KETERKAITAN FAKTOR LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP

Download 16 Feb 1970 ... syarat untu memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan. Sekolah Pascasarjana Institut ..... 1 1 Keane...

0 downloads 466 Views 4MB Size
KETERKAITAN FAKTOR LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP KONDISI KARANG DAN KEANEKARAGAMAN IKAN Dl PULAU PAMEGARAN DAN KUBURAN ClNA KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

ANTHONY SlSCO PANGGABEAN

SEKOLAH PASCA SARJANA 1NSTlTUT PERTANIAN BOGOR BOCOR 2007

KETERTLAITAN FAKTOR LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP KONDISI KARANG DAN KEANEKARAGAMAN IKAN DI PULAU PAMEGARAN DAN KUBURAN CINA KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

ANTHONY SISCO PANGGABEAN

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keterkaitan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang dan Keanekaragaman Ikan di Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina, Kepulauan Seribu, Jakarta adalah karya saya sendiri dan belurn diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Dafiar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2007

Anthony Sisco Panggabean. NRP. C 625010091

O Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dun memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, micro$lm, dan sebagainya.

RIWAYAT HIDUP PenuIis dilahirkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 16 Februari 1970 dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah bernama J.S Panggabean S.H (Alm) dan ibu Adelina Simanjuntak. Penulis menamatkan Sekolah Dasar dari SDN Negeri 07 Jakarta Timur tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negeri 52 Jakarta Timur tahun 1986, Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 54 Rawa Bunga Jakarta Timur tahun 1989. Pada tahun 1990 diterima di Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 1996. Pada tahun 1996 - 1998 penulis sebagai tenaga kerja lepas pada suatu LSM yang bergerak pada Pemerhati Lingkungan Kelautan yaitu WWF Indonesia Programe. Mulai tahun 1999 bekerja pada Balai Riset Perikanan Laut Jakarta, sebagai staf Peneliti Sumberdaya Perikanan Laut sampai sekarang. Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor , program studi Ilmu Kelautan dengan minat Biologi Laut. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelah Magister Sains, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul " Keterkaitan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang dan Keanekaragarnan Ikan di Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina, Kepulauan Seribu, Jakarta ". Penulis menikah dengan Fuji Lenny M. Banjarnahor AMDK pada tahun 2002 dan saat ini telah dikaruniai dua orang anak, Ruth Ayu Sofielina dan Vincent Yosia Abygail.

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian berjudul

"

Keterkaitan

Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang dan Keanekaragaman Ikan di Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina, Kepulauan Seribu, Jakarta ". Penelitian dan proses penulisan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas partisipasi berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, MSc dan Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan. 2. Bapak Dr. Wudianto selaku Kepala Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan

Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan Jakarta. 3. Bapak Ir. Duto Nugroho MSi selaku Kepala Balai Riset Perikanan Laut

Departemen Kelautan Dan Perikanan.

4. Teman-teman di Program Studi Ilmu Kelautan, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Dr. Ir. Rambang Shadotomo MSc, Priyanto Rahardjo MSc, Dra. Sri Turni Hartati MSi, Ir. Indar Sri Wahyuni, Imam Suprihanto SSi dan seluruh rekan rekan sejawat di Balai Riset Perikanan Laut Jakarta. 6. Istri tercinta Fuji Lenny beserta anak tersayang Ruth Ayu Sofielina, Vincent

Yosia Abygail dan orang tua, atas dorongan semangat selama penulis menyelesaikan studi.

7. Serta orang-orang yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ysng tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dalarn penyempurnaan tesis ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan

dan

pengelolaan

sumber

daya

terumbu

karang

dan

keanekaragaman ikan karang di Kepulauan Seribu Jakarta

Bogor, Pebruari 2007 Penulis Anthony Sisco Panggabean

ABSTRACT

ANTHONY SISCO PANGGABEAN. Correlation of Marine Environmental Factors to Reef Condition and Reef Fishes Diversity in Pamegaran and Kuburan Cina Islands at Thousand Islands, Jakarta. Under the direction of NEVIATY PUTRI ZAMANI and I WAYAN NURJAYA. Marine environment are most important to support marine productivity. The problem was limited to find out coverange of coral reef, dominant reef genera in close marine area (leeward) and open marine area (windward). Line Intercept Transec was used to study Live Coral Cover. To see the composition species of reef fishes was study by Visual Census. Temperature, salinity and current factors were analysed using insitu near reef, nutrient (phosphate and nitrate) and plankton (phyto and zoo) factors were analysed in the laboratorium. The results showed that coral reef was in good condition and genera were dominated by Acropora, Porites and Montipora with acropora branching, coral massive and coral branching growth up form; whereas composition of reef fish was dominated by group of fishes (major family). The correlation of environmental factors, i.g. temperature, salinity, plankton, nutrient (phosphate and nitrate), substrate and current were supporting Life Form. The diversity and reef fishes composition especially target, indicator species and also group of fish (major family) were corellated with marine environment factors and percent coverage of corals. Keywords : coral reef, reeffishes, marine environment,diversity

DAFTAR IS1 Halaman

DAFTAR TABEL

... ...................................................................... ill

................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ vi PENDAHULUAN ...................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................... 1 Pernasalahan ........................................................................ 2 Hipotesis ............................................................................. 4 Tujuan ................................................................................. 4 Manfaat .............................................................................. 5 DAFTAR GAMBAR

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

................................................................... 6 Pertumbuhan karang ............................................................... 7 Karakteristik ikan karang ......................................................... 9 Suhu ..................................................................................... 10 Salinitas ................................................................................ 11 Plankton (phyto dan zoo) ............................................................... 11 Nutrien (phosfat dan nitrat) .......................................................... 12 Substrat .................................................................................13 Arus .....................................................................................14 Morfologi karang

BAHAN DAN METODE .............................................................. 18 Lokasi dan waktu penelitian ...................................................... 18 Alat dan bahan ...................................................................... 20 Metode pengambilan data ........................................................20 Kondisi tutupan karang ..........................................................21 Keanekaragaman dan komposisi jenis ikan karang ........................... 21 Kondisi lingkungan perairan ...................................................... 22 Analisis data ...............................................................................................23 Persentase tutupan karang .....................................................23 Keanekaragaman jenis (H') ikan karang .....................................24 Indeks keseragaman Shannon ikan karang .................................. 25

......................................................... 25 Kondisi lingkungan perairan .................................................... 26 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 28 Deskripsi lokasi penelitian ........................................................ 28 Persen tutupan karang hidup dan mati .......................................... 29 Bentuk pertumbuhan karang batu (hard coral) ................................. 33 Bentuk pertumbuhan karang lunak (soft coral) ................................. 37 Keanekaragarnan dan komposisi jenis ikan karang ............................ 39 Kelimpahan jenis target sp ......................................................................... 45 Kelimpahan jenis indicator sp .................................................................... 48 Kelimpahan jenis major family .................................................................. 53 Korelasi faktor lingkungan perairan terhadap kondisi karang .................. 56 Suhu dan salinitas ...................................................................... 56 Dominansi ikan kzang

Kelimpahan dan keanekaragaman plankton (phyto dan zoo) .................... 59 Kondisi phosfat dan nitrat ............................................................ 61 Substrat dan arus .......................................................................

63

Analisa interaksi lingkungan perairan terhadap ekosistem karang ............ 68 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 77 Kesimpulan ..........................................................................77 Saran .................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 79 LAMPIRAN ............................................................................. 87

DAFTAR TABEL

2

Halaman Klasifikasi fraksi substrat berdasarkan ukuran partikel (Brower and Zar. 1977)............................................................................... 14 Inventarisisasi masalah pengelolaaan ekosistem terumbu karang ........ 15

3

Posisi geografis stasiun penelitian .......................................................... 18

4 5 6

Persentase kategori kondisi karang (UNEP. 1993)......................... 24 Pengumpulan data dan cara analisa karang pada P . Pamegaran dan Kuburan Cina .......................................................................................... 27 Persentase tutupan karang hidup dan mati ................................... 29

7

Kondisi umum karang di Indonesia .......................................... 30

8

Persentase tutupan karang di perairan Indonesia ........................... 31

9

Persentase tutupan karang Acropora dan Non Acropora .................. 34

1

10 Persentase tutupan karang lunak .............................................. 37 11 Keanekaragaman jenis ikan karang pada P . Pamegaran dan Kuburan Cina ................................................................................... 40 12 Jenis ikan dominan di P. Pamegaran dan Kuburan Cina .................... 41 13 Kondisi suhu dan salinitas pada P . Pamegaran dan Kuburan Cina ....... 57 14 Kelimpahan phyto dan zooplankton di P . Pamegaran dan Kuburan Cina ............................................................................... 59 15 Jumlah sel phytoplankton dan individu zooplankton ....................... 60 16 Kondisi phosfat dan nitrat ......................................................62 17 Kriteria substrat pada P . Pamegaran dan Kuburan Cina ................... 59 18 Kategori kecepatan arus berdasarkan keczpatan angin (Gross. 1987) .... 67 19 Kondisi arus pada perairan P . Pamegaran dan Kuburan Cina ............ 68

DAFTAR GAMBAR Halaman Bagan alur pendekatan masalah ............................................. 3 Lokasi penelitian ...............................................................

19

Metoda Transec Benthic Life Form (Anthony. 2004) ..................... 21 Metoda Visual Census (Anthony. 2004) .................................... 22 Korelasi antara faktor lingkungan perairan terhadap kondisi karang dan keberadaan ikan karang ................................................. 23 Persentase tutupan karang di utara P . Pamegaran ......................... 32 Persentase tutupan karang di timur P . Pamegaran ......................... 32 Persentase tutupan karang di utara P . Kuburan Cina ..................... 33 Persentase tutupan karang di timur P . Kuburan Cina ..................... 33 Genus Acropora yang mendominasi (Anthony. 2004) ................... 34

.................. 36 Karang lunak genus Xenia (Anthony. 2004) ............................... 38 Genus Montipora yang mendominasi (Anthony. 2004)

Karang lunak genus Nepthea (Anthony. 2004) ............................ 38 Persentase komposisi tipe ikan di utara P.Pamegaran ..................... 43 Persentase komposisi tipe Ikan di timur P.Pamegaran .................... 43 Persentase komposisi tipe ikan di utara P.Kuburan Cina ................. 44 Persentase komposisi tipe Ikan di timur P.Kuburan Cina ................ Kelimpahan rata-rata (mean) target sp terhadap tutupan karang ACB .. (%) pada ke 4 stasiun penelitian............................................................. Sebaran target sp di ke 4 stasiun penelitian ........................................... Korelasi jumlah individu target sp terhadap kondisi karang pada Ke 4 stasiun penelitian ................................................................................... Jenis Chaetodon aurofasciarus .............................................................. Kelimpahan rata-rata (mean) indicator sp terhadap tutupan karang ACB (%) pada ke 4 stasiun penelitian .................................................. Sebaran indicator sp di ke 4 stasiun penelitian .................................... Korelasi jumlah individu indicator sp terhadap kondisi karang pada Ke 4 stasiun penelitian .......................................................................... Kelimpahan rata-rata (mean) major family terhadap tutupan karang ACB (%) pada ke 4 stasiun penelitian .................................................. Sebaran major family di ke 4 stasiun penelitian ................................... Korelasi jumlah individu major family terhadap kondisi karang pada Ke 4 stasiun penelitian .......................................................................... Sebaran mendatar suhu permukaan Kepulauan Seribu ....................

Sebaran mendatar salinitas permukaan Kepulauan Seribu ............... 58 Fraksi substrat menurut Segitiga Miller (Wahono. 1993) ................ 64 Profil melintang substrat betik P . Pamegaran ....................................... 65 Profil melintang substrat betik P . Kuburan Cina ................................... 66 Korelasi antara faktor lingkungan perairan terhadap kondisi karang dan keberadaan ikan karang .................................................. 70 Korelasi antara faktor lingkungan terhadap kondisi karang (F1 x F2) pada ke 4 stasiun .................................................................................. 72 Korelasi antara faktor lingkungan terhadap kondisi karang (F 1 x F3) pada ke 4 stasiun ................................................................................... 74 Korelasi tutupan karang terhadap masing-masing stasiun penelitian (Fl x F2) ................................................................................................ 75 Sebaran kelompok kategori betik dalarn 3 dimensi .............................. 76

DAFTAR LAMPIRAN 1

Halaman Analisa Life Form Transec bagian utara P . Pamegaran .................... 88

2

Analisa Life Form Transec bagian timur P . Pamegaran .................. 89

3

Analisa Life Form Transec bagian utara P . Kuburan Cina ................ 90

4

Analisa Life Form Transec bagian timur P . Kuburan Cina ............... 91

5

Kelimpahan target sp di P . Pamegaran dan Kuburan Cina ................... 92

6

Kelimpahan indicator sp di P . Pamegaran dan Kuburan Cina .............. 92

7

Kelimpahan major family di P . Pamegaran dan Kuburan Cina .......... 93 Kelimpahan phytoplankton di P. Pamegaran

................................ 95 9 Kelimpahan zooplankton di P . Pamegaran ................................. 96 8

10 Kelimpahan phytoplankton di P . Kuburan Cina ............................ 97 11 Kelimpahan zooplankton di P . Kuburan Cina .............................. 98 12 Posisi sebaran mendatar suhu dan salinitas permukaan Kep . Seribu ...... 98 13 Output data analisis korespondesi utama variabel lingkungan Peraiaran di lokasi penelitian ..................................................................99 14 Output analisis korespondensi persen tutupan karang ............................ 103 15 Row coordinats and contributions inertia (percent cover coral reef) ...... 104 16 Row coordinats and contributions inertia (in station research location).. 104 17 Eigenvalues and inertia for all dimensions (3D) ..................................... 105

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tenunbu karang (coral reeA merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis dan merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, class Anthozoa, o r d ~Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1993) Perairan karang mempunyai produktivitas dan keragaman jenis yang tinggi dan

berhngsi

sebagsli daerah pakan feeding ground), berkembang biak

(spawning ground ) dan asuhan (nursery ground) serta sebagai tempat berlindung (shelter) bagi beberapa jenis biota (Sentosa, 1998). Ekosistem terumbu karang sangat rapuh dan peka bila terjadi perubahan pada lingkungan akan mempengaruhi kondisinya. Walaupun demikian karang memiliki daya pemulihan yang sangat baik. Daya pemulihan ini tergantung pada daerah kerusakan dan sumber-sumber yang potensial untuk pembentukannya kembali. Daya pemulihan juga tidak terlepas dari penyebab kerusakan pada karang tersebut. Terumbu karang yang ada sekarang merupakan hasil proses yang terjadi sejak lama dari reproduksi, penggumpalan unsur-unsur dan pertumbuhan dan faktor oseanografi atau lingkungan yang mempengaruhi terumbu karang selarna bertahun-tahun (Veron, 1989). Terumbu karang di Perairan Kepulauan Seribu mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga keanekaragarnan dan kelimpahan jenis ikan karang juga tinggi dan daerah ini berfungsi sebagai feeding, spawning dan nursery ground bagi ikan-ikan karang (Djohani, 1995). Pertambahan penduduk yang cepat di daerah perairan Kepulauan Seribu dan disertai dengan kemajuan teknologi, cenderung mempercepat eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam ekosistem terumbu karang. Eksploitasi dan pemanfaatan yang meningkat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan, baik kerusakan fisik, erosi sumber plasma nutfah maupun pencemaran (KLH, 1990). Penduduk di sekitar perairan Kepulauan Seribu ini memanfaatkan sumber daya terumbu karang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Cara-cara pemanfaatannya sebagai berikut

bagan (menangkap cumi-cumi, teri dan

tembang), meting (mengurnpulkan moluska dan teripang saat air surut), hookah (menyelam dengan kompressor untuk menangkap udang karang

dan kerang

mutiara) dan bubu (menangkap ikan karang) (Djohani and Pet, 1999). Hampir seluruh penduduk yang hidup di daerah Kepulauan Seribu bergantung kepada keberadaan terumbu karang untuk penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan sumber daya alam terumbu karang yang berlebih akan membuat terumbu karang terancam keberadaannya dan akan mengalami degredasi (BTNKS, 2000) Permasalahan Permasalahan yang timbul pada perairan Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina adalah sebagai berikut : Bagaimanakah kondisi /keadaan kesehatan karang ? Bagaimanakah korelasi antara ikan karang terhadap kondisi karang ? Bagaimanakah

korelasi antara

faktor

lingkungan

perairan

terhadap

pertumbuhan dan bentuk percabangan karang ? Kondisi karang akan mempengaruhi keberadaan jenis ikan karang, apabila kondisi karang mengalami degredasi maka semakin minim jenis ikan karang yang terdapat. Jenis ikan Chaetodon merupakan jenis ikan indikator yang dapat menentukan sehat atau tidaknya kondisi karang, apabila tutupan karang kecil (< 50% dalam keadaan sakit/r~sak)

maka akan inengzkibaikan sedikitnya

keberadaan jenis ikan ini. Proporsi penggunaan ikan Chaetodon sebagai indikator dampak lingkungan meliputi beberapa asumsi yaitu terumbu karang yang sehat mempunyai persen tutupan karang yang tinggi (> 50%). Beberapa jenis ikan karang memiliki ketergantungan hidup terhadap kondisi karang yang subur karena memerlukan makanan yang spesifik terhadap jenis karang atau koral tertentu seperti famili Chaetodontidae dan Monochantidae yang memakan polip koral, Balistidae yang memakan koral hidup dan Chanthigasteridae yang memakan ujung koral. Untuk mencapai berbagai tujuan penelitian yang didasari dari permasalahan maka disusun suatu bagan alur pendekatan masalah seperti pada Gambar 1.

I

I

Pendekatan Masalah (Input) Bagaimanakah kondisilkeadaan kesehatan karang ? Bagaimanakah hubungardkorelasi antara ikan karang terhadap kondisi karang ? Bagaimanakah korelasi antara faktor lingkungan perairan terhadap pertumbuhan dan bentuk percabangan karang ?

Lingkungan Perairan Sebagai faktor pembatas dan pendukung

Terumbu Karang Percent cover Kategori kesehatan karang

-

Ikan Karang Jenis ikan karang Keanekaragaman jenis

a

-

Proses Kategori korldisi kal-ang dan pertumbuhan serta bentuk cabang. Keanekaragaman dan komposisi jenis ikan karang berdasarkan tipe

keberadaan ikan karang.

T Hasil Akhir (Output) Memperoleh tutupan karang hidup dan mati Adaptasi pertumbuhan dan bentuk percabangan karang terhadap lingkungan perairan. Memperoleh keberadaan jenis ikan karang berdasarkan tipe ikan yang mampu berinteraksi dengan kondisi karang sebagai habitatnya. Korelasi antara faktor lingkungan perairan terhadap pertumbuhan dan bentuk cabang karang serta Ireberadaan jenis ikan karang.

Gambar 1. Bagan Alur Pendekatan Masalah.

Hipotesis

Kondisi dan kesehatan karang serta bentuk pertumbuhan cabang karang akan dipengaruhi oleh tekanan faktor lingkungan pada daerah yang tertutup (leeward) dan terbuka (windward)

Keberadaan kenakeragaman dan komposisi jenis ikan karang berdasarkan tipe ikan yang berinteraksi dengan karang akan mengalami adaptasi morfologi terhadap lingkungan perairan. Terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antara faktor lingkungan perairan terhadap bentuk pertumbuhan cabang karang serta keberadaan keanekaragaman dan komposisi jenis ikan karang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk : Mengidentifikasi kondisilkesehatan karang dalam tutupan karang hidup dan mati. Mengidentifikasi

adaptasi bentuk

pertumbuhan

genus

karang

yang

mendominasi di bagian perairan terumbu karang yang tertutup (leeward) dan terbuka (windward). Mengidentifikasi keanekaragaman dan komposisi jenis ikan karang yang berinteraksi dengan kondisi karang berdasarkan tipe ikan yang mendominasi di bagian perairan terumbu karang yang tertutup (leeward) dan terbuka (windward).

Mengkaji faktor lingkungan perairan yang berkorelasi dengan bentuk pertumbuhan cabang karang serta keberadaan keanekaragaman dan komposisi ikan karang pada bagian perairan yang tertutup (leeward) dan terbuka (wind ward).

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempunyai berbagai manfaat yaitu : 1. Mengetahui korelasi antara faktor lingkungan perairan terhadap kondisi

karang serta keanekaragaman jenis ikan karang yang berinteraksi dengan habitat karang. 2. Dapat dipergunakan dalarn menentukan

sejumlah alternatif-alternatif

kebijaksanaan dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam ekosistem terurnbu karang di perairan Kepulauan Seribu khususnya dan pada perairan terumbu karang Indonesia umumnya.

