MOTOR NEURON DISEASE

kelainan miopatik. Charcot (1869) menggunakan istilah la sclerose laterale amyotropique atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang mencakup sindrom...

62 downloads 323 Views 120KB Size
MOTOR NEURON DISEASE ALDY S. RAMBE Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H.Adam Malik Medan ABSTRAK Motor Neuron Disease (MND) adalah suatu penyakit mematikan yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Penyakit ini unik karena ditemukannya tanda-tanda Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN) secara bersamaan pada seorang penderita. Karena relatif jarang ditemukan , sering seorang dokter luput mendeteksi gejala-gejala penyakit ini bahkan banyak yang mendiagnosanya sebagai stroke. Pada MND dijumpai adanya degenerasi progresif yang khas dari medulla spinalis, batang otak dan 1korteks serebri. Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa disfungsi safar tipe UMN maupun LMN. Penyebab pastinya belum diketahui. Berbagai macam obat telah dicoba dan diteliti, tetapi sampai saat ini tidak ada satupun yang efektif. Kata kunci: MND, ALS, UMN, LMN, anterior horn cells, amiotrofi, riluzole. PENDAHULUAN Kelemahan otot progresif telah dikenali sejak awal abad ke-19 oleh Sir Charles Bell, Marshall Hall dan Todd. Aran (1850) menggunakan istilah progressive muscular atrophy (PMA) 1,2,3,4. Duchene (1849) juga telah menggambarkan penyakit dengan gejala yang serupa. Bell berpendapat bahwa atrofi otot progresif ini terjadi sebagai akibat kelainan mielopatik sedangkan Aran dan Duchene menyatakan akibat kelainan miopatik. Charcot (1869) menggunakan istilah la sclerose laterale amyotropique atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang mencakup sindrom klinis berupa atrofi otot progresif , fasikulasi dan kontraksi spasmodik permanen 1,2,3,5,6 . Istilah amiotrofi digunakan untuk menunjukkan kelemahan otot dan atrofi yang terjadi sebgai akibat denervasi1. Duchene (1869) menggambarkanprogressive bulbar palsy (PBP) 1,2,3. Istilah 'motor neuron disease' (MND) diperkenalkan oleh Brain (1962) setelah melihat adanya hubungan antara PMA , ALS dan PBP yang dilihat dari variasi klinis terlibatnya upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN) serta dari topografi rusaknya anterior horn cells dan kelemahan otot 3 .Di Inggris, ALS adalah bagian dari MND sedangkan di Amerika Serikat dan negara-negara yang berbahasa Perancis, istilah ALS lebih lazim dipakai sebagai nama lain dari MND 1,3 KLASIFIKASI Motor Neuron Disease digolongkan atas : 1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (80%) 2. Progressive bulbar palsy (10%). 3. Progressive muscular atrophy (8%) 4. Primary lateral sclerosis (2%) 5. Juvenile MND. 6. Monomelic MND. 7. Familial MND. ©2004Digitized by USU digital library

