KLOBOT JAGUNG SEBAGAI KEMASAN ALAMI WAJIK KELAPA

Download Klobot jagung kering diaplikasikan untuk mengetahui pengaruhnnya terhadap mutu wajik selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dengan perla...

2 downloads 560 Views 16MB Size
KLOBOT JAGUNG SEBAGAI KEMASAN ALAMI WAJIK KELAPA

ELOK PRATIWI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klobot Jagung sebagai Kemasan Alami Wajik Kelapa adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi dan tinjauan pustaka yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Elok Pratiwi NIM F34100085

ABSTRAK ELOK PRATIWI. Klobot Jagung sebagai Kemasan Alami Wajik Kelapa. Dibimbing oleh INDAH YULIASIH. Klobot jagung merupakan bahan yang biasa digunakan untuk mengemas dodol atau wajik. Jenis kemasan ini hanya mempertahankan produk dalam waktu singkat. Upaya peningkatan kualitas klobot jagung dilakukan dengan alternatif pengeringan langsung, water blanching, steam blanching, dan perendaman pada larutan kapur 1%. Berdasarkan hasil uji hedonik, perlakuan pendahuluan yang menghasilkan klobot jagung terbaik adalah steam blanching. Klobot jagung kering diaplikasikan untuk mengetahui pengaruhnnya terhadap mutu wajik selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dengan perlakuan kemasan (kemasan primer klobot jagung kering, kemasan primer klobot jagung kering dengan kemasan sekunder PET, kemasan primer klobot jagung kering dengan kemasan sekunder PET ditambahkan oksigen scavenger) dan tempat penyimpanan (suhu ruang dan suhu 30oC dalam inkubator). Perubahan mutu wajik dilihat dari kadar air, FFA, total mikroba, dan organoleptik. Berdasarkan pendugaan umur simpan wajik yaitu 27 hari dan perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan (analisis kadar air, asam lemak bebas, total mikroba, dan organoleptik), perlakuan terbaik pada wajik kelapa dalam penelitian ini adalah perlakuan kemasan klobot jagung kering yang disimpan pada suhu ruang (A1B1). . Kata kunci : karakterisasi, kemasan alami, klobot jagung, wajik kelapa

ABSTRACT ELOK PRATIWI. Corn Husk as Natural Packaging of Wajik Kelapa. Supervised by INDAH YULIASIH. Cornhusk was commonly used to pack dodol or wajik. This packaged only maintained the product in short period. There were some alternative treatment to improved quality of cornhusk, which was direct drying, water blanching, steam blanching, and soaking in 1 % solution of lime. Based on the results of hedonik test, the best pretreatment cornhusk was steam blanching. Dried cornhusk used for packed dodol to saw the influence of wajik quality during storage. The storage of wajik used two factor, which was packaged (dried cornhusk as primary packaged, dried cornhusk as primary and PET as secondary packaged, dried cornhusk as primary and PET as secondary packaged added oxygen scavenger) and storage areas (room temperature and 30 oC). The change of quality wajik viewed from water levels, FFA, TPC and organoleptic. Based on shelf life of wajik that is 27 days and quality changes that occur during storage (analysis of water content, FFA, TPC, and organoleptic), the best treatment on wajik kelapa in this research is the treatment of dried cornhusk as primary packaged stored at room temperature (A1B1). Key words : characterization, corn husk, natural packaging, wajik kelapa

KLOBOT JAGUNG SEBAGAI KEMASAN ALAMI WAJIK KELAPA

ELOK PRATIWI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Judul Skripsi : Klobot Jagung sebagai Kemasan Alami Wajik Kelapa Nama : Elok Pratiwi NIM : F34100085

Disetujui oleh

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Klobot Jagung sebagai Kemasan Alami Wajik Kelapa. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian dalam kurun waktu Februari hingga Juni 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Indah Yuliasih, STP, MSi selaku dosen pembimbing, Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Dwi Setyaningsih STP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan serta masukan kepada penulis. Terima kasih kepada laboran dan seluruh civitas Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala bantuan serta ilmu yang diberikan. Terima kasih kepada Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan bantuan dana penelitian kepada penulis. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Muji Raharjo dan Ibu Catur Utami sebagai orang tua yang selalu memberi bimbingan dan doa, Berkah Suprayogi sebagai adik penulis yang selalu memotivasi. Tidak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Feriska, Ginanjar, Lupita, Auwalin, Suci, Ismanda, Novi, Nadhira, Destiara, Fatkhia, Devi, Annalisa, Fitriana, Giovanni, Brilliant, Yati, Dina, dan serta seluruh sahabat atas segala doa dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014 Elok Pratiwi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2

Alat

3

Metode Penelitian

3

Rancangan Percobaan

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Klobot Jagung Segar

6

Karakteristik Klobot Jagung Kering

7

Karakteristik Wajik Kelapa

11

Perubahan Mutu Wajik Kelapa selama Penyimpanan

13

Kadar Air

14

Kadar Asam Lemak Bebas

16

Total Mikroba

19

Organoleptik

22

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL

1 2 3 4 5

Data analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik klobot jagung segar Perbandingan wujud dan karakteristik klobot jagung berbagai perlakuan Data analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik klobot jagung kering Data hasil analisis sifat kimia wajik kelapa Pendugaan umur simpan wajik kelapa

6 7 10 12 17

DAFTAR GAMBAR 1 Metode perlakuan pendahuluan pada klobot jagung 2 Grafik rata-rata nilai kesukaan terhadap berbagai perlakuan pada klobot jagung 3 Wajik kelapa 4 Grafik laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan 5 Grafik laju perubahan asam lemak bebas selama penyimpanan wajik kelapa 6 Grafik laju perubahan total mikroba pada wajik kelapa selama penyimpanan 7 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap rasa wajik kelapa selama penyimpanan 8 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma wajik kelapa selama penyimpanan 9 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wajik kelapa selama penyimpanan

4 9 12 14 17 19 21 22 23

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6

Prosedur uji Hasil analisis uji hedonik perlakuan pendahuluan klobot jagung Hasil analisis ragam kadar air selama penyimpanan Hasil analisis ragam kadar asam lemak bebas selama penyimpanan Hasil analisis ragam total mikroba selama penyimpanan Hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap wajik kelapa

27 32 38 40 42 44

PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kemasan alami saat ini sudah semakin jarang, kehadirannya telah tergeser oleh kemasan sintetik yang dinilai lebih menarik dari segi bentuk, warna, dan fleksibilitas. Kemasan sintetik merupakan jenis kemasan yang sulit terdegradasi, jenis kemasan ini menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan. Hal tersebut merupakan salah satu alasan untuk mengembangkan kemasan yang lebih mudah terdegradasi seperti kemasan alami. Salah satu jenis kemasan alami yang berpotensi dikembangkan adalah klobot jagung. Klobot jagung merupakan limbah dari jagung kupas yang tidak digunakan. Menurut data BPS (2014), produktivitas jagung di Indonesia tahun 2013 cukup tinggi yaitu 48,44 ku/ha. Tingginya produktivitas jagung juga menyebabkan tingginya jumlah limbah klobot jagung. Penggunaan klobot jagung sebagai kemasan sudah ada di Indonesia, seperti kemasan dodol yang berasal dari Cililin, Garut, dan Bali. Jenis kemasan ini merupakan kemasan yang murah karena menggunakan limbah pertanian yang dikeringkan. Kemasan klobot jagung di pasaran hanya dapat mempertahankan umur produk selama satu sampai dua minggu. Produk kerap kali menjadi basah dan berjamur selama penyimpanan. Tidak jarang kemasan tersebut robek dan pecah ketika distribusi maupun penyimpanan yang menyebabkan kerusakan produk terjadi lebih cepat. Sampai saat ini belum ada standar karakteristik klobot jagung yang digunakan sebagai kemasan. Oleh karena itu, karakterisasi penting dilakukan sebagai dasar pengembangan kemasan klobot jagung. Karakterisasi merupakan tahapan yang penting dalam menentukan kemasan pada produk. Karakterisasi adalah suatu usaha untuk menampilkan karakteristik atau sifat bahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian jenis kemasan dengan jenis produk yang akan dikemas dan mengetahui tingkat kualitas dari kemasan. Kemasan klobot jagung yang biasa digunakan merupakan klobot jagung hibrida sisa panen yang langsung dikeringkan di ladang dengan penyinaran matahari. Proses tersebut berlangsung lama karena dipengaruhi cuaca. Pengeringan matahari juga meningkatkan potensi cemaran debu atau mikroba pada klobot jagung. Kondisi proses tersebut dapat mempengaruhi sifat kemasan di pasaran. Upaya peningkatan kualitas klobot jagung sebagai kemasan perlu dilakukan sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk. Klobot jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah klobot jagung manis. Penggunaan klobot jagung manis bertujuan untuk memberi nilai tambah limbah klobot jagung manis yang menumpuk di pasar. Menurut Adnan (2006), klobot jagung hibrida dan jagung manis memiliki sifat yang hampir sama sehingga aplikasi ini dapat dilakukan. Aplikasi klobot jagung manis sebagai kemasan juga menggunakan biaya yang rendah karena bahan baku diperoleh secara gratis. Produk yang digunakan pada penelitian ini adalah wajik kelapa. Wajik kelapa merupakan salah satu makanan tradisional khas yang sering dijadikan oleholeh sehingga harus memiliki umur simpan yang panjang. Wajik kelapa yang ada

2 di pasaran umumnya dikemas menggunakan kertas minyak yang mengandung bahan pewarna sintetik yang dapat bermigrasi ke dalam produk. Wajik kelapa merupakan makanan tradisional yang cukup banyak diminati konsumen. Menurut Anitra (2013), pangsa pasar wajik mencapai 3.500 wajik per hari. Pengaruh kemasan terhadap produk yang dikemas dapat dilihat dari perubahan mutu produk selama penyimpanan. Pada penelitian ini, kemasan klobot jagung digunakan untuk mengemas wajik kelapa selama masa simpan. Penyimpanan wajik menggunakan dua jenis perlakuan yaitu kemasan dan tempat penyimpanan. Pemilihan faktor perlakuan didasarkan pada kondisi wajik kelapa pada umumnya di pasaran, wajik atau dodol yang dikemas klobot jagung dijual di pinggir jalan atau udara terbuka dalam keadaan curah ataupun digantung. Perlakuan kemasan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kemasan yang sama seperti di pasaran yaitu dengan kemasan primer klobot jagung kering. Penggunaan kemasan sekunder plastik PET bertujuan untuk menjaga mutu produk agar terhindar dari kontaminasi debu maupun kotoran. Penambahan oksigen scavenger berupa asam askorbat dengan konsentrasi 5 %, bertujuan untuk mempertahankan mutu produk dengan cara menyerap oksigen yang mungkin ada dalam kemasan sehingga dapat mengurangi resiko ketengikan. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang dan suhu 30 oC (inkubator). Kondisi suhu ruang yang digunakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi pada umumnya di pasaran yang menjajakan wajik secara bebas. Penyimpanan pada suhu 30 oC (inkubator) dilakukan untuk memperoleh kondisi yang steril dan stabil, sehingga wajik kelapa terjaga dari perubahan kondisi lingkungan selama penyimpanan. Penyimpanan dalam inkubator menggambarkan kondisi penyimpanan tertutup untuk menjaga kebersihan wajik kelapa dari kontaminasi kotoran dari lingkungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik klobot jagung yang digunakan sebagai kemasan alami wajik kelapa, mengetahui perlakuan pendahuluan terbaik pada klobot jagung, dan mengetahui perubahan mutu wajik kelapa dalam kemasan klobot jagung selama penyimpanan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi karakterisasi klobot jagung segar dan kering. Klobot jagung yang digunakan merupakan limbah jagung manis di pasar yang telah melewati sortasi. Perlakuan pendahuluan untuk meningkatkan mutu klobot jagung meliputi pengeringan langsung, water blanching, steam blanching, dan perendaman pada larutan kapur 1 %.