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Karang

Hewan karang batu umumnya merupakan koloni yang terdiri atas banyak individu berupa polip yang bentuk dasarnya seperti mangkok dengan tepian benunbai (tentakel). Ukuran polip ini umumnya sangat kecil (beberapa mm) tetapi ada pula yang beberapa cm seperti fungia (Sutarna dan Sumadhiharga, 1989). Didalam jaringan polip karang, hidup berjuta juta tumbuhan mikroskopis yang dikenal sebagai zooxanthellae yang keduanya mempunyai hubungan simbiosis mutualistik atau saling menguntungkan. Zooxanthellae melalui proses fotosintesis membantu memberi suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga membantu proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya polip karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, phosfat dan nitrogen yang digunakan oleh zooxanthellae untuk fotosintesis dan pertumbuhannya. Selain simbiont berupa zooxanthellae, pada koloni karang dapat pula ditemukan alga filamen Cfilamentousalgae) (Suharsono, 1996). Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai Cnidaria (cnida adalah jelatang) dan keluarga besar jelatang dalam sejarah evolusinya adalah biota-biota laut yang dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya (Sukamo, 1995). Cnidaria dibagi menjadi dua yaitu hydrozoa dan anthozoa yang merupakan biota-biota yang mempunyai skeleton dalam tubuhnya, Hydrozoa terdiri dari Millepora dan Stylasterina. Millepora (mille adalah seribu, pora adalah lubang) atau yang lebih dikenal sebagai karang api. Stylasterina (Style adalah paku, aster adalah binatang) yaitu binatang kecil dan yang hidup tersembunyi di dinding gua dan bukan merupakan pembentuk terurnbu. Kelompok anthozoa dikenal antara lain adalah Stolonifera, Ctenothecalia dan Scleractinia (Tomascik, 1991). Stolonifera (Stolon adalah cabang, fera adalah bersambungan) yang termasuk dalam kelompok ini adalah karacg suling yang berwarna merah (Tubipora musica). Coenothecalia (Coeno adalah berbagi, theca adalah kotak) yang terrnasuk kelompok ini merupakan karang pembentuk terurnbu yang terdiri satu jenis yaitu karang biru (Heliopora coerulea). Sedangkan Scleractinia (Sclera

adalah keras, actinia adalah sinar) atau lebih dikenal dengan nama karang batu meliputi jenis-jenis karang pembentuk terumbu karang yang utama (Sukarno, 1995). Ordo Scleractinia yang ada di Indo Pasifik dibagi menjadi 16 farnili dan 72 genus (Wells, 1967) yaitu : Famili Astrocoeniidae (genus: Stylocoeniella) Famili Pocilloporidae (genus : Pocillopora, Madracis, Seriatopora, Stylophora, Palauastrea) Famili Acroporidae (genus :Acropora, Anacropora, Montipora, Astreopora) Famili Fungiidae (genus : Sandalolitha, Fungia, Heliofungia, Diaseris, Zoopilus, Ctenactis, Podabacea). Famili Agariciidae (gsnus : Gardineroseris, Pavona, Leptoseris, Coeloseris, Pachyseris) Famili Siderastreidae (genus : Pseudosiderastrea, Coscinaraea, Psammocora) Famili Poritidae (genus : Porites, Alveopora, Goniopora) Famili Faviidae (genus : Caulastrea, Plesiastrea, Favia, Favites, Oulophylliu, Goniastrea, Platygyra, Leptoria, Montastrea, Diploastrea, Leptastrea, Cyphastrea, Oulastrea , Echinophora) Famili Trachyphylliidae (genus : Trachyphyllia,Wellsophyllia) Famili Oculinidae (genus : Archelia, Galaxea) Famili Merulinidae (genus : Hydnophora,Merulina,ScapophylIia). Famili Mussidae (genus : Acanthastrea, Symphyllia, Lobophyllia, Scolymia, Cynaria, Blastomusa) Famili Pectiniidae (genus : Pectinia, Echinophyllia,Oxypora, Mycediurn) Famili Caryophyllidae (genus : Eup,!zylIia, Catalaphyllia, Plerogyra, Physogyra) Famili Dendrophylliidue (genus : Turbinaria,Tubastrea, Dendrophyllia)

Pertumbuhan Karang Kebutuhan utama untuk aktifnya pertumbuhan karang adalah cahaya. Karang yang berada dalam tempat yang teduh atau terhindar dari cahaya maka pertumbuhannya akan terhenti dan jika cahaya yang diberikan tidak cukup maka 7

ia akan mati. Kebutchan cahaya ini adalah untuk kepentingan fotosintesis zooxanthellae yang berfungsi untuk meningkatkan laju proses mengeras menjadi kapur (kalsifikasi) yang dilakukan oleh karang dan dalam laju pertumbuhan koloni karang (Goreau et al., 1982). Laju pertumbuhan koloni-koloni karang berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jenis, umur koloni dan daerah suatu terurnbu. Koloni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada kolonikoloni yang tua, koloni yang besar dan bercabang atau karang seperti daun cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada karang otak (massive). Terumbu karang hanya dapat tumbuh berkembang pada daerah tropik, sehingga ada 2 kelompok karang yang berbeda (Endean, 1976) yaitu : 1. Hermatypic yaitu karang yang dapat menghasilkan terumbu (hanya terdapat pada daerah tropic dan terdapat zooxanthellae) 2. Ahermatypic yaitu karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu (tersebar diseluruh dunia dan tidak terdapat zooxanthellae). Bentuk pertumbuhan dari spesies karang juga bervariasi, bergantung pada lokasi karang. Berbeda dengan spesies yang sama yang terdapat diperairan dangkal spesies karang yang terdapat diperairan yang lebih dalam mempunyai bentuk lebih tipis dan kurus dikarenakan kurangnya kalsifikasi. Gerakan gelombang cenderung memaksa spesies bercabang mempunyai cabang yang pendek datl tumpul sehingga msnyebabkan bentuk percabangan menyesuaikan arah tertentu (Bengen dan Widnugraheni, 1995). Menurut Hutomo (1995) ada dua kelompok predator yang mampu merusak pertumbuhan koloni karang secara alamiah yaitu : Acanthaster plancii, bintang laut bertangan banyak yang berukuran sangat besar, yang memakan jaringan karang hidup. Kelompok ikan yang secara aktif sebagai pemakan koloni-koloni karang yaitu jenis ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae), ikan kepe kepe (Chaetodontidae). Kelompok multivora (Omnovora) yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau berbagai invertebrata yang

8

hidup dalam lubang

kerangka yaitu ikan gron (Acanthuriciae) dan ikan

kakatua (Scaridae ). Polip dan koloni karang terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna seperti karang otak yang tergulung, karang tanduk rusa Acropora yang tumbuh cepat, karang kipas benvarna merah dan karzng lunak dengan tentakel mirip bulu misalnya genus Dendronephthya dan Xenia (Morton, 1990). Karakteristik Ikan Karang

Perairaq karang merupakan perairan yang cukup subur sehingga banyak jenis ikan karang yang berkorelasi dengan karang menunjukkan tingkah laku teritorial, ,pola berbiak dan jarang berkeliaran jauh dari ekosistem karang sebagai sumber persediaan makanan serta tempat berlindung dari predator (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Ikan-ikan karang sebagian besar adalah ikan bertulang keras (Teleastei) dari farnili Perciformes. Kelompok yang paling karakteristik dilihat dari aspek kaitannya yang sangat erat dengan lingkungan terumbu karang (Djamali, 1995) adalah : Famili Labridei : ikan cina-cina (Labridae), ikan kakatua (Scaridae) dan ikan betok (Pomacentridae). Famili Acanthuroidae : ikan butana (Acanthuridae), ikan beronang (Siganidae) dan ikan bendera/moorish idcl (Zanclidae) Famili Chaetodontoidae : ikan kepe-kepe

(Chaetodontidae) dan ikan

kambing-itambing (Pomacantidae). Famili Blennidae dan Gobiidae (ikan gelodok) yang mencirikan sangat kuat sifat ikan demersal dan menetap. Famili Apogonidae (ikan beseng) yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan memangsa hewan invertebrata dan ikan-ikan kecil. Famili Ostraciidae dan Tetraodontidae (ikan buntal) serta Balestidae (ikan pokol) yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi sangat menarik bentuk dan wamanya. Jenis ikan penting

yang berada diperairan karang dibedakan atas 2 golongan

yaitu : ikan hias (ornamentaljshes) dan ikan konsumsi Vbodjshes). 9

hidup dalam bang

kerangka yaitu ikan gron (Acanthuridae) dan ikan

kakatua (Scaridae ). Polip dan koloni karang terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna seperti karang otak yang tergulung, karang tanduk rusa Acropora yang tumbuh cepat, karang kipas berwarna merah dan karang lunak dengan tentakel mirip bulu misalnya genus Dendronephthya dan Xenia (Morton, 1990).

Karakteristik Ikan Karang Perairan karang merupakan perairan yang cukup subur sehingga banyak jenis ikan karang yang berkorelasi dengan karang menunjukkan tingkah laku teritorial, , pola berbiak dan jarang berkeliaran jauh dari ekosistem karang sebagai sumber persediaan makanan serta tempat berlindung dari predator (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Ikan-ikan karang sebagian besar adalah ikan bertulang keras (Teleastei) dari famili Perciformes. Kelompok yang paling karakteristik dilihat dari aspek kaitannya yang sangat erat dengan lingkungan terumbu karang (Djamali, 1995) adalah : Famili Labridei : ikan cina-cina (Labridae), ikan kakatua (Scaridae) dan ikan betok (Pomacentridae). Famili Acanthuroidae : ikan butana (Acanthuridae), ikan beronang (Siganidae) dan ikan benderalmoorish idol (Zznclidae) Famili Chaetodontoidae : ikan kepe-kepe

(Chaetodontidae) dan ikan

kambing-kambing (Pomacantidae). Famili Blennidae dan Gobiidae (ikan gelodok) yang mencirikan sangat kuat sifat ikan deinersal dan menetap. Famili Apogonidae (ikan beseng) yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan memangsa hewan invertebrata dan ikan-ikan kecil. Famili Ostraciidae dan Tetraodontidae (ikan buntal) serta Balestidae (ikan pokol) yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi sangat menarik bentuk dan warnanya. Jenis ikan penting

yang berada diperairan karang dibedakan atas 2 golongan

yaitu : ikan hias (ornamentalpshes) dan ikan konsumsi (foodJishes). 9

Jenis ikan yang penting karena nilai ekonominya yang sangat tinggi yaitu famili Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakapltanda-tandalmenggeru), Lethrinidae (lencam) dan Holocentridae (swanggi) (Hutomo, 1995). Keberadaan jenis ikan karang dipengaruhi dengan kondisi karang, apabila kondisi karang sudah mengalami kerusakan maka semakin sedikit jenis ikan karang yang terdapat karena habitatnya sudah tidak memenuhi untuk mencari makan dan berkembang biak (Sale, 1991). Habitat atau ladang ikan (fishing ground) yang berupa terumbu karang apabila mengalami kerusakan maka timbul kerugian-kerugian yang tak ternilai besarnya dinilai dari segi biologi, ekonomi dan sosiologi (Tomascik, 1991). Berdasarkan habitat terumbu karang, keberadaan jenis ikan karang dapat dibedakan menjadi tiga tipe (Adrim, 1995) yaitu : 1. Target sp : merupakan jenis ikan yang mempunyai fiilai jual atau konsumsi yang cukup tinggi dipasaran internasional dan lokal, biasanya terdiri dari famili Lethrinidae, Lutjanidae, Haemulidae, Serranidae, Kypohosidae, Scolosidae, Achanturidae, Mullidae dan Siganidae. 2. Indicator sp : merupakan jenis ikan indikator kesehatan terumbu karang, biasanya dari famili Chaetodontidae.

3. Major family: merupakan jenis-jenis ikan karang yang hidupnya berkelompok pada habitatnya, biasanya terdiri dari famili Pomacentridae, Labridae, Scaridae, Apogonidae, Caesionidae dan Pomacanthidae. Suhu Suhu adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

organisma laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisma maupun perkembangbiakan dari organisma-organisma tersebut, contohnya binatang karang dalam penyebarannya sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat didaerah tropis dan subtropis (Sheppard, 1990). Pada perairan tropis pertumbuhan dan perkembangan karang paling optimal berada pada kedalaman perairan antara 0-50m dengan suhu rata-rata tahunan 23OC-25OC akan tetapi masih dapat beradaptasi pada perubahan suhu sampai berkisar 36°C-400C (Ilahude, 2002).

Perturnbuhan dan perkembangan zooxanthellae yang terdapat di p o l i p polip karang akan optimal untuk melakukan proses fotosintesis pada daerah perairan yang berada pada batas penetrasi cahaya matahari (Nontji, 1993). Suhu merupakan salah satu faktor fisik air yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme dari karang baik secara langsung maupun tak langsung, suhu secara langsung akan mempengaruhi proses fisiologis berupa metabolisme, respirasi dan reproduksi

karang sedangkan tak langsung

mempengaruhi kondisi lingkungan dari media pertumbuhan/substrat dasar (Sheppard, 1990). Salinitas Salinitas nlerupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan hewan karang dan secara fisiologis mempengaruhi penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh (Yonge, 1963). Kisaran salinitas yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan hewan karang berkisar 32°/,-350/,

dan mempunyai batas toleransi perubahan

salinitas berkisar 27°/,-400/oo serta adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian (Sukarno, 1995). Daya tahan hewan karang terhadap perubahan salinitas berbeda-beda seperti yang diungkapkan oleh Kinsman (1964) bahwa Acropora sp dapat bertahan pada salinitas 40°/,, hanya bebcraps jam di West Indies akan tetapi Porites sp dapat bertahan dengan salinitas sampai mencapai 48°/00. Pengaruh salinitas terhadap kehidupan hewan karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti run-off badai dan hujan (Levinton, 1982). Plankton (phyto dan zoo) Phytoplankton termasuk dalam kelompok tanaman tingkat rendah (mikro algae) yang terdapat pada daerah yang terkena sinzr matahari dan mempunyai ukuran antara 0,4-0,8 mikron (yang dapat terlihat oleh mata manusia) serta berperan aktif dalam rantai dasar makanan sebagai produser pertama yang akan

11

dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai produser kedua atau sebagai konsumer ke dua (Davis, 1995). Kelimpahan phytoplankton atau klorofil phytoplankton merupakan salah satu faktor biologi oseanografi yang sering dihubungkan dengan tingkat kesuburan atau tingkat produktivitas primer suatu perairan karang terhadap zooxanthelae yang terdapat di polippolip karang yang melakukan proses fotosintesis (Supriharyono, 2000). Kelimpahan plankton pada perairan karang dapat juga dipergunakan untuk mendeteksi adanya bahan pencemaran dan kondisi arus serta berpengaruh secara langsung maupun tak langsung akan kelimpahan ikan karang (Ilahude, 2002). Tham (1953) mengemukakan melimpahnya phyto dan zooplankton pada perairan karang akan menunjukkan melimpahnya hewan pencari makan yang berkorelasi positif terhadap banyaknya bahan makanan tersebut. Faktor-faktor

penting didaerah tropis yang mempengaruhi produksi

plankton adalah curah hujan yang membawa zat hara dari darat ke laut melalui sungai dan adanya pengadukan perairan yang disebabkan oleh arus yang kuat sehingga zat hara didasar laut akan terbawa ke lapisan atas (Motoda, 1957). Keberadaan phytoplankton terdapat pada daerah batas antara zona euphotic dan disphotic karena pada daerah ini masih memungkinkan terjadinya proses fotosintesis dan batas akhir zona disphotic merupakan garis kompensasi (compensation line) (Levinton, 1982). Nutrien (Phosfat dan Nitrat) Nontji (1993) mengemukakan bahwa senyawa phosfat dan nitrat merupakan

salah zat hara yang dibutuhkan oleh phytoplankton dan mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangannya serta variasi kelimpahan menurut ruang maupun waktu. King dan Demond dalam Subani (1 98 1) menyatakan bahwa banyaknya plankton laut ada hubungannya dengan ketersediaannya unsur-unsur organik dan anorganik, temperatur, penyebaran oksigen, kedalaman termocline dimana keadaan ini terjadi karena peristiwa pengadukan massa air (upwelling).

Proses upwelling akan menyebabkan massa air yang berada didasar laut akan naik keperrnukaan dengan membawa larutan nutrien seperti phosfat dan nitrat yang cenderung mengandung banyak plankton sehingga merupakan suatu perairan yang subur bagi populasi ikan (Ross, 1988). Kandungan phosfat dan nitrat disuatu perairan selain berasal dari perairan tersebut juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya antara lain sumbangan dari daratan melalui sungai yang berrnuara keperairan tersebut, hutan mangrove yang serasahnya membusuk karena adanya bakteri pengurai (Wattayakorn, 19 88). Terumbu karang sering dijunlpai di ekosistem perairan yang sangat miskin unsur hara dan mempunyai produktivitas primer yang rendah akan tetapi produktivitas di ekosistem terurnbu karang itu sendiri didapatkan sangat tinggi (Stoddart, 1969). Ekosistem terumbu karang marnpu menciptakan keproduktivitasan sendiri tanpa tergantung dari lingkungan sekitarnya karena itu sering diibaratkan dengan " Oasis " di perairan laut dangkal (Salm, 1984). Substrat

Substrat merupakan salah satu media yang menentukan kondisi suatu perairan karena dapat menyebabkan proses pengkeruhan disekitar terumbu karang apabila terjadi gelombang dan arus yang kuat (Tomascik, 1991). Berdasarkan tipe substrat dasar perairan, bahwa kombinasi dasar perairan yang terdiri dari pasir, kerikil dan dan pecahan karang merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan jenis-jenis karang (Sukarno, 1995). Kondisi substrat pada perairan terumbu karang juga mempengaruhi

keberadaan ikan-ikan karang pada masa muda (juvenile) dan dewasa (adult) yang hidup diperairan yang dangkal dekat dengan substrat yang padat dan yang biasanya dekat dengan daratan. Tekstur substrat terdiri atas carnpuran lumpur, pasir dan tanah liat oleh karenanya tidak ada substrat yang terdiri dari satu fraksi saja seperti pada Tabel 1 (Brower and Zar, 1977).

Tabel 1. Klasifikasi Fraksi Substrat Berdasarkan Ukuran Partikel (Brower and Zar, 1977)

Arus Arus merupakan gerakan air yang dapat menyebabkan upwelling yang membawa air dengan suhu yang lebih dingin, salinitas yang yang tinggi dan zatzat hara yang kaya seperti phosfat dan nitrat sehingga terjadi mekanisme pemupukan perairan secara alami (Nontji, 1993). Proses upwelling adalah suatu proses dimana massa air didorong kearah permukaan laut dari kedalanan sekitar 100-20Cm yafig terjadi pada daerzh pantai sehingga pola aliran arus menentukan karakteristik penyebaran nutrien, transport sedimen dan penyebaran plankton (Ross, 1988). Arus

sangat

diperlukan

bagi

pertumbuhan

karang

karena

untuk

mendatangkan makanan berupa plankton, membersihkan diri dari endapanendapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas (Ilahude, 2002). Adanya pergerakan air seperti arus akan mempengaruhi organisme dan faktor-faktor lingkungan lainnya, ketersediaan oksigen dan nutrien sehingga mempengaruhi juga keberadaan jenis ikan-ikan, distribusi pemindahan telur, larva dan ikan kecil serta sebagai faktor pembatas bagi beberapa jenis-jenis ikan (Laevastu and Hayes, 1981).

Jenis-jenis ikan yang dapat melakukan migrasi mempunyai kemampuan secara langsung merespon perubahan lingkungan yang disebabkan oleh adanya pengaruh arus yang bekerja pada lingkungan perairan tersebut dan ada jenis ikan tertentu akan bergerak mengikuti arus pada waktu pasang naik kearah pantai (Dwiponggo, 1972). Permasalahan pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem tenunbu karang di perairan Kepulauan Seribu dan perairan karang Indonesia telah banyak diungkapkan oleh para peneliti maupun para akademisi diantaranya (Tabel 2) Tabel 2. Inventarisisasi Masalah Pengelolaaan Ekosistem Terumbu Karang Masalah Yang Telah di Bahas Kondisi terumbu karang di sebelah barat Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta Utara. Kondisi terumbu karang pada tahun 1985 sampai dengan 1995 di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Perubahan kondisi terumbu karang di Gugusan Pulau Kelapa Kepulaun Seribu Jakarta Pertumbuhan karang Acropora nobilis dan Acropora nosuta pada kawasan wisata bahari Gili Meno dan Teluk Nara Monitoring kondisi ikan karang (Spesies Indikator dan Target - Predator) di Teluk Buyat dan Ratatotok Sulawesi Utara Asosiasi ikan Chaetodontidae dengan bentuk pertumbuhan karang di Pulau Lemon Manokwari Irian Jaya Pengamatan kandungan zat hara phosfat, nitrat dan sumberdaya perikanan di perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur , Faktor - faktor penyubur perairan Indonesia

Tahun 1995

Penutis A.S. Panggabean dan Miranda P (Biologi Unas)

1995

M.I.Yosephine, Suharsono dan I. Amir (P30 LIPI)

1999

M.E. Lazuardi dan N. S. Wijoyo (Faperikan IPB)

1998

Muchlis (Forum Kaj ian Kelautan UNRAM)

1999

L. Th. X. Lalamentik dan U.N. Rembet (Faperikan Univ Sam Ratulangi) R. Bawole dan P. Boli (Faperta Universitas Manokwari) M. D. Marasabessy dan Edward (LIPI)

1999 2002 2002

A. G. Ilahude (P20 LIPI)

Pemanfaatan ekosistem karang berupa penambangan karang sebagai bahan bangunan, penangkapan ikan yang berlebihan dengan mempergunakan bahan peledak dan bahan kimia beracun ataupun bahan pencemar lainnya. Rusaknya karang beserta biota lainnya sehingga karang tersebut tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pelindung pantai, pemusatan makanan, tempat berkembang biak dan tempat berlindung bagi biota tersebut (National Research Council, 1988). Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan. Struktur fisiknya yang rumit, bercabang-cabang, bergua-gua dan berlorong-lorong

membuat ekosistem ini habitat yang menarik bagi banyak jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni terumbu karang sangat beranekaragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Produktivitas primer dari terumbu karang sama atau melebihi semua ekosistem alam lainnya. Satu terumbu karang dapat menunjang 3000 jenis biota. Namun demikian perairan tropik diatas terumbu karang hampir langka akan zat hara penunjang kehidupan seperti phosfat dan nitrat. Jika terumbu karang dapat menunjang kekayaan biota laut dalarn kondisi yang demikian (langka zat hara) maka itu suatu keistimewaan. Beberapa aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang (KLH, 2004) diantaranya : Sedimentasi: konstruksi didaratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian didaerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai kelaut dan terumbu karang. Penangkapan dengan bahan peledak: penggunaan bahan peledak untuk penengkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penengka~anikan secara berlebihan, penggunaan kalium nitrat sebagai bahan peledak

akan

mengakibatkan ledakan yang besar sehingga membunuh ikan dan merusak karang disekitarnya. Aliran drainase: alira~lyang mengandung p p u k dan kotoran yang terbuang ke perairan pantai mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen. Penangkapan ikan dengan sianida: penggunaan sianida (potassium cyanida) dan racun-racun lain dipergunakan untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga. Pengumpulan dan pengerukan: pengambilan karang digunakan sebagai bahan baku konstruksi atau untuk cindera mata. Pencemaran air: produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang dekat perairan pantai akan meracuni polip karang serta biota laut.

