MEKANISME PRODUKSI PROTEIN ASAL DAUN SINGKONG (Manihot utilisima) SEBAGAI BAHAN PAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELARUTAN PADA SUHU YANG BERBEDA MECHANISMS OF PROTEIN PRODUCTION BY CASSAVA LEAF (Manihot utilisima) FOR FEEDSTUFFS WITH EXTRACTION METHOD ON DIFFERENT TEMPERATURE Fajar Nurani, Tidi Dhalika dan Atun Budiman Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jln. Raya Bandung - Sumedang Km 21 Jatinangor 45363 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu pelarutan pada mekanisme produksi protein asal daun singkong sebagai bahan pakan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), perlakuan yang diberikan adalah perbedaan suhu pelarutan terdiri atas 5 perlakuan yaitu 35ºC, 40ºC, 45ºC, 50ºC, dan 55ºC dengan 4 ulangan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan Uji Sidik Ragam dan perbedaan antar perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pelarutan berpengaruh terhadap kandungan protein kasar, protein murni, dan N-NPN. Kandungan protein kasar dan protein murni tertinggi, serta N-NPN terendah asal daun singkong dihasilkan oleh pelarutan dengan suhu 35ºC. Kata kunci: protein kasar, protein murni, N-NPN, daun singkong, suhu pelarutan ABSTRACT The purpose of this research was know extraction temperature different on protein production mechanism from cassava leaf for feedstuffs. This research use exsperimental method with Randomized Complete Design (RCD), the treatmen consists of 5 extraction temperature different of protein from cassava leaf, they were 35ºC, 40ºC, 45ºC, 50ºC, and 55ºC with 4 replication. Data were analyzed by varian analysis and different between mean were analyzed by Duncan Multiple Range Test. The conclusions of this research were the treatments affected on crude protein, true protein, and N-NPN. The highest of crude protein and true protein, and the lowest of N-NPN was given by treatmen which temperature 35ºC. Key word: crude protein, true protein, N-NPN, cassava leaf, extraction temperature
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. PENDAHULUAN Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung protein terutama bagian biji dan daun. Protein yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, sedangkan bagian daun lebih tersedia digunakan sebagai bahan pakan. Daun dari beberapa jenis tanaman mengandung protein tinggi, salah satu diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). Ketersediaan daun singkong mengacu kepada produksi tanaman singkong. Di Indonesia sentra penanaman tanaman singkong terbesar terdapat di Provinsi Lampung. Budidaya tanaman singkong di Lampung lebih dominan digunakan sebagai bahan baku industri pangan. Urutan kedua tanaman singkong banyak dibudidaya di Provinsi Jawa Tengah. Di Provinsi ini produk singkong lebih dominan digunakan sebagai pangan sumber karbohidrat di pedesaan. Daun singkong merupakan limbah dari sistem produksi pertanian singkong terutama pada daerah industri tapioka. Ketersediaan daun singkong terus meningkat dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produktivitas tanaman singkong. Hampir 10-40% dari tanaman singkong terdiri atas daun. Produksi daun
singkong segar adalah 10-40 ton/ha/tahun atau 2,3 ton berat kering/ha/tahun (Sukria dan Rantan, 2009). Luas area penanaman tanaman singkong pada tahun 2013 seluas 16.163 ha dengan produktivitas umbi singkong segar sebanyak 43,028 ton/ha dan total produksi sebanyak 695.460 ton (BPS, 2013). Daun singkong pada umumnya memiliki kandungan protein berkisar antara 20-27% dari bahan kering (Marhaeniyanto, 2007). Daun singkong memiliki kelemahan yaitu mengandung asam sianida yang bersifat racun bagi ternak. Oleh karena itu, untuk memproduksi protein asal daun singkong perlu dilakukan suatu cara pemisahan protein dari kandungan zat makanan lainnya. Pemisahan protein pada prinsipnya didasarkan atas dua proses utama yaitu ekstraksi dan koagulasi. Proses ekstraksi protein daun singkong dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya yaitu lama perendaman daun singkong, jumlah air yang ditambahkan sebagai pelarut dan suhu pelarutan. Perendaman daun singkong dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular daun singkong sehingga mudah digiling dan memberikan dispersi dan suspensi bahan padat daun singkong lebih baik pada waktu koagulasi. Adanya penambahan pelarut pada daun singkong dapat diharapkan proteinnya berdifusi dari daun singkong ke cairan
