KEMUNDURAN KESUBURAN TANAH

Download resapan hutan dan lahan pertanian di sekitarnya berada di atas ambang batas baku mutu ..... Vol XVIII (4), 1993: PPC: berkah atau bencana. ...

0 downloads 508 Views 281KB Size
1

Yth.: Bapak Rektor Universitas Brawijaya, Ibu-Ibu/Bapak-Bapak Anggota Senat Universitas Brawijaya, Dewan Penyantun Universitas Brawijaya, serta Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, dan para Undangan yang saya Muliakan

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kita semua berada dalam keadaan sehat wal afiat. Pada kesempatan yang berbahagia ini, pertama-tama izinkanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Rektor dan para Anggota Senat, yang telah berkenan memberi kepercayaan kepada saya untuk menyampaikan pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan saya sebagai Guru Besar Madya, bidang Ilmu Kimia Tanah, pada Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Demikian pula, kepada para hadirin yang telah sudi meluangkan waktu untuk datang dan berkenan mengikuti acara pengukuhan ini, diucapkan banyak terima kasih. Sesuai dengan bidang yang saya tekuni, maka saya akan mencoba mengangkat suatu permasalahan berkaitan dengan upaya peningkatan produksi tanaman pertanian, di daerah tropika basah umumnya dan Indonesia khususnya. Adapun topik yang akan saya kemukakan adalah berjudul: Strategi Penanggulangan Masalah Kesuburan Tanah dalam Rangka Mengamankan Produksi Tanaman Pertanian.

2

Pengertian Tanah Subur Hadirin yang saya hormati, Berbicara tentang tanah subur, bukanlah merupakan hal baru. Jauh sebelum peradaban manusia berkembang, nenek moyang kita telah mengetahui arti tanah subur. Saat itu, manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berburu, menangkap ikan, dan mencari hasil hutan yang dapat dimakan.

Dari pengalaman mereka hidup

berpindah-pindah (nomaden), diketahui bahwa tumbuhan penghasil bahan pangan tumbuh subur di tepi-tepi sungai, di lembah-lembah, di kaki pebukitan, di tempattempat bekas timbunan serasah, bekas tumpukan kotoran binatang, dan sebagainya. Mereka menyadari bahwa, seperti halnya manusia dan binatang, tumbuhan pun memerlukan makan dan minum agar dapat hidup. mengerti makanan apa yang diperlukan;

Hanya saat itu mereka belum

juga belum mengetahui bagaimana cara

tumbuhan tersebut makan ataupun minum. Setelah terpaksa untuk hidup menetap, mulailah mereka menanam tumbuhan penghasil pangan di sekitar pemukiman. Dari pengalaman "bercocok tanaman" musim ke musim, diketahui bahwa produksi terus berkurang; sehingga mereka harus berupaya agar produksi tetap tinggi. Mereka mencoba memberikan tanah yang diambil dari tepi sungai, atau bekas tumpukan sampah, atau bekas kotoran binatang; selain juga mereka melakukan pemberian air. Tindakan ini sebenarnya merupakan awal pembudidayaan tanaman dengan memperhatikan kesuburan tanah dan pemupukan. Pengetahuan tentang kesuburan tanah dari waktu ke waktu terus bertambah, sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu dasar, seperti: biologi, kimia, fisika, geologi, mineralogi, dan lain-lain yang berkaitan. Namun dilemanya, hingga saat ini pengertian

3

tentang "tanah subur" belum sepenuhnya difahami dan dimengerti oleh kebanyakan petani ataupun masyarakat umumnya. Banyak petani beranggapan bahwa tanah mereka subur setelah diberi pupuk atau diolah;

di pihak lain masyarakat seringkali

mengartikan tanah subur dengan produksi tinggi. Padahal, tanah subur tidak selalu menjamin produksi tinggi;

karena masih ada faktor lain yang ikut menentukan.

Ilustrasi dalam Gambar 1 menunjukkan bahwa, produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dengan tanah subur, varietas unggul, iklim cocok, dan pengelolaan yang baik. Pengertian ini perlu dicamkan dalam praktek sehari-hari.

Pengelolaan Iklim

Tanaman

Tanah

Gambar 1. Tanah Sebagai Faktor Produksi Tanaman

4

Apakah yang disebut tanah subur?

Secara garis besar suatu tanah dikatakan subur bila sifat-sifat kesuburan (fisik, kimia, dan biologis) mendukung pertumbuhan serta produksi tanaman; dengan catatan faktor-faktor tanaman, iklim, dan pengelolaan tidak menjadi pembatas dan pada kondisi optimal. Dalam pemahaman sifat kesuburan tanah, pengertian tentang sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah ini penting diketahui. Beberapa sifat fisik tanah yang seringkali dikaitkan dengan kesuburan, adalah: struktur, kemantapan agregat, daya pegang (retensi) air, drainase, aerasi, dan lain-lain. Sifat-sifat ini bertanggung jawab terhadap penyediaan udara dan air bagi pertumbuha tanaman. Kecukupan unsur hara berkaitan dengan sifat kimia tanah, karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman berupa unsur-unsur kimia. Interaksi antara sifat fisik dan kimia dikenal sebagai sifat fisiko-kimia, meliputi: reaksi tanah (pH), potensial reduksioksidasi (Eh), kapasitas tukar kation (KTK), dan persentase kejenuhan basa (KB); seringkali dijadikan parameter kemampuan tanah dalam menyediakan medium dan unsur hara. Selanjutnya, sifat biologi tanah bertanggung jawab terhadap kehidupan jazad mikro maupun makro tanah. Keberadaan jazad-jazad ini sangat penting dalam proses perombakan (dekomposisi dan mineralisasi) bahan organik, perubahan (transformasi) senyawa-senyawa inorganik, berkaitan dengan siklus perharaan dan ketersediaan unsur hara. Ketiga sifat penentu kesuburan tanah di atas tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan berinteraksi satu sama lain. Secara umum, Young (1980) mengelompokkan sifat-sifat tersebut seperti disajikan dalam Tabel 1.

5

Tabel 1. Berbagai Sifat Tanah dan Relevansinya dengan Kondisi Kesuburan (Young, 1980)

Kondisi Kesuburan Fisik: -Perakaran: Kedalaman Efektif -Penetrasi akar -Kelembaban: Drainase Retensi (daya pegang air) -Ketahanan Erosi: Perharaan Tanaman: -Status Hara Tersedia (tersedia dan cadangan)

-Kapasitas Retensi (unsur-unsur hara semua tersedia)

Sifat Tanah yang Relevan

Kedalaman terhadap batuan lapuk, laterit, garis batu-batuan, padas lunak. Tekstur, struktur, konsistensi. Kedalaman air tanah, permeabilitas, Kapasitas lapangan, titik layu, kapasitas air tersedia, tekstur (tidak langsung). Permeabilitas, struktur, bahan organik (tidak langsung). Kandungan N, nisbah C/N, K dan P-tersedia,kandungan hara lain, mineral dapat lapuk, P dan K total, bahan organik (tidak langsung). Kapasitas Tukar Kation (KTK), reaksi tanah (pH), tekstur dan bahan organik (tidak langsung).

Kimia: -Sifat Kompleks Pertukar- Reaksi tanah (pH), persen kejenuhan basa an (PKB), basa-basa dapat dipertukarkan (K, Na, Ca, Mg-dd). -Salinitas dan Bentuk Me- Garam laut, Na-dd (%), bahan kapur. racun Lain -Bahan Organik Kandungan karbon organik, nisbah C/N.

6

Evaluasi Status Kesuburan Tanah: Untuk mengetahui status kesuburan tanah, perlu dibedakan dua pengertian dasar, yaitu:

kesuburan potensial dan kesuburan aktual.

Kesuburan potensial,

merupakan kondisi alami berkaitan dengan kesuburan jangka panjang dan umumnya sulit diubah, atau bila dapat diubah maka memerlukan masukan tinggi; contohnya: topografi, kedalaman efektif, tekstur, mineral liat, dan sebagainya. Sedang kesuburan tanah aktual, merupakan kondisi kesuburan dalam jangka pendek dan berubah-ubah setiap musim tanam, misalnya status unsur hara tersedia yang dapat dikaitkan dengan pH, Eh, KTK, kadar bahan organik, pemberian kapur, dan sebagainya.

Pada

pengertian lain, debu gunung berapi bila ditinjau dari segi penyediaan unsur hara memberikan kesuburan potensial tinggi, tetapi kesuburan aktual rendah. Selain dua istilah di atas, ada pula istilah

kapasitas dan intensitas

penyediaan unsur hara. Kapasitas penyediaan hara menyangkut kemampuan tanah dalam menyuplai jumlah hara semasa pertumbuhan tanaman; sedangkan intensitas menunjukkan kemampuan tanah dalam menyuplai hara secara kontinyu sesuai fase pertumbuhan. Ada empat kemungkinan status kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman, yaitu: (1) kapasitas dan intensitas besar, (2) kapasitas besar, intensitas kecil, (3) kapasitas kecil, intensitas besar, dan (4) kapasitas dan intensitas kecil.

