Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
KARAKTERISASI BIOMETRIK LOBSTER (Panuliru homarus) DARI BEBERAPA LOKASI EVA GIRSANG1, ANANG HARI KRISTANTO2, WARTONO HADI3 dan SITI MARDLIJAH3 1 Balai Riset Perikanan Laut, Jl. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur 1 Bogor 16154 3 Balai Riset Perikanan Budidaya, Jl.
2
ABSTRAK Penelitian mengenai karakter morfometrik terhadap lobster yang berasal 4 lokasi (Pangandaran, Pamengpeuk, Liwa, dan Bulukumba) yang mewakili Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi telah dilakukan. Dalam pengukuran morfometrik tubuh lobster dibagi menjadi empat bagian (truss cell) A, B, C dan D kemudian, dari masing-masing bagian dibagi menjadi 6 garis (truss length) yang diberi nomor 1 – 6. Pengukuran menggunakan caliper dengan ketelitian 0,01 mm. Data yang diperoleh digunakan untuk analisa karakter morfometrik secara univariate dan multivariate menggunakan metoda principal component analysis (PCA) dan canonical analisis. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa keempat wilayah tersebut terbagi menjadi dua grup populasi: grup pertama terdiri dari Jawa Barat, dan Sulawesi, sedang grup kedua adalah Sumatera. Populasi Pangandaran dan Pameungpeuk mempunyai kerataan yang besar tetapi tidak mempunyai sharing komponen yang besar dengan populasi Sulawesi. Sedangkan Sumatera (Liwa) sama sekali terpisah dengan ketiga populasi lainnya. Kata kunci: Lobster, karakterisasi biometrik, Jawa, Sumatera, Sulawesi
PENDAHULUAN P. homarus atau yang dikenal dengan nama lobster hijau pasir memiliki lempeng antennula dengan dua buah duri besar terletak pada bagian sebelah muka. Di belakang duri ini terdapat masing-masing sebaris duri yang terdiri dari dua sampai enam buah duri kecil dan duri yang paling belakang besar tetapi masih lebih kecil dibandingkan dengan duri besar yang terletak di sebelah muka. Bagian sebelah belakang dari sternum dada pada jantan dan betina berbentuk lempengan bertepi lurus, maksiliped tidak mempunyai eksopod. Permukaan bagian atas ruas abdomen II-V mempunyai alur melintang yang berbentuk lurus dengan tepi bergerigi, ruas abdomen VI mempunyai alur melintang menyerupai huruf M yang melebar. Alur melintang pada ruas abdomen II-IV terputus di tengah, pada yang masih kecil terputusnya tidak nyata. Permukaan bagian atas ruas abdomen tidak mempunyai rambut kecuali pada bagian alur melintang, tepi belakang abdomen, dan lekuk yang terletak pada bagian sisi. Lobster ini memiliki warna dasar hijau atau kecoklatan dengan dihiasi bintik-bintik terang (pasir) yang tersebar di seluruh permukaan segmen abdomen. Kaki berbercak-bercak putih.
298
Pada umumnya jenis ini mendiami perairan dangkal sampai dengan kedalaman beberapa belas meter dan tinggal di lubang-lubang batuan granit atau vulkanis (GEORGE, 1968). Hidup berkelompok dan biasanya tertangkap dengan jaring atau ditangkap dengan menyelam. Di Indonesia penyebarannya terutama di Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (MOOSA, 1984). Lobster hijau pasir merupakan komoditas ekspor yang dijual dalam bentuk segar. Udang barong (spiny lobster) habitatnya terdapat di antara batu karang atau karang halus di dasar laut (SUBANI, 1977). Udang ini terdapat pada kedalaman sampai 100 m terutama di perairan hangat dengan kisaran temperatur 20 – 30o C yang terletak di antara 30 LS – 30 LU (GEORGE dan MAN, 1967 disitasi PHILIPS et al., 1980). Menurut statistik perikanan 1978 – 1980 telah terjadi penurunan produksi perikanan karang, termasuk di dalamnya udang barong. Penurunan populasi udang ini diduga lebih karena pada perusakan lingkungan tempat tinggalnya, sebagai akibat adanya penambangan batu karang, penggunaan cara penangkapan yang tidak benar dan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif (SUBANI, 1981).
