MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI PEMASARAN YANG EFEKTIF PADA

Download 3 Ags 2013 ... 20. Jurnal JIBEKA Volume 7, No 3 Agustus 2013 : 17 - 25. Komunikasi Pemasaran Efektif. Laswell mendefinisikan proses komuni-...

0 downloads 342 Views 80KB Size
Gredi Kristian: Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga social

17

MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI PEMASARAN YANG EFEKTIF PADA LEMBAGA SOSIAL (NON-PROFIT) Gredi Kristian Alumni Universitas Ma Chung Malang Abstract Started from observation of the surrounding environment, seems that of marketing communications often only connected with a company that profit oriented. Nonprofit company or commonly known as social institution can also apply a term strategy of marketing communications in the goal is to increase behavior positively in society. Because of that required a marketing communications that is effective in social institutions so as to achieve a message that want to be delivered acceptably well, received a positive response / response from consumers, respondents / and created a good relationship with consumers / of respondents. In the communication process the message cannot be separated from perception, the effect of mass communication, and the effectiveness of interpersonal communication. In the end when a marketing communications have been truly effective, then shall come forth an attitude of openness, empathy, support, a sense of positive, and equality. The role of marketing communications in social institutions is to help the function or that which is the goal of social institutions, videlicet; ( a ) give guidelines on the members of the public about how to behave ( b ) keep wholeness of the public concerned ( c ) give a grip on a community for social control or hold system of social control. A marketing communications who succeeded at a social institution can create legitimacy, an increase in reputation, and social status and recognition. Keywords: marketing communications, social institutions, the effectiveness Abstrak Berawal dari pengamatan terhadap lingkungan sekitar, nampak bahwa komunikasi pemasaran kerap kali hanya dihubungkan dengan perusahaan yang profit oriented. Perusahaan nonprofit atau biasa dikenal dengan istilah lembaga sosial juga dapat menerapkan strategi komunikasi pemasaran dalam tujuannya meningkatkan perilaku positif di masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga sosial agar tercapai pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik, mendapat respon/ tanggapan yang positif dari responden/ konsumen, dan tercipta suatu hubungan yang baik dengan konsumen/responden. Dalam proses pengkomunikasian pesan tersebut tidak terlepas dari persepsi, efek komunikasi massa, dan efektifitas komunikasi interpersonal. Penanaman persepsi pada masyarakat harus dapat tersampaikan dengan jelas dan dimengerti oleh lembaga sosial, sehingga pada akhirnya bila suatu komunikasi pemasaran tersebut benar-benar berjalan efektif, maka akan timbul sikap keterbukaan (openness), empati (emphaty), dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Peran komunikasi pemasaran dalam lembaga sosial adalah membantu berjalannya fungsi atau yang merupakan tujuan dari lembaga sosial, yakni; (a) memberikan pedoman pada anggota masyarakat mengenai bagaimana harus bertingkah laku (b) menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan (c) memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian sosial atau social control. Suatu komunikasi pemasaran yang berhasil pada suatu lembaga sosial dapat menciptakan peningkatan legitimasi, reputasi, dan status sosial serta pengakuan. Kata Kunci: Komunikasi pemasaran, lembaga sosial, efektivitas PENDAHULUAN Dewasa ini dapat dilihat bahwa banyak sekali komunikasi pemasaran yang kita temui dan dilakukan oleh beberapa perusahaan atau organisasi profit oriented lainnya. Sarana yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut pun bermacam-macam. Sebut saja salah satunya adalah media televisi. Periklanan yang selalu diperbarui dan inovatif kerap menghiasi layar kaca televisi tiap lapisan masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan semata-mata untuk meningkat-kan penjualan pada akhirnya terhadap produk usahanya. Semakin gencar dan sering usaha

komunikasi disampaikan, tentu semakin besar pula respon yang akan timbul dalam masyarakat.

