KESALAHAN MORFONOLOGI BAHASA INDONESIA OLEH PARA SISWA

Satu contoh kesalahan yang umum dalam hal pembentukan ... Abdul Chaer pernah melakukan penelitian mengenai ... Penelitiannya tersebut kemudian dikumpu...

5 downloads 757 Views 79KB Size
Linguistika Akademia Vol.1, No.1, 2012: 99~114 ISSN: 2089-3884

KESALAHAN MORFONOLOGI BAHASA INDONESIA OLEH PARA SISWA “RUMAH PINTAR BANTUL” Nurfatimah Zainal e-mail: [email protected] ABSTRACT Morphonology is the synthesis of Morphology, the scientific study of the structure, word formation, and word class, and Phonology, the science of phoneme’s collection and its distribution in a language. The aim of this research is to identify the forms of morphonological errors in Indonesian language which are often made by Indonesian students especially in the case of word formation process through affixation. The writer uses the theory of Morphonology by Trubetzkoy to analyze language data which are taken from the student of “Rumah Pintar Bantul” preparation course. The result of this research shows that the forms of errors are made because of the fault with the rules of word affixation in Indonesian language so the process of word formation becomes the anyold way process and disorderliness one.

ABSTRAK Morfonologi adalah perpaduan antara morfologi, ilmu yang mengkaji struktur, pembentukan kata, dan golongan kata, dengan fonologi, ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kesalahan morfonologi dalam bahasa Indonesia yang sering dilakukan oleh para pelajar Indonesia khususnya dalam hal pembentukan kata melalui proses afiksasi. Penulis menggunakan teori Morfonologi yang dikemukakan oleh Trubetzkoy untuk menganalisis data bahasa yang diambil dari siswa-siswa yang belajar di bimbingan belajar “Rumah Pintar Bantul”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kesalahan yang dilakukan terjadi karena kurangnya pengetahuan akan peraturan afiksasi kata dalam Bahasa Indonesia sehingga proses pembentukan kata menjadi seenaknya dan tidak tertata. Kata kunci: kesalahan morfonologi, bahasa Indonesia, Rumah Pintar Bantul

A. PENDAHULUAN Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling penting di kawasan Republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,

100



bahasa Indonesia” dan pada undang-undang dasar kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia” (Moeliono, 1988: 1). Indonesia adalah Negara yang kaya dengan bahasa daerah. Sebagian besar penduduk Indonesia sendiri cenderung menggunakan bahasa daerahnya sendiri-sendiri yang mereka pelajari sejak kecil dalam berkomunikasi sehari-hari. Hal ini menyebabkan posisi bahasa Indonesia tidaklah bisa dianggap sebagai bahasa-ibu, sebab bahasa-ibu bermakna bahasa yang dipelajari oleh anak dalam pertumbuhan dari bisa sampai dewasa dari ibunya atau dari keluarga yang memeliharanya (Chaer, 1993:2). Posisi bahasa Indonesia yang seperti itu kemudian menyebabkan pengajaran bahasa Indonesia tidak hanya terfokus pada pelajaran tata bahasa tetapi lebih pada pengetahuan yang berupa terapan. Dengan demikian diharapkan para pelajar dapat mempraktekkannya dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar. Meskipun demikian, pengetahuan terapan ini tidak berarti mengesampingkan pelajaran tata bahasa, sebab bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (http://lilinpendidikan.blogspot.com/2010/04/morfofonemis-bahasaindonesia.html). Kode linguistik mencakup kaidah-kaidah kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat, makna dan penggunaannya. Tata bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah bertolak dari terjadinya ragam bahasa berupa ragam bahasa orang yang berpendidikan formal dan orang yang tidak (Moeliono, 1988: 4). Ragam bahasa orang yang berpendidikan formal disebut juga dengan ragam bahasa baku. Dalam prakteknya baik ragam bahasa Indonesia jenis apapun masih bisa dimengerti, akan tetapi ragam bahasa baku diperlukan untuk menjadi tolok ukur dan perbandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. (Moeliono, 1988: 12). Sebenarnya dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain, bahasa Indonesia sendiri dianggap sebagai bahasa yang mudah untuk dipelajari. Bahasa Indonesia tidak menggunakan nada seperti Bahasa China dan Thailand. Tata bahasa Bahasa Indonesia juga tergolong mudah, tidak ada kasus (seperti bahasa Jerman, Swedia, Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 101

