Keracunan ‘Alkohol Beracun’ - perdici.org

Keracunan ‘Alkohol Beracun ... oksigen 15 liter per menit Non Rebreathing Mask (NRM), ronki pada ke dua lapangan paru; tekanan...

6 downloads 260 Views 684KB Size
LAPORAN KASUS

Keracunan ‘Alkohol Beracun’

Albertus Sugeng Wibisono

CASE SUMMARY

Whether intentional or accidental alcohol ingestions (particularly methanol and ethylene glycol) remains one of the most common, yet potentially devastating, poisonings commonly encountered in emergency department. This case report presents a young man of twenty five years’ old who was admitted to the emergency department because of respiratory failure, coma and septic. Past medical history was alcoholic addiction. The laboratory tests revealed severe metabolic acidosis with high anion gap, hiperkalemia, slight elevated in ureum and creatinine serum and leucocytosis. The chest x rays showed infiltrate in the right paracardial. It is most likely that this patient consumed toxic alcohols and suffered from aspiration bronchitis. Management of the patient were ventilator support, correction metabolic acidosis by bicarbonate, restoring the circulation, administering ethanol and treating the sepsis. The patient was survived and on the day fourth gained his consciousness. Key words: respiratory failure, coma, severe metabolic acidosis with high anion gap, toxic alcohol, sepsis. PENDAHULUAN

Minuman beralkohol biasa dikenal sebagai minuman keras, karena dapat berdampak mabuk sampai kematian. Angka kematian akibat keracunan alkohol di Indonesia belum ada, namun kematian

Intensive Care Unit RS Mitra Kemayoran Jl. HBR Motik (Landas Pacu Timur) Kemayoran, Jakarta 10630 Korespondensi: [email protected] Volume 2 Nomor 2 April 2012

akibat alkohol dilaporkan secara sporadis di media masa. Keracunan alkohol didalam tubuh bisa karena disengaja misal usaha bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu bahwa alkohol terdiri dari beberapa jenis. Alkohol bisa berupa ethyl alkohol (ethanol), propyl alcohol (Isopropanol), ethylene glycol dan methyl alcohol (methanol), dua jenis terakhir ini disebut alkohol beracun sebab lebih cepat mematikan daripada yang lain. Berikut ini dipresentasikan sebuah kasus diduga akibat keracunan alkohol KASUS

Seorang laki-laki 25 tahun dibawa ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran. Dilaporkan kurang lebih 20 jam sebelumnya. Keadaan pasien pada waktu di unit gawat darurat (UGD) pernapasan cepat dalam, napas tidak berbau, saturasi 89% dengan oksigen 15 liter per menit Non Rebreathing Mask (NRM), ronki pada ke dua lapangan paru; tekanan darah 92/45mmHg, laju nadi 109 kali/menit, suhu 38,50C kesadaran koma, pupil 4/4mm, refleks cahaya +/+. Abdomen supel, bising usus normal, reflex Babinski negatif. Tidak ada Jejas atau cedera di kepala dan ditempat lain. Tidak ada kejang. Hasil pemeriksaan darah adalah: Hemoglobin 18,1 g/dL; Leukosit 26 100 /mm3; Haematokrit 56%; Trombosit 393 000; Hitung jenis: basofil/eosinofil/ batang/segmen/limfosit/monosit:0/2/6/71/18/3; pemeriksaan analisis gas darah (AGD); pH 6,950; pCO2 17,0mmHg; pO2 139,1mmHg; HCO3 3,8; SaO2 97,8% pemeriksaan gula darah sewaktu 192g%; Ureum 42mg/dL; Kreatinin 2,2mg/dL; Natrium 145mEq/L; Kalium 7,0 mE/L; Klorida 101; mEq/L; SGOT 19 uL; SGPT 14 uL, Anti HIV (kwalitatif) negatif. Pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan pola gelombang sinus, tidak ditemukan pelebaran 109

