Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
Jurnal Perspektif Arsitektur
KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN BENTANG LEBAR (Studi Kasus Aula Palangka, Universitas Palangka Raya) Ir. Syahrozi, MT1 Abstrak Aula Palangka merupakan satu-satunya gedung serbaguna berbentang lebar yang berada di komplek Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kegiatan kampus yang melibatkan banyak orang seperti acara wisuda, penerimaan mahasiswa baru, seminar-seminar ataupun pertunjukan seni sering digelar di tempat ini. Keberadaan Aula Palangka menjadi sangat vital dan relatif cukup sibuk dari waktu ke waktu mengingat tidak ada fasilitas lain serupa yang ada di Universitas Palangka Raya. Mengingat fungsinya yang penting ini bangunan telah beberapa kali dilakukan perbaikan baik pada tata ruang, bentuk tampak dan utilitas bangunan, salah satunya pengkondisian udara (AC). Hal ini dilakukan dalam upaya untuk lebih memberikan kenyamanan dan pelayanan baik bagi seluruh sivitas akademika yang menggunakan gedung ini. Kemegahan bangunan sangat terasa dengan ukuran yang besar, luas dan representatif. Kekokohan bangunan ditunjukkan dengan penebalan kolom teras yang luar biasa dan cukup menarik. Beberapa ornamen ukir menambah keindahan bangunan kebanggaan Universitas Palangka Raya ini. Namun demikian kemegahan, kemewahan dan kekokohan struktur bangunan ternyata tidak menjamin pada tingkat kenyamanan di dalamnya. Meskipun telah dilengkapi dengan peralatan pengkondisian udara (AC) dengan kapasitas besar dan mahal, kegerahan tetap dirasakan di dalamnya. Dalam beberapa kasus seperti kegiatan rapat senat terbuka penerimaan mahasiswa baru, beberapa orang mahasiswa sampai jatuh pingsan akibat beberapa hal, salah satunya kepanasan atau kegerahan. Kondisi ini cukuplah memprihatinkan mengingat Aula Palangka satusatunya gedung berbentang lebar dengan kapasitas besar yang ada di Universitas Palangka Raya. Sudah semestinya disamping kemegahan yang membanggakan, faktor kenyamanan termal juga tidak boleh dikesampingkan. Pemasangan AC pada ruang bentang lebar memang tidak mudah, persoalan yang dihadapi adalah jarak dan waktu tempuh yang besar dan lama dari suplai udara dingin AC ke ruang yang membutuhkan. Jarak dan waktu yang lama memungkinkan terjadinya kondensasi udara dingin dengan udara panas, benda atau obyek lain yang dapat menaikkan suhu. Tidak menutup kemungkinan suhu udara yang sampai pada tempat tujuan, tidak sedingin seperti yang direncanakan (panas). Kata kunci: Kenyamanan, termal, bangunan, bentang, lebar. PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan dalam setahun matahari melintasi ekuator sebanyak dua kali. Matahari tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September. Sekitar April-September, matahari berada di utara ekuator 1
Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya
ISSN 1907 - 8536
15
Jurnal Perspektif Arsitektur
│Volume 8 / No.2, Desember 2013
dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan ekuator. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia secara umum mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator, sebagian wilayah Indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagaian besar wilayah Indonesia mengalami musim penghujan. Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu 0°45 LU, 3°30 LS, 111° BT dan 116° BT. Wilayahnya terdiri atas daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dengan kemiringan 0% - 8%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 100 m dan ketinggian rata-rata 25%. Daerah pantai dan rawa terdapat di wilayah bagian selatan, sedangkan dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian tengah serta pegunungan berada di bagian utara dan barat daya. Karateristik iklim di Kalimantan Tengah adalah tropis lembab dan panas. Suhu udara rata-rata 29° C, maksimum 33° C, tidak ada perbedaan suhu yang signifikan pada malam dengan siang hari. Curah hujan rata-rata tahunan 2.732 mm dengan rata-rata hari hujan 120 hari. Kelembaban 53%-97% dengan kecepatan angin 10-14 km/jam dengan intensitas yang rendah dan tiba-tiba bisa berubah tinggi pada saat hujan. Temperatur udara, kelembaban, curah hujan ataupun kecepatan angin merupakan data yang pasti dan terukur. Dengan peralatan khusus data iklim tersebut dapat diketahui dan di ukur dengan mudah. Namun demikian apabila dikaitkan dengan kenyamanan termal, pengukuran dengan alat bantu ini hanya sebagai pendekatan saja mengingat kenyamanan merupakan sesuatu yang sulit terukur. Beberapa orang berada di sebuah ruang pada saat yang sama dapat merasakan tingkat kenyamanan yang berbeda-beda. Kenyamanan menyangkut suasana hati yang sulit diukur dengan peralatan tertentu. Pengukuran dengan alat bantu menjadi penting sebagai pendekatan terukur yang telah diakui oleh banyak orang. Sebagai bangunan serbaguna berbentang lebar, Aula Palangka dirancang dengan daya tampung besar dengan ruang utama yang luas dan bebas tiang di tengah. Bangunan ini juga telah dilengkapi dengan peralatan pengkondisian udara (AC) kapasitas besar untuk menjamin tingkat kenyamanan termal di dalamnya. Namun demikian sampai saat ini kelayakan Aula Palangka sebagai ruang serbaguna yang megah dan nyaman kembali dipertanyakan. Beberapa kejadian khususnya pada saat acara wisuda ataupun rapat senat terbuka penerimaan mahasiswa baru, Aula Palangka sudah tidak sanggup lagi menampung sejumlah undangan. Sebagian undangan atau mahasiswa baru terpaksa tidak kebagian tempat di dalam ruang utama dan luber sampai teras samping kanan dan kiri. Beberapa saat setelah acara berlangsung banyak mahasiswa mulai kelimpungan dan tidak dapat duduk tenang karena merasakan panas dan gerah, bahkan sampai ada yang jatuh pingsan karena tidak tahan. Beberapa orang mengambil inisiatif membuka kerah baju dan berkipas-kipas menyebabkan suasana ruang tidak lagi khidmad dan cenderung gaduh. Fenomena ini cukup menarik untuk dikaji lebih mendalam khususnya kajian mengenai keadaan termal yang terjadi dalam ruang Aula Palangka serta permasalahan-permasalahan apa yang menyebabkan peralatan pengkondisian udara (AC) yang ada seakan tidak ada manfaatnya. Rumusan Masalah Melihat dari latar belakang yang ada kirnya dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : “Sejauh mana penggunaan peralatan pengkondisian udara buatan (AC) mampu memberikan tingkat kenyamanan termal dalam ruang Aula Palangka ?“. Tujuan Melihat pada rumusan masalah yang ada kiranya dapat diambil tujuan sebagai berikut :
16
ISSN 1907 - 8536
Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
Jurnal Perspektif Arsitektur
Mencari sejauh mana penggunaan peralatan pengkondisian udara buatan (AC) mampu memberikan tingkat kenyamanan termal dalam ruang Aula Palangka. Manfaat Kajian mengenai kenyamanan termal ini diharapkan akan memberikan manfaat pada : 1. Perkembangan ilmu khususnya arsitektur bangunan 2. Kajian lebih lanjut khususnya masalah kenyamanan termal pada bangunan 3. Sebagai bahan masukan bagian perencanaan dan pengembangan Universitas Palangka Raya
Putih
Terminal Luar Kota
Jl. Hiu
Jl. T
Jl.
Ra
JILI
K
RIW UT
jaw ali
Jl.
Tjilik
Ri
wu t
KEL. BUKIT TUNGGAL Jl.
S. K a h a y a n
ut ik Riw Tjil g
tila
ng
lik
Ri
wu t
Jl.
Ku
Jl.
is elib
Jl.
Tji
Pun ai
Jl.
B Jl.
Ga rud a
Jl. Antan
tan
yan ha Ka
ba Jem
Jl. Nias Jl. Sumbawa
N Jl.
Ka lim an tan
at gkur Man
Jl. Dahlia Jl.Mawar
Jl. Bali
Jl. Darmosugondo
KEL. PAHANDUT
Jl. Bawean
Murjan i
Gang Baru Jl. Mangga
Komp. Den Zibang
Jl. Dr.
Jl. Sumatra
Jl. Bangka Jl. Seram
Aula Palangka
Jl. Banda
Jl. Cempedak
Jl. KH. A. Dahlan
Jl.K.S. Tubun
Jl. Pantung
Jl. Lombok
Jl. Batam
Jl. Halmahera
Jl.
