KONTRIBUSI DANA DESA DALAM MENURUNKAN

Download Desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pe...

4 downloads 703 Views 183KB Size
KONTRIBUSI DANA DESA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMISKINAN DI KABUPATEN MELAWI Irma Setianingsih ABSTRACT Village fund is a fund of the state budget earmarked for the village, the funds are transferred through the district budget. The village funds used to finance the implementation of the village administration, the implementation of rural development, rural community development, and community empowerment. Village fund-raising goal is to alleviate poverty. The purpose of village funds used for the village administration by 30% and 70% for community empowerment and development. The purpose of this study is to analyze the effect of village funds on rural development, rural community development and empowerment of rural communities to the number of poor people. This research is a quantitative uses secondary data obtained from BPMPDKesbangpol Melawi consisting of 169 villages and cross-section data is data that consists of one or more variables that are collected at the same time (at the same point in time). The independent variable in this research is expenditure village in rural development, expenditure village in rural community development and expenditure village on empowering rural communities while the dependent variable is the poor people. Analyzes were done using tools Eviews 6 series. The results showed that the village fund for rural development have significant influence in a positive direction towards poverty this is due to the delay of local government in socializing on the use of funds of the village, so the village chief in using is not on target, while the village fund for the community development and village fund for empowerment the villagers had no significant effect with a negative direction this is because the head of the village in using of village funds higher priority to rural development. Keywords: village fund, rural development, rural community development, empowerment of rural communities, the poor people.

1

2

ABSTRAK

Dana desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan untuk desa, dananya ditransfer melalui anggaran belanja daerah kabupaten. Dana Desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Tujuan dana desa adalah untuk mengentaskan kemiskinan. Penggunaan dana desa digunakan untuk pemerintahan desa sebesar 30% dan 70% untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dana desa pada pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPMPDKesbangpol Kabupaten Melawi yang terdiri dari 169 desa dan data crosssection merupakan suatu data yang terdiri dari satu atau lebih variabel yang dikumpulkan pada waktu yang sama (at the same point in time). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Belanja desa pada pembangunan desa, belanja desa pada pembinaan kemasyarakatan desa dan belanja desa pada pemberdayaan masyarakat desa sedangkan variabel dependen adalah penduduk miskin. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat bantu EVIEWS seri 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana desa untuk pembangunan desa berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap angka kemiskinan hal ini dikarenakan keterlambatan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan tentang penggunaan dana desa, sehingga Kepala Desa dalam menggunakannya tidak tepat sasaran sedangkan dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa dan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa tidak berpengaruh signifikan dengan arah negatif hal ini dikarenakan kepala desa dalam menggunakan dana desa lebih diprioritaskan kepada pembangunan desa. Kata kunci : Dana desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa, penduduk miskin.

3

PENDAHULUAN Berlakunya otonomi daerah sebagai konsep kajian aktual akan memberikan porsi lebih kepada daerah untuk menyalurkan segala urusan dan kepentingan daerah agar mampu mengelola sendiri sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Semenjak diberlakukannya Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah mempunyai hak untuk melakukan dan mengatur urusan pemerintahan daerahnya. Menurut Mardiasmo (2004: 96), kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia yang berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup mayarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. Desa sebagai daerah otonom yang berada pada tingkatan terendah secara otomatis akan menjadi objek dari berlangsungnya sistem desentralisasi fiskal yang diperoleh dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Desa merupakan salah satu ujung tombak organisasi pemerintah dalam mencapai keberhasilan dari urusan pemerintahan pusat. Hal ini disebabkan desa lebih dekat dengan masyarakat sehingga program dari pemerintah lebih cepat tersampaikan. Pemerintah desa diyakini lebih mampu melihat prioritas kebutuhan masyarakat dibandingkan Pemerintah Kabupaten yang secara nyata memiliki ruang lingkup permasalahan lebih luas dan rumit. Salah satu strategi pemerintah dalam hal memberi dukungan keuangan desa dan membantu agar desa menjadi mandiri adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% yang diperuntukkan untuk desa disebut Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran untuk Desa yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bagian Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten/Kota sebesar 10% setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Besaran ADD masing-masing Kabupaten/Kota setiap tahun adalah sepuluh persen (10%) dari DBH dan DAU yang dialokasikan dalam APBD Kabupaten/Kota, sedangkan dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan untuk desa, dananya ditransfer melalui anggaran belanja daerah kabupaten. Dana Desa yang disalurkan oleh pemerintah kepada Pemerintah Desa bertujuan agar pemerintahan desa dapat meningkatkan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, maka desa mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten, dimana Dana Desa tersebut dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, dan pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa yang berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai

