KEBIJAKAN PERSEDIAAN SUKU CADANG PESAWAT TERBANG

Download Abstrak. PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia (PT. GMF AA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan perawatan da...

0 downloads 475 Views 647KB Size
Kebijakan Persediaan Suku Cadang Pesawat Terbang untuk Mendukung Kegiatan Maintenance di PT GMF Aero Asia dengan Menggunakan Metode Continuous Review Azizah Aisyati† Lab. Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir Sutami No. 36A, Surakarta, 57126 Tel: (0271) 632110, Fax: (0271) 632110 Email: [email protected] Wakhid Ahmad Jauhari Lab. Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, 57126 Tel: (0271) 632110, Fax: (0271) 632110 Email: [email protected] Ranindya Tri Yuliani Muhbiantie Alumni Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, 57126 Tel: (0271) 632110, Fax: (0271) 632110 Email: [email protected]

Abstrak. PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia (PT. GMF AA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan perawatan dan perbaikan pesawat terbang. PT. GMF AA mengelompokkan suku cadang menjadi 3 jenis, yaitu rotable, repairable, dan consumable. PT. GMF AA mempunyai permasalahan dengan manajemen persediaan yang ditandai dengan adanya kekurangan dan kelebihan persediaan suku cadang pada jenis consumable. Bila kondisi seperti ini terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan meningkatnya total biaya persediaan. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai perbaikan pengendalian persediaan suku cadang jenis consumable. Tahap penelitian ini diawali dengan pengelompokan suku cadang menggunakan metode klasifikasi ABC. Kemudian dilakukan penentuan tingkat persediaan yang meliputi lot pemesanan optimal dan titik pemesanan ulang dengan menggunakan model Continuous Review. Tahap akhir dari penelitian ini adalah melakukan perbandingan total biaya pesediaan antara model Continuous Review dengan model kebijakan perusahaan. Penelitian ini menghasilkan ukuran lot pemesanan dan titik pemesanan ulang yang optimal sehingga dapat meminimalkan total biaya persediaan. Hasil perbandingan total biaya pesediaan antara model Continuous Review dengan model kebijakan perusahaan mengindikasikan adanya penghematan total biaya pesediaan yang cukup signifikan sebesar 65 %. Kata kunci: suku cadang pesawat terbang, model continuous review, ukuran lot pemesanan, titik pemesanan ulang, total biaya persediaan.

1. PENDAHULUAN Manajemen persediaan merupakan bagian yang penting dalam sistem produksi suatu perusahaan. Manajemen persediaan mengatur jumlah persediaan yang disimpan di gudang, jumlah yang dipesan dan kapan mulai melakukan pemesanan untuk mengisi stok di gudang. Persediaan yang terlalu banyak akan memerlukan modal yang besar untuk biaya penyimpanan, sedangkan jika terjadi kekurangan persediaan maka akan menimbulkan kerugian (opportunity cost) karena produksi perusahaan tidak bisa memenuhi target produksi. Karena perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen seperti yang dijanjikan, maka kepercayaan konsumen akan berkurang pada perusahaan (Axsater, 2006). Kedua kondisi tersebut memiliki konsekuensi ongkos yang besar. Oleh karena itu diperlukan manajemen persediaan yang tepat agar perusahaan memiliki VIII-1