dan Rusia), tidak ada jender yang membedakan pria atau wanita, tidak ada deklensi atau konjugasi yang rumit sehingga orang tidak perlu pula menghafalkan irregular verb dan auxiliary verb seperti dalam bahasa Inggris, tulisannya juga menggunakan abjad Romawi berbeda dengan misalnya Thailand dan Jepang (Sadtono, 2003: 125). Meskipun demikian, dalam bidang tata bahasa ada satu bagian yang justru sering menjadi hambatan bagi para pelajar bahasa Indonesia yaitu bagian mengenai pembentukan kata yang melalui proses afiksasi. Hambatan itu terjadi karena dalam bahasa Indonesia ketika sebuah kata diberi afiks atau imbuhan maka kadangkala kata itu mengalami perubahan fonologi. Pada titik inilah para pelajar Indonesia sendiri sering melakukan kesalahan, misalnya mereka cenderung memilih kata “mencoblos” sebagai hasil dari proses afiksasi “me-+coblos” alih-alih kata yang benar yaitu “menyoblos”. Satu contoh kesalahan yang umum dalam hal pembentukan kata seperti di atas tersebut menjadi latar belakang penelitian ini. Kesalahan seperti itu dikhawatirkan akan bertambah terus seiring berjalannya waktu dan merambah pula dalam komunikasi berbahasa lisan di kalangan pelajar-pelajar bahasa Indonesia. Abdul Chaer pernah melakukan penelitian mengenai kesalahan-kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang biasa dilakukan oleh berbagai kalangan dari mulai masyarakat umum, remaja, siswa, intelektual, pers, dan penyuluh bahasa. Penelitiannya tersebut kemudian dikumpulkan dalam buku Pembakuan Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh PT Rineka Cipta di tahun 1993. Sayangnya, penelitian yang dilakukannya ternyata belum menyentuh pada bidang kesalahan yang dilakukan dalam pembentukan kata melalui proses afiksasi, beberapa hal yang dikoreksi oleh Abdul Chaer misalnya maraknya penggunaan katakata asing (Chaer, 1993: 20), pelafalan yang masih didominasi dialek daerah (Chaer, 1993: 67), kesalahan ejaan yang tidak sesuai EYD (Chaer, 1993: 76), penggunaan bahasa prokem oleh remaja (Chaer, 1993: 105), dll. Oleh sebab itulah penelitian ini dirasa penting untuk melengkapi koreksi terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa ahli bahasa, termasuk salah satunya Abdul Chaer. Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

