KLASIFIKASI ARITMIA DARI HASIL ELEKTROKARDIOGRAM

Download 1171. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya mengambil tindakan yang tepat (Wilkins, 2011). Dalam menginterpretasikan hasil EKG, dip...

0 downloads 447 Views 1MB Size
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 2, No. 3, Maret 2018, hlm. 1170-1178

e-ISSN: 2548-964X http://j-ptiik.ub.ac.id

Klasifikasi Aritmia Dari Hasil Elektrokardiogram Menggunakan Support Vector Machine Dengan Seleksi Fitur Menggunakan Algoritma Genetika Reiza Adi Cahya1, Candra Dewi2, Bayu Rahayudi3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Elektrokardiogram (EKG), atau rekam jantung, dapat digunakan untuk mengenali kelainan detak jantung atau aritmia. Bantuan komputer dengan teknik machine learning tertentu dapat digunakan untuk mengenali aritmia secara otomatis. Tetapi data numerik yang belum diproses dari EKG mempunyai jumlah fitur yang banyak, yang dapat mengurangi kualitas pengenalan otomatis. Algoritma genetika (genetic algorithm, GA) dapat digunakan untuk menyeleksi fitur sehingga didapat data dengan jumlah fitur yang lebih rendah. GA akan membuat data set dengan fitur yang sudah diseleksi, dan data set tersebut digunakan untuk melatih support vector machine (SVM) untuk mengklasifikasikan aritmia. Untuk pelatihan dan pengujian, digunakan data EKG dari database aritmia Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH). Masing-masing data merupakan rekam jantung selama 6 detik dan diklasifikasikan ke dalam detak jantung normal dan 3 jenis aritmia. Hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan bahwa GA-SVM mempunyai akurasi rata-rata sebesar 82.5% menggunakan 120 data latih dan 20 data uji. GA-SVM juga dapat menurunkan jumlah fitur, dari 2160 jumlah fitur awal menjadi rata-rata 406 fitur. Kata kunci: aritmia, elektrokardiogram, support vector machine, algoritma genetika, seleksi fitur

Abstract Electrocardiogram (ECG) can be used to recognize abnormal heart beats or arrhythmia. Automatic arrhythmia recognition can be achieved through the use of machine learning techniques. However, ECG generates raw numerical data with large amount of features that can reduce the quality of automatic recognition. Genetic algorithm (GA) can be utilized to perform a feature selection, reducing the amount of features. Data with reduced features then will be used to train a support vector machine (SVM) classifier. ECG data from the Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH) arrhythmia database is used as training and testing data. Each data is a six-second ECG recording, and is classified into normal heartbeat and 3 different kind of arrhythmias. Result shows that GA-SVM yielded average accuracy of 82.5% with 120 training data and 20 test data, and reduced the amount of feature from 2160 original features to an average of 406 reduced features. Keywords: arrhythmia, electrocardiogram, support vector machine, genetic algorithm, feature selection

teratur. Kondisi menyebabkan gejala-gejalan seperti rasa lelah dan rasa sakit di dada. Untuk mendeteksi aritmia, dokter menggunakan rekam jantung atau elektrokardiogram (American Health Association, 2016). Elektrokardiogram (EKG) adalah hasil rekaman aktivitas jantung yang didapat dengan menempelkan elektrode ke kulit untuk menangkap arus listrik yang dihasilkan jantung. Deretan aktivitas-aktivitas jantung yang direkam oleh EKG dapat digunakan sebagai indikator adanya gangguan irama jantung, yang dapat digunakan oleh dokter atau perawat untuk

1. PENDAHULUAN Aritmia atau kelainan detak jantung telah banyak diderita oleh penduduk dunia – salah satu jenis aritmia, atrial fibrillation (afib) telah menyerang 6 juta penduduk Eropa dan 2,3 juta penduduk Amerika (Kannel & Benjamin, 2008), sedangkan aritmia jenis ventricular tachycardia (vtac) telah menyebabkan 300.000 kematian di Amerika (Compton, 2015). Aritmia menyebabkan jantung berdetak lebih cepat, lebih lambat, atau menjadi tidak Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