Beberapa jenis tanah mineral, seperti Aluvial (Inceptisols) dan tanah yang

diusahakan secara intensif serta memperoleh bahan organik dan pupuk inorganik cukup, termasuk ke dalam kategori (1). Tanah-tanah bermasalah dalam penyediaan unsur, misalnya fiksasi atau retensi, dapat dimasukkan dalam kategori (2); contoh

7

tanah-tanah Latosol (Oxisols), Podsolik Merah Kuning (Ultisols), Mediteran (Alfisols), dan lain-lain dalam penyediaan unsur fosfor. Tanah-tanah berkadar bahan organik dan liat rendah dapat dimasukkan ke dalam kategori (3), karena kedua komponen ini menentukan kemampuan daya pegang unsur hara (nutrient holding capacity); contohnya Regosol (Entisols). Tanah-tanah termasuk kategori (4) merupakan tanah sangat jelek dan tidak disarankan untuk lahan pertanian, contohnya: Podsolik Merah Kuning (Ultisols) duduk di atas hamparan pasir kuarsa seperti dijumpai di area transmigrasi Pasir Pangarayan Blok E (Riau), dan tempattempat lain di Sumatera dan Kalimantan.

Dalam praktek,

perbaikan kapasitas

penyediaan hara seringkali dilakukan melalui masukan bahan organik;

sedangkan

perbaikan intensitas dilakukan dengan pemberian pupuk inorganik.

Praktek Penggunaan Lahan dan Kesuburan Tanah Sistim Perladangan Berpindah:

Bapak-Ibu yang saya muliakan, Untaian "zamrud katulistiwa" merupakan ungkapan bagi Indonesia yang terdiri dari beribu pulau di katulistiwa, ditutupi hutan belantara dari ujung Barat hingga ke ujung Timur. Demikian pula, pujangga Jawa menyatakan dengan ungkapan: "….Ijo royo-royo, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo…." (artinya kurang lebih:

kesuburan tanah memberikan hasil berlimpah ruah dan membawa

kemakmuran). Apakah tanah hutan tropika basah Indonesia tersebut benar-benar subur?

8

Apabila kita amati dengan seksama daya dukung tanah dalam memenuhi kebutuhan hidup tumbuhan hutan, maka diketahui bahwa hutan lebat di negara kita sebagian besar berada di atas tanah yang tergolong kesuburan rendah, yaitu: Podzolik, Latosol, dan Gambut. Daya dukung tanah-tanah tersebut adalah bersifat semu, karena hutan lebat yang terbentuk tidak lain merupakan hasil suksesi dalam waktu berpuluh, beratus dan bahkan mungkin beribu tahun lalu. Pertumbuhan hutan mewah, merupakan hasil sistim hara tanah - hutan yang bersifat tertutup (close nutrient recycling). Pada kondisi ini, tidak ada kehilangan unsur melalui penguapan, aliran permukan dan erosi, karena permukaan tanah tertutup rapat oleh tajuk pohon; demikian pula pencucian unsur hara ke lapisan tanah lebih dalam dicegah oleh adanya sistim perakaran yang intensif. Daya dukung semu di atas terbukti pada waktu hutan dibuka untuk lahan pertanian. Petani tradisional di negara kita membuka hutan untuk dijadikan ladang dengan cara menebang pohon dan membakar sisa-sisa seresah. Produksi pertanian pada awalnya tinggi karena bahan organik dan unsur hara sisa abu tertinggal dalam tanah. Akan tetapi, musim-musim

berikutnya produksi terus menurun karena tidak ada

tindakan konservasi dan masukan hara melalui pemupukan. Begitu produksi tidak lagi dapat diharapkan, maka ladang ditinggal petani untuk membuka hutan baru. Cara ini dikenal sebagai sistim perladangan berpindah (shifting cultivation). Dampak negatif sistim perladangan berpindah tidak begitu terasa selama siklus pembukaan lahan cukup memberi peluang pemulihan kesuburan tanah, yaitu terbentuk kembali hutan belukar didukung oleh bahan organik yang cukup tinggi. Akan tetapi, dengan pertambahan penduduk, maka siklus pembukaan lahan makin pendek dan

9

ladang yang ditinggalkan berubah menjadi padang alang-alang, dengan hasil akhir tanah menjadi kritis. Pada sistim perladangan berpindah, tingkat penghilangan unsur hara terjadi melalui: (a) Penebangan pohon dan pengangkutan biomas berupa pohon

pada saat

pembersihan lahan (land clearing). (b) Erosi dan aliran permukaan yang dipercepat dengan terbukanya permukaan tanah terhadap air hujan, serta kehilangan permukaan tanah melalui pengolahan. (c) Unsur hara diangkut secara besar-besaran melalui bahan yang di-panen dan sisa panen dibakar. Sistim perharaan tanah - hutan berubah menjadi terbuka (open nutrient recycling), dan kehilangan unsur melalui erosi dan pencucian lebih besar dibandingkan pemasukan. Penelitian Sanches (1979) di Guatemala dan Yurimaguas memberikan gambaran betapa besar penurunan kesuburan tanah setelah hutan dibuka untuk pertanian, seperti disajikan dalam Gambar 2.

Sistim Pertanian Menetap: Hadirin yang saya hormati, Perkembangan taraf berfikir manusia merubah sistim perlakuan terhadap tanah. Penduduk merasa bahwa sistim perladangan berpindah bukanlah merupakan cara yang baik dalam memenuhi kebutuhan hidup;

di samping pertambahan penduduk yang

makin meningkat menyebabkan sistim perladangan berpindah sulit dipraktekkan.

10

Mereka berusaha mempertahankan tanah yang telah dibuka dan mengubah sistim perladangan menjadi sistim persawahan, pada kondisi banyak air.

Hasil (%) 2.9

19

9.7

4.0

100 -

80 -

60 -

40 -

20 -

01 2 3 4 5 6 Padi Gogo (2 ton/tahun)

2 5 Ubikayu (rotasi dengan padi-padian)

1 2 3 4 Panicummaximum (produksi kering tahunan)

1 2 3 Pdi-Jgg-Kdl (total hasil tahunan)

Gambar 2. Pola Penurunan Hasil pada Beberapa Sistim Perladangan Berpindah Tanpa Pemupukan, dengan Jenis Tanah Ultisol (pH 4.0), di Yurimaguas, Peru (Sanchez, 1979)

Kita bersyukur bahwa Indonesia mempunyai tanah seluas kurang lebih 190 juta hektar; dengan distribusi sekitar 13 juta hektar di pulau Jawa dan sisanya 177 juta

11

hektar di luar pulau Jawa (lihat Tabel 2). Dari luasan tersebut 123 juta hektar atau 62 persen berupa lahan kering dan sisanya (67 juta hektar atau 38 persen) lahan tidak bermasalah terhadap kekurangan air (sawah, rawa-rawa, atau pasang surut). Luas baku sawah (tidak termasuk sawah pasang surut) ada sekitar 6.7 juta hektar; terdiri dari 4.6 juta hektar berpengairan, dan 2.1 juta tadah hujan. Lahan sawah berpengairan terdiri dari sawah irigasi teknis seluas 2.0 juta, irigasi ½ teknis 0.9 juta, dan irigasi sederhana (pedesaan) 1.7 juta hektar. Potensi lahan pasang-surut dan lebak kurang-lebih 33.4 juta hektar; terdiri dari lahan pasang surut 20.1 dan lebak 13.3 juta, termasuk lahan gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah yang saat ini sedang dikembangkan (Gaybita, 1997). Potensi lahan pasang-surut dan lebak kurang-lebih 33.4 juta hektar; terdiri dari lahan pasang surut 20.1 dan lebak 13.3 juta, termasuk lahan gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah yang saat ini sedang dikembangkan (Gaybita, 1997). Tabel 2. Luas dan Jenis-jenis Tanah di Indonesia (Satari dan Orvedal, 1968) Jenis Tanah

Organosol + Hidromorf Aluvial Regosol Rendzina Grumosol Mediteran Latosol Podzolik Podzol Kompleks Jumlah

Penyebaran (dalam ribuan ton) Jawa

Luar Jawa

0 2 039 2 575 0 912 2 149 2 921 371 0 1 500

27 727 14 943 768 811 329 5 217 14 249 50 779 2 144 53 196

27 727 16 982 3 343 811 1 241 7 365 17 170 51 150 2 144 54 696

14.54 8.91 1.75 0.43 0.65 3.86 9.00 26.83 2.87 28.68

177 268

190 685

100.00

3 417

Indonesia

Persentase (%)

