KHAERUDDIN IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Lalat Buah. ( Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi ...

0 downloads 536 Views 34MB Size
IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

KHAERUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Khaeruddin NIM A351130444

RINGKASAN KHAERUDDIN. Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan YAYI MUNARA KUSUMAH. Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag. Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Lalat buah merupakan hama penting pada tanaman pertanian. Beberapa spesies lalat buah merupakan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang sangat berbahaya. Selain itu lalat buah juga berpotensi menurunkan kualitas dan kuantitas produksi buah-buahan di Provinsi Sulawesi Barat. Sampai saat ini informasi mengenai jenis dan inang lalat buah di di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan jenins tanaman inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta menyediakan kunci identifikasi dikotomi dan kunci interaktif dengan program Lucid Key Phoenix. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Pemeliharaan buah terserang di laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pangambilan sampel dengan metode pemeliharaan buah bergejala (host rearing) dan pemasangan perangkap di kawasan pemukiman dan hutan. Pengumpulan sampel buah bergejala dengan metode purposive sampling. Jumlah buah yang diambil di setiap lokasi adalah 1-15 buah. Buah-buah yang dikoleksi ditempatkan pada wadah plastik pemeliharaan yang dialasi pasir steril, bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Buah dibedah setelah 10-14 hari dan menunggu imago berkembang sempurna (5-7 hari). Lalat buah dimatikan dengan memasukkan ke dalam freezer. Pengambilan sampel buah dilakukan sebanyak tiga kali setiap dua minggu. Perangkap yang digunakan adalah perangkap Steiner menggunakan zat pemikat (attractant) Methyl Eugenol (ME) dan Cue Lure (CUE). Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode transek dengan lebar 20 m dan panjang satu kilometer. Satu perangkap zat pemikat ME dan satu perangkap zat pemikat CUE di pasang di setiap titik dengan jarak 5-20 m. Jumlah perangkap di kawasan pemukiman sebanyak 90 buah dan di kawasan hutan sebanyak 84 buah. Perangkap dipasang secara individual dengan posisi horizontal, ketinggian 2-4 m dari permukaan tanah. Pengumpulan lalat buah terperangkap dilakukan sebanyak tiga kali setiap minggu. Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS). Peta sebaran titik sampling dibuat dengan menggunakan program General Information Sistem (GIS) ArcMap versi 10. Imago lalat buah yang muncul pada pemeliharaan inang dan yang terperangkap dikoleksi dengan tipe dua tahap penusukan (double pinning). Identifikasi spesimen lalat buah yang ditemukan berdasarkan karakter morfologi pada bagian kepala, toraks, sayap, tungkai, dan abdomen.

Jumlah spesies lalat buah hasil pemasangan perangkap dan pemeliharaan buah bergejala adalah 30 yang terdiri dari dua genus yaitu Dacus dan Bactrocera. Enam spesies diantaranya berasosiasi dengan 20 spesies tanaman inang. Jumlah spesies lalat buah yang tertangkap dari kawasan hutan lebih banyak dibandingkan dengan kawasan pemukiman, yaitu masing-masing 27 dan 23 spesies. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus) emittens merupakan lalat buah yang bersifat polifag, dan B. (Bactrocera) latifrons bersifat oligofag. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, dan B. (Bactrocera) limbifera merupakan spesies lalat buah dominan yang ditemukan. Beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae. Spesies lalat buah yang termasuk ke dalam kategori OPTK A2 yaitu B. (Bactrocera) musae dan B. (Bactrocera) occipitalis. Sedangkan spesies lalat buah yang berperan sebagai hama yaitu B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) latifrons, B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus) emittens. Beberapa tanaman merupakan inang yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terserang lalat buah berikut, yaitu Gambas (L. acutangula) inang dari B. (Bactrocera) dorsalis, Buni (A. bunius) inang dari B. (Bactrocera) carambolae, Sawo (M. zapota), Belimbing bintang (A. carambolae), dan Cabai rawit (C. frustescens) inang dari B. (Bactrocera) albistrigata, Salak (S. zalacca) inang dari B. (Zeugodacus) cucurbitae, Gambas (L. acutangula) dan Rambutan (N. lappaceum) inang dari B. (Zeugodacus) emittens, serta Terung (S. melongena) dan Tomat (S. lycopersicum) inang dari B. (Bactrocera) latifrons. Kunci identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini dibuat dalam format kunci dikotomi dan kunci interaktif yang berbasis komputer dengan program Lucid Key Phoenix. Kunci identifikasi tersebut dilengkapi dengan gambar yang disusun berdasarkan karakter morfologi lalat buah yang ditemukan. Kunci identifikasi ini diharapkan dapat memudahkan pengguna dalam mengidentifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat.

Kata kunci: Methyl Eugenol, Cue Lure, Bactrocera, Dacus, perangkap Steiner, pemeliharaan inang

SUMMARY KHAERUDDIN. Identification of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae) in Several Districts of West Sulawesi Province. Supervised by PURNAMA HIDAYAT and YAYI MUNARA KUSUMAH. Fruit flies (Diptera: tephritid) are generally polyphagous with wide host range, although some are known to be stenophagous and monophagous. Based on the distribution, fruit flies are cosmopolitan insects with wide spread area includes tropical and subtropical regions. Fruit flies are important pest of agricultural crops. Some species of fruit flies are quarantine plant pests which are very dangerous to fruit production in Indonesia. The Province of West Sulawesi has high diversity of horticultural plants which may have influence on fruit fly richness. Information on the diversity of fruit flies and their host plants in this area was very limited. The aims of this research were to study the diversity of fruit flies and their host plants as well as to provide the identification keys for fruit flies found in West Sulawesi Province. This study was conducted in the Districts of Mamuju, Mamuju Tengah, and Polewali Mandar, West Sulawesi Province. Fruit flies were collected using two methods, trapping and host rearing. Host rearing was done in the laboratory of Aqiculture Quarantine Station (SKP) class II Mamuju. Fruit flies were identified in the laboratory of Insects Biosistematics, IPB Bogor. The research was conducted from July 2014 to March 2015. Trapping of fruit flies was done by determining locations of sampling points using line transect method. The size of each transect was 20 m in widht and one km in length. In each sampling point, two traps were installed, one with Methyl Eugenol (ME) and another with Cue Lure (CUE) attractants. The distance between two traps were 5-20 m. The number of traps in urban area as much as 90 pieces and in he forest area were pieces. Traps were individually mounted in a horizontal position, height of 2-4 m from ground level. The collection of trapped fruit flies were three times a week. Host rearing was done by collecting fruits infested by fruit flies. The method of sampling collection was purposive sampling. The number of fruit that was taken on each location was 1-15 pieces based on availability. Fruits that were collected placed in plastic containers lined with sterile sand in the bottom. Infected by fruit flies was incubated for 10-14 days to get perfect growing adults of fruit flies. The fruit fly was killed by putting the flies into the freezer. Fruit samplings were replicated three times. Supporting data such as coordinates and elevation was recorded using the Global Postitioning System (GPS). To get a map of sampling point distribution, the General Information System (GIS) ArcMap version 10 was utilized. Preservation of fruit flies was done by using two stage (double pinning) method. Identification of fruit flies were based on morphological characters on the head, thorax, wings, legs, and abdomen using available identification keys. Total of thirty species of fruit flies were identified. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, and B. (Zeugodacus) emittens were reported as polypaghous fruit flies, while B. (Bactrocera) latifrons

as olygopaghous. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, and B. (Bactrocera) limbifera were the dominant fruit fly species. Some species of collected fruit flies were only reported from Sulawesi, they were B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, and Dacus (Mellesis) nanggalae. Collected fruit fly species that included in the category of A2 quarantine pests in Indonesia were that B. (Bactrocera) musae and B. (Bactrocera) occipitalis. While the fruit fly species that included as pests were B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) latifrons, B. cucurbitae, and B. emittens. Some plants were hosts that have not been previously reported. They were Gambas (L. acutangula) were a host of B. (Bactrocera) dorsalis, Buni (A. bunius) were a host of B. (Bactrocera) carambolae, Sawo (M. zapota), Belimbing bintang (A. carambolae), and Pepper (C. frustescens) were host of B. (Bactrocera) albistrigata, Salak (S. zalacca) were a host of B. (Zeugodacus) cucurbitae, Gambas (L. acutangula) and Rambutan (N. lappaceum) were host of B. (Zeugodacus) emittens, and Terung (S. melongena) and Tomato (S. lycopersicum) were host of B. (Bactrocera) latifrons. Identification keys of the fruit flies collected from this research were constructed based on morphological characters and provided in the traditional dichotomous key format and computer based dichotomous key using Lucid Key Phoenix computer program. The keys is expected to be useful for identification of fruit flies found in the West Sulawesi Province.

Keyword: Methyl Eugenol, Cue Lure, Bactrocera, Dacus, Steiner traps, host rearing species and of ecosistems. Different environmental conditions will affect for biodiversity and living species. It is also applies to insects which environmental factors influence the life cycle of insect. Oil palm is plant of crude palm oil and palm kernel oil, it‟s leading commodity non-oil sector. This plant has a production life up to 25-30 years, and the plant is cultivated as plantations. At oil palm plantations known presence of ground vegetation, ie plant communities making up the bottom stratification near the soil surface. Cultivation practices and different habitat conditions of each oil palm‟s age will certainly affect for existing ground vegetation. Ground vegetation at palm oil estate is one of the factors that influence the diversity of insects. The aim of this reseach was to determine the diversity of insect at oil palm plantation. The reseach was conducted based age groups of plant: 1st year, 7th years, and 20th years at Rambutan Estate PTPN III, North Sumatra, Indonesia. In each age group 15 plots (50 m x 50 m) was specified for insects sampling. Insects

were collected by pitfal trap, light trap, insect net, yellow pan trap, and yellow sticky trap methods. Total of 15 960 insect spesiments were collected, consisting of 12 orders, 120 families and 244 morphospecies. Diversity of insects that found in three age groups of plants showed a high index. This result suggest that age of the plant has no effect on insect diversity. Insect composition in three age groups of plant are different. At 1st and 7th years, the ecological functions of insects dominated by insects as hebivor, and at 20th years ecological functions of insects dominated by insect as detritivores. Positive relationship shown by the abundance of ground vegetation around the plant oil palm for insect abundance. The higher the percentage of ground vegetation covering land, the higher abundance of insects can be found at location

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

KHAERUDDIN

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Suputa

Judul Tesis Nama Nim

: Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat : Khaeruddin : A351130444

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal ujian : 13 April 2015

Tanggal lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Identifikasi lalat buah (Diptera: Tephritidae) di beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa mencurahkan ilmu, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis selama penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. selaku Ketua Program Entomologi, Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku Ketua Program Fitopatologi dan Bapak Dr. Suputa selaku dosen penguji. 3. Ibu Ir. Banun Harpini, M.Sc selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, Drh. Mulyanto, MM, Dr. Ir. Antarjo Dikin, M.Sc, Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc, Drh. Surjarwanto, MM, dan Dr. Ir. Elisa Suryati Rusli, M.Sc selaku Pimpinan Pusat Badan Karantina Pertanian beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 4. Drh. Indra Dewa dan Drh. Priyadi selaku Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Mamuju beserta segenap staf yang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 5. Ayahanda Dongko Sewang dan Ibunda Nurbiah. Saudara-saudaraku Nuraeni, Ahmad Natsir, S.Kep, Zainuddin, S.Pd, Abdul Hamid, Ratnawati, SP, Anna Muliana, Amd.Gz, dan Anni Satriani. Istri tercinta Mar‟atus Shaleha, S.Kep, anak-anak tersayang Ahmad Dzaky Fahrezi Khaerul dan Muhammad Azzam Mirza Khaerul yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual, dan materil selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 6. Seluruh staf pengajar yang telah yang telah mencurahkan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. 7. Sahabat-sahabatku Kelas Khusus Karantina Pertanian 2013, Forum Wacana Sulselbar, Forum Wacana Proteksi Tanaman IPB, Suleha Thamrin, SP, M.Si, dan keluarga besar Laboratorium Biosistematika Serangga yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan motivasi. 8. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2015 Khaeruddin

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat TINJAUAN PUSTAKA

1 2 2 2 3

Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Morfologi Lalat Buah Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi Asosiasi dengan Tanaman Inang Sebaran Lalat Buah Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat METODE

3 3 6 7 7 8 9 10

Tempat dan Waktu Pengambilan Buah Terserang Pemasangan Perangkap Pemetaan Lokasi Sampling Koleksi dan Identifikasi Serangga Pembuatan Kunci Identifikasi Lalat Buah HASIL DAN PEMBAHASAN

10 10 14 15 15 16 18

Spesies Lalat Buah yang Ditemukan Pengaruh habitat terhadap keanekaragaman lalat buah Asosiasi Lalat Buah dengan Tanaman Inang Deskripsi Morfologi Spesies Lalat Buah Kunci Identifikasi Lalat Buah SIMPULAN DAN SARAN

18 21 22 24 45 50

Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

50 50 51

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

83

DAFTAR TABEL 1 Lokasi administratif dan letak geografis titik pengambilan sampel di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar 11 2 Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah 19 3 Tanaman inang lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Polewali Mandar 23

DAFTAR GAMBAR 1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994) 4 2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan penampang lateral (b) (White & Harris 1994) 5 3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris 1994) 5 4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan abdomen betina (b) (White & Harris 1994) 6 5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat 10 6 Buah jambu air yang dicurigai tersenag lalat buah (a) buah yang terserang lalat buha dikumpulkan di kantong kertas (b) 14 7 Pemeliharaan sampel buah di dalam toples: jambu air (a) dan jambu biji (b) 14 15 8 Model perangkap Steiner (a) dan pemberian atraktan (b) 9 Pemasangan perangkap lalat buah di hutan (a) dan penempatan perangkap di lokasi penelitian (b) 15 16 10 Koleksi spesimen lalat buah menggunakan double pinning 11 Jumlah spesies lalat buah yang ditangkap pada kawasan pemukiman dan hutan di tiga kabupaten Sulawesi Barat 21 12 Karakter morfologi Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 25 13 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 26 14 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 26 15 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 27 16 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 28 17 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh (f) 28 18 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 29 19 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 30

20 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 30 21 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 31 22 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 32 23 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan imago (f) 32 24 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 33 25 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) pada 34 kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 26 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 34 27 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 35 28 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) trifasciata (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 36 29 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 36 30 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 37 31 Karakter morfologi Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy) pada 38 kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 32 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e) dan imago (f) 38 33 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 39 34 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 40 35 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh (f) 40 36 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), dan abdomen (d) 41 37 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 42 38 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker) pada kepala (a), toraks (b), lateral toraks (c), abdomen (d), sayap (e), dan imago (f) 42 39 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 43 40 Karakter morfologi Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann pada 44 kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 41 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 44

42 Karakter morfologi Bactrocera sp. pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 45 43 Tampilan pertama kunci identifikasi dikotomi dalam program Lucid Phoenix 46 44 Langkah pertama tampilan “Preview Key” untuk memulai langkah identifikasi lalat buah 47 45 Langkah kedua memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang diidentifikasi 48 46 Langkah ketiga memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang diidentifikasi 48 47 Langkah keempat identifikasi sampel telah selesai (nama spesies telah diketahui 49 48 Hasil identifikasi (nama spesies telah diketahui), pernyataan karakter morfologi (a), pernyataan karakter yang telah dipilih (b), spesies yang telah diidentifikasi (c) 49

DAFTAR LAMPIRAN 1 Sebaran spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Polewali Mandar 56 2 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 1) 62 3 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 2) 65 4 Kunci Identifikasi Lalat Buah di Sulawesi Barat 68

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag. Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Beberapa spesies lalat buah diketahui berperan sebagai hama pada tanaman pertanian. Dampak kerusakan yang ditimbulkan lalat buah menjadi perhatian dunia, sehingga terus ditingkatkan upaya pengendaliannya, inventarisasi keanekaragaman spesies, kisaran inang, dan pemetaan daerah sebaran melalui surveilan (Christenson & Foote 1960; Bateman 1972; Aluja & Liedo 1993; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom 1999). Drew dan Romig (2012b) mengemukakan bahwa informasi spesies lalat buah di suatu negara bermanfaat dalam negosiasi perdagangan komoditas pertanian, pengendalian hama pada pertanaman, dan pengawasan karantina. Informasi ini sangat diperlukan dalam deteksi dini lalat buah eksotis yang tidak diinginkan, sehingga tingkat kerusakan dan penyebaran lalat buah yang mungkin terjadi dapat diminimalkan. AQIS (2008) mengemukakan bahwa identifikasi spesies lalat buah sangat penting, karena beberapa kelompok taksa lalat buah memiliki variasi karakter morfologi yang hampir sama. Identifikasi spesies lalat buah juga diperlukan dalam pengawasan karantina yang meliputi kegiatan intersepsi lalat buah pada pintu pemasukan lalu lintas komoditas pertanian, surveilan untuk mendeteksi serangan baru, surveilan untuk menjamin kawasan bebas, dan surveilan untuk mengembangkan daftar OPT dalam kesepakatan WTO-SPS (ISPM 2006, 2007, 2008). Beberapa spesies lalat buah dikoleksi oleh Wallace tahun 1860 dari beberapa pulau yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia (Drew & Romig 2012a). AQIS (2008) melaporkan spesies lalat buah di Indonesia sebanyak 63 spesies. Drew dan Romig (2012a) melaporkan lalat buah di Indonesia sebanyak 122 spesies, namun hanya 11 spesies yang berperan sebagai hama. Spesies lalat buah yang berperan sebagai hama yaitu Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere), B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hardy), B. (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner), B. (Bactrocera) latifrons (Hendel), B. (Bactrocera) musae (Tryon), B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi), B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius), B. (Zegodacus) caudata (Fabricius), B. (Zegodacus) cucurbitae (Coquillett), dan B. (Zegodacus) tau (Walker). Indonesia perlu mewaspadai invasi lalat buah dari luar negeri dan dari daerah endemik tertentu. Beberapa spesies lalat buah merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri (OPTK A1) dan pada suatu kawasan tertentu di dalam wilayah Republik Indonesia (OPTK A2). Permentan nomor 93 tahun 2011 tentang jenis OPTK di Indonesia, menyebutkan lalat buah yang termasuk kategori OPTK A1 sebanyak 27 spesies (Genus Anastrepha, Bactrocera Ceratitis, dan Rhagoletis) dan OPTK A2 sebanyak 3 spesies yaitu B. (Bactrocera) bryoniae (Tryon), B. (Bactrocera) musae (Tryon), dan B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) (Kementan 2011).

2 Sulawesi Barat memiliki potensi menghasilkan berbagai macam buahbuahan tropis. Salah satu ancaman bagi produksi buah-buahan di Provinsi Sulawesi Barat adalah lalat buah. Informasi mengenai spesies lalat buah dan jenis tanaman inangnya di wilayah ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang jenis lalat buah dan dan tanaman inangnya di Provinsi Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai jenis spesies lalat buah, jenis tanaman inang, dan menyediakan kunci identifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat. Perumusan Masalah Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi tanaman hortikultura yang melimpah dengan pintu-pintu pemasukan dan pengeluaran komoditas pertanian yang menghubungkan dengan daerah lain di dalam wilayah RI, maupun ke luar wilayah RI. Hal ini membuka peluang penyebaran lalat buah melalui media pembawa komoditas pertanian semakin meningkat, sehingga memengaruhi status spesies lalat buah di suatu daerah. Selain itu informasi mengenai spesies lalat buah di Sulawesi Barat masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu penelitian mengenai identifikasi stastus spesies lalat buah, jenis tanaman inang serta penyediaan kunci identifikasi lalat buah yang ditemukan di Sulawesi Barat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan tanaman inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta membuat kunci identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengelolaan hama lalat buah di Provinsi Sulawesi Barat.