18

Jurnal JIBEKA Volume 7, No 3 Agustus 2013 : 17 - 25

Prinsip yang sama juga dapat diaplikasi-kan dalam suatu lembaga nonprofit atau lembaga sosial. Nonprofit organization merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen dan sosial yang bersifat sukarela. Brennan dan Binney pun menegaskan bahwa pemasaran sosial digunakan oleh organisasi nonprofit dan pemerintah untuk meningkatkan perilaku positif. Mengubah perilaku adalah sebuah proses yang panjang dalam komunikasi pemasaran sosial, namun sangat penting. Untuk menuju perubahan perilaku yang diharapkan berkaitan dengan edukasi. Memang terminology edukasi seringkali dianggap kurang tepat bahkan ada yang mengistilahkan advokasi untuk melakukan “pendidikan public”. Berbeda dengan edukasi yang dilakukan oleh organisasi profit yang sering menggunakan alat (tools) public relations dan advertising, dalam social marketing, edukasi menggunakan community development, training, recruitment, penyediaan infrastruktur termasuk melakukan advokasi kepada para pengambil kebijakan. Kembali lagi, tujuan semuanya itu adalah pada perubahan perilaku dan tujuan jangka panjangnya ialah munculnya perubahan sosial yang positif dalam masyarakat. Sebenarnya komunikasi pemasaran sosial ini sudah lama dilakukan, namun pertumbuhan dan pengadopsian konsepkonsep marketing untuk organisasi-organisasi non profit tumbuh dengan subur mulai tahun 70an. Adapun tujuantujuan kegiatan komunikasi pemasaran sosial tersebut adalah perubahan perilaku terhadap sasaran (audiens). Namun perihal dan cara penyampaiannya pasti berbeda. Pada lembaga sosial yang ditonjolkan sebagai suatu produk adalah benefit atau manfaat dari keberadaan suatu organisasi/ lembaga sosial tersebut. Lembaga sosial dalam bidang kesehatan misalnya, dapat juga menggunakan media komunikasi seperti iklan di televisi. Contoh lainnya adalah kegiatan iklan pajak yang merupakan kegiatan dimana pemerintah mengajak masyarakat untuk membayar pajak dan hasil dari penerimaan pajak tersebut akan menjadi modal pemerintah dalam menjalankan program pemerintahan lainnya, seperti pengadaan dan perbaikan infrastuktur, pelatihan dan penemanan dalam peningkatan kualitas masyarakat, menjaga keamanan dan ketertiban dan kegiatan lainnya yang sehubungan dengan program pemerintahan. Perbedaannya adalah penekanan pada iklan sebuah lembaga sosial hanyalah berupa anjuran, ajakan, himbauan ataupun penawaran yang mana konsumennya lebih enggan untuk menangkap pesan tersebut. Selain itu, biasanya periklanan dari suatu lembaga sosial seperti lembaga pendidikan sekolah misalnya, akan memberikan iklan yang lebih tidak menarik jika dibandingkan iklan-iklan komersil dari perusahaan profit oriented lainnnya. Hal itu kerap disebakan karena pemasaran dalam lembaga sosial atau dunia non-profit sering dipandang sebelah mata. Dipandang sebelah mata karena pada umumnya, pemasaran dan strategi yang tercakup di dalamnya hanya diguna-kan oleh suatu perusahaan untuk mengha-silkan profit/ keuntungan. Lagipula, masyarakat sebagai suatu kumpulan individu yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya juga telah mengetahui bahwa pesan yang disampaikan suatu lembaga sosial, hanya begitu-begitu saja. Masyarakat sebagai konsumen dari lembaga sosial mengganggap atau sudah memiliki persepsi bahwa pesan yang disampaikan hanya begitu-begitu saja, karena pada intinya cara penyampaian komunikasi oleh komunikator suatu lembaga sosial kurang mengena pada masyarakat dengan keberadaan budaya, adat, pola hidup, serta kebiasaannya. Lembaga sosial dalam pengertiannya pun juga seringkali disalahartikan atau sudah tidak pada arti yang semula. Pada dasarnya, lembaga sosial adalah sekumpulan pola budaya, nilai-nilai, dan moral yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Oleh karena itu, pada pembahasan akan dipaparkan secara jelas mengenai apa itu lembaga sosial dan bedanya dengan hal-hal serupa seperti pranata sosial atupun asosiasi. Melalui penjelasan dalam pembahasan juga dapat dilihat mengenai tahapan-tahapan penyampaian komunikasi yang efektif dan agar mencapai tepat sasaran audiensnya. Berangkat dari pemikiran tersebut, tulisan kali ini akan membahas bagaimana menciptakan suatu strategi komunikasi pemasaran yang se-efektif mungkin dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dari suatu lembaga sosial (non-profit). Tidak hanya itu, dalam pembahasan dapat dilihat juga mengenai hal apa yang menyebabkan atau yang menjadi penyebab tidak berjalannya fungsi suatu lembaga sosial dalam tujuannya.

