SERANGAN DAN PREFERENSI OVIPOSISI LALAT BUAH

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Serangan dan. Preferensi Oviposisi Lalat Buah Bactrocera cucurbitae Coquillett (Diptera: ...

0 downloads 383 Views 10MB Size
SERANGAN DAN PREFERENSI OVIPOSISI LALAT BUAH Bactrocera cucurbitae Coquillett (DIPTERA: TEPHRITIDAE) PADA BUAH MENTIMUN, OYONG, DAN PARE DI BOGOR

ESKHI TRISULI ASIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Serangan dan Preferensi Oviposisi Lalat Buah Bactrocera cucurbitae Coquillett (Diptera: Tephritidae) pada Buah Mentimun, Oyong, dan Pare di Bogor adalah benar-benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016 Eskhi Trisuli Asih NIM A34120080

ABSTRAK ESKHI TRISULI ASIH. Serangan dan Preferensi Oviposisi Lalat Buah Bactrocera cucurbitae Coquillett (Diptera: Tephritidae) pada Buah Mentimun, Oyong, dan Pare di Bogor. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA. Bactrocera cucurbitae merupakan salah satu serangga hama penting pada tanaman famili Cucurbitaceae diantaranya mentimun, oyong, dan pare. B. cucurbitae tersebar luas di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Kerusakan akibat serangan B. cucurbitae dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah hampir sebesar 100%. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat serangan B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare pada berbagai ukuran buah dan mengamati preferensi oviposisi B. cucurbitae pada lima skala ukuran buah mentimun, oyong, dan pare di laboratorium. Pengamatan gejala buah yang terserang oleh B. cucurbitae di lapangan dilakukan pada lahan seluas 1500 m2. Setiap lahan diamati lima petak contoh tanaman yang letaknya menyebar diagonal. Pengujian preferensi oviposisi B. cucurbitae dilakukan dengan cara memaparkan bagian permukaan buah yang terbuka, yaitu melalui penutupan sisi bagian buah lain oleh lapisan parafilm terhadap 20 pasang imago lalat buah. Jumlah telur yang diletakkan pada setiap permukaan buah dihitung setelah 24 jam waktu pemaparan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat serangan B. cucurbitae tertinggi di lahan oyong sebesar 1.63%. Buah mentimun, oyong, dan pare yang terserang B. cucurbitae di lapangan berkisar 9.4-13.5 cm. Hasil pengujian preferensi oviposisi di laboratorium menunjukkan bahwa B. cucurbitae lebih menyukai meletakkan telur pada buah mentimun dan pare dengan skala ukuran buah satu sedangkan buah oyong dengan skala ukuran buah lima. Kata kunci: cucurbitaceae, peletakan telur, serangan, ukuran buah.

2

ABSTRACT ESKHI TRISULI ASIH. Infestation and Oviposition Preference of Fruit Fly Bactrocera cucurbitae Coquillett (Diptera: Tephritidae) on Cucumber, Ridge Gourd, and Bitter Gourd in Bogor. Supervised by ENDANG SRI RATNA. Bactrocera cucurbitae is one important pest on Cucurbitaceae such as cucumber, ridge gourd, and bitter gourd. B. cucurbitae were spreaded widely in tropical and subtropical regions. B. cucurbitae might reduce the quality and quantity of fruit up to 100%. The purposes of this research were to determine the intensity of B. cucurbitae in the field of cucumber, ridge gourd, and bitter gourd on the various size of fruit and to observe the oviposition preference of B. cucurbitae on the five size scale of fruit cucumber, ridge gourd, and bitter gourd in the laboratory. The observation of fruit infestation by B. cucurbitae was carried out on the land with area of 1500 m2. Each of areas observed were 5 plots with diagonal spread. The treatment of oviposition preference site was done by exposing the opening fruit surface through covering the unwanted surface using thin parafilm into 20 pairs of fruit fly. The number of laid eggs on each fruit surface were counted after 24 hours after exposure time. The observations in the field showed that the highest intensity in the field of ridge gourd was 1.63%. Fruit infested area in those three plant was 9.4-13.5 cm in range. The results of oviposition preference in the laboratory showed that B. cucurbitae prefer laid eggs at scale 1 on cucumber and bitter gourd while at scale 5 on rigde gourd. Key words: cucurbitaceae, laid egg, infestation, scale of fruit.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

v

SERANGAN DAN PREFERENSI OVIPOSISI LALAT BUAH Bactrocera cucurbitae Coquillett (DIPTERA: TEPHRITIDAE) PADA BUAH MENTIMUN, OYONG, DAN PARE DI BOGOR

ESKHI TRISULI ASIH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

1

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Serangan dan Preferensi Oviposisi Lalat Buah Bactrocera cucurbitae Coquillett (Diptera: Tephritidae) pada Buah Mentimun, Oyong, dan Pare di Bogor”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis sampaikan kepada Dra. Endang Sri Ratna, Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan, dan masukan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS., selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini, serta kepada Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr., selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih kepada Ayahanda Drs. Suryono, kakak penulis Ima Hikmahwati Utami, SH., dan Ninin Kartika Juwita, S.Farm.Apt., yang selalu memberi dukungan dan doa yang mengiringi setiap langkah penulis dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini. Terimakasih kepada rekan-rekan yang penelitian bersama di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, khususnya Siti Sya’rah dan Muhammad Hafizd Mulyana. Terimakasih kepada teman seperjuangan, khususnya Dyah Rini Puspitasari, Gitty Nurul Yunita SP., Ikbal Taqiyudin SP., Ilmi Hamidi, Maizul Husna Tanjung SP., Munawaroh SP., dan Susi Etmawati SP., atas bantuan, dukungan, saran, dan semangat yang diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada teman-teman Proteksi Tanaman Angkatan 49, adik serta kakak tingkat yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penulisan tugas akhir ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Desember 2016 Eskhi Trisuli Asih

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan Petak Contoh Pengambilan Contoh Pemeliharaan Serangga Uji Pengujian Preferensi Oviposisi B. cucurbitae berdasarkan Perbedaan Ukuran Buah Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Serangan B. cucurbitae di Lokasi Penelitian Preferensi Oviposisi B. cucurbitae berdasarkan Perbedaan Ukuran Buah SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

x x x 1 1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 5 6 7 8 8 8 11 14 15 17 23

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5

Rerata skala ukuran buah uji berdasarkan panjang dan diameter buah (cm) Rerata komponen mikroklimat di lokasi penelitian (2016) Serangan B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare Serangan B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare berdasarkan perbedaan ukuran buah Preferensi oviposisi B. cucurbitae pada lima skala ukuran buah