3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) Lalat buah termasuk dalam Dunia Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Diptera, Subordo Brachycera, Famili Tephritidae (Hardy 1969; Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom 1999). Menurut White dan Harris (1994), Famili Tephritidae terdiri dari 3 Subfamili yaitu Dacinae, Trypetinae, dan Tephritinae. Subfamili Dacinae terdiri dari Tribe Ceratitini dan Dacini. Subfamili Trypetinae terdiri dari Tribe Acanthonevrini, Adramini, Eupharantini, Phytalmiini, Rivelliomimini, Toxotrypanini, dan Trypetini. Subfamili Tephritinae terdiri dari Tribe Myopitini, Tephrellini, Terelliini, dan Tephritini. Famili Tephritidae terdiri dari 5 Genus yaitu Ceratitis, Anastrepha, Bactrocera, Rhagoletis, Dacus. Genus Ceratitis terdiri dari Subgenus Cerattis, Ceratalaspis, Pardalaspis, dan Pterandus. Genus Bactrocera terdiri dari Subgenus Afrodacus, Bactrocera, Diplodacus, Gymnodacus, Hemigymnodacus, Javadacus, Notodacus, Tetradacus, Daculus, Sinodacus, dan Zeugodacus. Genus Dacus terdiri Subgenus Callantra, Didacus, dan Dacus Genus Bactrocera merupakan spesies di daerah tropis. Lalat buah ini sebelumnya diidentifikasi sebagai Genus Dacus, kemudian diketahui merupakan kekeliruan identifikasi dari Genus Bactrocera. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman cucurbits (Cucurbitaceae) dan tanaman kacang-kacangan (Hardy 1968, 1969; Drew 1989; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; Mahmood 2004; Siwi et al. 2006; Suputa & Taufiq 2006; AQIS 2008; PHA 2011; Drew & Romig 2012a). Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White merupakan spesies lalat buah yang memiliki karakter morfologi dan genetik yang sangat mirip dengan B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel). Revisi taksonomi Schutze et al. (2014) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White memiliki kesamaan karakter morfologi, molekuler genetik, cytogenetic, sexual compatibility, dan chemoecology. Revisi taksonomi ini mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel) sebagai sinonim senior B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock syn.n. dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White syn.n. Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock tetap merupakan kelompok taksa yang terpisah. Perubahan taksonomi ini berimplikasi pada perlindungan tanaman, pengendalian hama, karantina, perdagangan internasional, pengelolaan pascapanen, dan penelitian dasar. Morfologi Lalat Buah Tubuh imago lalat buah berbentuk memanjang seperti tabung dan bilateral. Imago rata-rata berukuran 0.7 mm × 0.3 mm. Imago memiliki tiga bagian utama yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kepala memiliki bagian utama sebagai ciri

4 penting dalam identifikasi yaitu mata, antena, mulut, dan bercak pada muka (facial spot). Antena lalat buah bertipe aristat. Wajah memiliki warna dan pola dengan bentuk dan ukuran yang beragam (Gambar 1) (White & Harris 1994). Toraks terdiri dari 3 ruas yaitu bagian anterior protoraks, mesotoraks, dan bagian posterior metatoraks. Toraks terdapat bristles, lateral postsutural vittae, medial postsutural vittae, sayap, dan tungkai. Mesotoraks memiliki sepasang sayap, metatoraks memiliki sepasang halter. Toraks berwarna oranye, merah kecokelatan, cokelat, atau hitam. Toraks terdiri dari dua bagian penting yang disebut dengan skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan skutelum (dorsum toraks bawah). Bristles pada bagian toraks memiliki jumlah terbatas (Gambar 2) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008; Drew et al. 2011; Drew & Romig 2012a). Sayap mempunyai ciri-ciri pola pembuluh sayap, yaitu costal (pembuluh sayap sisi anterior), subcostal, anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), dan pembuluh sayap melintang. Beberapa spesies lalat buah diketahui memiliki pola yang berbeda pada sayap. Venasi sayap kadang tidak tampak jelas akibat perpaduan dari beberapa pembuluh darah (Gambar 3) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; AQIS 2008). Karakter morfologi abdomen Genus Bactrocera memiliki ruas-ruas abdomen terga I dan II menyatu, terga III-V terpisah. Genus Dacus memiliki ruasruas abdomen menyatu dan mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga menyerupai tawon. Abdomen umumnya memiliki dua pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau bentuk huruf „T’ yang kadang-kadang tidak jelas. Abdomen memiliki ceromae, ovipositor pada serangga betina, aculeus pada bagian ujung ovipositor. Abdomen dengan garis medial longitudinal pada terga III-V dan berwarna hitam di sisi lateral. Terga III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten (Gambar 4) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008).

Gambar 1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994) Keterangan: ar – arista, comp eye – compound eye, fc – face, flgm 1 – 1st flagellomere, fr – frons, fr s – frontal setae, gn – gena (plural: genae), gn grv – genal groove, g ns – genal seta, i vt s – inner vertical seta, lun – lunule, oc – ocellus, oc s – ocellar seta, o vt s – outer vertical seta, orb s – orbital setae, pafc – parafacial kawasan, ped – pedicel, poc s – postocellar seta, pocl s – postcular setae, ptil fis – ptilinal fissure, scp – scape, vrt – vertex

5

(a)

(b)

Gambar 2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan penampang lateral (b) (White & Harris 1994) Keterangan : a npl s – anterior notopleural seta, a sctl s – apical scutellar seta, a spal s – anterior supra-alar seta, a spr – anterior spiracle, anatg – anatergite, anepm – anepimeron, anepst – anepisternum, anepst – anepisternum, anepst s – upper anepisternal seta, b sctl s – basal scutellar seta, cx – coxa, dc s – dorsocentral seta, hlt – halter or haltere, ial s – intra-alar seta, kepst – katepisternum, kepst s – katepisternal seta, ktg – katatergite, npl – notopleuron, p npl s – posterior notopleural seta, p spal s – posterior supra-alar seta, p spr – posterior spiracle, pprn lb – postpronotal lobe, pprn s – postporontal seta, prepst – propisternum, presut kawasan – presutural kawasan, presut spal s –preutural supraalar seta, psctl acr s –prescutellar acrostichal seta, psut sct – postcutural scutum, sbsctl – subscutellum, scape – scapula setae, sctl – scutellum, trn sut – transverse scuture

Gambar 3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris 1994) Keterangan: Bc - basal cell, cg bk - costagial break, h bk - humeral break, bm - basal medial, bc basal costal, C - costal, Sc - sub costal, st - stem vein, h - humeral, R - radius

6

(a)

(b)

Gambar 4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan abdomen betina (b) (White & Harris 1994) Keterangan: acul – aculeus, ev ovp sh – eversible ovipositor sheath, ovsc – oviscape, st – sternites, tg – tergites

Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan Keberadaan populasi lalat buah dapat dideteksi dengan melakukan surveilan untuk mengantisisipasi kemungkinan masuknya lalat buah eksotik. Deteksi dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap yang diberi atraktan berupa paraferomon untuk menarik lalat buah di daerah persebarannya (White & Harris 1994; Vargas et al. 2000; Siwi et al. 2006; Maryati 2008; Vargas et al. 2010; Drew & Romig 2012a; Shelly et al. 2014). Lalat buah menggunakan sejumlah isyarat visual ataupun isyarat kimia untuk menemukan inangnya. Kesesuaian isyarat visual maupun kimia menentukan ketertarikan lalat buah terhadap inangnya (Chuah et al. 1997; Aluja & Norrbom 1999; Hasyim et al. 2010; Binyameen 2013; Shelly et al. 2014). Penggunaan perangkap berkaitan dengan sifat atraktan, paling banyak digunakan adalah yang mengandung paraferomon atau feromon untuk jantan (Cowley 1990; IAEA 2003). Atraktan yang umum digunakan adalah Cue lure (4-p-hydroxyphenyl-2-butanone acetate), dan Methyl eugenol (Benzene,1, 2-dimethoxy-4-2-propenyl). Methyl eugenol (ME) menangkap sebagian besar spesies Bactrocera termasuk B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) zonata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) philippinensis, B. (Bactrocera) musae, beberapa Subgenus Ceratitis (Pardalapsis), dan tiga spesies Dacus spp. yaitu D. melanohumeralis, D. memnonius, D. pusilus, tetapi tidak untuk Subgenus B. (zeugodacus) spp. Cue lure (CUE) juga menangkap sejumlah besar Bactrocera termasuk B. (zeugodacus) cucurbitae (Coquillett), B. (Bactrocera) tryoni (Froggatt), dan Dacus spp. (White & Harris 1994; IAEA 2003; Shelly et al. 2014). Menurut IAEA (2003), penggunaan perangkap bertujuan untuk surveilan pembatasan dan surveilan monitoring. Deteksi dilakuan untuk mengetahui keberadaan spesies lalat buah di suatu daerah. Surveilan pembatasan untuk menentukan batas-batas suatu daerah dianggap bebas lalat buah. Surveilan monitoring merupakan surveilan berkelanjutan untuk memverifikasi populasi lalat buah termasuk fluktuasi musiman dan kelimpahan spesies. Cowley (1990)

7 mengemukakan bahwa penggunaan atraktan CUE dan ME dengan jarak interval sekitar 1200 m. Hal ini memberikan kepadatan perangkap sekitar satu per km2 untuk atraktan ME. Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi Lalat buah betina meletakkan telur pada jaringan buah. Adanya tusukan ovipositor imago betina sebagai tempat peletakan telur ini menyebabkan terjadinya noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas sebagai gejala awal serangan lalat buah. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Tingginya persentase serangan juga disebabkan oleh umur tanaman dan jumlah buah yang tersedia di lapangan. (Aluja & Liedo 1993; White & Harris 1994; Siwi et al. 2006). Buah yang terinfestasi lalat buah akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar tusukan. Telur menetas menjadi larva di dalam buah. Larva memakan daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat dan mengalami pembusukan. Buah yang terserang menjadi busuk dan gugur sebelum mencapai kematangan. Larva-larva dengan ukuran antara 4-10 mm. Larva biasanya meloncat/melenting apabila tersentuh dan buah dibelah (White & Harris 1994; Enkerlin & Mumford 1997; Siwi et al. 2006; Vayssières et al. 2009) Allwood et al. (2002) mengemukakan bahwa lalat buah (Oriental fruit fly) telah menjadi hama utama pada pertanaman hortikultura di Hawaii sejak tahun 1946. Pada awalnya menyerang tanaman mangga, alpukat dan pepaya, namun inang lalat buah terus bertambah mencapai 125 jenis tanaman buah-buahan dan sayuran. Lalat buah menyerang buah-buahan dan sayuran yang berakibat menurunnya kualitas dan kuantitas produksi. Pada tahun 1960 dan 1990 biaya pengendalian lalat buah ini mencapai US$44 juta sampai US$176 juta di California. Tahun 1992 di Papua New Guinea biaya pengendalian lalat buah mencapai AU$35 juta. Infestasi hama lalat buah juga menyebabkan adanya pembatasan perdagangan komoditas pertanian di banyak negara. Asosiasi dengan Tanaman Inang Lalat buah umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag, oligofag, dan monofag (White & Harris 1994; Allwood et al. 1999; Leblanc et al. 2013). Dalam suatu ekosistem, ketika memilih tanaman inang, serangga dapat menggunakan berbagai indera, seperti olfactory system, gustatory system, penglihatan, dan sentuhan. Pada umumnya serangga menggunakan olfactory system berupa kemoreseptor dalam mencari pasangan dan tanaman inang (Christenson & Foote 1960; Bernays & Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Binyameen 2013). Menurut West dan Cunningham (2002), faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pemilihan tanaman inang adalah (1) sifat kekhususan dari tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk makan dan meletakkan telur, (2) tanaman memiliki kualitas yang cukup untuk perkembangan larva karena ketersediaan gizi, mikrohabitat atau kelimpahan musuh alami yang kecil, dan (3) variasi dalam kualitas dan kelimpahan tanaman inang.

8 Seleksi tanaman inang diawali dengan pencarian, seleksi, penerimaan, preferensi, dan pengenalan inang. Perbedaan kisaran inang yang dimiliki oleh spesies lalat buah dipengaruhi oleh spektrum warna, senyawa kimiawi volatil yang dikeluarkan oleh tanaman inang, preferensi serta persepsi lalat buah terhadap morfologi, nutrisi, persebaran, dan kuantitas tanaman inang serta interaksi terhadap organisme serta individu lain (Christenson & Foote 1960; Bernays & Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Finch & Collier 2000; Binyameen 2013). Lalat buah bergerak aktif untuk mencari makanan, keberadaan makanan dalam suatu ekosistem memengaruhi tingkat populasi (Nishida 1980). Perkembangan populasi sangat dipengaruhi oleh hubungan lalat buah dengan inangnya. Nishida (1980) menyatakan bahwa ketersediaan makanan penting dan sangat memengaruhi tingkah laku dan persebaran lalat buah. Dalam suatu daerah lalat buah akan berpindah jika sumber makanan telah berkurang. Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa interaksi yang terjadi antara lalat buah dan inangnya juga dipengaruhi oleh proses koevolusi yang dapat memengaruhi perilaku serta sistem fisiologi lalat buah terhadap sensitifitas spesies lalat buah terhadap inangnya. Harris et al. (2001) menyatakan bahwa keanekaragaman inang yang tinggi sangat memengaruhi keanekaragaman spesies, kelimpahan individu, dan persebaran lalat buah di suatu wilayah, sedangkan habitat homogen umumnya terdiri atas inang dengan jenis yang terbatas sehingga menyebabkan adanya keterbatasan spesies lalat buah yang terdapat pada wilayah tersebut. Menurut Vayssières et al. (2009), keberadaan tanaman yang dibudidayakan dalam jumlah tinggi sangat memengaruhi populasi spesies lalat buah yang menjadi hama tanaman tersebut. Menurut Magid et al. (2012), tanaman budidaya menjamin ketersediaan inang sepanjang waktu, disamping itu sistem budidaya tanaman yang kompleks dengan berbagai macam jenis tumbuhan yang berpotensi jadi inang mendukung kehadiran dan berkembangnya lalat buah. Sebaran Lalat Buah White dan Harris (1994) mengemukakan bahwa wilayah sebaran lalat buah di dunia terbagi menjadi enam kawasan yaitu Afrotropical, Oriental, Australasian dan Oceanic, Palaeartic, Nearctic dan Neotropical. Kawasan Afrotropical meliputi wilayah Afrika Selatan dan Ethiopia terdiri dari 184 genus yaitu 14 Bactrocera spp., Ceratitis spp, dan sekitar 170 Dacus spp. Kawasan Oriental meliputi wilayah Asia termasuk Indonesia, India, Thailand, Filipina, dan Kepulauan Ryukyu (Jepang dan China Selatan) terdiri dari 210 genus yaitu 180 Bactrocera spp, dan 30 Dacus spp. Kawasan Australasian dan Oceanic meliputi Australia, PNG, New Zaeland, dan Kepuauan Pasifik terdiri dari 297 genus yaitu 270 Bactrocera spp., 27 Dacus spp., dan Ceratitis spp. Kawasan Palaeartic meliputi Eropa, Asia beriklim dingin, Timur Tengah, dan Afrika Utara terdiri dari 140 genus yaitu 13 Bactrocera spp., Ceratitis spp., 5 Dacus spp., dan 22 Rhagoletis spp. Kawasan Nearctic meliputi Kanada, USA, dan Pegunungan Utara Meksiko terdiri 60 genus yaitu 20 Anastrepha spp. dan 24 Rhagoletis spp. Kawasan Neotropical meliputi sebagian Amerika terdiri dari 90 genus yaitu 180 Anastrepha spp., kelompok B. dorsalis kompleks di Suriname dan Perancis, Ceratitis spp., dan 21 Rhagoletis spp.

9 Spesies lalat buah di dunia sekitar 800-an spesies yang tersebar di Afrika (200 spesies), Asia (300 spesies), dan Pasifik Selatan (300 spesies). Sekitar 10 spesies Bactrocera berasal dari India kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, dan biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman Cucurbitaceae dan tanaman kacang-kacangan (White & Harris 1994; Drew 2004). Beberapa spesies lalat buah dikoleksi oleh Wallace tahun 1860 dari beberapa pulau yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia. Spesies tersebut dideskripsikan oleh Walker di Natural History Museum di London (Drew & Romig 2012a). Menurut AQIS (2008), spesies lalat buah di Indonesia sebanyak 63 spesies. Drew dan Romig (2012a) melaporkan lalat buah di Indonesia sebanyak 122 spesies, namun hanya 11 spesies yang berperan sebagai hama. Revisi taksonomi ini memuat informasi tentang daftar spesies lalat buah, sebaran geografi, status hama lalat buah dan risiko biosekuriti. Ginting (2009) mengemukakan bahwa spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor terdiri dari 14 spesies lalat buah. Sarjan et al. (2010) mengemukakan hasil penelitian di lahan kering Kabupaten Lombok Barat ditemukan 10 spesies lalat buah. Suputa et al. (2010) mengemukakan bahwa hasil surveilan lalat buah pada 24 provinsi di Indonesia ditemukan 44 spesies dari 9 Subgenus. Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa di Kabupaten Bogor dan sekitarnya ditemukan 18 spesies lalat buah. Menurut Drew dan Romig (2012a), beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae. Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Biosteres spp. dan Opius spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et al. 2006) Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Barat memliki potensi sumber daya alam (SDA) pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata. Wilayah ini merupakan salah satu jalur lalu lintas pelayaran nasional dan internasional. Bandar udara Tampa Padang menghubungkan Makassar - Mamuju dan Mamuju – Balikpapan (BPS 2013). Potensi pertanian yang telah dikelola sebesar 274 401 ha yang terdiri dari lahan kering 219 727 ha, lahan sawah tadah hujan 25 985 ha, irigasi desa 14 393 ha, Irigasi setegah teknis 3013 ha dan irigasi teknis 11 283 ha serta lahan potensial untuk percetakan sawah baru seluas 20 600 ha. Produksi komoditas potensial yang telah dicapai antara lain: padi 348 859 ton GKP, jagung 14 616 ton, ubi jalar 9216 ton, kacang tanah 896 ton, kedele 970 ton, kacang hijau 1487 ton, ubi kayu 68 624 ton, sayuran 2 499 ton, jeruk 109 483 ton, rambutan 17 378 ton, manggis 13.8 ton, durian 81 595 ton, dan markisa 63.4 ton (BPS 2013).

10

METODE Tempat dan Waktu Pengambilan sampel lalat buah dengan metode pengumpulan buah bergejala dan pemasangan perangkap dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar (Gambar 5). Pemeliharaan buah terserang di laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS). Daftar lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 1.