1170

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

mengambil tindakan yang tepat (Wilkins, 2011). Dalam menginterpretasikan hasil EKG, diperlukan pengetahuan yang luas karena setiap macam aritmia memiliki ciri-ciri yang berbeda, seperti bentuk-bentuk gelombang dan jumlah detak jantung permenit (Wilkins, 2011). Pengenalan manual seperti ini rentan terhadap kesalahan diagnosis karena kurangnya ketelitian. Praktisi-praktisi non-ahli kardiologi, seperti perawat, juga dapat mengalami kesulitan mengenali jenis-jenis gelombang. Untuk membantu tenaga medis menginterpretasikan hasil EKG, dapat digunakan bantuan sistem komputer dengan machine learning. Akan tetapi, kendala dalam menerapkan pengenalan otomatis dengan sistem komputer adalah EKG menghasilkan data numerik dengan jumlah besar. Hal ini dikarenakan EKG merupakan rekaman aktivitas jantung dalam millivolt (mV) yang direkam setiap sepersekian detik (Wilkins, 2011). Contoh, pada database aritmia Massachusetts Institute of Technology–Beth Israel Hospital (MIT-BIH) rekam jantung selama 6 detik menghasilkan titik data sebanyak 2160 buah (Moody & Mark, 1997). Dalam mengatasi jumlah fitur yang besar ini, support vector machine (SVM) adalah salah satu algoritma yang dapat digunakan. SVM mempunyai keuntungan karena tidak begitu dipengaruhi oleh besarnya jumlah fitur pada data (curse of dimensionality). Selain itu SVM juga tidak perlu mengetahui distribusi data pada ruang fitur (Melgani & Bazi, 2008). Untuk meningkatkan kinerja SVM, jumlah fitur dapat dikurangi dengan melakukan proses seleksi fitur. Pengurangan jumlah fitur dengan memiliki keuntungan yakni mempermudah visualisasi dan pemahaman data, mengurangi biaya komputasi, dan meningkatkan kinerja algoritma (Guyon & Elisseeff, 2003). Beberapa penelitian tentang SVM dan proses seleksi fitur telah dilakukan sebelumnya. Melgani dan Bazi (2008) mengembangkan SVM dengan kernel radial basis function (RBF) untuk mengklasifikasi 5 jenis detak jantung. SVM dioptimasi dengan particle swarm optimization (PSO) untuk menentukan parameter C dan γ. PSO juga digunakan untuk memilih subset fitur yang digunakan untuk melatih SVM. Dengan 500 data latih, SVM-PSO dapat menentukan dengan benar 90,52% data dari 40.438 total data uji. Dalam penelitian lain, Anbarasi, Anupriya, dan Inyengar (2010) melakukan penelitian untuk Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

1171

deteksi penyakit jantung dengan seleksi fitur menggunakan genetic algorithm (GA). Penelitian dilakukan dengan 3 jenis teknik klasifikasi yakni Naïve Bayes, decision tree, dan klasifikasi melalui clustering. Dataset terdiri dari 909 data. Setiap data memiliki 13 fitur dan 2 kelas, yakni sembuh (tidak mempunyai penyakit jantung) dan sakit (mempunyai penyakit jantung). GA dapat menyeleksi 6 fitur dari 13 fitur yang ada. Hasil klasifikasi dari fitur yang sudah diseleksi sangat memuaskan, Naïve Bayes memiliki akurasi sebesar 96,5% dan decision tree memiliki akurasi sebesar 99,2%. Klasifikasi melalui klustering memiliki akurasi yang cukup bagus yakni 88,2%. Untuk penelitian SVM tanpa seleksi fitur, Cholissodin, dkk (2014) melakukan klasifikasi dokumen komplain elektronik kampus dengan directed acyclic graph (DAG) SVM dan analytic hierarchy processing (AHP). Data-data diklasifikaskan ke empat kelas berdasarkan urgensi dan pentingnya komplain yang diterima. Data-data kemudian dioleh dengan text preprocessing. Kemudian AHP digunakan untuk mendapat bobot setiap kelas, dan akhirnya SVM digunakan untuk mengklasifikakan data. Hasil yang diperoleh adalah akurasi selalu lebih tinggi tanpa penggunaan bobot AHP dengan akurasi terbaik senilai 82,61%. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, akan dilakukan penelitian untuk mengklasifikasikan aritmia dari hasil EKG dengan SVM dengan proses seleksi fitur. Data penelitian diambil dari database aritmia MITBIH (Moody & Mark, 1997). Setiap data merupakan rekam jantung selama 6 detik kanal MLII (limb lead II yang dimodifikasi) yang diubah menjadi 2160 fitur dan dinormalisasi dengan metode min-max. Setiap data mempunyai kelas yakni detak jantung normal, atrial fibrillation, PVC bigeminy, dan ventricular tachycardia. Dataset terdiri dari 120 data latih dan data uji. Proses seleksi fitur dilakukan menggunakan GA. Pengujian yang dilakukan meliputi melihat pengaruh berbagai parameter GA dan SVM terhadap hasil klasifikasi. 2. JANTUNG DAN ARITMIA Jantung adalah organ penuh otot yang terletak di dada, di belakang sternum di mediastinum, di antara paru-paru, dan di depan tulang belakang. Jantung terdiri dari empat ruang, yang terdiri dari dua atria dan dua