Jl. P. DIPONEGOR O
G. Wanita
Jl. K. Hasanudin
Mantikei
Jl. Kartini
Komp. Ktr. Gubernur
GK LIN
Jl. W illem
Jl. Riau
ang Jl. Mad
bung Lam
KEL. PALANGKA
Sanaman
Jl. H. Ikap
pto
Jl. A.I.S. Nasution
pra
Jl.Ibi Kasan
Su
Jl. Bakti
nd tje Le
Jl.Manunggal
Jl.
n ma
Jl. Ranying Suring
n II
Le
Jl.Tambun Bungai
ga
Jl.
A AN NC
rin am Th sni Hu
ng ma Da
Jl.Cempaka
M.
l njo Bo
Jl.
rin ge en .P Jl.
Jl. W. Sudirohusodo
an Im
Sal
RE
rso da s Su Yo Jl.
Jl.
Jl. A. YANI
Jl. Jawa an Iri
I
i es law Su
RS. TNI AD
Jl. Pilau
an
Jl. Iskandar
jait
n ma dir . Su nd Je
Jl.
Jl.
nd . Pa
Jl.
Buana
D.I
Adji
Jl.
Jl. Seth
Jl. Sun
doro
so tam Ka
ibalu
Jl. Kraka tau
AN RM PA
Jl. Sangga
Pel. Rambang
S.
Jl. Kin
Jl.
Jl.
Jl.
Jl. Kerinc i
n ya ha Ka
Jl. Nyai Balau Jl. Cen dana
A.S Jl.C. Mihing
Jl. C. Ban Jl. ga R. s Sal eh
Sal. Pengeringan II
Jl. Nyai Undang Jl. Panglima Tampei
dara
AR LU
Ban
AR
s Obo G. Jl.
Jl. Nyai Rendem Jl. Uria Jaya
karti Jl. Antang Kalang Jl. T. Tandang
t iwu
600
0 300
Buih I
Jl. P. Junjung Buih
Jl. P. Junjung
Jl. R.T.A Milono
kR Tjili
Jl. Janah Jari Jl. Temanggung Jaya Jl. Panglima Batur
Sal. Pengeringan III
Jl. Temanggung Tillung
KEL. M E N T E N G
KEL. LANGKAI
KEL. PANARUNG
Jl. A. Donis Samad
Gambar 1. Peta Lokasi. Sumber : Hasil Survey
TINJAUAN LITERATUR 1. Iklim Tropis
ISSN 1907 - 8536
Gambar 2. Tampak Aula. Sumber : Hasil Survey
17
Jurnal Perspektif Arsitektur
│Volume 8 / No.2, Desember 2013
Pengertian iklim adalah integrasi pada suatu waktu (integration in time) dari kondisi fisik lingkungan atmosfir, yang menjadi karakteristik kondisi geografis kawasan tertentu. Sedangkan cuaca adalah kondisi sementara lingkungan atmosfir pada suatu kawasan tertentu. Dan secara keseluruhan iklim diartikan sebagai integrasi dalam suatu waktu mengenai keadaan cuaca. Tropis dari kata tropikos (Yunani) yang berarti garis balik; sekarang pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik tersebut, yaitu garis lintang 2327 utara dan garis lintang 2327 selatan. Iklim tropis adalah iklim dimana panas adalah masalah utama/dominan yang pada hampir keseluruhan waktu dalam satu tahunnya. Bangunan bertugas mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan, dan suhu rata-rata per tahun tidak kurang dari 20C (Koeningsberger, 1975). 2. Tropis Lembab Secara umum iklim tropis terbagi dalam dua zona, yaitu iklim tropis kering dan tropis lembab. Iklim tropis kering terjadi pada beberapa wilayah padang pasir seperti di beberapa negara di Timur Tengah, sebagian Spanyol dan sebagainya. Sedangkan tropis lembab terjadi pada daerah hujan tropis seperti di Asia Tenggara dan beberapa daerah lain. Szokolay (dalam Santosa, 1997) mengisyaratkan bahwa iklim tropis lembab adalah jenis iklim yang sulit ditangani untuk mendapatkan tingkat responsibilitas yang maksimal, tanpa pengkondisian udara buatan. Iklim tropis di Indonesia menurut Lippsmeier berada pada zona warm-humid climate dengan sub zona equatorial rain forest climate. Pada zona ini memiliki kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (bisa mencapai 90 %), dengan curah hujan cukup banyak. Rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 23 C dan dapat naik sampai 38 C pada musim panas. 