4

dengan ketentuan undang-undang mengenai Desa (UU No. 6 Tahun 2014). Melalui dana desa, desa ataupun kelurahan berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom. Pemberian dana desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang. Peran pemerintah desa dalam memberikan pelayanan, kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan serta pertumbuhan wilayah-wilayah strategis harus ditingkatkan, sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Dana desa yang disalurkan oleh pemerintah daerah melalui anggran belanja daerah kepada desa, dimana semua rencana dan realisasi pembangunan harus bertumpu pada aspirasi masyarakatnya, karena masyarakat desa merupakan sasaran dalam setiap program pemberdayaan masyarakat, dengan demikian pemerintah desa harus mengelola dana desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk juga dalam mengelola belanja desa. Belanja desa merupakan semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggran, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaran kewenangan desa. Belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam musyawarah desa. Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, bahwa rincian penggunaan Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan adalah 30% untuk pemerintahan desa yang yang digunakan untuk biaya rutin seperti biaya operasional, tunjangan, penghasilan tetap, biaya perjalanan dinas sedangkan 70% penggunaannya untuk untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pemanfaatan dana desa yang masih belum tepat sasaran masih saja terjadi di pemerintahan desa dikarenakan adanya beberapa faktor seperti desa belum siap mengelola dana tersebut, kurangnya sumber daya manusia, atau pemerintah desa yang tidak transparan dan akuntabel. Pemerintah Kabupaten Melawi dalam menerapkan program dana desa menjadi tantangan tersendiri dalam memaksimalkannya, sehingga diharapkan dapat menekan angka kemiskinan. Dari data 1.1 dapat dilihat bahwa tingkat kemiskinan pada Kabupaten Melawi mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 12,10 persen tetapi pada tahun 2013 terjadi kenaikan yang cukup tinggi yaitu 13,70 persen dan di tahun 2015 terjadi kenaikan kembali sebesar 12,57 persen dimana di tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 12,40 persen. Sementara itu dana desa yang dialokasikan ke seluruh pemerintah desa sangatlah cukup untuk menekan angka kemiskinan.

5

Tabel 1.1 Data Kemiskinan Kabupaten Melawi Tahun 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber data BPS Kalimantan Barat

Tingkat Kemiskinan (persen) 12,93 12,10 13,70 12,40 12,57

Dari tabel 1.2 penerimaan dana desa pada tahun 2012 menurun sebesar Rp.4.996.449.848,- dari tahun 2011, sedangkan pada tahun 2013 sampai pada tahun 2015 alokasi dana desa yang diterima oleh Kabupaten Melawi mengalami kenaikan sebesar Rp.47.147.645.996,-. dengan adanya kenaikan alokasi dana desa tersebut maka pemerintah desa dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di Kabupaten Melawi. hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prihartini Budi Astuti dengan hasil penelitian bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah kepala keluarga miskin dengan nilai koefisien sebesar -0,010433. Tabel 1.2 Data Anggaran Alokasi Dana Desa Pada Kecamatan Kabupaten Melawi Nama Kecamatan Nanga Pinoh Pinoh Utara Pinoh Selatan Sokan Belimbing Tanah Pinoh Belimbing Hulu Tanah Pinoh Barat Ella Hilir Menukung Sayan Jumlah

2011 506.001.481 565.531.067 357.177.516 535.766.274 506.001.481 357.177.516 238.118.344 297.647.930 565.531.067 565.531.067 535.766.274 5.030.250.017

2012 502.601.464 561.731.048 354.777.504 532.166.256 502.601.464 354.777.504 236.518.336 295.647.920 561.731.048 561.731.048 532.166.256 4.996.449.848

Tahun (dalam rupiah) 2013 2014 450.751.464 1.700.000.000 503.781.048 1.900.000.000 318.177.504 1.200.000.000 477.266.256 1.800.000.000 450.751.464 1.700.000.000 318.177.504 1.200.000.000 212.118.336 800.000.000 265.147.920 1.000.000.000 503.781.048 1.900.000.000 503.781.048 1.900.000.000 477.266.256 1.800.000.000 4.480.999.848 16.900.000.000

