KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF

Download sekolah reguler. hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 32 dan Permend...

0 downloads 526 Views 62KB Size
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 27

Kebijakan Pemerintah terhadap Pendidikan Inklusif Yusraini Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Abstrak: Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 32 dan Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yaitu dengan memberikan peluang dan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan disekolah reguler mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas / Kejuruan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif akan bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara bersama-sama. Kata-kata Kunci: pendidikan, inklusif, anak berkebutuhan khusus (abk)

Pendahuluan Inklusif adalah sebuah kata-kata baru yang semakin sering diucapkan atau ditulis oleh berbagai ilmuan. Inklusif yang berarti kelompok Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

28 YUSRAINI

individu atau masyarakat yang tidak terlayani.1 Dalam dunia pendidikan juga muncul terminologi pendidikan inklusif yang mesti disediakan pada anak-anak yang memiliki kondisi tertentu.2 Namun pelayanan pendidikan sulit untuk disediakan. Apakah karena anak-anak masuk disebabkan berbagai kendala fisik, geografis, ekonomi dan social. Pendidikan inklusif merupakan salah bentuk pendidikan yang ada di Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah luar biasa yang menerapkan pendidikan inklusif, seyogyanya sejalan dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip umum dan khusus. Kebijakan dan praktek pendidikan inkusif, mengaplikasikan gerakan sejalan dengan dengan prinsip pendidikan untuk semua atau Education for All sebagai hasil konferensi dunia di Selamanca pada tanggal 7-10 Juni 1994 kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi Dakar pada tahun 2000 yang merupakan kerangka kerja untuk merespon kebutuhan dasar warga masyarakat yang menggariskan bahwa pendidikan harus dapat menyentuh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal batas, ras, agama, dan kemampuan potensial yang dimiliki oleh setiap peserta didik . Hal ini juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 telah mengatur pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Implementasinya dijabarkan melalui Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yaitu dengan memberikan peluang dan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan disekolah reguler mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas / Kejuruan. 3 Namun Sekolah Luar Biasa pada umumnya berada di ibu kota propinsi dan sebagian di kabupaten/kota, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir diseluruh kecamatan dan desa. Akibatnya sebagian dari anak-anak berkebutuhan khusus terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan ke sekolah khusus karena lokasi sekolah jauh dari tempat tinggal mereka. Jika di sekolahkan di sekolah terdekat sekolah Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 29

tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain mungkin dapat diterima di sekolah terdekat karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan tersebut berakibat pada tidak tuntasnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dan tidak tercapai penerapan amandemen Undang-Undang Dasar tahun 1945 pada pasal 31 ayat 1 yang memberikan jaminan bagi setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan ayat 2 setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayinya. Pendidikan inklusif memang tidak popular di masyarakat. Masyarakat hanya disibukkan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan secara horizontal maupun vertical. Sehingga anak bangsa yang memiliki kebutuhan khusus sering termarginalkan untuk itulah tulisan ini menjadi penting untuk mengungkapkan bagaimanakah kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusif?

Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan inklusif Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problem tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain, karena dapat di atasi sendiri oleh orang yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapat perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau disebut anak berkebutuhan memang tidak selalu mengalami problem belajar. Namun, ketika mereka berinteraksi dengan teman-teman sebaya lainnya dalam sistem pendidikan reguler, ada hal-hal tertentu mendapat perhatian khusus dari tenaga pengajar dan sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi dan fisik. Yang termasuk anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

30 YUSRAINI

tunarungu, tunagrhita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.4 Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa, anak cacat dan juga anak cerdas istimewa dan akat istimewa. (CIBI). Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing5 : 1. SLB bagian A untuk tunanetra Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indera yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran 2. SLB bagian B untuk tunarungu Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan mereka dengan menggunakan bahasa isyarat. 3. SLB bagian C untuk tunagrahita Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidak mampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran bagi individu tunagrhita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosilisasi. 4. SLB bagian D untuk tunadaksa Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan dan lumpuh. 5. SLB bagian E untuk tunalaras Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan control social. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku yang menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. 6. SLB bagian G untuk cacat ganda Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 31

Cacat ganda adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir yang disebabkan oleh gangguan persepsi, brain, injuri, disfungsi minimal otak dan afasia perkembangan. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak secara siqnifikan mengetahui keluha/ penyimpangan (fisik, mental, intelektual social dan emisional), dalam proses tumbuh kembang dibandingkan dengan anak-anak lain yang sesuai sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 6 Menurut delpi 7 anak berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk mengartikan Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yan lainnya. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak berkebutuhan khusus sedini mungkin. Diantara tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal. 2. Jika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak berkemampuan. 3. Untuk mencengah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.8

Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

32 YUSRAINI

Layanan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, sekolah regular yang menyelenggarakan pendidikan inklusif yang juga menerima anak-anak berkebutuhan khusus belum sepenuhnya mampu memberikan layanan khusus yang berbeda bagi anak-anak yang membutuhkan. Akibatnya anak-anak yang berkebutuhan khusus sering diberlakukan sama dengan anak-anak dengan anak-anak reguler lainnya. Kalau yang menangani anak berkebutuhan khusus itu guru regular maka hasil yang diperoleh kurang optimal, sebab guru yang tidak sabar dengan perilaku yang berbeda dari anak-anak reguler lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya, dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang kaya dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi guru, siswa, orang tua dan masyarakat sekitar. Melalui pendidikan inklusif, anak-anak berkebutuhan khusus didik bersama-sama anak normal lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan tidak normal (cacat) sebagai suatu komunitas. Peran guru di sekolah inklusif masih belum sepenuhnya memahami perbedaan gangguan perilaku dan mental dari setiap peserta didik berkebutuhan khusus. Akibatnya, para guru sering merasa kewalahan mengahadapi kesahian anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Keterbatasan anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak dapat dijadikan alasan untuk menjadikan pendidikan bersifat segregatif dan integritas yang inklusif, sehingga pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus harus dipisahkan dengan anak-anak normal pada umumnya karena adanya pendidikan inklusif yang terintegrasi, peserta didik dapat saling bergaul dan memungkinkan terjadinya saling belajar tentang perilaku dan pengalaman masing-masing.9 Sebagai masyarakat yang beragama penyelenggaraan pendidikan Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 33

juga tidak dapat dipisahkan dengan nilai keagamaan, terlebih interaksi yang terjadi dalam lingkup pendidikan tidak dapat dipisahkan dari hakikat manusia sebagai makhluk social, hal ini tertuang dalam Alqur’an: “Apakah mereka membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kebutuhan dunia. Dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”10

Tuhan menciptakan manusia berbeda satu sama lainnya agar saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan. Pendidikan inklusif merupakan ideologi yang lazim kita raih. sehingga konsekwensi dari pandangan bahwa pendidikan inklusif itu sebagai ideologi dan cita-cita, bukan sebagai modal maka akan terjadi keragaman dalam implementasinya, antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, bahkan sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Dengan demikian, berarti pendidikan inklusif adalah pendidikan yang merangkul semua anak tanpa terkecuali. Pendidikan inklusif berasumsi bahwa belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak-anak yang diberikan label sebagai individu yang memiliki suatu perbedaan. Penyelenggaraan pendidikan iklusif melibatkan perubahan dan modifikasi, pendekatan, struktur dan strategi, dengan satu visi bersama yang meliputi semua anak yang berbeda pada rentangan usia yang sama dan satu keyakinan bahwa pendidikan inklusif adalah tanggung jawab pendidikan sistem regular yang mendidik semua peserta didik.11 Konsep pendidikan inklusif sebagai penciptaan masyarakat pembelajar, dimana pembelajaran dirancang secara khusus dan merespon kebutuhan siswa, oleh karena itu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif akan bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara bersama-sama. Tidaklah mengejutkan bahwa kolaborasi antara guru dan orang tua menjadi suatu dimensi yang Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

34 YUSRAINI

kursial, melaksanakan dan mengevaluasi pendidikan luar biasa serta layanan lainnya. Kolaborasi berhubungan dengan cara dimana para ahli berhubungan dengan yang lain dan orang tua, anggota keluarga seperti mereka bekerjasama dalam mendidik siswa dengan kelainan khusus. Dengan demikian, guru dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif mesti memahami kebijakan dan layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa. Selain itu memberdayakan masyarakat yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus sehingga keluarga mengetahui pola asuh yang tepat untuk mengoptimalkan prestasi anak-anak mereka. Model-model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Model pelaksanaan pendidikan yang lazim selama ini adalah model pendidikan secara normal (reguler) disandingkan dengan pendidikan inklusif. Dalam terminology pendidikan secara biasa, anak-anak normal mengikuti sistem dan pembelajaran yang didesain dengan kurikulum sedangkan pendidikan inklusif muncul ketika anak-anak memiliki keterbatas pisik dan mental. Pendidikan normal atau pendidikan inklusif, sebenarnya sepanjang dapat membangun potensi anak didik untuk bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, dapat dijadikan sebagai sebuah tindakan memanusiakan manusia. Model penyelenggaraan pendidikan setidaknya dalam beberapa bentuk layanan pendidikan berikut: 1. Model Pendidikan Reguler 2. Model Pendidikan Terbuka/Sekolah Alam 3. Model Pendidikan di Rumah (Home Schooling) 4. Model Pendidikan Pesantren Beberapa kendala dalam penyelenggara layanan pendidikan inklusif Ada beberapa kendala dalam menyelenggarakan layanan pendidikan Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 35