6 8 9 11 12

DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8

Lokasi lahan penelitian Tata letak petak contoh penelitian Buah yang terserang B. cucurbitae di lapang Wadah pemeliharaan serangga uji Ukuran buah uji berdasarkan panjang dan diameter buah Posisi penggantungan buah uji di dalam kurungan Imago dan telur lalat buah B. cucurbitae Gejala serangan di lapang

3 4 4 5 6 7 7 9

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah buah bergejala B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah mentimun Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah oyong Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah pare Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah mentimun Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah oyong Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah pare

18 18 19 19 20 21 22

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman mentimun, oyong, dan pare tergolong famili Cucurbitaceae yang tumbuhnya menjalar. Ketiga tanaman ini merupakan komoditas sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah sampai dataran tinggi (Yadi et al. 2012). Daerah persebaran tanaman mentimun, oyong, dan pare di Indonesia berada di Jawa (CABI 2007). Luas total pertanaman mentimun, oyong, dan pare di Indonesia berturut-turut 15 608.995 ha, 2 440.678 ha, dan 3 008.953 ha dengan rata-rata luasan tanam yang dikelola rumah tangga sebesar 0.11 ha, 0.09 ha, dan 0.10 ha/rumah tangga (Sensus Pertanian 2013). Buah mentimun, oyong, dan pare di Indonesia dikonsumsi untuk sayuran. Selain dikonsumsi untuk sayuran, tanaman tersebut berguna untuk keperluan medis seperti sumber antioksidan dan antidiabetes (Ravella et al. 2015). Kendala yang ditemukan petani saat proses budidaya tanaman diantaranya serangan hama dan penyakit yang dapat menggagalkan panen atau menurunkan produksi. Lalat buah merupakan hama penting di bidang hortikultura yang saat ini menjadi isu nasional karena menurunkan produksi dan menjadi faktor pembatas perdagangan (trade barrier) (Kardinan et al. 2009). Luas serangan lalat buah di Indonesia mencapai 4 790 ha/tahun dengan kerugian mencapai 21.99 miliar rupiah (Balitro 2008 dalam Nismah dan Susilo 2008). Lalat buah yang diketahui terdapat di Indonesia yaitu genus Bactrocera dan hanya 8 spesies dinyatakan hama penting. Lalat buah yang menyerang tanaman Cucurbitaceae, yaitu spesies Bactrocera cucurbitae yang ditemukan oleh Coquillett di Kepulauan Hawaii pada tahun 1899 (CABI 2016). B. cucurbitae (Diptera: Tephritidae) disebut sebagai Melon Fruit Fly (lalat buah melon). Persebaran B. cucurbitae di Indonesia berada di Jawa dan Nusa Tenggara Timur (CABI 2007). B. cucurbitae merupakan hama polifag yang memiliki lebih dari 125 spesies tanaman inang (Weems et al. 2015). Lalat buah betina dewasa merusak tanaman dengan cara menyisipkan telurnya dengan menusukkan ovipositor pada jaringan buah sehat sedalam 2-4 mm (Hasyim et al. 2014). Telur menetas menjadi larva dan larva makan pada jaringan daging buah yang busuk akibat serangan sekunder dari bakteri yang menempel pada saat telur disisipkan (Syahfari dan Mujiyanto 2013). Adanya aktivitas lalat buah ini mengakibatkan penurunan kualitas buah atau gagal panen. CABI (2005) telah melaporkan bahwa lalat buah B. cucurbitae Coquillett dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 100% pada tanaman yang tidak terawat dan Dhillon et al. (2005) melaporkan bahwa lalat buah B. cucurbitae dapat menyebabkan kehilangan hasil berkisar antara 30-100% tergantung pada spesies buah dan musim. Di India, Kumar et al. (2006) melaporkan bahwa serangan B. cucurbitae pada tanaman mentimun, oyong, dan pare mencapai 75%. Preferensi serangan lalat buah B. cucurbitae pada buah mentimun, oyong, dan pare belum banyak dilaporkan dan kerugian hasil panen yang disebabkan B. cucurbitae pada tanaman Cucurbitaceae di Indonesia masih sangat terbatas. Dengan demikian, serangan dan preferensi lalat buah B. cucurbitae pada buah mentimun, oyong, dan pare perlu diamati untuk menentukan pentingnya pengendalian lalat pada komoditas tersebut.

2 Upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Vargas et al. (2008), penggunaan atraktan dapat mengurangi penggunaan pestisida sebesar 75-95%. Di Taiwan, pembungkusan buah pare berukuran 3-4 cm dan buah oyong berukuran 5-6 cm dengan dua lapis kantung kertas meningkatkan kualitas buah dan pendapatan petani meningkat hingga 40-50% (Fang 1989). Penampilan biofisik seperti bentuk, kekerasan, warna, dan ketebalan kulit buah dan kandungan bahan kimia yang terdapat dalam buah seperti zat gula, protein dan bahan atraktan merupakan pemicu terjadinya serangan lalat buah. Keadaan biofisik buah dapat berubah secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan pembesaran buah mulai dari pentil hingga matang. Oleh karena itu, preferensi peletakan telur oleh lalat buah pada berbagai tingkat perkembangan buah perlu diteliti sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan metode pengendalian terhadap hama ini.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat serangan lalat buah B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare pada berbagai ukuran buah dan mengamati preferensi oviposisi B. cucurbitae pada lima skala ukuran buah mentimun, oyong, dan pare di laboratorium.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang potensi kerusakan buah mentimun, oyong, dan pare oleh lalat buah B. cucurbitae sehingga dapat membantu dalam menentukan cara pengendalian hama yang tepat di lapangan.

3

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman mentimun, oyong, dan pare di Bogor dan laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Februari hingga Juni 2016.

Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain amplop coklat, label, gunting, kompas, wadah plastik berbentuk silindris berukuran 12.5 cm x 15.5 cm dan 4.5 cm x 5 cm, kain kasa, penggaris, oven, spatula, kurungan berkerangka kawat besi bertutupkan kain kasa halus berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm, wrapping, cawan petri, spons, benang wol, jarum serangga, hand tally counter, termometer, higrometer, mikroskop stereo, alat tulis, dan kamera. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain buah mentimun, oyong, dan pare sehat dan buah bergejala serangan lalat buah B. cucurbitae, protein hidrolisat, gula halus, serbuk gergaji, dan akuades.

Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di lahan mentimun, oyong, dan pare milik petani. Masingmasing lahan memiliki luas sekitar 1500 m2. Ketiga lahan tersebut berturut-turut terletak di Desa Ciherang, Laladon, dan Dramaga (Gambar 1).

a

b

c

Gambar 1 Lokasi lahan penelitian Keterangan: (a) lahan pertanaman mentimun di Desa Ciherang, (b) lahan pertanaman oyong di Desa Laladon, (c) lahan pertanaman pare di Desa Dramaga.

4 Penentuan Petak Contoh Setiap lahan dibagi menjadi sembilan petak. Setiap lahan diamati lima petak contoh yang ditentukan secara diagonal, yaitu satu petak di perpotongan garisgaris diagonal dan empat petak lainnya terletak di dekat ujung-ujung diagonal petak contoh (Gambar 2). Setiap petak memiliki luas ±150 m2. Seluruh tanaman yang berada di petak contoh diamati.

Gambar 2 Tata letak petak contoh penelitian Keterangan: petak contoh yang diamati Pengambilan Contoh Pengamatan serangan B. cucurbitae pada buah mentimun, pare dan oyong berturut-turut dilakukan mulai bulan Maret, April dan Mei tahun 2016. Buah bergejala serangan larva lalat buah diamati dan diambil dari setiap petak contoh dan masing-masing dikoleksi untuk dipelihara di laboratorium (Gambar 3). Buah dari lapang dimasukkan ke dalam amplop coklat dan diberi label berisi tanggal pengambilan, nomor sub petak, dan nomor ulangan. Pengambilan contoh buah terserang B. cucurbitae dilakukan dua hari sekali selama lima kali. Menurut Untung (2006), tingkat serangan lalat buah B. cucurbitae di lapang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: I =

a x 100% b

Keterangan: I = Tingkat serangan lalat buah (%) a = Jumlah buah yang terserang b = Jumlah buah yang diamati

a

b

c

Gambar 3 Buah yang terserang B. cucurbitae di lapang Keterangan: (a) buah busuk mentimun,(b) buah busuk oyong, (c) buah busuk pare.

5 Pemeliharaan Serangga Uji Buah bergejala serangan larva lalat buah B. cucurbitae hasil koleksi lapang diukur panjangnya dan dicatat jumlah buahnya. Buah tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik berbentuk silindris berukuran 12.5 cm x 15.5 cm beralaskan serbuk gergaji kering (Gambar 4a) serta dipelihara di laboratorium untuk mendapatkan stok imago lalat buah F1. Selama 7-10 hari penyimpanan buah dari lapang, umumnya larva telah bermetamorfosis menjadi pupa di dalam media serbuk gergaji. Pupa tersebut diambil dan dipindahkan ke dalam wadah plastik berbentuk silindris berukuran 5 cm x 4.5 cm berisi serbuk gergaji lembab (Gambar 4b). Jumlah pupa yang terbentuk dari setiap lokasi pengamatan dihitung dan dicatat. Setelah kira-kira 2-5 hari, imago eklosi dari pupa dipindahkan ke dalam kurungan berkerangka kawat besi bertutupkan kain kasa halus, berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm (Gambar 4c). Imago tersebut dipelihara lebih lanjut untuk digunakan sebagai lalat uji pada pengujian preferensi oviposisi. Lalat buah diberi pakan campuran gula halus dan protein hidrolisat (4:1) dan diberi minum akuades yang diserapkan pada spons dan diletakkan pada alas kurungan. Imago lalat buah yang berhasil berkembang dari pupa dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: K =

i x 100% p

Keterangan: K = Imago eklosi dari pupa (%) i = Jumlah imago eklosi dari pupa p = Jumlah pupa yang terbentuk

a

b

c

Gambar 4 Wadah pemeliharaan serangga uji Keterangan: (a) buah busuk hasil koleksi lapang, (b) pupa yang terbentuk dari koleksi lapang, (c) kurungan berkasa halus untuk imago eklosi dari pupa.

6 Pengujian Preferensi Oviposisi B. cucurbitae Berdasarkan Perbedaan Ukuran Buah Buah mentimun, oyong, dan pare sehat dari lapang dimasukkan ke dalam amplop coklat dan buah tersebut dipisahkan dan dikelompokkan berdasarkan ukuran buah di laboratorium. Pengujian preferensi oviposisi terhadap perbedaan ukuran buah dilakukan dengan metode choice. Rerata skala ukuran buah (SUB) uji ditentukan mulai dari buah berukuran kecil hingga paling besar (Tabel 1 dan Gambar 6). Tabel 1 Rerata skala ukuran buah uji berdasarkan panjang dan diameter buah (cm) Mentimun Oyong Pare a SUB Panjang Diameter Panjang Diameter Panjang Diameter buah buah buah buah Buah buah 1 8.65 2.41 12.38 1.39 8.92 2.11 2 10.14 2.89 15.44 2.02 10.40 2.71 3 11.37 3.32 18.11 2.72 11.55 3.15 4 12.62 3.82 20.06 3.25 12.88 3.50 5 14.03 4.26 22.62 3.54 14.15 3.84 a

SUB: Skala Ukuran Buah

a

b

c

Gambar 6 Ukuran buah uji berdasarkan panjang dan diameter buah Keterangan: (a) buah mentimun, (b) buah oyong, (c) buah pare. Lima skala ukuran buah pare, masing-masing tangkainya digantungkan dengan menggunakan benang wol yang diikatkan pada permukaan atap kurungan (Gambar 7). Selain itu digantungkan pula tabung film plastik yang di dalamnya berisi spons basah dan di sekeliling dinding tabung diberi lubang berdiameter 1 mm sebagai media oviposisi pada perlakuan kontrol. Sebagian permukaan buah pare bagian ujung dibungkus dengan plastik parafilm dan sebagian lainnya dibiarkan terbuka untuk mempersempit area peletakan telur. Masing-masing 20 pasangan lalat jantan dan betina B. cucurbitae berumur 14-15 hari (Gambar 8a dan 8b) yang telah berkopulasi di dalam kurungan stok imago dipindahkan ke dalam kurungan yang telah berisi buah pare (Gambar 7). Di dalam kurungan uji dilengkapi pakan imago. Pemaparan dilakukan selama 24 jam dan buah yang diasumsikan telah diletaki telur diambil untuk diamati. Perlakuan pemaparan tersebut diulang sebanyak 10 kali, dengan cara mengganti buah baru ke dalam kurungan setiap hari. Jumlah telur yang terdapat pada buah pare hasil paparan diamati dengan cara mengorek permukaan buah yang memiliki tanda bekas lubang oviposisi di bawah mikroskop stereo (Gambar 8c). Perlakuan yang sama diberikan juga terhadap buah mentimun dan oyong. Jumlah telur yang teramati

7 dari setiap buah dihitung dan dicatat. Persentase peneluran atau oviposisi untuk setiap pengujian dihitung dengan rumus sebagai berikut: Persentase oviposisi =

telur pada setiap buah perlakuan x 100% ∑ total telur

Gambar 7 Posisi penggantungan buah uji di dalam kurungan

a

b

c

Gambar 8 Imago dan telur lalat buah B. cucurbitae Keterangan: (a) imago jantan, (b) imago betina, (c) telur hasil korekan dari permukaan buah pare.