102



Penelitian ini bertujuan melakukan analisis kesalahankesalahan umum yang sering dilakukan oleh para pelajar Indonesia dalam melakukan pembentukan kata melalui proses afiksasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel data dari siswa-siswa yang belajar di bimbingan belajar “Rumah Pintar Bantul” yang merupakan salah satu bimbingan belajar di Bantul dengan tentor merupakan mahasiswa-mahasiswa UIN Sunan Kalijaga.Dalam menganalisis data tersebut penulis menggunakan teori Morfonologi yang dikemukakan oleh Trubetzkoy. B. LANDASAN TEORI Teori yang digunakan penulis adalah teori linguistikstruktural aliran Praha yang dikemukakan oleh Nikolaj Sergejevic Trubetzkoy tentang Morfonologi.Morfonologi adalah perpaduan antara Morfologi dan Fonologi (Chaer, 2007: 353).Morfologi adalah bidang yang mengkaji struktur, pembentukan kata, dan golongan kata. Dalam Morfologi, unit terkecil yang mempunyai makna disebut morfem, sedangkan Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya (http://lilinpendidikan.blogspot.com/2010/ 04/morfofonemis-bahasa-indonesia.html). Nama lain dari Fonologi adalah Fonemik (Kridalaksana, 2009: 63). Fonologi berbeda dengan Fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa (http://lilinpendidikan.blogspot.com/2010/04/morfofonemis-bahasaindonesia.html). Dengan kata lain, perbedaan antara Fonetik dan Fonologi adalah bahwa Fonetik mempelajari bagian fisik atau fisiologi bunyi sedangkan Fonologi mendalami fungsi bunyi (Alwasilah, 1993: 37). Karena itulah istilah lain untuk Morfonologi adalah Morfofonologi atau Morfofonemik (bukan morfofonetik) yang dalam pengertiannya yang paling luas adalah kajian atas struktur fonologis morfem, variasi fonem yang dialami oleh morfem dalam kombinasinya satu sama lain, dan kajian atas rangkaian penggantian (Malmkjaer, 2002: 361). Trubetzkoy mengemukakan konsep fonem dan apa yang disebut sebagai phonological opposition sebagaimana dicontohkan Alwasilah (1993: 38) bahwa pada kata bit dan pit kata pertama Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 103

diawali dengan b dan yang kedua diawali dengan p. kedua bunyi itu dianggap fonem yang berbeda sebab berfungsi membedakan dua unit ujaran yang padat arti. Kemudian pada akhirnya kedua fonem ini dibedakan satu sama lainnya dengan oposisi fonologis bunyi, yaitu /b/ sebagai bunyi bersuara (voiced) dan /p/ sebagai bunyi tak bersuara (voiceless). Trubetzkoy dengan demikian telah menampakkan pentingnya peran fonem sebagai penanda arti.Salah satu bidang yang dikaji oleh Morfonologi dan akan diterapkan dalam penelitian ini adalah bagian mengenai struktur fonologis morfem tentang penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan bangun morfem (Kridalaksana, 2009: 159). Proses dari perubahan itu sendiri disebut sebagai proses morfofonemis (atau morfonologis), yang dalam kata yang lebih sederhana adalah proses berubahnya sebuah fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya, contohnya adalah proses perubahan meng- menjadi mem-, men-, meny-, dsb (Moeliono, 1988: 26). Dalam suatu bahasa proses pembentukan kata dapat dilakukan melalui 5 cara: Afiksasi (misalnya ajar menjadi belajar, warta menjadi wartawan, duduk menjadi menduduki, dan getar menjadi gemetar), Reduplikasi (misalnya meja menjadi meja-meja dan sayur menjadi sayur-mayur), Modifikasi Intern (misalnya perubahan dalam bahasa Arab dhoroba-yadhribu-idhrib), Komposisi (misalnya mata menjadi matahari, atau dua menjadi kedua), dan Klitisasi (misalnya walau menjadi walaupun, meski menjadi meskipun) (Mu’in, 2004: 89-90). Proses morfofonemis dapat dilihat dalam salah satu proses pembentukan kata yang melalui proses afiksasi, yaitu proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas (Kridalaksana, 2009: 3). Dalam bahasa Indonesia, afiks atau imbuhan terbagi empat macam yaitu prefiks/awalan, yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar, contohnya ber-, infiks/sisipan, yaitu afiks yang ditempatkan di tengah dasar kata, contohnya –el-, sufiks/akhiran, yaitu afiks yang diletakkan di belakang dasar, contohnya–kan¸dan konfiks/gabungan, yaitu gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit dasar kata dan membentuk satu kesatuan, contohnya ber- -an (Moeliono, 1988: 27 dan 81). Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