3

METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah klobot jagung manis lapisan luar dan wajik kelapa yang diproduksi sendiri oleh penulis. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat wajik kelapa adalah beras ketan yang telah dikukus, gula merah, santan kelapa, parutan kelapa, garam, dan vanili. Bahan yang digunakan untuk pengujian antara lain akuades, CuSO4, Na2SO4, H2SO4, NaOH, H3BO3, indikator mensel, HCl, heksan, vaseline, air panas, etanol, kertas saring, indikator pp, NaCl, PCA, dan KOH. Alat Peralatan yang digunakan adalah mikrometer sekrup, penggaris, gunting, alat tulis, alat pengukur kekuatan tarik (tensile strenght tester), alat pengukur ketahanan gesek (abrasion resistance tester), alat pengukur daya serap air (COBB tester), alat pengukur ketahanan sobek (elmendorf tearing tester), cawan alumunium, cawan porselen, cawan petri, pipet, sudip, tabung ulir, bunsen, pemantik api, clean bench, neraca analitik, tanur, desikator, distilator, gelas ukur, otoklaf, labu erlenmeyer, gelas piala, labu kjeldahl, buret, sokhlet, penangas air, oven blower, coloni counter, pendingin tegak, corong, dan oven. Metode Penelitian Karakterisasi Klobot Jagung Segar Karakterisasi klobot jagung segar meliputi analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik. Analisis sifat fisik klobot jagung meliputi uji tebal. Analisis sifat kimia meliputi pengujian kadar air, abu, protein, lemak kasar, dan serat kasar. Analisis sifat mekanik klobot jagung meliputi uji kekuatan tarik, ketahanan gesek, ketahanan sobek, dan daya serap air. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Perlakuan Pendahuluan pada Klobot Jagung Perlakuan pendahuluan merupakan upaya untuk memperbaiki kualitas klobot jagung yang akan digunakan sebagai kemasan. Terdapat empat alternatif perlakuan yaitu pengeringan langsung, steam blanching, water blanching, dan perendaman pada larutan kapur 1 %. Perlakuan terbaik diperoleh dengan melakukan uji hedonik terhadap hasil dari keempat alternatif perlakuan tersebut. Uji hedonik dilakukan berdasarkan penampakan visual klobot jagung dengan atribut warna, aroma, dan tekstur. Diagram alir tahapan perlakuan pendahuluan klobot jagung dapat dilihat pada Gambar 1. Klobot jagung kering terpilih dikarakterisasi untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mekaniknya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.

4 Pembuatan dan Karakterisasi Wajik Kelapa Wajik kelapa yang digunakan sebagai produk aplikasi merupakan wajik yang dibuat oleh penulis berdasarkan resep Anonim (2011). Wajik kelapa dibuat dari campuran 500 gram beras ketan putih yang telah direndam selama tiga jam, 175 ml air, 200 gram gula pasir, 200 gram kelapa muda parut, tiga lembar daun pandan, dan 1/2 sendok teh garam. Proses pembuatan wajik kelapa diawali dengan pengukusan beras ketan hingga mekar. Ketan kukus dimasukkan ke dalam air mendidih dan dimasak hingga matang. Santan kelapa direbus bersama dengan gula merah, daun pandan, dan garam sampai mendidih. Ketan kukus dan kelapa parut ditambahkan ke dalam rebusan dan diaduk di atas api sedang hingga matang dan kental. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis sifat kimia yaitu kadar air, abu, protein, lemak kasar, dan serat kasar. Hasil analisis wajik kelapa dibandingkan dengan standar mutu yang ada untuk menilai kualitas wajik kelapa yang diproduksi, standar mutu yang digunakan yaitu SNI 2986:2013. Klobot jagung segar

Sortasi

Pencucian

Perendaman larutan kapur 1 % Water blanching

Steam blanching

Pencucian

Pengeringan

Uji hedonik : - Warna - Aroma - Tekstur Gambar 1 Metode perlakuan pendahuluan pada klobot jagung Aplikasi Klobot Jagung Kering sebagai Kemasan selama Penyimpanan Wajik kelapa yang telah memenuhi standar mutu kemudian dikemas menggunakan klobot jagung kering dengan perlakuan terpilih. Wajik kelapa yang

5 digunakan dalam setiap kemasan berukuran sama dengan bobot masing-masing 15 gram. Penyeragaman bahan uji ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih homogen. Perlakuan kemasan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kemasan primer klobot jagung kering (A1), kemasan primer klobot jagung kering dengan kemasan sekunder plastik PET (A2), kemasan primer klobot jagung kering kering dengan kemasan sekunder plastik PET ditambahkan oksigen scavenger (A3). Perlakuan tempat penyimpanan yang digunakan yaitu suhu ruang (B1) dan suhu 30 oC inkubator (B2). Penyimpanan wajik kelapa yang telah dikemas ini digunakan untuk melihat pengaruh kemasan terhadap mutu produk wajik kelapa. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan perubahan mutu wajik kelapa selama penyimpanan. Parameter uji yang digunakan meliputi analisis kadar air, asam lemak bebas, total mikroba, dan organoleptik. Rancangan Percobaan Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor dan tiga kali ulangan, sehingga diperoleh enam kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 18 kali ulangan. Faktor pertama adalah kombinasi kemasan (A) yang terdiri atas tiga taraf yaitu: A1 = kemasan primer klobot jagung kering A2 = kemasan primer klobot jagung kering dan kemasan sekunder plastik PET A3 = kemasan primer klobot jagung kering dan kemasan sekunder plastik PET, dengan penambahan oksigen scavenger Faktor kedua adalah kombinasi tempat penyimpanan (B) yang terdiri dari dua taraf yaitu : B1 = suhu ruang (25 - 31 °C) B2 = suhu 30 oC (inkubator) Sesuai dengan rancangan yang digunakan maka model matematika adalah: Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan: Yij = Respon setiap parameter yang diamati µ = Nilai rataan umum Ai = Pengaruh kombinasi kemasan pada taraf ke-i Bj = Pengaruh tempat penyimpanan pada taraf ke-j (AB)ij = Pengaruh interaksi kombinasi kemasan pada taraf ke-i dengan tempat penyimpanan pada taraf ke-j εijk = Pengaruh galat percobaan i = 1, 2, 3 j = 1, 2 Pengamatan dilakukan selama tiga minggu untuk melihat perubahan mutu wajik kelapa yang telah dikemas. Data yang digunakan merupakan nilai perubahan dari masing-masing parameter uji yang dilakukan. Nilai slope yang

6 diperoleh dari masing-masing kombinasi perlakuan dan ulangan akan digunakan pada pengolahan data selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Klobot Jagung Segar Karakterisasi merupakan suatu usaha untuk menampilkan karakteristik atau sifat bahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan kesesuaian jenis bahan kemasan dengan produk yang akan dikemas. Karakterisasi juga digunakan untuk mengetahui seberapa besar potensi klobot jagung yang akan digunakan sebagai kemasan. Karakterisasi klobot jagung meliputi karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mekanik. Data hasil analisis sifat fisik, kimia dan mekanik klobot jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik klobot jagung segar Analis Sifat fisik -Tebal (mm) Sifat kimia -Kadar air (%bb) -Kadar abu (%bk) -Kadar lemak (%bk) -Kadar protein (%bk) -Kadar karbohidrat (%bk) -Kadar serat kasar (%bk) Sifat mekanik -Ketahanan tarik (kgf/cm2) -Ketahanan gesek (g/cm2) -Ketahanan sobek (mN) -Daya serap air (g/cm2.menit)

Nilai uji 0,19±0,03 23,26±2,19 0,99±0,36 2,76±1,54 0,08±0,07 45,76±9,55 27,14±10,84 3433,09±769,49 3x10-4±19x10-5 125,22±9,87 81x10-5±44x10-5

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa klobot jagung merupakan bahan yang tipis dengan ketebalan 0,19 mm. Analisis sifat kimia memperlihatkan bahwa klobot jagung merupakan bahan yang memiliki kadar air dan serat kasar yang cukup tinggi yaitu sebesar 23,26 % dan 27,14 %; dengan kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak yang cukup rendah. Menurut Fennema (1996), serat kasar terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian kecil hemiselulosa. Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Kandungan kadar serat tinggi merupakan salah satu faktor yang mendukung pengembangan klobot jagung sebagai bahan kemasan. Karbohidrat pada tanaman dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman. Karbohidrat

7 umumnya dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (Fennema 1985). Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Polisakarida yang paling banyak dijumpai pada dunia tanaman yaitu pati dan selulosa. Kadar serat yang tinggi menunjukkan kandungan selulosa yang tinggi dimana selulosa termasuk dalam kelompok karbohidrat sebagai penyusun dinding sel tanaman (Fennema 1985). Dilihat dari sifat mekaniknya, klobot jagung merupakan bahan yang cukup elastis dengan nilai ketahanan tarik yang tinggi yaitu 3433,09 kgf/cm2 (berlawanan arah serat). Klobot jagung termasuk bahan yang kuat dengan nilai ketahanan gesek dan ketahanan sobek berturut-turut 3x10-4 g/cm2 dan 125,22 mN. Bahan ini juga memiliki daya serap air yang cukup rendah yaitu 81x10-5 g/cm2.menit. Karakteristik kemasan klobot jagung manis dibandingkan dengan jenis kemasan lain yang biasa digunakan untuk mengemas wajik yaitu klobot jagung hibrida. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adnan (2008), klobot jagung hibrida memiliki nilai ketahanan tarik 344,49 kgf/cm2, ketebalan 0,21 mm, kadar air 9,10 %, kadar protein 3,68 %, kadar lemak 2,89 %, kadar abu 3,70 %, kadar serat kasar 50,87 %, dan kadar karbohidrat 38,85 %. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa klobot jagung manis yang digunakan dalam penelitian memiliki sifat yang kurang lebih sama dengan klobot jagung yang biasa digunakan sebagai kemasan di pasaran, sehingga dapat diaplikasikan sebagai kemasan pada wajik kelapa. Klobot jagung tidak memiliki sifat permeable, namun termasuk jenis bahan yang memiliki pori-pori (porous). Bahan yang termasuk dalam porous metarial memiliki sifat dapat memindahkan atau melewatkan air dalam jumlah banyak, oleh karena itu dilakukan uji daya serap air. Sifat fisik dan mekanik klobot jagung digunakan untuk mengetahui kekuatan bahan kemasan terhadap resiko kerusakan selama penyimpanan. Semakin baik nilai sifat fisik dan mekanik, semakin rendah resiko kerusakan kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk. Karakteristik Klobot Jagung Kering Berdasarkan karakterisasi awal diketahui bahwa klobot jagung memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu 23,26 %. Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air minimal dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14 – 15 %. Sebagian air dalam bahan dihilangkan hingga mencapai kadar air tertentu dengan perlakuan pengeringan untuk memperpanjang daya simpan bahan. Pengeringan merupakan proses untuk mengurangi kandungan air bahan sehingga meningkatkan umur simpan bahan (Brooker et al. 1974). Kemasan klobot jagung yang beredar di pasaran merupakan klobot jagung yang dikeringkan langsung dengan sinar matahari di ladang. Jenis kemasan tersebut belum optimal dalam menjaga mutu produk selama penyimpanan. Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, kemasan klobot jagung tersebut hanya bisa mempertahankan produk selama dua minggu. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas klobot jagung sebagai kemasan.

