1 2 3 4 5 6 7

0,00 - 1,41 1,41 - 5,23 5,23 - 11,43 11,43 - 42,32 42,32 - 63,67 63,67 - 139,02 > 139,02

68,02 251,77 50,16 132,35 225,18 103,71 81,62

Penafsiran Litologi Tanah penutup (top soil) Tanah kompak (compacted soil) Batupasir lempungan berbutir kasar Batupasir berbutir halus Batupasir dan kerikil kompak Batupasir berbutir halus Batupasir lempungan berbutir kasar

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal. 23-32

Hidrogeologi Non akuifer Akuifer Akuifer Non akuifer Akuifer Akuifer

29 Tabel 3. Penafsiran Lapisan Batuan Bawah Permukaan Hasil Pemodelan dengan Perangkat Lunak Progress Versi 3.0 pada Lintasan 2 (Desa Sambengkulon, Kecamatan Kembaran) No. Urut Lapisan

Kedalaman Lapisan (m)

Resisitivitas (Wm)

1 2 3 4 5 6 7

0,00 - 1,68 1,68 - 4,33 4,33 - 16,41 16,41 - 56,73 56,73 - 94,95 94,95 - 134,45 > 134,45

86,50 216,28 57,17 202,87 138,91 103,14 78,49

Penafsiran Litologi

Hidrogeologi

Tanah penutup (top soil) Tanah kompak (compacted soil) Batupasir lempungan berbutir kasar Batupasir dan kerikil kompak Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir halus Batupasir lempungan berbutir kasar

Non akuifer Akuifer Non akuifer Akuifer Akuifer Akuifer

Tabel 4. Penafsiran Lapisan Batuan Bawah Permukaan Hasil Pemodelan dengan Perangkat Lunak Progress Versi 3.0 pada Lintasan 3 (Desa Sambengwetan, Kecamatan Kembaran) No. Urut Lapisan

Kedalaman Lapisan (m)

Resisitivitas (Wm)

1 2 3 4 5 6 7

0,00 - 3,28 3,28 - 8,66 8,66 - 26,29 26,29 - 56,96 56,96 - 100,83 100,83 - 141,89 > 141,89

17,87 163,68 303,71 138,64 167,39 118,63 104,67

Penafsiran Litologi

Hidrogeologi

Batulempung pasiran (top soil) Batupasir berbutir halus Batupasir dan kerikil kompak Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir halus

Akuifer Akuifer Non akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer

Tabel 5. Penafsiran Lapisan Batuan Bawah Permukaan Hasil Pemodelan dengan Perangkat Lunak Progress Versi 3.0 pada Lintasan 4 (Desa Kedungwuluh, Kecamatan Kalimanah) No. Urut Lapisan

Kedalaman Lapisan (m)

Resisitivitas (Wm)

1 2 3 4 5 6 7

0,00 5,48 5,48 9,96 9,96 23,72 23,72 36,63 36,63 63,75 63,75 121,97 > 121,97

16,57 53,79 387,84 151,09 38,18 11,51 20,50

Penafsiran Litologi Batulempung pasiran (top soil) Batupasir lempungan berbutir kasar Batupasir dan kerikil kompak Batupasir berbutir halus Batulempung pasiran Batulempung pasiran Batulempung pasiran

Kajian Potensi Sumber Air Tanah ... (Sehah dan Hartono)

Hidrogeologi Akuifer Akuifer Non akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer

30 Tabel 6. Penafsiran Lapisan Batuan Bawah Permukaan Hasil Pemodelan dengan Perangkat Lunak Progress Versi 3.0 pada Lintasan 5 (Desa Kelapasawit, Kecamatan Kalimanah) No. Urut Lapisan

Kedalaman Lapisan (m)

Resisitivitas (Wm)

1 2 3 4 5 6 7

0,00 - 7,12 7,12 - 27,74 27,74 - 51,52 51,52 - 82,95 82,95 - 102,29 102,29 - 124,14 > 124,14

33,90 105,93 130,92 74,40 43,54 17,29 36,09

Penafsiran Litologi Batulempung pasiran (top soil) Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir halus Batupasir berbutir sangat kasar Batulempung pasiran Batulempung pasiran Batulempung pasiran

ti da k se pe nu hn ya ke da p ai r, se hi ng ga pengimbuhan air antara akuifer dangkal dan akuifer dalam dapat terjadi. Lapisan batuan dasar berupa bongkahan batuan andesitbasaltik pada kedalaman sekitar 150 meter (Djuri et al., 1996) tidak dapat ditampilkan pada hasil penafsiran ini. Hal ini akibat terbatasnya panjang bentangan elektroda arus,

Hidrogeologi Akuifer Akuifer Akuifer Non akuifer Akuifer Akuifer Akuifer

sehingga arus listrik yang diinjeksi ke dalam tanah tidak dapat menjangkau lapisan batuan dasar. Berdasarkan hasil pemodelan diketahui bahwa kedalaman permukaan lapisan akuifer air tanah dangkal dihitung dari topografi setempat, berkisar antara 0 dan 4,33 meter. Kedalaman akuifer 0 meter terdapat pada