12

Berdasar pada pengalaman dari generasi ke generasi petani tradisional di Asia telah menunjukkan kemantapan produksi untuk sistim pekarangan di lahan kering (Soemarwoto, 1987), dan padi di lahan sawah. Akan tetapi, pengalaman pembudidayaan tanaman pangan di lahan kering tidak begitu mantap seperti halnya pada lahan sawah. Keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada pangan, di mana pada tahun 1984/1985 mengalami surplus beras, adalah merupakan

contoh

kesuksesan program intensifikasi di lahan sawah. Hal ini tampaknya sulit diperoleh di lahan kering dengan sifat dan ciri sangat berbeda. Tampaknya, lahan sawah cocok untuk kondisi daerah tropika basah. Terbentuknya lapisan tapak bajak (plough pan) pada tanah sawah mencegah kehilangan hara melalui pencucian (leaching) ke lapisan tanah bawah. Tanaman padi dipanen dengan ani-ani dan hanya bagian malai dan gabah yang diangkut sebagai hasil panen; sisanya dikembalikan sebagai bahan organik. Saat pembenaman jerami yang cukup lama membantu memutus siklus hama penyakit. Daya dukung lahan cukup tinggi, diikuti penggunaan tanaman jenis unggul lokal yang tahan terhadap berbagai stres lingkungan. Akibat kemakmuran yang dicapai, pertambahan penduduk melaju makin cepat. Akhirnya, sistim persawahan pun tidak lagi mampu berfungsi sebagai sumber kehidupan yang dapat diandalkan. Meskipun terbukti telah diakui keampuhannya di Asia Tenggara, tidak berarti bahwa lahan sawah sama sekali tidak mengalami permasalahan (Syekhfani, 1993b). Secara alami, kondisi iklim tropika basah dengan curah hujan tinggi dan suhu optimum mendorong berlangsungnya proses perombakan serta penghancuran bahan organik, sehingga proses pencucian hara dan erosi berlangsung secara cepat. Pada keadaan ini

13

degradasi kesuburan tanah (dicirikan oleh kehilangan bahan organik) terjadi dan makin dipercepat dengan makin besarnya tekanan kependudukan, melalui berbagai aspek yang menjurus pada penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan bersangkutan (Koswara, 1979). Sebenarnya hal tersebut tidak akan terjadi bila resep mempertahankan produksi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) di daerah tropika basah yang disampaikan Okigbo (1981) berikut, dapat terpenuhi: (1) Kehilangan unsur hara selama pengusahaan secara kontinyu dikembalikan. (2) Kondisi fisik tanah dipertahankan pada level tepat dengan memasukkan bahan organik yang cukup. (3) Tanah selalu tertutup dan erosi terkontrol. (4) Peningkatan kemasaman

tanah dan defisiensi serta keracunan unsur

selalu

terkontrol; dan (5) Perlindungan terhadap hama, penyakit, dan gulma juga dilakukan secara intensif. Dengan demikian, maka prinsip dasar pengelolaan tanah harus mengacu kepada sistim hutan alami, yaitu perharaan tanah - tanaman pertanian bersifat tertutup (Syekhfani, Guritno, dan Siswanto, 1992).

Sistim Pertanian Modern: Hadirin yang terhormat, Menyadari bahwa daya dukung tanah sawah makin lama makin menurun, maka berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas. Banyak program masukan teknologi kepada petani telah dicoba, dimulai dari Bimas

14

(bimbingan massa) di tahun enam-puluhan, hingga Inmas, Insus, Supra-Insus, dan lain-lain. Salah satu implikasinya, Indonesia mampu mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Keberhasilan penyuluhan menyebabkan petani bersifat "fertilizer minded" (senang pupuk); namun pengetahuan mereka tentang pupuk masih sangat terbatas. Mereka baru mengenal pupuk makro N, P dan K saja, belum mengenal pupuk makro lain (Ca, Mg, S) dan pupuk mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo dan Cl). Bahan organik tidak diberikan ke dalam tanah, diikuti pemupukan yang tidak "seimbang", menimbulkan

gejala

"tanah sakit",

dengan berbagai implikasi seperti sulitnya

meningkatkan produksi (levelling off), kekahatan unsur hara makro sekunder (Mg, S) atau unsur mikro (Zn, Cu), serta keracunan akibat kelebihan unsur mikro (Fe, Mn, Al). Meskipun teknologi pertanian makin maju, tanah yang mendapat perlakuan terus menerus dapat mengalami titik jenuh. Penggunaan pupuk inorganik secara terus menerus berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisiko-kimia; tetapi tidak berpengaruh terhadap sifat fisik karena pengolahan tanah sawah akan meniadakannya (Syekhfani, 1991b). Tekanan-tekanan kehidupan akibat daya dukung lahan makin rendah, menyebabkan pengambilan kebijakan memindahkan sebagian penduduk dari daerah padat ke daerah kurang padat.

Program transmigrasi dalam beberapa Pelita telah

berhasil memindahkan sebagian kecil penduduk Jawa dan Bali ke pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.

Lahan-lahan yang dipersiapkan

berupa hutan belukar, padang alang-alang, atau lahan pasang surut.

Jenis tanah

meliputi Podzolik Merah Kuning (terluas), Latosol, Organosol, dan lain-lain; yang

15

umumnya mempunyai kesuburan sedang sampai rendah. Luas lahan dua hektar tiap keluarga, diharapkan dapat memberikan daya dukung yang memadai bagi kehidupan para transmigran (Soepardi dan Rumawas, 1980). Namun, sistim ekstensifikasi mengandalkan luasan lahan, hanya bersifat jangka pendek seperti pengalaman sejarah pada sistim tradisional di muka. Oleh sebab itu, program transmigrasi ini perlu diikuti intensifikasi. Pengusahaan bangunan irigasi dan tindakan reklamasi tanah-tanah bermasalah merupakan pra-kondisi; selanjutnya harus diikuti penerapan panca-usaha pertanian. Oleh karena intensifikasi diterapkan pada tanah-tanah "belum mapan", maka perlu penelitian intensif serta monitoring yang ketat. Berhasil tidaknya sistim "intensifikasi dipercepat" ini, akan sangat tergantung pada sistim mempertahankan kesuburan tanah jangka panjang. Contoh penanganan unit pemukiman transmigrasi (UPT) "bermasalah" di Kalimantan Selatan, menunjukkan hasil yang baik meskipun kondisi tanah sangat tidak memungkinkan untuk usaha pertanian menetap. Keberhasilan bersifat sementara dan secara optimistik dapat berlanjut apabila kaedah-kaedah penanganan diikuti dengan benar oleh para transmigran, pelaksana penyuluhan dan penentu kebijakan (Sunarto Ismunandar et al., 1997).

Pencemaran Tanah Pertanian: Hadirin yang terhormat, Sisi lain penyebab kemunduran kesuburan tanah adalah pencemaran tanah pertanian. Pencemaran ini dicirikan oleh: (1) merosotnya produktivitas tanah, dan (2) merosotnya kualitas tanah berkaitan dengan lingkungan hidup di sekitar lahan.

16

Pencemaran itu sendiri terjadi melalui beberapa sumber, yaitu: (1) industri, (2) air irigasi, (3) pupuk dan pestisida, (4) kendaraan bermotor, dan (5) sampah. Suatu contoh kasus pencemaran tanah pertanian yang berakibat buruk terhadap kehidupan penduduk, terjadi di Jepang pada tahun enam-puluhan. Penduduk Fuchu dan sekitarnya menderita semacam penyakit tulang yang disebut "itai-itai" (bahasa Jepang: "aduh-aduh"). Penyakit ini disebabkan keracunan unsur logam kadmium (Cd) berasal dari air limbah industri yang digunakan untuk irigasi padi sawah.

Beras yang

dikonsumsi penduduk mengandung kadmium cukup tinggi. Peluang hal sama mungkin saja terjadi di negara kita mengingat banyaknya industri didirikan di seputar lahan pertanian atau persawahan.

Selain itu, sering

dijumpai praktek penggunaan air limbah (atau comberan) untuk usaha tanaman sayuran; misalnya di lokasi pinggiran kota, di tepi-tepi jalan raya atau rel kereta api, seputar pembuangan sampah.

Air comberan umumnya mengandung logam-logam

berat. Jenis sayuran bayam, kangkung, wortel, kubis, dan sawi, umumnya dikenal sebagai "logam akumulator", yaitu mampu mengakumulasi unsur logam dalam jumlah banyak tanpa tanaman sendiri keracunan. Bila sayuran ini dikonsumsi manusia, maka akumulasi beralih ke dalam tubuh yang akan membahayakan kesehatan seperti pada kasus "itai-itai" di atas. Penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan dapat pula membahayakan. Kelebihan pupuk nitrogen dapat menyebabkan terjadi akumulasi senyawa nitrat dalam tanah. Apabila senyawa ini mencapai air tanah (ground water), maka kemungkinan menjadi racun bagi penduduk di sekitarnya yang menggunakan air sumur sebagai sumber air minum.