8 Beberapa alternatif yang digunakan pada perlakuan pendahuluan pada klobot jagung yaitu pengeringan langsung, water blanching, steam blanching, dan perendaman pada larutan kapur 1 %. Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven blower pada suhu 50 oC. Proses pengeringan langsung dilakukan sebagai pembanding kemasan klobot yang sudah ada di pasaran. Akan tetapi, klobot jagung manis yang dikeringkan secara langsung memiliki tekstur yang kaku sehingga dalam penggunaannya mudah pecah. Perlakuan pendahuluan pada klobot jagung perlu diberikan sebelum dikeringkan untuk memperbaiki karakteristiknya. Blanching merupakan pemanasan sesaat dengan suhu 81 - 93 oC dalam waktu singkat dan kemudian diletakkan pada air mengalir air untuk menghentikan proses pemasakan. Blanching bertujuan memodifikasi tekstur, meningkatkan tampilan warna dan aroma, menghilangan udara yang terperangkap, serta mematikan beberapa bakteri dan inaktivasi enzim yang menyebabkan pembusukan (Corcuera et al. 2004). Perlakuan blanching dilakukan dengan dua metode yaitu water blanching dan steam blanching. Water blanching merupakan proses menggunakan air panas untuk menaikkan temperatur bahan pangan dengan temperatur operasi berkisar antara 70 - 100 oC. Klobot jagung yang telah melewati proses sortasi dan pencucian kemudian direbus dalam air mendidih selama lima menit, kemudian ditiriskan, dan dikeringkan. Steam blanching merupakan proses pemanasan bahan seperti halnya water blanching, perbedaanya terletak pada cara mengontakkan bahan dengan panas (Corcurea et al. 2004). Metode steam blanching ini menggunakan panas berupa uap air. Klobot jagung segar yang telah melewati proses sortasi dan pencucian dikontakkan dengan steam panas selama lima menit, kemudian dikeringkan menggunakan oven blower. Perlakuan berikutnya adalah perendaman pada larutan kapur, klobot jagung hasil sortasi direndam dengan larutan kapur 1 % selama satu jam kemudian dicuci pada air mengalir dan dikeringkan. Proses perendaman bertujuan memperbaiki tekstur bahan menjadi lebih keras sehingga produk olahan mempunyai tekstur yang lebih keras dan meningkatkan kecerahan warna (Prayitno 2002). Perbedaan wujud dan karakteristik klobot jagung kering dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Pengeringan klobot jagung manis secara langsung merupakan metode paling efisien dan paling mudah dilakukan. Perlakuan ini menghasilkan klobot jagung kering dengan warna coklat kusam, aroma jagung manis, dan tektur yang normal. Klobot jagung kering hasil pengeringan langsung mudah sobek dan patah ketika dilipat. Perlakuan water blanching menghasilkan klobot jagung kering dengan warna kecoklatan, tekstur berkerut, dan lentur. Klobot jagung yang dihasilkan dari proses ini kurang baik karena metode water blanching memiliki kekurangan dapat meluruhkan mineral pada bahan, sehingga kemasan klobot jagung kering yang dihasilkan pun lebih tipis dan lebih rawan rusak.

9 Tabel 2 Perbandingan wujud dan karakteristik klobot jagung berbagai perlakuan Perlakuan

Pengeringan langsung (AA)

Water blanching (BB)

Gambar

Karaktersitik -Berwarna coklat kusam -Aroma jagung manis -Mudah patah -Tekstur normal

-Berwarna kecoklatan -Aroma jagung manis -Sangat lentur -Tekstur berkerut

Steam blanching (CC)

-Berwarna kecoklatan -Aroma jagung manis -Tekstur normal -Lentur

Perendaman larutan kapur 1 % (DD)

-Berwarna hijau cerah -Aroma normal -Mudah patah -Berkerut

Klobot jagung hasil perlakuan perendaman pada larutan kapur 1 % memiliki warna hijau cerah. Klobot jagung kering hasil perlakuan ini memiliki tekstur yang berkerut, aroma normal, dan sulit untuk dibentuk. Klobot jagung hasil perendaman kapur memiliki nilai daya patah yang rendah, sehingga lebih mudah patah ketika digunakan atau dilipat (Prayitno 2002). Berdasarkan keempat alternatif perlakuan pendahuluan yang telah dilakukan, dipilih perlakuan terbaik pada klobot jagung. Pemilihan didasarkan pada kelebihan dan kekurangan klobot jagung kering yang dihasilkan, dan hasil uji hedonik. Uji hedonik kemasan klobot jagung dilakukan dengan menggunakan atribut warna, aroma, dan tekstur permukaan. Semakin tinggi nilai penerimaan menunjukkan bahwa perlakuan tersebut lebih disukai. Data rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap klobot jagung kering pada Gambar 2.

10

Rata-rata nilai kesukaan

6 5 Pengeringan Series1 langsung (AA)

4 3

Water Series2 blanching (BB)

2

Steam Series3 blanching (CC) Perendaman Series4 pada larutan kapur 1 % (DD)

1 0 1 Warna

2 Aroma

3 Tekstur

Parameter uji Gambar 2 Grafik rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap berbagai perlakuan pada klobot jagung Grafik rata-rata nilai kesukaan terhadap klobot jagung kering yang terdapat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai kesukaan antar tiap perlakuan pada setiap parameter uji. Parameter uji yang pertama adalah warna klobot jagung kering. Berdasarkan grafik pada Gambar 2, nilai kesukaan tertinggi terhadap warna adalah klobot jagung kering perlakuan steam blanching (CC) dengan nilai rata-rata kesukaan 5,40; diikuti perlakuan pengeringan langsung (AA) dengan nilai 4,73; kemudian perlakuan perendaman larutan kapur 1% (DD) dengan nilai 4,50. Nilai rata-rata kesukaan warna terendah adalah perlakuan water blanching (BB) yakni 4,23. Analisis ragam terhadap nilai kesukaan panelis terhadap warna klobot jagung kering menunjukkan hasil F hitung lebih besar F tabel, sehingga parameter warna memberi pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan CC berbeda signifikan terhadap perlakuan AA, BB, dan DD, sedangkan antar perlakuan AA, BB, dan DD tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Parameter selanjutnya adalah aroma, grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa aroma klobot jagung kering yang paling disukai adalah perlakuan DD dengan nilai 5,13; diikuti oleh perlakuan CC dan AA dengan nilai 4,70. Nilai kesukaan aroma terendah terletak pada perlakuan BB dengan nilai 3,50. Analisis ragam terhadap nilai kesukaan panelis terhadap aroma klobot jagung kering menunjukkan hasil F hitung lebih besar F tabel, sehingga parameter aroma memberi pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan BB berbeda signifikan terhadap perlakuan AA, CC, dan DD, sedangkan antar perlakuan AA, CC, dan DD tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Parameter lainnya adalah tekstur klobot jagung kering. Berdasarkan grafik pada Gambar 2, nilai kesukaan tertinggi adalah perlakuan AA dengan nilai 5,53;

11 diikuti oleh perlakuan CC dengan nilai kesukaan sebesar 5,30; kemudian perlakuan DD dengan nilai kesukaan 4,73. Perlakuan yang memiliki nilai kesukaan tekstur terendah adalah BB dengan nilai 4,50. Analisis ragam terhadap nilai kesukaan panelis terhadap tekstur klobot jagung kering menunjukkan hasil F hitung lebih besar F tabel, sehingga parameter tekstur memberi pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan BB tidak berbeda signifikan terhadap DD, tetapi berbeda signifikan terhadap perlakuan AA dan CC. Perlakuan DD tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan BB, berbeda signifikan terhadap AA dan CC. Perlakuan AA tidak berbeda signifikan terhadap perlakuan CC, namun berbeda signifikan terhadap perlakuan BB dan DD. Berdasarkan analisis ragam dan uji Duncan yang telah dilakukan terhadap klobot jagung kering dengan perlakuan AA, BB, CC, dan DD, perlakuan pendahuluan dengan tingkat kesukaan tertinggi dan yang terbaik adalah perlakuan CC (steam blanching). Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut Duncan mengenai perlakuan pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 2. Klobot jagung kering dengan perlakuan pendahuluan steam blanching dikarakterisasi kembali untuk melihat perubahan sifat-sifat dasarnya. Parameter yang diuji meliputi sifat fisik, kimia, dan mekanik. Hasil analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik klobot jagung kering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data analisis sifat fisik, kimia, dan mekanik klobot jagung kering perlakuan steam blanching Analis Sifat fisik -Tebal (mm) Sifat kimia -Kadar air (%bb) -Kadar abu (%bk) -Kadar lemak (%bk) -Kadar protein (%bk) -Kadar karbohidrat (%bk) -Kadar serat kasar (%bk) Sifat mekanis -Ketahanan tarik (kgf/cm2) -Ketahanan gesek (g/cm2) -Ketahanan sobek (mN) -Daya serap air (g/cm2.menit)

Nilai uji 0,18±0,02 3,28±9,65 1,03±0,19 2,75±0,85 0,04±0,01 62,09±8,28 26,97±4,45 3309.70±1111.92 77x10-6±34x10-6 85.86±9.36 13x10-4±59x10-5

Berdasarkan analisis, klobot jagung segar lebih tebal daripada klobot jagung kering. Hal ini berhubungan dengan kandungan kadar air dalam bahan, semakin tinggi kandungan air akan menyebabkan ukuran sel mengembang sehingga bahan lebih tebal (Adnan 2006). Perlakuan pengeringan menurunkan kadar air dari 23,26 – 3,27 % dan menyebabkan pengurangan ketebalan dari 0,19 – 0,18 mm. Perlakuan steam blanching dan proses pengeringan tidak banyak mengubah sifat dasar klobot jagung secara umum. Sifat yang berubah dari klobot jagung adalah kadar air, kadar air setelah pengeringan sebesar 3,27 %. Hal ini sesuai dengan

12 tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi kandungan air pada bahan sehingga dapat memperpanjang umur simpan bahan. Perlakuan steam blanching dapat memperbaiki sifat asli klobot jagung manis. Perlakuan pada klobot jagung manis dengan pengeringan saja menghasilkan kemasan yang berwarna pucat dan mudah patah. Steam blanching dapat memperbaiki tekstur kemasan menjadi lebih lentur dan memunculkan warna yang lebih cerah. Karakteristik Wajik Kelapa Wajik kelapa memiliki rasa dan aroma yang unik karena berasal dari resep turun temurun. Saat ini wajik kelapa banyak digunakan sebagai pelengkap upacara-upacara keluarga seperti wetonan (hari kelahiran jawa), selamatan hari raya, sampai selamatan pernikahan. Seiring berkembangnya waktu, wajik juga dijadikan sebagai jajanan khas daerah yang biasa dijajakan di area-area pariwisata maupun pusat oleh-oleh khas daerah (Mucholis 2013). Penampakan wajik kelapa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Wajik kelapa Karakterisasi wajik dilakukan untuk melihat bahwa produk telah sesuai dengan standar mutu yang ada, sehingga kerusakan yang terjadi selama penyimpanan murni dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan. Karakterisasi yang dilakukan adalah sifat kimia yang meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak kasar, dan serat kasar. Hasil analisis sifat kimia yang dilakukan terhadap wajik kelapa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Data hasil analisis sifat kimia wajik kelapa Parameter Hasil uji Standar* Kadar air (% bb) 16,40 Maks. 20,0 Kadar abu (% bk) 1,31 Maks. 1,5 Kadar lemak (% bk) 8,78 Min. 5,0 Kadar protein (% bk) 4,11 Min. 3,0 Kadar serat kasar (% bk) 3,46 Kadar asam lemak (% bk) 0,11 Maks. 0,5 Sumber : *SNI 2986:2013

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa wajik kelapa merupakan jenis pangan dengan parameter tertinggi yaitu kadar air, lemak kasar, dan protein.