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

ventrikel. Atria dan ventrikel masing-masing dibagi menjadi kanan dan kiri. Atria dan ventrikel berperan dalam siklus peredaradan darah dalam tubuh manusia (Wilkins, 2011). Untuk memompa darah, jantung memerlukan impuls listrik. Aktivitas listrik jantung ini dapat digambarkan dengan elektrokardiogam (EKG). Rekaman EKG berbentuk gelombang yang digambarkan pada kertas dengan kisi. Sumbu horizontal menunjukkan waktu dan sumbu vertikal dapat menunjukkan tegangan listrik atau amplitudo. EKG direkam dengan menempelkan elektrode ke kulit pasien. Tempat penempelan elektrode mempengaruhi EKG yang dihasilkan, dan terdapat 12 jenis rekaman EKG (Wilkins, 2011). Dalam penelitian ini, jenis-jenis aritmia yang akan dikenali adalah: a. Detak jantung normal. b. Atrial fibrillation. c. Premature ventricular contraction (PVC) bigeminy. d. Ventricular Tachycardia. 3. SUPPORT VECTOR MACHINE Misalkan terdapat sekumpulan data latih berjumlah 𝑛 dengan fitur sejumlah 𝑚 (𝒙𝑖 ∈ ℜ𝑚 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛), support vector machine (SVM) akan mengklasifikasikan setiap data ke dalam target kelas yang bernilai 𝑦𝑖 ∈ (+1, −1). Dari data latih tersebut, SVM melakukan klasifikasi dengan menemukan bidang (hyperplane) yang dapat memisahkan data-data dari kedua kelas dengan margin yang paling besar (Huang, Kecman & Kopriva, 2006). Untuk menglasifikasikan data 𝒙 ke dalam kelas 𝑦 ∈ (+1, −1), digunakan persamaan 1, dengan proses penurunan persamaan 1 secara keseluruhan dapat dilihat pada Bennett & Campbell (2000). 𝑓(𝒙) = 𝑠𝑖𝑔𝑛(∑𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 𝛼𝑖 𝐾(𝒙𝒊 , 𝒙) + 𝑏)

(1)

Dimana 𝛼𝑖 adalah Lagrange multiplier untuk data ke-i dan 𝑏 adalah nilai bias yang didapat dari persamaan 2. ∑ 𝑦 𝛼 𝐾(𝒙𝒊 , 𝒙+ ) 1 𝑏 = − ( 𝑖∈𝑆𝑉 𝑖 𝑖 ) − 2 +∑ 𝑖∈𝑆𝑉 𝑦𝑖 𝛼𝑖 𝐾(𝒙𝒊 , 𝒙 )

(2)

Dimana 𝑥 + adalah data dengan nilai 𝛼𝑖 terbesar untuk kelas +1 dan 𝑥 − data dengan nilai 𝛼𝑖 terbesar untuk kelas −1. SV atau support vectors adalah data-data yang mempunyai nilai 𝛼𝑖 lebih dari 0 (Huang, Kecman & Kopriva, 2000). Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

1172

𝐾(𝒙𝒊 , 𝒙𝒋 ) adalah fungsi kernel untuk memetakan data untuk kasus data yang tidak dapat dipisahkan secara linear. Fungsi kernel yang digunakan adalah radial basis function (RBF) pada persamaan 3. 𝐾(𝒙𝒊 , 𝒙𝒋 ) = exp (−