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. pelarut. Hal ini menyebabkan cairan pelarut kaya akan protein, sehingga kadar protein yang tersisa dalam ampas semakin sedikit. Suhu pelarutan juga memberikan pengaruh terhadap kandungan protein yang dihasilkan. Kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan sampel mengembang dan memudahkan pelarut untuk berdifusi masuk kedalam poripori padatan dan melarutkan protein. Proses pemisahan protein yang efektif dan efisien menjadi pilihan utama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pemilihan instrumen dan metode yang tepat dapat memberikan kontribusi untuk mendapatkan hasil yang baik dan sesuai harapan. Pembahasan tentang protein dalam bahan pakan biasanya meliputi pembahasan tentang protein murni, protein kasar, dan senyawa NPN. Adanya protein murni dan senyawa NPN dalam bahan pakan perlu diketahui untuk memberikan gambaran nilai manfaat zat makanan yang sebenarnya dari bahan pakan tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi hubungan antara suhu pelarutan dengan kandungan protein asal daun singkong dengan menggunakan metode pelarutan. Pelarutan protein dengan menggunakan air sebagai pelarut protein mudah dilakukan, sehingga diharapkan dengan metode sederhana ini dapat diproduksi protein asal daun singkong sebagai bahan pakan dengan biaya murah.
METODE Daun singkong yang digunakan yaitu seluruh daun dari setiap bagian tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari perkebunan singkong daerah Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Berdasarkan bahan kering, kandungan protein kasar daun singkong adalah 32,17%, N-NPN 0,28% dan protein murni 30,42% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Air digunakan sebagai pelarut pada tahap ekstraksi protein dan digunakan pada waterbath untuk merendam bubur daun singkong. Air yang dibutuhkan sebanyak 24 liter. Koagulan digunakan sebagai zat penggumpal dalam proses pemisahan protein tahap penggumpalan. Koagulan diperoleh dari pabrik pembuatan tahu daerah Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Banyaknya koagulan yang digunakan yaitu 6 liter. Komponen utama dalam koagulan ini adalah asam yang dihasilkan oleh mikroba pada proses pembuatan tahu. Percobaan dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan dilakukan dengan 5 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Perlakuan pada penelitian ini adalah pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P1), 40ºC (P2), 45ºC (P3), 50ºC (P4), dan 55ºC (P5). Peubah
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. yang diamati yaitu kandungan protein kasar, protein murni, dan nitrogen-non protein nitrogen (N-NPN) yang diukur menggunakan metode analisa kimia (Apriyantono, dkk., 1988). Data yang diperoleh diuji menggunakan Sidik Ragam dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui
pengaruh antar perlakuan (Gaspersz, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Pengaruh Perbedaan Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Kasar, Protein Murni, dan N-Non Protein Nitrogen Perlakuan Parameter P1 P2 P3 P4 P5 ……...…..…………. % …….……..…………… Protein Kasar 56,34 b 52,62 a 55,79 b 55,20 b 51,77 a Protein Murni 55,32 d 50,96 b 53,71 cd 52,39 bc 47,61 a N-Non Protein Nitrogen 0,16 a 0,27 b 0,33 b 0,45 c 0,67 d Keterangan : supserscript yang berbeda kearah baris menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05)
Berdasarkan Tabel 1, kandungan protein kasar produk ekstraksi daun singkong dengan menggunakan metode pelarutan pada suhu antara 35-55oC, bervariasi dari 51,77% sampai 56,34%. Kandungan protein kasar perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan protein daun singkong asal, 32,17% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Penambahan kenaikan kandungan protein kasar paling tinggi yaitu 24,17% dari kandungan protein kasar daun singkong asal. Kenaikan ini terjadi perubahan yang luar biasa menjadikan bahan kaya protein setara