Pengelolaan

tempat

rekreasi:

para

wisatawan

yang

mengarnbil,

mengurnpulkan dan berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang. Pemanasan global: ketika terjadi peningkatan suhu laut (> 40°C) maka polip karang kehilangan algae simbiotik didalarnnya sehingga mengubah warna menjadi putihlbleaching d m akhirnya mati. Bleaching dapat terjadi karena berbagai macam faktor seperti tinggi d m rendahnya suhu, tingginya radiasi ultra violet, ekspose terhadap cahaya matahari langsung, pemasukan air tawar, tingginya sedimentasi, polusi dan pengurangan nutrien (Glynn, 1990).

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina yang berada didalarn kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Gambar

2). Pulau Pamegaran merupakan pulau yang termasuk dalam zona pemanfaatan tradisional atau zonasi Rekreasi dan Pariwisata dengan luas wilayah 108 hektar. Sebagai lokasi pembanding Pulau Pamegaran dilakukan di Pulau Kuburan Cina Stasiun pengambilan data ditetapkan di perairan bagian utaraltertutup peeward) dan perairan bagian timurfterbuka (windward) dari pengaruh langsung lingkungan perairan pada kedua lokasi penelitian dengan posisi seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Posisi Geografis Stasiun Penelitian Stasiun

Posisi Penelitian Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS)

I

Pulau Pamegaran

Utara (leeward)

106' 34'. 647"

05' 37'. 903"

Timur (windward)

106' 34'. 892"

05'

37'. 831"

Utara (leeward)

106' 34'. 09,l"

05'

36'. 24,9"

Timur (windwcrrd)

106' 33'. 56,6"

05'

36'. 26,9"

Pulau Kuburan Cina

Penelitian ini berlangsung atau dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei hingga Juli 2004. Analisa kelimpahan phyto dan zooplankton, phosfat dan nitrat serta fraksi substrat dilakukan di laboratorium Balai Riset Perikanan Laut. Identifikasi berlangsung dari bulan Agustus hingga Oktober 2004.

sxltHm: k ~ ~ . S e r i b u atictosbx

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pengamatan kondisilkesehatan karang dan keberadaan ikan karang yang terdiri dari : kapallperahu bermesin untuk mempermudah dan mempercepat pengamatan kondisikesehatan karang, GPS, peralatan selam lengkap (tangki scuba (aqualung), regulator, mask, snorkel, fin, bouyancy compensator, pemberat, pakaian selam (wetsuit), kamera bawah air (underwater camera) dan handycam sebagai pelengkap dokumentasi, alat pencatat (kertas data anti air, slate dan pensil), roll meter yang berukuran 100 meter sebagai transek garis, alat pengumpul sampel (martil dan bungkus plastik), literatur untuk identifikasi karang dan ikan karang. Peralatan pengamatan lingkungan perairan terdiri dari : termometer bolakbalik, refraktometer, nanssen bottle, plankton net (phyto dan zooplankton net), alkohol 70 %, forrnalin, botol sampel, Ekman grab, penyaringlsieve, oven dan current meter.

Metode Pengambilan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder dikumpulkan dari instansi lain yang terkait dengan sumber daya kelautan. Pengamatan langsung di lapangan meliputi pengamatan kondisi karang (persen tutupan, genus karang), faktor lingkungan perairan (suhu, salinitas, plankton (phyto dan zoo), nutrien (phosfat dan nitrat), substrat dan arus serta ikan karang (keanekaragarnan dan komposisi jenis berdasarkan tipe ikan). Informasi data yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait yaitu berupa datadata pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan yang dilakukan di perairan Kepulauan Seribu seperti dari Dinas Perikanan dan Departemen Kehutanan dalam ha1 ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam/PHPA).

Kondisi Tutupan Karang Pengambilan data tutupan karang dengan mempergunakan metoda garis transek (Line Intercept Transec atau Life Form) (Gomez and Yop, 1984). Metoda pengamatan ini menekankan pada bentuk pertumbuhan karang Acropora dan Non Acropora karena marga ini mendominasi pada ekosistem terumbu karang dan merupakan komponen utama pembentuk terumbu karang (Gambar 3). Panjang garis transek yang dipergunakan 30 meter dan diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman 5 meter dengan pengamatan tiga kali pengulangan. Pencatatan dan pengukuran panjang tiap marga dan bentuk pertumbuhan dilakukan diatas transek yang berupa meteran sesuai dengan panjang yang tertera pada meteran. Pengambilan data juga dilakukan dengan pengambilan dokumentasi yang mempergunakan kamera film bawah air (underwater camera) sebagai pendukung data kondisi karang berdasarkan pengamatan visual (visual observation)

Gambar 3. Metoda Transec Benthic Life Form (Anthony, 2004). Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Ikan Karang Pengambilan data ikan mempergunakan metoda Visual Census (Dartnall and Jones, 1986) (Gambar 4) pada transek yang dipergunakan untuk metoda life form karang dengan panjang transek 30 m dan jarak pengamatan memakai garis khayal pandang sejauh 5 meter kekiri dan ke kanan dari garis transek di kedalaman 5 m 21

dengan tiga kali pengulangan . Untuk pengidentifikasian jenis-jenis ikan karang dipergunakan literatur Tropical Reef-Fishes Of The Western Pasific Indonesia And Adjacent Water (Kuiter, 1992).

Gambar 4. Metoda Visual Census (Anthony, 2004)

Kondisi Lingkungan Perairan Pengamatan faktor lingkungan dilakukan dengan dua cara yaitu di lapang dan laboratorium. Pengamatan

dilapang

menchp

:

pengukuran

salinitas

dengan

refiactometer, pengukuran temperatur dengan termometer bolak

balik,

pengambilan sample air untuk menentukan nutrien dengan nanssen bottle, pengambilan sample air untuk pengamatan plankton dengan phytoplankton net dan zooplankton net, pengamatan arus dengan mempergunakan current meter dan pengarnatan substrat dengan mempergunakan Ekman grab. Pengamatan

dilaboratorium mencakup

:

identifikasi jenis

dan

penghitungan kelimpahan jenis phyto dan zooplankton dengan mempergunakan Sedgewick Rafter Counting Cell, analisis kadar phosfat clan nitrat , pengukuran partikel substrat dengan penyaringan dengan ukuran saring 2mm, lmm, 0,5mm, 0,25mm, 0,15mm dan 0,05mm lalu pengeringan dengan oven.

Korelasi

lingkungan

perairan terhadap ekosistem terumbu

merupakan hubungan langsung yang saling mempengaruhi

karang

antara faktor

lingkungan perairan dengan kondisi karang serta keberadaan jenis-jenis ikan karang dapat diasumsikan seperti pada Gambar 5.

Ikan Karang Pertumbuhan Karang Faktor Lingkungan Perairan P1.1yto Subs Arus Genus Genus Genus Sp. Sp. Sp. dan Su Sali Phosfat B A C A B C hu nitas Nitrat Zooplank trat ton

Gambar 5. Korelasi Antara Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang dan Keberadaan Ikan Karang Keterangan : a. Korelasi langsung faktor lingkungan perairan dengan kondisilkesehatan karang serta pertumbuhan cabang dan perkembangan karang. b. Korelasi

langsung

kondisilkesehatan

karang

dengan

keberadaan

(keanekaragaman dan komposisi) jenis ikan karang. c. Korelasi langsung antara faktor lingkungan perairan dengan keberadaan

(keanekaragaman dan komposisi) jenis ikan karang.

Analisis Data Persentase Tutupan Karang Analisis tutupan karang (percent cover) mempergunakan Software Percent Cover Benthic Life Form Analysis versi. 5.1 (Rahmat dan Yosephine, 2001)

% cover =

Total Length of Category Length of Transect

x 100 % 23

Penentuan kategori kondisi karang mengacu pada Monitoring Coral For Global

Change (UNEP, 1993) pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Kategori Kondisi Karang (UNEP, 1993) Kategori 1 2 3 4

5

Persentase (%) 1-10 11-30 3 1-50 5 1-75 76-1 00

Kondisi sangat rusak rusak sedang baik sangat baik

Keanekaragaman Jenis (HI) Ikan Karang Keanekaragaman

jenis ikan karang dihitung dengan mempergunakan

metode Shannon Weiner dalam Poole (1 974) yaitu :

Keterangan : s

=

Cjenis

i

=

urutan C jenis

NI

=

C individu tiap jenis

N

=

C keseluruhan jenis

Indeks Diversitas Shannon mengungkapkan bahwa H'

=

0, maka komunitas

terdiri dari satu genus atau jenis tunggal. Nilai H' akan mendekati maksimal jika semua jenis terdistribusi secara merata dalain komunitas. Penggolongan kondisi komunitas biota berdasarkan nilai indeks H' adalah sebagai berikut apabila indeks H'<2,30 artinya keragaman rendahlkecil, komunitas tidak stabil atau kestabilan komunitas

rendah dan

tekanan terhadap komunitas tinggi, 2,30
keragaman sedang/komunitas kurang cukup stabil (kestabilan komunitas sedang) atau tekanan lingkungan terhadap komunitas sedang, H1>6,91 keragaman jenis tinggilbesar, komunitas stabil, tidak ada kompetisi, daya dukung iingkungan terhadap komunitas sangat baik (keseimbangan ekosistem).

Indeks Keseragaman Shannon Ikan Karang

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman

H maks

= log s ( s = jml jenis)

Nilai indeks keseragaman ini berkisar antara 0-1 apabila indeks keseragaman mendekati 0 maka penyebaran individu tiap jenis tidak sama dan dalam ekosistem tersebut ada kecenderungan terjadi dominansi jenis yang disebabkan oleh ketidak stabilan faktor lingkungan perairan dan populasi. Bila indeks keseragaman mendekati 1 memnjukan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi relatif mantap yaitu jumlah individu tiap jenis relatif sama. Dominansi Ikan Karang

Untuk mengetahui jenis-jenis yang mendominasi dipergunakan Indeks Dominansi (Legendre and Legendre, 1998).

Keterangan : N = Jml total individu Ni = jml individutiap jenis Nilai indeks dominansi berkisar antara oil, jika indeks dorninasi mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan Indeks keseragaman yang besar. Apabila indeks dominansi mendekati 1, berarti ada salah satu genus yang mendominasi dan nilai Indeks Keseragamannya kecil. Penggolongan kriteria dominansi biota berdasarkan nilai indeks D adalah sebagai berikut apabila indeks O
Kondisi Lingkungan Perairan

Analisis lingkungan perairan mencakup identifikasi jenis, keanekaragaman jenis serta kelimpahan jenis phyto dan zooplankton. Identifikasi jenis phyto dan zooplankton dilakukan di laboratorium Balai Riset Perikanan Laut. Penghitungan keanekaragarnan jenis dilakukac dengan mempergunakan Indeks Shannon Weiner

dulum Poole (1974), penghitungan kelimpahan jenis phytoplankton dengan mempergunakan cara sebagai berikut :

Keterangan : N = Kelimpahan phytoplankton (sel /m3) n = Jml phytoplankton tercacah p = Jml petak counting cell (1000 petak) Vr

= Vol.

sampel tersaring (ml)

Vo = Vol. air counting cell (1 ml) Vs

=

3

Vol. sampel air tersaring (m ) Sedangkan cara penghitungan kelimpahan jenis zooplankton dilakukan

dengan mempergunakan penghitungan sebagai berikut :

Keterangan :

N n

= Kelimpahan zooplankton = Jml

3

(indlm )

ind zooplankton tercacah.

Va = Vol. yang diamati (ml) Vc = Vol. botol sampel (ml) L

= Luas bukaan mulut

t

= lama penarikan jaring

bonggo net (0,3 18 m2) (menit)

v = kecepatan kapal (mlmenit)

Analisis

salinitas,

suhu,

phosfat

dan

nitrat

dilakukan

dengan

mempergunakan tabulasi dan grafik (MS.Exce1) sedangkan substrat dengan mengacu pada klasifikasi fraksi substrat menurut ukuran partikel (Brower and Zar, 1977) dan segitiga Miller. Keterkaitan korelasi antara faktor lingkungan perairan dengan kondisi karang dapat dilihat dengan memperlihatkan hubungan antar analisis dan sintesa dari berbagai aspek pengamatan (Tabel 5) serta Analisis Korespondensi Utarna (Principal Corespondence Analysis) (Bengen, 2000). Tabel 5. Pengumpulan Data dan Cara Analisa Karang Pada Pulau dan Kuburan Cina No 1

2.

3.

4.

5.

6.

Pamegaran

Pengumpulan Cara Analisa Data Form Suharsono, 1996, karang Life Mengidentifikasi genus Genus Veron, 1989, Transec karang pada perairan dominan Sukarno, 1995 tertutup (leeward) dan terbuka (wind ward) ware Life Form Soft Tutupan karang Mengetahui benthinc life Transec kesehatanlkondisi dan form (Rahmat pertumbuhan karang dan Yosephine, 2001) Adrim, 1995. Mengidentifikasi jenis Jenis dan tipe Visual Census Hutomo, 1995 ikan dan tipe ikan ikan karang Method Kuiter, 1992 karang yang dominan pada perairan leeward dan windward Indeks Shannon Jumlah jenis dan Visual Memperoleh Weaver dan MS Ce~sus keanekarzgaman dan individu Excel. Method komposisi jenis ikan karang Analisa Memperoleh faktor Suhu, salinitas, Pengukuran laboratorium, lingkungan perairan plankton, nutrien suhu, tabulasi dan dan sa!initas, yang mempengaruhi (phosfat air grafik, Brower bentuk pertumbuhan nitrat), substrat sampel dan ukuran and Zar, 1977, dan perkembangan dan arus partikel Segitiga Miller karang serta substrat keberadaan jenis ikan berdasarkan tipe ikan dari Hubungan Memperoleh Kondisi karang Hasil korelasi antara keterkaitan hubungan dan kenanekaraga berbagai antara faktor man serta kompo analisa dan faktor lingkungan perairan terhadap lingkungan perairan sisi ikan karang , sintesz kondisi ekosistem terhadap kondisi karang lingkungan perair terumbu karang serta keberadaan ikan an karang (PCA) Subjek

Jenis Data

HASIL DAN PEEIBAMASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina

Pulau Pamegaran memiliki luas 108 hektar yang mempunyai ciri khas adanya gobah berada diarah utara pulau yang berfungsi sebagai pintu masuk kapal-kapal yang hendak berlabuh di dermaga. Pada awalnya gobah ini adalah hamparan karang (reefflat) yang kemudian sengaja dikeruk untuk menambah kedalaman dasar perairan sehingga memudahkan kapal masuk dan bersandar karena terlindung dari pengaruh ombak dan angin. Kondisi perairan di Pulau Pamegaran ini cenderung tenang, dikarenakan pada lokasi tersebut tertutup dari angin dan gelombang. Kondisi substartnya didominasi oleh pasir untuk bagian permukaan dan pecahan karang pada bagian dasar perairan. Terurnbu karang berbentuk bagian-bagian kecil yang terpisah-pisah (patch reefl merupakan kelompok karang yang terdapat dikawasan perairan yang dangkal. Profil dasar perairan dimulai dengan hutan mangrove, patahan karang, kerikil, pasir dan karang batu. Tipe terumbu karang yang ada pada daerah ini adalah tipe terumbu karang tepi atau pantai (fringing reefl dengan kedalaman pertumbuhan karang kurang dari 40 meter. Pulau Kuburan Cina merupakan lokasi pembanding terhadap kondisi karang yang terdapat di P. Pamegaran. Pulau keci1 ini hanya memiliki luas 0,5 hektar dan terletak pada zona pemanfaatan (Penetapan Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu) dan merupakan pulau yang tidak berpenghuni sehingga tidak terdapat fasilitas dermaga untuk berlabuhnya kapal. Rataan pasir dan terumbu karang dengan pertumbuhan karang yang berbentuk bagian-bagian kecil yang terpisah-pisah (patch reefs) berada didasar dan diatas pennukaan perairan. Profil dasar perairan dimulai dengan hutan pantai, patahan karang, kerikil, pasir dan karang batu. Zona pertumbuhan karang yang terdapat berada pada kedalaman yang cukup dangkal dikarenakan dasar perairan yang landai. Tipe terumbu karang yang terdapat pada daerah ini merupakan tipe terumbu karang tepi atau pantai (fringing reefi yang kedalaman perairan untuk pertumbuhan karang kurang dari 40 meter.

Persen Tutupan Karang Hidup dan Mati Hasil analisis persen tutupan karang pada perairan bagian utardtertutup (leeward) P. Pamegaran menunjukkan nilai 64,26% karang hidup dan 14,36% karang mati dengan genus karang yang dominan terdapat adalah acropora sedangkan pada perairan bagian timurlterbuka (wind ward) menunjukkan nilai 62,35% karang hidup dan 15,36% karang mati dengan genus karang yang dominan terdapat adalah Porites. Hasil analisis pada perairan P.Kuburan Cina sebagai lokasi pembanding menunjukkan persen tutupan karang hidup pada perairan bagian utardtertutup (leeward) bernilai 64,19% sedangkan persen tutupan untuk karang mati bernilai 22,14% dengan genus karang yang dominan terdapat adalah Acropora sedangkan pada perairan bagian timurlterbuka (wind ward) persen tutupan karang hidup bernilai 61,95% dan tutupan karang mati bernilai 7,97% dengan genus karang yang dominan terdapat adalah Montipora. Apabila dihitung nilai rata-rata persen tutupan karang hidup pada kedua lokasi penelitian menunjukkan nilai persen tutupan karang hidup yang melebihi nilai 50% sehingga bila mengacu pada kategori UNEP kondisi karang pada kedua lokasi penelitian masih dalarn kategori baik atau kategori 4 (51%-75%). Hasil rata-rata nilai persen tutupan karang hidup dan mati pada perairan bagian utaraJtertutup (leeward) dan perairan bagian timurlterbuka (wind ward) pada P. Pamegaran dan P. Kuburan Cina dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Tutupan Karang Hidup dan Mati

P. Kuburan Cina

Tingginya persen tutupan karang hidup diikuti dengan relatif kecilnya tutupan karang mati (dead coral). Salah satu faktor yang menunjang tingginya

persen tutupan karang pada lokasi ini disebabkan karena kurangnya aktivitas manusia (anthropogenic causes) seperti penggunaan alat penangkapan ikan yang membahayakan kehidupan karang (bahan peledak, bahan beracun) serta minimnya limbah buangan yang terdapat disamping itu kondisi perairan yang relatif tenang sehingga pengaruh arus dan gempuran ombak relatif kecil sehingga menunjang perturnbuhan dan perkembangan karang. Mendominasinya genus Acropora, Porites dan Montipora dikarenakan kondisi lingkungan perairan sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangannya disarnping itu genus karang ini mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan perairan secara cepat. Tipe karang branching dan massive seperti genus Acropora dan Porite.~ merupakan tipe karang yang bisa bertahan hidup karena dapat beradaptasi secara cepat pada lingkungan yang ekstrim (Veron, 1989). Kondisi karang dapat mencenninkan keanekaragaman jenis ikan karena semakin baik kondisi karang maka semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup. Sebagai data pembanding digunakan pendataan kondisi karang yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIP1 yang memperoleh gambaran bahwa hampir 43% karang di Indonesia sudah rusak berat bahkan dapat dianggap berada diambang kepunahan, sedangkan yang masih baik hanya sekitar 6,5% seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi Umum Karang di Indonesia Jumlah Stasiun

Sangat Baik

Baik

Sedang

Buruk

Barat

129

2

19

33

75

Timur

195

191

54

59

63

324

21

73

92

138

6,48

22,53

28,39

42,59

Lokasi

Kawasan Indonesia Kawasan Indonesia Jumlah

Persentasi (%) Sumber : Suharsono ( 1 998)

Secars umum penyebab kerusakan terhadap terumbu karang di wilayah perairan Indonesia bagian barat, tengah dan timur dikelompokkan menjadi dua kelompok permasalahan yaitu kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia

(anthropogenic causes) dan oleh alam (natural causes) (Tabel 8).

Tabel 8. Persentase Tutupan Karang di Perairan Indonesia Penutupan Karang Hidup (%) Lokasi

Sangat

wjayah Barat Indonesia

1 1

3,93

I

WiIayah Tengah Indonesia Wilayah Timur Indonesia

1

19,lO

I

7,09

(

I

1

I

I

( 9,80

Sedang

Baik

baik

1

1 1

28,09 33,33

I

35,29 (

Buruk

1 1

48,88

1

I

I

22,70

7

36,88

I

25,49

I

1

29,42

I

I

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, 1995

Penelitian Lazuardi dan Wijoyo (1999) Fakultas Perikanan 'dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor yang dilakukan di perairan karang gugusan Pulau Kelapa Kepulauan Seribu menunjukkan pada kedalaman 3 meter penurunan persen tutupan karang batu berkisar 0,84%-41,36% sedangkan karang lunak berkisar 0,26 %-15,14 % dan peningkatan persen tutupan karang batu berkisar 2,64%-29,14% sedangkan karang lunak berkisar 0,40%-4,20%. Pada kedalaman 10 m penurunan persen tutupan karang batu berkisar 2,60%-12,06% sedangkan karang lunak berkisar 0,34%-15,26% dan peningkatan persen tutupan karang batu berkisar 1,82%-16,08% sedangkan karang lunak berkisar 1,00%-15,50%. Penelitian penentuan kondisi karang di Kepulauan Seribu juga dilakukan oleh Panggabean dan Pramesjwari (1995) Fakultas Biologi Universitas Nasional dengan lokasi arah barat Pulau Pramuka menunjukkan hasil bahwa kondisi tutupan karang hidup dimasukkan dalarn kategori rusak (< 50%). Dampak perubahan faktor lingkungan perairan seperti meningkatnya suhu permukaan laut, pergerakan arus yang disebabkan oleh angin topan dan badai, kurangnya ketersediaan nutrien merupakan faktor alami yang masih dapat ditoleransi untuk pertumbuhan dan perkembangan karang (Pearson, 1981). Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu PHPA Departemen Kehutanan mengungkapkan bahwa degredasi ekosistem terumbu karang yang terjadi di Kepulauan Seribu pada saat ini disebabkan oleh adanya adanya kegiatan manusia yang memanfaatkan karang tersebut untuk kepentingan pribadi diantaranya pengembangan wilayah pesisir, penambangan karang batu, tangkap lebih (over exploitation), penangkapan merusak dan pemanfaatan rekreasi intensif. Penentuan kondisi karang ini menitik beratkan pada persen tutupan karang Acropora dan non Acropora akan tetapi tidak hanya parameter tersebut yang

diamati melainkan semua parameter yang menyusun kondisi ekosistem terumbu karang tersebut seperti faktor abiotic dan kesemua parameter tersebut dikonversikan kedalam persen tutupan terumbu karang. Persen tutupan benthic life form dapat dilihat pada Gambar 6,7, 8 dan 9.