‖𝒙𝒊 −𝒙𝒋 ‖ 2𝜎 2

𝟐

)

(3)

Nilai 𝛼𝑖 didapat dengan menyelesaikan bidang pemisah. Pencarian bidang pemisah tersebut merupakan masalah optimasi dan dapat diselesaikan dengan beberapa cara. Pada penelitian ini, cara yang digunakan adalah sequential learning (Vijayakumar & Wu, 1999). Sequential learning dapat menemukan bidang pemisah optimal dengan lebih cepat dibanding dengan metode quadraric programming yang biasanya digunakan untuk memecahkan optimasi. SVM hanya dapat mengklasifikasikan data secara biner. Untuk klasifikasi lebih dari 2 kelas, dapat digunakan berbagai strategi memecah klasifikasi multikelas menjadi beberapa klasifikasi biner. Dalam penelitian ini digunakan strategi binary decision tree (BDT) (Madzarov, Gjorgjevikj & Chorbev, 2008). BDT mempunyai prinsip membentuk pohon keputusan berdasarkan jarak masing-masing kelas. 4. ALGORITMA GENETIKA Algoritma genetika atau Genetic Algorithm (GA) adalah algoritma optimasi (Coley, 1999) dan pencarian stokastik (Gen & Cheng, 2000) yang menggunakan konsep seleksi alam sebagai dasar cara kerjanya. GA merupakan sebuah metode umum atau framework yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah (Coley, 1999). GA bekerja dengan memanipulasi populasi atau kumpulan individu yang merepresentasikan solusi terhadap seuatu masalah. Pada awalnya, populasi dibangkitkan secara acak pada berbagai titik di ruang pencarian (Coley, 1999). Kemudian dari populasi awal, dibentuk individu-individu baru yang disebut dengan offspring. Offspring dibentuk dengan proses reproduksi yang dilakukan dengan dua cara yaitu crossover (menggabungkan dua individu untuk membentuk individu baru) dan mutasi (mengubah bagian dari sebuah individu untuk membuat individu baru). Seluruh individu (termasuk offspring) diukur kemampuannya dalam memecahkan masalah, yang diukur dengan nilai fitness. Populasi baru dibentuk

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

1173

dengan memilih individu-individu yang lebih baik. Jika proses ini diulang selama beberapa generasi, akan didapat individu terbaik (gBest) yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah dengan baik (Gen & Cheng, 2000). Individu memiliki deretean gen yang disebut kromosom. Kromosom ini merepresentasikan solusi untuk permasalahan yang dihadapi. Proses melakukan pengubahan dari solusi menjadi urutan gen dinamakan encoding. Terdapat beberapa macam encoding, yakni encoding biner, encoding bilangan real, encoding permutasi integer, dan encoding struktur data (Gen & Cheng, 2000). 5. SVM DENGAN SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN GA GA digunakan untuk membentuk subfitur yang optimal dari 2160 fitur awal. Untuk itu, digunakan encoding biner. Gen ke-i setiap kromosom merepresentasikan apakah fitur ke-i digunakan dalam proses pelatihan SVM (nilai 1 menunjukkan fitur digunakan dan nilai 0 menunjukkan fitur tidak digunakan). Dengan demikian, kromosom mempunyai 2160 gen. Setiap gen dievaluasi dengan membentuk model SVM. Nilai akurasi dan jumlah fitur digunakan untuk menghitung nilai fitness. Proses dari GA-SVM dapat dilihat pada gambar 2. Penjelasan setiap langkah-langkah GA-SVM adalah sebagai berikut: Inisialisasi populasi: Inisialisasi populasi awal dilakukan dengan membangkitakan nilai real acak untuk setiap gen pada setiap kromsom. Kemudian nilai real tersebut diubah menjadi 0 atau 1 dengan thresholding (1 jika nilai kurang dari sama dengan threshold dan 0 jika tidak). Nilai threshold untuk setiap kromosom dibuat berbeda. Dengan demikian, populasi awal memiliki jumlah fitur terseleksi yang bervariasi. Penggunaan inisialisasi yang sederhana dengan langsung membangkitkan nilai 0/1 membuat semua kromosom memilih sekitar 1080 fitur (probabilitas 0.5×2160 total fitur) sehingga populasi awal kurang bervariasi. Reproduksi: Reproduksi dibagi menjadi 2: a. Crossover dilakukan dengan one-cut point.. Crossover akan menghasilkan subfitur yang mempunyai karakteristik dari kedua induknya.