3

1

Beberapa bentuk MND atipikal dengan insidens familial yang tinggi telah ditemukan, yaitu ALS familial, ALS Guamanian, ALS Semenanjung Kii di Jepang, ALS pada orang Auyu dan Jaki di New Guinea Barat dan ALS familial juvenilis 5. EPIDEMIOLOGI MND hanya dapat terjadi pada manusia dan melibatkan sistem piramidalisnya8 Biasanya melibatkan bagian distal dari lengan tetapi dapat juga melibatkan bagian distal dari satu atau kedua tungkai. Tangan kanan lebih sering dikenai dari tangan kiri. Diduga bahwa motor neuron yang berfungsi mengatur gerakan trampil (halus) lebih mudah mengalami degenerasi pada MND 1,8 .Pria lebih banyak dikenai dari wanita 1,6,9 .Orang kulit putih lebih sering dikenai daripada kulit hitam 9 Prevalensi MND bervariasi di berbagai tempat. Berdasarkan laporan yang ada prevalensi terendah dijumpai di Meksiko (0,8 per 100.000 penduduk) dan yang tertinggi di lnggris (7,0 per 100.000 penduduk). Prevalensi yang relatif tinggi juga dilaporkan pada suku Komoro yang hidup di Pulau Guam di Pasifik Barat, di Semenanjung. Kii (Jepang) dan di New Guinea Barat 4 .lnsidens MND juga bervariasi antara 0,1 -0,58 per 100.000 penduduk per tahun dengan rata-rata 1,36 per 100.000 penduduk per tahun 3 .Mortalitas akibat MND kira-kira 1 daTi 800 pria dan 0,5-1,1 daTi 100.000 penduduk 4,6 . MND familial mencakup lebih kurang 5-10% dari seluruh kasus MND. Pada kebanyakan kasus MND familial pola penurunannya adalah otosomal dominan dan hanya beberapa kasus yang diturunkan secara otosomal resesif 1,4,9,10,11,12 . Di Indonesia penelitian mengenai MND hanya sedikit dilakukan. Gajdusek (1962) pernah melaporkan bahwa di beberapa desa di Irian lara ditemukan 10-20% penduduknya mengalami atrofi otot-otot thenar dan hipothenar, yang pada pengamatan lebih lanjut temyata sebagian besar menderita MND . Di Bagian Neurologi FK USU/RS H.Adam Malik Medan pada tahun 1998 telah dirawat 3 orang penderita yang didiagnosa sebagai MND. PATOLOGI MND merupakan penyakit kronis dengan karakteristik adanya degenerasi progresif dari LMN di anterior horn cells medulla spinalis dan nukleus safar kranial di batang otak, serta UMN di korteks serebri 4,6. Pada banyak kasus, otak dan medulla spinalis tetap normal secara makroskopis kecuali perubahan yang terjadi akibat proses penuaan 5. Menariknya pada sebagian kasus terlihat adanya atrofi selektif dari girus presentralis seperti yang telah digambarkan oleh Kahler dan Pick pada tahun 18795,9) .Atrofi medulla spinalis yang luas hanya ditemukan pada kasus- kasus yang kronis, tetapi sebaliknya sering juga dijumpai adanya atrofi dari akar safar spinalis anterior. Bisa juga terlihat adanya perubahan wama sklerotik dan penciutan traktus kortikospinalis lateralis. Otot-otot skeletal di bagian distal mengalami atrofi, menciut, pucat dan fibrotik 4 Adams dkk. menyatakan yang terpenting adalah rusaknya sel-sel neuron pada anterior horn medulla spinalis dan nukleus motorik di bagian bawah batang otak 1 . Neuron besar cenderung lebih terlibat dari yang kecil. Sel yang rusak ini digantikan oleh astrosit fibrous. Kebanyakan sel neuron yang bertahan menjadi mengecil, berkerut dan berisi lipofusin, kadang-kadang terlihat adanya inklusi sitoplasmik. Secara histopatologik, gambaran utama dari MND meliputi 5 : (1). Berkurangnya motor neuron yang besar dengan astrogliosis fokal ; (2). Senescent changes; (3). Inklusi intrasitoplasmik ; (4). Aksonopati proksimal dan distal dengan sferoid aksonal ; (5) Degenerasi traktus dan (6) Degenerasi serabut motorik, motor end-plates dan atrofi otot