tingkat pelayanan (service level) terbaik dengan ongkos simpan serendah mungkin. PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa perawatan pesawat yang biasa dikenal dengan MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul). Untuk melakukan kegiatan MRO diperlukan ketersediaan komponen utama yang digunakan dalam proses perawatan pesawat yaitu suku cadang. Suku cadang yang diperlukan, terbagi menjadi tiga jenis, yakni rotable, repairable, dan consumable. Rotable merupakan suku cadang yang dapat dirotasikan antar pesawat, dapat diperbaiki, dan harganya relatif paling mahal dibandingkan dengan suku cadang lain. Repairable yaitu suku cadang yang memiliki sifat hampir sama dengan rotable namun harganya masih lebih murah dari rotable. Kemudian consumable merupakan suku cadang yang habis pakai atau sekali pakai. Jumlah jenis suku cadang untuk masing-masing jenis dapat mencapai lebih dari 700 jenis item. Oleh sebab itu untuk mengelola sedemikian banyak suku cadang, diperlukan manajemen persediaan suku cadang yang baik agar tidak mengganggu proses perawatan, perbaikan, maupun pemeriksaan rutin yang dilakukan pada pesawat. Pada penelitian ini suku cadang yang diamati adalah jenis consumable. Suku cadang consumable merupakan suku cadang yang bersifat habis pakai sehingga memerlukan stock suku cadang jenis tersebut untuk memenuhi kebutuhan maintenance. Dalam menghadapi permasalahan pengelolaan sistem peresediaan yang memiliki banyak jenis dan jumlah suku cadang ini perlu dilakukan pemilahan, sebab sebagaimana diketahui tidak semua barang mempunyai tingkat kepentingan dan penggunaan yang sama (Muckstadt dan Sapra, 2010). Metode yang dapat digunakan adalah metode Analisa ABC, dimana merupakan suatu metode klasifikasi yang mengelompokan barang berdasarkan tingkat kepentingan dari suatu item, terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas A (sangat penting), kelas B (penting), dan kelas C (kurang penting) (Chu, dkk, 2008). Kelompok suku cadang yang diamati dalam penelitian ini adalah suku cadang yang termasuk dalam kelas A (sangat penting). Kriteria suku cadang yang masuk pada kelas A adalah suku cadang yang memiliki harga yang mahal dan permintaan yang tinggi. Berdasarkan penelitian Chu, dkk, (2008), bahwa setiap suku cadang yang telah diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu A (sangat penting), B (penting), dan C (kurang penting), memiliki metode pengendalian persediaan suku cadang yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepentingannya masing-masing. Untuk kelas A metode pengendalian persediaan yang digunakan yaitu metode continuous review, disebabkan suku cadang kelas A memiliki pengaruh besar terhadap modal yang dikeluarkan perusahaan apabila terjadi masalah mengenai ketersediaan suku cadang sehingga membutuhkan pengamatan lebih rutin. Untuk kelas B digunakan metode periodic review, disebabkan pada suku cadang kelas B cukup diamati secara periodik atau dalam interval waktu tertentu. Sedangkan pada kelas C digunakan metode two bins system, yaitu menggunakan dua lokasi penyimpanan untuk stock item yang sama. Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi suku cadang consumable dengan menggunakan metode klasifikasi ABC untuk menentukan suku cadang yang termasuk kelas A, B dan C. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan kebijakan persediaan suku cadang pesawat dengan menggunakan metode continuous review.

2. METODE CONTINUOUS REVIEW Metode continuous review merupakan metode persediaan dimana tingkat persediaan dimonitor secara terusmenerus, sehingga bila tingkat persediaan telah mencapai titik ROP (reorder point) pemesanan harus segera dilakukan (Silver dkk, 1998). ROP ditetapkan untuk setiap stock keeping unit sebagai ramalan permintaan selama waktu tunggu pengisian (panjang waktu tunggu untuk resupply dari wholesale, atau area warehouse ditambah stock pengaman). ROP dan stock pengaman ditentukan secara konvensional. Pada dasarnya metode ROP merupakan suatu teknik pengisian kembali persediaan apabila total stock onhand plus on-order jatuh atau berada dibawah titik pemesanan kembali. ROP merupakan metode persediaan yang menempatkan suatu pesanan untuk lot tertentu apabila kuantitas on-hand berkurang sampai tingkat yang ditentukan terlebih dahulu yang dikenal sebagai titik pemesanan kembali (ROP). Asumsi yang digunakan dalam metode continuous review adalah : a. Harga setiap unit tetap dan tidak dipengaruhi oleh ukuran pemesanan. b. Reorder point (ROP) didasarkan pada persediaan bersih dan besarnya harus positif. c. Biaya backorder independen terhadap lamanya waktu backorder. d. Tidak pernah dilakukan pemesanan lebih dari satu kali selama pemesanan sebelumnya diterima. e. Biaya sekali pesan adalah tetap dan independen terhadap ukuran pemesanan. f. Permintaan item adalah satu demi satu sehingga reorder point tidak pernah terlampaui. g. Sekali pengiriman dalam satu paket h. Supplier tidak membatasi ukuran pesanan i. Warehouse space, ketersediaan modal, dan kapasitas supplier mencukupi kebutuhan.