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Gambar 1 Alur GA-SVM

b. Mutasi dilakukan dengan single mutation. Mutasi akan menghasilkan subfitur dengan karakteristik baru yang tidak dimiliki induk. 𝑐𝑟 (crossover rate) dan 𝑚𝑟 (mutation rate) adalah parameter dalam rentang [0, 1] yang menentukan jumlah crossover dan mutasi pada 1 generasi. Evaluasi dengan melatih SVM: Untuk menghitung nilai fitness, dibentuk model SVM menggunakan subfitur yang telah diseleksi. dalam kromosom. Model SVM dilatih dengan menggunakan sequential learning (Vijayakumar &Wu, 1999). Dalam penelitian ini, sequential learning dikatakan konvergen jika iterasi maksimal telah tercapai atau perubahan 𝛼𝑖 lebih kecil dari batas yang telah ditentukan (max(|𝛿𝛼𝑖 |) < 𝜀 ). Fungsi fitness dari GA-SVM dihitung menggunakan persamaan 7.

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

Seleksi: Untuk seleksi dilakukan dengan binary tournament. 2 individu acak dipilih dari populasi, dan individu dengan fitness terbesar dinyatakan lolos untuk generasi selanjutnya. Proses ini diulang sebanyak jumlah populasi. Pembandingan solusi: Pada setiap generasi, kromosom terbaik pada generasi ke-𝑖 (𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡 𝑖 ) dibandingkan dengan kromosom terbaik pada generasi sebelumnya (𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡). Jika fitness 𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡 𝑖 lebih baik dari 𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡, maka 𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡 𝑖 dinyatakan sebagai 𝑔𝐵𝑒𝑠𝑡 yang baru. Konvergensi: GA akan berhenti dengan 2 syarat. Pertama, GA harus dijalankan minimal 25 generasi. Kedua, jika selama 10 generasi tidak terjadi perbaikan akurasi dan fitur yang terseleksi tidak turun lebih dari 10%. Kondisi kedua jika dinyatakan dengan persamaan 4, akan menghasilkan nilai threshold: ∆𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.85 × ∆𝑓1 + 0.15 × ∆𝑓2 = 0.85 × 0 + 0.15 × 0.1

(5)

= 0 + 0.015 = 0.015

6. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja dari GA-SVM dilihat dengan hasil akurasi, yakni perbandingan antara data uji yang diklasifikasikan dengan benar dan jumlah semua data uji. Dalam penelitian ini, digunakan 120 data latih dan 20 data uji, dengan 5 data uji untuk setiap kelas. Kemudian dilihat pengaruh parameter-parameter GA-SVM terhadap akurasi. Parameter-parameter yang diuji adalah: a. Ukuran populasi GA b. Tingkat crossover GA (𝑐𝑟) c. Tingkat mutasi GA (𝑚𝑟) d. Nilai threshold 𝜀 SVM e. Augmenting factor 𝜆 SVM f. Konstanta 𝐶 SVM g. Learning rate 𝛾 SVM h. Nilai 𝜎 dari kernel RBF i. Jumlah iterasi SVM Untuk setiap nilai parameter, pengujian diulang sebanyak 10 kali untuk mendapatkan nilai fitness rata-rata. Dalam pengujian digunakan parameter awal sebagai berikut: a. Ukuran populasi: 50 b. 𝑐𝑟: 0,9 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

c. d. e. f. g. h. i.

𝑚𝑟 0,1 σ dari RBF: 2 λ: 0,5 γ: 0.01 C: 1 ε: 10-5 Iterasi maksimal SVM: 100

6.1 Hasil dan Pembahasan Pengujian Ukuran Populasi GA Rata-rata Fitness

(4) Dimana 𝑓1 adalah akurasi dari SVM yang telah dibentuk dengan fitur yang sudah terseleksi. 𝑓2 adalah persentase dari fitur yang tidak terpilih.