Analisis Data Data yang diperoleh dari lapangan dan pengujian di laboratorium ditabulasi menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan program SAS 9.13. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data analisis statistika yang digunakan tersebut masingmasing berdasarkan 3 perlakuan pada serangan B.cucurbitae di lapangan dengan 5 ulangan dan 6 perlakuan pada pengujian preferensi oviposisi di laboratorium dengan 10 ulangan.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lahan pertanaman mentimun, oyong, dan pare yang diamati terletak di Desa Ciherang, Laladon, dan Dramaga, Bogor. Saat pengamatan di lapang, tanaman tersebut berturut-turut berumur 32 hari, 90 hari, dan 45 hari. Varietas tanaman yang digunakan, yaitu mentimun varietas wulan, oyong varietas anggun, dan pare varietas giok. Umur panen mentimun 30 hari dengan interval pemanenan dua hari sekali. Umur panen oyong 50 hari dengan interval pemanenan tiga hari sekali. Umur panen pare 55 hari dengan interval pemanenan lima hari sekali. Ketiga tanaman tersebut dibudidayakan pada musim kemarau dengan curah hujan, suhu dan kelembaban nisbi yang relatif berbeda sesuai dengan data BMKG lokal (Tabel 2). Curah hujan, suhu udara dan kelembapan nisbi saat pengamatan di lapang mulai bulan Maret hingga Mei berkisar antara 329.7-558.2 mm, 26.5-27.1 oC dan 84%-86%. Tabel 2 Rerata komponen mikroklimat di lokasi penelitian (2016)* Jenis data Maret April Mei (mentimun) (paria) (Oyong) Temperatur (oC) 26.5 26.7 27.1 Kelembapan (%) 86 85 84 Curah Hujan (mm) 450 558.2 329.7 *Sumber: BMKG, Situgede, Bogor

Tanaman mentimun, oyong dan pare umumnya diberi pemupukan di awal pertanaman. Perlakuan pestisida pada tanaman mentimun diberikan dengan interval setiap satu minggu sekali sedangkan oyong pada saat populasi lalat buah melimpah, dan pare diberi perlakuan pestisida sebelum dan sesudah panen buah. Ketiga jenis sayuran tersebut masing-masing ditanam secara monokultur dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Lahan mentimun berbatasan dengan lahan katuk pada bagian utara, sawah pada bagian selatan, lahan kosong pada bagian barat, dan sawah pada bagian timur. Lahan oyong berbatasan dengan lahan sawah pada bagian utara, selatan, dan timur serta kacang panjang pada bagian barat. Lahan pare berbatasan dengan lahan kacang panjang pada bagian utara, jalan pada bagian selatan, pepaya pada bagian barat, dan terong pada bagian timur. Serangan B. cucurbitae di Lokasi Penelitian Gejala serangan yang ditemukan pada buah mentimun berupa bekas tusukan ovipositor imago betina di permukaan jaringan buah (Gambar 9a). Gejala serangan yang ditemukan pada buah oyong berupa bintik-bintik hitam dikelilingi areal berwarna kuning menyebar di permukaan buah. Gejala serangan lanjut, buah busuk, daging buah berair dan berlendir, kadang tidak tampak lagi biji didalamnya (Gambar 9b). Gejala buah pare yang terserang lalat buah berupa bekas tusukan ovipositor imago betina di permukaan jaringan buah sehingga buah berwarna

9 kuning-oranye dan gejala serangan lanjutannya berupa jaringan bekas tusukan ovipositor busuk dan berair (Gambar 9c). Menurut Vijaysegaran (1966), B. cucurbitae merupakan hama utama yang merusak buah famili Cucurbitaceae. Serangan pada buah muda menyebabkan bentuk buah mengalami malformasi disertai bintik hitam bekas tusukan ovipositor imago betina, sedangkan serangan pada buah tua menyebabkan buah menjadi busuk dan jatuh sebelum waktunya. Kerusakan buah diawali dengan aktivitas peletakan telur oleh imago lalat buah betina, yaitu dengan cara menusukkan ovipositor dan menyisipkan telurnya di bawah epidermis buah. Telur menetas menjadi larva dan memakan daging buah yang membusuk. Pembusukan buah diakibatkan oleh adanya serangan sekunder berupa patogen tanaman yang menempel saat telur diletakkan (Guaman 2009). Buah busuk berisi larva kemudian jatuh ke permukaan tanah dan memfasilitasi larva instar akhir meloncat keluar dari buah yang selanjutnya berpupa di dalam tanah.

a

b

c

Gambar 9 Gejala serangan di lapang Keterangan: (a) gejala serangan B. cucurbitae pada buah mentimun, (b) gejala serangan B. cucurbitae pada buah oyong, (c) gejala serangan B. cucurbitae pada buah pare. Tingkat serangan lalat B. cucurbitae di ketiga lahan, ditemukan paling tinggi di lahan oyong sebesar 1.63% (Tabel 3). Menurut Sultana (2014) di India, oyong cukup rentan diserang lalat buah dibandingkan dengan pare. Di Hawaii dan bagian lain dari Kepulauan Pasifik, genus Momordica didalamnya termasuk pare merupakan inang utama B. cucurbitae (Hollingsworth et al. 1996). Lalat buah B. cucurbitae dalam mencari makan dan posisi oviposisi menggunakan isyarat penciuman dan penglihatan. Komponen volatil buah yang merangsang lalat buah untuk datang ke tanaman inang. Umumnya lalat buah memilih inangnya di lapang berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna. Saat tidak menemukan inang di lapang, lalat buah dapat memakan buah busuk, buah-buahan yang rusak, getah tanaman, kotoran hewan, dan madu bunga (Allwood 1996). Tabel 3 Serangan B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare Lahan Tingkat serangan (%) Jumlah pupa/buah Imago eklosi (%) ( ± SE) ( ± SE) ( ± SE) Mentimun 0.02 ± 0.01 6 ± 3.72 39 ± 23.83 Oyong 1.63 ± 0.38 20 ± 3.28 93 ± 3.75 Pare 0.40 ± 0.04 5 ± 1.73 98 ± 1.02 ee