104



Proses afiksasi dalam bahasa Indonesia memiliki fungsi untuk membentuk verba atau kata kerja, karena itulah proses afiksasi disebut juga proses penurunan verba. Verba yang tercipta dari hasil proses afiksasi disebut sebagai verba turunan. Dari empat macam afiks, infiks disebut sebagai afiks yang sekarang tidak begitu produktif lagi (Moeliono, 1988: 81). C. PEMBAHASAN Morfonologi dalam bahasa Indonesia paling sering terjadi dalam kata-kata yang dilekatkan dengan prefiksme-.Selain berdiri sendiri sebagai prefiks, misalnya prefiks me- + beli menjadi membeli, prefiks me- juga bisa dikombinasikan baik dengan prefiks yang lain ataupun dengan sufiks sehingga membentuk konfiks. Kombinasi prefiks me- dengan sesama prefiks yang lain contohnya dengan prefiksper- misalnya me- + per- + tinggi menjadi mempertinggi. Adakalanya kombinasi prefiks me- dengan per- ini diikuti pula dengan sufiks, misalnya sufiks –kan, misalnya me- + per+ taruh + -kanmenjadi mempertaruhkan (Moeliono, 1988: 89). Sementara itu kombinasi antara prefiks me- dengan sufiks sehingga membentuk konfiks misalnya kombinasi antara prefiks me- dengan sufiks –kansehingga membentuk konfiks me- dan –kan misalnya me+ tertawa + -kan menjadi menertawakan. Meskipun demikian, untuk bentuk terakhir ini kadangkala dikatakan bahwa bentuk semacam menertawakan sebenarnya tersusun hanya dari prefiks me- + tertawakan. Meskipun demikian, pada intinya, kata tertawakan itu sendiri semula berasal dari kata tertawa yang mendapat tambahan sufiks –kan, sehingga pada akhirnya ketika terbentuk kata menertawakan, dapat dikatakan bahwa kata dasar dari kata tersebut adalah tertawa yang diberi sufiks –kankemudian diberi prefiks me- ataupun kata tertawa yang diberi konfiks me- dan –kan. Berikut beberapa kesalahan morfonologis yang sering ditemukan di kalangan pelajar bimbingan belajar “Rumah Pintar Bantul”.

Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 105

1. Me + bor Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Para pekerja sedang mebor/ membortembok itu.

Para pekerja sedang mengebor tembok itu.

Berdasarkan penelitian, penulis menemukan beberapa kesalahan morfonologi oleh para pelajar “Rumah Pintar Bantul”. Salah satunya adalah kata dasar bor yang mendapat awalan me-. Berdasarkan penelitian, banyak siswa yang menjawab mebor dan membor. Berdasarkan EYD, kata dasar yang terdiri dari satu suku kata dan diawali dengan fonem (atau dalam bahasa Indonesia sama dengan huruf) /b/, jika mendapat awalan me-maka terjadi perubahan menjadi menge- (Moeliono, 1988: 89). Sehingga yang benar adalah mengebor. Jadi kalimat yang benar seharusnya “Para pekerja sedang mengebor tembok itu.” 2. Me + bom Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Salah satu peristiwa terbesar di Indonesia adalah ketika Amrozi membom Bali.

Salah satu peristiwa terbesar di Indonesia adalah ketika Amrozi mengebom Bali.

Masih dalam kasus yang sama, kata dasar bom yang mendapat prefiks atau awalan me- seharusnya menjadi mengebom bukan membom. Jadi kalimat yang tepat adalah “Salah satu peristiwa terbesar di Indonesia adalah ketika Amrozi mengebom Bali.”

Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

106



3. Me + cor Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Para pekerja itu sedang mencor untuk membangun rumah.

Para pekerja itu sedang mengecor untuk membangun rumah.

Kasus yang sama terjadi lagi pada kata dasar cor yang mendapat awalan me-. Dengan aturan yang sama, dapat disimpulkan bahwa yang benar adalah mengecor, bukan mencor. Kalimat yang tepat menjadi “Para pekerja itu sedang mengecor untuk membangun rumah.” 4. Me + cap Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Pak RT sedang mencap suratsurat itu.

Pak RT sedang mengecap surat-surat itu.