Gredi Kristian: Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga social

19

Kajian Teori Komunikasi Pemasaran Harsono Suwardi menyatakan bahwa dasar dari pemasaran adalah komunikasi, dan pemasaran akan bisa lebih berdaya guna bila dipadukan dengan komunikasi yang efektif dan efisien. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, yakni bagaimana menarik konsumen atau khalayak menjadi aware, kenal dan mau membeli suatu produk atau jasa melalui saluran komunikasi. Komunikasi pemasaran (marketing communication) menurut Shimp berkembang dari salah satu bauran pemasaran (marketing mix) yaitu promosi. Bauran promosi (promotional mix) terdiri dari periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), penjualan perorangan (personal selling), pemasaran sponsorship (sponsorship marketing), publisitas (publicity), dan komunikasi di tempat pembelian (point of purchase communication). Kebanyakan orang mungkin menempat-kan komunikasi pemasaran berada di bawah periklanan (advertising) dan promosi (promotion), namun pada perkembangannya saat ini, komunikasi pemasaran muncul sebagai suatu bentuk komunikasi yang lebih kompleks dan berbeda. Akhirnya, Prisgunanto merumus-kan komunikasi pemasaran sebagai keseluruhan elemen-elemen promosi dari marketing mix yang melibatkan komuni-kasi antarorganisasi dan target audience pada segala bentuknya yang ditujukan untuk performance pemasaran. Tjiptono menjelaskan komunikasi pemasaran merupakan suatu aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk , dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal padaproduk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Ada juga yang menyebutkan komunikasi pemasaran adalah bauran komunikasi pemasaran yang menggabung-kan teknik-teknik komunikasi pemasaran dalam mempe-ngaruhi khalayak sasaran dan bertindak seperti yang diinginkan oleh komunikator. Dari beberapa teori yang diungkapkan diatas, banyak ahli sepakat bahwa konsep inti komunikasi pemasaran adalah pertukaran (exchange). Alasan ayng mendasari bahwa konsep inti pemasaran adalah pertukaran yaitu bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan satu individu dengan individu yang lainnya merupakan pertukaran. Tidak ada individu yang mendapatkan sesuatu tanpa memberikan sesuatu baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pertukaran terjadi adalah untuk pemuasan kebutuhan. Dalam proses pertukaran tersebut, komunikasi meme-gang peranan penting untuk menginformasikan dan membuat konsu-men potensial menyadari akan produk yang ditawarkan. Selain itu, melalui komunikasi dapat digunakan untuk membujuk konsumen agar berkeinginan masuk dalam hubungan pertukaran (exchange relationship) pada pemasaran. Peran lain dalam komunikasi juga untuk membedakan produk yang ditawarkan oleh satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Tujuan komunikasi pemasaran antara lain adalah untuk menyebarkan informasi (komunikasi informatif), mempengaruhi untuk melakukan pembelian atau menarik konsumen (komunikasi persuasif), dan untuk mengingatkan khalayak untuk melakukan pembelian ulang (komunikasi mengingatkan kembali). Kembali Prisgunanto menyebutkan bahwa ada beberapa tingkatan dan posisi dimana pelanggan atau khalayak merespon serta memahami suatu produk dari hasil interaksi mereka melalui komunikasi pemasaran. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.