©2004Digitized by USU digital library

2

Berkurangnya motor neuron di korteks, batang otak dan medulla spinalis bervariasi pada tiap kasus. Berkurangnya sel-sel Betz pada korteks motorik pertama kali ditemukan oleh Charcot dan Marie pada tahun 1885 dan telah diterima sebagai gambaran patologik utama dari MND 1,5,7,11 .Mereka juga menemukan adanya degenerasi traktus kortikospinalis dari korteks motorik ke kapsula intema, pedunkulus serebri, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis. Penemuan mikroskopis yang paling konsisten adalah akumulasi granullipofusin pada perikarion yang mengalami atrofi. Perubahan ini sering disalah interpretasikan sebagai senescent changes karena perubahan pigmen ini khas dijumpai pada neuron khususnya neuron pada orang tua. Dari perubahan pada neuron yang sangat bervariasi pada MND , yang paling penting adalah inklusi intrasitoplasmik berupa inklusi eosinofilik (Bunina Bodies), inklusi basofilik, inklusi hialin dan inklusi konglomerasi 5. Mori dkk (1986) menemukan adanya ubiquitin, suatu polipeptida yang mengandung 76 buah asam amino, dan belakangan diketahui merupakan bagian dari Lewy bodies. Traktus yang paling sering mengalami degenerasi pada penderita MND adalah traktus kortikospinalis 5,7 .Luasnya degenerasi tidak selalu berhubungan dengan gejala klinisnya. Degenerasi bisa terjadi asimetris dan bisa mengenai kolumna anterolateral, kolumna spinoserebellar dan Clarke, kolumna posterior atau basal ganglia. Setelah demonstrasi adanya degenerasi traktus piramidalis pada MND oleh Charcot (1874), beberapa peneliti menemukan adanya degenerasi traktus piramidalis yang meluas ke korteks serebri sampai di substansia alba subkortikal berdekatan dengan daerah asal neuron-neuron upper motor. Ditemukan juga adanya degenerasi serabut-serabut dan gliosis reaktif pada beberapa area serebrum lainnya misalnya pada talamus, globus pallidus, ansa dan fasikulus lentikularis serta hipotalamus. Dibatang otak, degenerasi inti motorik sarafotak ke 5,7,9,10,11dan 12 dijumpai pada penderita MND. Biasanya saraf otak ke 3,4 dan 6 tidak terlibat 7. Selain hal-hat tersebut di atas, lesi pada neuron-neuron lower motor pada MND bervariasi dari atrofi dan hilangnya dendrit sampai hilangnya anterior horn cells secara total 7 .Kebanyakan kasus MND familial mempunyai gambaran patologi yang mirip dengan MND sporadis di mana juga dijumpai berkurangnya anterior horn cells dan degenerasi traktus kortikospinalis 10. Pengamatan makroskopis pada safar tepi yang mengalami atrofi pada anterior root menunjukkan adanya penurunan diameter serabut saraf. Saraf tepi lainnya menunjukkan gambaran normal atau hanya sedikit mengalami atrofi. Pada beberapa kasus ditemukan adanya kerusakan pada akson dari safar frenikus, suralis, peroneus profunda clan superfisialis serta pada akar saraf servikalis dan lumbalis bagian ventral. Atrofi otot yang jelas telah disebutkan pada beberapa laporan awal tentang MND. Secara histologis terlihat adanya gambaran infiltrasi lemak yang khas pada sel-set otot dan gambaran atrofi akibat denervasi. Adanya atrofi serabut otot ini dihubungkan dengan kerusakan motor neuron alfa di medulla spinalis. Kadangkadang terlihat serabut yang hipertrofik atau distrofiko Biopsi menunjukkan timbulnya 'tunas' baru dari akson serabut safar yang tersisa di dalam otot, sekunder terhadap denervasi 7 ETlOLOGI MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui 1,4,6,9,10,12,13 Berapa faktor juga merupakan penyebab penyakit ini, yaitu : 1. Toksin 2. Proses penuaan dini (premature aging) 3. Defisiensi faktor trofik

