LEMAK DARI MINYAK ULAT SAGU

Download neutral and polar lipid were present, and triglyceride composed almost 98% of total lipid.Three ... The dried larva composed mostly of lipi...

0 downloads 492 Views 101KB Size
122

Profil lemak dari minyak ulat sagu ..(Prawatya I)

LEMAK DARI MINYAK ULAT SAGU (Rhynchophorus papuanus)

Prawatya Istalaksana Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian (Fapertek) Universitas Negeri Papua (UNIPA) Korespondensi : Jl. Gunung Salju Amban. Manokwari-98314, Papua Barat. Email: [email protected]

ABSTRACT

LEMAK DARI MINYAK ULAT SAGU (Rhynchophorus papuanus) Prawatya Istalaksana

ABSTRACT People who live near sago forest consider itas potential source of sago larva for their food. The growth of larva is started by decay of sago trunk surface of the low producing-starch variety. In a well managed plantation it can be estimated that 20 ton of starch and 11 ton of larvas can be produced per Ha annually. The purpose of this experiment was to identify physical and chemical properties of sago larva lipid as well as its classification, in order to examine suitability of sago larva for food.Proximate analysis were carried out for protein, fat, ash, and moisture. Some physical and chemical properties of sago larva oil i.e., specific gravity, refractive index, melting point, iodine value, saponification number, acid value, free fatty acid, and percent of unsaponifiable matter were determined using AOAC methods, except for unsaponifiable matter wheremethod of Christie (1982) was used. Results showed that both neutral and polar lipid were present, and triglyceride composed almost 98% of total lipid.Three sterols peaks were identified in unsaponifiable component. Polyhydroxysteroid was found which was identified as ecdysteroid, a component in non-saponifiable matter. However, not all unidentified non-saponifiable could be regarded as ecdysteroid. Larva of Rhynchophorus papuanus can be considered as by product of sago plantation.It is a potential source of edible oil and food protein. The dried larva composed mostly of lipid and protein. The high proportion of unsaturated fatty acid and medium chain fatty acid of the oil, made the oil important as a source of edible oil. . Keywords : Rhynchophorus papuanus, sago larva oil, triglyceride, fatty acids, sterol, ecdysone , polar lipids. PENDAHULUAN Sagu merupakan salah satu tanaman yang dapat memproduksi pati. Tanaman sagu dalam memproduksi pati memiliki kondisi agronomis yang lebih mudah dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain seperti sereal atau umbi-umbian. Tanaman ini dapat dipanen kapan saja dalam setahun dan

pati yang dihasilkan dapat disimpan relatif lama sebelum dikonsumsi. Jumlah pati yang dapat diproduksi per batang pohon sagu bervariasi dari 150 kg sampai 400 kg, tergantung pada jenis sagu, umur panen dan kondisi agronomis lainnya. Batang pohon sagu dapat dipanen setelah 8 sampai 13 tahun.

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan beranggapan bahwa hutan sagu juga merupakan sumber potensi ulat sagu untuk bahan makanan. Ulat sagu merupakan bagian dari siklus hidup Rhynchophorus scach, R. Ferrugineus dan R. papuanus kumbang ( Flach 1983). Pertumbuhan ulat biasanya dirangsang melalui penghancuran permukaan batang sagu yang dapat memproduksi pati rendah. Suatu perkebunan yang dikelola dengan baik diperkirakan dapat memproduksi 20 ton pati dan 11 ton ulat per Ha per tahun. Penelitian Istalaksana (1987) yaitu ulat sagu mengandung sekitar 20 % lemak , 8 % protein , dan 67 % air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sifat fisik dan kimia lipid dan jenis lipid dari ulat sagu sebagai sumber bahan pangan. METODE PENELITIAN Sampel ulat sagu diperoleh dari Jayapura dan Manokwari , Papua Indonesia. Sampel pada kondisi segar, analisis dilakukan di Laboratorium Nutrisi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada , Jogjakarta. Semua pelarut dan reagen yang digunakan merupakan jenisi pelarut dan reagen analitis (E. Merck , Darmstadt , Jerman ) dan digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut. Pemisahan komponen lipid dengan kromatografi lapis tipis 60 piring (20,0 cm x 20,0 cm) dengan ketebalan lapisan 0,25 mm dari Merck). Analisis proksimat dilakukan untuk protein, lemak, abu dan kelembaban. Metode Caroll, Cutts dan Murray ( Mangold 1984) telah dimodifikasi untuk melakukan analisis jenis lipid. Kromatografi juga dilakukan dengan kolom kemasan Florisil (Sigma Chemical Co , St Louis USA). Pertama kali, 20 gram Florisil diaktifkan pada suhu 1.300 o C, selama dua jam. Selanjutnya setelah pendinginan 7% H2O dicampur dengan metanol secukupnya agar air dan florisil terdistribusi secara homogen. Metanol hilang melalui pemanasan pada suhu rendah ( 500600oC), dan pengepakan dilakukan dengan heksana. Sebelum diterapkan ke dalam kolom, 358.9 mg sampel lipid dilarutkan dalam 3 ml kloroform. Elusi ini dipertahankan pada 3 ml per menit, menggunakan sistem pelarut yang berbeda untuk fraksi berbeda. Fraksi 1 ( lipid