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Dari hasil penelitian sebelumnya beberapa jenis udang karang sudah berhasil dipijahkan. Fekunditas yang diperoleh bervariasi. Fekunditas P. homarus 113.000 – 448.000 butir (IMANTO dan KUSUMAH, 1987), P. longipes antara 53.000 – 389.000 butir (SHOKITA et al., 1991) dan P. penicillatus antara 35.000 – 44.000 butir (SHOKITA et al., 1991). Di Indonesia terdapat enam spesies yaitu P. versicolor, P. homarus, P. longipes, P. penicillatus, P. polyphagus dan P. ornatus. Penelitian terhadap udang barong sudah dilakukan tetapi masih terbatas pada jenis dan aspek biologi, secara khusus penelitian mengenai inventarisasi, identifikasi dan karakterisasi serta evaluasi terhadap udang ini belum dilakukan. Menyadari arti penting perikanan udang barong di Indonesia penyebarannya cukup luas, maka penelitian ini dilakukan berbagai dalam tahapan yaitu inventarisasi dan karakterisasi jenis-jenis yang terdapat di Indonesia dengan membagi wilayah menjadi Barat dan Timur yang masing-masing diwakili oleh Pulau Jawa, Sumatera (Lampung) dan Sulawesi Selatan (Bulukumba). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik/variasimorfologi dan hubungan kekerabatan antar populasi. BAHAN DAN METODA Pengukuran morfomerik Lobster hijau pasir (P. homarus) Lobster hijau pasir sebagai obyek penelitian dikumpulkan dari 4 lokasi (Pangandaran sebanyak 40 ekor, Pamengpeuk sebanyak 40 ekor, Liwa sebanyak 40 ekor dan Bulukumba sebanyak 34 ekor) yang mewakili Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Dalam pengukuran morfometrik (truss morphometric), tubuh lobster dibagi menjadi empat bagian A, B, C dan D (truss cell), kemudian dari masingmasing bagian dibagi menjadi 6 garis membujur dan diagonal (truss length) yang diberi nomor 1 – 6 (Gambar 1) yang merupakan modifikasi dari metoda BOOKSTEIN et al. (1985). Pengukuran menggunakan kaliper dengan ketelitian 0,01 cm. Pengukuran
morfometrik mengikuti metoda BREZKY dan DOYLE 1988. Parameter yang diamati meliputi: bagian kepala, bagian badan, dan bagian ekor (Gambar 1).
Gambar 1. Metoda pengukuran jarak truss (truss distance) dan ruang truss (truss cell) udang lobster untuk memperoleh gambaran morfometri. 1/udang barong secara utuh, 2/menghilangkan bagian kaki untuk memperoleh bentuk tubuh, 3/cara pengukuran yang menghasilkan 4 truss cell dengan masing-masing 6 truss distance
Fungsi diskriminan sederhana digunakan untuk menentukan jarak genetik, yang pendekatannya digunakan penggabungan ragam peragam sebagai matrik (SUPARYANTO et al., 1999). Untuk memperoleh fungsi pembeda utama digunakan SPSS prosedur Discriminant digunakan untuk analisa karakter morfometrik secara univariate dan multivariate. Untuk mendapatkan jarak mahalanobis dan fungsi diskriminan digunakan paket program SPSS versi 10.0, sedangkan untuk memperoleh jarak kuadrat genetik digunakan paket program SAS versi 6.12 (PROC DISCRIM), sementara untuk membangun dendogram digunakan program MEGA (SUPARYANTO et al., 1999).