Tahap knowings (mengetahui atau kenal) Tahap feelings (merasakan atau hasrat) Tahap actions (tindakan terpengaruh)

Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses penerimaan pesan.

20

Jurnal JIBEKA Volume 7, No 3 Agustus 2013 : 17 - 25

Komunikasi Pemasaran Efektif Laswell mendefinisikan proses komuni-kasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Komunikasi massa adalah komunikasi yang mengacu pada pengguanan media secara khalayak luas, kelompok, kerumunan, atau public. Unsur penting dalam komunikasi massa terkait dengan sumber dalam komunikasi massa yang merupakan komunikator profession-nal. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Wiryanto menyatakan bahwa melalui komunikasi interpersonal mencip-takan efektifitas dalam mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. Hal atau kategori komunikasi inilah yang kerap diterapkan pada lembaga sosial. Selanjutnya, Kumar juga menambahkan bahwa efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima cirri, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.

Keterbukaan (openness), yaitu kemauan menanggapi informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpri-badi dengan senang hati; Empati (emphaty), yaitu merasa-kan apa yang dirasakan orang lain; Dukungan (supportviness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi agar berlangsung efektif; Rasa positif (positiveness), yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan komunikasi kondusif untuk interaksi yang lebih efektif; Kesetaraan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Dalam mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif, Uyung membaginya dalam delapan tahapan sebagai berikut: 1.

Mengidentifikasikan Sasaran Audiens Audiens sebagai sasaran pasar sangat mempengaruhi keputusan komunikator tentang apa, bagaimana, kapan, di mana dan kepada siapa pesan hendak disampaikan. Pemasar dalam hal ini harus terlebih dahulu mempersiapkan konsep produk dan benefit apa saja yang akan ditawarkan kepada konsumen.

2.

Menentukan tujuan komunikasi Komunikator pertama kali harus membangun kesadaran dan pengetahuan untuk menampilkan iklan secara berkala dalam menciptakan pengetahuan dengan memberitahu calon pembeli betapa tingginya kualitas suatu produk tersebut. Setelah konsu-men mengetahui tentang produk tersebut, pemasar akan membawa konsumen ke tahap yang lebih kuat lagi, yakni yang mencakup rasa suka, preferensi, dan keyakinan.

3.

Merancang Pesan Dalam merangkai suatu pesan komunikasi, komunikator harus menyiapkan hal apa yang akan dikatakan (isi pesan), dan bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan), kemudian juga bagaimana mengatakannya secara simbolis (format pesan), serta siapa yang menyampaikan-nya (sumber pesan).

4.

Memilih Saluran Komunikasi Saluran komunikasi dapat dibagi menjadi dua, yakni personal dan non-personal. Komunikasi perso-nal mencakup dua orang atau lebih yang berkomunikasi langsung secara tatap muka. Komunikasi personal ini lebih efektif karena lebih berpeluang saat mengindividualisasikan pe-nyampaian pesan dan umpan baliknya. Komunikasi personal dapat lebih dikembangkan dengan langkah-langkah seperti (a) memanfaatkan tokoh masyarakat pemberi pengaruh seperti ketua organisasi. (b) mengembangkan saluran “getok tular” (word of mouth) untuk membangun bisnis. (c) membuat forum elektronik seperti memanfaatkan jejaring sosial facebook, twitter atau blog yang dapat dijadikan forum diskusi dan berbagi pengalaman. Saluran komunikasi non-personal meliputi media, atmosfir, dan event. Media yang dimaksud seperti Koran, radio, baliho, papan poster, dan media iklan lainnya. Atmosfir merupakan lingkungan yang dikemas dan

Gredi Kristian: Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga social

21

kemudian dapat memperkuat kecenderungan pembeli untuk membeli produk. Event merupakan peristiwa yang dirancang untuk mengkomuni-kasikan pesan tertentu pada audiens. 5.