2015 4.808.227.738 5.336.005.188 3.283.809.642 5.049.985.506 4.757.059.125 3.306.630.727 2.206.314.993 2.850.217.270 5.298.806.084 5.375.093.006 4.875.496.717 47.147.645.996

Sumber data Keputusan Bupati melawi

Pada tahun 2015 alokasi dana desa yang diterima oleh desa sangatlah besar, dikarenakan adanya program dana desa yang merupakan kebijakan dari pemerintahan Joko Widodo yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara kota dan desa, serta mendukung kemandirian desa. Oleh karena itu, alokasi dana desa diprioritaskan pada pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa serta pembinaan masyarakat desa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan meningkatkan daya saing perekonomian mayarakat desa, serta pemerataan kesejahteraan masyarakat desa.

6

Tabel 1.3 Data Penggunaan Dana Desa dan Jumlah Penduduk Miskin Pada Kecamatan Kabupaten Melawi Tahun 2015 Lokasi

Penduduk Miskin (jiwa)

Alokasi Dana untuk Pembangunan Desa (Rp)

Nanga Pinoh Pinoh Utara Pinoh Selatan Sokan Belimbing Tanah Pinoh Belimbing Hulu Tanah Pinoh Barat Ella Hilir Menukung Sayan Jumlah

1.332 3.819 1.045 3.099 2.828 1.351 935 1.781 3.352 4.374 954 24.870

3.174.293.859 4.728.297.094 2.197.899.357 3.907.878.914 3.905.552.605 2.789.241.016 1.963.254.599 2.391.985.071 4.237.469.140 3.701.681.201 3.065.044.605 36.062.597.461

Alokasi Dana untuk Pembinaan Kemasyarakatan Desa (Rp) 389.175.800 167.546.322 146.546.000 174.400.000 263.090.000 49.760.000 44.250.000 33.000.000 184.468.000 218.865.395 236.352.500 1.907.454.017

Alokasi Dana untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa (Rp) 492.651.477 1.337.200 311.880.000 357.300.000 355.408.097 222.400.000 102.823.598 206.317.000 250.848.000 463.261.536 510.354.604 3.274.581.512

Sumber. BPMPDKesbangpol Kabupaten Melawi (Data Olahan)

Dari tabel 1.3 bahwa dana desa pada kabupaten melawi digunakan untuk pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, dari jumlah dana desa yang diterima Kabupaten Melawi tahun 2015 sebesar Rp.47.147.645.996,- dipergunakan untuk ketiga kegiatan sebesar Rp.41.244.632.990 atau 87% dan sisa nya sebesar Rp.5.903.013.006,dipergunakan pada kegiatan penyelenggaraan desa yang digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan, operasional pemerintahan desa, operasioanl dan tunjangan badan permusyawaratan desa, dan insentif rukun tetangga dan rukun warga. Penggunaan dana tersebut yang dilakukan oleh pemerintah desa lebih banyak digunakan pada pembangunan atau renovasi kantor desa daripada pembangunan sarana dan prasarana publik, dimana di dalam peraturan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 pada pasal 2, disebutkan bahwa Dana Desa dikelola secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, ekonomis, dan transparan serta bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, sehingga ada beberapa desa di Kabupaten Melawi dalam penggunaan dana desa tersebut tidak tepat sasaran sehingga akan menimbulkan kerugian untuk warga desa. Pemerintahan desa yang transparan juga harus melibatkan warga desa secara aktif dalam musyawarah dan penggunaan anggaran untuk pembangunan desa tersebut. Dengan penggunaan dana yang transparan dan akuntabel, maka anggaran yang diberikan pemerintah pusat dapat dimanfaatkan dengan benar dan tidak terjadinya kecurigaan antar warga dan perangkat desa, berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Dana Desa terhadap Penduduk Miskin.