3. Respon Alami Terhadap Iklim. Suatu fakta bahwa wilayah Indonesia terletak pada zona tropis lembab yang menurut Szokolay merupakan daerah dengan iklim yang sulit di tangani tanpa pengkondisian udara buatan. Radiasi panas merupakan faktor dominan yang harus dihadapi dengan kelembaban udara tinggi. Perbedaan temperatur pada malam dan siang hari yang relatif kecil dan curah hujan relatif tinggi adalah bukti keganasan gejala alam yang sering terjadi di daerah ini. Menciptakan disain bangunan yang bersahabat dengan alam adalah pemecahan yang paling benar ditinjau dari berbagai sisi. Bangunan yang bersahabat dengan alam dan iklim setempat adalah bangunan yang mencoba secara maksimal memanfaatkan potensi iklim dan mengantisipasi kondisi iklim yang tidak menguntungkan melalui cara yang alami atau sedikit mungkin menggunakan peralatan mekanis. Konsep demikian akan melahirkan apa yang disebut dengan usaha penghematan energi (low energy building). Beberapa pendekatan dalam perancangan yang dilakukan untuk menjadikan suatu banguanan tersebut bersahabat dengan iklim adalah melalui : 1. Orientasi bangunan 2. Ventilasi silang 3. Kontrol terhadap radiasi matahari 4. Penyimpan dan penangkal panas (Heat storage dan insulation) 5. Kelembaban (Humidifying) 6. Vegetasi Keenam metode tersebut di atas secara prinsip merespon secara alami ketidak nyamanan termal melalui tiga cara :
18
ISSN 1907 - 8536
Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
Jurnal Perspektif Arsitektur
Menurunkan tingkat radiasi matahari Meningkatkan pergerakan udara Menurunkan kelembaban (sampai batas tertentu, RH umum : 35%-60%). Menurut Ken Yeang, tanda bahwa bangunan tersebut bersahabat ataupun melawan iklim setempat dapat dilihat dari enclosure systemnya. Bangunan yang bersahabat memperlihatkan enclosure yang terbuka (open system) sedangkan kebalikannya bangunan yang melawan kondisi iklim setempat adalah bangunan yang memiliki enclosure tertutup (closed system) dimana bangunan tersebut berfungsi sebagai insulator terhadap iklim yang mana sedikit terjadi ataupun tidak terjadi pertukaran kondisi lingkungan antara lingkungan di luar bangunan dengan lingkungan dalam bangunan. Kenyamanan termal bangunan diperoleh dengan bantuan peralatan mekanis sebagai pengontrol, seperti air condition dan lampu pencahayaan buatan. Dan berbeda dengan open system dimana bangunan berfungsi sebagai suatu lapisan yang berlubang atau environmental filter, yang menyaring/mengontrol kondisi iklim lingkungan luar bangunan sebelum masuk ke dalam bangunan. Jarak antar bangunan memungkinkan untuk aliran angin mencapai full dynamic proces (Lee dalam Santosa, 1997), dimana aliran angin setelah menyentuh satu bangunan dan akan mencapai ke bangunan lain, angin sempat turun menyentuh ke permukaan tanah. Selanjutnya Mas Santosa mengatakan bahwa prinsip susunan massa bentuk cluster pada kebanyakan lingkungan hunian tradisional adalah suatu bentuk penghalusan permukaan bumi, karena kondisi demikian akan memberikan kesempatan pada aliran angin untuk menyentuk ke setiap bangunan dalam lingkungan tersebut. Dalam proses disain yang mempertimbangkan iklim, pemasukan dan penyaringan udara dari luar bangunan memiliki fungsi-fungsi : suplai udara bersih, pendinginan alami, dan pendinginan secara psykologis, dimana tingkat efektifitas sirkulasi dalam ruangan yang menyangkut pada pola dan kecepatan pergerakan udara dipengaruhi oleh beberapa faktor (Yeang, 1987) : - orientasi dari bangunan - faktor ekternal yang menonjol - penghawaan silang (cross ventilation) - dan posisi bukaan (pintu-jendela-dan jalusi) - Kemampuan bahan dalam memberikan serapan dan refleksi terhadap radiasi matahari tergantung jenis dan karakteristik dan warna bahan seperti terlihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1. Bahan Cat