: : e

:

l

e

10 Persentase serangan lalat buah B. cucurbitae tampak relatif masih rendah di ketiga lahan saat pengamatan di lapang, yaitu berkisar antara 0.02-1.63%. Hal ini diduga frekuensi pengamatan dan pengambilan sampel buah terserang dilakukan pada interval dua hari sekali sesuai jadwal panen petani dan tanaman dibudidayakan pada periode bulan Maret hingga Mei sehingga telur yang disisipkan dalam jaringan buah siap panen belum sempat menetas yang berimbas pada populasi lalat buah yang rendah dan tidak terakumulasi di lahan. Menurut Mahmood dan Mishkatullah (2007), puncak populasi B. cucurbitae di Pakistan terjadi pada bulan Juli hingga Agustus dan menurun pada bulan Oktober. Selain suhu dan kelembapan, ketersediaan buah dan masa perkembangan B. cucurbitae diduga menentukan fluktuasi populasinya di lapang. Ketersediaan buah dengan jeda waktu sekitar empat minggu dan perkembangan B. cucurbitae dari telur hingga dewasa yang memerlukan waktu sekitar dua minggu serta ditambah masa pra oviposisi 10-11 hari berpengaruh terhadap populasi B. cucurbitae di lapang. Hollingsworth et al. (1996) melaporkan bahwa kelimpahan populasi B. cucurbitae tertinggi di areal pertanaman petani yang sebagian besar membudidayakan sayuran dan buah-buahan. Selama pengamatan lapang, rerata suhu dan kelembapan di lahan oyong yaitu 27.1 oC dan 84%. Kondisi lingkungan di pertanaman tersebut diduga mendukung aktivitas terbang, perilaku kopulasi, peletakan telur oleh imago betina yang berimplikasi terhadap perkembangan larva lalat buah. Di Pakistan, serangan lalat buah dilaporkan meningkat ketika suhu lingkungan berada pada 27.3 oC (Mahmood dan Mishkatullah 2007). Dhillon et al. (2005) di India melaporkan bahwa kelimpahan populasi B. cucurbitae meningkat pada suhu dibawah 32 oC dan kelembapan nisbi 70%. Allwood (1996) di Kepulauan Cook, Inggris melaporkan bahwa imago betina dan jantan B. cucurbitae aktif terbang dan kopulasi pada pukul 11:00-13:00 baik hasil pengamatan di lapang maupun laboratorium. Koleksi buah terserang B. cucurbitae di lapang yang dipelihara di laboratorium menghasilkan jumlah pupa dan imago yang beragam. Rerata jumlah pupa yang berasal dari buah oyong ditemukan paling tinggi, yaitu 20 pupa/buah dan jumlah pupa yang berasal dari pare dan mentimun, yaitu 5-6 pupa/buah (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pradewasa lalat buah B. cucurbitae di dalam buah oyong paling baik dibandingkan dengan mentimun dan pare. Imago yang berhasil eklosi dari pupa paling tinggi berasal dari buah oyong dan pare (93.1%-98%) dan paling rendah berasal dari mentimun yaitu 39% (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa buah oyong adalah buah yang paling disukai sebagai inang lalat buah B. cucurbitae, diikuti buah pare dan paling tidak disukai adalah buah mentimun. Kondisi suhu dan kelembapan nisbi ruangan di laboratorium selama pemeliharaan larva dalam buah terserang dan pupa, yaitu 28.3 oC dan 74.3% mendukung keberhasilan pembentukan imago lalat buah. Bateman (1972) dalam Allwood (1996) melaporkan bahwa suhu ideal untuk perkembangan lalat buah berkisar antara 25-30 oC. Menurut Ronald dan Jayama (2016) di Malaysia, siklus hidup B. cucurbitae mulai dari telur sampai imago berkisar 14-27 hari. Stadium telur sekitar 2-4 hari yang kemudian menetas menjadi larva. Larva lalat buah terdiri atas tiga instar. Setiap instar membutuhkan waktu lebih dari dua hari untuk berubah ke instar selanjutnya. Stadium pupa sekitar 9-11 hari pada cuaca hangat. Umumnya, imago

11 lalat buah dapat hidup selama 10 bulan hingga 12 bulan. Tahapan siklus hidup lalat buah yang paling rentan adalah pupa. Kematian pupa seringkali terjadi karena terendam kelebihan air pada buah yang membusuk. Namun Allwood (1996) melaporkan bahwa di wilayah Pasifik Selatan, bobot pupa yang rendah serta kematian pupa terjadi akibat kekeringan di dalam media serbuk gergaji saat dipelihara di laboratorium. Berdasarkan pengelompokan ukuran buah yang bergejala serangan larva B. cucurbitae hasil koleksi lapang, menunjukkan bahwa buah dengan kategori SUB 1 dan 2 merupakan buah yang relatif paling banyak bergejala. Begitu pula sebaliknya buah dengan kategori SUB 5 merupakan buah yang paling sedikit bergejala atau tidak diserang sama sekali (Tabel 4). Jumlah buah yang paling banyak diserang B. cucurbitae di masing-masing lahan sebagai berikut: lahan mentimun pada SUB 2, oyong dan pare pada SUB 1 dengan kisaran panjangya lebih kecil dari 10.4 cm, 13.5 cm, dan 9.4 cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa B. cucurbitae diduga lebih tertarik menyerang buah ukuran kecil untuk meletakkan telurnya disebabkan struktur permukaan jaringan buah ukuran kecil relatif masih lunak dan nutrisi buah mencukupi periode perkembangan larvanya dibandingkan buah ukuran besar. Lalat buah biasanya meletakkan telur pada buah ukuran kecil diikuti dengan ukuran sedang dan ukuran besar karena kelembutan permukaan jaringan kulit pada buah yang kecil relatif mudah ditusuk oleh ovipositor imago betina (Lanjar et al. 2013). Menurut Astriyani (2014), lalat buah menyukai buah yang relatif muda atau buah ukuran kecil yang memiliki kandungan nutrisi relatif masih tinggi. Allwood (1996) melaporkan bahwa kandungan nutrisi buah sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan larva serta alat reproduksi imago. Tabel 4 Serangan B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan berdasarkan perbedaan ukuran buah Mentimun Oyong Pare SUBa KPb JBc KPb JBc KPb 1 ≤ 8.80 2 ≤ 13.50 37 ≤ 9.40 2 8.81-10.40 3 13.51-16.00 34 9.41-10.90 3 10.41-11.80 0 16.10-18.80 19 10.91-12.40 4 11.81-13.30 0 18.81-21.40 11 12.41-13.50 5 ≥ 13.31 0 ≥ 21.41 2 ≥ 13.51