VIII-2

3. METODE PENELITIAN 3.1. Pengelompokan Suku Cadang Data suku cadang yang diambil adalah 60 jenis suku cadang consumable yang paling tinggi frekuensi permintaannya. Pengelompokan suku cadang berdasarkan metode analisis ABC ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepentingan dari masing-masing item suku cadang. Tahapan yang dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan metode ABC analisis adalah sebagai berikut (Ariyadi, 2010): 1. Membuat daftar part number, jumlah penggunaan (permintaan) item dalam 1 tahun, beserta harga masing-masing suku cadang per-item. 2. Menentukan nilai pemakaian per tahun setiap item suku cadang yaitu dengan cara mengalikan jumlah pemakaian per tahun dengan harga beli masing-masing item suku cadang. 3. Menjumlahkan nilai pemakaian tahunan semua item suku cadang untuk memperoleh nilai pemakaian total. 4. Menghitung prosentase pemakaian setiap item suku cadang dari hasil bagi antara nilai pemakaian per tahun setiap item suku cadang dengan total nilai pemakaian per tahun. 5. Langkah selanjutnya yaitu mengurutkan sedemikian rupa nilai pemakaian tahunan atau harga suku cadang dari nilai uang terbesar hingga terkecil agar mempermudah pembagian kelas A, B, dan C. kelompok A memiliki prosentase 15%-20% barang yang dihitung untuk 75%-80% dari jumlah harga barang tahunan, kelompok B memiliki prosentase 30%-40% barang yang dihitung untuk 15% dari jumlah harga tahunan, dan kelompok C memiliki prosentase 40%-50% barang dihitung untuk 10%15% dari jumlah harga barang tahunan. Kemudian dapat dilakukan perhitungan percentage of total items.

3.2. Penentuan Tingkat Persediaan Setelah diperoleh klasifikasi ABC maka dilakukan penentuan kebijakan persediaan dengan menggunakan dengan menggunakan metode Continuous Review. Langkah-langkah dalam metode Continuous Review (Jauhari, 2006): 1.

Penentuan nilai service level dan nilai k Service level merupakan tingkat pelayanan perusahaan terhadap konsumen. Range service level yang digunakan untuk setiap suku cadang yaitu mulai dari 90 % hingga 99 %. Pada tiap suku cadang dilakukan perhitungan nilai q, safety stock, ekspektasi backorder, ROP, serta total biaya persediaan dengan menggunakan range service level 90 % hingga 99%. Setelah itu nilai service level yang terpilih ditentukan berdasarkan total biaya persediaan yang terkecil. Berdasarkan nilai service level tersebut maka dapat ditentukan nilai safety factor atau k. Nilai k atau safety factor dapat dihitung mengacu pada persamaan (1). k= (1) Perhitungan nilai Ψ Nilai Ψ berfungsi untuk menghitung jumlah ekspektasi backorder.Chopra dan meindl (2004) merumuskan Ψ sebagai : ={fs(k) – k[1 - Fs (k)]} (2) fs berdistribusi normal, x mean = 0, = 1 ; fs (k) = NORMDIST(k,x, ,0) 2.

3.

Perhitungan nilai lot pemesanan (Q) Lot pemesanan merupakan jumlah item yang dipesan oleh perusahaan agar persediaan suku cadang digudang tetap aman dengan total biaya persediaan yang minimal. =

)

dimana: q D A VIII-3

= Lot pemesanan (unit) = Permintaan / Demand (unit) = Biaya pemesanan (rupiah/order)

(3)

L hb k

= Biaya backorder (rupiah/unit) = Standar deviasi permintaan (unit) = Lead time (periode) = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode) = Safety factor

4.

Perhitungan safety stock Safety stock merupakan stock pengaman yang disediakan untuk menghadapi ketidakpastian permintaan. SS = k × × (4) dimana: SS = Safety stock (unit) K = Safety factor = Standar deviasi (unit) L = Lead time (periode) 5.