Kondisi permukaan Alumunium Kuning Abu-abu muda Hijau muda Merah muda Hitam Putih, berkilat
ISSN 1907 - 8536
% penyerapan
% Pemantulan
Bahan
% penyerapan
% Pemantulan
22-55 50 70-80
75-45 50 30-20
Tanah Rumput Kayu
Pinus
70-85 80 40-65
30-15 20 60-40
50-60 65-75
50-40 35-25
Kaleng
Kayu keras Baru
85 25-30
15 75-70
85-95 20-30
15-5 80-70
Marmer
Pudar Putih
65 40-50
35 60-50
Kondisi Permukaan Ladang
19
Jurnal Perspektif Arsitektur
Semen Asbes Aspal Beton genteng
Putih, kapus Putih Slate Lama merah
│Volume 8 / No.2, Desember 2013 10-20 40-60 80-95 70-85 85-95 60-70 60-75
90-80 60-40 20-5 30-15 15-5 40-30 40-35
Pasir Slate Batu Besi Air bata
Putih Perak Abu-abu Batu karang Baru Pudar Danau/laut merah
40 70-90 75-90 80-85 65-70 90-95 90-95 60-75
60 30-10 25-10 20-15 35-30 10-5 10-5 40-25
PEMBAHASAN 1. Orientasi bangunan
SITE PLAN
U
Gambar 3. Orientasi Bangunan Menghadap Tenggara. Sumber : Hasil Pembahasan Orientasi bangunan Aula Palangka menghadap ke arah tenggara. Besar kemungkinan arah hadap bangunan ini lebih mempertimbangkan kemudahan sirkulasi atau pencapaian bukan berdasarkan lintasan matahari. Dengan demikian sisi lebar bangunan berada pada bagian utara-selatan dan sisi panjang bangunan berada pada sisi timur-barat. Pada sisi panjang bangunan inilah (timur-barat) yang cenderung akan mendapatkan terpaan radiasi matahari langsung dan lama. Kurang lebih 11 jam dalam sehari bangunan akan diterpa oleh radiasi matahari dari pagi sampai sore hari. Pemecahan teras keliling bangunan adalah langkah yang tepat karena dapat menciptakan ruang pembayangan dari atap teras/tritis sehingga radiasi matahari langsung tidak mengenai sisi panjang dinding bangunan. Pada kenyataanya bagian teras samping relatif lebih nyaman (lebih sejuk) jika dibandingkan di dalam ruang utama. Pada bagian teras samping dimana ruang terbuka tanpa penghalangan dinding luar memungkinkan pergantian udara secara sempurna. Terpaan angin meskipun tidak kencang memberikan sensasi nyaman daripada rasa panas dan gerah di dalam ruang utama.
20
ISSN 1907 - 8536
Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
Jurnal Perspektif Arsitektur
Gambar 4. Bagian Teras Relatif Lebih Nyaman Sumber : Hasil Survey, 2013 Arah angin dari barat laut kurang direspon dengan baik dengan membuat bukaan-bukaan ventilasi udara, mengingat bangunan sistem tertutup dengan sepenuhnya mengandalkan pengkondisian udara buatan untuk menunjang kenyamanan termal dalam ruang. Bukaan jendela kaca yang ada hanya difungsikan untuk pencahayaan alami. Bentang ruang aula yang besar (25 m) membutuhkan bukaan kaca yang banyak dari berbagai sisi agar terang. 2.
Ventilasi silang Meskipun disain tertutup diterapkan pada Aula Palangka, elemen bukaan dibuat fleksibel dengan bisa dibuka sewaktu-waktu bila diperlukan. Bukaan bouven yang berada di atas kosen pintu jendela dipasang hampir mengelilingi bangunan. Bukaan jendela kaca ini tidak berfungsi sebagai ventilasi udara namun untuk memasukkan cahaya alami. Meskipun dapat dibuka dalam prakteknya terlalu sulit untuk dilakukan mengingat ketinggiannya. Respon alami berupa ventilasi silang tidak diterapkan pada aula ini, kenyamanan termal sepenuhnya dibebankan pada penggunaan AC dan kipas angin, sesuatu yang tidak lazim terjadi bila penggunaan AC dibarengi dengan kipas angin karena cenderung pemborosan energi.