123

netral ), 100 ml heksana dengan 50 ml heksana dibandingkan dengan dietil eter dengan perbandingan 3 : 1. Fraksi 2 yaitu 50 ml heksana dibandingkan dengan dietil eter dengan perbandingan 1 : 1, diikuti oleh 50 ml heksana dengan perbandingan dietil eter adalah 1 : 3 dan 50 ml dietil eter. Fraksi 3 yaitu 50 ml kloroform. Fraksi 4 ( glikolipid ) yaitu 100 ml aseton. Fraksi 5 ( fosfolipid ) yaitu 75 ml metanol. Setiap fraksi diuapkan dalam oven vakum pada suhu 500 oC. Fraksi kering ditimbang selanjutnya dipisahkan dengan TLC. Ketiga tahapan pengembangan diterapkan. Perbandingan kloroform : metanol : air (60 : 30 : 5), digunakan untuk tahapan pengembangan pertama dan kedua, sampai dengan ketinggian sepertiga dari piring. Tahap pengembangan ketiga digunakan perbandingan heksana : dietil eter : asam asetat (80 : 20 : 1,5). Bintik-bintik diidentifikasi setelah menjadi abu. Glikolipid diidentifikasi oleh semprotan difenilamin dan fosfolipid menggunakan reagen bromthymol biru (Touchstone dan Dobbins 1983). Pemindai TLC ( CAMAG III, Muttenz, Swiss ) digunakan untuk menghitung komponen. Penentuan total asam lemak dan sterol dilakukan menggunakan metode Christie ( 1982). Fraksi asam lemak diubah menjadi metil ester dengan natrium methanoic dan analisis komponen oleh TLC. Fraksi tidak tersabunkan digunakan untuk menentukan sterol dengan menggunakan GLC sesudah diderivatisasi dengan threemethylsylil ether. Beberapa sifat fisik dan kimia dari minyak ulat sagu, berat jenis, indeks bias, titik leleh, nilai iod, angka penyabunan, angka asam, asam lemak bebas ditentukan menggunakan metode AOAC dan persen materi tersabunkan dengan metode Christie ( 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa ulat sagu terutama terdiri dari lemak dan protein. Oleh karena itu, dapat dianggap sebagai sumber lemak dan protein yang baik untuk bahan pangan. Sifat fisik dan kimia minyak ulat sagu disajikan pada Tabel 2.

124

Profil lemak dari minyak ulat sagu ..(Prawatya I)

Tabel 1 . Analisis Proksimat Ulat Sagu . Komponen Kimia Prosentase Kandungan segar/kering (%) Lemak 18.25 56.73 Protein 11.47 35.65 Kadar Abu 2.45 7.61 Kelembaban 67.35 0.00 Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Ulat Sagu Analisis Hasil* Berat jenis 250/250C 0,916 Index Refraksi nD20 1,46 Titik Beku 22,4 0C Bilangan Iod 36,87 Bilangan Saponifikasi 257,86 Bilangan Asam 12,43 Asam Lemak Bebas 6,25 % (% Asam Oleat) % Materi tidak tersabunkan 2,45 %

Sample

Metode Bligh & Dyer Micro-Kjeldah AOAC, 1984 AOAC, 1984 AOAC, 1984

Metode 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 28.008 AOAC, 1984 Christie, 1984

*Rata-rata dari dua ulangan

Tabel 3. Jenis Lipid Minyak Ulat Sagu Jenis Lipid netral steryl ester trigliserida asam lemak sterol digliserida Lipid Polar glikolipid phosphatidyl ethanolamine phosphatidyl choline tidak teridentifikasi Kandungan asam lemak bebas dari minyak cukup tinggi. Hal yang harus menjadi perhatian yaitu harus menghindari faktorfaktor yang mendorong peningkatan asam lemak bebas. . Jenis lipid minyak ulat sagu