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Ukuran Populasi Gambar 2 Hasil Pengujian Ukuran Populasi

Hasil dari pengujian ukuran populasi disajikan pada gambar 3. Dari hasil pengujian didapat bahwa nilai fitness cenderung sebanding dengan ukuran populasi. Populasi menunjukkan berapa banyak solusi (Gen & Cheng, 2000), sehingga populasi yang kecil menyebabkan tidak banyak solusi yang ditelusuri. Jumlah populasi 100 dipilih sebagai jumlah populasi yang tepat pada masalah ini dan digunakan pada pengujianpengujian selanjutnya. 6.2 Hasil dan Pembahasan Pengujian Crossover Rate dan Mutation Rate Rata-rata Fitness

𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.85 × 𝑓1 + 0.15 × 𝑓2

1174

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

Cr/Mr Gambar 3 Hasil Pengujian Crossover Rate dan Mutation Rate

Hasil dari pengujian kombinasi 𝑐𝑟 dan 𝑚𝑟 disajikan pada 4. Pengujian menunjukkan bahwa crossover rate yang lebih besar menghasilkan fitness yang lebih baik. Hal ini dikarenakan masalah memiliki ruang pencarian yang besar

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

(22160), dan crossover memberikan kemampuan untuk menjelahi ruang pencarian yang lebih luas (Gen & Cheng, 2000). Nilai kombinasi parameter 𝑐𝑟 dan 𝑚𝑟 yang dipilih untuk pengujian selanjutnya adalah 0.9 dan 0.1.

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

pemisah yang didapat dengan menyelesaikan quadratic problem, tetapi juga menyebabkan konvergensi lebih lama (Vijayakumar & Wu, 1999), sehingga nilai 𝛼𝑖 yang didapat pada saat iterasi terakhir tercapai tidak optimal. Oleh karena itu, nilai 0.5 dipilih sebagai nilai 𝜆 terbaik dan digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya. 6.5 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai 𝑪 SVM 1

Rata-rata Fitness

Rata-rata Fitness

6.3 Hasil dan Pembahasan Pengujian Threshold 𝜺 SVM

1175

𝜀

0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

Gambar 4 Hasil Pengujian Threshold ε SVM

Hasil dari pengujian nilai threshold ε disajikan pada 5. Bertambahnya nilai 𝜀 cenderung mengakibatkan penurunan nilai fitness. Nilai ε menunjukkan seberapa besar 𝛿𝛼𝑖 yang dibutuhkan untuk melanjutkan pencarian. Dengan demikian, nilai 𝜀 yang besar akan menyebabkan pencarian mudah terhenti karena pembaruan 𝛼𝑖 tidak cukup besar, walaupun konvergensi belum tercapai. Nilai 10−7 digunakan sebagai nilai ε terbaik dan digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya.

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

Gambar 6 Hasil Pengujian Nilai C SVM

Hasil dari pengujian nilai C dapat dilihat pada gambar 7. Hasil pengujian menunjukkan nilai fitness mengalami peningkatan dengan bertambahnya nilai C. Nilai C memberikan bobot penalti yang lebih besar pada data yang melewati bidang pemisah, sehingga SVM yang dihasilkan dapat menghindari kesalahan klasifikasi (Huang, Kecman & Kopriva, 2006). Dengan demikian nilai N = 50 digunakan sebagai nilai C terbaik dan digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya. 6.6 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai Learning Rate 𝜸 SVM 1

0,01 0,1 0,5

1

5

10 25 50 100

𝜆 Gambar 5 Hasil Pengujian Nilai λ SVM

Hasil dari pengujian nilai augmenting factor λ dapat dilihat pada 6. Hasil yang didapat adalah pada nilai 0.01 hingga 0.5 nilai fitness cenderung stabil, dan nilai 𝜆 yang lebih besar menurunkan nilai fitness. Pada sequential learning, nilai 𝜆 yang lebih besar memberikan bidang pemisah yang lebih mirip dengan bidang Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Rata-rata Fitness

Rata-rata Fitness

6.4 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai Augmenting Factor 𝝀 SVM

C

0,8 0,6 0,4 0,2 0

𝛾 Gambar 7 Hasil Pengujian Nilai γ SVM

Hasil dari pengujian nilai 𝛾 dapat dilihat

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

jumlah iterasi SVM sebesar 100 dipilih sebagai jumlah iterasi terbaik walaupun terdapat nilai fitness yang lebih tinggi pada jumlah iterasi yang lebih banyak. Selain itu, jumlah iterasi yang lebih banyak menyebabkan waktu komputasi yang lebih lama. Jumlah Iterasi SVM