Keracunan ‘alkohol Beracun’

kompleks QRS, didapatkan peninggian gelombang T. Tindakan yang dilakukan di UGD mempertahankan jalan napas dengan intubasi trakea dan pemberian bantuan ventilasi mekanik, memperbaiki sirkulasi dengan infuse ringer asetat 500 ml dan natrium bikarbonat 150mEq selama 1,5 jam. Tiga jam kemudian diperiksa analisis gas darah pH 7,051/ pO2 162,9 mmHg/ pCO2 18,9mmHg/ BE -23,6/ Sa O2 98,3% dan pasien dipindahkan ke ICU. Di Intensive Care Unit (ICU) pasien diberi bantuan ventilasi mekanik dengan pola Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation - Pressure (PSIMV) IP 15, RR= 18; PS= 8, PEEP 5, FO2=1 FiO2, Cefepime 1gr/8jam, Natrium bikarbonat 200mEq selama 2 jam, Infus Martos 10% 2000ml/24jam, etanol 5% 125ml/jam, Neurobion (B1, B6, B12) intravena (IV),Vit B1 3 x 100 mg iv. Obat-obat yang diberikan lewat nasogastrictube (NGT) adalah asam folat 3 x 60mg, paracetamol tablet 4 x 500mg. Untuk panduan terapi antibiotika diperiksa perwarnaan gram, KOH, kultur sekresi trakea. Pada hari pertama sekresi trakea banyak, kental, purulen, suhu 37-390C, laju napas 22-32 kali per menit, ronki pada kedua lapangan paru, tekanan darah berkisar sistolik 90-100mmHg dan diastolik 50mmHg selama 7 jam pertama setelah itu tekanan darah meningkat yaitu sistolik 100-130mmHg dan diastolic 60-80mmHg. Kesadaran masih koma namun setelah 12 jam mengalami perbaikan yaitu menjadi sopor. Pemeriksaan analisis gas dengan FiO2 1 pH 7, 236, PO2= 216mmHg, PCO2= 14,5mmHg ; HCO3= 6; BE = -19 Na= 143 mEq/L; K= 5,7 mEq/L; Cl = 105mEq/L. GDS = 118 – 164mg/dL. Lipase= 266 uL. Foto paru tampak infiltrat parakardial kanan. Pada pemeriksaan urinalisis tidak ditemukan benda keton. Pada sedimen urin tidak ditemukan kristal dan bakteri , hanya ada silinder granular kasar. Pada hari ke 2 sekresi trakea masih banyak dan purulen. Suhu 36,8 – 37,80C; tekanan darah berkisar 110-140/60-80mmHg; laju nadi 110-130 kali/ menit. Kesadaran somnolen. Hemoglobin 16,7g/ dL; Lekosit 13. 800/mm3; Trombosit 307 000. Analisis gas darah dengan FiO2 0,5 pH 7,439, PO2 172,1mmHg; PCO2 27,1mmHg; HCO3 18 maka fraksi oksigen diturunkan menjadi 0,4 Na 141mEq/L; K 3,0 mEq/L; Cl 108mEq/L Pemeriksaan pengecatan gram ditemukan gram negatif batang positif. Pada hari ke 3 Suhu 36 – 37,80C; tekanan darah berkisar 110-140mmHg /60-80 mmHg; laju nadi 90-120 kali/ menit; CVP= 8 – 10cmH2O. Kesadaran somnolen. Hasil analisis gas darah dengan FiO2 0,4 pH 7,536, PO2 189,3mmHg; PCO2 24,3mmHg; HCO3= 20,1; 110

BE= -1,1. Na 136mEq/L; K 2,7; mEq/L; Ca= 9,16mEq/L. Koreksi kalium dengan KCl 100mEq/ 24 jam. Bantuan ventilasi mulai dkurangi PSIMV IP 8, RR= 12; PS= 8, PEEP 5, O2=30 %. Infus diganti dengan Aminofluid 1000 ml dan Trifluid 1000ml. Etanol 5% masih diberikan. Pada hari ke 4, sekresi trakea mulai berkurang dan jernih. Kesadaran masih somnolen. Hasil AGD dengan FiO2 0,4 pH 7,511, PO2 185, 4mmHg; PCO2 25,1mmHg; HCO3= 19,7; BE= -2. Na 140mEq/L; K = 3,2mEq/L. Pada pemeriksaan foto paru tampak infiltrat berkurang. Bantuan ventilasi mekanik mulai disapih. Pada hari ke 5 pasien mulai sadar dan diperiksa tidak ada ganguan penglihatan, pernapasan dan hemodinamik stabil, dan kemampuan batuk baik. Hasil kultur didapatkan Acinetobacter Baumani yang sensitif terhadap Cefepime. Hasil AGD dengan FiO2 0,3pH 7,485, PO2 174mmHg; PCO2 33,9mmHg; HCO3= 24,9; BE=1,9. Penyapihan bantuan ventilasi mekanik dengan dilakukan Spontaneous Breathing Trial (SBT). Pemberian Etanol dihentikan dan mulai diberikan nutrisi enteral. Pada hari berikutnya napas spontan dinilai adekwat. Kemampuan batuk baik. Pasien sadar dan kontak baik, analisis gas darah dalam batas normal, maka dilakukan ekstubasi trakea dan pasien dipindah ke High Care Unit. PEMBAHASAN

Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf pusat yang berat, gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian. Alkohol adalah sekelompok senyawa yang terdiri atas ethyl alcohol, methyl alcohol, ethylene glycol, isopropyl alcohol; dimetabolisme oleh alcohol dehidrogenase. Etanol/etil alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih, berbau khas dan merupakan komponen minuman keras dengan berbagai konsentrasi. Zat ini banyak dipakai di bidang kesehatan sebagai desinfektans. Etilen glikol adalah larutan alkohol yang tidak berbau, terasa manis dan sering dipakai untuk antifreezing dan deicing. Etilen glikol biasa digunakan untuk cairan transmisi, rem dan kosmetik tertentu. Metanol berupa cairan jernih tidak berwarna,disebut juga wood alcohol, karena hasil distilasi kayu. Larutan ini sering dipakai dalam industri mebel. Isopropil alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna terasa pahit dan berbau khas. Senyawa ini sering dipakai untuk kosmetik, desinfektans dan antifreeze. Hasil metabolisme etilen glikol dan metil alkohol menghasilkan anion gap dan osmolal gap yang tinggi, sedangkan isopropil Majalah Kedokteran Terapi Intensif

Albertus Sugeng Wibisono

Tabel 1. Keracunan Akut Alkohol Ethanol • Depresi Susunan Saraf Pusat • Kejang • Bau • Gas Darah • Anion gap • Osmolar gap • Oxalate crystaluria • Mulai timbul gejala • Dosis letal • Kadar letal dalam darah ( mg / dL ) • Tindakan khusus

Methanol

Ethylene Glycol

+ + + asidosis respiratorik ketosidosis + + - 30 menit 5-8 gr/kg

+ + Asidosis metabolik berat +++ + - 12-48 jam 1-5 gr/kg

+ + - Asidosis metabolik berat +++ + ++ 30 menit-12 jam 1,5 gr/kg

350 – 500 HD

80 ETOH ; HD

200 ETOH ; HCO3

Keterangan: HD: hemodialisis

Isopropanol

+ + + ( aseton) Asidosis metabolik ringan + + Cepat 3-4 gr/kg 400 HD ; HCO3

ETHANOL FMP

Folic Acid

CO2

Gambar 1 : Perubahan biokimiawi alkohol beracun dalam tubuh Keterangan : FMP : Fomepizole; AD : Alcohol Dehydrogenase; NAD: Nicotinamide Adenine Dinucleotide; NADH :Reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide

alkohol menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa mengakibatkan ketoasidosis. Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol, meskipun tidak berarti bahwa ethanol tidak toksis.2 Semua jenis senyawa alkohol dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan kejang. Pada keracunan etanol onset sekitar 30 menit, napas berbau etanol dan dapat terjadi asidosis respiratorik atau ketoasidosis, sedang pada keracunan isopropanol onset cepat, napas berbau aseton dan asidosis Volume 2 Nomor 2 April 2012

metabolik yang terjadi ringan.(Tabel 1) Keracunan metanol dan keracunan etilen glikol mempunyai banyak kemiripan. Pertama kedua senyawa ini menghasilkan asidosis metabolik dengan anion gap yang tinggi disebabkan produksi asam yang cepat. Kedua jenis pasien tampak mabuk tapi napas tidak berbau. Ketiga pada pemeriksaan elektrolit dan osmolalitas kedua jenis keracunan ini menghasilkan osmolalitas gap yang tinggi Menurut keluarganya, pasien ini mempunyai 111