Gambar 5. Pemasangan Blower pada sisi Kanan dan Kiri Bangunan Sumber : Hasil Survey, 2013 Unit AC (package unit) kapasitas besar sebanyak 4 (empat) unit dipasang di sisi kanan dan kiri ruang. Sedangkan kipas angin (dengan media semburan uap air) sebanyak 4 – 6 unit dipasang disela antara unit AC. Blower 8 unit dipasang di atas kosen pintu jendela sisi kanan dan kiri berfungsi mengeluarkan panas yang terjebak dalam ruang. Namun penempatan blower yang tidak cukup tinggi dan dekat dengan unit AC, menyebabkan
ISSN 1907 - 8536
21
Jurnal Perspektif Arsitektur
│Volume 8 / No.2, Desember 2013
sebagian udara dingin ikut tersedot keluar ruang. Pendinginan udara dalam ruang oleh AC seakan tidak pernah optimal. Udara panas terjebak pada bagian tengah tertekan dari kedua sisi (kanan dan kiri) oleh kekuatan kipas angin dan tidak tersedot oleh blower. Bentang ruang yang besar (25 m) menyebabkan semburan udara dingin AC kurang menjangkau ke bagian tengah ruang. Udara dingin bersinggungan dengan obyek lain (udara panas, perabot dan manusia) sehingga meningkat suhunya. Beban AC meningkat dan tidak pernah mencapai tingkat dingin yang dibutuhkan. 3.
Kontrol terhadap radiasi matahari Atap merupakan bagian terpenting dalam usaha mengontrol radiasi matahari. Posisinya yang berada di bagian puncak bangunan menyebabkan sedikitnya 11 jam dalam sehari menerima radiasi matahari langsung mulai dari pagi sampai sore. Penggunaan atap metal pada Aula Palangka ini memberikan pengaruh kurang baiki pada kenyamanan termal. Sebagaimana diketahui bahwa bahan logam kurang mampu meredam panas mengingat bahan ini memiliki kemampuan hantaran panas yang besar. Sebagian radiasi yang diterima atap logam akan dipantulkan namun sebagian lagi merambat pada bahan logam dan turun ke ruangan dibawahnya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akan terjadi akumulasi panas yang luar biasa pada ruang antara atap dengan plafond, terlebih pada bagian ini tidak terdapat bukaan untuk melepas udara panas yang terjebak. Panas kemudian akan merambat melalui material plafon (kalsiboard) dan akhirnya menambah beban berat AC. Di sisi lain semua peralatan elektronik dalam ruangan termasuk penggunanya juga merupakan sumber panas yang perlu juga dipertimbangkan. Udara panas dalam ruang yang seyogyanya cepat dikeluarkan dengan bantuan blower justru malah terdorong dari dua arah oleh tekanan AC dan kipas angin sehingga terjebak di bagian tengah ruang.
Gambar 6. Akumulasi Panas Maksimal di Bawah Atap Merambat ke Ruang Dalam Sumber : Hasil Pembahasan
Gambar 7. Atap Tertutup Menjebak Panas Sumber : Hasil Pembahasan
p1 p1
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p2
p1 pg
p1 p1
Gambar 8. Udara Panas Terjebak di Bagian Tengah Ruang Sumber : Hasil Pembahasan
22
ISSN 1907 - 8536
Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
4.