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5

100

Rata-rata Fitness

pada gambar 8. Hasil menunjukkan nilai fitness cenderung stabil dari 𝛾 = 10−7 hingga 𝛾 = 10−4 , mencapai titik maksimal pada 𝛾 = 0.01 dan kemudian mengalami penurunan. Sequential Learning pada dasarnya adalah gradient ascent (Vijayakumar & Wu, 1999) sehingga learning rate yang terlalu kecil menyebabkan optimal lama tercapai, dan learning rate yang terlalu besar menyebabkan 𝛼𝑖 optimal terlewati. Berdasarkan hasil pengujian, nilai 𝛾 = 0.01 menjadi nilai yang mempunyai keseimbangan antara kecepetan pencarian dan tidak melawati hasil optimal. Oleh karena itu, 𝛾 = 0.01 dipilih menjadi nilai parameter terbaik dan digunakan pada pengujian-pengujia selanjutnya.

1176

Jumlah Iterasi SVM

Rata-rata Fitness

6.7 Hasil dan Pembahasan Pengujian Nilai 𝝈 Kernel RBF

Gambar 9 Hasil Pengujian Jumlah Iterasi SVM

1 0,9

6.9 Validasi Pengujian

0,8 0,7 0,6 0,5 1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

𝜎 Gambar 8 Hasil Pengujian Nilai σ Kernel RBF

Hasil dari pengujian nilai 𝜎 dapat dilihat pada gambar 9. Nilai fitness naik dari rentang 1 hingga 2, dan setelah itu turun. Untuk 𝛾 = 1/(−2𝜎), 𝛾 yang lebih besar menghasilkan kernel yang overfit, sedangkan nilai 𝛾 yang lebih kecil menghasilkan kernel yang underfit (Melgani & Bazi, 2008). Karena 𝛾 berbanding terbalik dengan 𝜎 maka nilai 𝜎 yang besar akan menghasilkan kernel yang underfit dan nilai 𝜎 yang kecil akan menghasilkan kernel yang overfit. Dalam pengujian ini, didapat bahwa nilai 𝛾 = 2 adalah nilai yang dapat menjaga keseimbangan antara overfit dan underfit sehingga mendapat fitness terbaik dan digunakan pada pengujian selanjutnya. 6.8 Hasil dan Pembahasan Pengujian Hasil dari pengujian jumlah iterasi SVM dapat dilihat pada 10. Hasil pengujian menunjukkan fitness tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan dengan bertambahnya jumlah iterasi. Hal ini menunjukkan bahwa SVM dapat mencapai konvergensi pada 100 iterasi. Oleh karena itu, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Setelah dilakukan pengujian, didapat parameter-parameter optimal sebagai berikut: a. Ukuran populasi: 100 b. Crossover rate: 0,9 c. Mutation rate: 0,1 d. Threshold ε: 10-7 e. Augmenting factor λ: 0,5 f. Nilai C: 50 g. Learning rate γ: 0.01 h. σ dari RBF: 2 i. Iterasi maksimal SVM: 100 Validasi pengujian dilakukan dengan menjalankan GA-SVM dengan parameter optimal selama 10 kali untuk melihat kestabilan hasil GA-SVM. Hasil dapat dilihat pada tabel 1. GA-SVM mampu menghasilkan akurasi ratarata sebesar 82.5.5%. GA-SVM juga dapat menyeleksi rata-rata 406 fitur, penurunan yang signifikan dari fitur awal yang sebanyak 2160 fitur. Tabel 1. Hasil Akhir Pengujian No

Akurasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata

80% 80% 80% 85% 90% 80% 85% 85% 85% 75% 82.5%

Jumlah Fitur Terpilih 310 695 348 396 320 306 393 297 254 738 406

Fitness 0.808472222 0.781736111 0.805833333 0.845 0.892777778 0.80875 0.845208333 0.851875 0.854861111 0.73625 0.823076389