-

Non-Acropora R Dead Scleractinia R Other Fauna

Abiotic

Gambar 6. Persentase Tutupan Karang di Utara P. Pamegaran

Non-Acropora

W Dead Scleract inia Other Fauna

Gambar 7. Persentase Tutupan Karang di Timur P. Pamegaran

Acropora 24,89

Non-Acropora Dead Scleractinia

22,14

El Algae Other Fauna Abiotic 39,3

Gambar 8. Persentase Tutupan Karang di Utara P. Kuburan Cina

Acropora

1 1,28

4)

2,73 7,97

50,67

Non-Acropora Dead Scleractinia Algae Abiotic Other Fauna

Gambar 9. Persentase Tutupan Karang di Timur P. Kuburan Cina

Bentuk Pertumbuhan Karang Batu (Hard Coral) Bentuk pertumbuhan karang pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan terutama arus. Pada kedua lokasi penelitian pengaruh arus permukaan sangat dominan mempengaruhi bentuk pertumbuhan cabang

karang, ha1 ini dikarenakan keberadaan karang pada perairan yang dangkal(0-5m) sehingga bentuk bentuk pertumbuhan cabangnya pun akan mengalami adaptasi morfologi terhadap pengaruh arus perrnukaan. Proses adaptasi morfologi bentuk pertumbuhan karang yang berada pada perairan tertutup (leeward) akan berbeda dengan yang berada pada perairan yang terbuka (wind ward). Hasil pengamatan bentuk pertumbuhan karang berdasarkan Acropora dan non Acropora sebagai komponen utarna pembentukan terumbu karang di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Tutupan Karang Acropora dan Non Acropora Komponen Utama (Hard Coral)

Stasiun Penelitian P. Pamegaran P. Kuburan Cina

Utara 12,83% 51,43%

Acropora Non Acropora Genus Mendominasi Acropora

Timur 9,92% 52,43%

Utara 24.89% 39.30%

Porites

Acropora

Timur 1 1.28% '

50,67% Montipora

Pada perairan utara P. Pamegaran bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi adalah karang bercabang yaitu genus Acropora (Acropora branching) (Gambar 10) .

Gambar 10. Genus Acropora yang Mendominasi (Anthony, 2004)

Karena memiliki percabangan yang pertumbuhannya cepat, maka Acropora sering berkembang mengalahkan spesies lain dalarn kompetisi ruang dan akan berlimpah didaerah yang massa airnya senantiasa bergerak, tetapi bukan pada daerah pecahan ombak (surf zone) (Rosen, 1991). Pada perairan timur P. Pamegaran bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi adalah karang batul massive yaitu genus Porites (coral massive). Jenis Porites lutea dan Goniastrea sp merupakan koloni-koloni karang yang paling tahan terhadap suhu lingkungan perairan yang ekstrim seperti suhu dan salinitas yang relatif berubah-ubah serta kecerahan yang rendah dan tipe karang berbentuk massive lebih tahan terhadap arus dan ombak yang keras serta siltasi dibandingkan dengan karang yang bentuknya bercabang (Muchlis, 1998). Karang massive merupakan karang yang mampu beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan perairan dan merupakan tipe karang yang banyak ditemukan pada daerah dengan tutupan karang mati yang tinggi dan bersifat sebagai salah satu tipe Sclecractinia perintis. Pada perairan utara lokasi pembanding P. Kuburan Cina bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi adalah karang bercabang yaitu genus Acropora (Acropora branching). Genus Acropora dapat cepat tumbuh kembali (recovery) karena dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kondisi hidrologis. Variabel fisik lingkungan perairan yang berperan adalah arus, kedalaman, kecerahan dar? substrat dengan kandungan pasir dan kerikil yang tinggi. Daerah yang berarus sedang, kecerahan yang tinggi, bersubstrat pasir dan kerikil dan mempunyai kontur yang landai merupakan daerah yang paling optimum bagi dominansi karang dari genus Acropora.

Pada perairan timur P. Kuburan Cina bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi adalah karang bercabang yaitu genus Montipora (coral brunching) (Gambar 1I), karang ini dapat tumbuh baik diperairan yang arusnya cukup keras atau lereng terumbu bagian atas terutama yang berhadapan dengan laut lepas yang sirkulasi airnya lebih baik. Dominansi genus Montipora diperairan ini merupakan ciri khas karang yang terletak diperairan terbukal windward dengan sirkulasi air yang baik dan arus yang kuat serta berhadapan dengan arah datangnya angin dan arus kemudian cenderung tumbuh menempel pada substrat yang keras.

Gambar 11. Genus Montipora yang Mendominasi (Anthony, 2004) Boli (1994) melakukan penelitian laju pertumbuhan jenis Acropora nobilis di perairan P. Lancang Kepulauan Seribu yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan jenis karang ini 0,17mrn/hari. Keunikan pertumbuhan karang akan dipengaruhi oleh lingkungan habitatnya, karena karang tersebut akan menyusaikan dirinya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi untuk kelangsungan hidupnya. Morfologi koloni karang hidup yaitu bentuk pertumbuhannya disuatu lokasi dapat dipergunakan sebagai ukuran kondisi karang. Persen tutupan karang acropora dan non-acropora di P. Nyamuk Besar, P. Damar Besar, P.Tikus dan P.Kotok Besar Kepulauan Seribu pada tahun 1985 berkisar antara 5%-37%, persen tersebut semakin membesar semakin ke utara kemudian perbandingan persen tutupan karang tersebut menunjukkan p e n m a n pada tahun 1995 yaitu berkisar 1%-24% (Yosephine et al., 1995). Banyak jenis-jenis karang batu mempunyai daya tumbuh rendah dan kemampuan tumbuh ini makin dihambat lagi oleh kondisi lingkungan yang yang tidak mendukungnya. Untuk kehidupannya karang batu tersebut memerlukan lingkungan perairan yang mendukung pertumbuhannya seperti suhu yang tinggi, salinitas tinggi, ketersediaan nutrien dan substrat sebagai media penempel larva karang. Kecepatan pertumbuhan kerangka karang bervariasi sesuai dengan jenis, umur dan habitat serta bentuk pertumbuhannya walaupun suhu, intensitas cahaya

dan sirkulasi air cukup seragam ternyata dengan jenis yang berbeda memperlihatkan kecepatan perturnbuhan yang berbeda (Boarden and Seed, 1985). Struktur acropora tidak dapat tumbuh secara optimum di daerah dengan kekuatan ombak yang keras dan Acropora bercabang mempunyai struktur yang lebih sesuai untuk mengalirkan air dan menghadapi tekanan arus dibandingkan dengan bentuk yang lain. Brown dan Suharsono (1995) mengemukakan bahwa respons karang batu terhadap perubahan

lingkungan perairan

seperti tekananlstressing

akan

mengakibatkan perubahan kecepatan tumbuh, proses metabolisme dan kehilangan zooxanthellae sehingga respon tingkah laku yang dilakukan dengan mengeluarkan filamen dan menghasilkan lendir, menghapus sedimen dan perubahan biologi reproduksi Kontur dasar perairan yang relatif dangkal membuat ideal bagi pertumbuhan karang secara horisontal sehingga memungkinkan penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan dan disamping itu memungkinkan pergerakan air yang terus menerus sebagai akibat pengaruh ombak dan arus permukaan

Bentuk Pertumbuhan Karang Lunak (Soft Coral) Persen tutupan karang lunak di kedua perairan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase Tutupan Karang Lunak Lokasi P. Pamegaran P. Kuburan Cina

Stasiun

Utara 9,59% 3.76%

Timur 4.03% 11.58%

Relatif kecilnya persentase tutupan karang lunak ini menandakan bahwa kondisi tutupan karang batunya masih baik sehingga karang ini tidak dapat berkompetisi dengan karang hidup. Keberadaan karang lunak (soft coral) pada suatu perairan terumbu karang merupakan indikator kondisi keberadaan karang keras (hard coral) sebab pertumbuhan jenis karang lunak ini akan mengalami blooming apabila kondisi karang keras sudah dalam keadaan kritis atau rusak dan karang ini tumbuh dengan baik pada kondisi air yang kecerahannya rendah dan

tinggi nutriennya. Pada P. Pamegaran dan Kuburan Cina terdapat 2 genus karang lunak yang mendominasi yaitu genus Xenia dan Nepthea (Gambar 12 dan 13).

Gambar 12. Karang Lunak Genus Xenia (Anthony, 2004) Karang lunak tergolong kedalam kategori fauna lain dan merupakan kelompok karang yang relatif mudah tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan karang batu (hard coral).

Gambar 13. Karang Lunak Genus Nepthea (Anthony, 2004)

Pergerakan air yang disebabkan oleh arus yang terus menerus dikedua lokasi pengamatan menyebabkan jenis karang lunak ini mampu bertahan dan melekat pada substrat yang keras. Tingkat kejernihan air yang tinggi mendukung melimpahnya plankton sebagai sumber nutrien bagi karang , kandungan oksigen perairan dan penetrasi yang tinggi mendukung relatif cepatnya proses pertumbuhan karang lunak. Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Ikan Karang

Perairan karang merupakan suatu ekosistem yang paling subur bila dibandingkan dengan perairan lainnya. Perairan ini mempunyai produktivitas yang tingi dengan sumber hayatinya yang sangat beranekaragam dan hubungan diantaranya sangat erat. Salah satu sumber daya hayati yang berhubungan erat dengan ekosistem terumbu karang adalah jenis-jenis ikan karang. Keragaman jenis ikan karang pada ekosistem terumbu karang lebih besar dibandingkan dengan tempat lainnya di laut yaitu kira-kira terdapat 100-200 jenislha (Salm and Clark, 1984). Kelompok ikan adalah merupakan taksa terbesar dari hewan vertebrata yang bersimbiosa dengan terumbu karang dan kelompok ikan karang ini mempunyai keanekaragaman yang tinggi, salah satu diantara banyak sukulfamili ikan yang penting dari bangsalordo perciforrnes diterumbu karang sebagai indikator utama dalam melakukan penilaian terhadap kesehatan karang adalah ikan kepe-kepe dari famili Chaetodontidae (Reese, 1991; Hourigan et al, 1998).

Preferensi (distribusi atau penyebaran) ikan pada daerah terumbu karang dapat digolongkan kedalam empat bagian yaitu ikan-ikan yang menyenangi dasar

pasir, ikan yang senang berenang disekitar karang, ikan yang senang tinggal di goa dalam karang dan ikan-ikan pelagis yang senang berenang pada kolam air diatas terumbu karang (Zamani, 1987). Hasil analisis data Indeks Kenanekragaman jenis (H'), Indeks Keseragaman

(E) dan Indeks Dominansi (D) jenis ikan karang pada P.Pamegaran dan Kuburan Cina terlihat pada Tabel 1 1.

Tabel 11. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang Pada P. Pamegaran dan Kuburan Cina

Keterangan :

H' = Keanekaragaman Jenis E = Indeks Keseragaman

D = Dominansi Hasil analisis Indeks Diversitas Shannon (HI) pada kisaran 2,30 < H' < 6,91 yang berarti menandakan keragaman sedang atau kestabilan komunitas sedang dan tekanan Iingkungan terhadap komunitas sedang. Nilai E menunjukkan nilai mendekati 1 yang menandakan ekosistem dalam kondisi relatif mantap atau jumlah individu tiap jenis relatif sama. Nilai D dalam kategori 0 < D < 0,4 yang berarti dominansi rendah sehingga tidak terdapat jenis yang ekstrim mendominasi jenis lainnya. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang akan meningkat karena adanya variasi habitat didserah terumbu karang karena terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk, celah, daerah alga, perairan yang dangkal dan dalam zona yang berbeda melintasi karang (Adrim dan Yahmantoro, 1994). Panggabean dan Patadjangi (2003) Balai Riset Perikanan Laut melakukan pengamatan

ikan karang di P. Tikus dan Burung Kepulauan Seribu

mengungkapkan jumlah jenis ikan karang yang terinventaris di perairan P. Tikus ada 32 jenis dengan kepadatan 3775 ind/800m2 , kelimpahan 0,53 ind/800m2 dan

H'

=

3,24 ind/800m2 dan jenis dominan Scolopsis lineata = 13,9%, Scolopsis

bilineafri

=

13,6% dan Abudefdufsexfasciatus

=

7,6% sedangkan di P. Burung

ada 18 jenis dengan kepadatan 1400 ind/800m2, kelimpahan 0,34 ind/800m2 dan

H'

2,91 ind/800m2 dan jenis dominan Abudefduf sexfasciatus

=

=

20,5%,

Dischitodus fasciatus = 12,5% dan Paraperus cylidrica = 8,9%.

Ikan karang yang berinteraksi dengan karang tergolong ikan konsumsi dari hili

Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae,

Siganidae dan

Caesionidae sedangkan yang tergolong ikan hias farnili Chaetodontidae,

Labridae,Pomacentridae,Pomacanthidae,Ephippidae/Platacidae, Holocanthidae, Muraenidae, Goleiidae, Bleunidae dan Scorpaenidae) (Allen, 1981). Jenis-jenis ikan karang yang dominan terdapat pada perairan P. Pamegaran dan Kuburan Cina terlihat pada Tabel 12. Tabel. 12 Jenis Ikan Dominan di P. Pamegaran dan Kuburan Cina Jml Jenis Ind Dominan Siganus 38 Siganidae Target Spesies virgatus Chaetodon 31 Utara Indikator Spesies Chaetodontidae uro arciatus Apogon 155 Apogonidae Major Spesies conl ressus P. Pamegaran Lutjanus 7 Target Spesies ,Lutjanidae fulviflamma Chaetodon 35 Tirnur Indikator Spesies Chaetodontidae aura asciatus Pon~acentrus 184 Pomacentridae Major Spesies alexanderae Cephalopholis Serranidae Target Spesies cyanostigma Scolopsis 21 Utara Indikator Spesies Nemipteridae bilineatri Centropyge 12 Pomachantidae Major Spesies bicolor P. Kuburan Cina Lutjanus 6 Target Spesies Lutjanidae quinquelineatus Scolopsis 20 Tirnur Indikator Spesies Nemipteridae bilineatri Abudefduf 14 Pomacentridae Major Spesies sexfasciatus

Lokasi

Sta

Tipe Ikan

Famili Dominan

Ikan-ikan pemakan karang (koral) terbagi dalarn tiga kelompok besar yaitu : pemakan polip koral seperti Chaetodontidae dan Moilochantidae, pemakan koral hidup seperti Chaetodontidae, Balistidae, Monochantidae dan pemakan ujung koral seperti Balistidae, Monochantidae, Chaetodontidae dan Chanthigasteridae (Zamani, 1987). 41

Hasil perhitungan persen komposisi jenis ikan berdasarkan tipe ikan yang terdapat pada perairan P.Pamegaran terlihat pada Gambar 14 dan 15 sedangkan pada perairan P. Kuburan Cina terlihat pada Gambar 16 dan 17. Secara keseluruhan persen komposisi jenis ikan yang dominan terdapat pada kedua lokasi pengamatan tersebut adalah jenis-jenis ikan dari tipe ikan berkelompoWmajor famili. Keanekaragaman jenis ikan-ikan karang yang berinteraksi dengan terumbu karang memiliki ketergantungan hidup dengan kondisi karang sebagai penghasil makanan utama dan ditentukan juga oleh keanekaragaman biota yang bersimbiosa dengan terurnbu karang (Williams and Hatcher, 1993). Meskipun keragarnan komposisi taksa komunitas ikan karang dari satu terurnbu karang ke terumbu karang yang lain sangat besar tetapi komunitas ikan karang mempunyai kesamaan bentuk (uniformitas). Pengaruh kondisi karang pada jumlah jenis, kepadatan jenis dan komposisi jenis ikan berbeda pada kondisi baik sekali dan baik, jumlah jenis ikan akan lebih tinggi pada kondisi baik daripada kondisi baik sekali sedangkan kepadatan dan komposisi jenis ikan lebih tinggi pada kondisi baik sekali. Komposisi dan keanekaragaman jenis ikan karang tidak mutlak dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang (tutupan karang batu) tetapi dipengaruhi juga oleh faktor keanekaragaman jenis pakan (keanekaragarnan biota terumbu karang), kondisi lingkungan perairanloseanografi dan kondisi habitat. Komposisi jenisjenis ikan karang mempunyai preferensi (pendistribusian) tertentu terhadap jenis dan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (Kojansow, 1995). Keragaman komposisi yang tinggi bukan hanya keragaman taksonomik akan tetapi keragaman komposisi bentuk, perilaku dan interelasi antar biota laut. Keadaan ini diduga pengaruh keanekaragaman pakan (karena berhubungan dengan keanekaragaman biota terumbu karang) lebih besar terhadap komposisi jenis dibandingkan pengaruh ketersediaan habitat (ruang). Pada kondisi sangat baik jumlah jenis lebih kecil dibandingkan pada kondisi baik disebabkan penutupan karang batu yang berlebihan akan mengurangi keanekaragaman biota terumbu karang lainnya.

Komposisi keanekaragaman jenis ikan yang berada pada ekosistem terurnbu karang juga dapat menunjukkan tingkah laku teritorial ikan karang tersebut karena jenis tertentu tidak &an berkeliaran jauh dari surnber makanannya dan tempat berlindung, batas teritorial tersebut dapat didasarkan atas persediaan makanan, pola berkembang biak, banyaknya pemangsa dan kebutuhan ruang hidup.

Gambar 14. Persentase Komposisi Tipe Ikan di Utara P.Parnegaran

aD 5,12 1,21

Target sp Major family Indicator sp

93,67

Gambar 15. Persentase Komposisi Tipe Ikan di Timur P.Parnegaran

I Target sp

Major family I Indicator sp

c

Gambar 16. Persentase Komposisi Tipe Ikan di Utara P.Kuburan Cina

19,31

1

28,97

Target sp Major family Indicator sp

51,72

Gambar 17. Persentase Komposisi Tipe Ikan di Timur P.Kuburan Cina Korelasi keterkaitan antara ikan-ikan karang terhadap terumbu karang terlihat pada beberapa jenis ikan karang seperti ikan kakap (Lutjanidae), ikan gerot-gerot dan sidat murai (Rhinomuraedae) yang berlindung didalam celahcelah karang pada siang hari tetapi keluar pada malam hari untuk mencari makan ketika tempat berlindungnya diambil alih oleh " pemondok " yang mencari makan pada siang hari sehingga dapat dikatakan bahwa terumbu karang menunjang kehidupan dua populasi ikan yaitu komunitas siang (nocturnal) dan komunitas malam (diurnal).

Kelimpahan Jenis Target sp

Target sp adalah jenis-jenis ikan karang yang dikonsumsi masyarakat dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Salah satu jenis ikan konsumsi adalah jenis ikan dari famili Labridae yang senantiasa bergerombol dan urnumnya dalam jcmlah besar dan merupakan tipe pemakan zooplankton, hadir di daerah dengan kecerahan yang tinggi dan tersebar atau terdistribusi mulai dari kedalaman 2 meter sampai dengan 20 m. Hubungan antara ikan Labridae dengan kedalaman perairan dan kategori persen tutupan karang menggambarkan keterkaitan yang erat sekali. Famili Caesionidae (ekor kuning dan pisang-pisang) merupakan kelompok ikan karang konsumsi yang dapat dieksploitasi secara relatif besar-besaran karena jenis ini sering membentuk kelompok (schooling) sehingga mempermudah penangkapan. Dalarn perkiraan potensi sur~berdaya ikan karang di Indonesia telah disepakati hanya beberapa jenis yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu : Kerapu (Serranidae), Lencarn (Lethrinidae), Ekor erythrogaster)

dan

pisang-pisang

kuning (Caesio

(Caesionidae), Beronang (Siganidae),

Kakatua (Scaridae) dan Napoleon (Labridae). Ikan ekor kuning (Caesio erythrogaster) merupakan ikan niaga yang mempunyai tempat hidup diantara gugus-gugus terumbu karang dan merupakan jenis ikan yang paling besar mengisi seluruh daerah terumbu karang dan penyokong

hubungan

yang

ada

didalam

ekosistem

terumbu

karang

(Romimohtarto, 1975). Hasil pengamatan pada perairan P. Pamegaran terinventaris jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomisltarget sp yang paling dominan ditemukan adalah jenis ikan Siganus virgatus (41 ekor) dari suku Siganidae (Tabel Lamp. 5) dan jenis

ikan ini paling banyak ditemukan pada daerah pengamatan yang kondisi karangnya terlindung dari pengaruh arus yang keras. Ini menandakan bahwa jenis ini lebih suka mendiami habitat karang yang tenang. Hasil pengamatan pada perairan P. Kuburan Cina jenis ikan target yang dominan adalah Cephalopholis cyanostigma (14 ekor) dari famili Serranidae (Tabel Lamp. 5) dan jenis ikan ini terdapat merata pada daerah karang yang terlindung dan yang tak terlindung dari pengaruh arus yang keras. Secara ekologi kehadiran target sp pada masing-masing stasiun sangat didukung oleh kondisi

habitat terumbu karang yang terdiri dari beberapa komponen antara lain karang batu, karang lunak, karang mati, pasir dan patahan karang. Jumlah jenis ikan-ikan target sp sangat tergantung pada kondisi ekosistem karang khususnya karang Acropora branching yang merupakan jenis karang yang dominan pada suatu badan perairan laut dan yang menentukan kondisi kesehatan terumbu karang. Kelimpahan rata-rata target (mean) target sp dikedua lokasi penelitian tersebut dengan ACB dapat dilihat pada Gambar 18.

