METODA PEMBELAJARAN MUSIKUNTUK ANAK TUNA RUNGU

Download Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain. METODA PEMBELAJARAN ... KataKunci : buku anak, pop-up, tuna rungu, bunyi, musik. Abstrak...

0 downloads 421 Views 374KB Size
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain

METODA PEMBELAJARAN MUSIKUNTUK ANAK TUNA RUNGU MELALUI BUKU POP-UP“ADA BUNYI?” Priska Nur Asriani

Dra. Riama Maslan Sihombing, M. Sn

Program Studi Sarjana Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected]

KataKunci : buku anak, pop-up, tuna rungu, bunyi, musik

Abstrak Cara berkomunikasi yang paling efektif dan paling dominan dipergunakan oleh manusia sebagai makhluk sosial adalah bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan.Namun kenyataannya tidak semua mampu berkomunikasi verbal dengan baik, diantaranya adalah tuna rungu. Berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan, terapi musik merupakan suatu solusi yang terbukti dapat membantu kehidupan para tuna rungu di tengah lingkungan masyarakat mendengar atau di dalam „dunia bunyi/suara‟, sehingga memahami bahwa bunyi dan bahasa merupakan bagian dalam hidup mereka.Di sebagian besar SLB tuna rungu Indonesia, terapi musik tersebut telah diterapkan ke dalam program “Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama” atau BKPBI, dan dalam pembelajarannya dibutuhkan media yang inovatif serta memadai agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif, efisien dan juga menyenangkan, terutama melalui media yang bersifat visual.

Abstract The most effective and dominant way to communicate and connect within a society life of a human as a social being is through a kind of language system that can be spoken or articulated. As a matter of fact, not all of us could do well of the verbal communication due to deafness or impaired hearing for some people. Many researches down in making had proven that music therapy is one of the best solution for helping the way of communication and the lives of many deaf people in the middle of this vast society which were eventually related to the 'world of sound'. As for them who were incapable, this method helped them interpreting sound and language that were part of their life. Most schools for special needs cases of impaired hearing in Indonesia had been adding the music therapyto one of their learning method as it was then called "Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI)" which needs the innovative learning so the teaching itself could be sufficient to run effectively, efficiently, and also fun, especially through the module of visual media.

1. Pendahuluan Tuna rungu, adalah salah satu sebutan bagi kaum difabel yang memiliki keterbatasan dalam mendengar.Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.Sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan daripada bahasa isyarat sehingga anak tunarungu kesulitan memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungan juga kesulitan memahami bahasa isyarat yang dipergunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari saling tidak memahami ini anak tuna rungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya, menarik diri, timbul rasa curiga, merasa tidak aman, dan lain sebagainya. Padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif ditengah-tengah masyarakat mendengar. Salah satu pengembangan potensi anak tuna rungu adalah melalui terapi musik. Saat ini pembelajaran mengenai musik, atau lebih spesifiknya mengenai bunyi dan irama kepada tuna rungu, dikenal juga sebagai program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), sudah diterapkan di sebagian besar SLB yang memiliki siswa tuna rungu. Proses belajar mereka pun bertahap dari mulai deteksi adanya bunyi, kemudian diskriminasi, identifikasi, hingga komprehensi. Fungsi Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama adalah untuk melatih kepekaan sisa pendengaran siswa, agar semakin memahami makna berbagai macam bunyi dan terutama bunyi bahasa yang didengarnya, baik memakai atau tidak memakai alat bantu mendengar (ABM). Maria C.S. Yuwati, kepala pendidikan SLB khusus tuna rungu Santi Rama dan Ibu Fajar, guru pengajar BKPBI, mengatakan, bahwa tujuan BKPBI bukanlah bertujuan agar anak dapat bermain musik, namun musik disini berfungsi sebagai terapi untuk mengoptimalkan sisa pendengaran. Latihan BKPBI juga bukan bermaksud sebagai latihan mendengar bunyi, melainkan latihan mempersepsi bunyi serta menanamkan konsep mengenai bunyi.

Gambar 1. Diagram Pembelajaran Terapi Musik untuk Tuna Rungu oleh Van Uden dan Van Bovekamp.

