KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI SISTEM

Download Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabelhanya mencapai 56% dari 33 or...

1 downloads 615 Views 208KB Size
KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL KELAS X SMA Syarifah Yurianti, Edy Yusmin, Asep Nursangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNTAN Email : [email protected]

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal yang disajikan dalam bentuk cerita, gambar dan simbol pada materi sistem persamaan linear dua variabel kelas X di SMA Negeri 7 Pontianak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian survei. Sampel penelitian ini adalah 33 orang siswa. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita hanya mencapai 27,27%; kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal gambar mencapai 69,7% dan kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal simbol hanya mencapai 18,18%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabelhanya mencapai 56% dari 33 orang siswa sehingga kemampuan siswa dalam bernalar masih kurang baik. Kata Kunci : Kemampuan Penalaran Matematis Abstract : This research aims to know the students’ mathematical reasoning abilities in solving the problem which is presented in word problems, pictures, and symbols on the material oflinear equations in two variables system on class Xin SMA Negeri7 Pontianak. The method of the research was Descriptive Method in form of survey research. The sample of the research was 33 students. The result of the data analysis showed that the abilities of the students’ mathematical reasoning abilities in solving the problem which was presented in word problems only achieved 27,27 % ; the students’ mathematical reasoning abilities in solving the problem which was presented in pictures achieved 69,7 %, and the students’ mathematical reasoning abilities in solving the problem which was presented in symbols only achieved 18,18 %. It showed that the students’ mathematical reasoning abilities on the material of linear equations in two variables system only reached 56 % from 33 students so that the students’ abilities in reasoning was not satisfying enough. Keywords : Mathematical Reasoning Ability

P

enalaran sebagai istilah yang diterjemahkan darireasoning merupakan suatu standar kemampuan matematis yang memiliki kaitan erat dengan matematika. Penalaran matematis adalah kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didikmulai dari sekolah dasar untuk membekalikemampuan berpikir logis,analitis,sistematis,kreatif serta kemampuan bekerjasama. Penalaran matematika adalah suatu proses berpikir dari berbagai pengembangan wawasan dalam suatu fenomena. Alasan orang berpikir cenderung dari berbagai pola, struktur, atau regulitas di dunia nyata dan simbolis situasi benda. Oleh karena itu, bukti matematika cara formal mengungkapkan jenis tertentu dari penalaran (Van De Walle, dkk, 2010:350). Menurut Ross (dalam Rochmad 2008) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting daripembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contohcontoh tanpa mengetahui maknanya. Menurut Suherman (2005:159), Penalaran matematika adalah suatu kegiatan menyimpulkan fakta,menganalisa data, memperkirakan,menjelaskan dan membuat suatu kesimpulan.Sebagai kegiatan berpikir penalaran mempunyai ciriciri sebagai berikut: (1) adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut Logika.Dengan kata lain, tiap penalaran mempunyai sitem berpikir formal sendirisendiri untuk menarik kesimpulan, (2) proses berpikir bersifat analitik. Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang menggunakan logika alamiah. Proses bernalar terbagi menjadi penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif menurut Barnes dan Nobel merupakan suatu metode penarikan kesimpulan yang sangat valid. Ini berarti bahwa kesimpulan yang diperoleh dengan menggunakan penalaran deduktif merupakan hasil dari kumpulan fakta atau data yang diketahui sebelumnya. Aturan penarikan kesimpulan dengan menggunakan penalaran deduktif lebih kuat.Ini berarti jika sebuah argumen valid dan anggapannya benar maka kesimpulannya akan dijamin benar. Jika dalam penarikan kesimpulan bernilai salah, maka yang salah bukan aturannya tetapi ada premis yang salah. Penalaran induktif adalah proses berpikir berupa penarikan kesimpulan yang bersifat umum atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus. Adapun Indikator dari penalaran induktifadalahmenjelaskan keterkaitan antar konsep matematika dan menarik kesimpulan logis dari hubungan antar konsep dengan situasi matematis(Shadiq, 2007:13). Pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Suryadi dalam Saragih (2007:4) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.Hasil penelitian Soemarmo (1987: 297) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam pemahaman dan penalaran matematik siswa masih rendah. Siswa masih banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional dan berpikir, artinya siswa mengalami kesukaran dalam tes penalaran deduktif dan induktif. 1