Berdasarkan penelitian, penulis menemukan satu lagi kasus morfonologi yang sama yaitu kata dasar cap yang mendapat awalan me-. Kata berimbuhan mencap tidak tepat karena tidak sesuai EYD, yang benar adalah mengecap. Jadi kalimat tersebut seharusnya menjadi “Pak RT sedang mengecap surat-surat itu”. 5. Me + konsumsi Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Untuk menjaga kesehatan, kita harus selalu mengkonsumsi

Untuk menjaga kesehatan, kita harus selalu mengonsumsi makan-

Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

makan-makanan yang bergizi.

 107

makanan yang bergizi.

Tidak hanya pada siswa-siswa “Rumah Pintar”, morfonologi ini bahkan sering terjadi dalam teks-teks resmi yang tidak memenuhi aturan EYD, yaitu dari kata dasar konsumsi mendapat awalan me-. Jika ada kata dasar yang berawalan denagn huruf /k/ mendapat awalan me-, maka awalan tersebut menjadi meng- (Moeliono, 1988: 87). Dengan demikian kalimat yang benar adalah “Untuk menjaga kesehatan, kita harus selalumengonsumsi makan-makanan yang bergizi”, bukan “Untuk menjaga kesehatan, kita harus selalumengkonsumsi makan-makanan yang bergizi”. 6. Me + contek Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Avika menyontek Avira.

Avika mencontek Avira.

Ketika ada orang mengatakan kata menyontek, kelihatannya itu tidak ada masalah. Secara tulisan itu wajar, dan didengar juga tidak ada yang aneh. Tapi dalam kaidah afiksasi kata bahasa Indonesia, kata dasar yang berawalan dengan konsonan /c/, /d/, /j/, dan /t/ jika mendapat prefiksme- maka prefiks me- tersebut berubah menjadi men- dan konsonan-konsonan tersebut tidak lebur (http://Indonesian%20Language/kata-imbuhan-dalam-bahasaindonesia.html). Sehingga karena kata dasar contek itu diawali dengan fonem /c/, hasil dari proses afiksasi prefiks me- terhadap kata itu menjadi mencontek. 7. Me + sejahtera + kan Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Visi dari koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya.

Visi dari koperasi adalah untuk menyejahterakan anggotanya.

Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

108



Ketika sebuah kata dasar yang dimulai dengan huruf konsonan /s/mengalami proses afiksasi prefiks me-, maka konsonan /s/ itu tidak diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan bunyi asal dari awalan itu (http:// Indonesian%20Language/kata-imbuhandalam-bahasa-indonesia.html). Mungkin, para pelajar menggunakan kata mensejahterakan hanya mengikuti orang-orang karena memang banyak yang mengucapkannya seperti itu. Jadi, setelah mengetahui aturan seperti tersebut di atas, kita semua tahu bahwa morfonologi yang tepat untuk me- + sejahtera + -kan adalah menyejahterakan. 8. Me + sukses + kan Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Tujuan dari sekolah adalah untuk mensukseskan anak bangsa.

Tujuan dari sekolah adalah untuk menyukseskan anak bangsa.

Sama dengan kasus nomor 7 di atas, kata berimbuhan mensejahterakan pada kalimat di atas terbentuk dari me- + sejahtera + -kan. Kesalahan tersebut sebenarnya sangat mendasar. Apabila kita ambil contoh lain yang lebih sederhana, misalnya kata dasar sapu mendapat prefiksme- menjadi menyapu, bukan mensapu. Dari aturan EYD ataupun dari contoh sederhana di atas, dapat dipahami bahwa kata mensukseskan itu salah. Adapun kata yang benar sesuai kaidah afiksasi adalah menyukseskan. Kesalahan-kesalahan seperti ini bahkan seringkali terjadi di lingkungan sekolah, misalnya bacaan-bacan dalam buku pelajaran sekolah. 9. Me + taat + i Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Semua siswa peraturan.