299
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 1. Parameter pengamatan udang Bagian badan Kepala bagian depan
Simbol A1 A2 A3 A4 A5 A6
Kepala bagian belakang
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Badan (abdomen)
C1 C2 C3 C4 C5 C6
Ekor (Telson)
D1 D2 D3 D4 D5 D6
Keterangan Jarak antara titik kiri karapas terlebar ke pangkal tangkai mata bagian kiri Jarak antara tangkai mata kanan dan kiri Jarak antara titik kanan karapas terlebar ke pangkal tangkai mata bagian kiri Jarak antara titik karapas terlebar (kepala bagian depan) Diagonal titik karapas kiri ke mata bagian kanan Diagonal titik karapas kanan ke mata bagian kiri Jarak antara titik belakang karapas ke titik bagian karapas terlebar bagian kiri Jarak antara titik karapas terlebar (kepala bagian depan) Jarak antara titik belakang karapas ke titik bagian karapas terlebar bagian kiri Jarak antara kedua titik kiri dan kanan karapas bagian belakang Diagonal dari titik karapak belakang kiri ke titik karapas terlebar kanan Diagonal dari titik karapas belakang kanan ke titik karapas terlebar kiri Jarak antara titik belakang abdomen kiri ke titik abdomen depan bagian kiri Jarak antara kedua titik kiri dan kanan karapak bagian belakang Jarak antara titik belakang abdomen kanan ke titik abdomen depan bagian kanan Jarak antara titik abdomen bagian belakang kanan ke titik sbelah kiri Diagonal titik abdomen sebelah kiri belakang ke titik abdomen depan sebelah kanan Diagonal titik abdomen sebelah kiri belakang ke titik abdomen depan sebelah kanan Jarak antara titik belakang telson kiri ke titik telson depan bagian kiri Jarak antara kedua titik kiri dan kanan abdomen bagian belakang Jarak antara titik belakang telson kanan ke titik telson depan bagian kanan Jarak antara titik telson bagian belakang kanan ke titik sbelah kiri Diagonal titik telson sebelah kiri belakang ke titik telson depan sebelah kanan Diagonal titik telson sebelah kiri belakang ke titik telson depan sebelah kanan
Tabel 2. Data sampel yang dianalisa dengan menggunakan allozyme Spesies Panulirus homarus
P. versicolor P. ornatus P. penicillatus P. polyphagus P. longipes longipes P. longipes femoristriga
300
Lokasi Pangandaran, Jawa Pamengpeuk, Jawa Bulukumba, Sulawesi Liwa, Sumatera Pamengpeuk, Jawa Pamengpeuk, Jawa Pamengpeuk, Jawa Kalimantan Pamengpeuk, Jawa Ujung Pandang, Sulawesi
Nomor sampel 13 13 14 13 2 2 2 3 1 6
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Identifikasi spesies dilakukan mengikuti kunci identifikasi dari buku FAO species catalogue (HOLTHUIS, 1991). Di lokasi sampling sampel lobster yang masih hidup diambil sebagian jaringan (1-1,5 gram) dan matanya, dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil (ependoff) kemudian disimpan dalam nitrogen cair dan selanjutnya diawetkan dalam freezer dengan temperatur minimum – 20° C di laboratorium, sebelum dilakukan analisa. Allozyme elektroforesis Analisa dengan allozyme meliputi ekstraksi jaringan (tissue extraction), migrasi dari buffer (migration buffers) dan proses staining (staining procedures) dilakukan dengan mengikuti standard methods of horizontal starch gel electrophoresis (GUYOMARD dan KRIEG, 1983; KRIEG dan GUYOMARD, 1995; POUYAUD dan AGNESE, 1995). Dari hasil zymogram diperoleh variasi dari 12 lokus. Tabel 3 menyajikan sistem enzyme dan buffer yang digunakan. Nilai tengah dari multi lokus yang diharapkan (Hn.b.) dan yang diobservasi (Hobs.) diambil untuk menghitung sampel dengan
jumlah kecil dengan menggunakan program komputer GENETIX package (BELKHIR et al., 1996). Selanjutnya penghitungan derajat perbedaan genetik/variasi genetik diantara populasi dilakukan untuk spesies P. homarus dengan menggunakan simbol θ. θ adalah unbiased estimator of the Wright’s fixation indices Fst (WEIR dan COCKERHAM’S, 1984). Estimasi ini diharapkan secara linier mengikuti perubahan proses genetik yang terjadi, kemudian terhadap θ multi lokus yang signifikan (namely the probability under the null hypothesis of obtaining values higher than the observed one) dilakukan pengujian sebanyak 1000 kali secara acak dengan menggunakan program komputer GENETIX. Pada Tabel 3 diperlihatkan nilai rataan komponen variabel dari keempat populasi sampel lobster. Dari hasil analisa menggunakan principal component analysis dan canonical analisys semua variabel yang diukur berbeda nyata (P<0.01). Hal ini berarti lobster yang berasal dari ke empat lokasi berasal dari populasi yang tidak sama.