Keracunan ‘alkohol Beracun’

Table 2. Perbedaan keracunan Etilen Glikol dan Metanol Gejala , tanda , laboratoriium Napas tidak berbau Metabolik asidosis : pH 6,95 Anion gap tinggi : 47,2 Gangguan visual tidak ada Gangguan fungsi ginjal: Ureum 42, creatinin 2,2 Kristaluria asam oksalat (-) Enzim pankreas : Lipase 266

kebiasaan minum minuman beralkohol dan bila pulang ke rumah sering didapati mabuk. Pagi hari sebelum masuk rumah sakit pasien muntah – muntah dan malam hari mulai tidak sadar kemudian dibawa ke RSI. Pada pemeriksaan, napas hiperventilasi dan tidak berbau alcohol maupun keton. Kecurigaan berikutnya mengarah ke keracunan etilen glikol atau methanol. Berhubung pada pasien ini gejala dan tanda kliis mengarah pada keracunan alcohol beracun, maka pembahasan di pusatkan pada etilen glikol dan metanol. Etilen glikol dapat tertelan, terhirup, dan terarbsorpsi melalui kulit. Namun yang mengancam nyawa adalah yang masuk dengan cara tertelan. Penyerapan lewat saluran cerna sangat cepat dan sekitar 80% dosis yang tertelan dimetabolisme di hati. Di hati etilen glikol dimetabolisme oleh alcohol dehydrogenase yang menghasilkan metabolit glycolic acid yang beracun. Asam ini produk metabolisme yang terbesar dan menyebabkan asidosis metabolik berat disertai anion gap yang tinggi. Pembentukan glycolic acid melibatkan perubahan NAD Nicotinamide Adenine Dinucleotide menjadi NADH reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide menyebabkan perubahan pyruvat menjadi laktat, akibatnya asam laktat juga meningkat pada keracunan etilen glikol. Hasil akhir metabolism etilen glikol adalah asam oksalat yang dapat bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa kompleks kalsium oksalat yang dapat menimbulkan endapan di tubulus ginjal. Kristaluria kalsium oksalat ini dapat dilihat secara mikroskopis dan dapat menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, akibatnya dapat terjadi gagal ginjal akut. Metanol juga cepat diabsorpsi di saluran cerna dan dimetabolisme di hati oleh alcohol dehydrogenase. Hasil metabolitnya adalah formic acid yang merupakan racun mithokondria yang bekerja menghambat cytochrome oxidase. Jaringan yang rentan terhadap metabolit ini adalah retina, saraf optikus, dan ganglia basalis. Asam laktat juga 112

Etilen Glikol + + + + + - -

Metanol + + + + +

meningkat seperti halnya pada keracunan etilene glikol, namun kadarnya bisa lebih tinggi akibat terjadi keracunan mithokondria (Gambar 1). Gejala awal keracunan Etilen glikol berupa mual, muntah dan tampak mabuk. Karena etilen glikol tidak berbau maka napas tidak berbau. Pada kasus yang berat disertai koma, kejang umum, edema paru, kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal. Pemeriksaan laboratorium menggambarkan suatu asidosis metabolik berat dengan kenaikan anion gap. Kadar serum laktat dapat meningkat (biasanya 5 - 6mEq/L). Bisa terjadi hipokalsemia dan kristal kalsium oksalat tampak di urin sekitar 50 % kasus. Plasma assay untuk ethylene glycol > 25 mg/ dL dianggap toksis, namun kadar plasma ini dapat diabaikan pada pasien yang telah lama mengalami keracunan, karena telah terjadi metabolisme. Gejala awal keracunan methanol dalam waktu 6 jam setelah tertelan termasuk nampak mabuk tanpa bau etanol. Tanda lanjut (6 – 24 jam setelah tertelan) termasuk gangguan penglihatan (skotoma, pandangan kabur, buta total), kesadaran menurun, koma, dan kejang umum, pankreatitis juga bisa terjadi. Pemeriksaan retina bisa didapatkan papiledema, dan edema retina luas. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan gangguan asam basa seperti pada keracunan etilen glikol. Enzim pankreas bisa meningkat dan kenaikan kadar Creatinine Phospho kinase (CPK) dalam darah (dari rhabdomyolysis) pernah dilaporkan. Bila plasma assay untuk methanol tersedia, kadar diatas 25mg/dL dianggap toksis. Seperti halnya pada keracunan etilen glikol kadar plasma dapat keliru setelah lama dari waktu tertelan karena senyawa induk mungkin telah dipecah. Pemeriksaan yang belum dikerjakan disebabkan keterbatasan dana yaitu kadar asam laktat, plasma assay untuk etilen glikol dan metanol, osmolalitas plasma. Pada pasien ini agak sulit membedakan antara keracunan etilen glikol atau metanol. Keracunan pada pasien ini disertai : • Dehidrasi akibat asupan cairan kurang karena munMajalah Kedokteran Terapi Intensif