2

3

Stasiun Penelitian

!

[

.Jumlah

ind (ekor)

'Tutupan Karang ACE3

.. -.

1

I

-

Gambar 18. Kelimpahan Rata-Rata (Mean)Target sp Terhadap Tutupan Karang ACB (%) pada Stasiun 1 (UP=Utara Pamegaran), 2. (TP=Timur Pamegaran), 3. (UKC=Utara Kuburan Cina) dan 4. (TKC=Timur Kuburan Cina) Pada gambar diatas menunjukkan selama penelitian keberadaan ikan tipe target sp yang paling banyak terdapat berada pada pada stasiun 1 (Utara Pamegaran) dengan nilai kelimpahan rata-rata (mean) 6,22 ind90 m pada kondisi tutupan karang ACB 11,34% sedangkan unhk keberadaan tipe ini yang paling sedikit terlihat pada stasiun 2 (Timur Pamegaran) dengan nilai kelimpahan ratarata (mean) 3 ind90m pada kondisi tutupan karang ACB sebesar 9,92%. Sebaran tipe ikan target sp tersebut tidak merata pada tiap-tiap stasiun penelitian dikarenakan kondisi karang yang bervariasi (Gambar 19). Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan dari tipe target sp menyukai daerah yang berada pada daerah tertutuplterlindung (leeward) dikarenakan pada daerah tersebut merupakan daerah yang terbebas dari tekanan arus dan gelombang yang

keras disamping itu jenis ikan tersebut menyukai menempati celah-celah karang sebagai tempat berlindungnya.

Ulangan Pendataan

Gambar 19. Sebaran Target sp di ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 1. UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC) Faktor tutupan karang juga mempengaruhi keberadaan tipe ikan ini sebab tutupan karang yang relatif baik akan menyediakan sumber makanan yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan jenis-jenis ikan dari tipe tersebut. Korelasi antara jenis ikan target sp dengan ekosistem karang atau dengan kondisi karang tidak sepenuhnya mengalami ketergantungan, ha1 ini dapat terlihat pada Gambar 20.

0

1

2

3

4

Stasiun Penelitian .-... .

.-..

(UI 2) L i n e a r (U13)

Gambar 20. Korelasi Jumlah Individu Target sp Terhadap Kondisi Karang pada ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 1.UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC)

Pada gambar diatas terlihat hasil regresi linear membuktikan bahwa ada hubungan yang negatif atau menurun antara jumlah individu target sp dengan kondisi tutupan karang pada ke 4 stasiun (Sta.1. Utara Pamegaran, 2. Stasiun Timur Pamegaran, 3. Stasiun Utara Kuburan Cina dan 4. Stasiun timur Kuburan Cina). Hubungan negatif terjadi dikarenakan ada beberapa jenis ikan target yang habitatnya agak menjauh dari ekosistem karang, ha1 ini dikarenakan sebagian besar tipe ikan ini merupakan predator sesarna ikan sehingga mempunyai daerah jelajah agak menjauh dari ekosistem karang untuk mencari mangsanya sehingga hubungan antara tipe ikan ini dengan karang dapat dilihat pada analisis regresi. Hutomo (1987) mengemukakan bahwa semakin baik kondisi terumbu karang semakin banyak jenis ikan target yang berlindung dan mencari makan serta berkembang biak pada daerah tersebut. Hubungan secara ekologi kehadiran target sp pada suatu ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi habitat karang dikarenakan kerusakan karang akan menghilangkan lubang-lubang atau celah-celah karang sebagai habitat jenis ikan target sp seperti kerapu dan ekor kuning (Lalamentik dan Rembet, 1999).

Kelimpahan Jenis Indicator sp Di Kepulauan Seribu telah ditemukan 122 jenis ikan hias, 105 jenis diantaranya temasuk dalam berbagai famili yang didominasi oleh Pomacentridae sedangkan 17 jenis termasuk famili Chaetodontidae (Hutomo, 1995). Jenis-jenis ikan yang mendominasi dari fmi!i tersebut adalah : Famili Pomacentridae : Neopomacentrus azyron, N. anabatoides, Chromis viridis, Amblygipidodon curacao,Pomacentrus lepidogenys, P. Alexanderae, P. amboinensis, P. rnoluccensis, P. philipinus, P. albicaudatus, P.tripunctatus dan P. tripunctatus

Famili Chaetodontidae : Chaetodon trifasciatus C. vagabundus,C. Kleini, C. melannotus, C. rafflesii dan C. aurofasciatus.

Famili Labridae : Thalassoma Iunare dan Cirrhilabrus cyanoleura. Hasil pengamatan pada perairan P. Pamegaran terinventaris jenis ikan hias (indicator spesies) yang dominan adalah Chaetodon aurofasciatus (66 ekor)

(Gambar 2 1) dari famili Chaetodontidae (Tabel Lamp. 4) sedangkan pada perairan

P. Kuburan Cina jenis ikan indikator yang dominan adalah Scolopsis lineata (42 ekor) dari famili Nemipteridae (Tabel Lamp. 4).

Gambar 2 1. Jenis Chaetodon aurofasciatu (Anthony, 2004) Jenis ikan dari farnili Chaetodontidae merupakan jenis ikan indikator yang dapat menentukan sehat atau tidaknya kondisi karang karena apabila rendahnya tutupan karang mengakibatkan menurunnya jumlah jenis ikan ini (Bawole dan Boli, 1999). Ikan Chaetodontidae yang bersimbiosa dengan terumbu karang sangat tergantung pada karang yang dalam kondisi baik sebagai tempat berlindung maupun sebagai sumber makanan. Beberapa jenis ikan ini sebagai pemakan karang secara obligatif dan tergantung pada jaringan karang hidup sebagai makanannya. Berdasarkan penelitian Bawole et al. (1999) dikemukakan bahwa kehadiran yang dominan dari Chaetodon octofasciatus mengindikasikan bahwa terumbu karang sudah mengalami perubahan dan variasi ikan Chaetodontidae ditentukan oleh bentuk pertumbuhan acropora bercabang, non acropora bercabang, non acropora massive, non acropora encrusting dan habitat yang beragam. Jenis ikan dari famili Chaetodontidae pemakan karang merupakan jenis yang paling baik digunakan untuk menilai kondisi karang karena bersifat teritorial, mudah diduga pola pergerakkannya dan menghuni secara permanen daerah terumbu karang hidup, ha1 ini berarti adanya perubahan kelimpahan, distribusi dan

tingkah laku ikan pemakan karang mengindikasikan perubahan kondisi ekologis terumbu karang. Hubungan antara kondisi karang dengan kehadiran ikan karang sangat erat (terutama indicator sp), maka apabila terjadi perubahan kondisi habitat karang batu maka akan mengakibatkan perubahan komposisi jenis ikan indikator. Bentuk respon preferensi (terdistribusi/tersebar) ikan karang terhadap kondisi habitatnya maka ada jenis yang tidak tergantung dari perubahan kondisi ekosistem karang seperti jenis ikan dari genus Chaetodon yang memiliki relung ekologi yang lebar sehingga tidak terpengaruh dengan adanya perubahan komposisi habitat. Keberadaan ikan-ikan indicator sp sangat tergantung pada kondisi karang acropora yang pada daerah penelitian kondisi Acropora branching (ACB) sangat mendominasi. White (1988) menyatakan jumlah total jenis ikan dari famili Chaetodontidae menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap penutupan karang keras (hard coral). Kelimpahan rata-rata (mean) indicator sp dikedua lokasi penelitian tersebut dengan ACB dapat dilihat pada Gambar 22.

2

.

3

Stasiun Penelitian urnlah Ind (ekor)

Tutupan Karang ACB .

Gambar 22. Kelimpahan Rata-Rata (Mean) Indicator sp Terhadap Tutupan Karang ACB (%) pada Stasiun 1 (UP=Utara Pamegaran), 2. (TP=Timur Pamegaran), 3. (UKC=Utara Kuburan Cina) dan 4. (TKC=Timur Kuburan Cina) Pada gambar diatas menunjukkan selama penelitian keberadaan ikan tipe indicator sp yang paling banyak terdapat berada pada pada stasiun 2 (Timur Pamegaran) yaitu dengan nilai kelimpahan rata-rata (mean) 19 indl90m dengan persen tutupan karang ACB sebesar 9,92% sedangkan untuk keberadaan tipe ini

yang paling sedikit terlihat pada stasiun 4 (Timur Pamegaran) yaitu dengan nilai kelimpahan rata-rata (mean) 10,5 indl90m dan persen tutupan karang ACB sebesar 10,5%. Jenis ikan dari tipe indicator sp ini didominasi oleh genus Chaetodon yang merupakan tipe ikan yang menempati karang Acropora sebagai tempat berdiam dirinya, berkembang biak dan penyedia bahan makanan (Bouchon-Navaro, 1996). Sebaran jenis ikan indicator sp terlihat mengelompok pada tiap-tiap stasiun penelitian seperti terlihat pada Gambar 23.

I

Ulangan Pendataan

UP ..-

x TKC

.TP --

-.- -.

Gambar 23. Sebaran Indicator sp di ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 1. UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC) Pada gambar diatas menunjukkan bahwa keberadaan jenis ikan ini terdapat mengelompok pada daerah yang tertutup (leeward) maupun yang terbuka (winhard) dan memiliki cara hidup atau makan dengan membentuk kelompok (schooling;)disiang hari (diurnal). Beberapa jenis ikan dari tipe ini lebih menyukai pada daerah perairan yang terbuka (winhard) dikarenakan pada daerah tersebut merupakan daerah yang optimal untuk pendistribusian bahan nutrien dengan bantuan arus dan gelombang serta adanya massa air turun naik (upwellina) yang membawa makanan berupa phytoplankton dan zooplankton merupakan surnber kehidupan utama jenis ikan dari tipe tersebut. Korelasi antara jenis-jenis ikan indicator sp dengan ekosistem karang sedemikian eratnya sehingga tipe ikan ini dipergunakan sebagai indikator kesehatan atau kondisi tenunbu karang seperti jenis ikan Chaetodon sp

merupakan tipe ikan indicator sp yang dapat dipergunakan untuk menduga kesehatan, keanekaragaman dan produktivitas ekosistem terumbu karang. Korelasi antara jenis ikan indicator sp dengan ekosistem karang atau kondisi karang dapat dilihat dengan mempergunakan metoda regresi linear seperti pada Gambar 24.

I

Stasiun Penelitian

- ine ear (UI 1) -Linear

--

(UI 2) -Linear

(UI 3)j

. .---.-

1

I

Gambar 24. Korelasi Jumlah Individu Indicator sp Terhadap Kondisi Karang pada ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 1.UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC) Pada gambar diatas terlihat hasil regresi membuktikan hubungan yang negatif atau menurun antara kelimpahan indicator sp dengan kondisi karang pada ke 4 stasiun penelitian. Salah satu bentuk asosiasi antara famili Chaetodontidae terhadap terumbu karang dapat dilihat dari sifat ikan Chaetodontidae tersebut yaitu bersifat pemakan koral (koralivor) yang umumnya ditemukan berpasangan dan sifat yang lainnya yaitu pemakan plankton (planktivor) yang umumnya ditemukan berkelompok. Oleh karena itu Chaetodontidae yang pemangsa karang merupakan indikator ideal kondisi karang karena jenis ikan tersebut memangsa karang secara langsung. Hubungan tersebut menunjukkan hubungan yang lemah, ha1 ini dapat terjadi karena pada saat pengambilan data ditemukan jenis ikan yang merupakan pemakan plankton yang berkelompok sehingga korelasi antara ikan pemakan koral terhadap terumbu karang sangat kecil.

Bell and M z i n (1984) menyahkan ada hubmgan yang positif mtara pmm Chaetodontidae. Proporsi penggmaan ikm jenis Chaet& lingkwrgan d i p t i ?&empa

sebqpi indikatm damp&

a s m i yaib termdm kmmg yang sehat

m e m p y a i p e n t u b p yang tinggi, b p a k l i n g k v cenderung m e n d m persen t u t q m dm lx4map jmk ikm t&&u kondisi tutupan karmg dan memodifikasi ti&&

tergmmg pada

M m y a pada kondisi

1ingkwgt-mystng td& mengalami proses t e k m ekologi-s (Reese, 1WI).

Kdimprthan Jmk Major Family Jenis ikm berkdompk adalah jenis-@is

ikm k

q ymg tingkat

jenis ikm major ymg d o m i m pada peraim P. Pamgmm &I&

jenis ikm

Pomaeentrus alexanderae (310 ekm) dari famill Pmmamtridae (TaM L m p . 5) d m pada perairm P. Kubtuan Cim yaitu Ahdefdztf sexfasciatus (23 &or) divi fmili P m e n t r i d a e (TaM L m p . 5). Kdimpthn rah-rate (mean) major family mempunyai keterganttmgm terbdap kondisi tutupan k m g ACB s p i terliht pada G a d m 25.

2

1

3

4

Stasiun Penelitian -- - --

--

b l u m l a h Ind (ekor)

TuGan

KAgACBi

G a m k 25. Kelimpahm Rata-Rata (Mean) Indicator sp Terhitdap Tutupan K m g ACB (96) @a Stasim 1 (UP=Utm P a m g m ) , 2. (TP=Timur Pamegaran), 3. (UKC=Utm K u h Cim) d m 4. (TKC=Timur K u b m Cina)

Dari gambar diatas terlihat bahwa selama penelitian keberadm ikan tipe major family yang paling dominan terdapat berada pada pada stasiun 2 (Utara Pamegaran) yaitu dengan nilai kelimpahan rata-rata (mean) sebesar 22,59 indl90m pada kondisi tutupan k m g ACB sebesar 2 1,34% sedangkan untuk keberadam tipe ini yang paling sedikit terlihat pada stasim 3 ( U r n Kubum Cina) yaitu dengan nilai kelimpahan raterata (mean) sebesar 3,89 ind/90m pada kondisi tutupan karang ACB sebesar 24,8996. Besmya kelimpahan jenis ikan dari tipe ini dikarenakan adanya variasi habitat yang terdapat di terumbu karena terumbu k m g yang tidak hanya terdiri dari k m g saja tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk dan celah dan daerah alga, dengan adanya variasi habitat yang bemekaragam tersebut dapat meningkatkan jumlah jenis-jenis ikan dari tipe major family. Sebaran keberadam ikan-ikan jenis major family pada daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 26.

0

1

2

Ulangan Pendataan

Gmbar 26. Sebaran major family di ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 2. UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC) Neudecker (1995) dan Bouchon-Navaro (1996) mengemukakan bahwa jenis-jenis ikan dari tipe major family yang mendiami ekosistem terumbu k-g memiliki ketergantwgan hidup terhadap kondisi k m g yang subur dan bahkan adakdanya memerlukan makanan yang spesifik terhadap jenis karang atau koral tertentu Korelasi anma jenis-jenis ikan major family dengan karang saling keterkaitan sehingga sangat menentukan proses perkembangan d m pertumbuhan

jenis ikan tersebut. Korelasi antara major family dengan persen tutupan karang pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat dengan mempergunakan analisis regresi linear seperti pada Gambar 27.

1

Stasiun Penelitian

1 1

. . .

Ull

U12

1

Gambar 27. Korelasi Jumlah Individu Major Family Terhadap Kondisi Karang pada ke 4 Stasiun Penelitian (Stasiun 1.UP, 2.TP, 3. UKC dan 4. TKC) Pada gambar diatas terlihat hasil regresi membuktikan hubungan yang negatif atau menurun antara kelimpahan major family dengan kondisi karang pada ke 4 stasiun penelitian. Hal ini disebabkan karena sifat ikan ini berkelompok pada habitatnya, menetap sementara terhadap suatu ekosistem karang dm memiliki ketergantungan terhadap kondisi perairan yang tingkat kesuburannya tinggi. Karena sifatnya yang tidak menetap pada suam habitat karang maka jenis ikan ini menunjukan tingkah laku teritorial yang jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan batas teritorial tersebut dapat didasarkan atas persediaan makanan, pola berbiak dan kebutuhan ruang hidupnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa korelasi ikan ini terhadap kondisi karang tidak sepenuhnya menggambarkan hubungan yang positif akan tetapi sebatas pada daerah yang memenuhi kebutuhan persedian makanan maka keberadaan jenis ikan ini akan berlimpah dalam bentuk kelompok-kelompok. Kehadiran jenis ikan major family juga menggambarkan kondisi karang yang merupakan habitat utama oleh karenanya kondisi karang yang baik akm merupakan habitat yang baik pula untuk keberadaanjenis ikan tersebut.

Korelasi Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang Secara umum variabel faktor lingkungan perairan yang menentukan keberadaan macam-macam tipe karang ditentukan oleh jenis substrat, arus, topografi dasar, ketersediaan nutrien dan kedalaman perairan dan variabelvariabel ini selanjutnya akan menentukan variabel biologis seperti jumlah jenis dan tutupan karang hidup (Seaman, 2000). Kondisi lokasi penelitian P. Pamegaran dan P. Kuburan Cina yang mendapat pengaruh atau tekanan secara langsung terhadap faktor lingkungan perairan setiap waktu atau secara terus mnerus setiap musim merupakan lokasi perairan yang berada pada perairan terbuka (windward) sebaliknya apabila lokasi perairan tersebut berada pada daerah yang terlindung dari tekanan faktor lingkungan perairar, dikarenakan adanya daerah atau daratan sebagai penghalang (barrier) terhadap pengaruh lingkungan tersebut disebut daerah perairan tertutup (leeward). Suhu, salinitas, sirkulasi air, nutrien, turbulensi dan kekeruhan merupakan faktor-faktor

lingkungan perairan

yang

paling

dominan

mempengaruhi

pertumbuhan dan pembentukan tenunbu Untuk keberadaannya terumbu karang memerlukan perairan yang memenuhi persyaratan ekologis tertentu seperti suhu, salinitas, kedalaman, kecerahan disamping substrat dasar dan arus (Sukarno et al, 1983). Suhu dan Salinitas Suhu air merupakan salah satu parameter fisika air yang sangat penting bagi kehidupan biota air, karena untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu terendah dan tertinggi. Suhu yang dapat mengurangi pertumbuhan hewan karang bahkan mematikannya bukan suhu yang ekstrim yaitu suhu minimum dan maksimum narnun lebih karena perbedaan suhu secara mendadak sekitar 4 4 O C secara mendadak dari suhu alami (ambient level) yaitu perubahan suhu dibawah atau diatas ambient level (Neudecker, 1981).

Hasil pengarnatan menunjukkan suhu air permukaan 29,35OC - 31°C dan suhu dasar 28,20°C-30,3 1°C sedangkan salinitas permukaan 33,0°/,-34,00/oo dan salinitas dasar 32,20"/,-33,35°/00 (Tabel 13) . Perubahan suhu perairan (naik atau rendah) akan menyebabkan degredasi karang sehingga akan menyebabkan bleaching1 memutih (hilangnya warna alami akibat konsentrasi zooxanthelae dalam sel karang dan atau pigmen telah berkurang atau hilang sama sekali). Tabel 13. Kondisi Suhu dan Salinitas Pada P. Pamegaran dan Kuburan Cina Utara Suhu ('C) Salinitas ('/,.) P. Pamegaran 33 Permukaan 30,15 Dasar 33 29,27 P. Kuburan Cina Permukaan 31,O 34,O Dasar 30,3 1 32,3 Lokasi

I

Timur Suhu (' C) Salinitas ('lo.)

I

29,86 28,96

33,5 333

29,3 5 28,2

33,5 32,O

Degredasi karang pada perairan Kepulauan Seribu terlihat pada perairan yang terletak dengan daratan khususnya pada perairan Teluk Jakarta. Peningkatan suhu tersebut disebabkan adanya pembuangan limbah-limbah dari kawasan industri yang langsung dialirkan ke perairan laut. Suhu dapat mempengaruhi tingkah laku makan bagi karang karena kebanyakan karang kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu diatas 33,5OC dan dibawah 16OC akan tetapi ada beberapa jenis karang yang dapat bertahan hidup pada suhu yang tinggi seperti Acropora pada perairan suhu musiman 16 sampai dengan 40°C dan kisaran suhu harian paling rendah 10°C di pantai Trucial (Kinsman, 1964). Hasil pengamatan monitoring lingkungan perairan Teluk Jakarta oleh Balai Riset Perikanan (2004) tentang sebaran mendatar suhu permukaan di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa perairan yang dekat dengan daratan mempunyai suhu permukaan yang tinggi (Gambar 28). Pola sirkulasi dan distribusi salinitas merupakan karakteristik yang nyata dari suatu perairan pantai dan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi salinitas

antara lain adalah aliran air tawar (run om, angin, gelombang cian pergerakan pasang surut air (Knox and Miyabara, 1994). Kondisi suhu dan salinitas yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yaitu suhu 28OC-30°C dan salinitas 33'1,-34'1,

(KLH, 2004).

Lintang Selatan

Bujur Timur Gambar 28. Sebaran Mendatar Suhu Pennukaan Kepulauan Seribu Hasil pengarnatan monitoring lingkungan perairan Teluk Jakarta oleh Balai Riset Perikanan (2004) tentang sebaran mendatar salinitas permukaan di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa perairan yang dekat dengan daratan mempunyai salinitas perrnukaan yang rendah (Gambar 29).