Perhitungan ekspektasi backorder Ekspektasi terjadinya pesanan pelanggan yang tidak terpenuhi, karena persediaan tidak cukup memenuhi item tersebut. ES = σ ψ(k) (5) 6.

Perhitungan Reorder Point (ROP) ROP merupakan titik pemesanan atau pengisian kembali persediaan. ROP = D × L + SS dimana: D = Demand (unit) L = Lead time (periode) SS =Safety stock (unit) 7.

(6)

Perhitungan total biaya persediaan Total biaya persediaan meliputi komponen total biaya pemesanan, total biaya penyimpanan, serta total biaya backorder. TCtotal (q,k) =

(7)

dimana : D = Permintaan / Demand (unit) q = Lot pemesanan (unit) A = Biaya pemesanan (rupiah/order) hb = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode) = Biaya backorder (rupiah/unit) = Standar deviasi permintaan (unit) L = Lead time (per tahun) k = Safety factor

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan klasifikasi ABC didapatkan hasil 11 suku cadang tergolong kelas A, 13 suku cadang dalam kelas B dan 36 suku cadang dalam kelas C. Hasil pengelompokan berdasarkan klasifikasi ABC selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada penelitian ini, penentuan kebijakan pengelolaan suku cadang difokuskan pada suku cadang yang masuk dalam kelas A. Dalam klasifikasi ABC, kelas A merupakan kelompok persediaaan yang memerlukan pengelolaan yang ketat, sehingga dianggap merupakan persediaan yang paling penting. Pada masing-masing suku cadang kelas A, digunakan model continuous review untuk menentukan besarnya lot pemesanan dan reorder point yang dapat menghasilkan total biaya persediaan yang minimal. Pencarian solusi optimal dilakukan dengan mencari total biaya persediaan minimal pada range service level 90%-99%. Oleh karena itu, service level yang digunakan untuk masing-masing suku cadang berbeda-beda untuk menghasikan total cost yang optimal. Hasil total cost untuk service level 90%-99% pada masing-masing suku

VIII-4

cadang dapat dilihat pada Tabel 2. Terlihat bahwa kisaran service level optimal untuk ke-11 suku cadang berada pada rentang service level 90%-97%. Tabel 1: Pengelompokkan suku cadang dengan metode ABC

No.

Nama Suku Cadang

ABC Class

No.

Nama Suku Cadang

ABC Class

No.