Albertus Sugeng Wibisono









tah-muntah dan pemeriksaan laboratorium didapatkan hematokrit 56 Infeksi paru dengan adanya febris 38,5 C, sekresi trakea purulen, Lekosit 26 100/mm3, hitung jenis lekosit segmen 71, gangguan oksigenasi PaO2/ FiO2 162,9, infiltrat parakardial kanan pada foto paru Asidosis metabolik berat yang terjadi pada awalnya selain disebabkan hasil metabolisme racun alkohol, bisa juga diperberat gangguan perfusi karena terbentuk asam laktat akibat dehidrasi dan sepsis dan perubahan NAD menjadi NADH. Asidosis metabolik ini disertai dengan anion gap yang tinggi. Rumus Anion gap = (Na +K) – (HCO3 + Cl)= (145 + 7) – (3,8 + 101) = 47,2. Normal 12 +/- 4 mEq/ liter. Gap memperlihatkan anion yang tidak terukur pada pemeriksaan rutin elektrolit. Umumnya anion ini berupa sulfat, fosfat dan protein serum. Bila ada asam yang ditambahkan kedalam tubuh (glycolic, glyoxylic, oxylic, formic, laktat) ion hydrogen dinetralkan oleh bikarbonat yang membentuk asam karbonat yang selanjutnya dirubah menjadi CO2 dan H2O. Asam ini menyebabkan bikarbonat hilang dari persamaan dengan penambahan anion yang tidak terukur akibatnya anion gap meningkat. Gagal napas hipoksemia. Gagal napas ini bisa disebabkan oleh aspirasi pada waktu pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan foto dada didapatkan infiltrat pada paru kanan. Gangguan oksigenasi kemungkinan akibat dari spasme dan bronkitis. Penurunan kesadaran terjadi tidak disertai riwayat cedera kepala dan tidak ditemukan jejas. Gula darah 192, tidak ada hiponatremia dan tidak ditemukan keton di dalam urin. Kemungkinan penyebabnya adalah alcohol beracun yang pada awalnya diperberat oleh asidosis metabolik berat dan hipotensi.

Pengobatan Setiap pasien dengan riwayat peminum alkohol, tanda-tanda klinis atau penemuan laboratorium yang mengarah pada keracunan metanol atau etilen glikol harus segera ditangani. Pengobatan metanol atau etilen glikol3 1. Resusitasi. 2. Bersihkan obat-obat yang masih tertinggal di lambung. Bilas lambung efektif bila dilakukan dalam 1 – 2 jam setelah minum 3. Mengkoreksi asidosis metabolik. Asidosis dikoreksi dengan Natrium bikarbonat intravena. Terapi Bikarbonat segera dimulai bila pH turun dibawah 7,2 dan terapi ditujukan untuk mempertahankan pH diatas 7,2. PembeVolume 2 Nomor 2 April 2012