7

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka perumusahan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah dana desa untuk pembangunan desa berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin ? 2. Apakah dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin ? 3. Apakah dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin ? Adapun tujuan penelitian ini untuk: 1. Untuk menganalisis pengaruh dana desa untuk pembangunan desa terhadap jumlah penduduk miskin. 2. Untuk menganalisis pengaruh dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa terhadap jumlah penduduk miskin. 3. Untuk menganalisis pengaruh dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa terhadap jumlah penduduk miskin. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Kemiskinan Menurut Perpres nomor 13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, pemahaman mengenai kemiskinan mestilah beranjak dari pendekatan berbasis hak (right based approach). Dalam pemahaman ini harus diakui bahwa seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama. Oleh karena itu, apabila ada kondisi dimana seseorang atau sekelompok laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat maka hal itulah yang disebut dengan kemiskinan (Badrudin, 2012 : 167). Kemiskinan juga harus dipandang sebagai masalah multidimensional, tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan dalam memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupannya secara bermartabat. Kemiskinan memiliki beberapa jenis (Badrudin, 2012 : 167-169) adalah sebagai berikut. 1. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. 2. Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istialh garis kemiskinan. Penduduk yang berpendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. 3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai disebabkan kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan

8

karena tatanan itu tidak hanya menyebabkan kemiskinan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. 4. Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Garis Kemiskinan menurut Todaro dan Smith (2011 : 266) dalam indeks kemiskinan multidimensi dengan menyusun indeks didasarkan pada tingkat rumah tangga, MPI (Multidimensional Poverty Indeks) dengan memperhitungkan adanya akibat interaksi negatif ketika orang-orang mengalami berbagai kekurangan yang lebih buruk, yang dapat dilihat cukup dengan jumlahkan kekurang-kekurangan yang terjadi di seluruh negara yang keseluruhannya, menghitung rata-ratanya dan kemudian mengkombinasikannya. Garis kemiskinan internasional mengemukakan bahwa penduduk miskin adalah yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang, menggunakan metode Purchasing Power Parity (PPP). Selain itu, Bank Dunia juga menetapkan klasifikasi penduduk sangat miskin ( extreme poor) untuk yang pengeluaran per harinya di bawah US$1. Penggunaan garis kemiskinan internasional seperti ini memiliki kelebihan sekaligus kelemahan. Kelebihannya adalah ada standar yang bisa diaplikasikan secara internasional, sehingga hasil dari pembangunan ekonomi dan kebijakan pemerintah tiap negara bisa dibandingkan. Kelemahannya, penetapan standar internasional seperti ini cenderung bersifat arbitrer, karena standar US$2 dan US$1 per hari bukan didasarkan pada perhitungan biaya hidup riil di tiap negara (Ali Khomsan dkk, 2015:18). 2. Pengeluaran Pemerintah Teori makro menurut Idris (2016 : 33) mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukan oleh para ahli ekonomi, antara lain: a. Rostow dan Musgrave Teori ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahaptahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut (Idris, 2016 : 33). Pada tahap awal persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin besar banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Pada tahap yang lebih lanjut aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya

9

program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. b. Teori Wagner Teori ini menekankan menurut Idris (2016 : 35) pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Menurut Wagner ada beberapa yang menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin meningkat yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan masyarakat, meningkatnya fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan (Idris, 2016 : 35). c. Peacock dan Wiseman Teori mereka didasari pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman adalah dasar dari teori pemungutan suara (Idris, 2016 : 37). Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat memiliki suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sehingga masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak (Idris, 2016 : 37). Menurut Peacock-Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Dengan demikian, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah menjadi semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah yang akan menjadi semakin besar. 3. Dana Desa Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan yang mengatur Dana Desa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 72

10

ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengalokasian Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa dan pembinaan kemasyarakatan Desa. Hal itu berarti seluruh sumber pendapatan Desa, termasuk Dana Desa yang bersumber dari APBN, digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan Desa. Namun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60/2014, mengingat Dana Desa bersumber dari Belanja Pusat, untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa untuk mendukung pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. 4. Pemberdayaan Masyarakat Istilah pemberdayaan, dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh individu, kelompok dan masyarakat luas agar mereka memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi keinginan-keinginannya terhadap sumber daya yang terkait dengan pekejaannya, aktivitas sosialnya, dan lainlain (Mardikanto dan Soebianto, 2013 : 28). Menurut Widjaja pemberdayaan adalah wewenang, pendelegasian wewenang atau pemberian otonomi kejajaran bawah (Widjaja, 2011 : 77). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Mardikanto dan Soebianto, 2013 : 30). Sedangkan menurut Adisasmita pemberdayaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku pembangunan di daerah, yang terdiri dari aparatur, lembaga swadaya masyarakat dunia usaha dan masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi serta merealisasikan aspirasi dan keragaman masyarakat untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (Adisasmita, 2011:131). Menurut Widjaja pemberdayaan masyarakat adalah upaya peningkatan potensi yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan budaya (widjaja, 2010 : 169). Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Dalam kaitan ini, usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik pijak bagi program nasional. Di sini mayarakat difasilitasi untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan perikehidupan mereka sendiri.