13 Kadar air dalam bahan makanan berperan dalam pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan masa penyimpanan. Semakin tinggi kadar air dalam bahan akan memicu keberadaan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak (Budijanto 2010). Hasil analisis menunjukkan kadar air wajik kelapa sebesar 16,4 %. Hasil tersebut masih memenuhi SNI yang menetapkan kadair air maksimal sebesar 20 %. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu wajik kelapa cukup rendah yaitu 1,31 %. Hasil tersebut masih memenuhi SNI yang menetapkan kadair air maksimal sebesar 1,5 %. Kadar lemak merupakan salah satu parameter yang cukup tinggi pada wajik kelapa, berdasarkan analisis diketahui bahwa kadar lemak wajik kelapa sebesar 8,78 %. Kandungan serat kasar pada wajik kelapa sebesar 3,46 %. Kadar asam lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang terkandung pada bahan, parameter ini merupakan salah satu indikator terjadinya kerusakan produk yaitu ketengikan. Asam lemak bebas terbentuk karena reaksi hidrolisis, oksidasi, atau enzimatis. Kandungan asam lemak bebas pada wajik kelapa sebesar 0,11 %. Kadar ini masih sesuai dengan standar mutu yang ada dimana maksimal kandungan asam lemak bebas 0,5 %. Perubahan Mutu Wajik Kelapa selama Penyimpanan Kadar Air Kadar air menjadi salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa. Kadar air dalam bahan dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, biologis, maupun enzimatis (Winarno 1997). Perubahan kadar air wajik kelapa pada perlakuan kemasan (A1, A2, A3) dan suhu penyimpanan (B1 dan B2) dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan grafik pada Gambar 4, terjadi penurunan kadar air bahan pada perlakuan A1B1, A1B2, A2B1, dan A3B1. Laju penurunan kadar air ditunjukkan dengan nilai slope negatif. Peningkatan kadar air terjadi pada perlakan A2B2 dan A3B2 yang ditunjukkan dengan nilai slope positif. Nilai slope diperoleh dari perhitungan persamaan y = ax + b berdasarkan data nyata kadar air wajik kelapa selama penyimpanan pada Lampiran 3. Berdasarkan grafik pada Gambar 4, perubahan kadar air paling rendah terjadi pada perlakuan A3 dengan nilai slope 0,0152. Rendahnya laju perubahan kadar air pada perlakuan ini disebabkan oleh sifat plastik PET yang baik sebagai barrier uap air. PET merupakan film yang lunak, transparan, dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. PET memiliki sifat permeabilitas yang rendah serta sifat-sifat mekanik yang baik. PET mempunyai ketebalan 0,001 sampai 0,01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan (Sacharow dan Griffin 1970). Rendahnya laju perubahan kadar air pada perlakuan tersebut juga disebabkan adanya penambahan oksigen scavenger dalam kemasan. Oksigen scavenger merupakan salah satu aplikasi kemasan aktif pada bahan pangan, dimana ditambahkan bahan aktif penyerap oksigen dalam kemasan. Jenis bahan penyerap oksigen yang digunakan pada penelitian ini adalah asam askorbat.

14

Laju perubahan kadar air wajik kelapa (%/hari)

0.20 0.10 0.00 -0.10 -0.20

Series1 B1

-0.30 Series2 B2

-0.40 -0.50 -0.60 -0.70

A1

A2

A3

Perlakuan kemasan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 4 Grafik laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan Laju perubahan kadar air terendah kedua yaitu perlakuan A2. Rata-rata laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan sebesar 0,0293. Seperti penjelasan yang tertera di atas, plastik PET merupakan jenis kemasan yang memilki permeabilitas rendah sehingga berfungsi baik sebagai barrier yang mencegah keluar masuknya uap air. Laju perubahan kadar air tertinggi terjadi pada perlakuan A1, yang ditunjukkan dengan nilai slope -0,3907. Tanda negatif menunjukkan bahwa wajik kelapa dengan perlakuan ini mengalami penurunan kadar air selama penyimpanan. Kondisi tersebut disebabkan oleh klobot jagung memiliki sifat porous. Porous material merupakan jenis bahan yang memiliki rongga atau pori sehingga bahan tersebut mudah melewatkan banyak uap air. Berdasarkan penelitian Latief (2012), kadar air kesetimbangan dodol atau wajik pada RH suhu ruang adalah 0,2328 g H2O/ g solid. Perlakuan tempat penyimpanan juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Perlakuan dengan perubahan kadar air terendah yaitu perlakuan B2 dengan nilai slope -0,0039. Wajik kelapa dengan perlakuan B1 lebih banyak mengalami perubahan kadar air yaitu dengan nilai slope sebesar -0,2269. Interaksi antara perlakuan kemasan (A1, A2, A3) dan tempat penyimpanan (B1 dan B2) memberikan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji Duncan. Interaksi dengan laju perubahan kadar air terendah adalah perlakuan A3B2 dengan nilai slope 0,0404. Interaksi dengan laju perubahan kadar air tertinggi adalah perlakuan A1B1 dengan nilai slope -0,5960.

15 Idealnya dalam penyimpanan, semakin rendah nilai perubahan kadar air wajik menunjukkan hasil yang lebih baik. Peningkatan kadar air yang drastis dapat menyebabkan produk menjadi lebih basah dan meningkatkan resiko kerusakan. Begitu pula pada wajik kelapa ini, perlakuan yang dapat mempertahankan wajik dalam waktu paling lama adalah kemasan klobot jagung kering yang diletakkan pada suhu ruang. Sifat porous klobot jagung ini menyebabkan wajik kehilangan kadar air dalam jumlah tinggi, tetapi kondisi ini cocok dengan sifat wajik yang diminati dengan tekstur keras. Penurunan kadar air bahan dapat menekan resiko pertumbuhan mikroba yang mengakibatkan kerusakan produk. Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang terpisah dari proses penguraian lemak. Proses penguraian lemak bisa disebabkan dari proses hidrolisis, oksidasi, maupun enzimatis (Ketaren 1986). Kadar asam lemak bebas pada produk menjadi salah satu indikator ketengikan produk tersebut. Ketengikan tidak hanya menimbulkan bau yang tidak enak pada produk, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial (Tertibeni 2012). Faktor tersebut merupakan salah satu penentu perubahan mutu produk. Ketengikan dipengaruhin oleh suhu, cahaya, tersedianya oksigen, dan adanya logam katalisator oksidasi (Ketaren 1986). Berdasarkan hasil karakterisasi, wajik kelapa merupakan jenis bahan pangan yang memiliki kadar lemak cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan tingginya resiko kerusakan wajik kelapa karena ketengikan. Produk wajik kelapa dapat mengalami peningkatan ketengikan yang diakibatkan oleh hidrolisis lemak yang selanjutnya akan menghasilkan berbagai asam lemak bebas volatil yang memiliki bau tidak normal. Perubahan kadar asam lemak bebas wajik kelapa selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa wajik kelapa yang disimpan dengan semua perlakuan menunjukkan adanya peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA). Peningkatan kadar asam lemak bebas ditunjukkan dengan nilai slope yang positif. Seperti penjelasan di atas bahwa peningkatan kadar asam lemak bebas dapat disebabkan karena proses hidrolisis, oksidasi, maupun proses pemanasan. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena adanya interaksi air dan lemak yang terkandung dalam wajik kelapa. Reaksi oksidasi dapat terjadi karena oksigen yang terperangkap dalam kemasan berinteraksi dengan kandungan lemak pada wajik kelapa. Wajik kelapa dibuat dengan menggunakan pemanasan, hal tersebut juga dapat memicu pemecahan lemak sejak awal. Faktor-faktor tersebut yang memiliki andil pada peningkatan kadar asam lemak bebas wajik kelapa selama penyimpanan. Data hasil uji perubahan kadar asam lemak bebas wajik kelapa selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4.

16 0.04

Laju perubahan kadar FFA (%/hari)

0.04 0.03 0.03

B1 Series1

0.02 0.02

Series2 B2

0.01 0.01 0.00 1 A1

2 A2

A3

3

Jenis perlakuan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 5 Grafik laju perubahan asam lemak bebas (FFA) selama penyimpanan wajik kelapa Analisis ragam yang dilakukan terhadap laju perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) wajik kelapa dengan α = 5 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk perlakuan kemasan. Perlakuan tempat penyimpanan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan, ketiga perlakuan kemasan (A1, A2, A3) tidak memberikan hasil yang berbeda signifikan. Berdasarkan grafik pada Gambar 5 peningkatan kadar asam lemak bebas wajik kelapa terendah terjadi pada perlakuan A1 dengan nilai slope 0,0167. Peningkatan kadar asam lemak bebas terendah kedua terjadi pada perlakuan A3 dengan nilai slope 0,0176. Peningkatan kadar asam lemak bebas tertinggi terjadi pada perlakuan A2 dengan nilai slope 0,0304. Peningkatan kadar FFA terendah terjadi pada wajik dengan kemasan primer klobot jagung kering, hal ini dapat terjadi karena sifat porositas dari klobot jagung itu sendiri. Kandungan air dalam wajik dengan mudah diuapkan ke udara bebas, sehingga resiko air bereaksi dengan lemak dalam wajik lebih rendah. Namun, dengan banyaknya air yang diuapkan melalui pori-pori klobot jagung menyebabkan tekstur wajik kelapa semakin keras selama penyimpanan. Peningkatan kadar FFA tertinggi terjadi pada perlakuan kemasan A2. Hal ini disebabkan oleh penguapan yang terhalangi kemasan sekunder PET, sehingga oksigen dan uap air tertahan di dalam kemasan. Kondisi tersebut menyebabkan

17 lebih tinggi resiko terjadinya oksidasi dan hidrolisis, sehingga kadar FFA wajik pada perlakuan ini lebih banyak terjadi peningkatan. Wajik kelapa dengan perlakuan kemasan A3 juga cukup rendah mengalami peningkatan kadar FFA. Sama halnya dengan perlakuan A2, adanya kemasan sekunder PET menghalangi penguapan kandungan air pada wajik sehingga oksigen terperangkap di dalam kemasan. Namun, pada perlakuan ini terdapat oksigen scavenger yang berfungsi menyerap oksigen dalam kemasan sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Peningkatan asam lemak bebas tertinggi terdapat pada wajik kelapa yang disimpan dengan perlakuan A2B1 dan A2B2. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai slope rata-rata tertinggi yaitu 0,0343 dan 0,0264. Nilai peningkatan kadar asam lemak bebas terendah terjadi pada wajik kelapa yang disimpan dengan perlakuan A1B1 dan A3B1. Kerusakan oleh enzim juga mengakibatkan ketengikan. Lemak hewani dan dan nabati mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Semua enzim tersebut masuk dalam golongan lipase yang menghidrolisis lemak akan menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Enzim lipase dapat diinaktifkan oleh panas, dimana indikasi dari aktivitas enzim lipase yaitu kenaikan bilangan asam (Hamilton 1983). Kadar asam lemak bebas memiliki hubungan erat dengan kadar air wajik. Semakin tinggi perubahan kadar air akan menyebabkan tingginya perubahan kadar asam lemak bebas. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah laju perubahan kadar air menyebabkan rendahnya perubahan kadar asam lemak bebas. Peningkatan kadar asam lemak bebas salah satunya disebabkan oleh hidrolisis. Hidrolisis merupakan proses reaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan pecahnya lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Berdasarkan hasil karakterisasi wajik merupakan jenis bahan yang memiliki kadar lemak cukup tinggi. Oleh karena itu, dengan semakin tinggi kandungan air pada bahan semakin tinggi pula terjadinya reaksi air dan lemak yang menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas lebih tinggi. Kadar asam lemak bebas wajik kelapa pada setiap perlakuan mengalami peningkatan selama penyimpanan. Oleh karena itu, parameter ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur pendugaan umur simpan wajik kelapa. Hasil hasil pendugaan umur simpan wajik kelapa setiap perlakuan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pendugaan umur simpan wajik kelapa Perlakuan Umur simpan A1B1 27 A1B2 21 A2B1 15 A2B2 11 A3B1 27 A3B2 19 Berdasarkan data pada Tabel 5, wajik kelapa dengan umur simpan paling rendah adalah A2B2, yaitu sebelas hari. Sesuai dengan grafik pada Gambar 5 bahwa perlakuan ini mengalami laju peningkatan kadar asam lemak bebas paling tinggi. Perlakuan A2B1 memiliki umur simpan umur simpan yang sedikit lebih