Gambar 5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Pengambilan Buah Terserang Buah yang terindikasi terserang lalat buah dicirikan dengan gejala tusukan disertai dengan nekrosis (Gambar 6a). Buah diambil di kawasan pemukiman dan hutan. Penentuan lokasi di kawasan hutan dengan memilih lima kawasan hutan yang terdapat pada setiap kabupaten. Pada kawasan pemukiman dengan memilih lima kecamatan di setiap kabupaten. Penentuan unit contoh secara purposive sampling yaitu berdasarkan pada kriteria buah yang terindikasi terserang lalat

11 Tabel 1 Lokasi administratif dan letak geografis titik pengambilan sampel di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar No

Lokasi administratif (Dusun, Desa, Kecamatan)

Kabupaten Mamuju Tengah 1 Kuo satu, Kuo, Pangale 2 Kuo dua, Kuo, Pangale 3 Kuo tiga, Kuo, Pangale 4 Tritunggal, Pololereng, Pangale 5 Argomulyo, Pololereng, Pangale 6 Argomulyo, Pololereng, Pangale 7 Argomulyo, Pololereng, Pangale 8 Argomulyo, Pololereng, Pangale 9 Mamuji, Kuo, Pangale 10 Beringin, Polopangale, Pangale 11 Mario, Polopangale, Pangale 12 Mario, Polopangale, Pangale 13 Sidomulyo, Polopangale, Pangale 14 Tabolang, Tabolang, Budong-budong 15 Jenetallasa, Tabolang, Budong-budong 16 Puncakindah, Tabolang, Budong-budong 17 Gerbangmaju, Salogatta, Budong-budong 18 Sumbermulyo, Salogatta, Budong-budong 19 Kampung baru, Salogatta, Budong-budong 20 Ringinsari, Salogatta, Budong-budong 21 Tallungallo, Tobadak, Tobadak 22 Kamici, Tobadak, Tobadak 23 Tallungallo, Tobadak, Tobadak 24 Benteng, Tobadak, Tobadak 25 Tabolang toa, Tabolang, Topoyo 26 Tangkau indah, Tabolang, Topoyo 27 Transari, Kabubu, Topoyo 28 Transari, Kabubu, Topoyo 29 Transari, Kabubu, Topoyo 30 Tangkau kampong, Tabolang, Topoyo 31 Tobinta satu, Tobinta, Karossa 32 Tobinta dua, Tobinta, Karossa 33 Tobinta tiga, Tobinta, Karossa 34 Antalili satu, Kambunong, Karossa 35 Antalili dua, Kambunong, Karossa 36 Antalili tiga, Kambunong, Karossa 37 Salubijau satu, Tasokko, Karossa 38 Salubijau dua, Tasokko, Karossa 39 Salubijau tiga, Tasokko, Karossa Kabupaten Mamuju 40 Tabanga-banga, Takandeang, Tapalang 41 Takandeang, Takandeang, Tapalang 42 Takandeang, Takandeang, Tapalang 43 Takandeang lama, Takandeang, Tapalang 44 Tapari, Takandeang, Tapalang 45 Orobai, Orobatu, Tapalang 46 Pasada, Botteng Utara, Simkep

Letak geografis

Ketinggian (mdpl)

S. 02°16.356' E. 119°13.306' S. 02°16.256' E. 119°12.957' S. 02°16.124' E. 119°12.281' S. 02°13.919' E. 119°11.805' S. 02°14.885' E. 119°11.572' S. 02°14.886' E. 119°11.515' S. 02°14.887' E.119°11.575' S. 02°14.892' E.119°11.529' S. 02°15.366' E.119°14.217' S. 02°16.628' E.119°11.770' S. 02°16.993' E.119°11.188' S. 02°17.014' E.119°11.196' S. 02°17.712' E.119°10.611' S. 02°02.563' E.119°20.095' S. 02°02.418' E.119°20.011' S. 02°01.529' E.119°20.095' S. 02°09.924' E.119°13.532' S. 02°08.462' E.119°14.810' S. 02°08.059' E.119°15.204' S. 02°10.380' E.119°13.751' S. 02°05.296' E.119°16.864' S. 02°04.600' E.119°19.455' S. 02°04.277' E.119°17.977' S. 02°04.516' E.119°17.710' S. 02°03.878' E.119°17.902' S. 02°03.826' E.119°17.893' S. 02°02.803' E.119°15.790' S. 02°03.008' E.119°15.964' S. 02°03.012' E.119°15.951' S. 02°03.131' E.119°20.132' S. 01°57.540' E.119°21.076' S. 01°57.540' E.119°20.085' S. 01°57.535' E.119°21.073' S. 02°00.150' E.119°19.187' S. 01°59.246' E.119°19.267' S. 01°58.540' E.119°19.577' S. 01°57.004' E.119°21.034' S. 01°57.130' E.119°21.305' S. 01°57.633' E.119°20.085'

25 43 51 11 4 11 4 3 19 49 37 31 29 59 78 75 26 12 40 4 7 26 19 37 31 29 11 9 10 21 72 11 35 18 22 27 95 73 27

S. 02°47.960' E.118°51.747' S. 02°48.732' E.118°51.785' S. 02°48.925' E.118°51.795' S. 02°49.094' E.118°51.792' S. 02°50.243' E.118°51.634' S. 02°50.685' E.118°50.880' S. 02°44.748' E.118°51.123'

128 98 66 79 20 16 126

12 Tabel 1 (Lanjutan) No 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95

Lokasi administratif (Dusun, Desa, Kecamatan) Kampung baru, Botteng Utara, Simkep Ratte, Botteng Utara, Simkep Adi-adi, Botteng , Simkep Botteng, Botteng , Simkep Botteng dua, Botteng , Simkep Soddo, Binanga, Mamuju Kelapa Tujuh, Binanga, Mamuju Padangpanga, Binanga, Mamuju Sese, Simboro, Simkep Korongana, Simboro, Simkep Karema Selatan, Simboro, Simkep Korongana, Simboro, Simkep Karema selatan, Simboro, Simkep Karema selatan, Simboro, Simkep Saludambu, Patidi, Simkep Salopalalo, Patidi, Simkep Padangbaka, Binanga, Mamuju Parung-parung, Binanga, Mamuju Kabuloang, Belang-belang, Kalukku Tasiu, Tasiu selatan, Kalukku Tasiu, Tasiu selatan, Kalukku Gentungan, Gentungan, Kalukku Gentungan, Gentungan, Kalukku Galung, Galung, Kalukku Ampallas, Kalukku Puncak Indah, Galung, Kalukku Pancondang, Tadui, Kalukku Bakengkeng, Belang-belang, Kalukku Toppo, Belang-belang, Kalukku Tadui, Tadui, Kalukku Manalise, Tadui, Kalukku Ketapi, Bebanga, Kalukku Pancondang, Tadui, Kalukku Ahuni, Bebanga, Kalukku Kampung baru, Bebanga, Kalukku Mattiroali, Tobao, Papalang Salupalang, Toabo, Papalang Wanuabaru, Toabo, Papalang Persada, Toabo, Papalang Tommo dua, Tommo Budibudaya, Tommo dua, Tommo Tommo dua, Tommo, Sumberjo, Buanasakti, Tommo Sumberjo, Buanasakti, Tommo Sumberjo, Buanasakti, Tommo Sumberjo, Buanasakti, Tommo Lantibung, Lemo-lemo, Pangale Sumberjo, Buanasakti, Tommo Tommo dua, Tommo

Letak geografis

Ketinggian (mdpl)

S. 02°46.404' E.118°51.553' S. 02°47.296' E.118°51.527' S. 02°45.405' E.118°51.228' S. 02°45.813' E.118°51.318' S. 02°47.715' E.118°51.572' S. 02°41.921' E.118°54.951' S. 02°41.760' E.118°54.065' S. 02°41.711' E.118°54.349' S. 02°41.074' E.118°51.178' S. 02°40.515' E.118°51.426' S. 02°40.803' E.118°52.042' S. 02°40.523' E.118°51.429' S. 02°40.754' E.118°52.016' S. 02°40.757' E.118°52.014' S. 02°43.186' E.118°51.598' S. 02°43.234' E.118°51.520' S. 02°41.131' E.118°53.301' S. 02°40.712' E.118°54.577' S. 02°28.938' E.119°08.333' S. 02°32.249' E.119°04.295' S. 02°32.251' E.119°04.251' S. 02°36.277' E.119°01.720' S. 02°36.278' E.119°01.717' S. 02°38.168' E.118°59.330' S. 02°38.211' E.118°58.346' S. 02°38.319' E.118°59.468' S. 02°38.588' E.118°57.363' S. 02°29.753' E.119°06.636' S. 02°27.618' E.119°08.294' S. 02°38.488' E.118°56.824' S. 02°38.200' E.118°58.643' S. 02°36.233' E.119°00.062' S. 02°38.200' E.118°58.643' S. 02°36.851' E.119°00.313' S. 02°36.851' E.119°00.313' S. 02°23.356' E.119°11.333' S. 02°23.170' E.119°11.587' S. 02°22.710' E.119°10.720' S. 02°22.761' E.119°10.358' S. 02°17.083' E.119°14.468' S. 02°17.085' E.119°14.817' S. 02°17.124' E.119°14.446' S. 02°17.138' E.119°16.663' S. 02°17.183' E.119°16.632' S. 02°17.190' E.119°16.632' S. 02°17.193' E.119°16.650' S. 02°17.837' E.119°10.063' S. 02°17.897' E.119°16.644' S. 02°18.027' E.119°15.054'

252 175 197 242 113 103 286 85 51 13 10 6 10 9 99 101 42 20 14 20 20 18 18 120 12 151 14 12 11 19 19 21 21 23 22 18 15 14 15 12 10 11 16 14 15 16 12 15 30

13 Tabel 1 (Lanjutan) No

Lokasi administratif (Dusun, Desa, Kecamatan)

96 Rantemario, Tommo 97 Bontoala, Campaloga, Tommo 98 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 99 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 100 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 101 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 102 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 103 Sidomulyo, Campaloga, Tommo 104 Takosang, Bunde, Sampaga 105 Sumpuloloe, Bunde, Sampaga 106 Wonosari, Bunde, Sampaga 107 Wonosari, Bunde, Sampaga 108 Rawasari, Bunde, Sampaga Kabupaten Polewali Mandar 109 Tomongga Satu, Kelapa Dua, Anreapi 110 Tomongga Dua, Kelapa Dua, Anreapi 111 Kelapa Dua, Kelapa Dua, Anreapi 112 Pamombong, Kelapa Dua Selatan, Anreapi 113 Lekke, Kelapa Dua Selatan, Anreapi 114 Leppan, Kelapa Dua Selatan, Anreapi 115 Lebani, Anreapi, Anreapi 116 Pokko, Anreapi, Anreapi 117 Biru, Batetangga, Anreapi 118 Lumalan, Batetangga, Anreapi 119 Pulele, Anreapi, Anreapi 120 Rawabangun, Batetangga, Anreapi 121 Tapilina, Mirring, Binuang 122 Mirring, Mirring, Binuang 123 Silopo, Mirring, Binuang 124 Labbasa, Tonrolima, Matakali 125 Aka-aka, Tonrolima, Matakali 126 Lemo, Tonrolima, Matakali 127 Ugibaru, Ugibaru, Mapilli 128 Massanrang, Ugibaru, Mapilli 129 Kampung toa, Ugibaru, Mapilli 130 Botto, Botto, Campalagian 131 Rappogading, Botto, Campalagian 132 Batujampea, Botto, Campalagian 133 Lapeo, Lapoe, Campalagian 134 Tulungagung, Bumiayu, Wonomulyo 135 Kebunsari, Bumiayu, Wonomulyo 136 Pulorogo, Bumiayu, Wonomulyo 137 Tumpiling, Tumpiling, Wonomulyo 138 Patampanua, Reajaya, Wonomulyo 139 Pekkabata, Pekkabata, Wonomulyo 140 Tulungagung, Bumiayu, Wonomulyo 141 Pulorogo, Bumiayu, Wonomulyo 142 Jambutua, Darma, Polewali 143 Jambutua, Darma, Polewali 144 Bunga-bunga, Polewali 145 Pandebassai, Patongko, Balanipa 146 Botto, Botto, Campalagian

Letak geografis

Ketinggian (mdpl)

S. 02°18.497' E.119°19.826' S. 02°18.929' E.119°17.987' S. 02°19.055' E.119°18.925' S. 02°19.059' E.119°18.951' S. 02°19.142' E.119°18.988' S. 02°19.187' E.119°19.010' S. 02°19.189' E.119°19.009' S. 02°19.197' E.119°18.997' S. 02°21.296' E.119°11.761' S. 02°20.573' E.119°10.505' S. 02°21.115' E.119°10.461' S. 02°21.133' E.119°10.463' S. 02°20.139' E.119°10.438'

24 26 22 23 21 21 21 23 31 29 11 11 21

S. 03°19.339' E.119°21.829' S. 03°19.667' E.119°21.680' S. 03°19.847' E.119°21.411' S. 03°20.877' E.119°21.829' S. 03°21.519' E.119°21.651' S. 03°21.941' E.119°21.439' S. 03°22.203' E.119°21.431' S. 03°22.249' E.119°21.347' S. 03°24.747' E.119°24.169' S. 03°24.996' E.119°24.173' S. 03°22.562' E.119°21.363' S. 03°24.208' E.119°24.294' S. 03°27.592' E.119°25.043' S. 03°28.340' E.119°26.600' S. 03°20.499' E.119°26.949' S. 03°23.385' E.119°15.767' S. 03°23.836' E.119°15.032' S. 03°22.848' E.119°15.081' S. 03°24.062' E.119°13.868' S. 03°24.030' E.119°11.171' S. 03°24.445' E.119°11.639' S. 03°25.373' E.119°09.651' S. 03°25.973' E.119°09.232' S. 03°27.090' E.119°08.741' S. 03°29.310' E.119°07.896' S. 03°25.215' E.119°12.567' S. 03°26.624' E.119°12.451' S. 03°25.283' E.119°12.275' S. 03°24.008' E.119°14.800' S. 03°24.103' E.119°17.074' S. 03°24.639' E.119°18.719' S. 03°25.213' E.119°12.573' S. 03°25.231' E.119°12.275' S. 03°23.626' E.119°20.625' S. 03°23.641' E.119°20.584' S. 03°23.905' E.119°18.232' S. 03°25.358' E.119°20.689' S. 03°25.721' E.119°20.874'

756 737 673 501 357 263 168 147 105 95 70 77 38 39 44 20 16 13 14 15 17 7 5 12 18 37 26 24 5 21 6 36 24 32 31 22 9 5

14 buah pada setiap lokasi penelitian. Jumlah buah yang diambil di setiap lokasi adalah 1-15 buah. Buah yang dikoleksi dicatat nama botaninya, dan apabila belum diketahui dilakukan identifikasi di laboratorium bidang Botani Puslit LIPI Cibinong Bogor. Pengambilan sampel buah dilakukan sebanyak tiga kali. Buah yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong kertas (Gambar 6b). Buah-buah yang dikoleksi ditempatkan pada wadah plastik (diameter ±20-30 cm, tinggi ±40-60 cm). Setiap wadah plastik diberi label lokasi, waktu pengambilan contoh dan jenis tanaman inang. Setiap wadah plastik pemeliharaan dialasi pasir steril setinggi 3-5 cm sebagai media pupa, bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Jumlah buah yang dimasukkan kedalam wadah tergantung pada ukuran buah. Setiap jenis buah dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berbeda, dikelompokkan berdasarkan lokasi pengambilan (Gambar 7). Wadah plastik pemeliharaan buah diletakkan pada suhu ruang antara 25-37ºC. Buah dibedah setelah 10-14 hari, untuk memastikan tidak ada lagi larva yang tersisa dan membuang sisa-sisa buah. Setiap imago lalat buah yang muncul diberi pakan madu yang diencerkan (1:10) dan menunggu imago berkembang sempurna (5-7 hari). Lalat buah dimatikan dengan memasukkan ke dalam freezer. Spesimen lalat buah dibungkus dengan kertas tissue kemudian dimasukkan ke dalam kotak karton kecil yang berisi silica gell. Pemasangan Perangkap Perangkap imago lalat buah menggunakan perangkap Steiner dengan zat pemikat (atractan) Methyl eugenol (ME) dan Cue lure (CUE) yang diperoleh dari Biogen Scintific Jakarta. Perangkap terbuat dari stoples plastik berbentuk silinder (diameter ±10 cm dan tinggi ±15 cm). Bagian bawah dan tutup stoples dilubangi sebagai lubang masuknya lalat buah (±3 cm) (Gambar 8a). Setiap perangkap diteteskan atraktan sebanyak 3 ml dan insektisida (sipermetrin 0.10%) (1:3) (Gambar 8b).

(a)

(b)

Gambar 6 Buah jambu air yang dicurigai tersenag lalat buah (a) buah yang terserang lalat buha dikumpulkan di kantong kertas (b)

(a)

(b)

Gambar 7 Pemeliharaan sampel buah di dalam toples: jambu air (a) dan jambu biji (b)

15 Pemasangan perangkap dilakukan pada kawasan pemukiman dan hutan. Penentuan lokasi pada kawasan pemukiman dengan metode bertingkat dengan memilih tiga kabupaten di Sulawesi Barat. Setiap kabupaten ditentukan 5 desa. Setiap desa ditempatkan tiga titik lokasi pemasangan perangkap. Penentuan titik lokasi pemasangan dengan transek garis sejauh satu kilometer. Pada setiap lokasi dipasang satu perangkap ME dan satu perangkap CUE dengan jarak 5-20 m. Jumlah seluruh perangkap yang terpasang pada kawasan pemukiman di tiga kabupaten sebanyak 90 perangkap (setiap zat pemikat ME dan CUE masingmasing 45 perangkap) dan pada kawasan hutan sebanyak 84 perangkap (setiap atraktan ME dan CUE masing-masing 42 perangkap (Gambar 9a). Perangkap dipasang secara individual dengan posisi horizontal, ketinggian 2-4 m dari permukaan tanah (Gambar 9b). Lalat buah yang terperangkap dibungkus dengan kertas tissu dan dimasukkan ke dalam kotak karton kecil berukuran 5×5×5 cm3 yang telah diisi dengan silica gell. Pengumpulan lalat buah terperangkap sebanyak tiga kali setiap minggu.