rian Bikarbonat dalam jumlah banyak dibutuhkan sebab metabolit yang beracun adalah asam anorganik yang diproduksi terus menerus4. pH darah perlu diperiksa secara berkala. Hati-hati bisa terjadi hipernatremia bila diperlukan dosis besar bikarbonat. 4. Menghentikan pembentukan metabolit yang beracun. Ada 2 agen yang dapat menghentikan produksi metabolit yang beracun dengan menghambat kerja alcohol dehydrogenase yaitu: fomepizole dan etanol. Fomepizole2 Loading dose 15 mg/kg dalam 100 ml D5W diberikan selama 30 menit; dosis rumatan 10 mg/ kg setiap 12 jam untuk 48 jam, dosis rumatan harus dinaikkan menjadi 15 mg/kg setiap 12 jam karena fomepizol mendorong proses metabolismenya sendiri. Fomepizol ikut dibersihkan oleh hemodialis oleh karena itu interval pemberiannya dipendekkan tiap 4 jam. Etanol5,6 Etanol dipakai untuk menghambat kerja alcohol dehydrogenase secara kompetitif sebab etanol dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada metanol dan etilen glikol serta hasil akhir berupa CO2 dan H2O. (Ethanol  alcohol dehydronegase  Acetaldehyde oleh aldehyde dehydrogenase - Acetyl Co A oleh TCA cycle CO2 + H2O). Efek ini tercapai bila kadar dalam darah dipertahankan antara 100mg– 150mg/dl. Etanol dapat diberikan baik secara oral maupun intravena. Pada pemberian per oral diperlukan loading dose 0,6 mg/kg /jam dan dosis rumatan 0,15 g/kg/ jam pada peminum kronis dan 0,07 g/kg/ jam pada bukan peminum. Larutan etanol yang digunakan 20% atau kurang. Pada pemberian intravena loading dose 7 ml/ kg 10% ethanol dalam D5W selama 30 – 60 menit dan dipertahankan dengan dosis 1.39 ml/kg/jam 10% ethanol. Larutan intravena harus diberikan dengan konsentrasi 10 % atau kurang. Etanol juga dibersihkan hemodialisa dan dosis harus dinaikkan selama dialisa ( 3.2 -4,4 ml/kg jam bila menggunakan etanol 10 %) Pengobatan dengan ethanol segera dimulai tanpa menunggu konfirmasi diagnosa pada keadaan sebagai berikut6 • Setiap kecurigaan riwayat keracunan etilen glikol atau metanol • Setiap pasien yang koma atau penurunan kesa113

Keracunan ‘alkohol Beracun’

daran berat disertai dengan osmolar gap berat yang tidak jelas, anion gap berat yang tidak jelas, kristaluria oksalat. • Serum etilen glikol > 20mg/dl (dengan atau tanpa gejala). Terapi tambahan Pada keracunan etilen glikol perlu terapi tambahan Pyridoxine untuk merubah glyoxylic acid menjadi glycine metabolit yang kurang beracun dan thiamine merubahnya menjadi beta hydroxyketoadipate. Thiamine dan Pyridoxine diberikan 100 mg iv/6 jam/ hari sampai kadar ethylene glycol nol. Pada keracunan metanol perlu diberi Asam folat untuk merubah formic acid menjadi karbon dioxide. Dianjurkan dosis tinggi tapi aman yaitu 50 mg iv setiap 4jam untuk beberapa hari. Bisa juga memakai Leucovorin bentuk aktif dari folic acid, namun sedian ini belum ada. Sedang asam folat yang tersedia adalah bentuk tablet. 5. Mengeluarkan senyawa induk dari sirkulasi Metanol dan ethylene glikol dapat diekskresi lewat ginjal namun bila jumlah berlebihan perlu dilakukan hemodialisa. Indikasi hemodialisa ialah asidosis metabolik berat, elektrolit abnormal berat, edema paru ,gagal ginjal, kadar etilen glikol > 50 mg/ dl (dengan atau tanpa gejala), bila terjadi gangguan penglihatan2 Penatalaksanaan pada pasien ini : 1. Mengatasi gagal napas: intubasi trakea bantuan ventilasi mekanik: PSIMV mulai dengan IP 15, RR 18, PS 8, O2 = 100% didapatkan Vt 500 – 600 ml. Dipilih modus SIMV selain memberikan bantuan napas, diharapkan ventilasi pasien dapat mengkompensasi perubahan asam basa yang terjadi. Mula mula HCO3 = 3,8 dan pada hari ke - 3, HCO3 sudah meningkat sampai 20 dan terjadi alkalosis respiratorik . Setelah itu bantuan napas diturunkan bertahap sampai terjadi keseimbangan pH. Perbaikan oksigenasi tampak pada hari kedua ratio PaO2/FiO2 (P/F) sudah diatas 300 dan pada hari selanjutnya P/F semakin meningkat. SBT bisa dilakukan pada hari ke lima , keesokan harinya dilakukan ekstubasi. 2. Mengatasi infeksi paru dengan antibiotik empirik Cefepime, pada pemeriksaan sekresi trakea: ditemukan bakteri gram negatif batang positif, tidak tumbuh jamur, hasil kultur keluar pada hari ke 5: Acinetobacter baumani yang sensitif dengan Cefepime. Suhu tidak febris mulai hari k - 3 dan sekresi trachea mulai jernih hari ke - 4 114