18 lama yaitu lima belas hari. Diikuti oleh perlakuan A3B2 yaitu sembilan belas hari, kemudian perlakuan A1B2 selama 21 hari. Umur simpan wajik kelapa terpanjang selama 27 hari, terjadi pada perlakuan A1B1 dan A3B1. Hasil tersebut sesuai dengan laju peningkatan asam lemak bebas pada Gambar 5, yang menunjukkan kedua perlakuan tersebut memiliki nilai slope paling rendah. Total Mikroba Analisis total mikroba merupakan salah satu indikator tingkat kerusakan produk yang ditandai dengan adanya serangan mikroba. Metode yang digunakan adalah angka lempeng total, metode ini dipilih untuk dapat mendeteksi semua jenis mikroorganisme yang mencemari wajik. Karena kerusakan wajik bukan hanya berasal dari jamur yang tumbuh selama penyimpanan, tetapi juga dapat diakibatkan oleh kontaminasi bakteri dari bahan, peralatan, ataupun selama proses pemasakan. Perubahan total mikroba yang terdapat pada wajik kelapa selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan grafik pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa penyimpanan wajik kelapa dengan berbagai perlakuan mengalami peningkatan total cemaran mikroba. Hal tersebut ditandai dengan slope yang bernilai positif pada setiap perlakuan. 50000

Laju perubahan total mikroba (koloni/hari)

45000 40000 35000 30000

Series1 B1

25000 20000

Series2 B2

15000 10000 5000 0 A1 1

A2 2 Jenis Perlakuan

A33

Perlakuan kemasan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 6 Grafik perubahan total mikroba pada wajik kelapa selama penyimpanan

19 Analisis ragam yang dilakukan terhadap laju perubahan kadar air wajik kelapa dengan α = 5 % (Lampiran 5) menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk perlakuan kemasan, tempat penyimpanan, dan interaksi antara kedua perlakuan. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa perlakuan A2 berbeda signifikan dengan perlakuan A1 dan A3, sedangkan perlakuan A1 dan A3 memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan. Penyimpanan wajik kelapa dengan perlakuan tempat penyimpanan menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Interaksi perlakuan A3B2 menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dibandingkan dengan interaksi perlakuan lainnya. Kelima interaksi lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan. Berdasarkan grafik pada Gambar 6, peningkatan total mikroba paling rendah terjadi pada perlakuan A1 dengan nilai slope 14.904,59. Rendahnya peningkatan total mikroba pada perlakuan ini berhubungan dengan perubahan kadar air yang terjadi. Berdasarkan pembahasan sebelumya, perlakuan A1 banyak kehilangan air selama penyimpanan. Semakin rendah kandungan air pada bahan menyebabkan semakin rendah pula aktivitas mikroba yang dapat terjadi di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan peningkatan total mikroba pada wajik dapat ditekan. Perlakuan dengan peningkatan terendah kedua yaitu A3 dengan nilai slope 21.014,76. Rendahnya laju peningkatan total mikroba pada perlakuan ini disebabkan oleh sifat plastik PET yang baik sebagai barrier uap air, sehingga kandungan air dalam wajik kelapa tidak meningkat yang dapat meningkatkan aktivitas mikroba pula. Penggunaan kemasan sekunder juga lebih melindungi wajik kelapa dari kontaminasi lingkungan sekitar penyimpanan. Laju peningkatan total mikroba tertinggi terjadi pada perlakuan A2. Ratarata laju perubahan total mikroba wajik kelapa selama penyimpanan sebesar 32.807,05. Kondisi ini terjadi karena uap air yang menguap tertahan oleh kemasan sekunder PET, sehingga uap air tersebut kembali lagi ke bahan yang menyebabkan bahan menjadi lembab dan lebih mudah ditumbuhi mikroba. Kemasan PET juga memiliki sifat permeabilitas yang memungkinkan air dari lingkungan masuk ke dalam kemasan, hal tersebut dapat meningkatkan kadar air pada wajik kelapa sehingga kesempatan mikroba untuk beraktivitas di dalamnya lebih besar. Perlakuan tempat penyimpanan juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Perlakuan dengan perubahan total mikroba terendah yaitu penyimpanan B1 dengan nilai slope 14.912,90. Wajik kelapa yang disimpan dengan perlakuan B2 lebih banyak mengalami peningkatan total mikroba yaitu dengan nilai slope sebesar 30.904,70. Hasil tersebut dapat terjadi karena suhu ruang dan RH dapat berubah seiring lama penyimpanan. Siang hari suhu ruang meningkat dan RH menurun, hal ini dapat menekan aktivitas mikroba pada wajik kelapa. Wajik yang disimpan dalam inkubator, suhu dan RH ruangnya tidak akan mengalami perubahan selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 30 oC dengan RH lingkungan sebesar ± 58%, yang merupakan suhu dan RH optimum dari pertumbuhan kapang. Indonesia sebagai negara tropis memang memiliki suhu yang sangat mendukung pertumbuhan berbagai mikroba perusak pada makanan, mulai dari bakteri, kapang, hingga khamir.

20 Interaksi antara perlakuan kemasan (A1, A2, A3) dan tempat penyimpanan (B1 dan B2) memberikan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji Duncan. Interaksi dengan laju perubahan total mikorba terendah adalah perlakuan A3B1 dengan nilai slope 13.009,49. Interaksi dengan laju perubahan total mikroba tertinggi adalah perlakuan A2B2 dengan nilai slope 44.691,80. Semakin tinggi total cemaran mikroba yang ada pada wajik kelapa, semakin cepat produk tersebut rusak dan tidak dapat dikonsumsi. Kondisi penyimpanan suhu ruang udara luar lebih optimum untuk menyimpan wajik kelapa karena dapat menekan jumlah pertumbuhan mikroba. Seiring dengan berlanjutnya penyimpanan, maka pada satu waktu mulai terjadi pertumbuhan kapang dari bentuk spora hingga terbentuk koloni. Pertumbuhan kapang tersebut memicu terjadinya hidrolisis pada wajik kelapa, yang selanjutnya mengakibatkan kenaikan nilai aktivitas air (aw) secara perlahan. Hidrolisis yang terjadi dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas pula sehingga lebih meningkatkan resiko ketengikan. Total mikroba memiliki hubungan dengan parameter kadar air bahan. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena peranannya dalam reaksi-reaksi kimia maupun biokimia. Pada pengolahan semi basah, kadar air maupun aktivitas air akan mempengaruhi hasil yang diperoleh serta daya tahan terhadap mikroba, reaksi-reaksi kimia, tekstur, nilai kalori dan sebagainya (Sudarsono 1981). Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw (aktivitas air) yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik seperti bakteri 0,90; khamir 0,80 – 0,90; dan kapang 0,60 - 0,70 (Winarno 1992). Wajik merupakan jenis pangan semi basah memiliki nilai aktivitas air antara 0,6 – 0,9. Penurunan kadar air pada bahan dapat mengurangi aktivitas mikroba sehingga dapat memperlambat proses kerusakan. Namun, penurunan kadar air yang terlalu signifikan juga dapat membuat tekstur bahan menjadi keras. Penurunan kadar air pada wajik kelapa yang dikemas menggunakan klobot ini diduga karena klobot jagung memiliki porositas yang tinggi sehingga kadar air bahan dengan mudah menguap ke udara luar. Total mikroba juga memiliki kaitan dengan asam lemak bebas pada produk. Mikroba dapat menghasilkan enzim lipolitik yang berperan dalam perombakan lemak. Hidrolisis lemak berlangsung dalam suasana baik aerobik maupun anaerobik. Kerusakan lemak karena enzim juga berkaitan erat dengan keberadaan mikroba dalam bahan (Hamilton 1983). Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat pada wajik kelapa semakin tinggi pula enzim lipolitik yang dihasilkan. Tingginya kandungan enzim lipolitik pada bahan menyebabkan semakin tinggi pula resiko terjadinya hidrolisis lemak, sehingga secara langsung berimbas pada kadar asam lemak bebas (FFA) yang mengalami peningkatan pula. Sebaliknya, semakin rendah perubahan total mikroba menyebabkan rendahnya produksi enzim lipolitik sehingga peningkatan asam lemak bebas pada wajik semakin rendah pula.

21 Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap wajik kelapa yang secara visual dalam keadaan baik yaitu belum ditumbuhi kapang. Uji organoleptik dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu pada hari ke-1, ke-10, dan hari ke-20. Penilaian dilakukan dengan menggunakan rentang 1 - 3 dimana (1=tidak suka, 2=netral, dan 3=tidak suka). Hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 6. Rasa Hasil pengujian terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa wajik kelapa dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 menggambarkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa wajik kelapa yang berbeda-beda setiap perlakuan. Pengujian hari pertama dilakukan terhadap wajik kelapa yang baru diproduksi (tanpa perlakuan). Tingkat kesukaaan panelis terhadap rasa wajik kelapa mencapai 70 %, hal ini menunjukkan bahwa wajik kelapa yang diproduksi dapat diterima panelis. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada hari ke-10 menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang bervariasi pada setiap perlakuan. Tingkat kesukaan terhadap rasa wajik kelapa paling tinggi adalah perlakuan A1B1 yaitu sebesar 70 %. Tingkat kesukaan tertinggi berikutnya pada wajik yang dikemas menggunakan A3B1 sebesar 50 %, diikuti dengan A1B2 sebesar 40 %, kemudian kemasan A2B2 dan A3B2 sebesar 20 %. Tingkat kesukaan terendah terhadap rasa wajik kelapa pada perlakuan A2B1. 100

Tingkat kesukaan (%)

90 80 70 60 50

Hari ke-1 Series1

40

Series2 Hari ke-10

30

Series3 Hari ke-20

20 10 0 1 A1B1

2 A1B2

3 A2B1

4 A2B2

5 A3B1

6 A3B2

Jenis Perlakuan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 7 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap rasa wajik kelapa selama penyimpanan

22 Uji organoleptik yang terakhir selama penyimpanan terletak pada hari ke20. Beberapa perlakuan wajik kelapa telah mengalami kerusakan dengan munculnya kapang pada permukaan wajik, sampel yang tersisa adalah perlakuan A1B1 dan A3B1. Tingkat kesukaan terhadap rasa wajik kelapa pada hari ke-20 terdapat pada perlakuan A1 sebesar 20 % dan perlakuan A3 sebesar 10 %.