(a)

(b)

Gambar 8 Model perangkap Steiner (a) dan pemberian atraktan (b)

(a)

(b)

Gambar 9 Pemasangan perangkap lalat buah di hutan (a) dan penempatan perangkap di lokasi penelitian (b) Pemetaan Lokasi Sampling Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS) (Tabel 1). Peta sebaran titik sampling dibuat dengan menggunakan program General Information Sistem (GIS) ArcMap versi 10 (Gambar 5). Koleksi dan Identifikasi Serangga Imago lalat buah yang muncul pada pemeliharaan inang dan yang terperangkap dikoleksi dengan tipe 2 tahap penusukan (double pinning) menggunakan balok poliporus, jarum serangga mikropin (15 mm) dan makropin (39 mm) (White & Harris 1994; Gullan & Cranston 2010). Jarum serangga mikropin ditusukkan pada bagian dorsal toraks kemudian ditusukkan kembali

16 pada balok poliporus (Gambar 10). Koleksi spesimen disimpan di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Identifikasi dilakukan berdasarkan karakter morfologi lalat buah pada kepala, toraks, sayap, abdomen, dan tungkai. Karakter morfologi yang digunakan pada kepala adalah keberadaan dan bentuk facial spot pada muka. Karakter morfologi pada toraks dan skutelum adalah warna skutum dan skutelum, keberadaan lateral postsutural vittae dan medial postsutral vittae. Bentuk, panjang, dan lebar lateral postsutural vittae. Keberadaan anterior dan posterior supra alar bristles, keberadaan prescutellar bristles, jumlah bristles pada skutum dan skutelum. Warna postpronotal lobe, dan keberadaan spot kuning anterior mesonotal suture. Lebar mesoplural stripe dan notopleuron. Karakter morfologi pada sayap adalah pola costal band, pita tambahan pada sayap, basal costal, costal, microtrichia, dan anal strek. Karakter morfologi pada tungkai adalah variasi tanda hitam pada femur dan tibia. Karakter morfologi pada abdomen adalah lebar medial longitudinal dark band dan lateral band, pola hitam „T‟, dan pola warna pada bagian terga. Identifikasi lalat buah dilakukan di bawah mikroskop stereo OLYMPUS SZ51 dan kunci identifikasi (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; ACIAR 1998; Drew et al. 1998; Siwi et al. 2006; Suputa & Taufiq 2006; AQIS 2008; Drew et al. 2011; PHA 2011; Drew & Romig 2012a; Larasati 2012). Setiap karakter morfologi lalat buah difoto dengan menggunakan mikroskop kamera Hinox KH-8700 dan LEICA M205C untuk dijadikan dokumentasi penelurusuran identifikasi. Makropin pin

Mikropin

Balok Poliporus

Label

Gambar 10 Koleksi spesimen lalat buah menggunakan double pinning Pembuatan Kunci Identifikasi Lalat Buah Kunci lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini dibuat dalam format kunci dikotomi tradisional dan format interaktif dengan program Lucid Key Phoenix. Pembuatan kunci identifikasi lalat buah diawali dengan membuat matriks karakter morfologi dengan format tabulasi dari seluruh spesies lalat buah yang ditemukan. Kunci dikotomi terdiri dari serangkaian divisi atau dikotomi yang masing-masing menunjukkan dua set alternatif dan karakter khas yang membedakan satu kelompok taksa dengan kelompok lainnya. Lucid Key Phoenix merupakan suatu program pembuat kunci identifikasi dikotomi secara interaktif. Karakter yang berbeda pada satu bagian morfologi lalat buah digunakan untuk membuat kunci dikotomi untuk membandingkan dua karakter yang berbeda. Karakter morfologi yang bersifat spesifik digunakan untuk merujuk

17 masing-masing spesies lalat buah. Setiap karakter morfologi lalat buah dibuat dalam dokumentasi gambar. Kunci Identifikasi dengan Program Lucid Key Phoenix. Lucid Key Phoenix (Lucid) merupakan suatu program pembuat kunci identifikasi dikotomi secara multimedia. Tahapan pembuatan kunci interaktif dengan program Lucid diawali dengan memindahkan kunci dikotomi yang ditulis pada Ms.Word ke dalam notepad, selanjutnya create new key pada program Lucid dan Import Key untuk memasukkan file notepad ke dalam program, kemudian Export the current file to Phoenix Builder untuk menampilkan kunci dalam program, selanjutnya Preview Key untuk melihat kunci yang telah berhasil dibuat. Setelah itu, file kunci tersebut disimpan dengan nama “Kunci Identifikasi Lalat Buah di Sulawesi Barat.Ip3”. Foto dari setiap karakter ditambahkan ke dalam program setelah kunci berhasil dibuat. Data yang diperoleh dari penelitian ini digunakan untuk: 1. Mengetahui spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar, 2. Mengetahui asosiasi tanaman inang dengan lalat buah, 3. Mengetahui status spesises lalat buah yang ditemukan, 4. Mengetahui deskripsi karakter morfologi lalat buah yang ditemukan, 5. Mengetahui kunci identifikasi berdasarkan karakter morfologi lalat buah dengan format teks word dan program Lucid Key Phoenix (Lucid).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies Lalat Buah yang Ditemukan Hasil pemasangan perangkap dan pemeliharaan buah bergejala ditemukan 30 spesies lalat buah yang terdiri dari 2 genus yaitu genus Dacus dan Bactrocera (Lampiran 1). Genus Bactrocera terdiri dari 4 sub genus yaitu Asiadacus, Bactrocera, Paradacus, dan Zeugodacus. Genus Dacus terdiri dari 2 sub genus yaitu Callantra dan Mellesis. Perangkap dengan atraktan CUE menarik lebih banyak spesies lalat buah dibandingkan dengan atraktan ME yaitu atraktan CUE sebanyak 23 spesies dan atraktan ME sebanyak 6 spesies. Perangkap dengan atraktan ME menunjukkan jumlah individu lalat buah yang lebih banyak dibandingkan dengan atraktan CUE (Tabel 2). Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) tidak ditemukan pada pemasangan perangkap, tetapi hanya ditemukan pada pemeliharaan inang. Teknik identifikasi dengan karakter morfologi yang umum digunakan adalah metode dikotomi. Metode ini memungkinkan pengguna untuk memilih karakter tertentu yang sesuai dengan spesimen yang sedang diidentifikasi. Penghilangan karakter yang tidak dipilih akan mendekatkan sampel pada suatu nama spesies tertentu, kunci dibuat dengan deskripsi tertulis atau gambar suatu karakter. Setiap spesies memiliki warna dan ukuran yang bervariasi, tetapi dalam beberapa kasus pada beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau hanya berbeda pada detail struktur tertentu yang sulit dibedakan. Identifikasi lalat buah pada umumnya untuk stadium imago (Quicke 1993; AQIS 2008; Ubaidillah & Sutrisno 2009). Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White merupakan spesies lalat buah yang memiliki karakter morfologi dan genetik yang sangat mirip dengan B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel). Revisi taksonomi Schutze et al. (2014) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White memiliki kesamaan karakter morfologi, molekuler genetik, cytogenetic, sexual compatibility, dan chemoecology. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) sebagai sinonim senior dari B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock syn.n. dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White syn.n. B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock tetap merupakan kelompok taksa yang terpisah. Perubahan taksonomi ini berimplikasi pada perlindungan tanaman, pengendalian hama, karantina, perdagangan internasional, pengelolaan pascapanen dan penelitian dasar. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel), B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius), B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) albistrigata (de Meijere), dan B. (Bactrocera) limbifera (Bezzi) merupakan spesies lalat buah dominan (Tabel 2). Spesies dominan merupakan spesies dengan kelimpahan yang banyak karena jenis ini memiliki jumlah individu, biomassa serta nilai penting yang besar sehingga mendominasi komunitas. Spesies non dominan merupakan spesies yang sangat jarang ditemukan dan mempunyai

19 Tabel 2 Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah No

Spesies Lalat Buah

Na

F

Nilai D

D

Atraktanb ME CUE √ √ √ √ √ √

1

B. (B.) dorsalis (Hendel)

7700

0.628

0.028

d

2 3 4 5 6 7 8

B. (B.) umbrosa (Fabricius) B. (B.) carambolae Drew & Hancock B. (B.) musae (Tryon) B. (B.) occipitalis (Bezzi) B. (B.) sulawesiae Drew & Hancock B. (B.) albistrigata (de Meijere) B. (B.) limbifera (Bezzi)

1042 422 83 20 4 1209 714

0.085 0.034 0.007 0.002 0.000 0.099 0.058

0.028 0.028 0.028 0.028 0.028 0.028 0.028

d d nd nd nd d d

9 10 11 12 13

B. (Z.) cucurbitae (Coquillett) B. (B.) moluccensis (Perkins) B. (B.) usitata Drew & Hancock B. (Z.) persignata (Hering) B. (B.) beckerae (Hardy)

100 56 55 50 43

0.008 0.005 0.004 0.004 0.004

0.028 0.028 0.028 0.028 0.028

nd nd nd nd nd

14

B. (B.) megaspilus (Hardy)

22

0.002

0.028

nd

√ √ √ √ √ √ √ √

15 16 17 18 19 20 21

B. (B.) melostomatos Drew & Hancock B. (Z.) emittens (Walker) B. (B.) ritsemai (Weyenbergh) B. (Z.) abnormis (Hardy) B. (Z.) exornata (Hering) B. (P.) angustifinis (Hardy) B. (B.) enigmatica (Hardy)

17 14 23 13 10 8 8

0.001 0.001 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001

0.028 0.028 0.028 0.028 0.028 0.028 0.028

nd nd nd nd nd nd nd

√ √ √ √ √ √ √

22 23 24 25

B. (A.) apicalis (de Meijere) B. (Z.) frauenfeldi (Schiner) B. (Z.) tau (Walker) B. (B.) trifasciata (Hardy)

4 2 1 1

0.000 0.000 0.000 0.000

0.028 0.028 0.028 0.028

nd nd nd nd

26 27

B. (Z.) heinrichi (Hering) D. (M.) conopsoides de Meijere

1 42

0.000 0.003

0.028 0.028

nd nd

28 29 30

D. (C.) longicornis Weidemann D. (M.) nanggalae Drew & Hancock B. (B.) latifronsc (Hendel)

6 1

0.000 0.000

0.028 0.028

nd nd

Total individu

√ √ √ √ √ √ √ √

12252

a

: N: total individu; F: frekuensi relatif; ; D: Dominansi; D: 1/seluruh spesies (dominansi); F>D (d: dominan); F
kelimpahan yang sedikit. Pada saat keragaman spesies tinggi, maka suatu spesies tidak dapat menjadi dominan begitu pula sebaliknya pada saat keragaman rendah, maka suatu spesies dapat menjadi dominan. Dominansi lalat buah kadang dipengaruhi oleh aktivitas mencari makan di suatu habitat atau mungkin hanya merupakan spesies yang tidak menetap atau migrasi dari habitat yang berdekatan (Falcao et al. 2012).

20 Bactrocera. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius), dan B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock merupakan spesies lalat buah dominan pada perangkap dengan atraktan ME. Menurut Sarjan et al. (2010), ketertarikan spesies-spesies tersebut terhadap ME disebabkan oleh adanya kesamaan kandungan suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu tanaman yang ada di sekitar lokasi pemasangan perangkap dengan ME. Shelly et al. (2014) mengemukakan bahwa ME diperoleh dari ekstraksi sekitar 450 spesies tanaman yang terdiri dari 80 famili, minyak nabati ini diperoleh dari bunga, daun, akar, batang atau ekstrak seluruh tanaman. Menurut Aluja dan Norrbom (1999), ME merupakan suatu senyawa yang berasal dari hasil ekstraksi tanaman sikas (Cololasia antiquarium), mangga, pepaya, Cassia fistula atau daun Pelea anisata, Ziera sumithui, beberapa minyak esensial, termasuk serai (Cymbopogon spp.), Kemangi (Ocimum spp.), Laurus nobilis, dan Melaleuca spp. Methyl eugenol juga terkandung dalam buah-buahan seperti jeruk, pisang, dan beberapa buah hutan. Menurut Shelly et al. (2014), bahwa ME merupakan atraktan yang paling kuat menarik lalat buah jantan karena sifat atraktan ini yang sama dengan sejenis wangi-wangian khas yang dikeluarkan oleh lalat buah betina bila waktu birahi yang menyebabkan lalat buah jantan tertarik. Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) dan B. (Bactrocera) limbifera (Bezzi) merupakan spesies lalat buah dominan pada perangkap dengan atraktan CUE. CUE bukan sebagai produk alami, melainkan dari hasil hidrolisis cepat dalam banyak bagian tanaman selain raspberry (Rubus idaeus), termasuk spesies lain di Rosaceae, Asteraceae, dan Lamiaceae (sebelumnya Labiatae) serta Orchidaceae. CUE dapat juga ditemukan pada tanaman anggrek (Vargas et al. 2010; Shelly et al. 2014). Hasil identifikasi lalat buah yang ditemukan menunjukkan bahwa terdapat dua spesies lalat buah yang termasuk ke dalam kategori OPTK A2 yaitu B. (Bactrocera) musae (Tryon) dan B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi). Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) merupakan OPTK A2 yang tersebar di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) tersebar di wilayah Kalimantan, Jawa Barat (Bogor), dan Sumatera (Tanjung Balai Karimun) (Kementan 2011). Persebaran B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) masuk ke wilayah Sulawesi diduga karena adanya lalu lintas perdagangan komoditas pertanian yang menghubungkan Kalimatan. Menurut AQIS (2008) mengemukakan bahwa lalat buah dapat menyebar ke suatu daerah baru melalui lalu lintas komoditas pertanian yang menjadi inang. Menurut Drew (2012) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) merupakan spesies lalat buah yang berperan sebagai hama utama yang memiliki kemampuan untuk masuk dan berkolonisasi di daerah baru yang tinggi. Lebih lanjut Siwi et al. (2006) mengemukakan bahwa lalat buah yang termasuk dalam daftar OPTK sangat berbahaya, sebab memiliki kemampuan berkolonisasi (establish) di daerah baru. Drew dan Romig (2012a) melaporkan bahwa terdapat 11 spesies lalat buah yang berperan sebagai hama yaitu B. (Bactrocera) albistrigata (de Meijere), B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hardy), B. (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner), B. (Bactrocera) latifrons (Hendel), B. (Bactrocera) musae (Tryon), B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi), B. (Bactrocera)

21 umbrosa (Fabricius), B. (Zegodacus) caudata (Fabricius), B. (Zegodacus) cucurbitae (Coquillett), dan B. (Zegodacus) tau (Walker). White dan Harris (1994) mengemukakan bahwa tidak semua spesies lalat buah berperan sebagai hama pada tanaman. Spesies lalat buah yang berperan sebagai hama adalah spesies yang dapat menimbulkan dampak kerusakan pada tanaman pertanian dan secara ekonomi sangat merugikan. Berdasarkan spesies lalat buah yang ditemukan terdapat beberapa spesies yang berperan sebagai hama sebanyak 6 spesies yaitu B. albistrigata, B. carambolae, B. dorsalis, B. latifrons, B. cucurbitae, dan B. emittens. Namun demikian masih perlu dikaji tentang tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Pengaruh habitat terhadap keanekaragaman lalat buah Diagram Venn digunakan untuk menggambarkan jumlah spesies lalat buah berdasarkan kawasan tempat ditemukan (Gambar 11). Spesies lalat buah yang terdapat di kawasan pemukiman dan hutan terdapat pada bidang yang merupakan irisan dari kawasan pemukiman dan hutan. Spesies lalat buah yang hanya ditemukan di kawasan pemukiman dan hutan berbeda-beda setiap kabupaten. Spesies lalat buah yang hanya terdapat di kawasan pemukiman yaitu B. (Zeugodacus) heinrichi (Hering) dan B. (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner), sedangkan di kawasan hutan yaitu B. (Bactrocera) megaspilus (Hardy), B. (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh), B. (Paradacus) angustifinis (Hardy), B. (Bactrocera) enigmatica (Hardy), B. (Zeugodacus) tau (Walker), B. (Bactrocera) trifasciata (Hardy), dan D. (Mellesis) naggalae Drew & Hancock. Spesies lalat buah yang ditemukan di kedua tersebut sebanyak 21 spesies. Jumlah spesies lalat buah yang tertangkap dari kawasan hutan lebih banyak dibandingkan dengan kawasan pemukiman, yaitu masing-masing 27 dan 23 spesies. Kawasan hutan menunjukkan tingkat keanekaragaman yang tinggi, namun pada umumnya merupakan individu non dominan. Kawasan hutan merupakan ekosistem yang dapat mendukung perkembangan spesies lalat buah karena ketersediaan inang yang terus menerus. Larasati (2012) mengemukakan bahwa spesies lalat buah pada kategori hutan memiliki keanekaragaman yang tinggi, umumnya merupakan spesies lalat buah yang non dominan yang jarang ditemukan di kawasan pemukiman. Fahrig et al. (2011) mengemukakan bahwa pada kawasan hutan memiliki jenis flora yang lebih tinggi, sehingga membuat lingkungan yang kondusif bagi lalat buah meskipun dengan jumlah terbatas.

Gambar 11 Jumlah spesies lalat buah yang ditangkap pada kawasan pemukiman dan hutan di tiga kabupaten Sulawesi Barat

22 Harris et al. (2001) menyatakan bahwa keanekaragaman inang yang tinggi sangat memengaruhi keanekaragaman spesies, kelimpahan individu dan persebaran lalat buah di suatu wilayah, sedangkan pada kawasanl pemukiman pada umumnya terdiri atas inang dengan jenis yang terbatas sehingga menyebabkan adanya keterbatasan spesies lalat buah yang terdapat pada wilayah tersebut. Menurut Mcpheron dan Steck (1996), di kawasan pemukiman rendahnya keragaman lalat buah diduga kuat karena ekosistem lalat buah terkendali secara fisik oleh tindakan budidaya yang dilakukan petani, seperti penggunaan insektisida, pestisida, dan atraktan. Vayssières et al. (2009) menunjukkan bahwa keberadaan tanaman yang sengaja dibudidayakan dalam jumlah tinggi sangat memengaruhi populasi spesies lalat buah yang menjadi hama tanaman tersebut. Lebih lanjut Magid et al. (2012) mengemukakan pada tanaman budidaya menjamin ketersediaan inang sepanjang waktu, disamping itu sistem budidaya tanaman yang kompleks dengan berbagai macam jenis tumbuhan yang berpotensi jadi inang mendukung kehadiran dan potensi berkembangnya lalat buah. Asosiasi Lalat Buah dengan Tanaman Inang Total seluruh sampel buah bergejala yang dikumpulkan dari kawasan pemukiman dan hutan sebanyak 1141 buah terdiri dari 58 spesises tanaman. Hasil pemeliharaan buah bergejala ditemukan 6 spesies lalat buah pada 20 spesies tanaman hortikultura yang termasuk ke dalam 13 famili (Tabel 3). Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel), B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) albistrigata (de Meijere), B. (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett), dan B. (Zeugodacus) emittens (Walker) bersifat polifag dengan menyerang banyak inang dari beberapa famili tanaman. B. (Bactrocera) latifrons (Hendel) bersifat oligofag dengan menyerang beberapa spesies dalam famili inang yang sama. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) memiliki kisaran inang yang tertinggi dengan menyerang 9 famili tanaman. Menurut Suputa et al. (2010), beberapa famili tanaman inang lalat buah yaitu Anarcadiaceae, Annonaceae, Caricaceae, Combretaceae, Lauraceae, Rutaceae, Sapindaceae, Solanaceae, dan Thymelaeaceae. Beberapa famili juga pernah dilaporkan oleh Leblanc et al. (2013) yaitu famili Bromeliaceae, Musaceae, dan Myrtaceae. Namun demikian famili yang belum pernah dilaporkan di Indonesia yaitu famili Cucurbitae spesies Luffa acutangula. Luffa acutangula sebelumnya pernah dilaporkan sebagai inang dari D. solomonensis dan B.cucurbitae di Nauru (Leblanc et al. 2013). Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock merupakan lalat buah yang bersifat polifag dengan menyerang 5 famili tanaman. Beberapa famili tanaman yang menjadi inang lalat buah yang pernah dilaporkan yaitu Anarcadiaceae, Myrtaceae dan Oxalidaceae (Suputa et al. 2010). White dan Harris (1994) mengemukakan bahwa famili Sapotaceae spesies Manikara zapota dapat menjadi inang lalat buah. Namun demikian famili yang belum pernah dilaporkan di Indonesia yaitu Phyllanthaceae spesies Antidesma bunius. Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) menyerang 5 famili tanaman. Suputa et al. (2010) melaporkan bahwa lalat buah ini dapat menyerang famili Fabaceae, Combretaceae dan Myrtaceae. Menurut Allwood et al. (1999), famili tanaman yang dapat menjadi inang lalat buah ini yaitu Anacardiaceae,

23 Tabel 3 Tanaman inang lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Polewali Mandar Famili Inang Anarcadiaceae Areceae Annonaceae Bromeliaceae Caricaceae Cucurbitae Musaceae Myrtaceae

Spesies Inang Mangifera indica Spondias dulcis Salacca zalacca Annona squamosa Ananas comorus Carica papaya Luffa acutangula Momordica charantia Musa sp Psidium guajava Syzgium aqueum Syzgium malaccense

Oxalidaceae

Averrhoa carambola

Phyllanthaceae Sapotaceae Sapindaceae Solanaceae

Antidesma bunius Manikara zapota Nephelium lappaceum Capsicum frustescens Solanum melongena Capsicum annum Solanum lycopersicum Total spesies inang Total famili inang

Nama umum Mangga Kedondong Salak Srikaya Nanas Pepaya Gambas Pkawasan Pisang Jambu biji Jambu air Jambu bol Belimbing bintang Buni Sawo Rambutan Cabai rawit Terung Cabai merah Tomat

* * * * * * * -

Spesies Lalat Buaha Bcb Bag Bcc Blf * * * * * * * * * * * * * -

* * -

* * * -

Bds

12 11

7 5

Bet * -

* * * -

-

-

-

-

* *

* -

8 6

4 3

2 1

2 2

a : * = spesies lalat buah yang ditemukan, Bds = B. dorsalis, Bcb = B. carambolae, Bag = B. albistrigata, Bcc = B. cucurbitae, Blf = B. latifrons, Bet = B. emittens