inklusif, diantaranya: 1. Masih terjadinya diskriminasi oleh penyelenggara layanan pendidikan yang ditujukan kepada penyandang cacat. 2. Masih sedikit penyelenggaraan layanan pendidikan yang menerapkan pendidikan inklusif 3. Keterbatasan saran dan prasarana untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan pendidikan inklusif. 4. Rendahnya Kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus. Demikian juga dengan masyarakat yang kurang berempati dengan keberadaan anak yang berkebutuhan khusus. 5. Guru-guru di sekolah reguler tidak dididik secara khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka tidak dapat sekolah di sekolah regular. Sementara jumlah sekolah luar biasa sangat terbatas dan berada pada daerah ibukota propinsi, dan kabupaten/kota.

Pelakasanaan Pembelajaran Inklusif Pelaksanaan pembelajaran dalam kelas inklusif sama dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas reguler. Namun anak berkebutuhan khusus memerlukan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus diperlukan proses skrinning dan assement. Assement yang dimaksud adalah proses kegiatan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social melalui pengamatan yang sensitive.12 Seorang pendidik hendaknya mengetahui program pembelajaran yang sesuai dengan anak berkebutuhan khusus. Pola pembelajaranya harus disesuai dengan anak berkebutuhan khusus, biasa disebut dengan Individual Zet Educational Program (IEP) atau program pembelajaran individual (PPI), perbedaaan karakteristik yang dimiliki anak berkebutuhan khusus membuat pendidikan harus Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

36 YUSRAINI

memiliki kemampuan khusus. Menurut delphie13 model pembelajaran anak berkebutuhan khusus adalah pengembangan lingkungan belajar secara terpadu. Pengembangan lingkungan secara terpadu dimaksudkan dengan lingkungan yang memiliki prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip umum pembelajaran adalah motivasi, konteks, keterarahan, hubungan social, belajar sambil bekerja, individualisasi, menemukan dan prinsip pemecahan masalah. Sedangkan prinsipprinsip khusus dalam pembelajaran adalah disesuaikan dengan karakter khusus setiap peserta didik, misalnya peserta didik dengan hambatan visual diperlukan prinsip-prinsip kekongkretan, pengalaman yang menyatu dan belajar sambil melakukan. Berdasarkan kedua prinsip tersebut, maka model pembelajaran pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus yang perlu diperhatikan oleh tenaga pendidik adalah komponen-komponen berikut: 1. Rasionalitas Layanan pendidikan dan pembelajaran , khusus untuk sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif, seyogyanya sejalan dan tidak telepas dari prinsip-prinsip umum dan khusus. Kebijakan dan praktek pendidikan berkebutuhan khusus dalam pmengaplikasikan gerakan, sejalan dengan prinsip pendidikan untuk semua atau education for all . Bahwa pendidikan harus dapat menyentuh untuk semua lapisan masyarakat tanpa mengenal batas, ras, agama dan kemampun potensial yang dimiliki peserta didik 2. Visi dan misi Visi pembelajaran inklusif adalah membantu setiap peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki sikap dan wawasan serta akhlak mulia, kemerdekaan, demokrasi, toleransi dan menjunjung hak azazi manusia, saling pengertian dan wawasan global. Misi pembelajaran adalah suatu upaya guru memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi individu Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 37