Tingkat kesukaan (%)

Aroma Bahan makanan umumnya dapat dikenali dengan mencium aromanya. Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan pangan. Seseorang yang menghadapi makanan baru, maka selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian utamanya sesudah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah cita rasa disamping teksturnya (Rubianty dan Kaseger 1985). Fungsi uji organoleptik terhadap aroma wajik kelapa adalah untuk melihat penerimaan panelis terhadap perubahan mutu selama penyimpanan. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui timbulnya aroma yang tidak normal selama penyimpanan seperti ketengikan. Hasil pengujian terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma wajik kelapa dapat dilihat pada Gambar 8. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Hari ke-1 Series1 Series2 Hari ke-10 Series3 Hari ke-20

1 A1B1

2 A1B2

3 A2B1

4 A2B2

5 A3B1

6 A3B2

Jenis Perlakuan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 8 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma wajik kelapa selama penyimpanan Gambar 8 menggambarkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma wajik kelapa yang berbeda-beda setiap perlakuan. Pengujian hari pertama dilakukan terhadap wajik kelapa yang baru diproduksi (tanpa perlakuan). Tingkat kesukaaan panelis terhadap aroma wajik kelapa mencapai 70 %. Hal ini menunjukkan bahwa wajik kelapa yang diproduksi dapat diterima panelis.

23 Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada hari ke-10 menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang bervariasi pada setiap perlakuan. Tingkat kesukaan terhadap aroma wajik kelapa paling tinggi adalah perlakuan A1B1 yaitu sebesar 60 %. Tingkat kesukaan tertinggi berikutnya pada wajik yang dikemas menggunakan A1B2 sebesar 50 %, diikuti dengan A3B1 sebesar 30 %, A3B2 sebesar 20 %, kemudian A2B1 sebesar 10 %. Tingkat kesukaan terendah terhadap aroma wajik kelapa pada perlakuan kemasan A2B2 yaitu sebesar 0 %. Uji organoleptik yang terakhir selama penyimpanan terletak pada hari ke20. Beberapa perlakuan wajik kelapa telah mengalami kerusakan dengan munculnya kapang pada permukaan wajik, sampel yang tersisa adalah perlakuan kemasan primer klobot jagung yang disimpan pada suhu rauang dan penambahan scavenger pasa suhu ruang. Tingkat kesukaan terhadap aroma wajik kelapa pada hari ke-20 terdapat pada perlakuan A1B1 sebesar 30 % dan perlakuan A3B1 sebesar 20 %.

Tingkat kesukaan (%)

Tekstur Keadaan tekstur merupakan sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut. Salah satu cara penentuan tekstur suatu bahan pangan adalah memberikan beban terhadap bahan tersebut misalnya dengan pemeriksaan bekas atau tekanan jari (Rampengan et al. 1985). Tekstur suatu bahan pangan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan, hal ini berhubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut (Rampengan et al 1985). Tekstur memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap makanan misalnya kekerasan dan kerenyahan. Hasil pengujian terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wajik kelapa dapat dilihat pada Gambar 9. 100 80 60

Hari ke-1 Series1

40

Series2 Hari ke-10

20

Hari ke-20 Series3

0

A1B1 1

A1B2 2

A2B1 3

A2B2 4

5 A3B1

6 A3B2

Jenis Perlakuan Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung, kemasan sekunder PET & oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC Gambar 9 Grafik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wajik kelapa selama penyimpanan

24 Gambar 9 menggambarkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur wajik kelapa yang berbeda-beda setiap perlakuan. Pengujian hari pertama dilakukan terhadap wajik kelapa yang baru diproduksi (tanpa perlakuan). Tingkat kesukaaan panelis terhadap aroma wajik kelapa mencapai 40 %. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada hari ke-10 menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang bervariasi pada setiap perlakuan. Tingkat kesukaan terhadap tekstur wajik kelapa paling tinggi adalah perlakuan A3B1 yaitu sebesar 40 %. Tingkat kesukaan tertinggi berikutnya pada wajik yang dikemas menggunakan A1B2, A2B2, A3B2 dengan nilai sebesar 30 %, diikuti dengan kemasan A1B1 sebesar 20 %. Tingkat kesukaan terendah terhadap tekstur wajik kelapa pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 10 %. Uji organoleptik yang terakhir selama penyimpanan terletak pada hari ke20. Beberapa perlakuan wajik kelapa telah mengalami kerusakan dengan munculnya kapang pada permukaan wajik, sampel yang tersisa adalah perlakuan A1B1 dan A3B1. Tingkat kesukaan terhadap tekstur wajik kelapa pada hari ke-20 terdapat pada perlakuan A3 sebesar 40 % dan perlakuan A1 sebesar 20 %. Seiring dengan lamanya suatu produk pangan disimpan, maka tentunya akan terjadi perubahan fisik yang bisa mempengaruhi tekstur, kekerasan, kekenyalan, ataupun parameter fisik lainnya pada suatu produk pangan. Perubahan fisik yang terjadi tersebut disebabkan oleh interaksi molekul ataupun senyawa di dalam bahan pangan ataupun antara bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya. Pengerasan tekstur dodol ini selain disebabkan oleh terjadinya perpindahan antara uap air dari dodol talas dengan lingkungannya.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Klobot jagung segar merupakan bahan yang memiliki kadar serat yang tinggi dan sifat mekanik yang baik. Klobot jagung memiliki sifat kimia sebagai berikut, kadar air 23,26 %, kadar abu 0,99 %, kadar lemak 2,76 %, kadar protein 0,08 %, dan kadar serat kasar sebesar 27,14 %. Klobot jagung memiliki nilai ketebalan sebesar 0,19 mm. Sifat mekanik klobot jagung adalah ketahanan tarik 3433,09 kgf/cm2, ketahanan gesek 3x10-4 g/cm2, ketahanan sobek 125,22 mN, dan daya serap air 81x10-5 g/cm2.menit. Perlakuan pendahuluan untuk meningkatkan kualitas kemasan klobot jagung yang terpilih adalah metode steam blanching. Klobot jagung kering terpilih tersebut memiliki ketebalan 0,18 mm, ketahanan tarik 3.309,70 kgf/cm2, ketahanan gesek 77x10-6 g/cm2, ketahanan sobek 85,86 mN, dan daya serap air 13x10-4 g/cm2.menit. Sifat kimia klobot jagung kering yaitu kadar air 3,27 %, kadar abu 1,03 %, kadar lemak 2,75 %, kadar protein 0,04 %, dan kadar serat kasar sebesar 26,97 %. Steam blanching dapat memperbaiki tekstur kemasan menjadi lebih lentur dan memunculkan warna yang lebih cerah. Berdasarkan perubahan mutu selama penyimpanan (kadar air, asam lemak bebas, total mikroba, dan organoleptik) dan pendugaan umur simpan wajik kelapa berdasar nilai perubahan asam lemak bebas yaitu 27 hari, perlakuan terbaik pada

25 wajik kelapa dalam penelitian ini adalah perlakuan kemasan klobot jagung kering yang disimpan pada suhu ruang (A1B1). Saran Terdapat penurunan kadar air wajik kelapa yang cukup signifikan selama penyimpanan yang dapat menyebabkan perubahan kekerasan wajik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan yang dapat melapisi kemasan klobot jagung sehingga menurunkan tingkat porositasnya. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bahan oksigen scavenger yang cocok dengan wajik kelapa, karena oksigen scavenger yang digunakan pada penelitian ini belum dapat mencegah ketengikan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. 1995. Official Methode of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Virginia (US): AOAC. Inc. [ASTM]. 1983. Annual Book of ASTM Standard American Society for Testing and Material. Pennsylvania. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2014. Data Produktivitas Jagung di Indonesia. Jakarta: Statistik Indonesia. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2014. SNI Dodol Beras Ketan. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Adnan A. 2008. Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai Bahan Kemasan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anitra. 2013. Usaha Mikro di Desa Cogreg. Kalimanggis dan Lengkongbarang Butuh “Sentuhan” Pemerintah [ulasan]. Resistance Altelnative Anonim. 2011. Resep Kue Wajik Kelapa. Blogdetik [internet]. [diunduh 2014 Januari 30]. Tersedia pada : http://resepkuewajik.blogdetik.com/category/resep-kue-wajik-kelapa/. Brooker DB, Arkema F, Hall CW. 1974. Drying Cereal Grains. The AVI Publishing Company. Budijanto. 2010. Penentuan Umur Simpan Seasoning Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Kadar Air Kritis.Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus 2010) 71 – 77. Jakarta:PT Tudung Jaya. Corcuera JR, Cavalieri RP, Powers JR. 2004. Blanching of Foods. Washington State University. Pullman. USA. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta IPB. Bogor. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. 3rd ed. New York: Marcel Dekker. Hamilton. RJ. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science Publishers. London. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI-Press.

26 Latief R. 2012. Pendugaan Umur Simpan (shelf life) Dodol Rumput Laut dalam Kemasan OPP menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT). [skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar. Mucholis I. 2013. Packaging Wajik Kletik Penataran.http://www.rbdi.org/imammucholis/. Prayitno S. 2002. Aneka Olahan Terung. Yogyakarta: Kanisius. Rampengan VJ, Sembel DT. 1985. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. Makassar. Rubianty, Kaseger B. 1985. Kimia Pangan. Makassar: Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. Sacharow R, Griffin. 1970. Food Packaging. Avi Publishing CO. Westport. Conecticut Sudarsono. 1981. Mempelajari Berbagai Jenis dan Sifat Pangan Semi Basah Tradisional dan Hubungannya dengan Keawetan. [skripsi]. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor. Tertibeni. 2012. Aplikasi Pelapis Antimikroba dari Kayu Manis pada Lempuk Durian. [skripsi]. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor. Winarno FG .1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Winarno FG .1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

27 Lampiran 1 Prosedur uji 

Tebal Tebal diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup pada lima tempat yang berbeda. Nilai tebal yang diukur sama dengan rata-rata hasil lima pengukuran. : tempat pengukuran tebal contoh



Ketahanan Tarik (ASTM 1983) Penentuan ketahanan tarik dan regangan putus dilakukan menggunakan alat paper tensile strength tester dengan contoh uji berukuran panjang minimum 22 cm dan lebar 1,5 cm sebanyak 2 lembar dari masingmasing jenis contoh. Ujung contoh dijepit pada klem penjepit yang terdapat pada alat paper tensile strength tester. Longgarkan sekrup pada bagian yang menarik tangkai penunjuk skala agar klem penjepit bagian atas dapat bergerak dengan bebas. Selanjutnya ujung lainnya dijepitkan pada penjepit bagian bawah. Piringan skala regangan diputar sehingga jarum menunjukkan angka nol. Kekuatan tarik dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. (

)

Dimana: N = banyaknya contoh setiap kali pengujian t = tebal contoh uji (cm) 

Ketahanan Gesek (ASTM 1983) Penentuan ketahanan gesek dilakukan untuk menunjukkan seberapa kuat suatu bahan digesek dengan beban tertentu atau seberapa besar penurunan bobot bahan akibat gesekan dengan beban tertentu. Contoh uji dibuat berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm dengan lubang diameter 0,5 cm pada bagian tengahnya untuk memasukkan lubang pengencang. Contoh uji ditimbang untuk diketahui bobotnya. Contoh uji diletakkan pada alat abrasion resistance tester dengan cara menempatkan lubang di bagian tengah contoh uji pada baut di tengan piringan. Kemudian ring/mur penjepit di bagian tengah dan tepi dipasang untuk menahan agar contoh uji ikut berputar bersama piringan pemutar. Nilai ketahanan gesek dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.