11

5. Pemerintahan Desa Keberadaan desa telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka. Definisi desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul, adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI (Syafrudin dan Na’a, 2010 : 3). Pemerintah Desa atau disebut juga Pemdes adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengelola wilayah tingkat desa. Lembaga ini diatur melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemimpin pemerintah desa, seperti tertuang dalam pasal 1 bahwa pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu dengan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Pemerintahan Desa terdiri atas Sekretaris Desa, Pelaksanaan Kewilayahan dan Pelaksana Teknis. Menurut soemanti Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat lainnya, yaitu sekretariat desa, pelaksanaan teknis lapangan dan unsure kewilayahan, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat (Soemantri, 2010:7). METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh dana desa terhadap penduduk miskin, maka penelitian ini menggunakan penelitian dalam bentuk eksplanatif. Penelitian eksplanatif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan dan memberikan penjelasan tentang mengapa sesuatu terjadi atau gejala terjadi. Pada penelitian eksplanatif, metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Menurut Kriyantono (2006:69) peneliti perlu melakukan kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Jenis data yang akan digunakan dalam analisis di penelitian ini adalah cross section, pada satu titik waktu yaitu pada tahun 2015 di 169 desa di kabupaten melawi, yaitu menggunakan data sekunder. Data yang diperlukan adalah data dana desa pelaksanaan pembangunan desa, dana desa pembinaan kemasyarakatan desa, dana desa pemberdayaan masyarakat desa, data penduduk miskin Kabupaten Melawi. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Melawi yaitu 169 desa. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas (independen) yang digunakan adalah dana desa untuk pelaksanaan pembangunan desa (X1), dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa (X2), dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa (X3), sedangkan variabel terikat (dependen) adalah penduduk miskin (Y). Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan regresi linear berganda dan menggunakan alat bantu eviews 0.6. sebagai berikut. Ln(PM) = X1 lnBPP + X2 lnBPK + X3 lnBPM + e

12

Untuk mengetahui kontribusi Dana Desa terhadap penduduk miskin menggunakan persamaan linier sederhana dan menggunakan alat bantu eviews 0.6 adalah sebagai berikut. Y = b0 + b1X + ei Dimana Y = Penduduk Miskin X = Dana Desa ei = error

HASIL Kontribusi dana desa terhadap penduduk miskin dalam suatu persamaan regresi linier sederhana yaitu Y = - 16,69884 + 1,103435X, Fungsi ini mengandung arti bahwa jika dana desa tidak mengalami perubahan (X = 0) maka kemiskinan akan berkurang sebesar 16,69%, selanjutnya koefisien dana desa sebesar 1,10 mengandung arti kontribusi dana desa dalam menambah penduduk miskin sebesar 1,10%. Hasil ini tidak sesuai dengan harapan karena disebabkan penggunaan dana desa belum sesuai dengan peraturan yaitu Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 5 Tahun 2015. Hubungan Dana Desa terhadap Penduduk Miskin dalam suatu persamaan regresi berganda yaitu : Y = 0,398X1 – 0,043X2 – 0,138X3 1. Dana Desa di Bidang Pembangunan Desa Terhadap Penduduk Miskin Dari hasil analisa hipotesis tersebut bahwa dana desa terhadap pembangunan desa memiliki regresi yang bertanda positif sebesar 0,398%, yang menunjukkan bahwa bertambahnya dana desa 1% menaikkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,398%. Hal ini disebabkan ada beberapa desa belum mengetahui dalam menggunakan dana desa, karena sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah desa Kabupaten Melawi dan Kecamatan dilakukan pada bulan November tahun 2015 dimana anggaran dana desa tersebut sudah dianggarkan dan dipergunakan oleh Kepala Desa, sehingga penggunaan desa yang dilakukan oleh kepala desa tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan bendahara desa Sidomulyo Kecamatan Nanga Pinoh sdr. Khairul menyatakan bahwa Sosialisasi yang dilakukan oleh BPMPDes terlambat sekitar bulan November sedangkan anggaran dana desa sudah berjalan dan sudah digunakan. Penggunaan dana desa yang dilakukan oleh beberapa kepala desa diantaranya desa Batu Tekaban, Batu Buil, Nanga Menunuk dan Batu Ampar digunakan untuk membangun kantor desa ataupun renovasi kantor desa dan batas desa, dimana manfaatnya tidak berdampak langsung ke masyarakat desa sementara jalan desa