Jurnal Perspektif Arsitektur
Penyimpan-penangkal panas (heat storage – insulation) Sistem penanganan kenyamanan termal pada daerah tropis kering dengan tropis lembab jelaslah berbeda. Pada daerah tropis kering sering diperlukan bahan material yang dapat menyimpan panas. Dinding bangunan memiliki ketebalan lebih untuk menyimpan panas yang dibutuhkan pada malam hari. Sebaliknya pada daerah tropis lembab seperti di Palangka Raya, bahan penyimpan panas seyogyanya justru dihindari. Dinding tidak perlu tebal karena bukan sebagai penyimpan panas tapi hanya sebagai pembatas ruang. Material dinding bangunan Aula Palangka berupa pasangan bata ½ batu berplester, relatif tipis dan aman dalam kemungkinannya menyimpan panas yang tidak dibutuhkan, namun sebaliknya bahan penutup atap yang pada awalnya adalah sirap telah digantikan dengan material logam. Sirap lebih ideal karena mampu meredam panas radiasi, sedangkan logam kurang baik dalam meredam panas akibat radiasi. Ketinggian plafon Aula Palangka tidak terlalu tinggi (4.85 m) sebagaimana fungsinya sebagai ruang serbaguna/aula yang menuntut kemegahan dan kelegaan. Penambahan ketinggian untuk mendapatkan volume ruang yang besar tidak dimungkinkan karena alasan struktur. Bangunan ini merupakan bangunan lama yang direhab kembali dengan mempertahankan struktur utama. Volume ruang yang kecil pada Aula Palangka berdampak pada semakin cepatnya terjadi akumulasi panas dalam ruang. Hal ini disebabkan karena semakin kecil volume ruang akan semakin cepat pula akumulasi panas yang terjadi.
4.85
Gambar 9. Volume Ruang Kecil Mempercepat Akumulasi Panas Sumber : Hasil Survey, 2013 Volume yang kecil lebih meringankan beban AC, namun dalam kasus ini bentangan yang lebar dari Aula Palangka menyebabkan semburan udara dingin AC kurang menjangkau sampai bagian tengah ruang. Bantuan dorongan kipas angin barangkali sedikit membantu asalkan tidak disertai oleh penambahan uap air yang meningkatkan kelembaban. 5.
Kelembaban (humidifying) Kelembaban udara di Palangka Raya yang tinggi (53% - 97%) memberikan pengaruh kurang baik dalam penanganan kenyamanan termal di Aula Palangka. Daerah tropis lembab merupakan daerah yang sulit penanganan kenyamanan termalnya tanpa menggunakan pengkondisian udara buatan (AC ataupun kipas angin). Kelembaban yang tinggi sedapat mungkin diturunkan seandainya bisa dilakukan, mengingat kelembaban inilah penyebab rasa panas dan gerah (tidak nyaman). Belum ada peralatan
ISSN 1907 - 8536
23
Jurnal Perspektif Arsitektur
│Volume 8 / No.2, Desember 2013
khusus yang dapat menurunkan tingkat kelembaban udara. Langkah yang dapat diambil adalah dengan berusaha untuk tidak menambah kelembaban dan mengupayakan terjadinya sirkulasi udara silang yang memungkinkan penggantian udara segar/bersih. Penggunaan 4 (empat) unit AC package di Aula Palangka ternyata belum maksimal dan bantuan kipas angin media air justru membawa masalah baru. Kelembaban yang semestinya diturunkan justru malah ditambah secara terus menerus. Akibatnya ruangan bertambah panas/gerah seiring berjalannya waktu, sehingga beban AC semakin berat dan tidak mampu menurunkan suhu udara sesuai kebutuhan. Suhu udara dalam ruang dalam kondisi penuh tetap tinggi (31° C) di bagian tengah ruang dan relatif rendah/dingin pada daerah sekitar depan unit AC yang terpasang.
Gambar 10. Package unit AC dan kipas air saling berdekatan Sumber : Hasil Pembahasan Daerah dekat unit AC yang terasa dingin semestinya lebih nyaman, namun adanya semburan angin dan uap air yang kuat dari kipas menyebabkan daerah ini sangat tidak nyaman. Beberapa orang mengeluhkan rasa mual dan pusing yang hebat, sebuah indikasi ketidak nyamanan termal telah terjadi. 6.