Lintang Selatan

Bujur Timur Gambar 29. Sebaran Mendatar Salinitas Permukaan Kepulauan Seribu

Dari hasil pengamatan diatas maka dapat ketahui bahwa kisaran suhu dan salinitas pada perairan tersebut masih dalam kondisi optimal untuk perturnbuhan karang. Namun pengaruh salinitas terhadap kehidupan hewan karang sangat bervariasi tergantung kepada kondisi perairan laut sekitarnya atau pengaruh alam seperti run-off, hujan badai dan adanya aliran air tawar. Yonge (1963) mengemukakan bahwa hewan karang masih dapat mentoleransi perubahan salinitas yang berkisar 17,5-52,5"/,,.

Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton (Phyto dan Zoo)

Subani (1981) mengungkapkan bahwa ada hubungan antara naiknya salinitas dan penambahan zat hara dalam perairan akan mendorong pertumbuhan atau kepadatan plankton. Kelimpahan jenis plankton dalam suatu badan perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, penyebaran oksigen, kedalaman termocline (adanya proses upwelling), curah hujan yang membawa zat hara (nutrien) dari darat kelaut dan adanya pengadukan perairan yang disebabkan oleh angin yang kuat sehingga zat hara didasar perairan akan terangkat kepermukaan perairan (Davis, 1995). Kelimpahan plankton di kedua lokasi dapat diperlihatkan pada Tabel 14. Tabel 14. Kelimpahan Phyto dan Zooplankton di P. Pamegaran dan ~ u b u r a nCina Lokasi

Jenis

Phytoplankton Zooplankton P.Kuburan Phytoplankton Gina Zooplankton

P.Pamegaran

Hasil Analisis Kelimpahan jenis (HI) 262089 sel/m",85 37957 ind/m3

3,75

2064448 sel/m".70 13071 sel/m3

3.95

Keterangan :

H' : Indeks Keanekaragaman Komposisi jenis phyto dan zooplankton berdasarkan kelimpahannya tiap-tiap

pada

daerah perairan mempunyai komposisi yang berbeda-beda. Secara

umum phyto dan zooplankton biasanya didapatkan disekitar daerah pantai yang bervegetasi, rataan terumbu karang dan hutan bakau.

Hasil pengarnatan pada P.Pamegaran terinventaris

phytoplankton yang

mendominasi dari genus Diatomae dan genus Dinoflagellata sedangkan zooplankton yang mendominasi dari genus Copepoda dan genus Ciliata sedangkan pada P.Kuburan Cina terinventaris phytoplankton yang mendominasi dari genus Diatomae sedangkan zooplankton yang mendominasi dari genus

Crustacea (Tabel 15). Tabel 15. Jwnlah Sel Phytoplankton dan Individu Zooplankton

Tingginya kelimpahan jenis phytoplankton dari genus Diatomae dan

DinoJagellata di perairan P. Pamegaran dan Kuburan Cina menandakan kondisi perairan dalam keadaan subur atau optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan

biota laut, dikarenakan kedua genus ini merupakan indikator utama tingkat produktivitas atau kesuburan suatu badan perairan. Ada beberapa ha1 yang menyebabkan tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang diantaranya

keberadaan

dinoflagelata

alga

(zooxanthellae)

yang

hidup

bersimbiosis di polip karang. Keberadaan

zooxanthellae

dalarn

polip

karang

hewan

karang

memungkinkan hewan karang mampu memproduksi atau memfiksasi karbon dioksida yang ada di perairan sekitarnya dan mampu atau dapat membantu mengawetkan unsur hara dengan mengakumulasi sisa-sisa metabolisme dari hewan karang dan unsur hara ini dimanfaatkan oleh zooxanthellae apabila perairan disekitarnya miskin akan unsur hara. Zooxanthellae yang mampu melakukan fotosintesis membantu memberikan suplai makanan dan oksigen bagi polip karang dan juga ikut membantu proses pembentukan kerangka kapur sebaliknya polip karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, phosfat dan nitrogen yang dipergunakan zooxanthellae untuk melakuka proses fotosintesis dan pertumbuhannya. Korelasi atau hubungan keterkaitan polip karang terhadap kelimpahan plankton terlihat pada aktivitas polip karang pada waktu malam hari karena tentakelnya ditonjolkan keluar untuk menangkap plankton yang lewat sedangkan pada siang hari menarik polipnya kedalam. Penggolongan kondisi plankton dengan indeks H' adalah 2,30

<

H' < 6,91

yang berarti keragaman sedang 1 komunitas kurang hingga cukup stabil atau kestabilan komunitas sedang, tekanan lingkungan terhadap komunitas sedang. Kelimpahan phyto dan zooplankton akan lebih besar apabila terdapat pada suatu perairan yang kedalamannya kurang dari 60 meter atau lebih dekat daratanlpantai dan pertumbuhan plankton (phyto dan zoo) yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, intensitas cahaya matahari, suhu, kecepatan arus dan kestabilan plankton itu sendiri.

Kondisi Phosfat dan Nitrat Zat hara phosfat dan nitrat merupakan zat-zat yang diperlukan oleh fauna dan flora laut dalam jumlah yang besar sehingga berpengaruh terhadap proses

pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil analisis phosfat dan nitrat yang dilakukan di P. Parnegaran dan Kuburan Cina dapat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Kondisi Phosfat dan Nitrat Nutrien Phosfat (mg I 1) Nitrat (mg I I)

Lokasi P. Pamegaran P. Kuburan Cina

Baku Mutu (KLH, 2004)

0,38

0,42

0.015

0,28

0,03

0.008

Sumber : KEPMEN. 5 l/MENLH/2004.

Berdasarkan data pada tabel diatas terlihat bahwa apabila dibandingkan dengan kadar phosfat dan nitrat pada lokasi penelitian dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan oleh KLH (2004) terlihat sangat berbeda jauh dikarenakan kandungan phosfat dan nitrat pada perairan P. Parnegaran dan Kuburan Cina berasal dari hasil dekomposisi senyawa-senyawa ortophosfat yang terdapat dalam batuan dasar perairan, hasil dekomposisi senyawa-senyawa organik, kurang termanfaatnya unsur ini oleh phytoplankton dan adanya pasokan serasah yang membusuk didarat yang terbawa ke dalam perairan. Secara umum kondisi kadar phosfat dan nitrat pada suatu perairan terjadi karena adanya proses pengadukan atau upwelling yang disebabkan oleh arus sehingga kedua unsur tersebut yang berada di dasar akan terangkat ke permukaan perairzn, ha1 ini terjadi karena sifat kedua unsw tersebut lebih berat bila dibandingkan

dengan

massa

air

sehingga

tenggelam

kedasar

perairan

(Marasabessy dan Edward, 2002). Produktivitas terumbu karang akan tinggi bila terdapat aliran air yang membawa zar hara, pendaurulangan secara biologi yang efisien dan kemampuan yang tinggi untuk menyimpan zat-zat hara dan terumbu karang sering dijumpai di ekosistem perairan yang sangat miskin unsur hara yang mempunyai produktivitas primer yang rendah akan tetapi produktivitas di ekosistem terumbu karang itu sendiri didapatkan sangat tinggi. Polip-polip karang menyimpan tumbuhan kecil bersel tunggal didalam jaringannya yang merupakan ganggang simbiotik yaitu zooxanthelae yang dapat menahan zat-zat hara yang penting seperti phosfat (Muscatine, 1973).

Dengan menggunakan nitrat dan phosfat yang dihasilkan oleh polip maka zooxanthelae mengadakan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen dan senyawa organik yang dapat digunakan oleh polip. Korelasi keterkaitan antara zat hara dengan ikan karang terlihat pada saat air yang mengalir membawa zat-zat hara melintasi terumbu karang dan menirima nitrogen yang penting untuk fotosintesis dari ganggang hijau-biru penambat nitrogen yang tumbuh subur didataran karang sekitarnya dan padang ganggang ini dimanfaatkan oleh ikan sekar taji dan ikan kakatua yang membawa kembali zat hara ke terumbu karang (Wiebe et al., 1975).

Substrat dan Arus Pada umurnnya pertumbuhan karang batu terdapat pada substrat yang keras seperti pada karang mati dan berpasir. Analisa kriteria substrat menunjukkan bahwa pasir (medium sand) sangat mendominasi pada bagian utara kedua perairan sedangkan pada bagian timur yang sangat mendominasi adalah kerikil (pebble) dan pecahan karang mati (rubble) (Tabel 17). Tabel 17. Kriteria Substrat Pada P. Pamegaran dan Kuburan Cina 0

Butir (mm)

siun

0,5 0,25 0,15 0,05 < 0,05

Kerikil (pebble) dan pecanan karang (rubble) Butiran (granule) Pasir sangat kasar (very coarse sand) Pasir kasar (coarse sand) Pasir (medium sand) Pasir halus (fine sand) Pasir sangat halus (veryjine sand) Lanau (silt) dan lempung (clay)

>2 2

>2 2 1 Utara

1 0,5 Timur 0,25 0,15 0,05 < 0,05 .

Kriteria Substrat

Lokasi Pame Kuburan Cina garan yo % 14

13

16

17 10

12 14 25 9

15 23 12

7 3

8

Kerikil fwebblet dan pecahan karanp (rubble) Butiran (granule)

21 19

22 18

Pasir sangat kasar (very coarse sand Pasir kasar (coarse sand) Pasir (medium sand) Pasir halus fine sand) Pasir sangat halus (veryjne sand) Lanau (silt) dan le~npung(clay)

15 14 19 7 3 2

17 13 12

2

9 6 3

+

Kondisi substrat yang demikian cocok untuk tempat melekatnya karangkarang muda serta untuk pertumbuhan dan perkembangan karang. Planula karang hanya dapat menempel pada substrat yang keras dan kuat seperti kerikil, pecahan karang mati, karang batu yang telah mati dan kerangka dari organisme lain (cangkang moluska). Tipe dari substrat suatu perairan juga dipengaruhi oleh kondisi arus karena arus yang deras tidak akan memungkinkan adanya pengendapan partikel-partikel halus

didasar

perairan

sedangkan

pada

perairan

yang

relatif

tenang

memungkinkan terjadinya pengendapan partikel-partikel halus sehingga terbentuk dasar perairan yang berlumpur. Berdasarkan hasil analisis terhadap contoh substrat dengan menggunakan Segitiga Miller menunjukkan bahwa tipe substrat atau kriteria substrat menuju kearah kiri yang menandakan keberadaan substrat pasir dan kerikil lebih mendominasi dalam suatu dasar perairan (Gambar 30).

-

Gambar 30. Fraksi Substrat Menurut Segitiga Miller (Sumber : Wahono, 1993) Hewan karang yang hidup tumbuh didasar perairan merupakan lapisan substrat pada dasar yang berbentuk batuan berpori dan merupakan suatu struktur tempat yang baik untuk dihuni oleh hewan-hewan karang lainnya karena terdapat lubang-lubang pada karang yang merupakan tempat perlindungan bagi jenis-jenis ikan karang. Beberapa celah atau lubang didalam batuan karang memberikan

perlindungan kepada berbagai jenis ikan pada siang maupun malam hari (Smith and Tyler, 1972; Collete and Talbot, 1972). Berdasarkan tipe substrat dasar perairan yang merupakan kombinasi dasar perairan terdiri dari pasir, kerikil dan dan pecahan karang merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan jenis-jenis karang sehingga kondisi substrat bentik karang pada lokasi penelitian di P. Pamegaran dapat dilihat pada profil melintang pulau tersebut seperti pada Gambar 3 1. gerakan gelom bang -

.

5 rn

.

"

Gambar 3 1. Profil Melintang Substrat Bentik P. Pamegaran Keterangan : Pb

: Pebble (kerikil)

Ms

: Medium Sand (pasir)

Rb

: Rubble (pecahan karang)

Fs

: Fine Sand (pasir halus)

Gr

: Granule (butiran)

S

: Silt (lanau)

Cs

: Coarse Sand (pasir kasar)

CM

: Coral massive

CB

: Coral branching

ACB : Acropora branching

Menurut Sukarno (1977) bahwa karang batu di Pulau Air Kepulauan Seribu hidup di tiga habitat yang berbeda yaitu goba, rataan terumbu dan lereng terumbu yang ketiga jenis habitat tersebut mempunyai perbedaan dalam bentuk permukaan dasar, endapan, kedalarnan dan pola pergerakan arus. Kecepatan arus permukaan (drift currents) merupakan salah satu faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi penyebaran, bentuk pertumbuhan cabang dan perkembangan karang. Pergerakan air atau sirkulasi air sangat penting

untuk menyediakan nutrien bagi polip dan membersihkan sedimen bila terjadi sedimentasi yang cepat. Apabila dibandingka dengan lokasi penelitian pembanding yaitu P. Kuburan Cina terlihat tidak ada perbedaan kondisi substrat bentik karang yang menyolok seperti terlihat pada Gambar 32. gerakan gelombang

5m

.

.

I

.

.

Gambar 32. Profil Melintang Substrat Bentik P. Kuburan Cina Keterangan : Pb

: Pebble (kerikil)

Ms

: Medium Sand (pasir)

Rb

: Rubble (pecahan karang)

Fs

: Fine Sand (pasir halus)

Gr

: Granule (butiran)

S

: Silt (lanau)

Cs

: Coarse Sand (pasir kasar)

CM

: Coral massive

CB

: Coral branching

ACB : Acropora branching

Kondisi arus permukaan yang beragam pada tiap-tiap perairan akan menentukan bentuk pertumbuhan daripada karang yang menerima secara

langsung maupun tak langsung tekanan arus tersebut. Sebagian besar jenis karang batu hidup di perairan dengan kecepatan arus permukaan yang relatif kuat sehingga dapat memberikan makanan dan mencegah sedimen menutupi lubanglubang polip karena dapat menghalangi zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis bagi pertumbuhannya. Pada gugusan Kepulauan Seribu terdapat dua musim yang menonjol yaitu musim barat dan musim timur, bila musim barat berlangsung dari akhir bulan November sampai bulan Februari dan pada musim ini angin bertiup kencang dari

arah barat ke timur dengan arus laut kuat disertai hujan yang cukup deras. Pada musim Timur berlangsung dari akhir Mei sampai dengan akhir bulan Agustus dan pada musim ini angin bertiup kencang dari arah timur ke barat yang disertai dengan arus laut yang cukup kuat. Diantara kedua musim tersebut yaitu bulan Maret sampai dengan Mei dan September sampai dengan November terdapat musim peralihan dengan karakter angin dan gelombang relatif lemah. Kondisi kecepatan arus permukaan (drift currents) sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang menimbulkan gaya gesek di permukaan laut, semakin besar kecepatan angin akan semakin kuat arus yang ditimbuikan. Gross (1987) mengungkapkan kecepatan arus yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dibagi menjadi 12 kategori atau tipe seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kategori Kecepatan Arus Berdasarkan kecepatan .4ngin (Gross, 1987) Skala 0 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Nama Angin Tidak berangin (Calin) Angin lemah (Light air) Angin sepoi lemah (Light breeze) Angin sepoi (Gentle breeze) Sepoi sedang (Moderate breeze) Sepoi agak kencang (Fresh breeze) Sepoi kencang (Strong breeze) Angin agak kencang (near gale) Angin kencang (Gale) Angin sangat kencang (Strong gale) Angin topan (Storm) Angin ribut (Violet storm) Angin bohorok (Hurricane)

Kecepatan Angin (mldet) 5 0.3 0.3 1.6

- 1.5 - 3.3

3.4 - 5.4

- 7.9 8.0 - 10.7 10.8 - 13.8 5.5

13.9 - 17.1 17.2 - 20.7 20.8 - 24.4 24.5 - 28.4 28.5 - 32.6 32.7 - 36.9

Hasil pengamatan kondisi kecepatan arus permukaan di perairan P. Parnegaran dan Kuburan Cina dapat ditunjukkan pads Tabel 19. Dengan berdasarkan pada kategori kecepatan angin maka kondisi kecepatan arus permukaan yang terdapat pada perairan bagian utara P. Pamegaran dan Kuburan Cina dapat dikonversikan pada kecepatan arus permukaan yang lemah sedangkan pada bagian perairan bagian timur P. Pamegaran dan Kuburan Cina dapat dikonversikan pada kecepatan arus permukaan yang kencang.

Tabel 19. Kondisi Arus pada Perairan P. Pamegaran dan Kuburan Cina Lokasi

Stasiun Utara Timur Utara Timur

P. Pamegaran P. Kuburan Cina

Kecepatan Arus (rntdt)

0,8 18.2

0,3 17.7

Arah Arus Barat North East North West South East

Kecepatan arus permukaan juga &an mempengaruhi tingkat kekeruhan suatu perairan dan ha1 ini juga mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang, misalkan bentuk pertumbuhan karang batu (massive), melebar (encrusting) dan lembaran Vbliose) aka11 dapat mentoleransi kondisi perairan yang keruh bila dibandingkan dengan karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan bercabang (branching) akan tetapi ada beberapa genus karang bercabang (Acropora)

yang bentuk

pertumbuhannya didukung oleh kondisi perairan dengan kecepatan arus permukaan yang cukup ktiat serta pola gelombang yang relatif besar terutama pada musim angin utara. Bentuk perturnbuhan karang batu (massive), melebar (encrusting) dan lembaran (fbliose) merupakan suatu cara bagi karang tersebut untuk mentoleransi kondisi kecepatan arus permukaan yang dapat menyebabkan perairan yang keruh agar dapat menyerap sinar matahari untuk kegiatan fotosintesis oleh zooxanthelae.

Analisa Interaksi Lingkungan Perairan Terhadap Ekosistem Karang Dari pengamatan secara keseluruhan maka korelasi atau hubungan antara faktor lingkungan perairan (suhu, salinitas, plankton (phyto dan zoo), nutrien (phosfat dm nitrat), substrat dan arus) terhadap kondisilkesehatan karang dan keberadaan ikan karang (keanekaragaman dan komposisi ikan karang) dapat digambarkan sebagai berikut (Garnbar 33) Kondisi A menunjukkan bahwa korelasi antara faktor lingkungan perairan (suhu, salinitas, phosfat, nitrat, phytoplankton, zooplankton, substrat dan arus) terhadap kondisi

karang

sangat

mendukung

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangan karang serta menentukan adaptasi morfologi karang dengan terbentuknya pengelompokan bentuk pertumbuhan cabang karang yang dapat menyesuaikan atau mentoleransi terhadap tekanan faktor lingkungan perairan.

Kondisi B menunjukkan bahwa hublingan kondisi karang berdasarkan tutupan karang (percent cover) dan bentuk pertumbuhan karang terhadap keanekaragaman jenis ikan karang sangat mendukung untuk habitat ikan-ikan karang yang berada pada ekosistem terumbu karang. Kondisi karang yang masih dalam kategori baik dan mempunyai produktivitas yang tinggi dapat menjadi daerah perairan karang yang berfimgsi sebagai daerah pakan (feeding ground), berkembang biak (spawning ground) dan asuhan (nursery ground) serta sebagai tempat berlindung (shelter) bagi ikan-ikan karang. Kondisi C menunjukkan interaksi antara faktor lingkungan perairan (suhu, salinitas, phosfat, nitrat, phytoplankton, zooplankton, substrat dan arus) terhadap kondisi/kesehatan karang dan keberadaan (keanekaragaman dan komposisi) ikan karang sangat mempengaruhi. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan perairan sangat menentukan ekosistem karang yang merupakan habitat dari ikan karang sehingga jenis-jenis ikan karang yang berada pada ekosistem karang tersebut mempunyai kemampuan adaptasi morfologi atau dapat mentoleransi kondisi lingkungan perairan Lingkungan perairan akan membentuk jenis-jenis ikan karang yang mampu beradaptasi dan mentoleransi perubahan kondisi lingkungan perairan sehingga terbentuklah pengelompokan tipe-tipe ikan karang yang dominan mampu menyesuaikan diri. Kondisi lingkungan perairan dalarn kategori baik baik apabila kondisi biota laut yang mendiami ekosistem terumbu karang mempunyai Indeks Keanekaragaman

(H')

dan

Indeks

Keseragaman

(E)

(memperlihatkan

pendistribusian biota laut) berada dalam nilai yang besar (tinggi) dan nilai indeks Dominansi (D) yang rendah. Terurnbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat subur dan berlimpah dengan aneka ragam kehidupan dan merupakan tempat hidupnya berbagai macam jenis ikan-ikan karang serta berbagai organisme yang bersifat mikroskopis (plankton) sarnpai dengan makroskopis (moluska, echinodermata). Hubungan faktor lingkungan perairan terhadap kondisi karang merupakan hubungan yang saling keterkaitan karena perkembangan dan pertumbuhan karang akan tergantung pada faktor-faktor tersebut. Faktor lingkungan tersebut dapat bersifat pendukung ataupun pembatas karang. Sebagai faktor pendukung apabila

kondisi lingkungan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang optimal sedangkan faktor pembatas sebagai penghambat laju perkembangan dan pertumbuhan. Faktor pembatas dapat bersifat antropogenic causes ataupun natural causes.