Bahan pupuk produk samping

industri, berasal dari produk

17

samping pertanian, seperti: blotong dan sipramin, merupakan alternatif sumber pupuk yang mempunyai nilai tambah dalam memperbaiki sifat kesuburan tanah dan produksi, dengan catatan unsur-unsur yang mungkin berefek negatif dapat ditiadakan. Penggunaan pupuk berlebihan dapat pula mencemari perairan (Eutrofikasi), apabila mencapai sungai-sungai atau waduk. Hasil pengamatan Syekhfani dan Didik Suprayogo (1995) di daerah Pujon menunjukkan bahwa, pemupukan NPK dosis tinggi pada tanaman bawang putih, menyebabkan kandungan nitrat dan COD di daerah resapan hutan dan lahan pertanian di sekitarnya berada di atas ambang batas baku mutu air minum. Pada sisi lain, perluasan area industri, pemukiman, kompleks perkantoran, fasilitas olahraga, dan lain-lain; yang dibangun di atas tanah pertanian subur, selain mempersempit area tanah subur, juga memperbesar peluang terjadinya pencemaran lahan pertanian.

Di satu pihak tanah subur di Indonesia sangat terbatas, dan di lain

pihak perluasan area (ekstensifikasi ) akan menuju ke tanah-tanah kurang subur atau bahkan tanah-tanah kritik yang memerlukan masukan sangat banyak untuk dijadikan tanah subur.

Menyadari hal ini, maka dalam tataguna tanah, hendaknya penentu

kebijakan mempertimbang-kan kebutuhan penduduk terhadap tanah subur dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Strategi Mempertahankan Kesuburan Tanah Usaha Mengurangi Kehilangan Unsur: Hadirin yang saya hormati,

18

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi erosi dan kehilangan hara di lahan pertanian.

Cara tersebut dapat digolongkan dalam:

(a) mekanik, dan (b)

vegetatif. Contoh cara mekanik adalah pembuatan teras, parit kontur, dan galengan kontur. Cara-cara ini telah terbukti berhasil di Cina Selatan, Bali (Indonesia), Nepal, dan Hugao (Filipina). Pendekatan vegetatif kedua yang dapat dikombinasikan dengan cara pertama, adalah memasukkan biomas sisa panen sebanyak mungkin untuk mencegah pengurangan unsur hara melalui pengangkutan ke luar lahan. Upaya memasukkan bahan organik ke dalam sistim budidaya pertanian telah diteliti sejak tahun 1984 hingga sekarang di area PG Bungamayang, Lampung Utara oleh Tim Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, berkejasama dengan PTP XXXI, IB-Netherland, Wye College-England, dan ICRAF. Penelitian yang awalnya merupakan proyek Nitrogen Management of Acid Soil in Humid Tropics, kemudian menjadi Biological Management of Soil Fertility, melakukan pengamatan intensif terhadap masukan bahan organik melalui berbagai sistim pertanaman, yaitu: sistim berbasis Ubikayu (cassava based cropping system),

sistim penutup tanah (cover

cropping system) dan sistim tanaman pagar (hedgerows cropping/alley cropping system). Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa bahan organik memegang peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan kesuburan tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi (Syekhfani, 1991a; van Noordwijk, et al., 1991; Yulia Nuraini, 1990). Hasil penelitian di Lampung ini kemudian dijadikan dasar penanggulangan masalah kesuburan tanah di Kalimantan Timur (Bontang), dan Kalimantan Selatan (UPT Cempaka), berturut-turut bekerjasama dengan PT Pupuk Kaltim dan Departemen

19

Transmigrasi (Tim Peneliti Jurusan Tanah - Litbang PT Pupuk Kaltim, 1993; Sunarto Ismunandar, et al., 1997).

Usaha Memaksimalkan Masukan Unsur Hara: Selain hal di atas, diperlukan usaha memasukkan unsur hara secara maksimal ke lahan. Bila hanya dari debu, lumpur irigasi, dan perombakan bahan induk saja, jumlah yang diperoleh relatif sedikit. Cara efektif memasukkan unsur ke dalam tanah yaitu melalui penggunaan tanaman pengikat N bebas dari udara, seperti jenis-jenis: Legum, Casuarina, Alnus, dan beberapa tumbuhan pakis (Cycas, Azolla).

Bersama-sama

mikroba Rhizobia, Frankia, Ganggang Hijau Biru, dan Anabaena, tanaman-tanaman tersebut mampu menyuplai nitrogen, semuanya tanpa biaya dan secara terus menerus. Jazad-jazad tersebut dapat pula diberikan melalui inokulasi. Penggunaan bahan kimia ataupun pupuk inorganik merupakan cara tercepat untuk mempertahankan produktivitas. Namun hal ini sulit dilakukan pada kasus lahan marginal. Pertama, ia memerlukan masukan bahan organik untuk menggantikan bukan hanya unsur tetapi juga kehilangan tanah melalui erosi (Sing, 1975). Pupuk inorganik dapat menambahkan unsur tetapi tidak dapat berperan terhadap mekanisme pembentukan

tanah,

tidak

seperti

vegetasi

bera

misalnya,

yang

dapat

mengakumulasikan bahan organik melalui serasah sebanyak 5 hingga 17 ton per hektar/tahun (de la Cruz, 1982;

Sawat dan Rouysungneru, 1977).

Kedua, biaya

pembelian pupuk adalah tinggi, relatif menjadi beban bagi petani terutama yang masih bersifat tradisional (subsisten farmer).

20

Dalam konsep masukan unsur hara ke dalam tanah, atau disebut dengan istilah pemupukan, perlu dibedakan antara pemberian bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, atau humus) dengan bahan inorganik (pupuk pabrik: urea, ZA, TSP, KCl, ZK, dan lain-lain). Pupuk organik umumnya ditujukan untuk memperbaiki sifat kesuburan tanah (fisik, kimia, biologi) sehingga dapat dikatakan ia berfungsi sebagai "pupuk tanah". Sedang pupuk inorganik ditujukan untuk menambah unsur hara yang kurang di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman tercukupi; sehingga dapat disebut sebagai "pupuk tanaman".

Pada keadaan kondisi tanah "bermasalah", pemberian

pupuk organik dilakukan untuk memperbaiki sifat kesuburan fisik, dan selanjutnya pupuk inorganik diberikan untuk memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur kimia (Syekhfani, 1993a).

Bila kondisi fisik dan kimia menjadi optimal, maka secara

otomatis sifat biologi menjadi baik, karena jazad hidup menghendaki kondisi sama dengan tanaman. Oleh sebab itu, dalam praktek sehari-hari, upaya penyuburan tanah tidak cukup melalui pemberian pupuk organik atau inorganik saja, melainkan keduaduanya perlu ditambahkan dalam porsi tertentu.

Upaya mempercepat proses

dekomposisi jerami perlu dilakukan melalui rekayasa biologi menggunakan jazad dekomposer, yang tergolong bakteri selulotik, seperti misalnya: Cellulomonas sp.

Strategi Peningkatan Produksi: Hadirin yang terhormat, Untuk menyusun strategi penanganan masalah kesuburan tanah, diperlukan informasi yang lengkap dalam hal potensi, kendala dan alternatif pemecahan di lapang.

21

Upaya peningkatan produksi tanaman padi merupakan contoh kasus yang menarik; karena beras merupakan sumber pangan utama rakyat Indonesia. Sebagai contoh, berikut dikaji potensi, kendala dan peluang dalam kaitan dengan pengadaan pangan di Jawa Timur, serta beberapa informasi berkaitan dengan hal tersebut diperoleh dari Tim Teknis Bimas Jawa Timur (Syekhfani dan Moegijanto, 1997): 1. Jawa Timur hingga saat ini merupakan propinsi lumbung beras terbesar nasional. Hal ini didukung oleh kondisi agro-ekologi serta usaha penggunaan sumberdaya secara maksimal. 2. Sejak swasembada beras tahun 1984, luas panen relatif tetap (sekitar 1.6 juta hektar), namun produksi terus meningkat di atas rata-rata + 5.3 ton/ha (rata-rata nasional + 4.3 ton); meskipun peningkatan tidak begitu tajam. 3. Penggunaan pupuk Urea dan KCl relatif tetap; TSP menurun dan Urea Tablet meningkat sejak

dua tahun terakhir. Penurunan penggunaan TSP disinyalir

karena di Jawa Timur telah mencapai tingkat cukup tinggi. 4. Permasalahan

organisme

pengganggu

tanaman

(OPT)

padi

merupakan

kendalautama. Untuk mengatasinya, telah dilakukan usaha pengendalian hama terpadu (PHT). 5. Musim kering tahunan (tahun 1991 dan 1994) termasuk kendala alami karena terjadi pengurangan area panen akibat puso. 6. Tingkat degradasi kesuburan tanah sawah maupun lahan kering yang ditanami padi tergolong

tinggi

akibat

praktek

perlakuan terhadap tanah belum

sepenuhnya mengikuti kaedah-kaedah konservasi.