dengan bahan pakan sumber protein lain. Adanya pengolahan dengan metode pelarutan mengakibatkan bahan dapat meningkatkan pemberian daun singkong pada berbagai jenis ternak. Semula lebih banyak untuk ruminansia saja tetapi begitu diolah dapat bermanfaat untuk jenis ternak lain seperti unggas dan babi sebagai pakan suplemen kaya protein. Hasil uji Sidik Ragam menunjukkan bahwa suhu pelarutan berpengaruh (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar daun singkong. Perbedaan kandungan protein kasar diduga akibat terlarutnya
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. protein daun singkong akibat pengaruh suhu pelarutan yang menyebabkan terlarutnya protein semakin banyak. Menurut Rahmawati, dkk. (2013), kenaikan suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan gerakan molekul pelarut semakin cepat dan acak. Sehingga tumbukan antara molekul sampel padatan dan pelarut akan lebih sering terjadi. Hal ini yang menyebabkan reaksi saat proses ekstraksi akan lebih sering terjadi. Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan bahan pakan mengembang dan memudahkan pelarut untuk berdifusi masuk ke dalam pori-pori padatan dan melarutkan protein. Umumnya, semakin tinggi suhu perendaman maka semakin tinggi pula kandungan protein kasar yang dihasilkan. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini diduga karena protein mengalami denaturasi pada suhu di atas 35°C dengan pelarut air. Menurut Purwitasari, dkk. (2014), kelarutan protein meningkat jika suhu naik dari 0-40°C. Akan tetapi pada hasil penelitian pelarutan protein daun singkong pada suhu diatas 35°C dengan lama pelarutan 60 menit mengalami penurunan. Kenaikan pelarutan dipengaruhi pula oleh jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini, pelarut air mengalami titik puncak kelarutannya terjadi pada suhu 35°C atau mungkin lebih rendah. Selain itu, diduga bahwa jenis protein
yang terdapat di dalam daun singkong merupakan protein jenis sederhana yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi (lebih dari 35°C) bila dibandingkan dengan jenis protein yang berasal dari bahan pakan yang lain sehingga semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutan proteinnya menurun. Kandungan protein pada P3 dan P4 semakin menurun hal ini diduga karena pada suhu diatas 40oC sebagian besar protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi denaturasi pada proses ekstraksi. Rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein o sekitar 55-75 C (DeMan, 1997). Hal ini terjadi akibat pemanasan yang dapat menyebabkan kenaikan gerakan molekul pelarut dan mengurangi viskositas, sehingga proses pelarutan lebih cepat. Tetapi jika sudah mencapai batas optimum yaitu suhu yang sudah mendekati kerusakan protein, maka kadar proteinnya akan menurun. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap kenaikan 10°C (Poedjiadi, 1994). Penelitian ini berbeda dengan Utami (2010), yang menyatakan bahwa isolasi protein dari ampas kecap pada suhu 60°C dengan lama perendaman 60 menit merupakan suhu optimal dan pada suhu di atas 60°C kadar protein yang dihasilkan berkurang. Berbeda juga dengan Sudarsih dan Kurniaty (2009) yang menyatakan bahwa pengaruh suhu perendaman 60°C
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. dengan air terhadap besarnya persentase protein tidak terekstrak pada ampas tahu semakin sedikit dan persentase kandungan protein tidak terekstrak pada ampas tahu di atas suhu 60°C semakin banyak. Perbedaan penelitian di atas dengan hasil penelitian yang dilakukan adalah penggunaan pelarut yang berbeda. Mereka menggunakan pelarut asam sedangkan penelitian ini menggunakan pelarut air. Penggunaan pelarut asam lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan peralut air.
Laju penurunan kandungan protein kasar daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Berdasarkan Ilustrasi 1 tampak terjadi penurunan kandungan protein kasar. Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong tinggi pada suhu 35°C (P1) dan pada suhu 45°C (P3). Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong menurun mulai suhu 40°C (P2) serta semakin menurun pada suhu 50°C (P4) dan suhu pelarutan 55°C (P5).
