Wirda| Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional
Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional
Wirda Elya Sari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Abstrak Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥15 mmHg. Pembagian hipertensi dalam kehamilan ialah Hipertensi kronik, Preeklamsi, Eklamsi, Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi, Hipertensi gestasional. Seorang wanita usia 37 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) dengan keluhan mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul, semakin lama semakin sering dan kuat sejak ±7 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Sebelumnya pasien memeriksakan diri ke bidan dan dikatakan pasien telah ada tanda-tanda mau melahirkan disertai adanya hipertensi yaitu 170/100 mmHg. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan ini dan riwayat hipertensi sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan 0 darah 140/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 18 kali/menit, suhu 36.5 C. Dan dari Pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal serta urine lengkap dalam batas normal. Diagnosa hipertensi gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan namun tidak ditemukan proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transient bila tidak berkembang menjadi preeklamsi dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu post-partum. Pengobatannya tidak dijelaskan secara spesifik menurut satgas gestosis, namun dapat diberikan antihipertensi bila memenuhi indikasi, serta tatalaksana terhadap terminasi kehamilannya adalah konservatif, yang sedapat mungkin diusahakan pervaginam. Kata kunci: hipertensi gestasional, proteinuria, satgas gestosis
Pregnancy With Gestasional Hypertension Abstract Hypertension is an increase in blood pressure exceeds normal limits ie blood pressure ≥140/90 mmHg. Blood pressure measurements performed at least 2 times with interval 4 hours. The increase in systolic blood pressure ≥30 mmHg and diastolic blood pressure rise ≥15 mmHg. The division of hypertension in pregnancy is chronic hypertension, Preeclampsia, eclampsia, chronic hypertension with superimposed preeclampsia, gestational hypertension. A woman aged 37 years came to the District General Hospital Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) with complaints of heartburn radiating to the waist intermittent, becoming more and more frequent and stronger since ±7 hours before hospital admission (SMRS). Previous patient went to the midwife and the patient is said to have no signs of childbirth in the presence of hypertension is 170/100 mmHg. Patients say does not have a history of hypertension during pregnancy and a prior history of hypertension. From the physical examination found the general condition seemed ill being, consciousness Compos mentis, blood pressure 140/90 0 mm Hg, pulse 80 beats/min, breathing 18 times/min, the temperature of 36.5 C. And from routine blood laboratory tests within normal limits and complete urine in normal limits. Diagnosis of gestational hypertension is established in pregnant women who had a blood pressure of 140/90 mmHg or more for the first time during pregnancy, but not found proteinuria. Gestational hypertension is called transient hypertension when not develop into preeclampsia and blood pressure returned to normal after 12 weeks post-partum. Treatment is not specifically set forth by the task force gestosis, but can be given antihypertensives if it fulfills indications, as well as to the management of the termination of pregnancy is conservative, who attempted vaginal wherever possible. Keywords : gestational hypertension, proteinuria, satgas gestosis Korespondensi : Wirda Elya Sari, S.Ked, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg.1,2 Pembagian hipertensi dalam kehamilan ialah Hipertensi kronik, Preeklamsi, Eklamsi, Hipertensi kronik
dengan superimposed preeklamsi, dan Hipertensi gestasional.3 Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak adas atu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.4,5 Teori-teori hipertensi gestasional yang sekarang banyak dianut adalah teori kelainan
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|145
Wirda| Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional
vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara intrauterin dan janin, teori adaptasi kardiovaskular genetik, teori defisiensi gizi dan teori inflamasi.4,5 Diagnosa hipertensi gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan namun tidak ditemukan proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transient bila tidak berkembang menjadi preeklamsi dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu post-partum.6 Ciri khas sindrom preeklamsi adalah ditemukannya proteinuria sebagai penanda objektif yang menunjukkan terjadinya kebocoran endotel yang luas. Walaupun demikian, jika tekanan darah ibu meningkat signifikan, akan berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan proteinuria ini diabaikan, karena pada pemeriksaan laboratorium proteinuria masih