Tabel 3. Nama enzyme systems dan buffers yang digunakan Sistem enzyme Fructose biphosphatase Glucose-6-phosphate isomerase Isocitrate dehydrogenase L-Lactate dehydrogenase Malate dehydrogenase
Singkatan FBP, E.C. 3.1.3.11 GPI, E.C. 5.3.1.9 IDHP, E.C. 1.1.1.42 LDH, E.C. 1.1.1.27 MDH, E.C. 1.1.1.37
Mannose phosphate isomerase Phosphoglucomutase 6-Phosphogluconate dehydrogenase Protein Total
MPI, E.C. 5.3.1.8 PGM, E.C. 5.4.2.2 6PGDH, E.C. 1.1.1.44 PT
SOD, E.C. 1.15.1.1 Superoxide dismutase Alpha-glycerophosphate deshydrogenase GPD, E.C. 1.1.1.8
Lokus FBP* GPI* IDHP* LDH* MDH-1* MDH-2* MPI* PGM* 6PGD* PROT-0* PROT-1* PROT-2* PROT-3* PROT-4* PROT-5* SOD* GPD*
Jaringan Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Otot Mata Otot Otot
Electrode buffer TC 6.7 RW TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 RW TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 TC 6.7 MC 2 TC 6.7
Sumber: SHAKLEE et al., 1990
Pengelompokan dari 4 populasi yang berbeda tersebut (Gambar 2) memperlihatkan pemisahan populasinya secara nyata (P<0,01). Hal ini berarti adaptasi lokal pada masing-
masing lokasi sangat eksklusif dan tidak terpengaruh satu sama lain (Tabel 4). Fenotipe yang muncul dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Lebih jauh dijelaskan bahwa
301
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
kelenturan fenotip adalah kemampuan suatu genotip atau individu untuk menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisologi dan/atau tingkah laku sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kelenturan fenotipik mencerminkan kepekaan fenotip terhadap lingkungan (NOOR, 1999). Kedekatan (keeratan) kelompok daerah dipertunjukkan oleh daerah himpitan antar daerah sampel (SUPARYANTO, 1999). Oleh karena itu keempat daerah sampel tidak menunjukkan hubungan keeratan antar populasi. Sharing component fenotipe Pendugaan nilai kesamaan (index of similarity) antar kelompok dilakukan dengan hasil analisis diskriminan berdasarkan kesamaan ukuran tubuh tertentu (SUPARYANTO, 1999). Hal ini dapat diartikan bahwa bagain tubuh tertentu perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana hewan tersebut hidup. Hal ini berarti pula bahwa pada setiap daerah, variabel tersebut tumbuh dalam laju yang berbeda. Dengan demikian persamaan ukuran variabel (organ) merupakan gejala pencampuran (sharing component) antar masing-masing daerah melalui perkawinan campuran (HADIE et al., 2000, inpress). Nilai kesamaan ukuran tubuh (Tabel 5) memberikan penjelasan adanya percampuran yang terukur antara populasi satu dengan lainnya. Di antara keempat populasi yang ada tidak terlihat adanya sharing component antar populasi, dan semua komponen variabel terukur hanya dibangun oleh kelompoknya sendiri (nilai 100% pada masing-masing kelompok). Tabel 5 tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada percampuran antar populasi dan semua komponen dibangun dalam kelompoknya. Dengan demikian migrasi pada jenis ini tidak sejauh yang diduga, mengingat tidak adanya percampuran bahkan pada populasi yang sangat dekat antara Pangandaran dan Pameungpeuk. Dan jika tidak demikian maka ini sangat menarik karena mungkin saja terjadi isolasi reproduksi antar kedua populasi. Artinya walaupun ada percampuran populasi antar Pangandaran dan Pameungpeuk tetapi tidak terjadi perkawinan. Fenomena demikian