pare

JBc 67 15 7 4 2

a

SUB : Skala Ukuran Buah KP : Kisaran Panjang (cm) c JB : Jumlah Buah b

Preferensi Oviposisi B. cucurbitae berdasarkan Perbedaan Ukuran Buah Hasil pengujian preferensi oviposisi pada setiap jenis buah uji dengan suhu dan kelembapan ruangan di laboratorium sekitar 28.3 oC dan 74.3% menunjukkan bahwa lalat buah B. cucurbitae paling tinggi meletakkan telur pada buah mentimun dan paling rendah pada buah oyong (Tabel 5). Hasil pemaparan 20 pasang imago dalam setiap kurungan uji menunjukkan bahwa jumlah telur yang diletakkan imago pada buah mentimun, oyong dan pare berturut turut 1801, 184, dan 1113 butir/10 ulangan/hari. Berdasarkan ketersediaan biakan lalat buah, imago yang digunakan dalam percobaan pengujian buah mentimun dan oyong

12 berumur 14-15 hari sedangkan pare 20 hari. Perbedaan umur diduga tidak mempengaruhi jumlah telur yang diletakkan karena imago lalat umur 14-20 hari merupakan periode aktif oviposisi dalam masa hidupnya. Perbedaan kemampuan peletakan telur pada buah oyong yang rendah diduga karena permukaan kulit buah oyong yang keras sehingga sulit ditusuk oleh ovipositor imago betina. Tabel 5 Preferensi oviposisi B. cucurbitae pada lima skala ukuran buah Jumlah telur Persentase oviposisi SUBa (butir/ 20 betina) (%) ( ± SE)b Mentimun (n= 1801) 1 35.3 63.6 ± 10.81a 2 31.4 56.6 ± 10.85a 3 26.7 48.1 ± 12.61a 4 6.6 11.8 ± 7.89b 5 0.0 0.0 ± 0.00b Kontrol 0.0 0.0 ± 0.00b Oyong (n= 184) 1 0.0 0.0 ± 0.00b 2 0.0 0.0 ± 0.00b 3 22.3 4.1 ± 3.15ab 4 17.9 3.3 ± 3.30ab 5 57.6 10.6 ± 6.33a Kontrol 2.2 0.4 ± 0.31b Pare (n= 1113) 1 38.4 42.7 ± 13.03a 2 23.5 26.2 ± 9.70ab 3 9.9 11.0 ± 5.28b 4 12.2 13.6 ± 7.06b 5 13.8 15.4 ± 7.69b Kontrol 2.2 2.4 ± 1.98b a

SUB: Skala Ukuran Buah Angka rerata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata be d s k uji sel d Du c α = 5 % n: Jumlah telur/10 ulangan/hari b

Apabila ditinjau dari preferensi ukuran buah, rerata jumlah telur yang diletakkan pada skala ukuran buah (SUB) mentimun 1-3, yaitu 26.7%-35.3% atau 48.1-63.6 butir/buah nyata berbeda dengan SUB 4-5, yaitu 0%-6.6% atau 0-11.8 butir/buah. Rerata jumlah telur SUB oyong 3-5, yaitu 17.9%-57.6% atau 3.3-10.6 butir/buah nyata berbeda dengan SUB 1-2, yaitu 0% atau 0 butir/buah. Sebaliknya rerata jumlah telur SUB pare 1-2, yaitu 23.5%-38.4% atau 26.2-42.7 butir/buah nyata berbeda dengan SUB 3-5, yaitu 9.9%-13.8% atau 11-15.4 butir/buah. Rerata jumlah telur B. cucurbitae pada buah mentimun dan pare tertinggi pada SUB 1, yaitu 63.6 dan 42.7 butir/buah sedangkan buah oyong pada SUB 5, yaitu 10.6 butir/buah. Mir et al. (2014) di India melaporkan bahwa kapasitas peletakan telur imago betina dewasa sekitar 58-92 telur/buah mentimun pada suhu dan kelembapan laboratorium yaitu 24 oC dan 66.4%. Jumlah telur pada masing-masing lima skala ukuran buah pada percobaan ini berbeda diduga

13 karena dipengaruhi oleh ukuran buah dan kualitas makanan. Umumnya, imago betina meletakkan 1-40 telur pada buah-buahan terpilih dengan puncak peneluran terjadi pada pagi dan sore hari (Hollingsworth et al. 1996). Fekunditas imago betina bervariasi bergantung pada kualitas makanan yang diberikan dan kondisi lingkungan pemeliharaan. Lalat buah B. cucurbitae cenderung memilih meletakkan telur pada permukaan buah mentimun dan pare berukuran paling kecil, yaitu SUB 1 yang memiliki panjang buah berkisar antara 8.7-9 cm dan diameter 2.1-2.4 cm dengan kulit buah berwarna hijau muda. Sebaliknya pada buah oyong, lalat buah B. cucurbitae cenderung memilih meletakkan telur pada buah berukuran paling besar, yaitu SUB 5 yang memiliki panjang buah 22.6 cm dan diameter buah 3.5 cm dengan kulit buah berwarna hijau. Penelitian di India melaporkan bahwa lalat buah meletakkan telur tertinggi pada buah ukuran kecil diikuti dengan ukuran sedang dan ukuran besar (Lanjar et al. 2013). Keadaan ini diduga berkaitan dengan struktur permukaan buah yang lembut dan jaringannya lunak sehingga mudah ditusuk oleh ovipositor imago betina. Seperti yang terjadi saat pengamatan di lapang, lalat buah B. cucurbitae diduga banyak meletakkan telurnya pada saat buah ukuran kecil.