28

Dimana: M1 M2 A L

= bobot awal contoh = bobot cotoh setelah digesek = luas paermukaan bidang gesek = banyaknya gesekan

Luas permulaan bidang gesek ditentukan dengan persamaan sebagai berikut. Luas permukaan bidang gesek (cm2) = 0,25 x (DL2 – DD2) DL = diameter luar bidang gesek DD = diameter dalam bidang gesek

Tepi contoh uji Tepi luar bidang gesek OL Tepi dalam bidang gesek OD Lubang tengah contoh uji



Daya Serap terhadap Air (ASTM 1983) Daya serap terhadap air merupakam salah satu sifat yang menunjukkan kemampuan contoh dalam menyerap air. Alat yang digunakan untuk mengukur daya serap adalah COBB tester. Contoh yang digunakan berukuran 12 x 12 cm2 dan ditimbang. Contoh diselipkan di antara plat dan tabung, kemudian pasang baut penahan dengan rapat sehingga tidak akan bocor. Masukkan 100 ml air ke dalam COBB tester dan diamkan selama 10 menit. Selanjutnya keluarkan air dari alat dan ambil lembar contoh dari alat. Keringkan atau serap air yang ada di permukaan contoh dengan kertas saring. Timbang kembali contoh uji dan hitung banyaknya air yang diserap oleh kertas persatuan waktu per satuan luas (g/cm2.menit). Lakukan pada sisi permukaan yang lain dengan dua kali ulangan.



Ketahanan Sobek (ASTM 1983) Ketahanan sobek merupakan besarnya gaya untuk menyobek contoh sepanjang 1 cm. Uji ketahanan sobek dilakukan menggunakan elemendorf tearing strength tester. Pengujian memerlukan contoh uji berukuran 76 x 63

29 mm dan sobekan awal 20 mm. Contoh uji sebanyak 16 lembar dipasang pada klip penjepit diam dengan arah memanjang. Pendulum dipasang pada posisi siap dan sisa contoh uji dijepit oleh klip penjepit pada pendulum. Nilai ketahanan sobek dapat dihitung menggunakna persamaan berikut.



Kadar Air (SNI 2986:2013) Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Panaskan o pinggan beserta dalam oven suhu (103 C selama kurang lebih satu jam dan didinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian timbang lagi (W0). Sebanyak 2 – 5 gram contoh ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobotnya (W1). Panaskan pinggan beserta o contoh ke dalam oven pada suhu (103 C selama 3 jam. Sampel selanjutnya didinginkan dalam desikator dan di timbang sampai konstan (W2) (



Kadar Abu (SNI 2986:2013) Cawan porselen dipanaskan dalam tanur ˚C selama satu jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (W0). Masukkan 3 - 5 gram sampel ke dalam cawan dan timbang (W1), kemudian dibakar dengan pembakar gas sampai tidak berasap. Cawan dibakar dalam tanur listrik bersuhu maksimum ˚C sampai menjadi abu dan diperoleh bobot tetap, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2) (



)

)

Kadar Protein (AOAC 1995) Kadar protein bahan dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 100-250 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 mL H2SO4 pekat, dan 2-3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai mendidih selama 1 – 1,5 jam sampai diperoleh cairan jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan dibilas menggunakan 1 - 2 mL air destilata sebanyak 5 - 6 kali. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8-10 mL larutan 60 % NaOH - 5 % Na2S2O3. Di tempat yang terpisah, 5 mL larutan H3BO3 dan 2 - 4 tetes indikator merah metil-biru metil dimasukkan ke dalam erlenmeryer. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di bawah

30 larutan H3BO3. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh sekitar 15 mL destilat. Destilat yang diperoleh diencerkan sampai 50 mL dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0,02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0,02 N untuk blanko. Kadar protein (%) =



x 100%

Kadar Lemak (AOAC 1995) Kertas saring dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi sokhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksan dimasukkan dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam lemak berwarna jernih. Kertas saring yang berisi contoh dikeringanginkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C hingga mencapai bobot yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya kertas saring yang berisi contoh ditimbang dan bobot lemak dapat diketahui. Kadar lemak (%) = (b-a)/c x 100% Keterangan: a = bobot sampel sesudah ekstraksi (g) b = bobot sampel sebelum ekstraksi (g) c = bobot sampel (g)



Kadar Serat Kasar (AOAC 1995) Sebanyak 2 - 4 gram sampel ditimbang, lalu lemaknya dibebaskan dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau diaduk, setelah mengendap tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak tiga kali. Contoh dikeringkan dan ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25 %, kemudian didihkan selama 30 menit dengan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan 50 ml NaOH 3,25 % dan didihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas cairan disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan pada kertas saring berturut-turut dicuci dengan H2SO4 1,25 % panas, air panas, dan etanol 96 %. Kertas saring dan isinya diangkat dan ditimbang, lalu dikeringkan pada suhu 105 oC sampai bobot konstan. Bila kadar serat kasar lebih besar 1 % kertas saring beserta isinya diabukan dan ditimbang hingga bobotnya konstan.

31

Keterangan: a = bobot kertas saring dan residu yang telah dikeringkan (g) b = bobot kertas saring kosong (g) 

%FFA (asam lemak bebas) (SNI 2986:2013) Ekstraksi 10 gram contoh (w) dengan pelarut Petroleum eter menggunakan alat soxhlet lengkap. Uapkan di atas penangas air sampai pelarut menguap semuanya dan tertinggal residu lemak. Larutkan dengan 50 ml etanol panas yang telah dinetralisasikan. Tambahkan 2 ml larutan pp sebagai indikator. Titrasi larutan tersebut dengan KOH 0,1 N atau NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda. (

)

Keterangan: V = volume KOH/NaOH yang diperlukan dalam penitaran contoh (mm) N = normalitas larutan KOH atau NaOH (N) w = bobot contoh yang diuji (g) 

Total mikroba metode TPC (Fardiaz 1987) Prinsip metode TPC adalah sel kapang dalam sampel ditumbuhkan pada medium agar dan diinkubasi selama 24 – 48 jam. Sel kapang akan tumbuh membentuk koloni yang dapat dipelihara secara visual sehingga dapat langsung dihitung. Pertama-tama cawan petri, tabung reaksi, dan tip pipet disterilisasi pada oven 180 oC. Contoh sebanyak 1 gram ditimbang dan dihancurkan, kemudian secara aseptis contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengencer 9 ml. Setelah dikocok, diambil dengan pipet steril 1 ml untuk pengenceran berikutnya. Selanjutnya sebanyak 1 ml contoh yang telah diencerkan sampai pada tingkat tertentu diambil dengan pipet steril secara aseptis, dan dipindahkan ke dalam cawan petri. Media PCA steril dengan suhu sekitar 45 oC dituang ke dalam cawan petri. Setelah dingin diinkubasi selama 24 jam. Penetapan total mikroba berdasarkan pada metode standard plate count. Setelah waktu inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dapat dihitung dengan jumlah koloni yang diterima 30 – 300 koloni/cawan. Nilai TPC dihitung dengan menggunakan rumus: Koloni per ml atau per gram = jumlah koloni per cawan + 1/ faktor pengenceran

32 Lampiran 2 Hasil analisis uji hedonik perlakuan pendahuluan klobot jagung Warna a. Data tingkat kesukaan panelis terhadap warna klobot jagung kering Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Sampel AA 5 7 4 3 3 5 7 6 4 1 4 3 3 6 6 5 4 7 6 4 2 5 3 4 5 6 7 5 5 7

BB 3 2 5 5 5 5 6 4 5 5 6 6 1 5 6 6 5 5 1 3 6 3 2 6 5 3 5 3 2 3

CC 6 6 6 4 6 5 6 4 6 2 7 6 6 6 6 4 6 6 6 4 5 6 4 5 6 5 6 6 5 6

DD 3 2 1 6 4 7 2 6 6 7 5 7 6 2 7 6 7 3 2 6 2 2 3 4 7 2 4 4 6 6

33 b. Analisis ragam tingkat kesukaan panelis terhadap warna klobot jagung kering Sumber keragaman Contoh Panelis Galat Total

db JK KT 3 22,43 7,47 29 67,86 87 230,06 2,64 119 320,36

Fhitung 2,82

Ftabel 2,72*

Keterangan: F hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α= 5% c. Uji lanjut Duncan Perlakuan BB DD AA CC

Rata-rata 4,23 4,50 4,73 5,40

Kelompok A A A B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

34 Aroma a. Data tingkat kesukaan panelis terhadap aroma klobot jagung kering

Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

AA 5 7 2 6 5 6 4 6 5 4 1 5 5 4 4 6 6 5 3 5 6 5 4 5 4 3 4 5 5 6

Sampel BB CC 2 6 2 5 2 5 4 4 4 4 6 6 4 6 6 3 1 6 5 4 1 4 3 7 6 4 4 4 4 4 2 6 3 6 5 4 4 4 2 3 3 6 2 2 2 4 4 6 4 5 4 3 4 4 3 4 4 6 5 6

DD 3 2 2 6 6 7 5 6 6 6 6 7 7 4 6 4 4 6 5 5 4 2 7 6 6 7 4 5 5 5

35 b. Analisis ragam tingkat kesukaan panelis terhadap aroma klobot jagung kering Sumber keragaman db JK KT Fhitung Ftabel Contoh 3 44,40 14,80 9,14 2,72* Panelis 29 74,74 Galat 87 140,82 1,61 Total 119 259,99 Keterangan: F hitung > F tabel = berbeda nyata pada taraf α= 5% c. Uji lanjut Duncan Perlakuan BB AA CC DD

Rata-rata 3,50 4,70 4,70 5,13

Kelompok A B B B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

36 Tekstur a. Data tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur klobot jagung kering Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

AA 6 6 4 6 4 7 7 6 7 6 7 5 6 6 6 7 3 6 4 6 4 5 6 4 6 6 5 4 7 4

Sampel BB CC 2 5 2 2 6 7 5 5 5 6 5 6 3 6 7 6 2 4 4 4 6 2 6 7 6 6 5 5 5 6 5 6 3 6 4 7 5 6 4 5 4 5 4 6 3 5 6 5 5 5 3 6 3 6 4 4 6 6 7 6

DD 4 4 3 6 6 6 6 4 6 3 3 6 6 6 5 3 4 6 5 5 4 4 4 4 6 6 3 3 5 6

37 b. Analisis ragam tingkat kesukaan panelis terhadap warna klobot jagung kering Sumber keragaman db JK KT Fhitung Ftabel Contoh 3 22,06 7,35 5,14 2,72* Panelis 29 59,36 Galat 87 124,43 1,43 Total 119 205,86 Keterangan: F hitung > F tabel = berbeda nyata pada taraf α= 5% c. Uji lanjut Duncan Perlakuan BB DD CC AA

Rata-rata 4,50 4,73 5,30 5,53

Kelompok A A B B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

Lampiran 3 Hasil analisis ragam kadar air wajik kelapa selama penyimpanan a. Data kadar air wajik kelapa selama penyimpanan A1 Hari ke-