Masalah yang umum didapati oleh para pengajar dalam program BKPBI adalah bagaimana cara menanamkan konsep secara kreatif kepada anak sehingga suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan mendapatkan respon yang positif.Komunikasi utama mereka adalah melalui visual.Menggunakan bahasa isyarat dan membaca gerakan bibir telah menjadi hal yang lazim untuk mereka.Namun banyak dari mereka yang juga memiliki kesulitan dalam berbicara atau disebut tuna wicara, karena perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.Oleh karena itu daya kreatifitas sangat diperlukan dalam pengajaran anak tuna rungu. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan mengemas pembelajaran tersebut ke dalam bentuk media bukupop-up. Berdasarkan juga pada usia dimana anak sangat penasaran dan menyenangi kejutan, elemen ini tentu akan menambah ketertarikan anak-anak sekaligus memberikan pemahaman melalui bentuk tiga dimensi yang menarik serta efek bergerak di dalamnya. Di samping itu penulis juga mengajukan media audio sebagai bagian dari buku. Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi pembahasan pada pembelajaran materi Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Iramasesuai Kompetensi Dasar SLB tuna rungu di Indonesia dan pengemasannya ke dalam media interaktif melalui visual dan audio dengan output berupa buku pop-up dan cd. Tahap materi yang dijadikan fokus utama oleh penulis adalah tahap deteksi bunyi. Audio yang diajukan juga dibatasi pada bunyi dengan intensitas tinggi. Kategori usia yang diambil untuk target adalah usia 5 tahun ke atas dan tahap pemula dalam program BKPBI. Hal ini dikarenakan tiap individu tuna rungu memiliki kemampuan mendengar dan daya tangkap yang berbeda, dan memerlukan latihan yang rutin serta sedini mungkin, tidak terpaku pada usia. Maksud penelitian ini adalah untuk mewujudkan media alternatif mengenai metoda pembelajaran musik atau BKPBI yang dapat digunakan bersama orang-orang terdekat, baik pengajar atau orang tua, baik di sekolah atau di rumah.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1|2

Priska Nur Asriani ke-1

2. Proses Studi Kreatif

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Setelah melalui pengumpulan data dari studi literaturdan artikel terkait di Internet, survey dan wawancara kepada orang-orang yang berkaitan dengan pendidikan anak tuna rungu, serta observasi lapangan ke SLB B-C Nurasih dan SLB B Santi Rama, didapatkan gagasan perancangan buku aktivitas belajar BKPBI untuk anak tuna rungu. Pesan yang ingin disampaikan melalui penelitian ini sama dengan tujuan program BKPBI, yakni menanamkan konsep bunyi dan irama kepada anak tuna rungu, sehingga tujuan akhirnya mereka mampu membentuk sikap serta ucapan, memperkaya bahasa, dan berguna sebagai bekal hidup di tengah lingkungan masyarakat mendengar. Media yang dipilih sebagai pemecahan masalah adalah buku aktivitas pop-up berseri dan bertahap (sesuai tingkat kesulitan) yang dilengkapi dengan cd beserta gimmick berupa sebuah alat bunyi praktis untuk tiap bukunya. Buku yang dieksekusi adalah buku tahap pertama, berjudul “Ada Bunyi?” yang terdiri dari 28 halaman (18 halaman cerita dan 10 halaman tambahan) dengan ukuran 19 x 24 cm untuk halaman dan 20 x 25 cm untuk cover. Material kertas yang digunakan adalah kertas cougar dan coronado. Target primernya adalah anak-anak tuna rungu dengan usia 5 tahun ke atas jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah. Target primer diambil karena sejak usia itu anak-anak sudah memiliki saraf motorik yang berkembang optimal pada usianya, serta mampu melakukan dan mempraktekkan gerakan-gerakan kompleks. Selain sudah dapat membaca, usia ini juga merupakan usia yang tepat bagi anak tuna rungu untuk mulai latihan mendengar dengan media buku aktivitas. Diutamakan kepada anak tuna rungu dengan batas pendengaran golongan berat ke atas (>61 dB), sesuai standar rata-rata penerimaan siswa di SLB yang memberikan pelayanan pada tuna rungu. Tuna rungu segala usia, pengajar atau orang tua/wali. Tidak adanya batasan jenjang pendidikan disini, seperti halnya dengan buku di sekolah, dimaksudkan agar tuna rungu segala usia dapat menggunakan buku dan menyesuaikan dengan tahap mana mereka akan belajar, merujuk pada kemampuan mendengar tuna rungu yang berbeda-beda, tidak terbatas usia dan juga kelas. Materi buku ini merujuk pada Kompetensi Dasar BKPBI atau Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama Dari 3 tahap pembelajaran, yang dijadikan fokus oleh buku pertama adalah deteksi bunyi;“menyadari adanya bunyi atau suara Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3