302
sangat menarik untuk diketahui tingkah laku reproduksinya, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam budidaya. Arti positif dari kondisi demikian adalah perbaikan genetik (genetic gain) yang akan diperoleh jika antar populasi dipersilangkan. Jarak genetik antar populasi Pada Tabel 6 terlihat matriks jarak genetik yang dihitung dengan menggunakan rumus NEI (1987) dan MANLY (1989) digunakan untuk membuat pohon fenogram (SUPARYANTO, 1999). Dari Tabel 6 terlihat bahwa jarak genetik terkecil dimiliki antara populasi Pangandaran– Pameungpeuk dengan nilai 129611919 dan dikuti selanjutnya oleh kelompok Liwa– Bulukumba sebesar 129612041 sedangkan nilai terbesar dimiliki antara populasi Bulu– kumba–Pangandaran sebesar 1166507262. Konstruksi dari pohon fenogram (Gambar 3) memperlihatkan bahwa kelompok dari Pangandaran–Pameungpeuk mempunyai jarak terdekat yakni 64805950. Gambar 3 (cladogram) tersebut memper– tunjukkan bahwa hubungan antara Pangandaran dan Pameungpeuk lebih dekat dibandingkan dengan hubungan antara Liwa– Bulukumba, sedangkan jarak terjauh adalah antara populasi Pangandaran dan Bulukumba. Persilangan antar kedua populasi tersebut akan lebih baik dibandingkan persilangan antara Pangandaran dan Pameungpeuk. Genetika Untuk keperluan analisa genetika sampel yang dikumpulkan sebaiknya terdiri dari seluruh spesies yang ada. Oleh sebab itu dalam penelitian ini yang semula hanya satu spesies yakni P. homarus ditambahkan sampel lobster dari jenis lainnya masing-masing sebanyak 2 ekor untuk jenis P. penicillatus, 7 ekor P. longipes (satu ekor P. longipes longipes dan enam ekor P. longipes femoristriga), dua ekor P. versicolor, dua ekor P. ornatus dan tiga ekor P. polyphagus.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 4. Rataan ukuran truss length dan truss cell udang lobster populasi dari Pangandaran, Pameungpeuk, Liwa, dan Bulukumba Uraian Pangandaran Rataan Maximum (mm) Minimum (mm) Standar deviasi Pameungpeuk Rataan Maximum (mm) Minimum (mm) Standar deviasi Liwa Rataan Maximum (mm) Minimum (mm) Standar deviasi Bulukumba Rataan
BL CL A 1 A2 A3 A4 A5 A6 B1
B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1
D2 D3 D4 D5 D6
141,6 44,56 30,63532,79 30,64 35,14 44,66 44,66 16,29 195 64,1 63,8 46,2 63,8 47,4 62,7 62,7 24,4 110 32,3 21,9 24,4 21,9 24,9 19,7 19,7 11,1 20,27 8,07297,52535,378 7,525 5,412 8,264 8,264 2,96
35,1 47,4 24,9 5,41
16,29 29,46 36,13 36,13 46,15 30,23 24,4 40,3 50,5 50,5 69,2 40,5 11,1 22,8 24,9 24,9 34,3 23 2,96 4,681 6,016 6,016 8,394 4,805
46,1 69,2 34,3 8,39
27,89 54,11 54,11 25,53 38,1 73,6 73,6 41,5 20,3 40,4 40,4 18,2 4,416 8,867 8,867 4,92