13

masih banyak yang rusak, hal ini yang membuat harga-harga barang di pedesaan menjadi tinggi. Penggunaan dana desa yang tidak tepat sasaran ini tidak sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi nomor 5 tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Bab III Prioritas Penggunaan Dana Desa Untuk Pembangunan Desa pasal 8 yaitu. Prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b didasarkan atas kondisi dan potensi Desa, sejalan dengan pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa setiap tahunnya. 2. Dana Desa di Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa Terhadap Penduduk Miskin Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dana desa untuk pembinaan masyarakat desa berpengaruh tidak signifikan dengan arah negatif terhadap jumlah penduduk, yang menunjukkan bahwa bertambahnya dana desa 1% maka jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 0,043%. Beberapa kepala desa di Kabupaten Melawi menganggarkan dana desanya dalam jumlah yang kecil seperti di Kecamatan Sokan pada desa Nanga Sokan dan Muara Tanjung, dan di Kecamatan Pinoh Utara pada desa Natai Panjang dan Kayan Semapau. Ada juga beberapa desa yang tidak menganggarkan dananya di bidang pembinaan kemasyarakatan masyarakat desa yaitu di Kecamatan Belimbing Hulu pada desa Nanga Tikan, Beloyang, Nanga Raya dan Junjung Permai. Dengan demikian kebutuhan yang diperlukan masyarakat untuk meningkatkan potensi masyarakat desa belum dirasakan secara menyeluruh. Pembinaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Desa bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat sehingga diharapkan masyarakat bisa menjadi mandiri. Pembinaan masyarakat desa yang dilakukan oleh pemerintah desa di Kabupaten Melawi mencakup berbagai bidang diantaranya di bidang keamanan, bidang keagamaan dan bidang kepemudaan. 3. Dana Desa di Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa terhadap Penduduk Miskin Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa berpengaruh tidak signifikan dengan arah negatif terhadap jumlah penduduk, yang menunjukkan bahwa bertambahnya dana desa 1% maka jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 0,138%. Kepala Desa belum memaksimalkan penggunaan dana desa terhadap bidang pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini disebabkan beberapa kepala desa seperti pada desa Manding, Nanga Belimbing, Tengkajau, dan Kayan Semapau di Kecamatan Pinoh Utara dalam menggunakan dana desanya tidak dianggarkan di bidang pemberdayaan masyarakat, mereka lebih memprioritaskan kepada pembangunan. Selain itu, kepala desa belum mengetahui penetapan prioritas penggunaan dana desa. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala desa Kayan Semapau Kecamatan Pinoh Utara sdr. Agustinus yang menyatakan bahwa pada tahun 2015, penggunaan dana desa lebih banyak digunakan untuk membanguan infrastruktur, terutama dalam pembangunan jalan dan jembatan hal ini dikarenakan jarak antara

14

desa sangat jauh, sementara untuk pemberdayaan masyarakat akan dilakukan bertahap. Kontribusi dana desa terhadap pemberdayaan masyarakat desa belum begitu sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat desa, oleh karena itu, peran pemerintah desa dalam melaksanakan program-program harus menggunakan pendekatan dari bawah, dengan adanya pendekatan dari bawah maka pemerintah desa bisa membuka kesempatan kepada masyarakat desa untuk terlibat dalam menggali gagasan sehingga program-program tersebut dapat dilaksanakan dan dikendalikan oleh masyarakat desa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan mengenai dana desa terhadap angka kemiskinan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dana desa untuk pembangunan desa berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap penduduk miskin. Arah positifnya menunjukkan bertambahnya dana desa maka bertambahnya jumlah penduduk miskin hal ini dikarenakan Sosialisasi dalam penggunaan dana desa baru dilakukan di akhir tahun 2015 yaitu di bulan November, sehingga penggunaan dana desa tidak tepat sasaran. 2. Dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa berpengaruh tidak signifikan dengan arah negatif terhadap penduduk miskin hal ini dikarenakan kepala desa dalam menganggarkan dana desa di bidang pembinaan masyarakat sangat kecil, sehingga dalam meningkatkan potensi masyarakat desa belum dirasakan secara menyeluruh. 3. Dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa berpengaruh tidak signifikan dengan arah negatif terhadap penduduk miskin hal ini dikarenakan kepala desa belum maksimal dalam menganggarkan dan menggunakan dana desa di bidang pemberdayaan masyarakat. 4. Secara bersama-sama atau simultan dari ketiga variabel yaitu dana desa untuk pembangunan desa, dana desa untuk pembinaan kemasyarakatan desa, dan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat desa berpengaruh signifikan terhadap penduduk miskin. SARAN Adapun saran-saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penggunaan dana desa yang dilakukan oleh Kepala Desa masih belum sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat desa dan belum sesuai dengan Permendes Nomor 5 Tahun 2015. Oleh karena itu, diharapkan Pemerintah Kabupaten Melawi lebih memperhatikan penggunaan dana desa dengan tepat waktu dalam memberikan sosialisasi dan meningkatkan pengawasan terhadap pengeluaran-pengeluaran dana desa yang dilakukan oleh Kepala Desa. 2. Diharapkan untuk Kepala Desa agar dalam menggunakan dana desa dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga penggunaannya tepat sasaran, dengan demikian manfaat dari dana desa tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat desa, dan tujuan dari program dana desa dalam menekan angka kemiskinan dapat tercapai.