Dalam pembelajaran matematika penalaran matematis erat kaitannya dengan materi matematika .Menyajikan matematika dalam pembelajaran dapat diberikan melalui pengalaman langsung,dengan berbagai ilustrasi kongkrit, semi kongkrit,semi abstrak serta secara abstrak atau simbolik.Sajian materi matematika sangat bermanfaat bagi siswa yang heterogen. Siswa dalam belajar terlibat aktif mentalnya, dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan dan siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya. Menurut Guilford, ada empat kategori yang dipergunakan untuk menyampaikan atau menerima suatu ide/gagasan yaitu figural (model atau gambar), semantik (verbal atau kata-kata), simbolik dan tingkah laku (behavioural). Lesh, Post dan Behr berpendapat bahwa pengungkapan ide-ide matematika dengan menggunakan berbagai modus, seperti bahasa lisan, bahasa tulis, simbol, gambar, diagram, model, grafik atau menggunakan anggota fisik dikatakan sebagai penyajian ide. figural

Semantik

Simbolik

Diagram 1 : Alur Penyajian Ide/gagasan dalam Matematika Gambar Penyajian Ide Matematis Menurut Ball dan Sleep (dalam terjemahan Bahr and de Gracia, 2010:6), matematika adalah bahasa, dan penggunaan dari bahasa adalah dasar dari kecakapan matematis. Berbagai ide-ide matematis dapat muncul melalui gambar seperti menerapkan prinsip-prinsip bermatematika. Dengan demikian, memunculkan ide-ide matematika melalui gambar sangat baik dalam mengaplikasikan konsep-konsep sistem persamaan linear dua variabel(spldv). Menurut Krummheuer (dalam Brodie 2009:11), The Product of a reasoning process is a text,either spoken or written which present warrants for a conclusion that is acceptable within the community that is producing the argument. Yang artinya, Penalaran adalah suatu proses dalam teks, baik lisan ataupun tulisan yang disajikan untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima siswa dalam menghasilkan suatu argument.Selain itu, Krummheuer mengatakan bahwa ide penalaran matematika melibatkan kreativitas, penemuan, dan komunikasi yang berpusat pada pembelajaran. Van De Walle (dalam terjemahan, 2007: 102), bahwa simbol merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Karena itu, penggunaan simbol harus digunakan dan merupakan hal tidak dapat diabaikan sebab banyak ditemukan dalam soal-soal matematika yang tidak terlepas dari penggunaan simbol-simbol.Oleh karena itu, 2