22

7. Pengadaan, penyaluran dan pemakaian sarana produksi hingga tingkat petani seringkali tidak memadai dan memenuhi kaedah 5 tepat (waktu, jenis, jumlah, tempat, dan harga); dan 8. Tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi dan mekanisme penyampaian alih teknologi masih terbatas dan seringkali tidak efektif. Usaha meningkatkan produksi padi di Jawa Timur makin hari makin sulit, terlihat dari tren peningkatan sejak tahun 1984. Untuk tahun 1995 sasaran produksi adalah 9.1 juta ton, meningkat 800 ribu ton dari hasil yang dicapai tahun 1994. Kendala-kendala yang dihadapi adalah:

Tanah: (1) Degradasi kesuburan tanah terjadi karena cara pengelolaan yang kurang tepat. Pada tanah sawah beririgasi baik, petani cen-derung melakukan penanaman padi

secara terus

menerus

Akibatnya, status per-haraan

dan

tanpa pergiliran tanaman dengan palawija. "kesehatan" tanah terganggu.

Pada tanah

kering, penanaman padigogo tidak diikuti sistem pola tanam yang tepat dan usaha konservasi yang baik. (2) Ketidak-imbangan perharaan dalam tanah diperburuk melalui tindakan pemupukan berat sebelah (N, P, dan K saja) dan kecenderungan petani menggunakan pupuk Urea berlebihan. Hal ini mendorong munculnya "kahat terselubung" (hidden hunger) unsur lain, seperti S, Ca, Mg, atau Zn.

23

(3) Usaha pelestarian kesuburan tanah melalui pengembalian dan penambahan bahan organik, umumnya tidak dilakukan petani. Tindakan tersebut akibat benturan antara pemaksimalan penggunaan lahan sempit pada waktu terbatas di satu pihak, sulitnya sumber bahan organik dari luar dan belum ada teknologi pengomposan jerami yang cepat dan tepat, serta penggunaan jerami untuk kepentingan lain. (4)

Permasalahan

tanah

untuk tanaman padi

berbeda pada setiap jenis tanah.

Penerapan paket teknologi yang tidak bersifat "spesifik lokasi"

atau bersifat

umum menyebabkan kekurang- atau ketidak-efisienan penggunaan paket tersebut. Bahkan sebaliknya, dapat memperburuk masalah yang ada.

Tanaman: (1) Usaha memperoleh produksi padi tinggi telah dilakukan melalui pemilihan varietas unggul nasional maupun lokal. Pengadaan bibit bermutu merupakan kendala utama mengingat jumlah yang dibutuhkan banyak dan penangkar terbatas; akibatnya, kaedah 6 tepat sulit tercapai; dan (2) Varietas padi unggul tidak selalu sejalan dengan kemudahan penggunaan di lapang;

varietas

unggul

umumnya

respon terhadap

pupuk,

sebaliknya

menyebabkan peka terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Iklim: (1) Pemanfaatan sistem pola tanam yang tepat sesuai dengan kondisi agroekosistem belum sepenuhnya dilakukan petani; demikian pula pemanfaatan air irigasi dan air hujan belum dilakukan secara efisien; dan

24

(2) Kendala yang dihadapi dalam menentukan pola tanam adalah pepemilihan jenis tanaman oleh petani yang berorientasi dengan harga pasar; sehingga kadangkadang tidak sesuai dengan iklim. Berdasar hal-hal di atas, peluang peningkatan produksi padi di Jawa Timur di masa mendatang

secara teknis masih cukup luas, antara lain melalui perbaikan-

perbaikan:

Tanah: (1) Mencegah dan mengatasi degradasi kesuburan tanah melalui pengaturan pola tanam,

irigasi

dan

drainase, pemupukan berimbang, dan maksimal-isasi

pemasukan bahan organik. (2) Paket teknologi ditujukan pada

masing-masing daerah sesuai dengan cara

"spesifik lokasi" berdasar pada kondisi agro-ekosistem. (3) Efisiensi keperluan,

penggunaan pupuk mengikuti

5 kaedah pemupukan: tingkat

jenis, dosis, cara pemberian, dan waktu

pemberian yang tepat.

Diperlukan pengaturan dalam hal pengadaan, penyaluran dan pemakaian pupuk urea (urea pril, tablet), TSP (atau SP-36), KCl (atau ZK), dan TSP+ (atau SP-36+) sampai ke tingkat petani; dan (4) Rekayasa kimia dan biologis, antara lain seperti urea tablet, ZPT, Azola, atau bakteri dekomposer jerami dan pelarut fosfat, perlu digalakkan.

25

Tanaman: (1) Upaya peningkatan kelancaran pengadaan, bermutu.

penyaluran dan pemakaian benih

Diperlukan penambahan jumlah penangkar benih untuk memenuhi

kebutuhan setiap daerah; dan (2) Penentuan varietas unggul spesifik untuk masing-masing daerah; respon terhadap pemberian pupuk, tetapi tahan terhadap OPT.

Iklim: (1) Pengaturan sistem pola tanam yang tepat sesuai kondisi daerah. (2) Efisiensi penggunaan air irigasi dan maksimalisasi pemanfaatan air hujan; dan (3) Pemeliharaan jaringan irigasi pedesaan, meliputi: sumber air, waduk, embung, dan saluran tersier.

Strategi Alih Teknologi: Penentuan strategi berkaitan dengan alihteknologi kepada petani, meliputi: Pengembangan Hasil: 1. Penetapan varietas unggul spesifik lokasi (minimal 3 varietas alternatif). 2. Penetapan jenis dan kebutuhan pupuk spesifik lokasi (disesuaikan dengan jenis tanah dan masalahnya). 3. Pencegahan terjadi pencemaran melalui penggunaan bahan kimia maupun air irigasi. 4.

Memperluas

jaringan

irigasi

dan/atau

efisiensi

penggunaan

(ekstensifikasi); dan 5. Menekan laju pengalihan lahan sawah menjadi bukan sawah.

air

irigasi

26

Mempertahankan Keberlanjutan Hasil: 1. Pemasukkan bahan organik ke lahan semaksimal mungkin. Penggiatan program "pengomposan" jerami sisa panen serta memenuhi sarana pembuatan kompos di tingkat petani. 2. Pemantapan pelaksanaan PHT, dan 3. Pemantapan kebijaksanaan pengaturan pola tanam dan keserempakan tanam; pembuatan jadwal pola tanam, saat tanam, saat panen yang tepat dan serempak di setiap area pertanaman.

Penekanan Kehilangan Hasil 1. Pengembangan alat bantu panen, mekanik ataupun mesin. 2. Pemantapan kebijaksanaan pengaturan saat panen dan keserempakan panen. 3. Pengadaan lantai penjemuran dan lumbung padi petani; dan 4. Pemantapan pelaksanaan PHT dan pengadaan insektisida siap pakai di tingkat petani.

Pembinaan Kelembagaan: 1. Peningkatan aktivitas kelompok tani dan petani individu. 2. Peningkatan peran KUD. 3. Penggiatan aktivitas penyuluh alih teknologi; dan 4. Pembentukan team operasional terpadu dalam hal pengadaan, penyaluran dan pemakaian sarana produksi serta pemaksimalan peng-gunaan sumberdaya.

27

Penutup Hadirin yang terhormat, Mengakhiri pidato pengukuhan ini, maka saya mencoba merangkum beberapa pokok pikiran yang telah saya bahas di muka, sebagai berikut: 1. Pengelolaan kesuburan tanah untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor tanaman dan iklim. 2. Untuk keberlanjutan hasil, upaya mempertahankan kesuburan tanah perlu mengacu pada sistim hara tanah - tanaman tertutup (close nutrient recycling). 3. Degradasi kesuburan tanah dicirikan oleh rendahnya kandungan bahan organik. Usaha mengatasi masalah kesuburan dilakukan dengan cara memberikan bahan organik, kemudian diikuti pemberian pupuk inorganik dalam dalam porsi dibutuhkan. 4. Upaya memaksimalkan masukan bahan organik dilakukan dengan

cara

mengembalikan jerami sisa panen, pemberian pupuk kandang, pupuk hijau, atau kompos.

Untuk

mempercepat

proses

pelapukan

diperlukan

program

"pengomposan" di tingkat petani. Masukan pupuk hijau berupa tanaman pengikat N-atmosferik, memberikan tambahan terhadap unsur N. 5. Porsi kehilangan unsur hara melalui hasil panen, pencucian, penguapan, atau erosi, perlu dikembalikan melalui pemberian pupuk inorganik. 6. Upaya pencegahan kehilangan bahan organik dan unsur hara perlu dilakukan dengan mengikuti kaedah-kaedah konservasi tanah, diikuti pengaturan pola tanam dan sistim tanam.