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

7. PENUTUP Dari hasil yang didapat dalam penelitian klasifikasi aritmia EKG dengan menggunakan SVM dengan seleksi fitur menggunakan GA dapata mengklasifikasikan data dengan akurasi sebesar 82,5% dan menyeleksi rata-rata 406 dari 2160 fitur dengan 120 data latih dan 20 data uji. Untuk terus mengembangkan penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat dipertimbangkan. Pertama, algoritma genetika tidak hanya sebagai metode seleksi fitur, tetapi juga untuk optimasi parameter sehingga dapat ditemukan parameter yang optimal secara otomatis. Selain itu dapat ditambahkan mekanisme random injection pada algoritma genetika untuk mencegah kondisi local optima. Penelitian juga dapat dikembangkan dengan membandingkan pengaruh kernel lain seperti kernel polinomial, dan strategi multikelas lain seperti one-against-all dan one-against-one terhadap hasil klasifikasi. DAFTAR PUSTAKA Anbarasi, M., Anupriya, E. & Iyengar, N. C. S. N., 2010. Enhanced Prediction of Heart Disease with Feature Subset Selection Using Genetic Algorithm. International Journal of Engineering Science and Technology, 2(10), pp. 5370-5376. American Health Association, 2016. About Arrhythmia. [Online] Tersedia pada: http://www.heart.org/ HEARTORG/Conditions/Arrhythmia/ AboutArrhythmia/About-Arrhythmia _UCM_002010_Article.jsp#.WHtC wPl97Df [Diakses 15 January 2017]. American Health Association, 2016. Why Arrhythmia Matters. [Online] Tersedia pada: http://www.heart.org/ HEARTORG/Conditions/Arrhythmia/ Why ArrhythmiaMatters/WhyArrhythmia-Matters_UCM_002023_ Article.jsp#.WHtDUfl97Dc [Diakses 15 January 2017]. Bennett, K. P. & Campbell, C., 2000. Support Vector Machines: Hype or Hallelujah. SIGKDD Explorations, 2(2), pp. 1-13. Coley, D., 1999. An Introduction to Genetic Algorithms for Scientists and Engineers. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

1177

Cholissodin, I., Kurniawati, M., Indriati & Arwani, I., 2014. Classification of Campus E-Complaint Documents using Directed Acyclic Graph Multi-Class SVM Based on Analytic Hierarchy Process. International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems (ICACSIS), 18-29 Oktober, pp. 247-253. Compton, S. J., 2015. Ventricular Tachycardia: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. [Online] Tersedia pada: http://emedicine. medscape.com/article/159075-overview [Diakses 15 January 2017]. Gen, M. & Cheng, R., 2000. Genetic Algorithms and Engineering Optimization. New York: John Wiley & Sons. Guyon, I. & Elisseeff, A., 2003. An Introduction to Variable and Feature Selection. Journal of Machine Learning Research, Volume 3, pp. 1157-1182. Huang, T.-M., Kecman, V. & Kopriva, I., 2006. Kernel Based Algortihms for Mining Huge Data Sets. Heidelberg: SpringerVerlag Berlin Heidelberg. Kannel, W. & Benjamin, E., 2008. Final Draft Status of the Epidemiology of Atrial Fibrillation. The Medical clinics of North America, 92(1), pp. 17-ix. Madzarov, G., Gjorgjevikj, D. & Chorbev, I., 2009. A Multi-class SVM Classifier Utilizing Binary Decision Tree. Informatica, 33(2), pp. 233-241. Melgani, F. & Bazi, Y., 2008. Classification of Electrocardiogram Signals with Support Vector Machines and Particle Swarm Optimization. IEEE Transactions on Information Technology in Biomedicine, 12(5), pp. 667-677. Moody, G. B. & Mark, R. G., 1997. MIT-BIH Arrhythmia Database. [Online] Tersedia pada: https://physionet.org/ physiobank/database/mitdb/ [Diakses 16 January 2016]. Pratama, A., Cholissodin, I. & Suprapto, 2016. Klasifikasi Kondisi Detak Jantung Berdasarkan Hasil Pemeriksaaan Elektrokardiografi Menggunakan Binary Decision Tree - Support Vector Machine (BDT-SVM). Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB, 21(8).

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer

Vijayakumar, S. & Wu, S., 1999. Sequential Support Vector Classifiers and Regression. Proceeding International Conference on Soft Computing (SOCO '99), 1-4 Juni, pp. 610-619. Wilkins, L. W., 2011. ECG Interpretation Made Incredibly Easy. 5th ed. Pennsylvania: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health.

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

1178