salah satu cara yang terbaik untuk mengetahui penalaran matematis siswa dalam adalah memfokuskan pada penggunaan simbol-simbol. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk melihat kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam sajian cerita, sajian gambar dan sajian symbol khususnya materi sistem persamaan linear dua variabel karena sistem persamaan linear dua variabel ini akan diterapkan juga untuk materi selanjutnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodedeskriptif yang melibatkan kemampuan penalaran matematis siswa.Bentuk penelitian ini adalah penelitian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 7 Pontianak yang berjumlah33 orangsiswa.Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Mipa IV yang berjumlah 33 orang siswa.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling berdasarkan pertimbangan guru mata pelajaran. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik pengukuran berupa tes tertulis (tes kemampuan penalaran) berbentuk uraian dan teknik komunikasi langsung berupa wawancara. Instrumen penelitian divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Matematika dan dua orang guru SMA Negeri 7 Pontianak dengan hasil validasi bahwa instrumen yang digunakan valid. Kemampuan penalaran siswa akan dilihat dengan dua sajian data yaitu data skor dan data kemampuan bernalar. Data skor diperoleh dengan melakukan penskoran berdasarkan indikator penalaran yang telah dibuat dengan rentang skor 0 samapi 4. Selanjutnya data tersebut akan dipersentasekan dari skor maksimum 132. Data kemampuan bernalar dapat dilihat dengan hasil penarikan kesimpulan siswa yaitu jawaban benar atau salah. Selanjutnya data tersebut dipersentasekan dari jumlah siswa yaitu 33 orang. Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1) Persiapan, 2) pelaksanaan, 3) tahap akhir. Tahap Persiapan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan, antara lain: (1) Menyusun desain penelitian, (2) Membuat instrumen penelitian berupa kisi-kisi tes, soal tes penalaran matematis,kunci jawaban dan rubrik penilaian, (3) Melakukan validasi instrumen penelitian, (4) Merevisi instrumen penelitian berdasarkan hasil validasi, (5) Mengadakan ujicoba soal tes, (6) Menganalisisi hasil data ujicoba soal tes, (7) Merevisi instrumen penelitian berdasarkan hasil ujicoba. Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, antara lain: (1) mem berikan tes kemampuan penalaran matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel, (2) Menganalisis jawaban siswa, (3) Mewawancarai enam orang siswaberdasarkan kemampuan di masing-masing sajian soal yang diberikan untuk mendukung jawaban siswa.Langkah-langkah wawancara yang akan dilakukan sebagai berikut : 3

Memilih siswa yang akan diwawancara kemampuan di masing-masing sajian soalyaitu sajian cerita, sajian gambar dan sajian simbol - Memberi soal atau menunjukkan pekerjaan tes hasil belajar yang akan dikerjakan - Meminta siswa untuk mencermati hasil pekerjaan mereka - Mengadakan dialog dengan siswa, Tahap Akhir Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, antara lain : (1) Menganalisis data yang diperoleh dari tes kemampuan penalaran matematis yang diberikan, (2) Mendeskripsikan hasil analisis data dan memberikan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah, (3) Menyusun laporan penelitian -

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada satu kelas X di SMA Negeri 7 Pontianak. Melalui teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling berdasarkan pertimbangan guru mata pelajaran yang bersangkutan maka terpilihlah kelas X MIPA IV sebagai kelas sampel. Pada kelas sampel ini akan diberikan perlakuan berupa tes kemampuan penalaran matematis pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Sampel penelitian berjumlah 33 siswa orang. Dari hasil penelitian ini diperoleh kelompok data yaitu data tes kemampuan penalaran matematis. Data dari hasil penelitian ini yaitu berupa hasil penalaran siswa yang pengumpulan datanya menggunakan instrumen berupa soal tes uraian sebanyak 6 soal yang berupa soal uraian dengan skor antara 0 sampai 4. Hasil skor kemampuan penalaran dapat disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Deskripsi Hasil Analisis Tes Keterangan Jumlah Skor Rata-rata Skor Jumlah Nilai Rata-rata Nilai Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah Benar pada Sajian Cerita(SC) Persentase Benar pada Sajian Cerita Jumlah Benar pada Sajian Gambar(SG) Persentase Benar pada sajian Gambar Jumlah Benar pada Sajian Simbol(SS) Persentase Benar pada Sajian Simbol

Nilai 476 14,42 1983,33 60,1 87,5 11 9 27,27 % 23 69,7 % 6 18,18 %

4

Untuk mengetahui kemampuan bernalar siswa terhadap materi SPLDV dapat terlihat pada indikator penalaran yang selanjutnya dilakukan penskoran yang merupakan data siswa berupa penguasaan indikator penalaran. Selanjutnya kemampuan bernalar siswa terlihat saat siswa benar dalam menjawab yaitu siswa menarik kesimpulan dengan tepat pada tiap sajian soal. Apabila siswa bisa menarik kesimpulan secara tepat maka siswa dikatakan mampu bernalar dengan benar. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat 9 siswa yang mampu bernalar dengan benar pada sajian soal cerita, 23 siswa mampu bernalar dengan benar benar pada sajian soal gambar dan 6 siswa mampu bernalar dengan benar pada sajian soal simbol. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada sajian soal cerita, siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 27,27 % dan persentase skor yang diperoleh adalah sebesar 68,18 % ; pada sajian soal gambar, siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 69,7 dan persentase skor yang diperoleh adalah 67,42 % selanjutnya pada sajian soal simbol, siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 18,18 % dan persentase skor yang diperoleh adalah 50 %. Jadi, berdasarkan interval kemampuan penalaran matematis siswa pada tabel 2 dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan kemampuan penalaran matematis siswa tergolong rendah. Tabel 2 Deskripsi Hasil Analisis Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Soal Cerita (SC) Soal Gambar (SG) Soal Simbol (SS)