Menetapkan Total Anggaran Komunikasi Ada empat cara yang cukup efektif diterapkan perusahaan dalam menentukan anggaran promosinya yakni: (a) Metode kemampuan perusahaan, (b) Metode presentase penjualan, (c) Metode keseimbangan persaingan (d) Metode tujuan dan tugas.

6.

Mengukur Hasil Komunikasi Keberhasilan penyampaian komu-nikasi dapat diukur dengan seberapa besar penjualan sebuah produk atau penghasilan dari pemanfaatan jasa oleh konsumen.

7.

Mengelola Proses Komunikasi Pemasaran Terpadu Semua informasi harus sudah ada dalam perencanaan pemasaran yang memberikan suatu kerangka kerja yang meliputi merancang, melaksanakan, dan mengawasi program komunikasi pemasaran terpadu.

Dalam psikologi komunikasi, dijelaskan mengenai persepsi, efek komunikasi massa, dan efektifitas komunikasi interpersonal. Persepsi adalah pengalaman tentang suatu hal atau peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Rakhmat menjelaskan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor personal (fungsional) dan faktor situasional (structural). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah perhatian. Perhatian merupakan proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Dan apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh factor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinant perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman, masa lalu dan hal-hal lain yang disebut factor-faktor personal. Factor-faktor yang mempe-ngaruhi persepsi disebut sebagai kerangka rujukan. Kerangka rujukan inilah yang mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya dalam kegiatan komunikasi. Fiske dan Hartley menunjukkan factor-faktor umum yang mempengaruhi efektifitas suatu komunikasi, yakni: 1. Saat semakin besar monopoli sumber komunikasi terhadap penerima, semakin besar pula kemungkinan penerima akan menerima pengaruh atau pesan tersebut. 2. Pengaruh komunikasi yang paling besar adalah pada saat pesan yang disampaikan sesuai dengan pendapat, kepercayaan dan watak penerima. 3. Komunikasi dapat menyebabkan perubahan yang efektif atas masalah yang tidak dikenal, dianggap ringan, dan bukan inti, yang tidak terletak pada pusat sistem nilai penerima itu. 4. Komunikasi akan lebih efektif jika sumber dipercaya memiliki keahlian, status yang tinggi, obyektif, atau disukai, tetapi yang paling utama adalah sumber memiliki kekuasaan dan dapat diidentifikasikan. 5. Konteks sosial, kelompok atau kelompok referensi akan menjadi penengah dalam komunikasi dan mempengaruhi apakah komunikasi akan diterima ataukah ditolak. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang perlu dikembangkan bukan lagi one way, namun two ways yang memberikan kesempatan kepada konsumen memberikan tanggapan dan sebaliknya memberikan kita kesempatan sebagai pemasar menerima tanggapan sehingga kita dapat mengukur efektivitas dari komunikasi kita.