Apocynaceae, Combretaceae, Moraceae, Myrtaceae, Sapotaceae, dan Verbenaceae. Namun demikian famili Sapotaceae, famili Oxalidaceae, dan Solanaceae belum pernah dilaporkan di Indonesia. Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) menyerang tiga famili tanaman yang terdiri dari empat spesies tanaman inang. Suputa et al. (2010) mengemukakan bahwa lalat buah ini menyerang famili Cucurbitae yang terdiri dari spesies Cucumis melo, Cucumis sativus, Cucurbita pepo, Citrullus lanatus, Luffa cylindrical, dan Momordica charantia. Allwood et al. (1999) melaporkan 12 famili yang menjadi inang B. cucurbitae termasuk diantaranya adalah famili Cucurbitae spesies Luffa acutangula dan Momordica charantia, famili Myrtaceae spesies Psidium guajava. Famili Areceae spesies Salacca zalacca belum pernah dilaporkan sebelumnya menjadi inang B. cucurbitae, namun informasi ini masih perlu dikaji lebih lanjut tentang potensi menjadi inang alami atau bukan inang alami. Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) menyerang famili Cucurbitae spesies Luffa acutangula dan famili Sapindaceae spesies Nephelium lappaceum. Siwi et al. (2006) mengemukakan bahwa B. emittens merupakan spesies lalat buah endemik di Sulawesi dan belum ada laporan tentang tanaman inang. Menurut AQIS (2008), B. emittens merupakan spesies yang tertarik dengan antraktan CUE, namun belum diketahui jenis tanaman inangnya. Drew dan Romig (2012a)

24 mengemukakan bahwa lalat buah ini hanya terdapat di pulau Sulawesi, namun belum diketahui jenis tanaman inangnya. Bctrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) menyerang famili solanaceae spesies Solanum melongena dan Solanum lycopersicum. Famili Solanaceae merupakan inang B. (Bactrocera) latifrons (Hendel) (Allwood et al. 1999; Harris et al. 2001). Drew (2004) mengemukakan bahwa lalat buah ini merupakan spesies endemik di daerah Asia Tenggara yang tercatat dapat menyerang 20 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 9 genus dan 8 famili tumbuhan. Siwi et al. (2006) mengemukakan bahwa belum ada konfirmasi jenis tanaman inangnya di Indonesia, namun kemungkinan inang Capsicum annuum. Keanekaragaman lalat buah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tanaman inang dan preferensi lalat buah terhadap inangnya. Nishida (1980) menyatakan bahwa ketersediaan makanan penting dan sangat memengaruhi tingkah laku dan persebaran lalat buah. Dalam suatu daerah lalat buah akan berpindah jika sumber makanan telah berkurang. Menurut Novonty et al. (2005), keanekaragaman tanaman inang di suatu daerah berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies lalat buah di daerah tersebut. Inang yang berasosiasi dengan lalat buah terbanyak adalah L. acutangula dan P. guajava yang diketahui sebagai inang utama dari berbagai spesies lalat buah (Allwood et al. 1999; Harris et al. 2003; Drew 2004; Siwi et al. 2006; AQIS 2008; Suputa et al. 2010; Leblanc et al. 2013). Inang yang hanya berasosiasi dengan satu spesies lalat buah adalah A. comorus, C. papaya, Musa sp, A. bunius, N. lappaceum, S. melongena, C. annum, dan S. lycopersicum. Seleksi tanaman inang diawali dengan pencarian, seleksi, penerimaan, preferensi dan pengenalan inang. Perbedaan kisaran inang yang dimiliki oleh spesies lalat buah dipengaruhi oleh spektrum warna, senyawa kimiawi volatil yang dikeluarkan oleh tanaman inang, preferensi serta persepsi lalat buah terhadap morfologi, nutrisi, persebaran, dan kuantitas tanaman inang serta interaksi terhadap organisme serta individu lain (Christenson & Foote 1960; Bernays & Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Finch & Collier 2000; Binyameen 2013). Deskripsi Morfologi Spesies Lalat Buah 1. Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berukuran sedang berbentuk oval. Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning. Skutum berwarna hitam dengan pola berwarna merah kecoklatan. Lateral postsutural vittae berbentuk paralel, memiliki medial postsutural yellow vittae. Skutum terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Pita mesopleuron mencapai pertengahan antara notopleuron dan anterior notopleural. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band terputus setelah ujung R2+3 dan terdapat spot besar yang terpisah di ujung sayap. Basal costal dan costal tidak berwarna/sangat pucat. Microtrichia hanya pada sudut terluar costal sayap. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan dengan pola hitam „T‟. Abdomen dengan medial longitudinal berwarna hitam sepanjang terga III, terdapat pola seperti huruf „U‟ berwarna hitam pada anterolateral terga IV dan pola segitiga berwarna hitam pada anterolateral terga V. Tungkai berwarna kuning kemerahan (Gambar 12).

25

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 12 Karakter morfologi Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 2. Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berbentuk bulat atau oval. Skutum didominasi warna hitam, terdapat garis medial longitudinal berwarna keputih-putihan. Rambut terdapat pada anterior supra alar dan 2 scutellar bristles. Postpronotal lobes berwarna kuning (sudut anteromedial berwarna hitam), notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe meruncing tidak begitu lebar (sedang) dan berakhir sebelum rambut intra-alar, tidak terdapat medial postsutural vittae. Pita mesopleural tidak mencapai anterior postpronotal lobe. Sayap dengan pola gambaran spsifik, hanya dengan pita hitam melintang mencapai rm dan dm dan pita hitam pada garis anal, costal kedua penuh dengan duri-duri halus (microtrichia), costal band melewati R2+3. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan dengan medial longitudinal dark band yang melebar dari terga III hingga terga V. Tungkai didominasi berwarna kuning pucat (Gambar 13). Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka dengan facial spot berbentuk bulat berukuran sedang. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe meruncing dan berhenti sebelum mencapai seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Pita mesopleuron mencapai pertengahan antara notopleuron dan anterior notopleural. Skutelum berwarna kuning dengan dua rambut skutellar. Sayap dengan basal costal dan costal berwarna kekuningan. Costal band tepat pada R4+5 dan melewati pada ujung sayap. Microtrichia bagian luar sepertiga dari costal. Abdomen terga III-V dengan pola „T‟ hitam dan terpotong pada tergum III. Sisi lateral anterior terga IV dan V berwarna coklat pucat. Tidak terdapat spot warna gelap pada apical femur (Gambar 14). 3.

26

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 13 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 14 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning pucat dengan sepasang facial spot hitam berukuran sedang berbentuk oval. Skutum didominasi warna hitam, terdapat warna coklat pada bagian belakang lateral postsutural vittae, mesonotal suture dan pada postpronotal lobes. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae. Skutum terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Pita mesopleuron mencapai pertengahan antara notopleuron dan anterior notopleural. Sayap dengan costal band sedikit melewati R2+3 dan memanjang hingga ujung R4+5. Sayap dengan basal costal dan costal bening. Microtrichia di hanya luar sudut costal.

4.

27 Abdomen terga III-V berwarna kuning kemerahan dengan pola hitam „T‟ yang lebar. Sudut anterolateral pada terga ke IV berbentuk persegi. Sepasang Ceromae dengan warna cerah. Tungkai terdapat spot pada preapical femur kaki depan betina (Gambar 15). Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) Spesies berukuran sedang. Muka dengan sepasang facial spot hitam besar berbentuk bulat. Skutum didominasi warna hitam dengan warna coklat tua pada bagian belakang lateral postsutural vittae. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae, terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan memiliki dua rambut skutellar. Sayap dengan costal band tepat atau melewati sangat tipis pada R2+3, memanjang dan tidak melebar hingga ujung sayap (apeks). Basal costal dan costal bening/tidak berwarna. Abdomen terga III-V dengan medial longitudinal dark band berukuran sempit dan tanda hitam yang tipis di bagian pinggir (umumnya berbentuk segitiga). Tungkai berwarna hitam kemerahan kecuali bagian apical tibia tengah (Gambar 16). 5.

Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka dengan facial spot hitam berbentuk bulat. Skutum berwarna dasar hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel yang memanjang mencapai seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan dua rambut skutelar. Costal band dengan lebar yang sama hingga ujung sayap. Cells basal costal dan costal berwarna. Costal band melewati R4+5. Abdomen berwarna coklat kemerahan tanpa pola „T‟. Ceromae berwarna gelap cerah. Spesies sebagian besar tubuhnya berwarna kuning kemerahan. Femur berwarna coklat kemerahan atau coklat gelap (Gambar 17).

6.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 15 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

28

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 16 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(d)

(e)

(c)

(f)

Gambar 17 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh (f) 7. Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berbentuk bulat atau oval. Skutum didominasi warna hitam, terdapat garis medial longitudinal berwarna keputih-putihan.Rambut terdapat pada anterior supra alar dan 2 scutellar bristles. Postpronotal lobes berwarna hitam, notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe meruncing tidak begitu lebar (sedang) dan berakhir sebelum rambut intra-alar, tidak terdapat medial postsutural vittae. Garis mesopleural tidak mencapai anterior postpronotal lobe. Sayap dengan pola gambaran spsifik, hanya dengan pita hitam melintang mencapai rm dan dm dan pita hitam pada garis anal. Costal penuh dengan duri-

29 duri halus (microtrichia), costal band melewati R2+3. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan dengan medial longitudinal dark band yang melebar dari terga III hingga terga V. Tungkai didominasi berwarna kuning pucat (Gambar 18). Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka berwarna kuning pucat dengan facial spot hitam berbentuk oval. Skutum didominasi warna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel yang memanjang mencapai seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae. Tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band berwarna hitam tebal dan lebar mencapai R4+5. Basal costal dan costal bening atau tidak berwarna. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan dengan pola „T‟ yang melintang pada anterior terga III dan menutupi bagian lateral. Medial longitudinal band melebar sepanjang terga dan sudut anterolateral terga IV dan V berwarna coklat merah gelap hingga hitam (Gambar 19). 8.

Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan. Skutum didominasi warna hitam kusam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band sedikit melewati R2+3, terdapat spot pada ujung sayap di R4+5. Basal costal dan costal tidak berwarna. Microtrichia hanya pada sudut luar costal. Abdomen terga III-V sebagian besar berwarna kuning kecoklatan, tidak terdapat pola hitam „T‟, kadang-kadang ada pola garis berwarna hitam (Gambar 20). 9.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 18 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

30

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 19 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 20 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 10. Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) Spesies berukuran besar. Muka dengan facial spot hitam berbentuk persegi. Skutum berwarna merah kecoklatan dengan tanda hitam besar yang menyatukan warna dasar. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Pita mesopleural sama lebar dengan notopleron dorsal. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band mencapai R4+5 dan terdapat spot besar pada ujung sayap melewati venasi M. Basal costal dan costal berwarna kuning kemerahan pucat. Abdomen terga III-V berwarna kuning kemerahan dengan pita tipis melintang pada terga III (Gambar 21).

31

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 21 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 11. Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock Muka berwarna kuning kemerahan dengan sepsang facial spot hitam berbentuk bulat panjang berukuran sedang. Skutum berwarna hitam. Skutum didominasi warna hitam, terdapat warna coklat pada bagian belakang lateral postsutural vittae, dan pada postpronotal lobes. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae meruncing (berukuran sedang) berakhir sebelum seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan memiliki dua rambut skutellar. Sayap dengan costal band melewati R2+3, memanjang dan melebar pada ujung sayap. Basal costal dan costal bening/tidak berwarna. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan, medial longitudinal dark berukuran sedang. Abdomen memiliki tranversal black band yang menutupi sepertiga hingga setengah bagian tergum III. Femur berwarna kuning kemerahan dengan spot hitam pada apical femur depan (beberapa spesies spot tidak terlihat), tibia depan dan belakang berwarna gelap hingga kehitaman, tibia tengah berwarna lebih pudar (Gambar 22). 12. Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan sepasang facial spot hitam berukuran sedang. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Mesoplueral stripe mencapai tengah antara anterior margin notopluron dan anterior npl seta dorsal. Lateral postsutural vittae meruncing pada ujung posterior berakhir sebelum intra alar seta, tidak memiliki medial postsutural vittae. Skutelum berwarna kuning. Tungkai berwana kuning kemerahan kecuali tibia belakang lebih gelap. Sayap dengan cells basal costal dan costal tidak berwarna. Micotrichia hanya terdapat di sudut costal, costal band melewati R2+3, anal streak lebar dan gelap. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan tanpa pola hitam „T‟ atau dengan pola „T‟ yang terputus terkadang dengan pola hitam melintang yang tipis pada sudut anterolateral tergum III (Gambar 23).

32

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 22

Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(d)

(e)

(c)

(f)

Gambar 23 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan imago (f) 13. Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berbentuk oval berukuran sedang. Skutum berwarna merah kecoklatan dengan spot gelap diantara postpronotal lobes dan notopleural, terdapat garis lateral dan medial yang tipis. Skutelum berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak terdapat medial postsutural vittae. Tungkai berwarna kuning kemerahan. Sayap dengan basal costal dan costal berwarna kuning kemerahan. Costal band melewati R2+3 memanjang sampai pada ujung sayap dan terdapat pola pada bagian ujung sayap disekitar apical R4+5. Abdomen terga III-V berwarna kuning kemerahan dengan pola „T‟ hitam yang

33 tipis melintang di anterior terga III. Ceromae dengan warna kuning cerah (Gambar 24) . 14. Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) Spesies berukuran kecil hingga sedang. Muka berwarna kuning pucat dengan sepasang facial spot hitam berbentuk oval. Skutum didominasi warna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae, terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Sayap dengan costal band sedikit melewati R2+3 dan memanjang hingga ujung R4+5. Abdomen memiliki tranversal black band yang sempit, ujung sudut anterolateral pada terga IV berbentuk persegi. Abdomen terga III-V dengan pola hitam yang luas. Femur tungkai berwarna kuning pucat, sedangkan tibia tungkai berwarna gelap, tidak terdapat sebuah spot pada preapical femur kaki depan betina. Sepasang Ceromae berwarna cerah. Sterna abdomen berwarna gelap (Gambar 25). 15. Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berbentuk oval. Skutum berwarna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel yang memanjang mencapai seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan dasar hitam yang tipis. Sayap dengan costal band mencapai R4+5 (umumnya lebih pucat pada bagian tengah antara R 2+3 dan R4+5). Basal costal dan costal tidak berwarna. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan dengan pola hitam „T‟. Abdomen terga V dengan Ceromae merah kecoklatan. Semua femur berwarna kemerahan atau dengan spot kecil pada apical atau subapical (Gambar 26).

(a)

(d)

(b)

(e)

(c)

(f)

Gambar 24 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

34

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 25 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 26 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 16. Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan denan sepasang facial spot hitam berukuran sedang berbentuk oval. Skutum berwarna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae meruncing, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan memiliki dua rambut skutellar. Sayap dengan costal band melewati R2+3, memanjang hingga ujung sayap R4+5. Basal costal dan costal bening/tidak berwarna. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan. Abdomen memiliki tranversal black band yang menutupi seperempat bagian tergum III. Medial

35 longitudinal menutupi terga III-V. Sepasang Ceromae berwarna gelap cerah pada tergum V. Sterna abdomen berwarna gelap. Tungkai dengan femur berwarna kuning kemerahan, terdapat spot sekitar setengah apical femur tungkai depan, dan seperempat apical femur tungkai tengah dan belakang. Tibia berwarna gelap (Gambar 27). 17. Bactrocera. (Bactrocera) trifasciata (Hardy) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan denga facial spot hitam berukuran sedang berbentuk oval. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Skutum berwarna oranye kecoklatan dengan lateral longitudinal black bands tebal dari sisi dalam lateral postsutural vittae ke anterior margin berdekatan dengan postpronotal lobes. Lateral postsutural vittae bertipe paralel, tidak memiliki medial postsutural vittae. Skutum dengan spot kuning pada anterior mesonotal suture. Mesopleural stripe hampir mencapai anterior npl. seta dorsal. Skutellum berwarna kuning. Sayap dengan costal band tipis pucat, cubital streak gelap lebih luas, basal costal dan costal gelap pucat. Microtrichia terdapat pada sudut luar hingga setengah sudut costal. Abdomen terga II-V berwarna oranye kecoklatan dengan medial longitudinal black bands lebar dan dua submarginal lateral longitudinal black bands tipis dari setengah posterior tergum II hingga posterior tergum V (Gambar 28). 18. Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius) Spesies berukuran besar. Muka berwarna kuning pucat dengan facial spot hitam berukuran sedang. Skutum didominasi berwarna hitam, pada sisi pinggir lateral dan mesonotal suture berwarna coklat. Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel memanjang hingga mencapai atau melewati seta intra alar. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band mencapai R4+5, terdapat tiga pita tambahan yang melintang dari costal

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 27 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

36

(a)

(c)

(b)

(d)

(e)

(f)

Gambar 28 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) trifasciata (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 29 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) sayap menuju bagian bawah sayap. Abdomen berwarna coklat oranye, medial longitudinal dark band pada terga III-V. Ceromae berwarna oranye kecoklatan cerah pada abdomen terga V. Tungkai didominasi warna kuning pucat (Gambar 29). 19. Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning dengan sepasang facial spot hitam berbentuk bulat berukuran besar. Skutum didominasi warna hitam, terdapat warna coklat pada bagian belakang lateral postsutural vittae, dan pada postpronotal lobes. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral

37 postsutural vittae meruncing (sangat runcing pada ujung) berakhir sebelum seta intra alar, tidak memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan memiliki dua rambut skutellar. Sayap dengan costal band hampir mencapai R4+5, memanjang dan melebar pada ujung sayap, cells bc dan c bening/tidak berwarna atau dengan warna kuning kemerahan pucat. Abdomen terga III-V berwarna oranye kecoklatan, medial longitudinal dark tebal, berbeda dengan lateral longitudinal dark band sangat tipis menutupi terga IV dan V. Sepasang Ceromae berwarna orange kecoklatan cerah pada tergum V. Sterna abdomen berwarna gelap. Femur berwarna kuning kemerahan, tibia depan dan tengah berwarna lebih gelap (Gambar 30). 20. Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy) Spesies berukuran sedang. Muka dengan sepasang facial spot hitam berbentuk oval. Skutum seluruhnya berwarna hitam dan tidak terdapat rambut prescutellar. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, tidak memiliki medial postsutural vittae, terdapat spot kecil berwarna kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan dasar hitam, memiliki empat rambut skutellar. Sayap dengan costal band tepat pada R2+3, melebar pada ujung sayap (apeks) di sekitar R4+5. Cubital streak berwarna gelap. Cells bc dan c bening/tidak berwarna. Microtrichia terdapat di hanya cell c. Abdomen terga III-V berwarna gelap hingga hitam kecuali pada posterocentrally tergum V berwarna kuning kemerahan. Ceromae berwarna gelap dan berwarna kuning kemerahan pada tengah tergum. Sternit abdomen hanya terdapat sedikit indentation pada posterior margin (Gambar 31).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 30 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

38 21. Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy) Spesies berukuran kesil hingga sedang. Muka berwarna kuning kemerahan tanpa spot hitam. Skutum berwarna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutral vittae bertipe paralel atau subparalel, bagian posterior medial postsutral vittae membulat dan bagian anterior lancip,tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture, garis mesopeural mencapai postpronotal lobe. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan spot yang besar pucat pada ujung (apeks), cell basal costa dan costa tidak berwarna. Tungkai seluruhnya berwarna kuning kemerahan tanpa spot hitam. Abdomen berwarna merah kecoklatan pucat kecuali pada anterolateral terga III terdapat spot kecil. Abdomen dengan sterna pucat (Gambar 32).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 31 Karakter morfologi Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 32 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e) dan imago (f)