Vegetasi Vegetasi pada lansekap halaman Aula Palangka sebenarnya cukup memadai dan semestinya memberikan pengaruh positif pada kenyamanan termal dalam bangunan. Disamping memberikan suasana hijau yang asri dan sejuk, vegetasi terbukti mampu meredam radiasi matahari langsung. Penempatan vegetasi cukup rapat dan teduh pada sisi bagian barat merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi radiasi maksimal pada siang sampai sore hari. Vegetasi yang ada memberikan pembayangan dan keteduhan khususnya pada perkerasan aspal yang cenderung dapat memantulkan panas ke bangunan. Halaman sekeliling yang terbuka ditutup dengan rumput hijau cukup membantu mengurangi efek pantulan radiasi pada halaman dasar. Namun demikian vegetasi yang ada kurang memberikan kontribusi baik pada kenyamanan termal di Aula Palangka, mengingat bangunan berupaya mengisolasi diri dari potensi lingkungan luar dengan sistemnya yang tertutup.
24
ISSN 1907 - 8536
Volume 8 / No.2, Desember 2013 │
Jurnal Perspektif Arsitektur
Gambar 11. Vegetasi memberikan keteduhan dan kesejukan kurang direspon dengan baik Sumber : Hasil Pembahasan PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan yang dilakukan kiranya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggantian bahan penutup atap dari sirap menjadi bahan logam (metal roof) memberikan pengaruh kurang baik pada tingkat kenyamanan termal di Aula Palangka. Sosoran tritis atap teras yang panjang sangat tepat untuk meciptakan pembayangan ruang melindungi terpaan radiasi matahari langsung pada elemen dinding khususnya pada sisi timur dan barat. 2. Pemasangan blower yang kurang tinggi membawa pengaruh kurang baik dengan tersedotnya udara dingin keluar ruangan, fungsi utama blower untuk menarik udara panas tidak maksimal. Sedangkan penggunaan kipas angin tanpa media air akan membantu penyebaran udara dingin dari AC dengan cepat ke seluruh bagian ruang, sebaliknya kipas angin dengan media semburan uap air justru akan menambah tingkat kelembaban dan beban AC. 3. Vegetasi tidak membawa pengaruh signifikan pada kenyamanan termal Aula Palangka yang tertutup, vegetasi baru akan bermanfaat pada bangunan sistem terbuka dengan penghawaan alami. Saran Dibawah ini beberapa saran yang dapat dilakukan untuk lebih meningkatkan kenyamanan termal pada Aula Palangka sebagai berikut : 1. Pelobangan pada bagian atap sangat diperlukan untuk melepaskan udara panas yang terjebak pada ruang di bawah atap. Penggunaan kipas cyclone tenaga angin yang murah pada bagian puncak atap dapat mempercepat pergantian udara panas yang terjebak di bawah atap. 2. Bila peninggian bangunan tidak mungkin dilakukan maka untuk menciptakan volume ruang yang besar guna mengurangi akumulasi panas yang terjadi, disain plafon dapat mengikuti kemiringan atap atau konstruksi kuda-kuda baja. 3. Pemasangan blower akan lebih efektif bila diletakkan pada posisi jauh dari unit AC atau daerah tengah plafon untuk menyedot udara panas yang terjebak. 4. Bouven jendela kaca hidup yang bisa dibuka sewaktu-waktu kurang efektif mengingat ketinggiannya terlalu sulit untuk dibuka. Akan lebih efektif bila menggunakan jendela kaca mati tanpa panil yang lebih lebar, sehingga cahaya langit yang masuk ke dalam ruangpun akan lebih besar dan terang.
ISSN 1907 - 8536
25
Jurnal Perspektif Arsitektur
│Volume 8 / No.2, Desember 2013
DAFTAR PUSTAKA Koenigsberger, Ingersoll, Mayhew, Szokolzy (1974). Manual of Tropical Housing and Building. Part 1 Climate Design. Longman Group Limited, London Maleong, Lexy J (1999), Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Resdakarya, Bandung. Rapoport, Amos (1980), Cross-Cultural Aspects of Environmental Design, dalam Seminar : Lingkungan, Budaya dan Rancang Bangun, Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. (1982), The Meaning of Built Environment. Beverly Hill, California : Sage Publications. Santosa, Mas, 1997. Arsitektur Tradisional Tropis Lembab; Sebuah Referensi Untuk Pengembangan Arsitektur Indonesia, dalam Bungai Rampai Arsitektur ITS, Surabaya. Waterson, Roxana (1990). The Living House, Oxford University Press, New York. Yeang, Ken, (1987). Tropical Urban Regionalism (Building in a South-East Asian City). Published by Concept Media Pte Ltd, Singapore 0923.
26
ISSN 1907 - 8536