22

Jurnal JIBEKA Volume 7, No 3 Agustus 2013 : 17 - 25

Komunikasi two-ways ini biasa disebut relationship marketing, dan relationship marketing hanya dapat dicapai dengan penerapan Integrated Marketing Communications (IMC). Indikasi efektif tidaknya IMC yang kita jalankan tentu dengan ditandainya calon pembeli, membeli produk dan atau jasa layanan kita, dan bukan saja membeli satu atau satu kali namun beberapa atau berulang kali. Namun tidak serta merta demikian tentunya, ada proses yang lazim sampai tiba di keputusan dan sikap membeli yakni: awareness, knowledge, preference, conviction, and purchase behavior. IMC tidak hanya berhenti di situ namun berlanjut setelah behavior (transactions) commitment (partial transactions) brand relationships (affiliations) attitudes (attitudes) network brand and category (network). Effective two-way communication, tidak saja diperlukan untuk memperoleh tanggapan langsung terhadap produk dan atau jasa layanan yang kita tawarkan, namun juga dalam rangka menjalin network dengan konsumen atau yang sudah menjadi pelanggan. Jenis atau kategori produk dan jasa layanan tentunya berbeda-beda, dari high-end dan expensive products sampai low-end dan relatively cheap products. Lembaga Sosial Paul B. Horton dan Chester L. Hunt juga menegaskan bahwa lembaga berbeda dengan asosiasi. Lembaga selalu merupakan sistem gagasan dan perilaku yang terorganisasi yang ikut serta dalam perilaku itu. Gillin dan John Philip Gillin, dalam bukunya Cultural Sociology mengenai General Features of Social Institution menyatakan bahwa bahwa institusi atau lembaga sosial adalah sebuah susunan (konfigurasi) fungsional yang memiliki pola-pola kebudayaan seperti tindakan, gagasan, sikap dan peralatan budaya yang memiliki keajegan dan yang ditujukan untuk mewujudkan kebutuhan sosial. Soerjono Soekanto pun kemudian memberikan pengertian terdekat dari lembaga sosial sebagai pranata sosial. Soerjono Soekanto “meminjam” istilah yang diberikan oleh Koentjaraningrat mengenai pranata sosial, bahwa, pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. sejalan dengan yang disampaikan Koentjara-ningrat, Horton dan Hunt juga berpendapat bahwa lembaga adalah sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum tertentu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat. Hetzler menyatakan bahwa pranata sosial adalah satu konsep yang kompleks dan sikap-sikap yang berhubungan dengan pengaturan hubungan antara manusia tertentu yang tidak dapat dielakkan, yang timbul karena dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan elementer indi-vidual, kebutuhan-kebutuhan sosial yang wajib atau dipenuhinya tujuan-tujuan sosial penting. Pemahaman terhadap gejala-gejala sosial mesti mempertimbangkan hubungan-hubungan internal maupun eksternal beserta sejarah perkembangannya. Inilah sebabnya mengapa lembaga-lembaga sosial tidak bisa berkembang dalam isolasi antar bagian. Soerjono Soekanto juga menyatakan bahwa lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat tanpa mempedulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan sederhana atau modern. Soerjono Soekanto membagi ciri-ciri lembaga sosial sebagaimana yang dilakukan Gillin dan Gillin sebagai berikut : 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri atas adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Untuk menjadi bagian dari suatu lembaga kemasyarakatan maka dibutuhkan waktu yang lama. 3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Perlu diingat bahwa tujuan berbeda dengan fungsi karena tujuan suatu lembaga berarti tujuan yang harus dicapai golongan masyarakat-nya. 4. Lembaga kemasyarakatan mem-punyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. 5. Lembaga kemasyarakatan memi-liki lambang-lambang yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.

Gredi Kristian: Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga social

23

6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun tidak tertuls yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain sebagainya. Lembaga sosial juga dapat dibagi ke dalam tiga bentuk unsur. Unsur tersebut antara lain: 1. 2.

3.

Simbol kebudayaan simbol yang diciptakan manu-sia dan berfungsi untuk mengi-ngatkannya dengan cepat akan suatu lembaga. Kode Perilaku suatu kode atau norma perilaku yang resmi betapapun mene-gaskan tidak menjamin pelak-sanaan peran secara tepat. Jika kode perilaku benar-benar dipelajari dan sering diperkuat, mungkin akan dipatuhi; jika tidak dan jika tidak ada sanksi bagi pelanggaran maka kode itu akan diabaikan. Ideologi suatu sistem gagasan yang menyetujui seperangkat norma. Norma menetapkan bagaimana orang diharapkan untuk berpe-rilaku ideologi menjelaskan mengapa harus bertindak demikian dan mengapa mereka seringkali gagal bertindak se-bagaimana mestinya. Newman dalam buku-nya menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang menjelaskan atau melegalisasikan tatanan sosial, struktur kekuasaan atau cara hidup dilihat dari tujuan, kepentingan atau status sosial dari kelom-pok atau kolektivitas dimana ideologi itu muncul.