39 22. Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning pucat dengan spot hitam bulat yang besar. Skutum berwarna merah kecoklatan, terdapat 4 rambut skutella, lateral postsutural vittae menyempit, memiliki medial postsutural vittae. Postpronotal lobe pucat (kuning atau oranye), notoplueron berwarna kunig, mempunyai rambut pada anterior supra alar. Sayap transparan dengan costal band hingga ujung sayap (apeks), akan bertambah pucat antara R2+3 dan R4+5 yang memanjang hingga bertemu spot besar pada ujung sayap. Pita coklat pada venasi sayap melintang dm-cu juga melintang pada sayap venasi sayap rm. Basal costal dan costal bening atau tidak berwarna. Abdomen berwarna oranye kecoklatan dengan pola hitam „T‟, medial longitudinal dark band berukuran sedang. Sudut anterolateral pada terga IV dan V berwarna gelap. Abdomen dengan Ceromae warna cerah pada terga V, sterna abdomen berwarna gelap (Gambar 33). 23. Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam berukuran sedang. Postpronotal lobe dan notopleura. berwarna kuning. Skutum berwarna coklat kemerahan dengan sedikit bercak hitam yang tidak beraturan, memiliki lateral dan medial postsutural yellow vittae, terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Pita mesopleuron mencapai pertengahan seta notopleuron dan anterior notopleural. Skutelum berwarna kuning, terdapat 4 rambut skutella. Sayap terdapat pita tambahan pada costal band dan cubital streak. Sayap dengan pita coklat gelap pada garis kosta menuju ke ujung (apkes) sayap, melebar dan bersambung dengan pita coklat gelap pada vena melintang dm-cu. Abdomen terga III-V berwarna coklat oranye, garis medial longitudinal berwarna hitam terputus pada terga III dan melebar pada terga IV dan V (Gambar 34).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 33 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

40 24. Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering) Spesies berukuran kecil. Muka dengan spot hitam mengkilat yang besar. Skutum berwarna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, memiliki medial postsutural vittae, tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berarna kuning dengan empat rambut skutellar. Sayap tanpa pita tambahan, costal band tepat pada R2+3 memanjang hingga melewati R4+5 di ujung sayap. Basal costal dan costal tidak berwarna/bening. Abdomen terga III-V berwarna kuning kemerahan dengan medial longitudinal yang lebar serta lateral longitudinal yang meluas berwarna gelap hingga hitam (Gambar 35).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 34 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 35 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh (f)

41 25. Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering) Spesies berukuran sedang hingga besar. Muka dengan sepasang facial spot hitam berbentuk bulat. Skutum berwarna dasar hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel atau subparalel, memiliki medial postsutural vittae, terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture. Skutelum berwarna kuning dengan memiliki empat rambut skutellar. Sayap dengan costal band melebar dan terdapat spot pada ujung sayap (apeks). Pada kawasan posterior vena CuA1 terdapat spot gelap. Basal costal dan costal bening/ tidak berwarna. Abdomen berwarna kuning kemerahan dengan pola hitam „T‟ yang lebar. Sudut anterolateral terga IV dan V berwarna hitam. Sternite abdomen pucat (Gambar 36). 26. Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning kemerahan dengan facial spot hitam. Skutum berwarna hitam. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning, lateral postsutral vittae bertipe paralel atau subparalel, medial postsutural vittae berwarna kuning pada bagian posterior membulat dan bagian anterior lancip. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band menuju ke ujung sayap (apeks) dan sedikit melebar pada bagian apical. Pita coklat tebal melintang pada venasi sayap dm-cu. Basal costal dan costal berwarna kuning cerah. Abdomen didominasi berwarna coklat oranye dengan spot kecil di anterolateral corner terga III. Abdomen terga V terdapat garis medial pendek seperti spot berwarna hitam (Gambar 37). 27. Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker) Spesies berukuran sedang. Muka berwarna kuning pucat dengan facial spot hitam berbentuk oval berukuran sedang. Skutum berwarna hitam, skutelum berwarna kuning. Postpronotal lobe dan notopleural berwarna kuning. Lateral postsutural vittae bertipe paralel dengan ukuran sedang yang memanjang hingga mencapai seta intra alar, dan memiliki medial postsutural vittae.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 36 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), dan abdomen (d)

42 Sayap dengan costal band melewati R2+3 yang memanjang mencapai spot yang terletak di ujung sayap. Cubital streak melebar berwarna gelap. Abdomen berwarna kuning pucat dengan pola „T‟ berwarna hitam. Sudut anterolateral pada terga IV dan V berwarna hitam dan lebar. Ceromae dengan warna cerah pada terga V (Gambar 38). 28. Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere Sepesies berukuran besar. Muka dengan facial spot berwarna hitam berbentuk oval. Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning. Skutum berwarna coklat kemerahan, memiliki medial postsutural yellow vittae berukuran sedang sejajar

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 37 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 38 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker) pada kepala (a), toraks (b), lateral toraks (c), abdomen (d), sayap (e), dan imago (f)

43 dengan garis mesonotal suture hingga sekitar dua pertiga jarak skutelum, tidak memiliki lateral postsutural yellow vittae. Skutelum berwarna kuning dengan bagian pangkal lebar berwarna merah kehitaman. Rambut pada toraks sc. 2, prsc. tidak ada, ia. 1, p.sa. 1, sa. 1, anepst. 1, npl. 2, scp. tidak ada. Sayap degan costal band melewati R4+5 bermula dari pangkal sampai apeks sayap. Basal costal dan costal berwarna gelap tertutupi oleh microtrichia. Abdomen dengan pinggang yang kuat, terdapat cincin kuning pada pinggang. Abdomen terga III-V berwarna gelap hingga hitam. Femur berwarna kuning pucat dan bagian apical tibia depan, tengah dan belakang berwarna hitam kecoklatan (Gambar 39). 29. Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann Spesies berukuran besar. Muka dengan facial spot berwarna hitam berbentuk bulat. Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning. Skutum berwarna coklat kemerahan, tidak memiliki lateral dan medial postsutural yellow vittae. Skutelum berwarna kuning dengan bagian pangkal lebar berwarna hitam kemerahan. Femur berwarna kuning pucat dan bagian apical tibia depan, tengah dan belakang berwarna hitam kecoklatan. Rambut sc 2, prsc tidak ada, ia 1, p.sa 1, sa 1, anepst 1, npl 2, scp 4. Sayap dengan costal band melewati R4+5 bermula dari pangkal sampai ujung sayap. Basal costal dan costal berwarna gelap dan tertutupi dengan microtrichia. Abdomen dengan pinggang yang kuat, terdapat cincin kuning pada pinggang. Abdomen terga III-V berwarna gelap hingga hitam. Pecten terdapat pada tergum III (Gambar 40). 30. Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock Genus Dacus memiliki karakter morfologi yang spesifik yaitu abdomen berpetiole dengan terga bersatu. Spesies berukuran besar, muka dengan facial spot berbentuk oval. Postpronotal lobes dan notopleura berwarna kuning. Skutum berwarna hitam dengan warna merah kecoklatan sisi anterior dan anterolateral. Skutelum berwarna kuning kecoklatan. Lateral dan medial postsutural vittae tidak ada. Garis mesoplueral mencapai anterior notoplueron (npl) seta. Sayap dengan

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 39 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

44 costal band melewati R4+5. Microtrichia padat menutup seluruh sel costal dan duapertiga sel basal costal. Tungkai berwarna coklat kehitaman. Abdomen terga III-V berwarna merah kecoklatan dengan pita medial longitudinal tipis. Ceromae berwarna merah-kecoklatan cerah (Gambar 41). Bactrocera sp Spesies berukuran sedang. Spesies ini sekilas mirip dengan B. umbrosa. Muka berwarna kuning pucat dengan facial spot hitam berukuran sedang. Skutum didominasi berwarna hitam, pada sisi pinggir lateral dan mesonotal suture berwarna coklat, postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning. Lateral 31.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 40 Karakter morfologi Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

(a)

(b)

(d)

(e)

(c)

(f)

Gambar 41 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)

45 postsutural vittae bertipe paralel memanjang hingga mencapai atau melewati seta intra alar. Skutelum berwarna kuning. Sayap dengan costal band mencapai R4+5, terdapat tiga pita tambahan yang melintang dari costal sayap menuju bagian bawah sayap, 2 pita tamabahan bersambung. Abdomen berwarna coklat oranye, medial longitudinal dark band sangat tipis. Ceromae berwarna oranye kecoklatan cerah pada abdomen terga V. Tungkai didominasi warna kuning pucat (Gambar 42).

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

Gambar 42 Karakter morfologi Bactrocera sp. pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) Kunci Identifikasi Lalat Buah Kunci lalat buah yang ditemukan pada metode pemeliharaan inang serta pemasangan perangkap pada penelitian ini dibuat dalam format teks dan format digital dengan menggunakan program Lucid Phoenix. Pembuatan kunci identifikasi lalat buah diawali dengan membuat matriks karakter morfologi dengan format tabulasi dari seluruh spesies lalat buah yang ditemukan (Lampiran 2 dan 3). Kunci dikotomi terdiri dari serangkaian divisi atau dikotomi yang masingmasing menunjukkan dua set alternatif dan kekhasan yang membedakan satu kelompok taksa dengan kelompok lainnya. Kunci alternatif dengan membuat dikotomi untuk setiap kunci disebut untaian (couplet) dan diantara masing-masing untaian terdapat dua alternatif karakter yang disebut sebagai lead. Dalam couplet, lead harus dimulai dengan kata yang sama dan lead yang mengarah ke couplet yang berdekatan harus dimulai dengan kata yang berbeda, dengan cara ini pengguna kunci akan mudah menyamakannya dengan spesimen. Penggunaan label untuk menunjukkan couplet sebelumnya atau nomor yang sebelumnya membantu untuk tidak mengulangi identifikasi karakter yang sama kembali (Lampiran 4) (Quicke 1993). Lucid Key Phoenix merupakan suatu program pembuat kunci identifikasi dikotomi secara interaktif. Program ini merupakan perkembangan lanjut dari kunci manual identifikasi. Lucid dibuat untuk mendesain, menyebarkan,

46 mengelola dan menjalankan kunci identifikasi dikotomi, yaitu kunci dengan dua pilihan pernyataan secara berpasangan. Kunci Lucid membagi tampilan menjadi empat kolom yaitu, kolom 1 berisi sepasang pernyataan atau pertanyaan, kolom 2 berisi tentang informasi pernyataan yang telah dipilih dari kolom 1, kolom 3 berisi informasi mengenai sesuatu yang dimaksud berdasarkan pernyataan-pernyataan terpilih pada kolom 1 dan 2, sedangkan kolom 4 berisi tentang sesuatu yang tidak termasuk dalam pernyataan-pernyataan terpilih di kolom 1 dan 2. Identifikasi sampel lalat buah pada prinsipnya adalah memilih karakter yang tersaji pada program Lucid di kolom 1. Karakter yang dipilih adalah karakter yang sesuai dengan sampel lalat buah yang diidentifikasi (sampel lalat buah yang ditemukan), karena secara otomatis program akan mengarahkan sampel ke suatu nama spesies lalat buah tertentu yang karakternya sesuai. Kunci interaktif ini akan mempermudah proses pengidentifikasian sampel, karena disertai gambar untuk mempermudah mengenali karakter, sehingga akan memperkecil kesalahan dalam proses identifikasi. Tahapan pembuatan kunci interaktif dengan program Lucid diawali dengan memindahkan kunci dikotomi yang ditulis pada Ms.Word ke dalam notepad, selanjutnya create new key pada program Lucid dan Import Key untuk memasukkan file notepad ke dalam program, kemudian Export the current file to Phoenix Builder untuk menampilkan kunci dalam program, selanjutnya Preview Key untuk melihat kunci yang telah berhasil dibuat. Setelah itu, file kunci tersebut disimpan dengan nama “Kunci Identifikasi Lalat di Buah Sulawesi Barat.Ip3”. Foto dari setiap karakter ditambahkan ke dalam program setelah kunci berhasil dibuat (Gambar 43).

Gambar 43 Tampilan pertama kunci identifikasi dikotomi dalam program Lucid Phoenix

47 Langkah identifikasi sampel lalat buah dengan program Lucid adalah sebagai berikut: Kolom 1 adalah pernyataan atau pertanyaan yang salah satu gambar atau tulisan harus di klik, misalnya sampel yang memiliki karakter abdomen yang berpetiole, terga abdomen tidak bersatu menunjukkan sampel lalat buah merupakan genus Bactrocera. Karakter yang sudah dipilih berdasarkan pernyataan pada kolom satu akan berada pada kolom dua. Kolom tiga menunjukkan kemungkinan spesies-spesies lalat buah yang akan dipilih. Kolom empat menunjukkan spesies-spesies lalat buah yang tidak termasuk pada pernyataan karakter yang dipilih. Langkah ketiga dan keempat pada prinsipnya sama, yaitu memilih karakter yang sesuai dengan sampel pada Lucid. Tahapan yang paling terakhir (pada tampilan “identification complete‟) menunjukkan nama spesies dari sampel yang diidentifikasi. Contoh sampel yang diidentifikasi adalah Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) (Gambar 44-47). Pada kolom 2 diperlihatkan karakter-karakter yang dipilih selama proses identifikasi (Gambar 48). Karakter tersebut merupakan karakter yang dimiliki oleh D. orthlomatus. Karakter-karakter morfologi yang digunakan dalam identifikasi berbeda-beda setiap spesiesnya, sehingga mempengaruhi panjangnya langkah-langkah identfikasi dalam Lucid. Semakin banyak persamaan karakter morfologi yang dimiliki, maka semakin panjang langkah identifikasi yang dilakukan.

Gambar 44 Langkah pertama tampilan “Preview Key” untuk memulai langkah identifikasi lalat buah

48

Gambar 45 Langkah kedua memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang diidentifikasi

Gambar 46 Langkah ketiga memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang diidentifikasi

49

Gambar 47 Langkah keempat identifikasi sampel telah selesai (nama spesies telah diketahui

(a)

(c)

Identifikasi selesai

(b) Gambar 48 Hasil identifikasi (nama spesies telah diketahui), pernyataan karakter morfologi (a), pernyataan karakter yang telah dipilih (b), spesies yang telah diidentifikasi (c)

50

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Jumlah lalat buah yang tertangkap dari perangkap ME dan CUE di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat adalah 30 spesies. Enam spesies diantaranya juga ditemukan pada 20 jenis tanaman hortikultura hasil pemeliharaan buah terserang lalat buah. Jumlah spesies lalat buah yang tertangkap dari kawasan hutan lebih banyak dibandingkan dengan kawasan pemukiman, yaitu masing-masing 27 dan 23 spesies. Beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu Bactrocera (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae. Lalat buah dominan yang ditemukan adalah B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, dan B. (Bactrocera) limbifera. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus) emittens merupakan lalat buah yang bersifat polifag, sedangkan B. (Bactrocera) latifrons bersifat oligofag. Spesies lalat buah yang termasuk ke dalam kategori OPTK A2 yaitu B. musae dan B. occipitalis. Sedangkan spesies lalat buah yang berperan sebagai hama yaitu B. albistrigata, B. carambolae, B. dorsalis, B. latifrons, B. cucurbitae, dan B. emittens. Beberapa tanaman merupakan inang yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terserang oleh lalat buah berikut, yaitu Gambas (L. acutangula) inang dari B. dorsalis, Buni (A. bunius) inang dari B. carambolae, Sawo (M. zapota), Belimbing bintang (A. carambolae), dan Cabai rawit (C. frustescens) inang dari B. albistrigata, Salak (S. zalacca) inang dari B. cucurbitae, Gambas (L. acutangula) dan Rambutan (N. lappaceum) inang dari B. emittens, serta Terung (S. melongena) dan Tomat (S. lycopersicum) inang dari B. latifrons. Kunci identifikasi lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini dibuat dalam format kunci dikotomi dan kunci interaktif dengan menngunakan program komputer Lucid Key Phoenix. Kunci identifikasi tersebut dilengkapi dengan gambar dan disusun berdasarkan karakter morfologi lalat buah yang ditemukan. Kunci identifikasi ini diharapkan dapat membantu bagi pengguna dalam mengidentifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat. Saran Penelitian tentang sebaran dan status inang lalat buah di Provinsi Sulawesi Barat perlu dilanjutkan sebagai upaya dalam pengelolaan lalat buah pada tanaman buah serta mendukung sistem perkarantinaan.

51

DAFTAR PUSTAKA [ACIAR] Australian Centre for International Agricultural Research. 1998. Fruit fly in Malaysia and Thailand 1985-1993. Canberra (AU): ACIAR. Allwood A, Vueti E, Leblanc L, Bull R. Eradication of introduced Bactrocera species (Diptera: Tephritidae) in Nauru using male annihilation and protein bait application techniques. Di dalam: Veitch C, Clout M, editor. Turning the tide: the eradication of invasive species;2002 Cambridge, (UK): IUCN Species Specialist Group. hlm 19-25. Allwood AJ, Chinajariyawong A, Kritsaneepaiboon S, Drew R, Hamacek E, Hancock D, Hengsawad C, Jipanin J, Jirasurat M, Krong CK. 1999. Host plant records for fruit flies (Diptera: Tephritidae) in Southeast Asia. Raffles Bull Zool. 47(Supp 7):1-92. Aluja M, Liedo P, editor 1993. Fruit Flies: Biology and Management. New York (US):LLC Press. Aluja M, Norrbom A. 1999. Fruit Flies (Tephritidae): Phylogeny and Evolution of Behavior. Washington (US):CRC Press. [AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Fruit Flies of Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Griffith University Brisbane (AU): AQIS. Bateman M. 1972. The ecology of fruit flies. Annu Rev Entomol. 17(1):493-518. Bernays E, Chapman RF. 1994. Host-plant selection by phytophagous insects. New York (US): International Thomson Publishing Company. Binyameen M. 2013. Olfactory mechanisms of host selection in phytophagous insects, Behavior, Neuron, and Receptor [disertasi]. Alnarp (SE): Swedish University of Agricultural Sciences. BPS. 2013. Provinsi Sulawesi Barat. Perkembangan produksi sayuran dan buahbuahan semusim tahun 2011-2012. Mamuju (ID): Badan Pusat Statistik. Christenson L, Foote R. 1960. Biology of fruit flies. Annu Rev Entomol. 5(1):171192. Chuah C, Yong H, Goh S. 1997. Methyl eugenol, a fruit-fly attractant, from the browning leaves of Proiphys amboinensis (Amaryllidaceae). Biochem Syst Ecol. 25(5):391-393. Cowley J. 1990. A new system of fruit fly surveillance trapping in New Zealand. N Z Entomol. 13(1):81-84. Drew R. 2012. Pest fruit fly species in Asia, South-East Asia and the South Pacific Region. Fruit Flies of Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Griffith University Brisbane (AU): ICMPFF. Drew R, Hancock D, White I. 1998. Revision of the tropical fruit flies (Diptera : Tephritidae : Dacinae) of South-east Asia. II. Dacus Fabricius. Invertebr Taxon. 12:567-654. Drew R, Ma J, Smith S, Hughes J. 2011. The taxonomy and phylogenetic relationships of species in the Bactrocera musae complex of fruit flies (Diptera: Tephritidae: Dacinae) in Papua New Guinea. Raffles Bull Zool. 59:145-162. Drew R, Romig M. 2012a. Fruit Fly Species (Diptera: Tephritidae: Dacinae) Recorder in Indonesia. Griffith University Brisbane (AU): ICMPFF.