Semua siswa harus menaati peraturan.

harus

mentaati

Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 109

Jika awalan me- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /d/ atau /t/, maka bentuknya berubah menjadi men-, contohnya kata datang yang diberi konfiks me- dan -kan berubah menjadi mendatangkan dan kata tanam yang diberi konfiks yang sama berubah menjadi menanamkan(Moeliono, 1988: 88). Tampak bahwa ada perbedaan dalam proses afiksasi me- terhadap fonem /d/ dan /t/. Pada kasus prefiks me- bertemu dengan fonem /d/ seperti pada contoh me-+datang+-kan, prefiks me- berubah menjadi mensementara kata dasar datangsendiri tidak terjadi perubahan. Sebaliknya pada kasus prefiks me- bertemu dengan fonem /t/ seperti pada contoh me- + tanam + -kan, prefiks me- berubah menjadi mendan fonem /t/ pada awal kata dasar tanam diluluhkan ke dalam fonem /n/ sehingga kata tersebut berubah menjadi menanamkan bukan mentanamkan. Dengan demikian ketika ada kata dasar taat diberi konfiks medan -i, maka kata tersebut seharusnya berubah menjadi menaati bukan mentaati. Kesalahan yang banyak dilakukan dengan memilih kata mentaati alih-alih menaati pada para pelajar “Rumah Pintar Bantul” kemungkinan disebabkan karena menyamakan kasus prefiks me- berhadapan dengan fonem /d/ dengan ketika prefiks yang sama berhadapan dengan fonem /t/. 10. Me + tafsir + kan Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Menguasai bahasa Arab adalah salah satu syarat agar bisa mentafsirkan Al-Quran.

Menguasai bahasa Arab adalah salah satu syarat agar bisa menafsirkan Al-Quran.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada kasus sebelumnya, prefiks me- ketika bertemu dengan fonem /t/ maka berubah menjadi men- dan fonem /t/ pada awal kata dasar tersebut diluluhkan ke dalam fonem /n/ seperti pada kasus me- + taat + -i menjadi menaati. Pada kasus yang sama, ketika konfiks me- dan -kan bertemu dengan kata tafsir, maka morfonologi yang tepat untuk kata bentukannya bukanlah mentafsirkan sebagaimana yang sering Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

110



dilakukan oleh para pelajar “Rumah Pintar Bantul” melainkan menafsirkan, sehingga kalimat yang tepat seharusnya adalah “Menguasai bahasa Arab adalah salah satu syarat agar bisa menafsirkan Al-Quran”. 11. Me + tertib + kan Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Pemimpin upacara sedang mentertibkan pasukannya.

Pemimpin upacara sedang menertibkan pasukannya.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada dua kasus sebelumnya, ketika prefiks me- ketika bertemu dengan fonem /t/ maka berubah menjadi men- dan fonem /t/ pada awal kata dasar tersebut diluluhkan ke dalam fonem /n/ seperti pada kasus me- + taat + -i menjadi menaati. Peraturan tersebut memiliki sedikit perbedaan pada kasus kata dasar yang dimulai dengan ter- seperti pada kata tertawa, terjemah, terlantar, dan tercengang.Perbedaan yang ada adalah bahwa pada kasus prefiks me- bertemu dengan kata-kata semacam itu, fonem /t/ kadang-kadang luluh dan kadang-kadang tidak.Meskipun demikian, kata yang sering dipakai umumnya cenderung diluluhkan, dan kata yang jarang dipakai lebih sering muncul tanpa peluluhan (Moeliono, 1988: 88). Dengan demikian dapat dicontohkan sebagai berikut: a. Me- + tertawa + -kan menjadi menertawakan atau mentertawakan b. Me- + terjemah + -kan menjadi menerjemahkan atau menterjemahkan c. Me- + terlantar + -kan menjadi menterlantarkan Pada kasus ini mengapa tidak menjadi menerlantarkan sebab dalam leksikon bahasa Indonesia sudah ada kata menelantarkan. Kata menterlantarkan berasal dari kata sifat lantar, terlantar (Sugono, 2008: 879) sementara kata menelantarkan yang lebih populer dalam leksikon bahasa Indonesia dibandingkan menterlantarkan berasal dari kata kerja telantar (Sugono, 2008: 1675). Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 111