Komunikasi Pemasaran Pada Lembaga Sosial Dari terbentuknya suatu lembaga, sebenarnya terdapat beberapa fungsi yang harus dicapai dalam memenuhi kebutuhan pokok dari manusia. Fungsi tersebut antara lain: 1. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagai-mana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan, 2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan, 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial atau social control yaitu artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Dalam menjalankan fungsi-fungsi yang seharusnya dimiliki oleh suatu institusi/ lembaga sosial itulah, komunikasi pemasaran dapat berperan aktif. Namun kenyataannya, hal tersebut tidak selalu berjalan mulus karena berbagai macam factor dari setiap komunikator sebagai masing-masing individu yang juga memiliki beragam karakter. Langkah-langkah mengkomunikasikan pesan secara sinergis dan terpadu belum dilakukan secara maksimal. Apabila komunikasi pemasaran dan perannya tidak berjalan sesuai dengan fungsinya dalam pencapaian fungsi lembaga sosial tersebut maka timbullah disfungsi. Disfungsi dapat diartikan sebagai fungsi negatif dari lembaga yang terlihat pada kemantapan norma dan nilai. Beberapa disfungsi tersebut adalah: 1. Kekakuan atau kemantapan norma dan nilai kurang memberikan peluang pada perkembangan dan perubahan dinamik atas kepentingan dan kebutuhan. 2. Ketiadaan peluang untuk berkembang akan mengakibatkan rasa kecewa dan frustasi kepada mereka dalam mengembangkan inovasi baru yang mungkin lebih bermanfaat. 3. Pada gilirannya akan mengakibatkan berkembangnya pertentangan dalam masyarakat bersangkutan. Selanjutnya, berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi yang dioperasionalisasi dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi pemasaran sosial suatu lembaga sosial dapat diintegrasikan dengan advokasi. Selain itu, seharusnya dalam pemilihan strategi komunikasi yang dilakukan, logika strategi komunikasi pemasaran harus digunakan, yaitu dengan memadukan teknik-teknik komunikasi secara bersamaan.

24

Jurnal JIBEKA Volume 7, No 3 Agustus 2013 : 17 - 25

Demikian halnya dengan proses evaluasi terhadap program-program komunikasi untuk mewacanakan dan mensosialisasi-kan sesuatu hal, nampaknya belum banyak dilakukan. Secara ideal, langkah-langkah yang seharusnya dilakukan untuk mendesain komunikasi pemasaran sosial adalah, melakukan analisis mengenai bagaimana pemahaman dan sikap khalayak terhadap keberadaan suatu lembaga sosial tersebut, apa sumber-sumber potensial yang dimiliki untuk melakukan perubahan perilaku. Tidak hanya itu, selanjutnya komunikator membuat rancangan strategis berdasarkan hasil analisis baik khalayak, media yang tersedia dan perubahan yang diinginkan. Sebelum dieksekusi, langkah terakhir adalah melakukan pengujian terhadap rancangan strategis tersebut. Poin penting terakhir itulah yang biasanya diabaikan oleh para komunikator, yakni langsung melakukan eksekusi tanpa uji coba terlebih dahulu. Pengabaian terhadap langkah itulah yang sebenarnya kerap kali berdampak pada kurang efektif dan efisiennya pelaksanaan komunikasi pemasaran sosial. Komunikasi interpersonal untuk perubahan perilaku khalayak membutuhkan pendekatan yang bersifat empowerment (pemberdayaan). Perubahan ini tidak semata-mata bersifat personal namun juga diarahkan pada perubahan yang bersifat institusional, kultur, dan kebijakan-kebijakan. Di sinilah bertemu antara perubahan perilaku individu, kebijakan dan institusi untuk mencapai tujuan jangka panjang yaitu perubahan sosial dalam masyarakat. KESIMPULAN Mengacu pada tujuan penelitian yang terpapar pada pendahuluan dan pembahasan yang cukup panjang mengenai komunikasi pemasaran dan hubungannya dengan lembaga sosial, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Lembaga atau institusi sosial di Indonesia mengalami pergeseran makna menjadi pranata sosial. Hal ini dikarenakan institusi sosial tidak sama dengan asosiasi, terlebih sebagaimana yang dinyatakan Koentjaraningrat, pranata merujuk pada kesatuan sistem norma. Oleh karena itu pula, terkadang komunikator sebagai penyampai pesan melalui proses komunikasi pemasaran sering dikaburkan dengan definisi yang seharusnya suatu lembaga sosial. Pada prakteknya, komunikasi pemasaran juga diperlukan dalam lembaga social (nonprofit) untuk menghasilkan sesuatu. Sesuatu yang dihasilkan dari proses komunikasi dalam lembaga sosial (non-profit) dapat berupa manfaatmanfaat praktis bagi masyarakat. Contoh yang dapat dilihat adalah seperti dalam kerjasama antara perusahaan BUMN dalam program CSR nya dengan lembaga sosial dapat berupa manfaat- dapat memberikan dampak: 1. 2. 3.