52 Drew R, Romig MC. 2012b. Quarantine surveillance for tropical fruit flies (Tephritidae: Dacinae). Fruit Flies of Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Griffith University Brisbane (AU): ICMPFF. hlm 7-20. Drew RA. 1989. The tropical fruit flies (Diptera: Tephritidae: Dacinae) of the Australians and Oceanian regions. Brisbane (AU): Memoirs of the Queensland Museum. Drew RAI. 2004. Biogeography and speciation in the Dacini (Diptera: Tephritidae: Dacinae). Bishop Mus Bull Entomol. 12:165-178. Drew RAI, Hancock DL. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies (Diptera: Tephritidae: Dacinae) in Asia. Bull Entomol Res. 2:1-68. doi:10.1017/S1367426900000278 Enkerlin W, Mumford J. 1997. Economic Evaluation of Three Alternative Methods for Control of the Mediterranean Fruit Fly (Diptera: Tephritidae) in Israel, Palestinian Territories, and Jorda. J Econ Entomol. 90(5):10661072. Fahrig L, Baudry J, Brotons L, Burel FG, Crist TO, Fuller RJ, Sirami C, Siriwardena GM, Martin JL. 2011. Functional landscape heterogeneity and animal biodiversity in agricultural landscapes. Ecol Lett. 14(2):101-112. Falcao R, Castellani MA, Ribeiro A, Perez-Maluf R, Moreira AA, Nagamoto NS, do Nascimento AS. 2012. Faunal analysis of the species Anastrepha in the fruit growing complex Gavião River, Bahia, Brazil. Bull Insectol. 65(1):37-42. Finch S, Collier R. 2000. Host‐plant selection by insects–a theory based on „appropriate/inappropriate landings‟ by pest insects of cruciferous plants. Entomol experimental Applic. 96(2):91-102. Ginting R. 2009. Keanekaragaman lalat buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis risiko hama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardy D. 1968. The fruit fly types in the Naturhistorisches Museum, Wien (Tephritidae-Diptera). Ann Naturhistor Mus Wien:107-155. Hardy D. 1969. Taxonomy and distribution of the Oriental fruit fly and related species (Tephritidae-Diptera). Procc Hawaiian Entomol Soc. 20(2):395428. Harris EJ, Liquido NJ, Spencer JP. 2001. Distribution and host utilization of Bactrocera latifrons (Diptera: Tephritidae) on the island of Kauai, Hawaii. Procc Hawaiian Entomol Soc. 35:55-66. Hasyim A, Boy A, Hilman Y. 2010. Respons Hama Lalat Buah Jantan terhadap beberapa Jenis Atraktan dan Warna Perangkap di Kebun Petani. J Hort. 20(2). [IAEA] Interntional Atomic Energy Agency. 2003. Trapping guidelines for areawide fruit fly programmes. Vienna (AT): IAEA. Ibrahim R, Ibrahim AG, editor 1990. Handbook on identification of fruit flies in the tropics. Selangor Darul Ehsan (MY):University Pertanian Malaysia Press. [ISPM] International Standars for Phytosanitary Measures. 2006. ISPM 26 (2006); Establishment of pest free areas for fruit flies (Tephritidae). Roma (IT): IPPC-FAO.

53 [ISPM] International Standars for Phytosanitary Measures. 2007. ISPM 29 (2007); Recognition of free areas and areas of low pest prevalence. Roma (IT): IPPC-FAO. [ISPM] International Standars for Phytosanitary Measures. 2008. ISPM 30 (2008); Establishment of areas of low pest prevalence for fruit flies (Tephritidae) Roma (IT): IPPC-FAO. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 Tahun 2011 tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementan. Larasati A. 2012. Persebaran Keanekaragaman dan Kunci Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Larasati A, Hidayat P, Buchori D. 2013. Keanekaragaman dan persebaran lalat buah Tribe Dacini (Diptera: Tephritidae) di Kabupaten Bogor dan sekitarnya. J Entomol Indones. 10(2):51-59. doi:10.5994/jei.10.2.51 Leblanc L, Vueti E, Allwood A. 2013. Host Plant Records for Fruit Flies (Diptera: Tephritidae: Dacini) in the Pacific Islands: 2. Infestation Statistics on Economic Hosts. Proc Hawaii Entomol Soc. 45(1):83–117. Magid F, Ali E, Khair AM, Mahmoud M. 2012. Seasonal Abundance of Tephritid Fruit Flies in Shendi Area, Sudan. Persian Gulf Crop Protect. 1(1):12-17. Mahmood K. 2004. Identification of pest species in oriental fruit fly, Bactrocera dorsalis (Hendel)(Diptera: Tephritidae) species complex. Pak J Zool. 36(3):219-230. Maryati A. 2008. Preferensi Spesies Lalat Buah terhadap Atraktan Metil Eugenol dan Cue-Lure dan Populasinya di Sumatera Barat dan Riau. J Hort. 18(2). Mcpheron B, Steck GJ, editor 1996. Fruit Fly Pests. A World Assessment of Their Biology and Management. St. Luice Press (US):Florida. Nishida T. 1980. Food system of tephritid fruit flies in Hawaii. Procc Hawaiian Entomol Soc. 23(2):254-245. [PHA] Plant Health Australia. 2011. The Australian Handbook for the Identification of Fruit Flies. Canbera (AU): PHA. Quicke DL. 1993. Principles and Techniques of Contemporary Taxonomy. London (UK): Balckie Academic & Profesional. Sarjan M, Yulistiono H, Haryanto H. 2010. Kelimpahan dan Komposisi Spesies Lalat Buah Pada Lahan Kering di Kabupaten Lombok Barat. Schutze MK, Aketarawon N, Amornsak W, Armstrong KF, Augustinos AA, Barr N, Bo W, Bourtzis K, Boykin LM, Cáceres C et al. . 2014. Synonymization of key pest species within the Bactrocera dorsalis species complex (Diptera: Tephritidae): taxonomic changes based on a review of 20 years of integrative morphological, molecular, cytogenetic, behavioural and chemoecological data. Syst Entomol:1-16. doi:10.1111/syen.12113 Shelly T, Epsky N, Jang EB, Reyes-Flores J, Vargas R. 2014. Trapping and the Detection, Control, and Regulation of Tephritid Fruit Flies. New York (US): Springer Dordrecht Heidelberg Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bîoekologi Lalat Buah Penting dï Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

54 Suputa, Taufiq A. 2006. Pelatihan Teknis Identifikasi Lalat Buah Wilayah Dukungan Teknis Lingkup Balai Besar Karantina Tumbuhan Tanjung Perak, Departemen Pertanian. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Suputa, Trisyono Y, Martono E, Siwi SS. 2010. Pembaruan informasi kisaran inang spesies lalat buah di Indonesia. J Perlintan. 16(2):62-75. Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar Biosistematika: Teori dan Praktek. Jakarta (ID): LIPI Press. Vargas RI, Shelly TE, Leblanc L, Piñero JC. 2010. Recent Advances in Methyl Eugenol and Cue-Lure Technologies for Fruit Fly Detection, Monitoring, and Control in Hawaii. Elsevier Inc. 83:575-595. Vargas RI, Stark JD, Kido MH, Ketter HM, Whitehand LC. 2000. Methyl eugenol and cue-lure traps for suppression of male oriental fruit flies and melon flies (Diptera: Tephritidae) in Hawaii: effects of lure mixtures and weathering. J Econ Entomol. 93(1):81-87. Vayssières J-F, Korie S, Ayegnon D. 2009. Correlation of fruit fly (Diptera Tephritidae) infestation of major mango cultivars in Borgou (Benin) with abiotic and biotic factors and assessment of damage. Crop protect. 28(6):477-488. West SA, Cunningham JP. 2002. A general model for host plant selection in phytophagous insects. J Theor Biol. 214(3):499-513. doi:10.1006.2001.2475 White I, Harris EMM. 1994. Fruit Flies of Economic Significance: Their Identification and Bionomics. Wallingford (UK): CAB International.

55

LAMPIRAN

56 Lampiran 1 Sebaran spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Polewali Mandar Tanaman Inang (Nama Umum)

Atraktana

Lokasi Administratif

D. (Mellesis) conopsoides Hardy

Tidak diketahui

CUE

D. (Callantra) longicornis Wiedemann

Tidak diketahui

CUE

D. (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock B. (Asiadacus) apicalis (de Meijere)

Tidak diketahui

CUE

Belang-belang, Toabo, Bunde (Mamuju); Tabolang, Tobinta, Kambunong, Polopangale, Pololereng, Tobadak (Mamuju Tengah); Batetangga, Botto (Polewali Mandar) Belang-belang, Toabo (Mamuju); Polopangale, Pololereng, Tabolang (Mamuju Tengah) Tobinta (Mamuju Tengah)

Tidak diketahui

CUE

B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius)

Tidak diketahui

ME

B. (Bactrocera) moluccensis (Perkins)

Tidak diketahui

CUE

Spesies

B. (Bactrocera) latifrons (Hendel)

B. (Bactrocera) megaspilus (Hardy) B. (Bactrocera) limbifera (Bezzi)

Solanaceae: Solanum melongena (Terung) Solanum lycopersicum (Tomat) Tidak diketahui

CUE

Tidak diketahui

CUE

Belang-belang, Botteng (Mamuju); Kuo (Mamuju Tengah) Botteng Utara, Botteng, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Bebanga, Toabo, Bunde (Mamuju); Kuo, Tobinta, Kambunong, Tasokko, Pololereng, Polopangale, Salogatta, Tobadak, Tabolang Toa (Mamuju Tengah); Kelapa Dua, Kelapa Dua Selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto, Bumiayu (Polewali Mandar) Botteng, Takandeang, Tadui, Bebanga, Toabo, Bunde (Mamuju); Tabolang, Kambunong, Pololereng (Mamuju Tengah); Tonrolima, Ugiaru, Botto (Polewali Mandar) Gentungan, Orobatu (Mamuju); Pololereng, Tobadak, Kuo, Lemolemo (Mamuju Tengah); Bumiayu, Bonra, Darma, Patongko, Tumpiling (Polewali Mandar) Gentungan (Mamuju); Polewali, Patongko (Polewali Mandar) Kelapa Dua, Anreapi, Batetangga (Polewali Mandar) Botteng, Botteng Utara, Takandeang, Tadui, Ketapi, Bunde (Mamuju); Tabolang, Kambunong, Tasokko, (Mamuju Dua Selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring, Botto (Polewali Mandar)

57 Lampiran 1 (Lanjutan) Tanaman Inang (Nama Umum)

Atraktana

Lokasi Administratif

B. (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh)

Tidak diketahui

CUE

B. (Bactrocera) enigmatica (Hardy)

Tidak diketahui

CUE

B. (Bactrocera) beckerae (Hardy)

Tidak diketahui

CUE

Belang-belang, Botteng, Botteng Utara, Binanga (Mamuju); Kelapa Dua, Kelapa Dua Selatan, Anreapi (Polewali Mandar) Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga (Polewali Mandar) Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring (Polewali Mandar) Belang-belang, Botteng, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Ketapi, Toabo, Bunde (Mamuju); Kuo, Tabolang, Tobinta, Kambunong, Tasokko, Polopangale, Pololereng, Salogatta, Tobadak, Tabolang toa (Mamuju Tengah); Kelapa dua, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto, Bumiayu (Polewali Mandar) Gentungan, Galung, Tadui, Campaloga (Mamuju); Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah); Watawar, Laliko, Bonra, Bumiayu, Sumberjo, Darma, Pekkabata, Madatte (Polewali Mandar) Ambelawa (Polewali Mandar)

Spesies

B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel)

ME

Anarcadiaceae: Mangifera indica (Mangga)

Annonaceae: Annona squamosa (Srikaya) Bromeliaceae: Ananas comorus (Nanas) Caricaceae: Carica papaya (Pepaya) Cucurbitae: Luffa acutangula (Gambas) Malvaceae: Durio zibethinus (Durian) Musaceae: Musa sp. (Pisang) Myrtaceae: Psidium guajava (Jambu biji)

Campaloga (Mamuju); Polopangale, Pololereng (Mamuju Tengah) Patidi (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah); Bonra, Bumiayu (Polewali Mandar) Rantemario (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah) Binanga, Botteng (Mamuju); Polopangale (Mamuju Tengah) Bambu, Simboro (Mamuju); Pololereng, Salogatta (Mamuju Tengah); Kelapa dau (Polewali Mandar) Kalukku, Simboro, Buanasakti (Mamuju); Tobadak, Tabolang toa, Kabubu, Lemo-lemo, Pololereng,

58 Lampiran 1 (Lanjutan) Spesies

B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi)

Tanaman Inang (Nama Umum)

Solanaceae: Capsicum frustescens (Cabai rawit) Capsicum annum (Cabai besar) Tidak diketahui

B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock

Atraktana

Topoyo (Mamuju Tengah); Bumiayu, Polewali (Polewali Mandar) Kabubu, Lemo-lemo (Mamuju Tengah); Bumiayu, Patongko (Polewali Mandar)

ME

ME

Anarcadiaceae: Mangifera indica (Mangga)

Myrtaceae: Psidium guajava (Jambu biji)

Syzgium aqueum (Jambu air)

Syzgium malaccense (Jambu bol) Oxalidaceae: Averrhoa

Lokasi Administratif

Bumiayu, Tumpiling (Polewali Mandar) Belang-belang, Botteng, Botteng Utara, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Ketapi, Bebanga, Toabo, Bunde (Mamuju); Kuo, Tasokko, Polopangale, Pololereng, Tobadak (Mamuju Tengah); Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto, Bumiayu (Polewali Mandar) Belang-belang, Botteng, Botteng utara, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Ketapi, Bebanga, Toabo, Bunde (Mamuju); Polopangale, Salogatta, Tobadak (Mamuju Tengah); Kelapa dua, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto, Bumiayu (Polewali Mandar) Gentungan, Galung, Tadui, Campaloga (Mamuju); Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah); Watawar, Laliko, Bonra, Bumiayu, Sumberjo, Darma, Pekkabata, Madatte (Polewali Mandar) Kalukku, Simboro, Buanasakti (Mamuju); Tobadak, Tabolang toa, Kabubu, Lemo-lemo, Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah); Bumiayu, Polewali (Polewali Mandar) Buanasakati, Campaloga, Binanga (Mamuju); Kabubu, Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah), Watawar, Lapeo, Bumiayu, Reajaya (Polewali Mandar) Takandeang, Buanasakti (Mamuju) Tommo dua, Buanasakti, Bunde, Tasiu (Mamuju); Kuo, Pololereng

59 Lampiran 1 (Lanjutan) Spesies

Tanaman Inang (Nama Umum)

Atraktana

carambola (Belimbing bintang) Phyllanthaceae: Antidesma bunius (Buni) Sapotaceae: Manikara zapota (Sawo)

(Mamuju Tengah), Botto, Anreapi (Polewali Mandar) Kabubu (Mamuju Tengah)

B. (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock B. usitata Drew & Hancock

Tidak diketahui

ME

Tidak diketahui

CUE

B. (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock

Tidak diketahui

CUE

B.(Bactrocera) trifasciata (Hardy) B. (Bactrocera) musae (Tryon)

Tidak diketahui

CUE

Tidak diketahui

ME

B. (Paradacus) angustifinis (Hardy)

B. (Zeugodacus) exornata (Hering) B. (Zeugodacus) emittens (Walker)

CUE

Tidak diketahui

CUE CUE

Cucurbitae: Luffa acutangula (Gambas) Sapindaceae: Nephelium lappaceum (Rambutan)

Lokasi Administratif

Toabo, Campaloga (Mamuju); Topoyo, Tabolang, Salogatta, Pololereng (Mamuju Tengah); Bonra (Polewali Mandar) Botteng, Binanga, Simboro, Tadui (Mamuju) Botteng, Binanga (Mamuju); Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring (Polewali Mandar) Belang-belang, Takandeang, Simboro, Ketapi (Mamuju); Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi (Polewali Mandar) Binanga (Mamuju) Belang-belang, Botteng, Botteng utara, Takandeang, Ketapi, Bunde (Mamuju); Tabolang, Kambunong, Polopangale, Pololereng, Tobadak, Tabolang toa (Mamuju Tengah); Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Mirring, Tonrolima, Botto (Polewali Mandar) Botteng utara, Takandeang (Mamuju); Tasokko (Mamuju Tengah); Kelapa dua, Anreapi, Batetangga (Polewali Mandar) Bunde (Mamuju); Botto (Polewali Mandar) Botteng, Takandeang, Toabo (Mamuju); Kambunong, Salogatta Mamuju Tengah); Kelapa dua, Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga (Polewali Mandar) Rantemario (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah) Polopangale (Mamuju Tengah)

60 Lampiran 1 (Lanjutan) Spesies

Tanaman Inang (Nama Umum)

B. (Zeugodacus) albistrigata (de Meijere)

Atraktana

Lokasi Administratif

CUE

Belang-belang, Botteng utara, Botteng, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Ketapi, Toabo, Bunde (Mamuju); Kuo, Tabolang, Kambunong, Tasokko, Polopangale, Pololereng, Salogatta, Tobadak, Tabolang toa (Mamuju Tengah); Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto, Bumiayu (Polewali Mandar) Patidi, Bunde, Toabo (Mamuju); Darma (Polewali Mandar)

Anarcadiaceae: Spondias dulcis (Kedondong) Cucurbitae: Luffa acutangula (Gambas) Myrtaceae: Psidium guajava

Rantemario (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah) Kalukku, Simboro, Buanasakti (Mamuju); Tobadak, Tabolang toa, Kabubu, Lemo-lemo, Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah); Bumiayu, Polewali (Polewali Mandar) Buanasakati, Campaloga, Binanga (Mamuju); Kabubu, Pololereng, Topoyo (Mamuju Tengah), Watawar, Lapeo, Bumiayu, Reajaya (Polewali Mandar) Takandeang, Buanasakti (Mamuju)

(Jambu biji)

Syzgium aqueum (Jambu air)

B. (Zeugodacus) frauenfeldi (Schiner) B. (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett)

Syzgium malaccense (Jambu bol) Oxalidaceae: Averrhoa carambola (Belimbing bintang) Sapotaceae: Manikara zapota (Sawo) Solanaceae: Capsicum frustescens (Cabai rawit) Tidak diketahui

Buanasakti, Bunde, Tasiu (Mamuju); Kuo, Pololereng (Mamuju Tengah), Botto, Anreapi (Polewali Mandar) Toabo (Mamuju); Topoyo, Salogatta, Pololereng (Mamuju Tengah) Kabubu, Lemo-lemo (Mamuju Tengah); Bumiayu (Polewali

CUE CUE

Mandar) Binanga (Mamuju) Botteng, Botteng utara, Takandeang, Binanga, Simboro, Tadui, Toabo, Bunde (Mamuju); Tabolang, Kambunong,

61 Lampiran 1 (Lanjutan) Spesies

Tanaman Inang (Nama Umum)

Atraktana

Polopangale, Pololereng, Salogatta, Tobadak, Tabolang toa (Mamuju Tengah); Mirring, Tonrolima, Bumiayu (Polewali Mandar) Campaloga (Mamuju); Polopangale (Mamuju Tengah)

Areceae: Salacca zalacca (Salak) Cucurbitae: Luffa acutangula (Gambas) Momordica charantia (Pkawasan) Myrtaceae: Psidium guajava (Jambu biji)

Rantemario (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah) Gentungan (Mamuju); Pololereng (Mamuju Tengah); Darma, Sulewatan (Polewali Mandar) Simboro, Buanasakti (Mamuju); Tobadak, Kabubu, Lemo-lemo, Pololereng (Mamuju Tengah); Bumiayu (Polewali Mandar)

B. (Zeugodacus) persignata (Coquillett)

Tidak diketahui

CUE

B. (Zeugodacus) abnormis (Hardy)

Tidak diketahui

CUE

B. (Zeugodacus) tau (Walker)

Tidak diketahui

CUE

a

: ME= Methyl eugenol, CUE= Cue lure

Lokasi Administratif

Botteng utara, Takandeang, Binanga, Simboro, Ketapi, Toabo, Bunde (Mamuju); Polopangale, Salogatta, Tobadak (Mamuju Tengah); Kelapa dua selatan, Anreapi, Batetangga, Mirring, Tonrolima, Ugibaru, Botto (Polewali Mandar) Belang-belang, Botteng utara, Simboro, Ketapi (Mamuju); Tobinta, Tobadak (Mamuju Tengah); Ubibaru (Polewali Mandar) Tabolang (Mamuju Tengah)

62

62

Lampiran 2 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 1)