A2

B1

B2

A3

B1

B2

B1

B2

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

17,2628

18,2010

17,3707

17,2628

18,2010

17,3707

17,2628

18,2010

17,3707

17,2628

18,2010

17,3707

17,2628

18,2010

17,3707

17,2628

18,2010

17,3707

3

17,1961

18,0319

17,8139

17,2334

17,8518

17,2472

18,0563

18,1344

17,4513

21,4181

18,8702

17,4065

16,9230

17,7986

16,9230

19,6782

18,8019

17,7655

6

16,3714

18,1583

17,1063

17,8299

16,1127

17,2469

19,6393

17,9853

16,1088

17,4989

18,4242

17,6244

18,4264

17,6123

18,4264

19,0962

17,9671

17,0012

8

16,3601

17,1947

18,6777

19,6187

14,1331

16,7029

19,5991

16,9425

15,0763

19,7707

18,1671

18,9066

19,4464

17,4722

19,5181

19,0263

18,8722

16,5245

10

15,8727

16,7827

16,4214

18,1049

-

18,5431

19,8978

-

-

19,2475

17,8903

-

19,2578

19,8518

18,4657

19,0824

19,8464

16,8317

13

10,6529

11,5594

13,4436

-

-

-

19,5366

-

-

-

-

-

17,5805

19,5227

18,4510

19,1914

18,4982

19,0431

15

9,9622

10,2353

12,9842

-

-

-

18,4604

-

-

-

-

-

14,7301

-

-

18,9523

-

-

17

8,2677

9,2817

8,6734

-

-

-

-

-

-

-

-

-

15,1597

-

-

-

-

-

20

6,7257

8,3753

8,2500

-

-

-

-

-

-

-

-

-

15,3730

-

-

-

-

-

Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET dengan oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC

38

39 b. Hasil analisis laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan Perlakuan A1

A2

A3

Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3

B1

B2

-0,6223 -0,6177 -0,5480 0,2031 -0,1596 -0,2678 -0,3434 0,2259 0,0876

0,1051 -0,5809 -0,0806 0,2631 -0,0595 0,1966 0,1282 0,1430 -0,1500

c. Analisis ragam laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan Sumber keragaman A B AB Galat Total

db JK KT F hitung F tabel 2 1,03 0,51 29,27 3,88* 1 0,22 0,22 12,62 4,74* 2 0,19 0,09 5,51 3,88* 12 0,21 0,01 17 1,67

Keterangan: * f hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α = 5 % d. Uji lanjut duncan Perlakuan A3 A2 A1

Rata-rata 0,0152 0,0293 -0,3907

Kelompok A A B

Perlakuan B2 B1

Rata-rata -0,0039 -0,2269

Kelompok A B

Perlakuan A3B1 A3B2 A2B1 A2B2 A1B2 A1B1

Rata-rata Kelompok -0,0100 A 0,0404 A -0,0748 A 0,1334 A -0,1855 A -0,5960 B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

Lampiran 4 Hasil analisis ragam kadar asam lemak bebas selama penyimpanan a. Data kadar asam lemak bebas wajik kelapa ketan selama penyimpanan A1 Hari ke-

A2

B1

B2

A3

B1

B2

B1

B2

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

0,1131

0,1153

0,1155

0,1131

0,1153

0,1155

0,1131

0,1153

0,1155

0,1131

0,1153

0,1155

0,1131

0,1153

0,1155

0,1131

0,1153

0,1155

3

0,1722

0,0740

0,0700

0,1015

0,0566

0,1192

0,0967

0,1186

0,0745

0,0910

0,0990

0,1372

0,0947

0,0693

0,2473

0,0726

0,0605

0,0767

6

0,2527

0,1975

0,1598

0,2381

0,2480

0,2128

0,3872

0,2147

0,4278

0,1439

0,2858

0,1895

0,2825

0,2460

0,2575

0,4027

0,2990

0,1985

8

0,2284

0,2441

0,3065

0,2859

0,2320

0,2122

0,3951

0,2956

0,3241

0,2800

0,4020

0,3194

0,2354

0,2980

0,2528

0,2699

0,2895

0,1971

10

0,2569

0,1855

0,2226

0,2620

-

0,1676

0,2697

-

-

0,2888

0,2180

-

0,1581

0,2492

0,2028

0,1888

0,3529

0,2421

13

0,2557

0,2435

0,3047

-

-

-

0,2660

-

-

-

-

-

0,1899

0,3191

0,3402

0,1405

0,2090

0,2491

15

0,2575

0,4467

0,2593

-

-

-

0,3870

-

-

-

-

-

0,3448

-

-

0,3257

-

-

17

0,2048

0,2957

0,1387

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,1628

-

-

-

-

-

20

0,2476

0,3234

0,3646

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,2593

-

-

-

-

-

Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET dengan oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC

40

41 b. Hasil analisis laju perubahan kadar asam lemak bebas wajik kelapa selama penyimpanan Perlakuan Ulangan 1 A1 2 3 1 A2 2 3 1 A3 2 3

B1 0,0092 0,0201 0,0141 0,0189 0,0267 0,0337 0,0079 0,0198 0,0154

B2 0,0216 0,0186 0,0165 0,0238 0,0443 0,0350 0,0167 0,0316 0,0142

c. Analisis ragam laju perubahan kadar air wajik kelapa selama penyimpanan Sumber keragaman A B AB Galat Total

db 2 1 2 12 17

JK 1,11x10-03 1,32x10-05 1,20x10-04 2,33x10-04 1,55x10-03

KT 5,90x10-04 1,36x10-05 6,02x10-05 1,94x10-05

F hitung 30,54 0,70 3,09

F tabel 3,88* 4,74 3,88

Keterangan: * f hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α = 5 % d. Uji lanjut duncan Perlakuan Rata-rata Kelompok A1 0,0167 A A3 0,0176 A A2 0,0304 A Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan e. Pendugaan umur simpan wajik kelapa selama penyimpanan Perlakuan A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2

FFA SNI 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

FFA awal 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11

Slope Umur simpan 0,0144 27 0,0189 21 0,0264 15 0,0343 11 0,0144 27 0,0208 19

2

Lampiran 5 Hasil analisis ragam total mikroba wajik kelapa selama penyimpanan a. Data total mikroba wajik kelapa ketan selama penyimpanan (koloni) A1 Hari ke-

A2

B1 1

1

0

3

B2

2

3

1

A3

B1

2

3

1

B2

2

3

1

B1

2

3

2

3

1

2

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3.000

6.000

0

0

7.000

10.000

0

5.000

35.000

0

34.000

239.000

0

276.000

39.000

0

242.000

0

6

23.000

9.000

18.000

8.000

19.000

55.000

5.000

15.000

191.000

4.000

9.000

473.000

6.000

198.000

16.000

1.000

28.000

40.000

8

99.000

55.000

26.000

829.000

85.000

169.000

111.000

63.000

38.000

78.000

120.000

31.000

27.000

260.000

33.000

39.000

22.000

398.000

90.000

74.000

-

325.000

108.000

-

-

235.000

-

7.000

290.000

17.000

165.000

497.000

266.000

-

-

-

-

-

-

10

44.000

362.000

9.000

13

23.000

238.000

78.000

-

72.000

-

13.000

126.000

52.000

47.000

17.000

11.000

15

60.000

27.000

20.000

-

-

-

23.000

-

-

-

-

-

135.000

-

-

21.000

-

-

17

9.000

21.000

39.000

-

-

-

-

-

-

-

-

-

34.000

-

-

-

-

-

11.000

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3.000

-

-

-

-

-

20

7.000

12.000

Keterangan : A1 = kemasan primer klobot jagung A2 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET A3 = kemasan primer klobot jagung dan kemasan sekunder PET dengan oksigen scavenger B1 = penyimpanan suhu ruang B2 = penyimpanan suhu 30 oC

42

1

B2

43 b, Hasil analisis laju perubahan total mikroba wajik kelapa selama penyimpanan

Perlakuan Ulangan A1 1 2 3 A2 1 2 3 A3 1 2 3

B1 3.602,56 26.789,21 2.028,93 13.977,44 9.500,00 39.289,47 1.857,47 33.363,13 3.807,88

B2 8.217,39 9.500,00 39.289,47 23.632,08 17.153,85 93.289,47 2.695,76 44.108,70 40.255,64

c. Analisis ragam laju perubahan total mikroba wajik kelapa selama penyimpanan

Sumber keragaman A B AB Galat Total

Db 2 1 2 12 17

JK 5,60 x108 7,01 x108 5,72 x108 4,86 x108 2,31 x109

KT F hitung 8 2,01 x10 6,91 7,01 x108 17,31 2,85 x108 7,06 8 4,05 x10

F tabel 3,88* 4,74* 3,88*

Keterangan: * f hitung > f tabel = berbeda nyata pada taraf α = 5 % d. Uji lanjut duncan Perlakuan Rata-rata Kelompok A1 14.904,59 A A3 21.014,76 A A2 32.807,05 B Perlakuan B1 B2 Perlakuan A3B1 A1B2 A2B1 A1B1 A3B2 A2B2

Rata-rata Kelompok 14.912,90 A 30.904,70 B Rata-rata 13.009,49 19.002,29 20.922,31 24.836,69 29.020,03 44.691,80

Kelompok A A A A A B

Keterangan: huruf yang sama pada kolom kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan

2 44 Lampiran 6 Hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap wajik kelapa (%) a. Hari penyimpanan ke-1 Rasa Perlakuan A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2

Tidak suka 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Aroma

Netral

Suka

30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00

70,00 70,00 70,00 70,00 70,00 70,00

Tidak suka 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

Netral 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00

Tekstur Suka 70,00 70,00 70,00 70,00 70,00 70,00

Tidak suka 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

Netral 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00

Suka 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00

b. Hari penyimpanan ke-10 Rasa Perlakuan A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2

Tidak suka 0,00 10,00 70,00 80,00 40,00 40,00

Aroma

Netral

Suka

30,00 70,00 30,00 20,00 50,00 40,00

70,00 20,00 0,00 0,00 10,00 20,00

Tidak suka 20,00 30,00 40,00 70,00 30,00 40,00

Tekstur

Netral

Suka

60,00 70,00 60,00 30,00 70,00 40,00

20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,00

Tidak suka 20,00 40,00 30,00 20,00 20,00 50,00

Netral

Suka

60,00 30,00 60,00 50,00 40,00 20,00

20,00 30,00 10,00 30,00 40,00 30,00

c. Hari penyimpanan ke-20 Rasa Perlakuan A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2

Tidak suka 0,00 0,00 0,00 0,00 40,00 0,00

Aroma

Netral

Suka

80,00 0,00 0,00 0,00 50,00 0,00

20,00 0,00 0,00 0,00 10,00 0,00

Tidak suka 10,00 0,00 0,00 0,00 30,00 0,00

Netral 70,00 0,00 0,00 0,00 50,00 0,00

Tekstur Suka 30,00 0,00 0,00 0,00 20,00 0,00

Tidak suka 50,00 0,00 0,00 0,00 20,00 0,00

Netral 50,00 0,00 0,00 0,00 40,00 0,00

Suka 0,00 0,00 0,00 0,00 40,00 0,00

3 45

RIWAYAT HIDUP Elok Pratiwi dilahirkan di Batang pada tanggal 25 Januari 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Muji Raharjo dan Catur Utami. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Blado 1 pada tahun 1998 - 2004 dan melanjutkan ke SMP N 3 Batang pada tahun 2004 – 2007. Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMA N 1 Pekalongan dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) sebagai staff Departemen Pengabdian Masyarakat pada tahun 2011 – 2013. Penulis juga aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA pada tahun 2012 – 2013. Penulis merupakan salah satu asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka pada tahun 2014. Program praktik lapang penulis, dilakukan di PT. Industri Gula Nusantara dengan hasil penulisan “Mempelajari Teknik Penyimpanan dan Penggudangan di PT. Industri Gula Nusantara.