18,83 25,53 59 41,5 12,9 18,2 7,235 4,92
15,3 23 10,2 2,93
29,49 29,49 41,8 41,8 20,1 20,1 5,191 5,191
165,4 51,19740,34 38,76 40,47 42,04 59,02 59,02 19,04 285 91,16 67,86 66,11 67,86 71,4 300,6 300,6 33,63 90 21,23 17,37 18,34 17,37 20,3 27,55 27,55 6,645 44,17 17,12411,91411,73 12,04 11,72 42,02 42,02 6,377
42 71,4 20,3 11,7
19,04 38,14 41,88 41,88 59,96 34,68 33,63 63,11 71,68 71,68 284,3 58,36 6,645 19,03 19,74 19,74 22,77 17,27 6,377 10,27 12,36 12,36 39,03 9,307
59,1 248 22,8 33,8
33,8 62,08 62,08 29,06 20,35 29,06 59,42 111,7 111,7 52,26 36,17 52,26 15,38 31,15 31,15 15,38 10,04 15,38 9,663 17,46 17,46 8,605 6,106 8,605
17,4 49,3 8,3 7,51
33,47 33,47 61,72 61,72 13,36 13,36 9,891 9,891
109,4 52,234 26,8 36,48 150,5 67,2 162 50,3 75,6 7,61 14,4 24,4 18,42 11,14322,6036,021
38,6 53,3 18,4 6,81
33,16 36,76 48,3 48,3 64,65 33,65 42,2 47,3 63,4 63,4 403 44,5 22,3 27,2 25,3 25,3 38,3 24,4 5,581 5,316 8,283 8,283 55,59 5,177
64,6 403 38,3 55,6
22,07 58,63 58,63 28,59 30,6 76,2 76,2 39,4 15 43,3 43,3 19,4 3,89 9,381 9,381 4,975
17,8 122 9,4 17,2
29,83 29,83 41,1 41,1 19,4 19,4 5,374 5,374
26,8 162 14,4 22,6
38,59 50,64 50,64 41,78 53,3 412 412 383 18,4 28,3 28,3 22,3 6,807 59,03 59,03 55,61
18,17 28,59 24,4 39,4 2,01 19,4 4,153 4,975
148 60,59459,02637,15 59,03 298,7 55,93 55,93 27,27 299 27,27 40,32 49,74 49,74 57,36 38,81 57,4 32,32 67,44 67,44 31,56 22,49 31,56 19 36,06 36,06
Maximum (mm) 245,5 97,2 97,2 65,6 97,2 4379 81,28 81,28 45,95 4379 45,95 60,15 79,63 79,63 93,85 77,8 93,9 49,8 102,7 102,7 54,45 37,15 54,45 30,2 61,9 61,9 Minimum (mm)
77,7 6,43 6,26 27,18 6,26 34,26 41,53 41,53 13,4 34,3 13,4 28,74 37,32 37,32 41,76 26,32 41,8 20,2 48,56 48,56 18,32 17,1 18,32 10,6 27,3 27,3
Standar deviasi
30,2 14,11516,8997,576 16,9 1026 8,461 8,461 6,111 1026 6,111 6,539 8,22 8,22 10,13 9,293 10,1 6,284 11,31 11,31 6,849 3,907 6,849 3,68 6,601 6,601
Tabel 5. Nilai percampuran fenotip dalam dan antar populasi (%) yang menunjukkan sharing component antar populasi Lokasi Pangandaran Pameungpeuk Liwa Bulukumba
Pangandaran 100,00 0,00 0,00 0,00
Pameungpeuk 0,00 100,00 0,00 0,00
Liwa 0,00 0,00 100,00 0,00
Bulukumba 0,00 0,00 0,00 100,00
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel 6. Matrik jarak genetik antar kelompok daerah sampel Lokasi sampel Pangandaran Paeungpeuk Liwa Bulukumba
Pangandaran 0
Pameungpeuk 129611919 0
Seluruhnya ada 75 alel ditemukan dari 17 lokus yang diamati pada ke 6 spesies. Semua lokus adalah polimorfik kecuali lokus LDH. Multi lokus yang diharapkan (Hn.b.) dan diobservasi (Hobs.) untuk setiap spesies/ populasi disajikan pada Tabel 7.
Liwa 518447874 129612129 0
Bulukumba 1166507262 518447688 129612041 0
Meskipun jumlah sampel yang telah dianalisa tidak banyak tetapi cukup untuk menduga perbedaan genetik/variasi genetik di antara spesies P. homarus dari beberapa lokasi yang telah ditentukan. Untuk maksud tersebut, perhitungan dari θ multi lokus di antara populasi yang ada disajikan pada Tabel 8.