tertentu dengan kekerasan 90 dB atau lebih yang diperdengarkan lewat rekaman secara terprogram, diantaranya bunyi benda, bunyi alam, bunyi binatang, bunyi musik, suara manusia”. Tiap cerita di buku memiliki materi, narasi, bunyi, dan ajuan respon yang berbeda.Bunyi-bunyian yang diambil memiliki intensitas cenderung tinggi, sehingga kemungkinan besar dapat terdengar oleh anak tuna rungu baik melalui rekaman maupun kehidupan nyata dengan menggunakan bantuan ABM (Alat Bantu Mendengar).Sembari membaca cerita dan menikmati visual anak dapat berlatih dengar dengan audio dari cd (volume dapat disesuaikan dengan kemampuan dengar anak), dan latihan merespon bunyi dengan mengikuti ajuan respon atau aktivitas yang tertera pada buku. Pop-up digunakan untuk mendukung visual cerita agar menjadi lebih menarik dan interaktif.Selain itu pop-up juga digunakan untuk mendukung efek gerak, menjelaskan alur cerita, memunculkan interaksi yang lebih hidup, serta memberi efek kejutan untuk pembaca.Dominan unsur pop-up juga digunakan untuk menandai sumber dan bentuk bunyi yang terdapat pada cerita serta memiliki mekanisme yang sederhana.Sistem buku menggunakan sistem halaman besar dengan flap kecil yang memuat ajuan respon.

3. Hasil Studi dan Pembahasan

Gambar 3. Proses Kerja

Proses eksperimen dilalui dengan pengumpulan data referensi, studi sketsa karakter dan materi, kemudian dimuat ke dalam kerangka cerita yang sesuai dalam bentuk storyboard dan partition plan yang memuat drafttiap partisi konten Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1|4

Priska Nur Asriani ke-1

buku. Setelah itu dilanjutkan dengan studi eksperimen mekanisme bentuk pop-up yang diikuti dengan penentuan ukuran serta uji bahan/material kertas. Pola-pola yang telah diujicoba kemudian disusun dalam bentuk white dummy untuk menentukan letak pola serta skala ukuran pada base page. Nesting, memuat pola-pola dalam satu kertas,dilakukan dalam tahap cetak untuk efisiensi bahan dan harga. Hasil cetak kemudian disusun dan diujicoba kembali untuk proof test demi mendapatkan hasil yang sesuai dan maksimal.

Gambar 4. Spread fully assembled, halaman 7-8

Gambar 5. CD Audio

CD Audio sebagai bagian lain dari buku yang diletakkan di bagian belakang cover depan. Memuat 8 track audio untuk dimainkan bersamaan dengan buku.Masing-masing track memiliki durasi 4-5 menit. Packaging buku berupa sleeve untuk masing-masing buku, dilengkapi dengan ruang untuk menaruh bonus gimmick. Fungsinya untuk melindungi buku agar tidak cepat rusak.Bonus gimmick diberikan di tiap seri buku, berupa alat musik kecil praktis. Pada buku “Ada Bunyi?”,gimmick yang diberikan adalah peluit, karena memiliki hubungan pada salah satu cerita di buku.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5

Gambar 6. Packaging buku

Gambar 7. Tas Ransel

Tas ransel berfungsi sebagai bonus pembelian seri lengkap, menggunakan bahan kanvas dengan teknik printing pada bagian pattern-nya, memiliki 3 kompartemen yang masing-masing luasnya sesuai dengan ukuran buku. Tas ini selain berfungsi sebagai packaging juga dapat dipakai sehari-hari oleh anak, serta dapat menjadi salah satu media promosi buku.

4. Penutup / Kesimpulan Media yang digunakan (buku pop-up dan cd) “Ada Bunyi?” adalah bentuk media yang menunjang bagi pembelajaran tingkat dasar metoda Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama atau BKPBI bagi anak tuna rungu bagi pengoptimalan sisa pendengaran serta motorik mereka pada tahap deteksi bunyi. Media ini diharapkan mampu memberikan sajian alternatif serta pengenalan lebih lanjut mengenai latihan BKPBI yang interaktif serta menyenangkan, yang di kemudian hari dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak di tengah masyarakat mendengar atau dunia dengan suara (a world of sound).

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1|6

Priska Nur Asriani ke-1

Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepadacatatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi SarjanaDesain Grafis FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dra. Riama Maslan Sihombing, M.Sn.

Daftar Pustaka Data dari Buku

Carter, David A. 1999. Elements of Pop-Up : A Pop-Up Book for Aspiring Paper Engineer. Texas : Little Simon. Cormier, Lucille. 1982. Music therapy for handicapped children: Deaf and blind. Washington, D.C.: National Association for Music Therapy.

Data Internet

http://deafcomm.wordpress.com/ http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-5380-3402100054-chapter1.pdf http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-rungu/ http://permanariansomad.blogspot.com/ http://tunarungu.blogdetik.com/2008/09/15/terapi-musik-bagi-untuk-tuna-rungu/ http://www.angelfire.com/me/HoneyBeeHive/MT2.html

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7