Ikan Karang Jenis Phos Plankton Substrat Genus Genus Genus Jenis Indi Major Su Sali fat (phyt0 dan Target kator famili Porites dan A~~~ hu nitas pora pora zoo) Nitrat Faktor Lingkungan Perairan

Pertumbuhan Karang

Gambar 33. Korelasi Antara Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang dan Keberadaan Ikan Karang Pihak Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKS) (2000) mengungkapkan bahwa kzrusakan terumbu karang di perairan Kepulauan Seribil sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia (antropogenic causes) yang sebagian besar merupakan aktivitas penangkapan ikan-ikan karang dengan mempergunakan potassium cyanida dan racun-racun lain, penggunaan bahan peledak (kalium nitrat) yang dapat membunuh ikan dan merusak terumbu karang sebagai habitat ikan karang dan penempatan alat tangkap bubu yang tidak memperhatikan kondisi karang. Untuk mengantisipasi hal-ha1 tersebut diatas pihak BTNKS melakukan caracara penanggulangar, kerusakan terumbu karang diantaranya menerapkan aturanaturan cara penangkapan ikan yaitu dengan mempergunakan alat tangkap yang ramah lingkungan khususnya untuk penangkapan jenis-jenis ikan karang seperti mempergunakan

pancing

ulur,

penempatan

alat

tangkap

bubu

yang

memperhatikan kondisi karang serta menghilangkan kebiasan menangkap ikan dengan mempergunakan potassium cyanida dan bahan peledak. Hasil analisis korespondensi utama yang disajikan dalam Gambar 34 A dan

B menunjukkan adanya beberapa variabel lingkungan perairan yang berkorelasi terhadap kondisi karang pada sumbu utama 1 dan 2 (F1 x F2) tampak ada beberapa variabel yang berkorelasi sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan karang seperti PO~-P(phosfat) dan Pbllpebble (kerikil). Kedua variabel tersebut berkorelasi dengan kondisi karang pada Sta. 4 (Timur Kuburan Cina). Untuk variabel Lmp (lempung) terlihat berkorelasi dengan kondisi karang pada Sta. 2 (Timur Pamegaran) sedangkan untuk T (suhu), Sal (salinitas) dan Psr (pasir) berkorelasi dengan kondisi karang pada Sta 1 (Utara Pamegaran). Keberadaan variabel PO~-P(phosfat), Pbllpebble (kerikil), Psr (pasir) dan Lmp (lempung) yang berkorelasi dengan kondisi perkembangan dan pertumbuhan karang disebabkan karena adanya pasokan phosfat yang besar dari daratan disekitarnya yang masuk kedalam badan perairan dan sedangkan untuk kerikil yang terdapat karena adanya arus dan gelombang yang membawa butir-butir variabel tersebut dari perairan pantai menuju daerah hamparan karang (reefflat) hingga sampai pada tubir. Sedangkan untuk kondisi T (suhu) dan Sal (salinitas) merupakan faktor lingkungan yang merupakan faktor fisik air yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme dari karang baik secara langsung maupun tak langsung

clan keberadaannya dipengamhi oleh ltondisi perairan tersebut.

Perubahan suhu dan salinitas dapat disebabkan apabila terjadi faktor-faktor lain seperti meningkatnya suhu perairan dan tingginya salinitas karena adanya pengaruh dari daerah disekitarnya seperti pembuangan limbah industri dan adanya aliran air tawar (sungai). Suhu dan salinitas secara langsung akan mempengaruhi proses fisiologis berupa metabolisme, respirasi dan reproduksi karang sedangkan tak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan dari media pertumbuhan/substrat dasar

-5 -5

4

-3

-2

-1

u

1

2

3

4

5

Factor I : 52.91%

-1 .O

-0.5

0.0

0.5

1.O

Factor 1 : 52.01%

Gambar 34. Korelasi Antara Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Kondisi Karang (F1 x F2) pada Ke 4 Stasiun Penelitian A. Sebaran Stasiun Penelitian. B. Sebaran Korelasi Faktor Lingkungan Perairan Analisis korespondensi utama pada Gambar 35 A dan B menunjukkan variabel lingkungan perairan yang berkorelasi terhadap kondisi karang pada sumbu utama 1 dan 3 (F1 x F3). Variabel PO~-P(phosfat), Pbllpebble (keriki!), Gnllgranule (butiran) dan Sal (salinitzs) berkorelasi dengan kondisi karang pada Sta. 2 (Timur Pamegaran). Kedua variabel No3-N (nitrat) dan Lmp (lempung) berkorelasi terhadap kondisi karang pada Sta. 4 (Timur Kuburan Cina). Untuk variabel Sal (salinitas) terlihat berko~elasidengan kondisi karang pada Sta. 3 (Utara Kuburan Cina) sedangkan untuk suhu (T), berkorelasi dengan kondisi karang pada Sta 1 (Utara Pamegaran).

Keberadaan variabel P O ~ - P(phosfat) dan N O ~ - N(nitrat) juga disebabkan adanya pasokan dari daratan yang terbawa oleh arus cian gelombang sehingga unsur ini mengendap pada dasar perairan dan akan mengalami proses pengadukan karena adanya proses upwelling sedangkan untuk keberadaan Pbllpebble (kerikil), Gnllgranule (butiran) dan Lmp (lempung) merupakan fraksi substrat yang terseret dari perairan pantai kedasar perairan sampai ke tubir. Berdasarkan tipe substrat dasar perairan, bahwa kombinasi dasar perairan yang terdiri dari pasir, kerikil dan dan pecahan karang merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan jenis-jenis karang Proses upwelling akan menyebabkan massa air yang berada didasar laut akan naik keperrnukaan dengan membawa larutan nutrien seperti phosfat dan nitrat. Kandungan phosfat dan nitrat disuatu perairan selain berasal dari perairan tersebut juga tergantung kepada keadaan disekitarnya seperti adanya serasah membusuk yang terbawa kedasar perairan. Kondisi T (suhu) dan Sal (salinitas) merupakan kondisi alam perairan yang juga dipengaruhi oleh kondisi perairan yang apabila mendapat pengaruh dari lingkungan perairan

disekitarnya akan mengalami perubahan sehingga

pertumbuhan karangpun juga akan mengalami perubahan. Pada perairan tropis pertumbuhan dan perkembangan karang mempunyai suhu optimal rata-rata tahunan 23°C-25°C apabila tidak terjadi perubahan suhu perairan akan tetapi karang akan masih dapat beradaptasi pada perubahan suhu sampai berkisar 36"C40°C sedangkan kisaran salinitas yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan hewan karang berkisar 32'1,-35"/,

dan

mempunyai batas toleransi perubahan salinitas berkisar 27°/oo-400/, serta adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian. Kondisi substrat pada perairan terumbu karang juga mempengaruhi keberadaan ikan-ikan karang pada masa muda (juvenile) dan dewasa (adult) yang hidup diperairan yang dangkal dekat dengan substrat yang padat.

I

. -1 .O

I -0.5

0.0

0.5

1 .O

Factor 1 : 52.91

Ganibar 35. Korelasi Antara Faktor Lingkungan Terhadap Kondisi Karang (F1 x F3) pada Ke 4 Stasiun Penelitian. A. Sebaran Stasiun Penelitian. B. Sebaran Faktor Lingkungan Terhadap Kondisi Karang Korelasi atau interaksi persentase tutupan karang pada masing-masing stasiun penelitian terhadap lingkungan perairan dapat dipetakan dengan mempergunakan analisis korespondensi dan hasilnya disajikan dalam Gambar 36. Analisis korespondensi menunjukkan bahwa pada sumbu utama 1 dan 2

( F 1 x F2)

terjadi beberapa pengelompokkan yang memperlihaikan adanya

korelasi atau interaksi antara masing-masing kategori bentik yaitu CS (coral

szibmassive), C E (coral encrusting), C M (coral massive), C M R (coral mussrom), CF (coral foliose) dan C M E (coral millepora) sedangkan korelasi kategori bentik

ACT (acropora tabulate) berada diluar dari pengelompokkan tersebut pada Sta. 3 (Utara Kuburan Cina). Kategori bentik CB (coral branching) dan ACS (acropora submassive) berkorelasi dengan Sta. 2 sedangkan ACB (acropora branching) saling berkorelasi dengan Sta. 1 (Utara Pamegaran). Apabila ditinjau ulang dengan besarnya persen tutupan karang yang mengalami pengelompokkan pada stasiun 3 (Utara Kuburan Cina) terlihat bahwa relatif kecilnya persen tutupan kategori bentik tersebut menyebabkan korelasi masing-masing kategori membentuk pengelompokkan pada habitatnya sehingga terjadi pula kompetisi ruang hidup yang akan menentukan bentuk pertumbuhan karang dominan. Korelasi persen tutupan karang menunjukkan bahwa bentuk pertumbuhan karang menyesuaikan dengan daerah tempat hidupnya karena seperti bentuk perturnbuhan yang bercabang (branching) akan beradaptasi morfologi terhadap kondisi perairan yang relatif tenang bila dibandingkan dengan yang massive (mengeras) yang terdapat pada perairan yang relatif berarus dan bergelombang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bentuk perturnbuhan karang yang dominan terdapat merupakan bentuk karang yw,g mempunyai kemampuan berkompetisi yang tinggi sehingga keberadaannya tetap bertahan atau survive.

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

02

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

Dimension 1. Eigenvalue: -07269 (53 69% of Inertia)

Gambar 36. Korelasi Tutupan Karang Terhadap Masing-Masing Stasiun Penelitian (F1 x F2) Bila terjadi korelasi pengelompokkan kategori bentik terhadap habitatnya maka dapat kita petakanlplot kan sebaran keberadaan kategori bentik tersebut kedalam bentuk 3 dimensi (Fl x F2 x F3) seperti pada Gambar 37.

3D Plot of Row Coordinates; Dimensions: 1 x 2 x 3

5.

1:

I \ 1 I I I \ I I I \

I

ACT t

CE f I

I I I I I

I

ACB

I

~CME

I I I

Dimensi 2 Gambar 37. Sebaran Kelompok Kategori Bentik Dalam 3 Dimensi Pada gambar diatas terlihat jeias bahwa kategori bentik CS (coral (coral submassive), CE (coral encrusting), CM (coral massive), CMR (coral mushroom), CF (coral foliose) dan CME (coral millepora) membentuk korelasi terhadap stasiun penelitian dengan berkelompok, ha1 ini dapat terjadi karena keterbatasan ruang hidup masing-masing kategori bentik tersebut. Sebaliknya untuk kategori bentik ACS (acropora submassive) dan ACT (acropora tabulate) memisahkan diri dari pengelompokan tersebut dan ini menandakan kategori bentik tersebut mempunyai korelasi ruang hidup pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Demikian dapat katakan bahwa beberapa variabel-variabel lingkungan lingkungan perairan mempunyai korelasi yang signifikan terhadap persen tutupan karang dan keberadaan ikan karang. Hal ini menandakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan bentuk percabangan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan perairan demikian juga dengan keanekaragaman dan komposisi jenis-jenis ikan karang yang menetap pada ekosistem karang tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pada bagian perairan utaraltertutup (leeward) dan timurlterbuka (windward) di P. Pamegaran dan Kuburan Cina terrnasuk dalam kondisi karang masih dalam keadaan baik atau kategori 4 dengan luas tutupan karang nilai berkisar antara 5 1%-75%. 2. Adaptasi bentuk pertumbuhan genus karang yang mendominasi pada bagian

perairan yang tertutup (leeward) di P. Parnegarm dan P. Kuburan Cina adalah karang bercabang yaitu genus Acropora (Acropora branching) dan pada bagian perairan terbuka (windward) bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi adalah karang batuf massive yaitu genus Porites (coral massive) dan genus Montipora (coral branching) sedangkan genus karang lunak yang mendominasi yaitu genus Xenia dan Nepthea.

3. Pada bagian perairan utaraltertutup (leeward) dan pada bagian timurlterbuka (windward) di P. Pamegaran jenis target sp yang dominan terinventaris Siganus virgatus dan Lutjanus fulvijlamma, indicator sp yang dominan Chaetodon aurofasciatus dan major family yang dominan Apogon compressus dan Pomacentrus alexanderae sedangkan pada P. Kuburan Cina jenis target sp yang dominan terinventaris Cephalopholis cyanostigma dan Lutjanus

quinquelineatus, indicator sp yang dominan Scolopsis bilineatri dan major family yang dominan Centropyge bicolor dan Abudefduf sexfasciatus. 4. Berdasarkan analisis korespondensi terlihat bahwa beberapa variabel-variabel lingkungan perairan mempunyai korelasi yang signifikan terhadap tutupan karang dan keanekaragaman serta komposisi jenis ikan karang yang saling mempengaruhi dan saling berinteraksi pada bagian perairan yang tertutup

(leeward) dan terbuka (wind ward) disetiap lokasi penelitian.

Saran

Berdasarkan hasil yang didapatkan selarna penelitian maka beberapa saran yang dapat disampaikan adalah : 1. Perlu dilakukan monitoring atau pemantauan kondisilkesehatan karang untuk

menjaga kelestarian terumbu karang dari gangguan manusia (antropogenic causes) dan faktor perubahan lingkungan perairan (natural causes).

2. Perlu dilakukan penelitian yang serupa pada tiap-tiap musim yang mempengaruhi kondisi lingkungan perairan. 3. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka perlu dilakukan monitoring atau pemantauan lingkungan perairan (hidrologis) secara berkesinambungan sehingga dapat dideteksi terjadinya perubahan lingkungan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang.

DAFTAR PUSTAKA

Adrim, M. 1995. Metodologi penelitian ikan kurang dalam Materi kursus metodologi penelitian penentuan kondisi terumbu kurang. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta h. 47. Adrim, M dan Yahmantoro. 1994. Komposisi jenis, sebaran dun kelimpahan ikanikun perairan karang di perairan Pulau Tiga, Sulawesi Utara. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Oseanologi. Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut. Jakarta : 65- 174. Allen, G.R. 1981. Butterfy and angelpshes of the world 2. John Wiley and Sons, New York. Balai Riset Perikanan Laut, 2004. Laporan tahunan kegiatan penelitian tahun 2004. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2000. Laporan inventarisasi terumbu kurang dan ikun hias di wilayah perairan Pulau Putri Timur, Putri Barat, Putri Gundul, Matahari dun Macan Kecil. Laporan Proyek Pengembangan Taman Nasional Laut Pulau Seribu. Jakarta. Bawole, R dan Boli, P. 1999. Asosiasi ikan Chaetodontidae dengan bentuk pertumbuhan karang di Pulau Lemon, Manokwari, Irian Jaya. Budidaya Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih Manokwari. Pros. Lok. Pengelolaan dan Iptek Terumbu Karang Indonesia 22 - 23 Nopember 1999. Jakarta. h. 222-230. Bawole, R. Eidman, M. Bengen, D.G. Suharsono. 1999. Distribusi spasial ikan Chaetodontidae dan peranannya sebagal indikator kondisi terurnbu kcrang di perairan Teluk Ambon. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, V 1 (1) : 1- 13. Bell, J.D and Galzin. R. 1984. Influence of live coral cover on coral reeffish communities. Marine Ecology Progress Series (15) : 265-274. Bengen, D.G. 2000. Teknik pengambilan contoh dun analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Sinopsis. Bogor : IPB, PKSPL. Penerbit Jakarta Indonesia, 86 hal. Bengen, D.G dan Widnugraheni, P. 1995. Sebaran spatial kurang scleractinia dan asosiasinya dengan kcrakteristik habitat di Pantai Blebu dan Pulau Sekapal, Lampung Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. h. 8 1-95. ..

Birkeland, C. 1997. Life and death of coral reeJ University of Guam. 535 p.

Boarden, P.J.S and.Seed, R. 1985. An introduction to coastal ecology tertiary level biologi. Breackie Son Ltd. Chapman and Hal1,New york pp 90-105 Boli, P. 1994. Respon pertumbuhan karang batu pada kondisi lingkungan perairan yang berbeda di Kepulauan Seribu. Thesis S2 Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 82 hal. Bouchon-Navaro, Y. 1996. Partitioning of food and space resources by Chaetodontidfishes on coral reefs. J.Exp.Mar.Biol.Eco1. 103 : 2 1-40. Brower and Zar. 1977. Field and laboratory methods for general ecology. W .M.C.Brown. Co. Publ. Dubuque. Iowa. Brown, B.E dan Suharsono. 1995. Damage and recovery of coral reefs affected b j El Nino related seawater warming in The Thousand Islands. Indonesia. Coral Reefs. 8 : 163-1 70. Ccllete, B.B and Talbot, F.H. 1972. Activity of coral reeffishes with emphasis on nucturnal-diurnal change over. Bull. Nat. Hist. Mus. Los Angeles County 14. Dartnal, A.J. and Jones, M. 1986. A manual of survey methods :Living Resources in Coastal Seas. ASEAN-Australia Cooperative Programe on Marine Science Handbook.Townsville Australia Institute of Marine Science: 167 pp Davis, C.C. 1995. The marine fresh water plankton. Michigan State University. Press. 562 p. Djamali, A. 1995. Ikan-ikan perairan karang sebagai potensi sumber hayati perairan Pulau Weh, Subang, D.I. Aceh. Makalah pada Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Depok. Jakarta, 24 Juli 1995. Djohani, R. H. 1995. Taman Nasional Komodo (TNK) keanekaragaman hayati terumbu karang ancaman dan pengelolaan. The Nature Conservancy. Pros. Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Jakarta. h. 2 12-2 15 Djohani, R. H and Pet, J.S. 1999. combatting destructive fishing practices in Komodo Nasioncrl Park : Ban The Hookah Compressor. The Nature Conservancy Indonesia Programe. Jurnal Pesisir dan Lautan Vol 2. No. 1 1999. h. 21-34. Dwiponggo. 1972. Fisheries biology and management. Correspondence Center. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. h. 6 1. Endean, R. 1976. Biology and geology of coral reefs. Vol.11 : Biology 2. Academic Press. N.Y. 480 hal.

Glynn, P. W. 1990. Coral mortality and disturbances to coral reefs in The Tropical Eastern PasiJic In Glynn, P. W. (ed) Global Ecological Consequences of The 1982-1983 El-Nino Southern Oscillation. Elsevier, Amsterdam. Gomez, E.D. and Yop, H.S. 1984: Monitoring reef condition In Coral Reef Management Handbook. R.A.Kenchington and B.E.T. Hudson (Eds) Unesco Publisher. Jakarta. p. 171. Goreau, T.F, Goreau, N.1 and Goreau, T.J. 1982. Corals and corals reeJ: Sci. Amer. 241 ( 2 ): 124 -136. Gross, M.G. 1987. Oceanography a view of the earih. Prentice Hall, Inc. 406 pp Hourigan, T.F, Timothy. C. T. and Reese, E.S.. 1998. Coral reef fishes as indicators of environmental stress in coral reefs In Dorothy F.S and Kleppel, G.S. (eds) Spriner.Verlag New York Inc. New York : 107-135. Hutomo, M. 1987. Coralfish resources and their relation to reef condition some case studies in Indonesian Waters. Biotrop Special Publ. 29-67. Hutomo, M. 1995. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dun metode pengkajiannya Dalam Materi Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Ilahude, A. G. 2002. Faktor-faktor penyubur perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI Jakarta. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 27-28 Agustus 2002 Jakarta. h. 138-1 54. Kementrian Lingkungan Hidup, 1990. Perlindungan lingkungaiz laut Dalan; Proyek Pembinaan Kelestarian Sumber Daya Laut dan Pantai. Jakarta. h. 43. Kementrian Lingkungan Hidup, 2004. Himpunan peraturan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dun penegakan hukum lingkungan. Kinsman, D.J.J. 1964. Reef coral tolerance of high temperature and salinities. Nature 202 : 1280-1282. Knox, G.A and Miyabara, T. 1994. Coastal zone resource development and conservation in Southeast Asia with special reference to Indonesia. EastWest Center. Resource System Institue. Hawaii. USA. p. 182. Kojansow, J.W. 1995. Hubungan komunitas ikan kurang (Chaetodontidae) dengan kondisi terumbu karang di perairan Teluk Manado. Skripsi. Fakultas Perikanan. Unversitas Sam Ratulangi. Manado.

Kuiter, H.R. 1992. Tropical reef fishes of The Western Pacific Indonesia and adjacent waters. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Laevastu, T and Hayes, M. L. 198 1. Fisheries oceanography and ecology fishing News Book Ltd. Lalamentik, L. Th. X dan Rembet, U. N. 1999. Monitoring kondisi ikan karang (Spesies Indikator dun Target-Predator) di Teluk Buyat dun Ratatotok SuIawesi Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado. Pros. Lok. Pengelolaan dan Iptek Terumbu Karang Indonesia 22 - 23 Nopember 1999 Jakarta. h. 105-1 19 Lazuardi, M.E dan Wijoyo, N.S. 1999. Perubahan kondisi terumbu karang di Gugusan Pulau Kelapa Kepulauan Seribu Jakarta. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Prosidings Lokakarya dan Iptek Terumbu Karang Indonesia. Jakarta, 22-23 Nopember 1999 : 2 14-221. Legendre, P and Legendre, L. 1998. Numerical ecology, Second Edition Amsterdam El Sevier Science. Levinton, J.S. 1982. Marine ecology. Prentice Hall, Inc. Englewood cliffs,New Jersey. 69 h. Marasabessy M. D dan Edward. 2002. Pengamatan kandungan zat hara phosfat, nitrat dan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur. LIPI. Pros. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 27 - 28 Agustus 2002 Jakarta. h. 32-38. Morton, J. 1990. The shore ecology of the tro-pica1Pasific. UNESCO, Jakarta. Motoda, S. 1957. An introduction to the study of marine plankton. Fac. Fish. Hokkaido Univ Hokodate, Hokkaido. Muchlis, 1998. Pertumbuhan karang Acropora nobilis dan Acropora nosuta pada kawasan wisata Bahari Gili Meno dun Teluk Nara. Forum Kajian Kelautan UNRAM. Prosiding Loka Karya Pengelolaan dan Iptek Terumbu Karang Indonesia. Jakarta, 22-23 November 1999. Muscatine, L. 1973. Nutrion of coral In Biology and Geology of Coral Reef (ed. O.A. Jones and Endean), h 77-115, Acadmic Press, New York, San Fransisco and London. National Research Council. 1988. Fisheries tecnologies for developing countries. National Academy Press, Washington

Neudecker, S. 1981. Growth and survival of Scleroctinian corals exposed to thermal effluents at Guam. Proc. 4 th Int. Coral Reef Symp, Manila, 1 : 173180 Neudecker, S. 1995. For aging patterns of Chaetodontid and Pomacanthid fishes at. St. Croix (U.S. Virgin Islanh). In Proceedings of The Fifth International Coral Reef Congress. Tahiti 5 : 41 5-420. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Cetakan kedua Jakarta. Penerbit Djambatan. VII + 367 pp. Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology :An Ecological Approach. Third Edition. USA : Harper Collins College Publisher. X+462 pp. Panggabean, A.S. dan Pramesjwari, M. 1995. Kondisi terumbu karang di sebelah barat Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Jakarta Utara. Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. Jakarta 10-12 Okt 1995 : 74-80. Panggabean, A.S dan Patadjangi, A. 2003. Komposisi jenis ikan hias laut di perairan Pulau Tikus dan Pulau Burung Kepulauan Seribu Jakarta. Pros. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 8-9 Oktober 2003. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta Vol. 2. 121-132. Pearson, R. 1981. Recovery and recolonisation of coral reefs. Marine Ecology Progress Series 4. : 105-122. Poole, R.V. 1974. And introduction to quantitative ecology. Mc. Graw Hill Series In Population Biology. Inc. All Right. Reserved Printers in United State of America. California. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. 1995. Standar monitoring terumbu karang. P30. LIPI. Jakarta Rahmat dan Yosephine. 2001. Soft ware percent cover benthic life form versi 5.1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta. Reese, E.S. 1991. Predation on corals by8shes of The Family Chaetodontidae : Implicatons for Conservation and Management of Coral Reef Ecosystem. Bull. Mar. Sci. 3 1 : 594-604. Romimohtarto, K. 1975. Beberapa ha1 nlengenai karang. Pewarta Oseana, Tahun 11. 1 : 1. Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 1999. Biologi laut ilmu pengetahuan tentang biota laut. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta : 527 hal.