Persentase Skor (%)

Persentase penalaran (%)

68,18 67,42 50

27,27 69,7 18,18

Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 7 Mei 2014 sampai dengan tanggal 12 Mei 2014 pada kelas X MIPA IV di SMA Negeri 7 Pontianak. Peneliti memberikan tes kemampuan penalaran matematis untuk melihat bagaimana siswa bernalar dalam menyelesaikan soal yang disajikan dalam bentuk cerita, gambar dan simbol. Sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melihat kemampuan penalaran matematis siswa dengan memberikan soal dalam sajian cerita, gambar dan simbol. Berdasarkan hasil yang dikerjakan oleh salah satu siswa SMA Negeri 7 Pontianak, terdapat beberapa kesulitan yang dialami siswa dikarenakan soal yang disajikan bervariasi. Untuk melihat kemampuan bernalar siswa maka diberikan tes kemampuan penalaran sebanyak 6 soal berupa soal essay dengan masing-masing 2 soal merupakan soal yang berbentuk cerita, gambar dan simbol. Soal essay ini diberikan bertujuan untuk melihat secara lengkap bagaimana siswa bisa menarik kesimpulan tepat dengan memberikan alasan dan melakukan perhitungan yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan. Siswa dikatakan mampu bernalar dengan benar apabila siswa mampu menarik kesimpulan dengan tepat dan sesuai dengan solusi yang dikerjakannya. 5

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dari 33 siswa yang mengikuti tes, hasil kemampuan bernalar siswa secara keseluruhan adalah 56% yang terdiri dari 27,27% pada sajian cerita; 69,7% pada sajian gambar dan 18,18% pada sajian simbol. Berdasarkan interval kemampuan penalaran yang telah dibuat dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran siswa masih tergolong rendah. Rendahnya skor yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes kemampuan penalaran ini sesuai dengan kemampuan bernalar siswa dalam menjawab benar atau salah dari masing-masing soal yang diberikan.Secara keseluruhan persentase skor yang diperoleh siswa adalah 60,1 % dari skor maksimum yaitu 132 dan persentase penalaran yang diperoleh siswa adalah sebesar 56 % dari 33 siswa. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu, yaitu Suryadi (2007) dan Fredy (2013). Berdasarkan pengamatan di lapangan, diduga yang menyebabkan rendahnya kemampuan bernalar siswa adalah sajian-sajian soal yang diberikan sangat klasik yaitu tidak bervariatif sehingga siswa tidak mampu menggali penalaran mereka dengan memberikan alasan yang sesuai dan menarik kesimpulan dengan tepat atas solusi pengerjaan yang dilakukannya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, siswa lebih cenderung mampu bernalar dengan benar pada sajian gambar maka kemampuan bernalar siswa masih rendah karena sesuai dengan teori piaget yaitu masih berada pada tahap semi kongkrit. Hal ini tidak sesuai dengan kemampuan siswa menengah atas yang seharusnya sudah berada pada tahap abstrak. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti untuk melihat kesesuaian jawaban siswa juga menunjukkan bahwa siswa cenderung mampu bernalar dengan benar saat diberikan soal dalam sajian gambar karena soal yang diberikan terlihat mudah tetapi tetap memperhatikan bagaimana cara mereka bernalar karena soal yang diberikan tidak secara langsung membuat siswa melakukan perhitungan.Sajian soal yang diberikan guru juga merupakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan bernalar siswa sehingga siswa yang malas berpikir tidak akan mengerjakan soal yang menurut mereka terlihat aneh padahal soal yang diberikan sesuai dengan materi yang sudah mereka pelajari. Menurut Guilford, ada empat kategori yang dipergunakan untuk menyampaikan atau menerima suatu ide/gagasan, yaitu :(1) Figural (Model atau gambar) , (2) Semantik (Verbal atau kata-kata), (3) Simbolik dan (4) Tingkah laku (Behavioral). Namun tiga kategori secara umum dipergunakan untuk menyajikan atau mengkomunikasikan ide/gagasan dalam matematika. Dalam penyajian ide/gagasan (definisi atau teorema) dalam matematika dapat dimulai dari Figural, Semantik dan Simbolik atau Semantik, Figural dan Simbolik atau sebaliknya. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap enam orang siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda, diperoleh informasi yang lebih rinci mengenai permasalahan yang dihadapi siswa ketika diberikan soal dengan beragam representasi mengenai sistem persamaan linear dua variabel yang mengkaji kemampuan penalaran matematis siswa dalam dalam menyelesaikan soal berbentuk cerita, gambar dan simbol yang di antaranya :