Persen dari Sampel tertelusuri 88,49 3,55 1,23 5,16 tertelusuri 0,38 0,26 0,93 ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 1. Lipid netral dan polar dapat ditunjukkan, trigliserida tersusun atas 98 % dari total lipid. Beberapa bintik tidak dapat diidentifikasi dalam penelitian ini dan memerlukan studi

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

125

lebih lanjut. Komposisi asam lemak dari lipid ulat sagu ditunjukkan pada Gambar 2, sedangkan sterol trimetil eter sylil ditunjukkan pada gambar 3. Perbedaan dari lipid alam lainnya yaitu dari hewan dan tanaman, ulat sagu terdiri dari asam kaprat ( C10 : 0 ), asam palmitat ( C16 : 0 ), dan asam oleat ( C18 : 1 ). Total keseluruhan lebih dari 86%. Kandungan tertinggi yaitu asam kaprat ( asam lemak rantai menengah ) dan asam oleat ( asam lemak tak jenuh ) menunjukkan bahwa lipid ulat sagu adalah sumber lemak yang baik untuk bahan pangan. Puncak tiga sterol ditemukan dalam komponen tidak tersabunkan, namun hanya

kolesterol yang dapat diidentifikasi. Menurut Bielby, Morgan dan Wilson (1986) ditemukan polyhydroxysteroid yang dianggap sebagai ekdisteroid, sebagai komponen tidak tersabunkan. Hal ini terlalu awal apabila dihubungkan dengan puncak yang tak teridentifikasi dalam penelitian sebagai ekdisteroid. Ekdisteroid telah ditemukan dalam spesies invertebrata ( Evershed et . al. 1987). Senyawa ini berperan sebagai hormon yang mengendalikan regenerasi kulit pada Arthropoda . Lebih dari 100 senyawa ekdisteroid yang memiliki struktur kimia yang berbeda telah diidentifikasi (Bielby et.al. 1986; Morgan et.al. 1988).

Gambar 1. Kromatografi Lapisan Tipis

Gambar 2. Pemisahan Methyl Ester Asam Lemak dengan Kromatografi Gas pada Minyak Ulat Sagu.

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

123

Gambar 3. Pemisahan Sterol Trimethyl silil Eter dengan Kromatografi Gas pada Minyak Ulat Sagu. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Ulat Rhynchophorus papuanus dapat dianggap sebagai produk dari tanaman sagu, yang berpotensi sebagai sumber minyak pangan dan protein. Ulat kering sebagian besar terdiri dari lipid dan protein. Proporsi tinggi asam lemak tak jenuh dan asam lemak rantai menengah pada minyak, membuat minyak ini penting sebagai sumber minyak pangan. DAFTAR PUSTAKA Bielby CR, ED Morgan and ID Wilson. 1986. Gas chromatography of Ecdysteroids as Their Trimethylsilyl Ethers. J. Of Chromatography, 351: 57 - 64. Christie WW. 1982. Lipid Analysis. New York, Toronto, Sidney, Paris : Pergamon Press Evershed RP, JG Mercer and HH Rees. 1987. Capillary Gas ChromatographyMassSpectrometry of Ecdysteroids, Journal of Chromatography, 390 : 357 - 369. Flach M. 1983. The Sago Palm: Domestication, Exploitation and Products. FAO, United Nations: Rome. 85 p.

Istalaksana P. 1987. Sago Ulat from sago plantation: as a good source of food. Unpublished paper. Agricultural Faculty, Cendrawasih University. Mangold HK. 1984. CRC Handbook of Chromatography: Lipids. Volume I. Boca Raton, Florida : CRC Press Inc. Morgan ED, SJ Murphy, DE Games and IC. Mylchreest. 1988. Analysis of Ecdysteroids by Supercritical-Fluid Chromatography. Journal Of Chromatography,441 : 165-169. Rasyad S dan K Wasito. 1986. The potential of Sago Palm in Maluku (Indonesia). Proceeding of the Third International Sago Symposium, Tokyo. The Sago Palm Research Fund.

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013

Touchstone JC and MF Dobbins. 1983. Practice of Thin Layer Chromatography. New York, Brisbane, Toronto, Singapore : John Wiley & Sons Inc.

127