14

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Tingkat serangan tertinggi B. cucurbitae di lahan berturut-turut terdapat di lahan oyong, pare, dan mentimun. Buah oyong, pare, dan mentimun yang terserang di lahan buah berukuran kecil, masing masing berukuran lebih kecil dari 13.5 cm, 9.4 cm, dan 10.4 cm. Lalat buah B. cucurbitae di laboratorium meletakkan telur tertinggi pada buah mentimun dan pare dan terendah pada buah oyong. Preferensi oviposisi tertinggi B. cucurbitae pada mentimun dan pare terjadi pada SUB 1 dan oyong pada SUB 5.

SARAN Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pengendalian lalat buah B. cucurbitae di lapangan. Pengendalian secara mekanis dengan pembungkusan buah menggunakan plastik sejak buah berukuran kecil dapat dilakukan oleh petani. Hal ini dapat mencegah kerugian hasil yang ditimbulkan oleh lalat buah

15

DAFTAR PUSTAKA Allwood AJ. 1996. Biology and ecology: prerequisites for understanding and managing fruit flies (Diptera: Tephritidae). Di dalam: Allwood AJ & Drew RAI, editor. Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt 28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. hlm 95-101. Astriyani NKNK. 2014. Keragaman dan dinamika populasi lalat buah (Diptera: Tephritidae) yang menyerang tanaman buah-buahan di Bali [tesis]. Bali (ID): Universitas Udayana. [CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2005. Crop Protection Compendium (CD-Rom). Wallingford (UK): CABI. [CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2007. Crop Protection Compendium (CD-Rom). Wallingford (UK): CABI. [CABI] Commenwealth Agricultural Bureaux International. 2016. Bactrocera cucurbitae (melon fly) [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 04]. Tersedia pada: http//www.cabi.org/isc/datasheet/17683. Dhillon MK, Singh R, Naresh JS, Sharma HC. 2005. The melon fruit fly, Bactrocera cucurbitae: a review of its biology and management. JIS 5 (40). Fang MN. 1989. Studies on using different bagging materials for controlling melon fly on bitter gourd and sponge gourd. Bull of Taichung District Agril Improv Stat 25: 3-12. Guaman VM. 2009. Monitoring and pest control of fruit flies in Thailand: new knowledge for integrated pest management. SLU 15. Hasyim A, Setiawati W, Liferdi L. 2014. Teknologi pengendalian hama lalat buah pada tanaman cabai. IPTEK Hortikultura 10: 20-25. Hollingsworth RG, Vagalo M, Tsatsia F. 1996. Biology of melon fly, with special reference to Solomon Island. Di dalam: Allwood AJ & Drew RAI, editor. Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt 28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. hlm 140-145. Kardinan A, Bintaro MA, Syakir M, Amin AA. 2009. Penggunaan selasih dalam pengendalian hama lalat buah pada mangga. J Litri 15 (3): 101-109. Kumar NKK, Verghese A, Shivakumara B, Krishnamoorthy PN, Ranganath HR. 2006. Relative incidence of Bactrocera cucurbitae (Coquillett) and Dacus ciliatus Loew on cucurbitaceous vegetable. Di dalam Pedro Carlos Strikis, editor. Proceeding of the 7th International Symposium on Fruit Flies of Economic Importance; 2006 Sept 10-15; Salvador, Brazil. India: Indian Institute of Horticultural Research. Hlm 249-253. Lanjar AG, Sahito HA, Talpur MA, Channa MS. 2013. Biology and population of melon fruit fly on musk melon and indian squash. IJFAS (2): 42-47. Mahmood K, Mishkatullah. 2007. Population dynamics of three species of Bactrocera (Diptera: Tephritidae: Dacinae) in BARI, Chakwal (Punjab). Pakistan J Zool 39(2): 123-126. Mir SH, Dar SA, Mir GM, Ahmad SB. 2014. Biology of Bactrocera cucurbitae (Diptera: Tephritidae) on cucumber. J Flo Ento 97(2): 753-758.

16 Nismah, Susilo FX. 2008. Keanekaragaman dan kelimpahan lalat buah (Diptera: Tephritidae) pada beberapa sistem penggunaan lahan di bukit Rigis, Sumberjaya, Lampung Barat. J HPT Tropika 8(2): 82-89. Ravella R, Reddy MR, Taylor KO, Miller M. 2005. Evaluation of sustanaible production practices for asian vegetables (Luffa and Bitter Gourd) and their mineral nutrient analysis in a piedmont soil of North Cardina. AJEA 5(5): 475-481. Ronald F, Jayama L. Bactrocera cucurbitae (Coquillett) [Internet]. [diunduh 2016 Sept 28]. Tersedia pada: www.extento.hawaii.edu/kbase/crop/type/bactroc.htm. Sensus Pertanian. 2013. Jumlah rumah tangga usaha hortikultura, luas tanam, dan rata-rata luas tanam yang diusahakan/ dikelola per rumah tangga menurut jenis tanaman hortikultura semusim [Internet]. [diunduh 2016 Juli 24]. Tersedia pada: http//www.st2013.bps.go.id. Sultana T. 2014. Host preference and ecofriendly management of cucurbit fruit fly, Bactrocera cucurbitae (Coquillet) [tesis]. India: Bangladesh Agriculture University. Syahfari H, Mujiyanto. 2013. Identifikasi hama lalat buah (Diptera: Tephritidae) pada berbagai macam buah-buahan. J Ziraa’ah 36 (1): 32-39. Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Vargas RI, Mau RFL, Jang EB, Faust RM, Wong L. 2008. The Hawaii Fruit Fly Areawide Pest Management Programme. Lincoln (UK): University of Nebraska. Vijaysegaran S. 1996. Fruit fly and development in tropical Asia. Di dalam: Allwood AJ & Drew RAI, editor. Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt 28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. Hlm 21-30. Weems HV, Heppner JB, Fasulo TR. 2015. Melon fly, Bactrocera cucurbitae (Coquillett) (Insecta: Diptera: Tephritidae). Florida (UK): University of Florida Yadi S, Karimuna L, Sabaruddin L. 2012. Pengaruh pemangkasan dan pemberian pupuk organik terhadap produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). J Penel Agro (2): 107-114.