d. Me- + tercengang + -kan menjadi mentercengangkan Pada kasus ini mengapa tidak menjadi menercengangkan sebab dalam leksikon bahasa Indonesia sudah ada kata mencengangkan yang berasal dari kata sifat cengang (Sugono, 2008: 275) sementara kata mentercengangkan berasal dari kata kerja tercengang. Dengan melihat aturan di atas, maka ketika konfiks me- dan kan bertemu dengan kata dasar tertib, morfonologi yang tepat bisa mentertibkan ataupun menertibkan, akan tetapi karena kata bentukan yang dimasukkan ke dalam KBBI adalah menertibkan, maka bentuk baku dari me- + tertib + -kan adalah menertibkan (Sugono, 2008: 1713) 12.

Me + terjemah + kan

Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Menterjemahkandari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris itu sangat susah.

Menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris itu sangat susah.

Pada kasus yang sama, berdasarkan aturan yang sudah dijelaskan sebelumnya, kata dasar yang memiliki awalan ter- seperti terjemah, ketika dikenai proses afiksasi me- dan –kanmaka ia bisa menjadi menerjemahkan ataupun menterjemahkan (Moeliono, 1988: 88), akan tetapi kata bentukan yang dimasukkan ke dalam KBBI adalah menerjemahkan (Sugono, 2008: 1710), maka bentuk baku dari me- + terjemah + -kan adalah menerjemahkan. 13.

Me + tertawa + kan

Morfonologi yang tidak tepat

Morfonologi yang tepat

Mereka mentertawakanku.

Mereka menertawakanku.

Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

112



Masih pada kasus yang sama, berdasarkan aturan yang sudah dijelaskan sebelumnya, kata dasar yang memiliki awalan terseperti tertawa, ketika dikenai proses afiksasi me- dan –kanmaka ia bisa menjadi menertawakan ataupun mentertawakan (Moeliono, 1988: 88), akan tetapi kata bentukan yang dimasukkan ke dalam KBBI adalah menertawakan (Sugono, 2008: 1710), maka bentuk baku dari me- + tertawa + -kan adalah menertawakan.

D. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kesalahan yang sering dilakukan oleh para pelajar Bahasa Indonesia dalam pembentukan kata melalui proses afiksasi kebanyakan terjadi pada perubahan afiks tertentu khususnya prefiksme-. Para pelajar cenderung melakukan kesalahan ketika menghadapi afiksasi prefiks me- terhadap kata dasar yang berawalan fonem /b/, /c/, /k/, /s/, /t/, dan ter-. Kesalahan yang dilakukan timbul karena para pelajar tidak mengetahui dengan pasti perubahan yang seharusnya terjadi pada prefiks me- ketika berhadapan dengan fonem-fonem tersebut. Selain itu, pada beberapa kasus, khususnya pada proses afiksasi prefiks me- + morfem yang dimulai dengan ter-, para pelajar melakukan proses afiksasi yang benar akan tetapi bertentangan dengan leksikon bahasa Indonesia sebagaimana dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. E. DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. Pembakuan Bahasa Indonesia.Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993. Print. __________. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007. Print. http:// Indonesian%20Language/kata-imbuhan-dalam-bahasaindonesia.html. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. Print. http://lilinpendidikan.blogspot.com/2010/04/morfofonemis-bahasaindo-nesia.html.

Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

 113

Malmkjær, Kirsten (ed.). The Linguistics Encyclopedia. New York: Routledge, 2002. Print. Moeliono, Anton M dan Soenjono Dardjowidjojo (peny.).Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Print. Mu’in, Abdul. Analisis Kontrastif Bahasa Arab & Bahasa Indonesia: Telaah terhadap Fonetik dan Morfologi. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru, 2004. Print. Sadtono, E. Setan Bahasa & Pemahaman Lintas Budaya.Semarang: Masscom Media, 2003. Print. Sugono, Dendy (red.). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Print.

Kesalahan Morfonologi Bahasa Indonesia oleh Para Siswa… (Nurfatimah Z)

114



Linguistika Akademia Vol. 1, No. 1, 2012 : 99 – 114