yang mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yanag Maha Esa, berbudi luhur, terampil dan mampu berperan social. Maka dalam proses pembelajaran perlu adanya intervensi khusus agar selama proses pembelajaran mampu menyentuh semua aspek perkembangan perilaku dan kebutuhan setiap peserta didik. 3. Tujuan pembelajaran Berdasarkan visi dan misi maka dapat ditentukan tujuan pembelajaran, antara lain, sebagai berikut : a. Agar dapat menhasilkan individu yang mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain melalui kemampuan dirinya dalam menggunakan persepsi, pendengaran, penglihatan, fine motor dan gross motor. b. Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematang diri dan kematangan social. c. Menghasilkan individu yang mampu bertanggung jawab secara pribadi dan social. d. Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan untuk melakukan penyesuaian diri dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. 4. Komponen dasar model pembelajaran Berdasarkan pada visi dan misi, tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, maka komponen dasar pembelajaran dapat dikelompokkan: pertama Masukan terdiri dari masukan mentah berupa elicitor, behavior dan reinforce, masukan instrument berupa program, guru kelas, tahapan dan sarana. Masukan lingkungan berupa norna, tujuan dan tuntuta. Kedua program pembelajaran individual, dan pelaksanaan intervensi hasil belajar; ketiga berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik. Namun tidak ada cara yang mujarab, ampuh, special atau ilmu pendidikan yang bersifat magic dalam mengintegrasikan anak berkebutuhan khusus ke sekolah umum. karena program pembelajaran menuju pendidikan inklusif dalam sekolah baik dilihat dalam teori maupun prakteknya membutuhkan Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

38 YUSRAINI

perubahan. Pada awalnya pendidikan inklusi membutuhkan format belajar yang berbeda, metode yang berbeda dalam mengelompokkan anak dalam kegiatan pembelajaranpun dibedakan, hasil yang dicapaipun dibuat berbeda. Burgwin tertarik untuk menggabungkan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam sekolah regular (sekolah anakanak normal) dengan menyesuaikan lingkungan. Namun sampai sekarang penyesuaian terhadap lingkungan fisik tersebut masih tetap bermasalah, tergantung ketersediaan uang untuk membangun fasilitas yang diperlukan.

Penutup Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa : 1. Semua warga Negara berhak mendapatkan pendidikan baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus sebagaimana tertuang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan dipertegas dalam Permendiknas nomor 70 Tahun 2009 dengan member peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah regular. 2. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. 3. Tujuan pendidikan inklusif antara lain adalah Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal serta menJika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak berkemampuan dan untuk mencengah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF 39

4. Pendekatan secara personal dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendidikan inklusif seperti masalah rendahnya motivasi peserta didik dan ekonomi. Jadi untuk keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara berama-sama. Catatan: 1 . Mujito. Dkk. ( 2012) Pendidikan Inklusif . Jakarta: Baduose Media Jakarta. H. 3 2 . Kondisi tertentu mulai dari kondisi individual (fisik dan mental) kondisi rumah tangga (kekerasan rumah tangga, kekerasan saudara ditinggal, miskin dan berbagai bentuk permasalahan yang mengancam kelansungan hak akan pendidikan), demikian juga kondisi lingkungan dan geografis, tinggal jauh dari sarana, budaya, kondisi bekas peperangan, bencana alam, tinggal dilokasi tertinggal, terpencil dan perbatasan. 3 . Lihat Mujito, op-cit., H. 4 . Mujito.,op-cit., h. 25 5 . Ibid. h. 26 6 . Abdurrahman. Muyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. H. 7 . Bandi Delfi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita: Suatu pengantar Dalam Pendidikan Inklusi . Bandung: Relika Aditama. H. 1 8. Ricard Gargiulo & Jenifer Kilgo . 2005. Young Chidren With Special Need Australia: ThomsonDelamr Learning. H. 43 9 . Wahyu Sri Ambar Arum. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implemntasinya Bagi Penyiapan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. H. 109 1 0 . Anonim. 2006. Al-Qur’an Tadwid dan Terjemah. Jakarta: Magfirah. H. 491 1 1 . Diambil dari http://Sumbalim. Com/pendidikan/pendd-inklusihtml. Pada tanggal 28 April 2013. 12 . Delphie, op-cit. h. 1 13 . Ibid. h. 45

Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013

40 YUSRAINI

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. Jakarta: Magfirah. Abdurrahman. Muyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Bandi Delfi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita: Suatu pengantar Dalam Pendidikan Inklusi . Bandung: Relika Aditama. Mujito. Dkk. ( 2012) Pendidikan Inklusif . Jakarta: Baduose Media Jakarta. Ricard Gargiulo & Jenifer Kilgo . 2005. Young Chidren With Special Need Australia: ThomsonDelamr Learning. Wahyu Sri Ambar Arum. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implemntasinya Bagi Penyiapan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. http://Sumbalim. Com/pendidikan/pendd-inklusi-html. Pada tangga l 2 April 2013.

Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013