17

LAMPIRAN

1 18

Lampiran 1 Jumlah buah bergejala B. cucurbitae di lahan mentimun, oyong, dan pare Lahan

1 1 (n=5501) 41 (n=1331) 31 (n=5602)

Mentimun Oyong Pare

Buah yang terserang 2 3 4 3 (n=5498) 0 (n=4448) 1 (n=4447) 18 (n=1276) 19 (n=1255) 15 (n=1229) 18 (n=5571) 22 (n=5552) 12 (n=3370)

5 0 (n=4447) 10 (n=1212) 12 (n=3358)

Total buah 5 103 95

n= Total buah yang diamati

Lampiran 2 Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah mentimun Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 Kontrol Total

1 113 52 61 0 0 0 226

2 80 105 0 0 0 0 185

Jumlah telur yang diletakkan (butir/20 betina) 3 4 5 6 7 8 41 0 78 90 23 51 26 53 41 69 109 77 106 82 40 99 42 51 63 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 236 135 159 258 174 179

9 79 34 0 55 0 0 168

10 81 0 0 0 0 0 81

Rerata jumlah telur (butir/20 betina) 63.60 56.60 48.10 11.80 0.00 0.00

2 Lampiran 3 Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah oyong Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 Kontrol Total

1 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 1 0

Jumlah telur yang diletakkan (butir/20 betina) 3 4 5 6 7 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 51 0 3 0 0 0 0 0 0 0 10 0 82 0

9 0 0 0 33 45 0 78

10 0 0 10 0 0 0 10

Rerata jumlah telur (butir/20 betina) 0.00 0.00 4.10 3.30 10.60 0.40

Lampiran 4 Preferensi oviposisi B. cucurbitae berdasarkan perbedaan ukuran buah pare Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 Kontrol Total

1 48 60 0 54 0 3 162

2 139 61 4 0 0 0 204

Jumlah telur yang diletakkan (butir/20 betina) 3 4 5 6 7 8 9 22 82 7 24 0 41 45 0 18 54 0 69 0 0 0 0 34 9 0 0 47 0 46 36 0 0 0 0 34 74 23 0 0 0 23 0 0 1 0 0 20 0 56 220 154 33 69 41 115

10 19 0 16 0 0 0 35

Rerata jumlah telur (butir/20 betina) 42.70 26.20 11.00 13.60 15.40 2.40

19

3 20

Lampiran 5 Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah mentimun Ulangan Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 6 Panjang (cm) 1 8.80 8.80 8.80 8.80 8.50 8.60 2 9.80 9.80 10.30 10.30 10.40 10.10 3 11.80 11.80 11.40 11.50 11.00 11.00 4 13.00 13.30 12.80 12.90 12.80 12.30 5 14.70 14.00 14.00 14.00 13.60 14.00 Diameter (cm) 1 2.39 2.29 2.42 2.29 2.42 2.55 2 2.74 2.74 2.77 2.96 2.87 2.96 3 3.18 3.57 3.34 3.18 3.47 3.03 4 3.92 3.98 3.95 3.89 3.82 3.69 5 4.62 4.94 4.33 4.08 4.01 4.01

Rerata

7

8

9

10

8.50 10.20 11.40 12.20 13.80

8.40 10.30 11.40 12.20 14.40

8.80 10.30 11.20 12.50 13.90

8.50 9.90 11.20 12.20 13.90

8.65 10.14 11.37 12.62 14.03

2.52 2.93 3.50 3.69 4.01

2.36 2.96 3.57 3.76 4.49

2.42 2.96 3.15 3.76 4.14

2.39 2.96 3.18 3.76 4.01

2.41 2.89 3.32 3.82 4.26

4 Lampiran 6 Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah oyong Ulangan Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 6 Panjang (cm) 1 13.00 12.50 12.00 12.00 10.80 12.00 2 14.30 14.20 16.00 15.70 14.80 15.70 3 17.50 17.80 18.30 17.80 18.80 18.20 4 19.20 19.20 21.40 21.20 19.20 20.20 5 22.00 22.50 23.50 23.60 22.60 22.00 Diameter (cm) 1 1.43 1.75 1.40 1.18 1.15 1.24 2 2.16 2.16 2.01 2.01 1.91 1.91 3 3.06 3.03 2.64 2.42 2.20 2.10 4 3.38 3.38 3.22 3.22 3.22 3.22 5 3.44 3.82 3.44 3.44 3.44 3.44

Rerata

7

8

9

10

13.50 15.90 18.20 20.20 22.00

13.50 16.00 18.00 19.50 22.00

13.00 15.80 18.20 20.00 23.00

11,50 16.00 18.30 20.50 23.00

12.38 15.44 18.11 20.06 22.62

1.46 2.13 2.58 3.22 3.44

1.46 1.91 3.09 3.22 3.44

1.53 2.04 3.09 3.22 3.60

1.27 1.97 2.99 3.22 3.92

1.39 2.02 2.72 3.25 3.54

21

Lampiran 7 Preferensi B. cucurbitae terhadap ukuran buah pare Ulangan Skala Ukuran Buah 1 2 3 4 5 6 Panjang (cm) 1 9.40 8.50 9.20 9.30 9.00 9.00 2 10.90 10.20 10.90 10.50 10.40 10.20 3 12.10 12.10 11.90 11.70 11.10 11.20 4 13.50 13.50 12.50 12.60 12.40 13.20 5 14.20 14.70 14.00 14.20 14.20 14.20 Diameter (cm) 1 1.97 2.20 2.13 2.39 2.39 2.10 2 2.71 2.87 2.42 2.93 2.42 2.90 3 3.34 3.15 3.34 3.09 2.99 3.22 4 3.47 3.73 3.47 3.47 3.50 3.50 5 3.85 3.92 4.11 3.79 3.79 3.79

Rerata

7

8

9

10

9.00 10.30 11.30 12.70 14.00

9.00 10.00 11.00 12.40 13.90

8.80 10.10 11.00 12.50 13.90

8.00 10.50 12.10 13.50 14.20

8.92 10.40 11.55 12.90 14.15

2.01 2.87 2.90 3.47 3.79

1.91 2.80 2.99 3.47 3.79

2.13 2.52 3.34 3.47 3.79

1.91 2.61 3.18 3.47 3.79

2.11 2.71 3.15 3.50 3.84

22

5

1

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 26 Juli 1994 dari pasangan Bapak Drs Suryono dan Ibu Siti Maesaroh, BA (almh). Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 14 Jakarta pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN tulis. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitian pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk menjadi anggota pengurus Divisi Kewirausahaan pada tahun 2014 dan 2015, serta pernah menjadi Penanggung Jawab Kelompok (PJK) pengenalan Departemen PTN tahun 2014. Penulis pernah mengikuti kepanitian dalam acara Mahakarya Fakultas Pertanian sebagai anggota divisi Konsumsi. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun 2015 dan Pestisida dalam Proteksi Tanaman pada tahaun 2016. Selain mengikuti kegiatan kampus, penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar yang diadakan di IPB.