Meningkatnya legitimasi perusahaan dalam menjalankan kegiatan CSR. Hal ini akan memberikan kepercayaan para investor. Reputasi perusahaan yang meningkat dan dipandang masyarakat memiliki nilai-nilai social. Hal tersebut kemudian menyebabkan konsumen menjadi semakin loyal. Status social dan pengakuan; perusahaan dengan kegiatan CSR yang dilakukan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat serta dapt menjadi agen perubah bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Dari ketiga hal di atas itulah juga dapat disoroti untuk menjadi suatu ukuran keberhasilan komunikasi pemasaran pada lembaga social (nonprofit). DAFTAR RUJUKAN 1.

Brennan, Linda, & Wayne Binney. 2008. Concepts in Conflict: Social Marketing and Sustainability. Journal of Nonprofit & Public Sector Marketing volume 20 (2). Newcastle: Howart Press.

2.

Fiske, John., dan John Hartley. 1990. Reading Television. Inggris : Methuen & Co.Ltd.

3.

Hendrajati, Tomy. (2011, Juli 27). Membangun Kemitraan Perusahaan dengan Lembaga Sosial dalam Implementasi CSR yang Efektif di Masyarakat. Retrieved from: http://csr.pkpu.or.id/article/membangunkemitraan-perusahaan-dengan-lembaga-sosial-dalam-implementasi-csr-yang-efektif-di-masyarakat

Gredi Kristian: Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif pada lembaga social

25

4.

Horton, Paul B., Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

5.

Irfan, Maulana. (2011, September 27). Komunikasi Pemasaran Organisasi Sosial. Retrieved from: http://kesos.unpad.ac.id/?p=712.

6.

Kotler, Philip & Andreasen. 2003. Strategic Marketing for Non Profit Organizations. Prentice Hall.

7.

Nur, T. H. (2004). Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Sosial Non-Government Organization (NGO) untuk Isu-Isu Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi Kasus Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Cut Nyak Dien Yogayakarta dan Solidaritas Perempuan untuk Hak Asasi Manusia Surakarta). Jurnal Ilmu Komunikasi, 1 (1), 143-160. Retrieved from: jurnal.uajy.ac.id/.../JIK-Vo3No2-2006_4.p...

8.

Prisgunanto, M.Si, Ilham. 2006. Komunikasi pemasaran: Strategi & taktik. Bogor: Ghalia Indonesia.

9.

Purwanto. 2007. Sosiologi Untuk Pemula. Yogyakarta: Media Wacana.

10. Rakhmat, Jalaludin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 11. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali. 12. Soemardjan, Selo, Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 13. Sulaksana, Uyung. 2003. Integrated Marketing Communications : Teks dan Kasus. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 14. Tjiptono, Fandy. 1995. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset. 15. Tjiptono. F. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi Offset 16. Williamson, David. (2009). Marketing & Communication in Nonprofit Organizations. Georgetown University: Center for Public and Nonprofit Leadership.