15

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar menambah tahun (time series) dan menambah atau menggunakan data yang mendukung dalam menurunkan penduduk miskin seperti pendapatan asli desa dan bantuan lainnya.

Kelemahan Dalam Penelitian Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dana desa baru berjalan 1 (satu) tahun karena program dana desa yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru dilaksanakan pada tahun 2015 sehingga multiplier effect belum kelihatan. 2. Data yang dikaji relatif sedikit, sehingga perlu kajian lanjutan dengan menambahkan data, selain data dana desa juga dilampirkan data alokasi dana desa serta data bantuan provinsi, sehingga akan terlihat dampak kontribusi dalam penggunakan pendapatan desa dalam menurunkan angka kemiskinan. 3. Untuk Peneliti selanjutnya dengan penelitian dan tujuan yang sama yaitu untuk melihat multiplier effect diharapkan agar menambah variabel dan time series.

16

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta : Graha Ilmu. Astuti, Prihartini Budi. 2013. Efektivitas dan Pengaruh PNPM Mandiri Perdesaan, Alokasi Dana Desa, Pendapatan Asli Desa dan Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Kepala Keluarga Miskin di Kabupaten Kebumen Tahun 2009-2011. Fokus Bisnis. Volume 12, No. 2. Awang, Azam. 2010, “Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa“, cetakan I. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Azwardi dan Sukanto. 2014. Efektivitas Alokasi Dana Desa (ADD) dan Kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Volume 12, No. 1:29-41. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat, 2015. Data Kemiskinan Tahun 2011-2015. Kalimantan Barat : Badan Pusat Statistik Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomi Otonomi Daerah. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Idris,Amiruddin. 2016. Ekonomi Publik. Penerbit Deepublish. Yogyakarta. Khomsan, Ali. et al. 2015. Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Mangkoesoebroto, Guritno, 1993. Ekonomi Publik, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi. Mardikanto, totok dan Poerwoko Soebiato. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta. Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. 1994. Makroekonomi. Edisi keempat belas. Penerbit Erlangga. Jakarta. Saputra, I Wayan. 2016. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pada Desa Lembean Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi (JJPE). Volume 6, No. 1. Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Yogyakarta. Soemantri, Bambang Trisantoso. 2011. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Fokusmedia. Bandung. Syafrudin, Ateng dan Suprin Na’a. 2010. Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Moderen Dalam Desain Otonomi Desa. Bandung : PT. Alumni Todaro, Michael P. And Smith, Stephen C. 2011. Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta : Erlangga.

17

Tulusan, Femy M.G. dan Very Y Londa. 2014. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui Program Pemberdayaan di Desa Lolah II Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKim. Volume 1, No. 1. Wahyudiono, Emil. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Desa di Kabupaten Jember. Tesis S2. Universitas Jember. Widarjono, A. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia. Widjaja, Haw. 2010. Otonomi Desa. Jakarta : PT. Raja Grafindo. Widjaja, Haw. 2011. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Permendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Hambali, Muhammad. 2008. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pembardayaan Sektor UMKM. https://marx83.wordpress.com/2008/07/05/upaya-penanggulangankemiskinan/ Mardianto, Sarul. 2012. Kemiskinan di Indonesia (fenomena dan Fakta).https://sarulmardianto.wordpress.com/kemiskinan-di-indonesia/

18