Gambar 4. Penampang lapisan batuan bawah permukaan hasil korelasi nilai resistivitas dari masing-masing lintasan pengukuran. Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal. 23-32

31

lintasan ketiga, keempat dan kelima, yang bat uan nya ber upa bat ule mpu ng pas ira n. Kedalaman akuifer 4,33 meter terdapat pada lintasan kedua yang batuannya berupa batupasir lempungan berbutir kasar. Kedalaman permukaan lapisan akuifer air tanah dalam berkeragaman antara 26,29 dan 56,73 meter berupa batupasir berbutir halus, yang merupakan lapisan akuifer air tanah paling berpotensi pada setiap lintasan. Munculnya lapisan akuifer dangkal pada lapisan pertama (top soil) didasarkan hasil interpretasi pada lintasan ketiga, keempat dan kelima. Hal ini diperkuat dari pengamatan kedalaman muka air tanah yang diukur pada beberapa sumur warga, yang berkisar antara 0,56 dan 4,99 meter dari permukaan topografi setempat. Berdasarkan hasil pemodelan diketahui bahwa lapisan akuifer di daerah penelitian lebih dominan daripada lapisan non akuifer. Oleh karena itu, lapisan akuifer di daerah ini sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dieksplorasi menjadi sumber irigasi yang berkelanjutan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model perlapisan batuan bawah-permukaan daerah penelitian terdiri atas tanah permukaan (top soil), batupasir lempungan berbutir kasar, tanah kompak, batupasir dan kerikil kompak, batupasir berbutir halus, dan batulempung pasiran. Berdasarkan model perlapisan batuan bawahpermukaan diketahui bahwa kedalaman muka lapisan akuifer dihitung dari permukaan topografi setempat berkeragaman antara 0 dan 4,33 meter. Kedalaman akuifer 0 meter berupa batulempung pasiran dan kedalaman akuifer 4,33 meter berupa batupasir lempungan berbutir kasar. Adapun kedalaman permukaan

lapisan akuifer air tanah dalam berkeragaman antara 26,29 dan 56,73 meter yang batuannya berupa batupasir berbutir halus dan merupakan lapisan akuifer air tanah paling potensial pada setiap lintasan. Secara umum lapisan akuifer di daerah penelitian lebih dominan daripada lapisan non akuifer, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dieksplorasi menjadi sumber irigasi yang berkelanjutan. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih disampaikan kepada pih ak- pih ak yan g men unj ang kel anc ara n jal ann ya pen eli tia n ini , bai k dar i seg i pendanaan, fasilitas peralatan dan sumbangan pemikiran dan tenaga, terutama kepada Ketua Lembaga Penelitian Unsoed, Ketua Laboratorium Fisika Eksperimen, Jurusan MIPA, Fakultas Sains dan Teknik, Unsoed, dan mahasiswa Program Studi Fisika yang telah berpartisipasi pada saat akuisisi data di lapangan, serta pihak lain yang terkait. DAFTAR PUSTAKA Azhar. 2001. Pemodelan Fisis Metode Resistivity untuk Eksplorasi Batubara. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Azhar dan G. Handayani. 2004. Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara. Jurnal Natur Indonesia 6(2):122-126. Direktorat Pengelolaan Air. 2008. Pedoman Teknis Pengembangan irigasi Airtanah Dangka., Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian, Jakarta. Dirjen Cipta Karya. 2003a. Peta Potensi Petunjuk Air Tanah dan Daerah Irigasi Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Kajian Potensi Sumber Air Tanah ... (Sehah dan Hartono)

32

Dirjen Cipta Karya. 2003b. Peta Potensi Petunjuk Air Tanah dan Daerah Irigasi Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Djuri, M., H. Samodra, T.C. Amin, dan S. Gafoer. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Lutan, A. 1981. Metode Pengukuran Tahanan Jenis Bawah Permukaan Tanah. Pendidikan dan Latihan Geofísika Eksplorasi Terbatas, Lembaga Físika Nasional, LIPI, Jakarta.

Priyantari dan Wahyono. 2005. Penentuan Bidang Gelincir Tanah Longsor Berdasar Sifat Kelistrikan Bumi. Jurnal Ilmu Dasar 6(2):137-141. Pusat Lingkungan Geologi. 2008. Daftar Cekungan Airtanah di Indonesia. Pusat Lingkungan Geologi, Bandung. Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics. John Willey and Sons, New York. Telford, W.M., L.P. Gedaart, and R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics. Cambridge, New York.

Pandu, A.N. 2007. Rehabilitasi Irigasi Jangan Sekedar Komitmen. Tegalan, Edisi 17 Desember 2007, Banyumas.

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 10 Nomor 1, Juni 2010, hal. 23-32