28

7. Efisiensi penggunaan air dan pengaturan irigasi atau drainase perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan atau kelebihan air. Pada lahan kering atau tadah hujan, efisiensi penggunaan air dilakukan melalui pengaturan waktu tanam sesuai dengan iklim. 8.

Penentuan paket teknologi "spesifik lokasi" pada "spesifik kondisi"

adalah

merupakan tindakan yang tepat dalam menggali potensi masing-masing daerah.

Ucapan Terima Kasih Hadirin yang saya muliakan, Di bagian akhir pidato saya ini, perkenankanlah saya menyampaikan puji dan syukur kehadherat Allah SWT yang

telah menganugerahkan kebahagiaan dan

kesempatan untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memungkinkan saya mencapai jenjang karier tertinggi ini. Pertama-tama ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atas kepercayaan yang diberikan kepada saya memangku jabatan sebagai Guru Besar Madya di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Rasa terima kasih yang setinggi-tingginya saya

sampaikan pula kepada Bapak Prof. Drs. H.M. Hasyim Baisoeni beserta Ibu, sebagai Rektor maupun pribadi, yang tidak bosan-bosannya menberikan dorongan kepada saya dalam usaha mencapai prestasi ini. Kepada Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Anggota Senat Universitas Brawijaya, serta Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Anggota Senat Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, saya ucapkan terima kasih yang mendalam atas kepercayaan kepada saya untuk

29

diajukan sebagai Guru Besar. Kepada Ibu Prof. Ir. Moenarni Tampubolon, Prof. Dr. Ir. Hj. Siti Rasminah Syamsidi, Prof. Dr. Ir. Soedarmanto, M.Ed., Prof. Drs. H. Sofyan Aman, SH, Prof. Dr. H. Eka Afnan Troena, SE Prof. Dr. M. Ikhsan, dan Dr. M. Munir, SH, serta Pimpinan Fakultas maupun Universitas, atas dorongan dan bantuannya dalam proses pengajuan jabatan, juga saya ucapkan banyak-banyak terima kasih. Kepada Dekan Fakultas Pertanian, Bapak Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito beserta staf, Direktur Program Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Iksan Semaun beserta staf, dan Ketua Jurusan Tanah Ir Sunarto Ismunandar, MS beserta staf, saya sampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan yang diberikan. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, kepada semua guru maupun dosen saya, yang masih ada maupun telah tiada, dan tidak mungkin saya sebut namanya satu persatu, atas semua ilmu dan didikannya sehingga muridnya mencapai tingkat pendidikan saat ini. Khususnya Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Goeswono Soepardi dan Bapak Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi (yang saat ini berkenan hadir) saya sampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya atas bekal dan bimbingannya selama saya mengikuti program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Jenjang akademik setinggi ini, pada hakekatnya adalah berkat ketulusan hati, doa restu dari ayahenda Almarhum Mohammad Harun dan ibunda Hj. Siti Sunamah serta ayahenda mertua Cik Muti dan almarhumah ibunda mertua Tasbihah, yang tidak henti-hentinya mendorong kemajuan bagi anaknya.

Ucapan terima kasih saya

sampaikan kepada adik saya Ir. Sjechnadarfuddin, MS dan keluarga, yang telah hadir untuk mewakili seluruh keluarga dari Sumatera yang tidak sempat datang pada hari ini.

30

Kepada yang tercinta istri saya: Hayati, dan anak-anak saya:

Lenny (dan

suaminya Ucik); Lelly, dan Edwin; serta cucunda tersayang: Bunga;

marilah kita

syukuri anugerah ini, dan semoga akan menjadi manfaat bagi kehidupan kita di masamasa mendatang. Kepada panitia tingkat pusat maupun fakultas, saya ucapkan beribu-ribu terima kasih atas segala bantuannya sehingga acara ini berjalan dengan lancar. Akhirnya, kepada hadirin dan para undangan, yang telah mengikuti dengan sabar acara ini, sekali lagi saya ucapkan beribu-ribu terima kasih. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua, amin.

Amien Ya Rabbal Alamien. Wabillahit Taufiq Walhidayah Wassalamualaikum Wr Wb. Malang, 20 Desember 1997.

31

Daftar Pustaka de la Cruz, R. 1982. Quantity of nitrogen contents of litterfall from forest stands in Mt. Makiling, Laguna. Univ. Philippines, Los Banos, Laguna, The Philippines (unpubl.). Gaybita, M. Nur. 1997. Strategi dan langkah operasional pemasyarakatan pupuk fosfat alam untuk budidaya pertanian di Indonesia. Dusajikan dalam Seminar Nasional Pupuk Fosfat Alam, Hotel Melia-Jakarta, 16 Juli 1997. Kang, B.T., G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1984. Alley cropping. A stable alternative to shifting cultivation. I.I.T.A. Printed by Bolding and Mansell Ltd., England. Koswara, O. 1979. Pengembangan dan pemulihan tanah untuk produksi pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Desember 1979. Okigbo, B.N. 1981. Alternatives to shifting cultivation. Ceres 14:41-45. Sanchez,

P. A. 1979. Soil fertility and conservation considerations for agroforestry systems in the humid tropics of Latin America. CIAT, Cali, Columbia. Satari, A. M. dan A. C. Overdal, 1968. Intensification of production: soil, water, fertilizer, and improved agriculture. Working Group II. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Nat. Acad. of Sci., USA 2: 29-50. Sawat, D. dan S. Rouysungneru, 1977. Litter accumulation of some species in forest plantations. Royal for Dept., Bangkok, Thailand. Sing, A. 1975. Use of organic materials and green manures as fertilizers in developing countries. Soils Bulletin, FAO Rome. pp. 19-30 Soemarwoto, O. 1987. Home gardens: a tradisional agroforestry system with promising future. In Steppler, H.A. and P.K.R. Nair (eds.). Agroforestry a decade of development, ICRAF, Nairobi: 157-170. Soepardi, G. dan F. Rumawas 1980. Lahan dan Tanah, kaitannya dengan transmigrasi. Dies Natalis IPB, 18 September 1980.

32

Sunarto Ismunandar, Syekhfani, Damanhuri, Yayuk Yuliati, dan Aminudin Afandhi. 1997.Penerapan teknologi perbaikan lahan, pengelolaan kesuburan tanah, dan bina usahatani lahan pekarangan di UPT Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Syekhfani, 1991a. Pengelolaan kesuburan tanah dalam mempertahankan produksi pertanian berkelanjutan di lahan kering. Disampaikan pada Pembukaan Tahun Ajaran Baru, Program Pasca Sarjana KP UGM-Unibraw, Malang, 31 Agustus 1991. -----------, 1991b. Pengaruh pemakaian pupuk inorganik jangka panjang terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Makalah, disampaikan dalam Seminar Peningkatan Produksi Beras di Jawa Timur untuk MT 1991/1992, Tim Ahli Bimas Propinsi Jawa Timur. Bondowoso, 25-26 Nopember 1991. ------------, 1993a. Pengaruh sistim pola tanam terhadap kandungan bahan organik dalam mempertahankan kesuburan tanah. Makalah, disajikan dalam Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi di Universitas Lampung. Bandar Lampung, 4 - 5 Mei, 1993. Syekhfani, 1993b. Pengelolaan lahan kritis sebagai implimentasi pertanian berwawasan lingkungan. Makalah, disampaikan dalam Pertemuan dan Seminar Nasional III Forum Komunikasi, Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI). Malang, 14-18 September 1993. -----------, Guritno, B. dan B. Siswanto. 1992. Pengelolaan lahan kering dalam rangka mempertahankan kelestarian sumberdaya tanah di daerah tropika basah. Makalah, disampaikan dalam Seminar Ilmiah pada Dies Natalis Universitas Olaleo, Kendari, 7 September 1992. -----------, dan Didik Suprayogo. 1995. Upaya penurunan dosis pupuk pada pertanaman bawang putih (Allium sativum L.) di dataran tinggi (1200 dpl) sebagai pendukung bertani yang berwawasan lingkungan. Majalah Ilmiah Pembangunan, UPN-Veteran Jawa Timur, Vol. V, No. 7: Juli 1995 (edisi khusus). -----------, dan Moegijanto. 1997. Kendala dan peluang: Peningkatan produksi padi sawah di Jawa Timur, Tahun 1997-1998. Tim Teknis Bimas Propinsi Jawa Timur, Seksi Pangan dan Hortikultura (laporan kunjungan ). Tim Peneliti Jurusan Tanah-Litbang PT Pupuk Kaltim. 1993. Perbaikan kesuburan tanah Podsolik Bontang Melalui Penerapan Sistim Tanaman Pagar.