303
Canonical 3
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
4ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ 3 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ 2 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ 1 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ 0 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ -1 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ -2 ˆ ‚ 3 ‚ ‚ ‚ -3 ˆ ‚ ‚ ‚ ‚ -4 ˆ
3
1 4
4
1 1
4 44 4
1
3
1 11 1 1 1 1 111 1
4 4
4
1 1
2
3 3 3
4
3
3
4 44 4
3
4
2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2
4
2
1
3
3
1 33 3
3
3 3 3
2 2
2
3
2 2 2 2
Šƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒƒƒƒƒƒƒˆƒƒ -10.0 -7.5 -5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5
Canonical 2 Gambar 2. Distribusi populasi lobster dari 4 daerah sampel berdasarkan hasil analisis PCA variabel morfometrik. 1/Pangandaran 2/Pameungpeuk. 3/Liwa. 4/Bulukumba
Gambar 3. Jarak genetik antar kelompok populasi
304
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 7. Nilai multi lokus yang diharapkan (Hn.b.) dan diobservasi (Hobs.) dari setiap spesies/populasi Spesies P. homarus, Pamengpeuk P. homarus, Pangandaran P. homarus, Liwa P. homarus, Bulukumba P. penicilatus P. longipes longipes P. longipes femoristriga P. versicolor P. ornatus P. polyphagus
Hn.b 0,0498 0,0459 0,0168 0,0000 0,0294 0,0000 0,1176 0,0294 0,1275 0,0510
Hobs 0,0420 0,0504 0,0168 0,0000 0,0294 0,0000 0,1176 0,0294 0,0882 0,0196
Tabel 8. Nilai θ multi lokus yang menunjukkan variasi genetik P. Homarus dari berbagai populasi Populasi Pamengpeuk, Jawa Pangandaran, Jawa Liwa,Sumatera
Pangandaran, Jawa – 0,0116
Liwa, Sumatera 0,0820 0,0561
Bulukumba, Sulawesi 0,1609* 0,1113* 0,0102
Keterangan: * = Signifikan berbeda
Tabel 8 menunjukkan bahwa variasi genetik P. homarus dari populasi Sulawesi berbeda secara signifikan dengan populasi lainnya. Sebaliknya tidak ada perbedaan variasi genetik yang signifikan antara P. homarus dari populasi Jawa dengan populasi Sumatera. Dengan kata lain kemungkinan P. homarus dari Jawa dan Sumatera merupakan satu populasi atau paling tidak memiliki kekerabatan yang dekat sedangkan P. homarus dari Sulawesi jelas merupakan populasi tersendiri. Sementara itu hasil tersebut juga menunjukkan dugaan yang kuat bahwa antara P. homarus dari Pangandaran dan Pamengpeuk merupakan satu populasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai negatif untuk variasi genetik antara kedua populasi tersebut (-0.0116). KESIMPULAN Keempat populasi lobster secara morfometrik terpisah satu sama lain dan tidak terdapat sharing component antar populasi yang berbeda, komponen variabel morfometrik dibangun dalam kelompoknya sendiri. Migrasi yang memungkinkan adanya panmictic tidak terjadi. Persilangan antar kelompok populasi akan menghasilkan perbaikan genetik. Sementara itu hasil analisa genetika menunjukkan hal yang berbeda dimana P. homarus dari Sulawesi jelas-jelas berbeda dengan populasi lainnya sehingga kuat dugaan bahwa perbedaan yang terlihat secara morfometrik lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA EDGE, T.A., D.E. MCALLISTER and S.U. QADRI. 1991. Meristic and Morphometric variation Between the Endangered Acadian Whitefish, Coregonus hustsmani, and the Lake Whitefish Coregonus clupeaformis, in the Canadian Maritim Provinces and the State of Maine, USA. Can. J. Fish. Aquat. Sci., vol 48 :21402150. ROBY, D., J.D. LAMBERT and J.M. SEVIGNY. 1991. Morphometric and Electrophoretic Approaches to Discrimination of Capelin, Mallotus villosus, Populations in the Estuary and Gulf of st. Lawrence. TEUGELS, G., R. GUSTIANO., R. DIEGO., M. LEGENDRE and SUDARTO. 1999. Preliminary Result on the Morhological Chracterisation of Natural Populations and Cultured Strains of Clarias Species (Siluriformes, Clariidae) from Indonesia. Proceeding of the Mid-Term Workshop of the Catfish Asia Project. Cantho, Vietnam 11-15 May 1998. BREZSKI, V and R.W. DOYLE. 1988. A Morphometrics Criterion for Sex Discrimination in Tilapia in R.S.V. PULLIN, T. BHUKASWAN, K. TONGUTHAI and J.L. MAC LEAN (eds). The Second International Symposium on Tilapia in Aquaculture, ICLARM Conference Proceeding. Departement of Fisheries Bangkok, Thailand. BOOKSTEIN, F.L., B. CHEMOFF, R.L. ELDER, J.M. HUMPHRIES, G.R. SMITH, and R.E. STRAUSS. 1985. Morphometric in Evaluationary Biology. Braun-Braumfield Inc. Ann. Arbor, Michigan. 277 pp.