belum terdeteksi. Yang dimana 10% kejang eklamsi dapat terjadi sebelum ditemukannya proteinuria.3,7 Pada tingkat permulaan, preeklamsi tidak menunjukkan gejala-gejala sehingga dibutuhkan deteksi dini melalui prenatal care yang baik. Pada pemeriksaan kehamilan hendaknya ditentukan tekanan darah, penambahan berat badan, adanya edema, dan proteinuria. Perhatian harus ditujukan pada ibu hamil yang memiliki faktor predisposisi terhadap preeklamsi.3,7 Preeklamsi merupakan masalah obstetri utama yang mengarah pada morbiditas dan mortalitas maternal. Beberapa manifestasi maternal pada preeklamsi ada yang akut berupa: Sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzym Low Platelets Count (HELLP), edema pulmonari, solusio plasenta, gagal ginjal akut, eklamsia, sindrom distres pernapasan, stroke dan kematian perinatal. Dan ada yang manifestasi jangka panjang berupa: hipertensi kronis, diabetes milletus, gagal ginjal kronik, penyakit arteri koroner, defisit neurologis dan kematian.8,9 Selain itu ada juga manifestasi terhadap perinatal berupa: angka mortalitas yang tinggi, intra uterine growth restriction (IUGR), dan meningkatnya morbiditas neonatus karena persaalinan prematur.9 Penulis mengangkat kasus ini sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|146
praktisi medis agar dapat mencegah manifestasi yang ditimbulkan penyakit ini baik terhadap maternal maupun perinatal. Kasus Seorang wanita usia 37 tahun mengeluh mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul, semakin lama semakin sering dan kuat sejak ±7 jam SMRS. Pada pasien tidak ditemukan keluarnya air-air dari jalan lahir, namun ditemukan darah dan lendir yang keluar dari jalan lahir. Pasien lalu berobat ke bidan dikatakan hamil cukup bulan dengan tekanan darah tinggi, tensi 170/100 mmHg. Pasien kemudian dirujuk ke RSUDAM. Ibu mengaku masih merasakan gerakan anak. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, baik riwayat hipertensi sebelum hamil, riwayat hipertensi pada hamil sebelumnya, riwayat hipertensi selama kehamilan ini dan riwayat hipertensi dalam keluarga. Selain itu adanya tanda-tanda eklamsi pada pasien belum ditemukan, yaitu riwayat pandangan mata kabur sebelumnya, riwayat nyeri kepala hebat, riwayat nyeri ulu hati, maupun riwayat mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36.50C. Dan dari pemeriksaan obstetri didapatkan, pemeriksaan luar: tinggi fundus uteri 2 jari bawah processus xipoideus (31 cm), memanjang, punggung kanan, kepala, penurunan 4/5, denyut jantung janin 146 kali/menit, his 2 kali dalam 10 menit selama 15 detik, taksiran berat janin 2790 gram. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) didapatkan portio lunak, anterior, penipisan 70%, ketuban utuh, pembukaan 5 cm, kepala, Hodge II, ubun-ubun kecil kanan depan. Dan dari Pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal serta urine lengkap dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan, didapatkan diagnosis G4P2A1 hamil 41 minggu inpartu kala 1 fase aktif dengan hipertensi gestasional janin tunggal hidup, presentasi kepala. Terapi yang dilakukan kemudian adalah observasi tanda-tanda vital ibu, His, denyut jantung janin, cairan Ringer Laktat (RL) 20 tetes/menit, Drip MgSO4 sesuai protocol, Nifedipine 3x10 mg, rencana Partus
Wirda| Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional
pervaginam, cek laboratorium darah rutin, kimia darah, urine lengkap, kateter menetap, serta catat input output urine. Pembahasan Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien datang karena mau melahirkan disertai dengan ditemukannya darah tinggi pada pemeriksaan fisik. Yang dimana normalnya ibu yang mau melahirkan mengeluh adanya tanda-tanda seperti mulas yang menjalar ke pinggang, keluar darah lendir dan riwayat keluarnya air ketuban. Pada kasus ini pasien datang dengan tanda-tanda mau melahirkan namun disertai adanya darah tinggi, yakni 170/100 mmHg pada saat pemeriksaan oleh bidan, dan 140/90 mmHg pada saat dilakukan pengukuran di RSUDAM. Hal ini mengarah kepada hipertensi gestasional, dimana berdasarkan satgas gestosis pada hipertensi gestasional didapatkan tekanan darah ≥140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal <12 minggu pasca persalinan.6 Pada kasus diketahui bahwa dari hasil anamnesis pasien mengatakan pada kehamilan saat ini yang berusia 41 minggu pasien tidak pernah di dapatkan darah tinggi sebelumnya dan pasien juga tidak mempunyai riwayat darah tinggi sebelum hamil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. Tekanan darah 140/90 mmHg menurut satgas gestosis dapat disebut sebagai hipertensi. Pasien juga tidak memiliki tanda-tanda preeklamsi ataupun impending eklamsi yang berupa edema pada tibia maupun anasarka, nyeri ulu hati, pandangan mata kabur, ataupun nyeri kepala hebat. Pada pemeriksaan laboratorium juga tidak didapatkan kelainan mulai dari hemoglobin, kadar trombosit, enzim hati, Lactat dehydrogenase (LDH) maupun protein pada pemeriksaan urin rutin.3,7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosa hipertensi gestasional pada kasus sudah tepat. Berdasarkan satgas gestosis, tidak dijelaskan bagaimana pengelolaan hipertensi gestasional. Satgas gestosis hanya menjelaskan terapi pada preeklamsi. Dimana tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah dan Menghindari