33

Laporan Penelitian. Jurusan Tanah, Fak. Pertanian, Universitas Brawijaya (tidak dipublikasikan). van Noordwijk, M. Kurniatun Hairiah, Syekhfani, dan E.N. Flach. 1991. Pelthoporum pterocarpa (DC.) Back (Caesalpiniaceae), a tree with root distribution suitable for alley cropping on acid soils in the humid tropics. Elsevier Sci. Publ. B.V. Plant Roots and Their Environment, eds. McMichael and H. Person. Young, A. 1980. Tropical Soil and Soil Survey. Cambridge University Press. London-NewYork-Melbourne, pp 285-287. Yulia Nuraini, 1990. Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada Ultisol Lampung. Tesis S2 Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Nama Pangkat/Golongan Tempat/Tanggal Lahir Agama Nama Istri Nama Anak

: : : : : :

DR. IR SYEKHFANI, MS Pembina, Golongan IV/a Muara Enim, 23 Juli 1948 Islam Hayati 1. Lenny Sri Nopriani 2. Lelly Sri Febrianti 3. Edwin Noprian Hafani

B. Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sekolah Rakyat Negeri Tebing Abang, Muara Enim, lulus tahun 1961 Sekolah Menengah Pertama Negeri Pulau Panggung, Muara Enim, lulus tahun 1964 Sekolah Menengah Atas Negeri Lahat, lulus tahun 1967 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 1975 Program Magister, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1979 Program Doktor, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1985

34

C. Riwayat Kepangkatan 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Asisten Ahli Madya, Golongan III/a, Tahun 1978 Asisten Ahli, Golongan III/b, Tahun 1980 Lektor Muda, Golongan III/c, Tahun 1982 Lektor Madya, Golongan III/d, Tahun 1984 Lektor, Golongan IV/a, Tahun 1986 Guru Besar Madya, Golongan IV/a, 1 Agustus 1997

D. Pengalaman Pekerjaan dan Jabatan 1. Ketua Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1979-1980 2. Program Manager SP-144-K, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1979-1980 3. Ketua Program Studi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1986-1990 4. Ketua Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, FP Universitas Brawijaya, 19861990 5. Ketua Program Studi PTA, Pascasarjana KPK Unibraw-UGM, 1986-1990 6. Ketua Lapangan Proyek Nitrogen, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1987-1989 7. Ketua Program Proyek Nitrogen, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1989-1993 8. Ketua Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1992-1994 9. Ketua Program Studi PTA, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, 1996sekarang 10. Ketua Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah FP Universitas Brawijaya, 1996-sekarang

E. Hasil Penelitian dan Pertemuan Ilmiah: Hasil Penelitian disajikan dalam Pertemuan Ilmiah: 1. Seminar Hasil Penelitian Pengelolaan Lahan Bekas Abu Gunung Kelud, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang, 22 Juli 1991 2. Pengaruh pemberian blotong karbonatasi terhadap beberapa sifat fisik dan kimia tanah Vertisol dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman tebu. Kerjasama Jurusan Tanah-PT Rajawali Nusantara Indonesia, 1993

35

3. Pengaruh sistim pola tanam terhadap kandungan bahan organik dalam mempertahankan kesuburan tanah. Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi di Universitas Lampung, 4-5 Mei 1993 Hasil Penelitian/Karya Ilmiah dalam Bentuk Laporan: 1. Survei neraca air di Jawa Timur (padi). Kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertaninian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I JawaTimur, 1989 2. Survei neraca air di Jawa Timur (jagung). Kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1990 3. Survei neraca air di Jawa Timur (kedele). Kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1990 4. Pengaruh pemberian pupuk alam (organik) dan buatan terhadap kesuburan dan produksi jagung pada Tropopsamment desa Sumberputih, Wajak, Malang Selatan. Dibiayai Dana Pembinaan Pendidikan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Kontrak No.: 2324/PT.h4FP/N.6/1990 5. Studi optimalisasi pemanfaatan lahan kering Jawa Timur Bagian Selatan menuju produktivitas lahan yang berkesinambungan melalui sistem pertanaman yang tepat. Kerjasama antara Badan Penelitian Pertanian Nasional, SPK No.: PL.420.202.5398/P4N, dengan Pusat Penelitian Universitas Brawijaya, Malang, 1993 6. Upaya penurunan dosis pupuk pada pertanaman bawang putih (Allium sativum L.) di dataran tinggi (1200 m dpl.) sebagai pendukung bertani yang berwawasan lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Brawijaya, Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No:202/P4M/DPPM/L.3311/93/PSL/1993

36

7. Upaya pengadaan dan pemanfaatan bahan mulsa dari tanaman penutup tanah untuk mendukung pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan. Dana dari Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, SK Perjanjian pelaksanaan Penelitian No. 468/P4M/DPPM/L-3311/93/BBO/1993 8. Perbaikan kesuburan tanah Podsolik Bontang melalui pemberian kapur. Kerjasama PT Pupuk Kaltim-Universitas Brawijaya, 1991 9. Perbaikan kesuburan tanah Podsolik Bontang melalui penerapan sistem tanaman pagar. Kerjasama PT Pupuk Kaltim-Universitas Brawijaya, 1991-1995 10. Pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan strawberry Dana DIP No: 072/ XXIII/3/1994, Kontrak No.: 49/546-6/Pro-OP.VI.1/94, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 1995 11. Pemetaan lahan sawah di Jawa Timur. Kerjasama Bappeda Ting-kat I Jawa Timur dengan Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 1993

Makalah disajikan dalam Pertemuan Ilmiah: 1.

Pengaruh pemakaian pupuk anorganik jangka panjang terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Seminar Peningkatan Produksi Beras di Jawa Timur untuk MT 1991/1992. Team Ahli Bimas Propinsi Jawa Timur, Bondowoso 25-26 Nopember 1991

2.

Fungsi kalium pada tanaman padi, jagung, dan kedelai Jumpa Teknologi Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Timur, Bedali, 4-5 Januari 1993

3. Kajian fosfor (P) pada pertanian lahan kering. Lokakarya Tentang Pupuk Fosfat, Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan-PT Petro Kimia Gresik (Pesero). Bandung, 11-12 Agustus 1993

37

4. Pengelolaan lahan kritis sebagai implimentasi pertanian berwawasan lingkungan. Pertemuan dan Seminar Nasional III, FOKUSHIMITI, Malang,14-18 September 1993 5. Peruntukan lahan wilayah pertambangan bahan galian golongan C (sedimen lepas). Lokakarya Petunjuk Teknis Reklamasi Bekas Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Jawa Timur. Batu, 28-30 Oktober 1993 6. Dampak pembangunan pada tanah, lahan dan tata ruang serta cara penanganannya. Kursus Dasar-Penyusun Amdal Kerjasama antara Inkindo-Bapedal Jawa Timur: a. 16 Juli 1992 b. 29 Oktober 1992 7. Penelitian-penelitian di bidang Ilmu Tanah. Penataran Metodologi Penelitian Bidang Ilmu Pertanian bagi Dosen-dosen PTS se Jawa Timur, Malang, 2-3 Nopember 1994 8. Seminar Ilmiah "Pembangunan Pertanian Lahan Kering", dalam Rangka Dies Natalis ke-23 dan Wisuda Sarjana Universitas Lampung 19 September 1988 9. Seminar Sehari Pengelolaan Tanah dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan, P3GI Pasuruan, 3 Juni 1992 10. Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Secara Berkelanjutan, Universitas Lampung, 4-5 Mei 1993 11. Pemrasaran dalam Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi dengan Tema Budidaya Pertanian Olah Tanah untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan, UNILA-HIGI-HITI Komda Sumbagsel, Jur.BDP Faperta IPB, Bandar Lampung, 8-9 Mei 1995 12. Temu Lapang Pengelolaan Limbah Pabrik Gula di PG Krebet Baru dan Hotel Purnama, P3GI 4-5 Agustus 1993

38

Peran Aktif dalam Seminar Ilmiah: 1. Peserta dalam Seminar Ilmiah Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 17 April 1990 2. Peserta dalam Lokakarya Pemantapan Kurikulum Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 8-9 Mei 1990 3. Peserta dalam Short Course on the Introduction to Radioisotopes in Research and Teaching, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 12 Juni-2 Juli 1990 4. Peserta dalam Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V, Cisarua-Bogor, 12-13 Nopember 1990 5.

Peserta dalam Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II/1990, P3GI Pasuruan, 1112 Desember 1990

6.

Peserta dalam Lokakarya Evaluasi dan Penyempurnaan Penyelenggaraan Penataran P-4 100 Jam Pola Terpadu, Universitas Brawijaya, 8 Februari 1991

7.