Rosen, B.R. 1991. Principal features of reef coral ecology in shallow water environments Mahe Seychelles. In D.R.Stoddart and Sir M. Yonge (eds). Regional Variation in Indian Ocean Coral ReeJ Symposium of the Zoological Society of London No. 28: 163-183.Academic Press. London. Ross, D.A. 1988. Introduction to oceanography. Prentice Hall, Englewood Cliff. New Jersey Sale, P.F. 1991. The ecology of fishes on coral reej Oceanografie Marine Bioliogi. 18 : 367 - 42 1. Salm, R.V. 1984. Man's use of coral reef In. Kenchingthon, R.A. and Hudson, B.E.T. (eds) Coral Reef Management Handbook. UNESCO-ROSTREA, Jakarta. Salm, R.V. and Clark, J.R. 1984. Marine and coastal protected areas :A guide for Planners and Managers. IUCN, Gland, Switzerland. Seaman, W. 2000. Artificial reef evaluation with application to natural marine habitats. CRC Marine Science Series. 246 p. Sentosa, P.W. 1998. Laporan monitoring terumbu karang di Taman Nasional Laut Taka Bonerate Oktober 199 7-November 1998. WWF-IP Ujung Pandang. Sheppard, C. 1990. Generic guide to conzmon corals. Mar. Coppns. Soc. 26 pp. Smith, C.L and Tyler, J.C. 1972. Space resource sharing in coral reef fish community. Bull. Nat. Hist. Mus. 14. Los Angeles County. Stoddart, D.R. 1984. Ecology and morphology of rccent corals. Biol. Rev. 44 : 433-498. Subani, W. 1981. Penelitian plankton di Selat Lali dun Samudera Indonesia (Selatan Jawa, Barat Sumatera). Bulletin Penelitian Perikanan Vol. I. No. 2. 1981. hal. 127-141. Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum di jumpai di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta. 116 h. Suharsono, 1998. Condition of coral reef resources in Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan I (2): 44-52. Sukarno, 1977. Fauna karang batu di terumbu karang Pulau Air dengan catatan tentang ekologinya Dalam Teluk Jakarta Sumberdaya, Sifat-Sifat Oseanologis Serta Permasalahannya. LON-LIPI, Jakarta. h. 293.

Sukarno, 1995. Ekosistem terumbu kurang dun masalah pengeloiaannya Dalam Materi Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. h. 1-8 Sukarno, Hutomo, M. Moosa, M.K dan Prapto, P. 1983. Terumbu karang di Indonesia sumberdaya, permasalahan dun pengelolaannya. Proyek Penelitian Potensi Sumber Alam Indonesia. LON-LIPI, Jakarta. h. 1. Supriharyono, 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan Jakarta. 116 h. Sutarna, 1.N dan Sumadhiharga. 1989. Keanekuragamanjenis dun kondisi karang batu di Teluk Kotania Serum Barat Perairan Maluku dun sekitarnya. BP2SL-P30 LIPI. Ambon. Tharn, A.K. 1953. A preliminary study on the physical, chemical and biological characteristic of Singapore Siraits. Col. Off. Fish Publ. London 1(4) : 65 p. Tomascik, 1991. Environmental management guidelines for ecosystems. Jakarta. p. 2 1-24.

coral reef

United Nationas Environment Programme (UNEP), 1993. Monitoring coral reef for global changes. References Methods for Marine Pollution Studies. Veron, J.E.N. 1989. Coral of Australia and The Indo PasiJic. Angus and Robertson Publisher. Hawaii. Wahono, M. M. 1993. Kajian tetang kualitas lingkugan perairan dun kandungan logam berat pada kerang bulu (Anadara indica, Gmelin) di estuaria Muara Kamal, Teluk Jakarta. Thesis Master Sains Program Pasca Sarjana IPB. Wattayakorn, G. 1988. Nutrient cycling in estuarine. Paper Presented in The Project on Research and Its Application to Management of The Mangrove of Asia and Pasific. Ranong. Thailand : 17 pp Wells, J.W. 1967. Scleractinia. in moore R.C. (Ed) Treatise on Invertebrate Paleontology. Coelenterate (Part F). Geol. Soc. America and Kansas Press. p. 328-344. White, A.T. 1988. Chaetodon occurance relative to coral reef habituts in the phippines with implications for reef assesment. Proceedings of The 6 th International Coral Reef Symposium, Australia. Vo1.2. Wiebe, W.J, Johannes, R.E and Webb, K.L. 1975. Nitrogenfixation in a coral reef community. Science 188 : 257-259.

Williams, D.M.C.B and Hatcher, A.I. 1993. Structure of fish communities on outer slopes of inshore, mid shelfand outer shewreefs of the Great Barrier ReeJ: Mar. Ecol. Prog. Ser. 10 : 234-250. Yosephine, M.1, Suharsono dan Amir, I. 1995. Kondisi terumbu karang pada tahun 1985 dun 1995 di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. P30. LIPI. Prosidings Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. Jakarta, 10-12 Okt 1995. h. 182-188. Yonge, C.M. 1963. The biology of coral reefs In Russel, F.S (eds) Advances in Marine Biology. Vol. 1. Academic Press. London. Larnani, N.P. 1987. ProJil ekologi ikan karang di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Tesis. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

LAMPIRAN

Larnpiran 1. Analisa Life Form Transec Bagian Utara P. Pamegaran BENTHIC LIFEFORMS REPORT Reef Name Site Description Sample id Position

: Pulau Pamegaran : Reef : Utara Pamegaran : 05" 37' 903" S

Date Sample : Mei - Juli 2004

106" 34' 647" E Transect Length Sampled : 3000 cm Collector (s) : Anthony : Flat to slope Remarks Benthic Life Form Hard Corals (Acropora) Branching Tabulate Encrusting Submassive Hard Coral (Non-Acropora) Branching Massive Encrusting Submassive Foliose Mushroom Millepora Heliopora Dead Scleractinia Dead Coral (With Alga! Covering) Algae Macro Turf Coralline Halimedae Algal Assemblage Other Fauna Soft Corals Sponge Zoanthids Other Abiotic Sand Rubble Silt Water Rock Total

Code Nbr.

Transect Depth : 5 m

Nbr.Of Occurence

Percent Cover

Category Totals

ACB ACT ACE ACS

18 1 0 0

11.34 1.49 0.00 0.00

12.83 %

CB CM CE CS CF CMR CME CHL

14 18 3 15 17 10 8 0

7.23 13.88 2.43 9.55 9.77 3.94 4.63 0.00

51.43 %

DC DCA

3 18

2.82 12.54

15.36 %

MA TA CA

0 0 0

0.33 %

14.33 %

HA

1

AA

0

0.00 0.00 0.00 0.33 0.00

SC SP ZO OT

16 6 0 4

9.59 3.23 0.00 1.51

S R S1 WA RCK

0 5 0 0 0 157

0.00 5.71 0.00 0.00 0.00

5.71% 100 %

Lampiran 2. Analisa Life Form Transec Bagian Timur P. Pamegaran BENTHIC LIFEFORMS REPORT Reef Name Site Description Sample id Position

: Pulau Pamegaran : Reef : Timur Pamegaran

Date Sample : Mei - Juli 2004

:0S0 37' 831" 106" 34' 892" Transect Length Sampled : 3000 cm Collector (s) : Anthony Remarks : Flat to slope

S E

Benthic Life Form

Nbr.Of Occurence

Hard Corals (Acropora) Branching Tabulate Encrusting Submassive Hard Coral (Non-Acropora) Branching Massive Encrusting Submassive Foliose Mushroom Millepora Heliopora Dead Scleractinia Dead Coral (With Algal Covering) Algae Macro Turf

Code Nbr.

ACB ACT ACE ACS

Transect Depth : 5 m

21 0

0 2

Percent Cover

Category Totals

8.64 0.00 0.00 1.28

9.92 %

14.36 %

CB CM CE CS CF CMR CME CHL DC DCA

7 20

3.63 10.73

S R SI WA RCK

4 8 0 0 0 197

2.43 10.13 0.00 0.00 0.00

Coralline

Halimedae Algal Assemblage Other Fauna Soft Corals Sponge Zoanthids Other Abiotic Sand Rubble Silt Water Rock Total

12.56 % 100 %

Lampiran 3. Analisa Life Form Transec Bagian Utara P . Kuburan Cina BENTHIC LIFEFORMS REPORT Reef Name Site Description Sample id Position

: Pulau Kuburan Cina : Reef : Utara Kuburan Cina : 05" 36' 24,9" S

Date Sample : Mei - Juli 2004

106' 34' 09,l" E Transect Depth : 5 m Transect Length Sampled : 3000 cm Collector (s) : Anthony : Flat to slope Remarks Benthic Code Nbr.Of Percent Category Cover ~otals Life Form Nbr. Occurrence Hard Corals (Acropora) Branching Tabulate Encrusting Submassive Hard Coral (Non-Acropora) Branching Massive Encrusting Submassive Foliose Mushroom Millepora Heliopora Dead Scleractinia Dead Coral (With Algal Covering) Algae Macro Turf Coralline Halimedae Algal Assemblage Other Fauna Soft Corals Sponge Zoanthids Other Abiotic Sand Rubble Silt Water Rock Total

ACB ACT ACE ACS

32 0 0 0

CB CM CE CS CF CMR CME CHL

24 19 2 14 13 7 10 0

13.47 10.29 1.15 7.73 3.27 2.13 1.26 0.00

39.30 %

DC DCA

27 17

13.89 8.25

22.14 %

MA TA CA HA AA

9 0 0 0 0

2.5 0.00 0.00 0.00 0.00

2.5 %

SC SP ZO OT

11 0 0 9

3.76 0.00 0.00 1.73

5.49 %

6 9 0 0 0 209

2.79 2.89 0.00 0.00 0.00

S

R SI WA RCK

24.89 0.00 0.00 0.00

24.89 %

5.68 % 100 %

Lampiran 4. Analisa Life Form Transec Bagian Timur P. Kuburan Cina BENTHIC LIFEFORMS REPORT

Reef Name Site Description Sample id Position

: Pulau Kuburan Cina : Reef : Timur Kuburan Cina : 05" 36' 26,9" S 106' 33' 56,6" E Transect Length Sampled : 3000 cm Collector (s) : Anthony Remarks : Flat to slope

Benthic Life Form Hard Corals (Acropora) Branching Tabulate Encrusting Submassive Hard Coral (Non-Acropora) Branching Massive Encrusting Submassive Foliose Mushroom Millepora Heliopora Dead Scleractinia Dead Coral (With Algal Covering) Algae Macro Turf Coralline Hal imedae Algal Assemblage

Other Fauna Soft Corals Sponge Zoanthids Other Abiotic Sand Rubble Silt Water Rock Total

Code Nbr.

Date Sample : Mei - Juli 2004 Transect Depth : 5 m

Nbr.Of Occurrence

Percent Cover

ACB ACT ACE ACS

17 0 0 1

CB CM CE CS CF CMR CME CHL

16 13 3 11 13 7 5 0

17.64 10.45 2.49 8.84 6.79 2.29 2.17 0.00

50.67 %

DC DCA

15 9

5.27 2.70

7.97 %

MA

5 0 0 0

2.73 0.00 0.00 0.00

0

0.00

2.73 %

SC SP ZO OT

16 8 0 5

11.58 4.37 0.00 3.35

9.30 %

S R SI WA RCK

3 7 0 0 0 154

2.12 5.93 0.00 0.00 0.00

TA

CA HA AA

10.05 0.00 0.00 1.23

Category Totals

1 1.28 %

8.05 % 100 %

Lampiran 5. Kelimpahan Target sp di P. Pamegaran dan Kuburan Cina

Suku

ACANTHURIDAE IIAEMULIDAE MULLIDAE SERRANIDAE SIGANIDAE

LUTJANIDAE

Jenis

Zanclus cornutus Zanclus canescens Plectorhinchus celebicus Plectorhinchus polytaenia Parupeneus barberinus Parupenus cyclostomus Cephalopholis argus Cephalopholis cyanostigrna Siganus corallinus Siganus virgatus Lutjanus decussatus Lutjanus erenberghi Lutjanusfulvz~amma Lutjanus quinquelineatus Lutjanus russelli Lutjanus vitta Jumlah Individu

-

Lokasi Pengamatan Pamegaran Kuburan Cina Utara Timur Utara Timur 1

-

-

1

3

1

-

-

2 3

4 6

-

4

-

-

5

3

1

-

-

8

6

3

2

5 -

6

1

6 38 2

-

3 7

2

4 1 56

18

26

28

Lampiran 6. Kelimpahan Indicator sp di P. Pamegaran dan Kuburan Cina Lokasi Pengamatan Pamegaran Kuburan Cina Suku Jenis Utara Timur Utara Timur Chaetodon octofasciatus 3 1 2 1 35 3 CHAETODONTIDAE Coradion melanopus Heniochus monoceros 2 Myripristis nzurdjan 14 HOLOCENTRIDAE Sargocentron diadema 8 7 Pentapodus sp 4 5 Scolopsis afJinis 5 2 Scolopsis bilineata 13 14 21 20 NEMIPTERIDAE Scolopsis ciliata 2 Scolopsis lineata 14 28 Scolopsis margaritijer 13 EPHIPPIDAE Platax pinnatus 1 0 Jumlah Individu 67 76 60 42

92

Lampiran 7. Kelimpahan Major sp di P. Pamegaran dan Kuburan Cina

Suku APOGONIDAE AULOSTOMIDAE CAESIONIDAE

POMACENTRIDAE

Jenis Apogon compressus Aeoliscus strigatus Caesio caerulaurea Caesio cuning Caesio lunaris Cheilinus bimaculatus

Lokasi Pengamatan Pamegaran Kuburan Cina Utara Timur Utara Timur 41 155 4 6 2 97

92

-

-

-

2

2

3

Lanjutan Larnpiran 7

POlM.4CENTRIDAE

POMACANTHIDAE

Jumlah Individu

I

768

1

883

1

70

1

75

1

Lampiran 8. Kelimpahan Phytoplankton di P. Pamegaran

Lampiran 9. Kelimpahan Zooplankton di P. Pamegaran

Lampiran 10. Kelimpahan Phytoplankton di P. Kuburan Cina

Ceratium sp Dinophysis sp Noctilluca sp Protoperidinium sp Chrysophyceae 20 Halosphaera

16256 1792 20224 39296

2880 1536 7680 23040

4224

0

Kelimpahan Jenis (sel/m3)

1904128

160320

16 17 18 19 I11

Lampiran 11. Kelimpahan Zooplankton di P. Kuburan Cina

VI Actynopyga 14 Actinothroca VII Echinodermata 15 Bipinnaria Kelimpahan Jenis (ind/m3)

163

0

144

0

7718

5353

Lampiran 12. Posisi Sebaran Mendatar Suhu dan Salinitas Permukaan di Perairan Kepulauan Seribu

Lampiran 13. Out Put Data Analisis Korespondensi Utama variabel Lingkungan Perairan di Lokasi Penelitian

Factor coordinates of cases, based on correlations (Spreadsheet 1) Factor 1 Factor 2 Factor 3 -3.3 1 -0.71 -1.77 1 (Utara Pmgr) 3.08 1.81 - 1.28 2 (Timur Pmgr) 1.62 -1.68 2.15 3 (Utara Kbr. Cina) 1.92 -2.72 0.89 4 (Timur Kbr. Cina) Stasiun

Factor scores, based on correlations (Spreadsheetl) Factor 2 Factor 1 Factor 3 -1.10 -0.33 -0.96 1 (Utara Pmgr) 1.03 0.84 -0.69 2 (Timur Pmgr) -0.56 0.75 1.17 3 (Utara Kbr. Cina) 0.64 -1.27 0.48 4 (Timur Kbr. Cina) Stasiun

Lanjutan Lampiran 13.

Factor coordinates of the variables, based on correlations (Spreadsheetl)

Lanjutan Larnpiran 13. Variable contributions, based on correlations (Spreadsheetl)

Lampiran 14. Out Put Analisis Korespondensi Persen Tutupan Karang Column Coordinates and Contributions to Inertia (Spreadsheetlg) lnput Table (Rows x Columns): 10 x 4 Standardization: Row and column profiles Sta 1 (Utara Pmgr) 2 (Timur Pmgr) 3 (Utara Kbr. Cina) 4 (Timur Kbr. Cina)

Column Coordin. Coordin. Coordin. Mass Dim.2 Dim.3 Number Dim.1 -0.139 -0.008 0.254 -0.426 1 0.13 1 0.245 -0.007 0.309 2 0.254 -0.232 0.101 0.291 3 4 0.145 0.075 -0.226 0.247

--

1.000 1.000 1.000 1.000

Relative Inertia 0.376 0.203 0.279 0.142

Inertia Cosine2 Inertia Cosine2 Inertia Cosine2 Dim.1 Dim.] Dim.2 Dim.2 Dim.3 Dim3 0.633 0.904 0.1 13 0.096 0.001 0.000 0.000 0.000 0.539 0.848 0.216 0.152 0.296 0.569 0.316 0.362 0.134 0.069 0.071 0.269 0.032 0.073 0.650 0.658

Eigenvalues and Inertia for all Dimensions (Spreadsheetlg) lnput Table (Rows x Columns): 10 x 4 Total lnettia=.13539 Chiz=34.219 df=27 p=. 15990 Number of dims 1 2 3

Singular Values 0.270 0.208 0.139

EigenValues 0.073 0.043 0.019

Perc. of Inertia 53.689 31.968 14.343

Cumulatv Percent 53.689 85.657 100.000

Chi

I

Squares 18.372 10.939 4.908

Lampiran 15. Row Coordinanats and Contributions to Inertia (Percent Cover of Coral Reef)

Row .Name ACB ACS -ACT cE!--- CM CE CS CF -CMR CME

Row Coordinates and Contributions to lnertia (data toni CA) lnput Table (Rows x Columns): 10 x 4 Standardization: Row and column profiles Row Coordin. Coordin. Mass Quality Relatiw lnertia Number 1 Dim.1 Dim.2 Inertia . Dim.1 1 -0.390858 -0.19093 0.222354 0.999934 0.310795 0.467325 2 -0.024246 1.48320 0.004866 0.714463 0.110706 0.000039 3 1.079148 -1.11495 0.005895 0.820821 0.127721 0.094448 4 -0.1 13880 0.27211 0.209575 0.971153 0.138696 0.037392 5 0.103146 -0.05597 0.183383 0.997635 0.018697 0.026841 6 0.169619 0.07252 0.027062 0.170342 0.039932 0.010712 7 0.069528 0.01009 0.136578 0.813857 0.0061 18 0.009083 8 0.342278 -0.0031 1 0.110386 0.99S670 0.095559 0.177913 9 0.201338 -0.13788 0.043086 0.920344 0.020591 0.024028 10 0.441301 -0.03542 0.056815 0.626992 0.131 184 0.1 52219

/

Cosine2 Dim.1 0.807288 0.000191 0.397022 0.144742 0.770731 0.144018 0.797056 0.999588 0.626528 0.622977

lnertia Dim.2 0.187294 0.247357 0.169322 0.358549 0.013271 0.003288 0.000322 0.000025 0.018925 0.001647

Cosinez Dim 7 0.192646 0.714272 0.423800 0.82641 1 O:Z@@5 0.026324 0.016800 0.000082 0.293816 0.004014

Lampiran 16. Row Coordinanats and Contributions to Inertia (in Station of Research Location) 1

Column Coordinates and Contributions to lnertia (data toni CA) lnput Table (Rows x Columns): 10 x 4 Standardization: Row and column profiles Column Column Coordin. Mass Quality RelatiCoordin. , Name Inertia Dim.2 Dim.1 Number 1 1 -0.425537 -0.138530 0.253966 0.999717 0.375786 2 -0.006537 0.308564 0.245104 0.847971 0.203365 --2 3 0.290946 -0.231953 0.254243 0.931344 0.279163 3. 4 4 0.144731 0.075091 0.246686 0.341892 0.141686

/

1 Cosine2

lnertia Dim.1 I 0.632685 0.000144 0.296081 0.071089

Dim.1 0.903923 0.000380 0.569426 0.269379

lnertia Dim.2 0.112608 0.539201 0.316051 0.032139

Cosine2 Dim.2 0.095795 0.847590 0.361918 0.072513

Lampiran 17. Eigenvalues and Inertia for All Dimensions (3D) r

Eigenmlues and Inertia for all Dimensions (data toni C Input Table (Rows x Columns): 10 x 4 Total Inertia=.13539 Chi2=34.219 df=27 p=. 15990 Number Singular Eigen- Perc. of Cumulatv Chi of Dims. Values Values Inertia Percent Squares 1 0.269607 0.072688 53.68890 53.6889 18.37194 2 0.208039 0.043280 31.96766 85.6566 10.93909 0.139353 0.019419 14.34345 100.0000 4.90822 3