305
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
EDGE, T.A., D.E. MCALLISTER and S.U. QADRI. 1991. Cristic and Morphometric Variation Between the Endangered Acadian Whitefish, Coregonus hustsmani, and the Lake Whitefish Coregonus clupeaformis, in the Canadian Maritim Provinces and the State of Maine, USA. Can. J. Fish. Aquat. Sci., vol 48 :21402150. HADIE, W., H. MUNDRIYANTO, RUSMAEDI dan L. E. HADIE. 2000. Truss Morphometric Katak Benggala Rana catesbieana: Suatu Seri Karakterisasi Untuk Mendukung Program Pemuliaan (Inpress). IMANTO, P.T. dan E. DANAKUSUMA. 1987. Studi Pendahuluan Fekunditas Udang Karang P. humarus. Kongress Nasional Biologi VIII di Purwokerto, Tanggal 7 –10 Oktober 1987. 9 hlm. MOOSA, M.K, dan INDRA A. 1984. Udang Karang (Panulirus spp) dari Perairan Indonesia. Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumber Hayati Ikan. LON-LIPI, Jakarta. NOOR, R. R. 1999. Peran Gen Kelenturan Fenotip dalam Mengontrol Interaksi antara Faktor Genotipe dengan Lingkungan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Aplikasi Pemuliaan Mendukung Pelepasan Varietas Ikan Unggul yang Diselenggarkan pada tanggal 15 November – 20 November 1999 di Bogor.
306
PHILIPS, B.F., J.S. COBB and R.W. GEORGE. 1980. General Biology. The Biology and Management of Lobster. Edt. J.S. COBB and PHILLIPS. Academic Press. Nw York (1) 2-72. PROSIDING SEMINAR, ke II. 1977. Perikanan Udang di Jakarta tanggal 7 Maret 1977. Hlm 39 –54. REIST. 1986. An Empirical Evaluation of Coeficien Used in Residual and Allometric Adjustment of Size Covariation. Can. J. Zool. 65:18561857. SHOKITA S., KAKKZU, A. TOMORI and T. TOMA, 1991. Aquaculture in Tropical Areas. Miduri Shobo. Ltd. Tokyo Japan. 360 p. SUBANI, W. 1977. Perikanan Udang Barong (Spiny lobster) dan Dampak Masa Depannya. SUBANI, W. 1981. Penelitian Lingkungan Hidup Udang Barong (Spiny lobster) Perikanan dan Pelestarian Pantai Selatan Bali. Laporan Penenelitian Ikan Laut. 23:17-32. SUKARNO, M. HUTOMO, M.K. MOOSA dan P. DARSONO. 1983. Terumbu Karang di Indonesia. LON-LIPI; 109 Hlm. SUPARYANTO, A., T. PURWADARIA dan SUBANDRIYO. 1999. Pendugaan Jarak Genetik dan Faktor Peubah Pembeda Bangsa dan Kelompok Domba di Indonesia melalui Pendekatan Analisis Morfologi. JITV. Vol. 4:80-87.