Peserta/Pembicara dalam Lokakarya Kehidupan Berkelanjutan di Lampung Utara, FP-UNILA, FP-UNIBRAW, Wye-College London, di Bandar Lampung, 3-4 September 1993

8. Attending and Participating in The Training Course in Using 15N in Agricultural Studies, Held in Brawijaya University, December 3, 1993 9. Peserta Seminar Sehari Aplikasi Ilmu Tanah dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan, oleh HITI Komisariat Jawa Timur, Jember, 18 Desember 1993 10. Pemrasaran dalam Seminar Sehari Hasil-hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 1 Feb. 1994 11. Peserta Temu Lapang Teknik Budidaya Tebu Lahan Kritis P3GI-IKAGI Cabang Jatim-Disbun Tk I Jatim, di Pasuruan, 4-5 Mei 1994

39

12. Ketua sidang/pembawa makalah dalam Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, di Serpong 12-15 Desember 1995 13. Peserta dalam Seminar Sehari Ilmu Tanah: Jaminan Perlindungan Keamanan Sumberdaya Tanah atas Pelestarian Daya Dukungnya Terhadap Pertanian Tangguh Pada Era Globalisasi, HITI/MKTI Kom. Jatim/Balitkabi, Malang, 30 Mei 1996 14. Ketua sidang dalam Seminar Nasional Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 13 Juni 1996 15. Anggota Tim Pengarah pada Seminar HITI Komisariat Jawa Timur di UPNSurabaya, Mei 1995 16. Peserta Seminar Sehari Penyiapan sarjana Pertanian yang Terampil dalam Menyongsong Era Tinggal Landas, Universitas Brawijaya, 11 Februari 1989 Makalah disajikan dalam Ceramah/Pelatihan: 1. Makalah dalam Pelatihan Analisis Tanah dan Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, UNIBRAW, dengan PT Pupuk Kaltim, Bontang, 22 April-22 Mei 1993: a. Cara pengambilan contoh tanaman b. Penggunaan analisis tanah dan tanaman sebagai dasar evaluasi kesuburan suatu area c. Metode analisis kimia tanah dan tanaman 2. Pengaruh pemakaian pupuk anorganik jangka panjang terhadap sifat fisik dan kimia tanah menuju kelestarian lingkungan dan peningkatan produksi pertanian. Pelatihan Camat, Kanwil. Deptan. Jawa Timur. Batu, 24 Januari 1995 Mengikuti penataran/latihan ketampilan: 1. Mengikuti Penataran Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, dalam Program Latihan dalam Negeri Proyek Bank Dunia IX, XI, dan XII, Dirjen Pendidikan Tinggi di IKIP Malang, 29 Februari-10 Maret 19882.

40

2. Mengikuti Lokakarya evaluasi bimbingan Brawijaya, 14 April 1988

skripsi, Fak. Pertanian Universitas

3. Peserta Pendidikan dan Latihan Modelling soil organic matter dynamics, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 17-22 Januari 1991 4. Peserta Seminar Ilmiah Penyusunan Program Penyuluhan KonKonservasi Tanah dan Air, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 9-20 Maret 1992 5. Peserta Lokakarya Keterkaitan Pengendalian Hama Terpadu dalam Kurikulum Fak. Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 3 Februari 1994

F. Karya Ilmiah 1. Survei pendahuluan dalam usaha menanggulangi kerusakan lahan akibat letusan Gunung Kelud. Risalah Hasil Penelitian Pengelolaan Produktivitas Lahan Pasca Letusan Gunung Kelud. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang, ISSN 08531420, 1991 2. Rotational hedgerow intercropping+Peltophorum pterocarpum new hope for weedinfested soils. Agroforestry Today, Vol. 4(4), 1992 3. Makalah dalam Agrivita, Vol.15, No. 1, 1992, Spesial Issue, (ISSN 0126 0537): a. Can low external input cropping systems on acid upland soils in the humic tropics be sustainable? b. Biomass production and root distribution on eight trees and their potential for hedgerow intercropping on an Ultisol in Lampung c. Yield of maize and soybean in a hedgerow inter-systems onan Ultisol Lampung 4. Makalah dalam Agrivita, Vol.15, No. 2, 1992, (ISSN 01260537) Studi pengukuran dekomposisi dan mineraliasi nitrogen sisa tanaman Legume dengan menggunakan "leaching tube" pada tanah Ultisol Lampung 5. Upaya penurunan dosis pupuk pada pertanaman bawangputih (Allium sativum L.) di dataran tinggi (1200 m. dpl.) sebagai pendukung bertani yang berwawasan

41

lingkungan. Majalah Pembangunan, UPN-Veteran, Vol. V, No. 7, 1995 (ISSN: 0853-9553) 6. Makalah dalam Majalah Gula Indonesia,ISSN: 0216/2954: a. Vol XVIII (2), 1993: Menuai blotong dan menuai tebu berwawasan lingkungan b. Vol XVIII (4),1993: Unsur mikro, suatu peluang peningkatan produksi gula c. Vol XVIII (4), 1993: PPC: berkah atau bencana 7. Peltophorum pterocarpa (DC.) BACK (Caesalpineaceaea tree with a root distribution suitable for alleycropping on acid soils in the humid tropics. Plant Roots and Their Environment 8. Pengelolaan nitrogen tropika basah. Universitas Brawijaya, 1991 9. Studi optimalisasi pemupukan N, K, dan S terhadap kualitas dan hasil umbi bawang putih (Allium sativum L.). Jurnal Universitas Brawijaya 7(2): 1995, (ISSN:0853-9553) 10. Buku berjudul: Hara-Air-Tanah-Tanaman, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 114 hal, th. 1997. No. ISBN: 979-508-229-9

G. Pengalaman Kepanitiaan: 1. Ketua panitia Pelaksanaan Penutupan Penataran Alih Tahun 1988 dan Pembukaan Kuliah Program Pendidikan S2 KPK UGM-UNIBRAW tahun akademik 1988/1989 2. Ketua panitia Lokakarya Pemantapan Pendidikan Strata 2 Program KPK-UGMUNIBRAW di UNIBRAW, Desember 1988 3. Ketua panitia/ketua sidang komisi pada Lokakarya II Pemantapan Sistem Pendidikan Pasca Sarjana KPK UGM-UNIBRAW, 13 Januari 1989

42

4. Ketua panitia pelaksana temu lapang penelitian Nitrogen Managemen di PG Bunga Mayang, Lampung Utara, Fak. Pertanian Universitas Brawijaya, 28 Febr. 1990 5. Ketua pelaksana kegiatan pelatihan analisis tanah dan tanaman, Program Khusus kerjasama Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya-PKT-Bontang, 19 April-19 Mei 1993 6. Anggota senat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Tahun 1990, 1991, dan 1992 7. Tim Penatar/Penceramah pada Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam Mahasiswa Baru Tahun Akademik 1989/1990-1992/1993, Fak. Pertanian UNIBRAW (4 kali) 8. Ketua/Sekretaris/Anggota panitia Penyempurnaan Kurikulum Pendidikan Pascasarjana Program KPK UGM-UNIBRAW: Tahun 1989, 1990, dan 1994 9. Panitia Penilai Angka Kredit dan Pertimbangan Pengangkatan Jabatan Akademik/Kenaikan Pangkat Tenaga Pengajar Tingkat Fakultas Pertanian UNIBRAW: Tahun 1990, 1991, 1992, dan 1993. 10. Panitia Lokakarya Evaluasi dan Penyempurnaan Penyelenggaraan Penataran P4 100 Jam Pola Terpadu Universitas Brawijaya, Februari 1991 11. Ketua II panitia Penyelenggara Lokakarya Metodologi Pengelolaan Tanah Sawah Berliat dengan Sistem Pola Tanam Padi Sawah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Januari 1992 12. Panitia pelaksana Penerimaan Mahasiswa Baru Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, tahun akademik 1996/97 13. Panitia pelaksana review usul penelitian Hibah Bersaing VI (1997/1998), Mei 1996. 14. Panitia Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Lokal (PUML) 74 Malang, sebagai Koordinator Pengawas/lokasi setiap tahun, 1988 sampai dengan 1996

43

15. Ketua Pengelolaan Data Analisis Tanah dan Air, dan Tim Lapangan Utama Kegiatan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semi detail Pulau Sumbawa, 9 Maret 1994-9 Maret 1995 16. Staf pelaksana Proyek Penelitian Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi di Lampung, tahun 1994-1997 17. Member of organizing committee in the Short Course on the Introduction to Radioisotopes in Research and Teaching, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 12 Juni-2 Juli 1990 Anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional: 1. Anggota Tim Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada Workshop on Biological Management for Productive and Sustainable Cropping System, Thailand, 20-24 Juni 1994 2.

Mewakili Pascasarjana Universitas Brawijaya pada Simposium Internasional Gambut di Palangkaraya, 4-8 September 1995

H. Kunjungan Luar Negeri: 1. Universitas Khon Khaen, Thailand, tahun 1994 2. Universitas Mahidol, AIT (Thailand), Universitas Pertanian Malaysia, Universitas Malaya (Malaysia), dan Universitas Filipina Los Banos, IRRI, dan SEARCA (Filipina), tahun 1997.

I. Menjadi anggota organisasi profesi: 1. 2. 3.

Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI)

44

STRATEGI PENANGGULANGAN MASALAH KESUBURAN TANAH DALAM RANGKA PENGAMANAN PRODUKSI TANAMAN PERTANIAN

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Kimia Tanah pada Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Oleh: Syekhfani

Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya Malang, 20 Desember 1997