3. Memperbaiki hidrasi dan keseimbangan elektrolit. Pada waktu masuk ICU pasien mengalami dehidrasi dan gangguan elektrolit berupa hiperkalemi dan hipernatremia, oleh karena itu cairan mula-mula diberi Martos untuk cairan rumatan. Pasien ini sebelumnya sudah diberi Aseing 500ml di UGD diteruskan RL 1500 ml di ICU secara titrasi. Mula-mula MAP 61 mmHg dan mulai diatas 65mmHg setelah 7 jam di ICU. Obat-obatan vasopresor ataupun inotropik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan EKG didapatkan peninggian gelombang T, tapi tidak ditemukan perubahan EKG yang membahayakan seperti pelebaran kompleks QRS , pola gelombang sinus. Penaganannya ditujukan penyebab yang mendasarinya yaitu asidosis metabolik berat7. Bersamaan dengan perbaikan asam basa dan dengan membatasi asupan Kalium, kadar Kalium dapat turun. Pada hari ke - 2 dan ke - 3 kadar Kalium rendah karena cairan yang diberikan tanpa Kalium ditambah terjadi alkalosis respoiratorik. Namun hal ini dapat dikoreksi. 4. Mengatasi asidosis metabolik dengan target pH > 7,2 • Memperbaiki perfusi dengan meningkatkan MAP > 65 mmHg • Bantuan ventilasi • Pemberian bikarbonat • Menghentikan proses pembentukan metabolit beracun dan bersifat asam dengan menggunakan etanol 5% 125 ml/ jam selama 96 jam • Menjaga diuresis urin > 2ml/Kg/ BB untuk memastikan perfusi ginjal baik dan klirens senyawa toksis • Hemodialisa belum dilakukan karena respons terhadap tindakan diatas cukup baik 5. Terapi tambahan • Thiamin 3x 100 mg iv • Neurobion (Vit B1 100 mg; Vit B6 100mg; B6 5000 mcg) • Asam folat 3 x 50 mg KESIMPULAN

Keracunan alkohol beracun (ethylene glycol atau methanol) perlu dicurigai pada pasien dengan riwayat peminum alcohol disertai asidosis metabolik berat ,anion gap yang tinggi dan napas tidak berbau. Pemberian ethanol , thiamin, pyridoxine dan asam folat untuk menghentikan pembentukan metabolit yang beracun disarankan segera dimulai.

Majalah Kedokteran Terapi Intensif

Albertus Sugeng Wibisono

DAFTAR PUSTAKA 1. Matthew J, Ellenhorn. The Alcohols .Principles of Critical Care. 1992 ;170: 2080. 2. Marino.The ICU book 3rd edition. 2007; 29:558. 3. Marini JJ, Wheeler AP. Drug overdose and Poisoning. Critical Care Medicine 3rd edition. 2006; 33: 536-538. 4. Bongard FS, Sue DY. Poisonings & Ingestions. Current Critical Care Diagnosis & Treatment 2nd edition. 2002;37:856-858.

Volume 2 Nomor 2 April 2012

5. Reilly RF, Perazella MA. Metabolic Acidosis. Acid-Base, Fluids &Electrolytes. 2007; 6:216-220. 6. Vicellio P. Ethylene Glycol, Methanol, and Isopropyl Alcohol. Handbook of Medical Toxicology. 1993; 16:183-194. 7. Society of Critical Care Medicine. Management of Life-Threatening Electrolyte and Metabolic Disturbances. In Fundamental Critical Care Support 4th edition. 12: 2-4.

115