Nama Suku Cadang

ABC Class

1

CH34736

Class A

21

MS20995C32

Class B

41

OF25-021

Class C

2

335-299-401-0

Class A

22

65-90305-20B

Class B

42

BACC63BV14B7SN

Class C

3

S9413-111

Class A

23

AC9380F4010

Class B

43

FK20158

Class C

4

MFFA632/2

Class A

24

F5746293620200

Class B

44

BACR15BB6D7C

Class C

5

740001

Class A

25

ABS0368-01

Class C

45

MS29526-2

Class C

6

D717-01-100

Class A

26

BV03112-03-33

Class C

46

BACB30NN4K4

Class C

7

FK16588

Class A

27

2315M20-3

Class C

47

ABS0367-030

Class C

8

088-1031-006

Class A

28

ASPF-S-V06

Class C

48

ABS0604-4

Class C

9

KB29665

Class A

29

65-90305-17

Class C

49

F5746293620100

Class C

10

4L83-046

Class A

30

QD1004-125

Class C

50

BACR15GF8D7

Class C

11

QA03963

Class A

31

69-41868-3

Class C

51

BACN10YR3C

Class C

12

5709-4

Class B

32

CA00075A

Class C

52

MS29513-334

Class C

13

362-509-9002

Class B

33

FK20159

Class C

53

S9413-11

Class C

14

65-90305-15

Class B

34

77870949

Class C

54

BACN10JC4CD

Class C

15

16135-62

Class B

35

65-90305-59

Class C

55

65B10920-171

Class C

16

335-299-401

Class B

36

BACH20X3

Class C

56

4551

Class C

17

453A1810-33

Class B

37

QA06123

Class C

57

1683

Class C

18

AB0473993

Class B

38

332A1034-25

Class C

58

M83248/1-906

Class C

19

740007

Class B

39

RG1969

Class C

59

BACB30VF4K12

Class C

20

QA03362

Class B

40

65C27738-2

Class C

60

BACW10BP41CD

Class C

Hasil penentuan safety factor, lot pemesanan, jumlah ekspektasi backorder dan reorder point yang optimal untuk ke-11 suku cadang dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa ada 4 suku cadang yang memiliki nilai lot pemesanan dan reorder point 1. Ke-4 suku cadang ini memiliki permintaan yang sangat lumpy sehingga stok persediaan yang diperlukan relatif sangat kecil. Namun demikian, karena ketiganya merupakan suku cadang yang mahal, maka pengelolaan persediaannya perlu dilakukan secara cermat.

Tabel 2: Nilai total cost untuk range service level 90%-99%

No

Total Cost (TC) (Rp/tahun)

Nama Suku Cadang 90%

91%

92%

93%

94%

95%

96%

97%

98%

99%

1

CH34736

7086924

7048432

7016652

6993685

6982699

6988739

7020498

7094748

7250306

7615229

2

335-299-401-0

491097

498353

506712

516477

528091

542240

560072

583727

617956

677527

3

S9413-111

3372911

3515438

4

MFFA632/2

11156079

11007793

3670662 1086484 5

3841787 1072931 8

4033430 1060445 0

4252625 1049557 1

4510921 1041215 1

4829459 1037304 9

5254290 1042334 3

5926206 1071722 5

5

740001

3875513

3882397

3894658

3913857

3942310

3983658

4044087

4135365

4284307

4577765

6

D717-01-100

1274150

1260890

1248553

1237464

1228128

1221362

1218609

1222717

1240422

1294379

VIII-5

7

FK16588

1209628

1194579

1180268

1166974

1155131

1145453

1139208

1138920

1150618

1194738

8

088-1031-006

1995201

1978356

1963117

1950024

1939897

1934063

1934836

1946748

1980453

2071695

9

KB29665

10

4L83-046

1056609 4647372 4

1047880 4595570 1

1040074 4546543 9

1033502 4501283 1

1028639 4461306 5

1026254 4429081 4

1027687 4408937 6

1035560 4409384 1

1056009 4450473 4

1109328 4599604 8

11

QA03963

1310554

1304745

1300348

1297806

1297789

1301367

1310388

1328426

1363762

1443569

Tabel 3: Kebijakan persediaan usulan untuk masing-masing suku cadang Nama Suku Cadang

Service Level

Safety Factor

Order Quantity

Safety Stock

Backorder

ROP

Total Biaya

CH34736

0.94

1.6

6

11

0.8

16

6982699

335-299-401-0

0.9

1.3

2

4

0.5

6

491097

S9413-111

0.9

1.3

5

88

61.8

140

3372911

MFFA632/2

0.97

1.9

1

1

0.0

1

10373049

740001

0.9

1.3

17

24

4.2

26

3875513

D717-01-100

0.96

1.8

1

2

0.1

2

1218609

FK16588

0.97

1.9

1

1

0.0

1

1138920

088-1031-006

0.95

1.6

1

1

0.1

2

1934063

KB29665

0.95

1.6

2

4

0.2

5

1026254

4L83-046

0.96

1.8

26

54

2.5

58

44089376

QA03963

0.94

1.6

4

6

0.5

8

1297789

Tabel 4. Perbandingan total biaya persediaan model usulan dengan kebijakan perusahaan Nama Suku cadang

Total Biaya Kebijakan Perusahaan 4902703

Total Biaya Kebijakan Usulan

13862968

491097

278124

3372911

MFFA632/2

70745162

10373049

740001

3473933

3875513

D717-01-100

79050683

1218609

FK16588

24162508

1138920

088-1031-006

11963751

1934063

KB29665

3719859

1026254

4L83-046

2010097

44089376

QA03963

2986026

1297789

CH34736 335-299-401-0 S9413-111

6982699

Pada penelitian ini, penentuan total biaya persediaan dengan kebijakan perusahaan dilakukan dengan menggunakan simulasi monte carlo. Simulasi model persediaan dengan kebijakan perusahaan dilakukan selama 365 hari. Tabel 4 memperlihatkan perbandingan antara model kebijakan usulan dengan kebijakan perusahaan. Secara keseluruhan terlihat bahwa model kebijakan usulan dapat memberikan penghematan rata-rata sebesar 65% terhadap total biaya persediaan dibandingkan dengan kebijakan pengelolaan persediaan perusahaan. Namun