60 50
Persentase (%)
40 30 Protein Kasar Protein Murni N-NPN
20 10 0 35
40
45 50 Suhu Pelarutan (º)
55
Ilustrasi 1. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Kasar, Protein Murni dan N-NPN Daun Singkong
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Murni Data rataan kandungan protein murni hasil pelarutan daun singkong pada suhu pelarut yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, perlakuan pelarutan protein
daun singkong pada suhu berbeda menghasilkan kandungan protein murni yang bervariasi, yaitu berkisar antara 47,61-55,32%. Kandungan protein murni mengalami kenaikan dari protein murni daun singkong yang tidak dilakukan perlakuan yaitu 30,42%
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Hasil analisis Sidik Ragam menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kandungan protein murni. Hal ini diakibatkan karena suhu yang tinggi dapat mempercepat pergerakan molekul protein sehingga terjadi tumbukan antar molekul serta mempercepat pelarutan protein pada pelarut. Menurut Kurniati (2009), suhu yang tinggi akan berpengaruh positif karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas dari pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendah, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar. Kandungan protein murni paling rendah diperoleh pada pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC (P5). Sedangkan nilai rataan kandungan protein murni tertinggi dicapai pada perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P1). Semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan protein murni pada hasil ekstraksi mengalami penurunan. Hal ini diduga karena protein daun singkong diatas 35°C terkoagulasi sehingga protein yang larut pada air semakin sedikit. Menurut Pramudono, dkk. (2008), kelarutan bahan yang diekstrak biasanya akan meningkat dengan peningkatan suhu sehingga diperoleh
laju ekstraksi yang tinggi. Pada suhu tertentu protein dapat larut dengan maksimal (titik larut), akan tetapi di atas titik larut tersebut protein akan mengalami denaturasi (titik maksimal) dan akan menyebabkan semakin sedikitnya protein yang terlarut pada pelarut. Pada penelitian ini, maksimal protein yang terlarut terjadi pada pelarutan dengan suhu 35°C (P1) dan semakin menurun seiring dengan naiknya suhu pelarutan, sehingga protein murni hasil ekstraksi daun singkong pada penelitian paling tinggi diperoleh pada P1 (55,32%). Dugaan lain yang mempengaruhi kandungan protein murni pada hasil ekstraksi daun singkong ini yaitu jenis protein yang terdapat pada daun singkong. Jenis protein yang menyusunnya yaitu protein sederhana yang mudah larut dalam air dan sangat sensitif dengan suhu tinggi (diatas 35°C). Menurut Fachraniah, dkk. (2012), susunan asam amino dari protein daun total praktis sama, apapun sumbernya, namun susunan proteinnya beragam. Karena itu cukup sukar untuk mengisolasi beberapa protein tertentu. Protein yang terdapat dalam keseluruhan bagian tanaman pada semua jaringan, bahkan organ sederhana seperti daun mengandung beberapa protein, terutama protein enzim. Laju penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. dilihat pada Ilustrasi 1. Berdasarkan Ilustrasi 1, tampak penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong. Semakin tinggi suhu pelarutan, maka kandungan protein murni semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa suhu pelarutan berpengaruh terhadap kandungan protein murni ekstrak daun singkong.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen (N-NPN) Rataan kandungan N-NPN dari ekstrak daun singkong pada suhu pelarut yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, kandungan N-NPN mengalami peningkatan sesuai dengan perlakuan suhu pelarutan protein daun singkong. Kandungan N-NPN ekstrak daun singkong terendah diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 35ºC (P1), yaitu 0,16%. Sedangkan kandungan N-NPN ekstrak daun singkong tertinggi diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 55ºC (P5), yaitu 0,67%. Hasil uji Sidik Ragam menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan N-NPN ekstrak daun singkong. Hal ini diduga bahwa kandungan N-NPN daun singkong pada suhu tinggi terikat dengan protein yang mudah larut tetapi pada saat
dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga menjadi bagian dari komponen protein. Diduga kandungan senyawa nitrogen yang terikat dengan protein berupa senyawa asam sianida (HCN) yang merupakan racun yang terdapat pada daun singkong. Larutnya kandungan HCN daun singkong pada proses perendaman semakin banyak sejalan dengan kenaikan suhu pelarut, hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan yang mengaktifkan linamarase dan HCN menjadi terakumulasi. Proses perebusan tidak ditambah dengan proses pencucian akan tetapi dilakukan proses penyaringan, diduga senyawa HCN yang larut tersebut berikatan dengan protein dan ketika dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga terhitung sebagai komponen dari protein. Laju kenaikan kandungan N-NPN ekstrak daun singkong pada berbagai perlakuan suhu pelarut dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Berdasarkan Ilustrasi 1, semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan NNPN ekstrak daun singkong semakin bertambah. Menurut Sulistyawati, dkk. (2012), pengikatan sianida oleh karbon dan pelepasan sianida dari bahan akan semakin meningkat apabila perlakuan waktu perendaman ditingkatkan. Dijelaskan bahwa proses pengolahan yang tepat dapat menurunkan atau menghilangkan HCN, terutama perlakuan pemanasan dan perendaman dalam air karena HCN merupakan senyawa yang mudah larut
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. dalam air. Proses perendaman dan perebusan dilakukan supaya terjadi hidrolisisa enzimatik pada ikatan sianida dan untuk menghilangkan HCN karena salah satu sifat dari HCN adalah titik didihnya yang rendah (26°C) sehingga mudah larut dalam air.