B. albistrigata

B. beckerae

B. carambolae

B. dorsalis

B. enigmatica

B. frauenfeldi

B. latifrons

B. limbifera

B. megaspilus

B. melastomatos

B. moluccensis

B. musae

B. occipitalis

Kepala: Memiliki facial spot Memiliki 2 facial spot bulat >< 1 facial spot Memiliki sepasang facial spot oval Memiliki sepasang facial spot persegi Memiliki sepasang facial spot bulat Toraks Skutum berwarna hitam Skutum berwarna coklat kemerahan Memiliki medial postsutural yellow vittae Memiliki lateral postsutural yellow vittae Lateral postsutural yellow vittae parallel Lateral postsutural yellow vittae runcing Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning Memiliki spot kuning pada anterior mesonotal suture Mesopleural stripe selebar notopleuron Mesopleural stripe selebar jarak pertengahan antara notopleuron dengan postpronotal lobe Mesopleural stripe lebarnya hampir mencapai postpronotal lobe Memiliki prescutellar bristles Memiliki 4 scutellar bristles Memiliki 2 scutellar bristles

B. angustifinis

Karakter Morfologi

B. apicalis

Spesies Lalat Buah

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 0 0 1

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 0 1 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 0 0 1

1 1 1 0 0

0 1 1 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 1 0

1 0 0 1 0 1 1 0 0

1 0 0 1 0 1 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 0 1 0 0 0

0 1 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

0 1 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 0 1 1 0 1

0 1 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 0 1 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

1

1

0

0

1

1

0

1

0

1

1

0

1

1

1

0 0 0 1

0 0 1 0

1 1 0 1

1 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

1 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

0 1 0 1

63 Lampiran 2 (Lanjutan)

Karakter Morfologi

B. apicalis

B. angustifinis

B. albistrigata

B. beckerae

B. carambolae

B. dorsalis

B. enigmatica

B. frauenfeldi

B. latifrons

B. limbifera

B. megaspilus

B. melastomatos

B. moluccensis

B. musae

B. occipitalis

Spesies Lalat Buah

Skutelum berwarna kuning Skutelum berwarna kuning dengan corak hitam Sayap Costal band hingga sepanjang ujung sayap >< terputus pada ujung R2+3 Memiliki pita tambahan pada costal band Memiliki pita melintang dm-cu Memiliki satu pita melintang r-m dan dm-cu Memiliki spot pada ujung sayap besar Memiliki spot pada ujung sayap kecil Memiliki 2 pita tambahan pada costal band Memiliki 3 pita tambahan pada costal band Costal band tepat venasi R2+3 Costal band melewati venasi R2+3 Costal band tepat venasi R4+5 Costal band melewati venasi R4+5 Cells basal costal dan costal fulvous/fuscous Cells basal costal dan costal colorouses Microtrichia pada costal Microtrichia pada basal costal Microtrichia pada basal costal dan costal

1 0

1 0

0 1

1 0

1 0

1 0

1 0

0 1

1 0

0 1

1 0

1 0

1 0

0 1

1 0

0

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0

1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0

1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0

0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

63

64

64

Lampiran 2 (Lanjutan)

B. albistrigata

B. beckerae

B. carambolae

B. dorsalis

B. enigmatica

B. frauenfeldi

B. latifrons

B. limbifera

B. megaspilus

B. melastomatos

B. moluccensis

B. musae

B. occipitalis

Abdomen Terga bersatu (petiole) Terga tidak bersatu Memiliki pola „T‟ Abdomen berwarna hitam Abdomen berwarna merah kecoklatan Medial longitudinal tipis Medial longitudinal tebal Ceromae berwarna coklat tua sampai hitam Ceromae berwarna coklat pucat Memiliki spot hitam pada sudut anteralateral terga III-V Memiliki garis hitam pada terga V Tungkai Femur dan tibia berwarna kuning kemerahan >< hitam Memiliki spot hitam pada apical atau subapical

B. angustifinis

Karakter Morfologi

B. apicalis

Spesies Lalat Buah

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0

0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0

0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0

0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0

0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0

0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0

0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

1 0

0 0

1 1

1 0

1 1

0 1

1 1

0 1

1 0

0 1

1 0

1 1

1 0

1 0

1 1

65 Lampiran 3 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 2)

B. trifasciata

B. umbrosa

B. usitata

B. abnormis

B. cucurbitae

B. exornata

B. emittens

B. heinrichi

B. persignata

B. tau

D. longicornis

D. nanggalae

D. conopsoides

Kepala: Memiliki facial spot Memiliki 2 facial spot bulat >< 1 facial spot Memiliki sepasang facial spot oval Memiliki sepasang facial spot persegi Memiliki sepasang facial spot bulat Toraks Skutum berwarna hitam Skutum berwarna coklat kemerahan Memiliki medial postsutural yellow vittae Memiliki lateral postsutural yellow vittae Lateral postsutural yellow vittae parallel Lateral postsutural yellow vittae runcing Postpronotal lobe dan notopleura berwarna kuning Memiliki spot kuning pada anterior mesonotal suture Mesopleural stripe selebar notopleuron Mesopleural stripe selebar jarak pertengahan antara notopleuron dengan postpronotal lobe Mesopleural stripe lebarnya hampir mencapai postpronotal lobe Memiliki prescutellar bristles Memiliki 4 scutellar bristles Memiliki 2 scutellar bristles

B. sulawesiae

Karakter Morfologi

B. ritsemai

Spesies Lalat Buah

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 0 0 1

1 1 0 0 1

0 0 0 0 0

1 1 1 0 0

1 0 0 0 0

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 1 0 0 1

1 1 0 0 1

1 1 0 0 1

1 1 1 0 0

1 1 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 1 0 1 0 0

0 1 0 1 1 0 1 1 0

0 1 0 1 1 0 1 0 0

1 0 0 1 0 1 1 0 0

1 0 1 1 1 0 1 0 0

0 1 1 1 0 1 1 0 0

1 0 1 1 1 0 1 0 0

0 1 1 1 1 0 1 1 0

1 0 1 1 1 0 1 1 0

1 0 1 1 1 0 1 1 0

1 0 1 1 1 0 1 1 0

0 1 0 0 0 0 1 0 0

1 0 0 0 0 0 1 0 0

0 1 1 0 0 0 1 0 0

1

1

0

0

1

0

1

0

1

1

0

1

0

0

0

0 1 0 1

0 1 0 1

1 1 0 1

1 1 0 1

0 1 0 1

1 1 1 0

0 1 1 1

1 1 1 0

0 1 1 0

0 1 1 0

1 1 0 1

0 1 1 0

1 0 0 0

1 0 0 0

0 0 0 0

65

66

66 Lampiran 3 (Lanjutan)

Karakter Morfologi

B. ritsemai

B. sulawesiae

B. trifasciata

B. umbrosa

B. usitata

B. abnormis

B. cucurbitae

B. exornata

B. emittens

B. heinrichi

B. persignata

B. tau

D. longicornis

D. nanggalae

D. conopsoides

Spesies Lalat Buah

Skutelum berwarna kuning Skutelum berwarna kuning dengan corak hitam Sayap Costal band hingga sepanjang ujung sayap >< terputus pada ujung R2+3 Memiliki pita tambahan pada costal band Memiliki pita melintang dm-cu Memiliki satu pita melintang r-m dan dm-cu Memiliki spot pada ujung sayap besar Memiliki spot pada ujung sayap kecil Memiliki 2 pita tambahan pada costal band Memiliki 3 pita tambahan pada costal band Costal band tepat venasi R2+3 Costal band melewati venasi R2+3 Costal band tepat venasi R4+5 Costal band melewati venasi R4+5 Cells basal costal dan costal fulvous/fuscous Cells basal costal dan costal colorouses Microtrichia pada costal Microtrichia pada basal costal Microtrichia pada basal costal dan costal

1 0

1 0

0 1

1 0

1 0

1 0

0 1

1 0

1 0

1 0

1 0

0 1

0 1

1 0

1 0

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0

1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0

1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0

1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0

1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0

1 0 0 1 1 0 0

67

Lampiran 3 (Lanjutan)

B. trifasciata

B. umbrosa

B. usitata

B. abnormis

B. cucurbitae

B. exornata

B. emittens

B. heinrichi

B. persignata

B. tau

D. longicornis

D. nanggalae

D. conopsoides

Abdomen Terga bersatu (petiole) Terga tidak bersatu Memiliki pola „T‟ Abdomen berwarna hitam Abdomen berwarna merah kecoklatan Medial longitudinal tipis Medial longitudinal tebal Ceromae berwarna coklat tua sampai hitam Ceromae berwarna coklat pucat Memiliki spot hitam pada sudut anteralateral terga III-V Memiliki garis hitam pada terga V Tungkai Femur dan tibia berwarna kuning kemerahan >< hitam Memiliki spot hitam pada apical atau subapical

B. sulawesiae

Karakter Morfologi

B. ritsemai

Spesies Lalat Buah

0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0

0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0

0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1

0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1

0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1

0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1

1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0

1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0

1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0

1 1

1 1

1 0

1 0

1 0

1 0

1 0

1 1

1 0

1 0

1 0

1 1

1 0

1 0

1 1

67

68 Lampiran 4 Kunci Identifikasi Lalat Buah di Sulawesi Barat 1 a. Terga abdomen bersatu (segmen/ruas tidak terpisah); abdomen dengan pinggang yang kuat (Genus Dacus) …………...................... 2

b. Terga abdomen tidak bersatu; bentuk abdomen oval atau bulat lonjong, costal band (pita coklat/hitam) di pinggir sayap bersambung (Genus Bactrocera)…………………………..………. 4

2 (1)

a. Skutum terdapat medial postsutural vitae; facial spot berbentuk oval ……………………Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere

b. Skutum tidak terdapat medial postsutural vitae …………………… 3

3 (2)

a. Skutum berwarna hitam; skutelum berwarna merah kecoklatan ……...... Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock

69

b. Skutum berwarna merah bata; skutelum berwarna coklat dengan bagian pangkal lebar berwarna hitam………………………………. Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann

4(1)

a. Skutum terdapat medial postsutural vitae; Skutelum terdapat 2 atau 4 scutellar bristles ………………………………………………… 5

b. Skutum tidak terdapat medial postsutural vitae; Skutelum terdapat 2 scutellar bristles ………………………………………………….. 12

5(4)

a. Skutum tidak terdapat prescutellar bristles; costal band berakhir di ujung vena R2+3 dan terdapat pola spot yang membulat berukuran sedang pada ujung sayap; ……………................................ Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere)

70

R2+3

a. Skutum tidak terdapat prescutellar bristles ……………………... Costal band

6(5)

6

prescutellar bristles

a. Skutum berwarna hitam; Sayap tidak terdapat pita tambahan dari batas costal hingga bagian bawah ……………………………... 7

Skutum Costal band

b. Skutum berwarna coklat kemerahan; Sayap terdapat pita tambahan dari batas costal hingga bagian bawah …………………………… 10

Pita tambahan

7(6)

a. Sayap dengan tanpa spot pada ujung; Muka tanpa facial spot atau hanya dengan satu facial spot …..……………..…………………. 8

71

b. Sayap dengan spot besar pada ujung; Muka dengan dua facial 9 spot …………………………………………………………….….

spot

8(7)

Facial spot

a. Muka berwarna hitam; terdapat satu facial spot berukuran besar

pada muka………...Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering)

Facial spot

b. Muka bewarna kuning kemerahan; tanpa facial spot …………….. Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy)

9(7)

a. Sayap dengan spot kecil ujung (apeks); basal costal dan costal tidak berwarna; facial spot berbentuk oval………………………… Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker)

72

spot

Facial spot

b. Sayap dengan spot besar pada ujung (apeks); basal costal dan costal berwarna kuning kemerahn; facial spot berbentuk bulat….... Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering)

spot Facial spot

10(6)

a. Sayap terdapat pita melintang dm-cu bertemu degan spot pada ujung sayap…………Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker)

dm-cu

b. Sayap terdapat satu pita melintang r-m dan dm-cu (pola melintang pada r-m kadang-kadang pudar) …………………………………… 11

r-m

dm-cu

11(10)

a. Basal costal dan costal tidak berwarna; abdomen terga III-V dengan pola „T‟ dan warna gelap sudut anterolateral terga IV dan V; Skutelum dengan 2 scutellar bristles ……………………..… Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett)

73

Basal costal costal

b. Basal costal dan costal gelap; abdomen terdapat spot hitam pada sudut anterolateral terga III dan garis hitam pada medial terga V; Skutelum dengan 2 scutellar bristles…………………………….. Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) Basal costal costal

12 (4)

a. Skutum tidak terdapat prescutellar bristles; Skutelum dengan 4 scutellar bristles; Abdomen terga III-V berwarna hitam, tanpa pola „T‟…………………...Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy)

prescutellar bristles

b. Skutum terdapat prescutellar bristles; Skutelum dengan 2 scutellar bristles; Abdomen berwarna merah kecoklatan …………. 13

13 (12) a. Sayap terdapat pita tambahan pada costal band dan cubital streak ………………………………………………..……………... 14

74

Pita tambahan

Pita tambahan

b. Sayap tanpa pita tambahan, tidak berwarna kecuali costal band dan cubital streak ………………………………………………………. 16 costal band

cubital streak

14(13)

a. Sayap terdapat dua pita tambahan dari batas kostal hingga bagian bawah; Abdomen berwarna hitam dengan pola hitam „T‟ ………… 15

2 Pita tambahan

b. Sayap terdapat tiga pita tambahan dari batas kostal hingga bagian bawah; Abdomen berwarna kuning kecoklatan tanpa pola „T‟ …… Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius)

3 Pita tambahan

15(14)

a. Postpronotal lobe berwarna hitam; Lateral postsutural vittae pendek dan tipis berakhir di samping rambut anterior supra alar … Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner)

75

Lateral postsutural vittae Postpronotal lobe

b. Postpronotal lobe berwarna kuning; Lateral postsutural vittae tidak begitu lebar (sedang) dan berakhir sebelum rambut intra alar…………………………………………………………… Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) Lateral postsutural vittae

Postpronotal lobe

16 (13) a. Costal band tepat atau melewati R2+3 …………………………..

17

costal band

R2+3

b. Costal band tepat atau melewati R4+5 ………………………….. costal band

R4+5

17 (16) a. Skutum terdapat spot kuning pada anterior mesonotal suture sejajar dengan lateral postsutural vittae; abdomen terga III-V berwarna oranye-kecoklatan dengan garis hitam pada medial dan lateral longitudinal tanpa garis hitam melintang pada terga

26

76 III................................ Bactrocera (Bactrocera) trifasciata (Hardy) Lateral postsutural vittae

Garis hitam medial longitudinal

Garis hitam lateral longitudinal

Spot kuning

b. Skutum tidak terdapat spot kuning pada anterior mesonotal

suture ………………………………………………………………

18

Tanpa Spot kuning

18(17)

a. Abdomen terga III-V tanpa pola „T‟ yang jelas ………………....

Tanpa pola „T‟

19

Pola „T‟ tidak jelas

b. Abdomen terga III-V dengan pola „T‟ berwarna hitam yang jelas dan dengan atau tanpa dark lateral margins …………………… 20

Dengan dark lateral margins

19(18)

Tanpa dark lateral margins

a. Costal band melebar dan terdapat spot kecil pada ujung sayap; Lateral postsutural vittae bertipe parallel; Garis Mesoplueroal mencapai anterior notopleuron ……………………….… Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel)

77

Costal band

lateral postsutral vittae paralel

Spot kecil

b. Costal band dengan lebar yang sama hingga ujung sayap; Lateral postsutural vittae meruncing; Garis mesopleural mencapai pertengahan batas antara notopleuron dan anterior notopleuron seta dorsally ……………..….. Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) Costal band

lateral postsutral vittae meruncing pada posterior

20 (18) a. Lateral postsutural vittae paralel atau subparalel …………………

21

Lateral postsutural vittae

b. Lateral postsutural vittae meruncing serta panjangnya tidak mencapai seta intra alar …………………………………………. 24 Lateral postsutural vittae Intra alar setae

21(20)

a. Skutum berwarna merah kecoklatan; pola hitam „T‟ sangat tipis …………Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins)

78

b. Skutum berwarna hitam …………………………………………

22

22 (21) a. Costal band tepat R2+3 memanjang dan tidak melebar di bagian apeks sayap; abdomen terga III-V dengan medial longitudinal dark band berukuran sempit dan tanda hitam yang tipis di bagian pinggir (umumnya berbentuk segitiga)…………………………… Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel)

Medial longitudinal dark band

R2+3

b. Costal band melewati R2+3 melebar setelah R2+3 ………... R2+3

23 (22) a. Abdomen terga III-V dengan garis medial longitudinal yang lebar; Lateral dark margins pada terga III-V berbentk segi empat…… Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock

23

79

Lateral dark margins Medial longitudinal dark band

ceromae Spot pada femur

b. Abdomen terga III-V dengan sisi lateral berwarna hitam yang lebar; sering hanya di anterolateral corner…………………………. Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi)

Lateral dark margins Medial longitudinal dark band

24(20)

ceromae

a. Semua femur dengan spot hitam pada apical atau subapical; costal band melebar hampir tepat pada R4+5; Abdomen terga III-V dengan pola „T‟ hitam dan tanpa warna gelap sisi lateral abdomen ………………………… Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock R4+5

Spot hitam

b. Semua femur berwarna kuning kemerahan atau dengan spot hitam pada apical atau subapical femur tungkai depan …………………. 25

Femur berwarna kuning kemerahan

25(24)

a. Lateral postsutural vittae pendek; jarak antara ujung lateral

80 postsutural vittae dan seta intra alar lebar; costal band hanya melewati R2+3 ……… Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock R2+3

Lateral postsutural vittae pendek

b. Lateral postsutural vittae memanjang; jarak antara ujung lateral postsutural vittae dan seta intra alar pendek; costal band melewati R2+3 tapi tidak mencapai R3+4 …………………………… Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew & Hancock

R2+3

Lateral postsutural vittae panjang

26 (16) a. Skutum berwarna dasar merah kecoklatan; Costal band melebar mencapai R4+5 dan terdapat spot besar pada ujung sayap …… Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) Spot sayap

Skutum

b. Skutum berwarna dasar hitam …………………………………..

27

Skutum

27 (26) a. Basal costal dan costal tidak berwarna/bening ………………

28

81

Basal costal costal

b. Basal costal dan costal berwarna kuning kemerahan ……… 29

Basal costal costal

28 (27) a. Semua femur terdapat spot hitam pada apical …………………… Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi)

Spot gelap

b. Semua femur berwarna kemerahan atau dengan spot kecil pada apical atau subapical……………………………………………… Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh)

Femur berwarna kemrahan

29 (27) a. Costal band melewati R4+5; Lateral postsutural vittae paralel atau subparalel…………………………………………………………… Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy)

82

R4+5

Lateral postsutural vittae paralel

b. Costal band tepat R4+5; Lateral postsutural vittae meruncing serta panjangnya tidak mencapai seta intra alar (Tapering). Abdomen terga III-V dengan pola „T‟ hitam dan terpotong pada tergum III …………….………. Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) Lateral postsutural vittae meruncing

R4+5

83

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Propinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 19 September 1980 sebagai anak keenam dari sepuluh bersaudara dari Pasangan Dongko Sewang dan Nurbiah. Penulis menikah dengan Mar‟athus Shaleha, A. Md. Kep. S. Kep. dan dikarunia dua putra yaitu Ahmad Dzaky Fahrezy Khaerul dan Muhammad Azzam Mirza Khaerul. Tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri I Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Pendidikan sarjana di jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar dan menyelesaikan studi pada tahun 2006. Tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Entomologi Program Pascasarjana IPB dengan dukungan dana dan kesempatan dari tempat penulis bekerja. Penulis pernah berkerja sebagai tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian (THL TB PP) Kementerian Pertanian di Provinsi Sulawesi Barat (20062009). Pada tahun 2009 sampai sekarang penulis bekerja di Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas II Mamuju, dengan jabatan sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Pertama Karantina Tumbuhan.