VIII-6

demikian perlu dicatat bahwa, masih ada 4 suku cadang yang jika dikelola dengan kebijakan usulan akan menghasilkan total biaya persediaan lebih besar dibandingkan dengan kebijakan perusahaan. Hal ini mungkin dikarenakan, model continuous review dengan asumsi permintaan yang berdistribusi normal kurang sesuai dengan permintaan aktual dari ke-4 suku cadang tersebut. Selain itu juga dimungkinkan bahwa simulasi yang dilakukan masih terlalu pendek, sehingga stream bilangan random yang digunakan akan berpengaruh besar terhadap karakteristik sistem yang diamati. Oleh karenanya, kondisi steady state belum dapat dicapai.

5. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan beberapa kesimpulan yang cukup penting. Pertama, model continuous review yang telah digunakan dapat menghasilkan lot pemesanan yang optimal untuk spare part kelas A. Lot pemesanan yang optimal untuk ke-11 suku cadang bervariasi mulai dari 1 unit hingga 37 unit. Kedua, model continuous review yang telah digunakan dapat menghasilkan titik pemesanan ulang (ROP) yang dapat mengetahui saat yang tepat untuk melakukan pemesanan suku cadang pada kelas A. Titik pemesanan ulang (ROP) bervariasi mulai dari 2 unit hingga 144 unit. Ketiga, hasil perbandingan total biaya persediaan pada model usulan memiliki persentase penghematan total biaya persediaan sebesar 65 % dari total biaya persediaan perusahaan. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan simulasi monte carlo yang lebih panjang atau perlu dipertimbangkan adanya replikasi dari simulasi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memperluas aspek/kriteria yang dilakukan dalam klasifikasi ABC. Aspek lain yang dinilai cukup penting dalam klasifikasi suku cadang pesawat terbang diantaranya adalah aspek severity dan criticality.

REFERENSI Ariyadi, R.A. (2010) Manajemen Persediaan dan Penataan Gudang Spare Part Bus di PO. Safari Eka Kapti. Laporan Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Axsater, S. (2006) Inventory Control, United States of America, Springer Science Chopra, S., dan Meindl, P. 2004. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. New Jersey : Prentice Hall. Chu, CW, Liang GS, Liao CT, (2008) Controlling inventory by combining ABC analysis and fuzzy classification, Computers & Industrial Engineering, 55, pp. 841–851 Jauhari, W.A. 2006. Penentuan Model Persediaan Spare Part Dengan Mempertimbangkan Terjadinya Backorder. Jurnal Gema Teknik, 11. Muckstadt, J.A, Sapra, A. (2010) Principles of Inventory Management: When You Are Down to Four, Order More, Springer Series in Operation Research and Financial Engineering. Silver, E.A., Pyke, D.F., dan Peterson, R. (1998) Inventory Management and Production Planning and Scheduling. New York : John Willey & Sons. RIWAYAT HIDUP PENULIS Azizah Aisyati adalah staf staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang juga aktif di Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri UNS. Ia mendapatkan gelar S.T. dan M.T. dari Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya dan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung secara beturutturut pada tahun 1995 dan 2002. Topik penelitian yang digelutinya adalah bidang penjadwalan dan perencanaan produksi. Alamat e-mail beliau [email protected]. Wakhid Ahmad Jauhari adalah staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang juga aktif di Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri UNS. Ia mendapatkan gelar S.T. dan M.T. dari Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember secara beturut-turut pada tahun 2004 dan 2007. Topik penelitian yang digelutinya adalah bidang persediaan, sistem produksi dan penjadwalan. Alamat e-mail beliau [email protected] Ranindya Tri Yuliani Muhbiantie adalah alumni dari Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ia mendapatkan gelar S.T dari Universitas Sebelas Maret pada tahun 2011. Topik penelitian yang digelutinya adalah bidang sistem persediaan. Alamat e-mail beliau adalah [email protected].

VIII-7

VIII-8