KESIMPULAN Suhu pelarutan berpengaruh terhadap kandungan protein kasar, protein murni dan N-NPN. Kandungan protein kasar dan kandungan protein murni tertinggi, serta kandungan NNPN terendah dihasilkan oleh perlakuan yang menggunakan suhu pelarutan 35°C.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan dana bantuan penelitian melalui kegiatan Swadana/PKM Fakultas Peternakan 2015, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyantono. 1988. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 71-72; 95-97 Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan di Indonesia, 19952013. [Online]. http://www.bps.go.id. (diakses 27 Februari 2015, jam 20:29 WIB). DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Diterjemahkan oleh K. Padmawinata Penerbit ITB, Bandung. 107-108; 113 Fachraniah, E. Kurniasih, dan D. T. Novilasi. 2012. Ekstrak Antioksidan dari Daun Kari. Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology). Vol. 10 (21): 35-44 Gaspersz, V. 1995. Teknis Analisis dalam Penelitian Percobaan Jilid 1. Tarsito, Bandung. 6264; 123-131 Kurniati, E. 2009. Pembuatan Konsentrat Protein dari Biji Kecipir dengan Penambahan HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol. 9 (2): 115-122 Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2015. Hasil Analisis Daun Singkong. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran, Sumedang. Marhaeniyanto, E. 2007. Pemanfaatan Silase Daun Umbi Kayu untuk
Mekanisme Produksi Protein ………………………………….. Fajar Nurani, dkk. Pakan Ternak Kambaing. Buana Sains. Vol.7(1): 71-82 Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pramudono, B., S. A. Widioko, dan W. Rustawan. 2008. Ekstraksi Kontinyu dengan Simulasi Batch Tiga Tahan Aliran Lawan Arah: Pengambilan Minyak Biji Alpuket Menggunakan Pelarut NHexane dan Iso Propil Alkohol. Reaktor. Vol.12(1): 37-41 Purwitasari, A., Y. Hendrawan, dan R. Yulianingsih. 2014. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Sifat Kimia Fisik dalam Pembuatan Konsentrat Protein Kacang Komak. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 (1): 42-53 Rahmawati, N., I. Hastiawan, dan Y. Deawati. 2013. Ekstraksi Zat Besi dalam Daun Singkong dengan Pelarut Cuka Aren Menggunakan Armfield UOP4 Solid-Liquid Extraction Unit. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR-BATAN, Bandung. 164173 Sudarsih dan Y. Kurniaty. 2009. Pengaruh Waktu dan Suhu
Perendaman Kedelai pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai dalam Proses Pembuatan Tahu. Publikasi Penelitian. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. [Online]. eprints.undip.ac.id/3294/ (diakses 27 Februari 2015, jam 19.28 WIB). Sukria, H. A. dan K. Rantan. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. IPB Press, Bogor. 53; 58-61 Sulistyawati, Wignyanto, dan S. Kumalaningsih. 2012. Produksi Tepung Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) Rendah Tanin dan HCN sebagai Bahan Pangan Alternatif. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.13(3): 187-198 Utami, L. I. 2011. Isolasi Protein dari Ampas Kecap dengan Cara Ekstraksi Soda. Publikasi Penelitian. Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran, Surabaya. 49-54 [Online]. eprints.upnjatim.ac.id/1352/1/ Lucky_Indrati.pdf (diakses 28 Februari 2015, jam 20:08 WIB)