pemberian obat-obat yang membahayakan janin.1,6 Adapun Indikasi pemberian antihipertensi adalah6, 1) Risiko rendah hipertensi yaitu ibu sehat dengan tekanan darah diastolik menetap ≥100 mmHg serta dengan disfungsi organ dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, 2) Obat antihipertensi yaitu pilihan pertama ialah obat antihipertensi golongan a2- agonis sentral yaitu Methyldopa dengan dosis 0,5–3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis, pilihan kedua ialah obat antihipertensi golongan calsium channel blocker, yaitu Nifedipine dengan dosis 30–120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine harus diberikan per oral). Adapun Sikap terhadap kehamilan6 pada hipertensi kronik ringan adalah dengan konservatif yaitu dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm dan pada hipertensi kronik berat adalah dengan Aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi), anestesi : regional anestesi. Pada kasus ini pemberian Nifedipine 3x10 mg dan rencana partus pervaginam sudah tepat, namun pemberian MgSO4 secara drip tidak sesuai dengan satgas gestosis. Karena berdasarkan satgas gestosis MgSO4 mulai diberikan pada kasus preeklamsi berat dengan syarat yaitu refleks patella positif, frekuensi pernafasan ≥16 kali /menit, produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100 cc; 0,5 cc/kgBB/jam, terdapat antidotum dari MgSO4 yaitu Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.6 Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan MgSO4 pada kasus ini kurang tepat. Pada kasus ini pasien memenuhi syarat pemberian MgSO4 namun tidak terdapatnya indikasi yakni preeklamsi berat.3,5 Pada kasus pasien direncanakan untuk partus pervaginam, namun bayi dilahirkan secara ekstraksi vakum karena pasien pada kasus ini tidak dapat mengedan dengan baik karena ibu sudah kelelahan sebelumnya. Berdasarkan teori indikasi dilakukan ekstraksi vakum adalah kelelahan ibu, partus tak maju, gawat janin yang ringan, preeklamsi, ibu (memperpendek persalinan kala II, penyakit jantung kompensasi, penyakit fibrotik), janin (adanya gawat janin), waktu (kala persalinan lama).10 Sedangkan syarat boleh dilakukannya ekstraksi vakum adalah pembukaan lengkap, presentasi belakang kepala, ketuban sudah pecah, cukup bulan (tidak premature), tidak
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|147
Wirda| Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional
ada kesempitan panggul, anak hidup dan tidak gawat janin, penurunan hodge II/III, kontraksi baik, ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan.10 Pada kasus syarat untuk dilakukannya vakum memang terpenuhi, namun tidak ada indikasi dilakukannya vakum, sehingga penggunaan ekstraksi vakum pada kasus tidak sesuai dengan kasus. Secara klinis, pada pasien ini terdapat perbaikan sehingga prognosis quo ad vitam adalah ad bonam. Secara fungsional, dubia ad bonam, quo ad sanationam adalah dubia ad bonam. Simpulan Diagnosa hipertensi gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan namun tidak ditemukan proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transient bila tidak berkembang menjadi preeklamsi dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu post-partum. Pengobatannya tidak dijelaskan secara spesifik menurut satgas gestosis, namun dapat diberikan antihipertensi bila memenuhi indikasi, serta tatalaksana terhadap terminasi kehamilannya adalah konservatif, yang sedapat mungkin diusahakan pervaginam. Daftar Pustaka 1. Angsar MD. Hipertensi dalam kehamilan ilmu dalam kebidanan sarwono prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. 2. Davies GAL, Maxwel C, McLeod L. Obesity in pregnancy. Dalam: SOGC Clinical Practice Guideline. JOGC FEVRIER; 2010. 3. American Congress of Obstetricians and Gynecologists. Diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia. ACOG: Practise Bulletin; January 2002. hlm. 33. 4. Cunningham FG, Leveno KJ. Management of preeclampsia. Dalam: Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesley’s hypertensive disoders in pregnancy. Edisi ke-2. Stamford, Connecticut, USA: Appleton & Lange; 2010. hlm. 543-80. 5. Cunningham FG, Gant N, et al. William obstetrics. Edisi ke-21. McGraw-Hill: J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|148
6.
7.
8.
9. 10.
Medical Publishing Division; 2001. hlm. 567-618. Satuan Petugas Gestosis Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Panduan pengelolaan hypertensi dalam kehamilan di indonesia. Jakarta: Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2010. Baker PN, Kingdom J. Pre-ecclampsia : Dalam: Current perpectives on management. New York: The Parthenon Publishing Group; 2004. hlm. 133-43. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. Manuaba IBG, Manuaba IAC, dan Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007. Prawirohardjo, S. Ilmu kebidanan. Edisi ke3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006.