6

1). Siswa kurang mampu menyelesaikan soal penalaran berbentuk cerita yaitu siswa kurang mengetahui hubungan yang terdapat dalam konsep satu dengan konsep lain yang ditanyakan melalui soal cerita. 2). Siswa dapat menyelesaikan soal penalaran berbentuk gambar, dan dapat mengetahui hubungan yang terdapat dalam konsep gambar satu dengan konsep gambar dua, namun siswa kurang baik dalam memberikan alasan untuk menunjukkan hubungan antar gambar yang telah disediakan. 3) Dalam menyelesaikan soal penalaran berbentuk symbol, siswa terlihat kurang mampu mengidentifikasi konsep sistem persamaan linear dua variabel yang akan digunakan dalam perhitungan, masih belum dapat menghubungkan persamaan-persamaan linear dua variabel untuk memberikan alasan atas jawaban yang diberikan. 4). Mengenai soal yang disajikan dalam bentuk gambar, sebagian besar siswa kurang mampu menggambarkan permasalahan matematika yang terdapat dalam soal berupa bentuk gambar beserta unsur-unsur sistem persamaan linear dua variabel yang disajikan dalam bentuk gambar. Akibatnya ada beberapa siswa yang salah memilih strategi penyelesaiannya yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan yang ditanyakan dalam soal. 5). Dalam menyatakan hubungan keterkaitan antara konsep yang terdapat dalam masalah yang disajikan berdasarkan soal cerita, gambar dan simbol siswa juga masih belum bisa menyelesaikannya dengan baik dan menjelaskan pemahamannya terhadap masalah yang ditanyakan. Sajian soal yang diberikan yaitu sajian cerita, gambar dan simbol harus mengandung pertanyaan yang menuntut siswa untuk menarik kesimpulan agar dapat terlihat bagaimana proses siswa bernalar. Hasil analisis data yng diperoleh yaitu kemampuan bernalar siswa cenderung lebih baik pada sajian gambar juga bisa disebabkan oleh pertanyan-pertanyaan pada soal dalam bentuk gambar lebih menuntut siswa untuk menarik kesimpulan dan tidak membuat siswa terbebani dalam mengerjakan tes yang diberikan. Sedangkan, pada soal yang disajikan dalam bentuk cerita dan simbol hanya melihat hasil akhir dari permasalahan siswa tanpa membagi pertanyaan utuk menuntut siswa dalam menarik kesimpulan. Untuk mencari informasi lebih dalam mengenai masalah yang dihadapi siswa peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada guru bidang studi yang terkait setelah mendapatkan hasil tes kemampuan penalaran matematis siswa yang kurang maksimal. Guru berpendapat bahwa siswa masih sulit dalam menyelesaikan soal-soal yang sajiannya lebih bervariatif, apalagi dalam menyelesaikan soal-soal yang berbeda dengan soal yang biasa mereka kerjakan. Ini dikarenakan siswa malas dalam mencoba latihan soal-soal, siswa terlalu terpaku dengan apa yang guru berikan. Selain itu siswa malas untuk membaca soal lebih dari satu kali sehingga siswa terkadang belum memahami maksud soal namun sudah mengerjakan tanpa berpikir kreatif dan hanya asal-asalan dalam menjawab soal. Guru juga mengatakan bahwa penyakit lupa selalu jadi faktor utama siswa jika diberikan tes yang materinya sudah dipelajari (materinya sudah lewat). Seringnya mengejar target materi dikarenakan waktu yang sudah mendekati ulangan umum semester juga merupakan penyebab terabaikannya kemampuan 7

penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal yang lebih bervariatif karena membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyajikan ide matematis yang bervariatifhal itu menyebabkan siswa kurang mampu memberikan alasan yang tepat serta bisa menarik kesimpulan secara logis atas jawaban yang telah dikerjakan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan masalah, hasil analisis data, wawancara serta pembahasannya maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal berbentuk cerita adalah sebesar68,18% dari skor maksimum 132 dan siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 27,27 % dari 33 orang siswa, (2)kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal berbentuk gambar adalah sebesar 67,42 % dari skor maksimum 132 dan siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 69,7% dari 33 orang siswa, (3) Kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal berbentuk simbol adalah sebesar 50 % dari skor maksimum 132 dan siswa mampu bernalar dengan benar sebesar 18,18 % dari 33 orang siswa. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut : (1) sebelum melaksanakan penelitian, sebaiknya peneliti meminta kesediaan guru mata pelajaran untuk ikut serta dalam mengawasi siswa saat penelitian agar suasana kelas lebih kondusif, (2) untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa sebaiknya waktu yang tersedia lebih memadai agar pelaksanaan penelitian tidak terburu-buru, (3) untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, disarankan instrumen tes disiapkan dengan memberikan instrumen yang menuntut kemampuan bernalar siswa (menarik kesimpulan) dengan memberikan alasan yang sesuai dengan penarikan kesimpulan, (4) bagi peneliti lainnya, diharapkan dapat melaksanakan penelitian lanjutanberupa penelitian eksperimental dengan memberikan perlakuan untuk menggali kemampuan penalaranmatematis siswa yang bertujuan untuk memperbaiki serta meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. DAFTAR RUJUKAN Albert,dkk . 2010. Mathematical for Elementary Teachers. New York : Higher Education Barnes dan Nobel, Inductive and Deductive Reasoning.http://www.Sparknotes. com/math/geometry3inductiveanddeductivereasoning/html.Diakses tanggal 10 April 2014 8

Bahr, Damon L and Garcia, Lisa Ann de. 2010. Elementary Mathematics isAnything but Elementary: Content and Methods from a Development Perspective. USA: Wadsworth, Cengage Learning Brodie, K 2009 .Teaching Mathematical Reasoning SchooLClassroomsJohannesburg : Springer

in

Secondary

Guiilford.j.p. 1967. The Nature of Human Intelligence, new york : Mcgraw_hill Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Rif’at, M . 2009. Pendidikan Matematika dari Perspektif Mengajar dan Belajar. Pontianak : Romeo Mitra Grafika Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. (Online).bundaiza.files.wordpress.com/komunikasi

matematik_dan

pm_ prosidin/ Diakses 17 Februari 2014 Shadiq,Fadjar,2004.Pemecahanmasalah,PenalarandanKomunikasi. (Online).http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pd f/dikunjungi 20desember 2013 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta Suherman, E. 1993. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Sumarmo, U. 1987. Kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logik siswa dan beberapa unsur proses belajar mengajar (Disertasi). (Online). File upi.edu/Direktori/.../Vol.../6_Yanto_Permana_Layout2rev.pdf/.diakses 12 Februari 2014 Van De Walle, John A, dkk. (2007). ElementaryAnd Middle School Mathematics Teaching Developmentally,7th Edition.New York: Pearson Education

9