©2004Digitized by USU digital library

3

4. Infeksi virus 5. Gangguan metabolisme 6. Otoimun. GAMBARAN KLINIS Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf baik tipe UMN maupun LMN 1,3,11 .Pada MND ditemukan adanya atrofi, parese dan fasikulasi dengan hiperrefleks, respon ekstensor dan pada beberapa kasus spastisitas. Gejala awal yang sering antara lain fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau kesulitan melakukan pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris dan sering hanya mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa umumnya sudah ditemukan defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain termasuk atrofi otot, nyeri dan kram otot, fasikulasi dan langkah yang kaku 3 Bila kerusakan UMN relatif lebih dominan , gejala utamanya bisa berupa spastisitas, kekakuan dan klonus kaki. Keterlibatan bulbar biasanya berupa kombinasi UMN dan LMN dan menyebabkan suara serak , perubahan artikulasi dan suara sengau 3 Lidah biasanya dikenai secara simetris, gerakannya melambat, dijumpai fasikulasi dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi disfagia. Gangguan sensoris biasanya tidak dijumpai pada MND , tetapi kadang-kadang bisa dijumpai parestesia, perasaan dingin dan perasaan tebal (numbness) 1,3,7 Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi paralise yang berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan daerah sakral. Hal ini karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar spinal S2 dan S3 relatifr asisten terhadap denervasi yang terjadi pada MND 3,7 Fungsi otonom umurnnya normal 3,7 .Penderita MND tidak mengalami dekubitus sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan regulasi otonom dari aliran darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5% penderita MND tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya menunjukan demensia lobus frontalis1,3,15 Pada progressive bulbar palsy gejala awal yang menonjol adalah kelemahan dari otot-otot yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak bagian bawah, misalnya otot-otot rahang, wajah, lidah faring dan laring 1,6 .Gejala klinis utamanya adalah disartria, disfonia, kesulitan mengunyah, salivasi dan disfagia. Lidah lumpuh dengan tanda-tanda atrofi dan fasikulasi yang menonjol. Kadang-kadang disertai kelumpuhan otot-otot wajah. Secara klinis terlihat adanya keterlibatan UMN dan LMN dengan lidah yang spastis , refleks jaw-jerk yang meninggi seperti juga pada anggota gerak 3 Pada progressive muscular atrophy yang menonjol adalah keterlibatan LMN dari otot-otot ekstremitas tanpa gambaran keterlibatan UMN yang jelas 1,3,9 .Tetapi refleks tendon yang menurun membedakannya dari progressive spinal muscular atrophy. Biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan tidak ada riwayat penyakit yang mirip dalam keluarga .Pada 50% kasus PMA terlihat atrofi dari otot-otot intrinsik tangan yang simetris yang secara perlahan berlanjut ke proksimal. Perjalanan penyakitnya lebih lambat dari tipe lain 1 .Bentuk infantil dari PMA bermanifestasi seperti floppy infant dan disebut penyakit Werdnig-Hoffinan. Variasi yang lain dengan distribusi ke proksimal dikenal sebagai penyakit Kugelberg-Welander . Traktus kortikospinalis tidak terlibat dan tidak ada gangguan sensoris 6 Penderita primary lateral sclerosis menunjukkan paraparese spastik yang berjalan lambat lain melibatkan otot-otot lengan dan orofaring 1,3 .Tipe ini sangat jarang dijumpai .Penyakit dimulai pada usia dewasa dengan tanda-tanda keterlibatan traktus kortikospinalis sekunder terhadap rusaknya neuron motorik di korteks serebri

©2004Digitized by USU digital library

4

.Tidak dijumpai atrofi maupun fasikulasi 6. Fungsi sfingter biasanya baik 3. Pada beberapa penderita dijumpai hemiparese spastik yang progresif yang dikenal sebagai varian Mills. Setelah beberapa tahun gerakan jari-jari melambat, lengan menjadi spastik dan terjadi gangguan berbicara Pringle dkk. menyarankan kriteria diagnostik yang penting yaitu suatu perkembangan penyakit selama 3 tahun tanpa bukti keterlibatan LMN 1. DIAGNOSA DAN PEMERlKSAAN Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis 3,4 Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan adanya fasikulasi lidah 10 Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi, imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menegakkan .diagnosa MND 3 .Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi 15 Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam batas normal 3,14 .Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi 1,3,6,9 .Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada sebagian penderita 3,4,6, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya sedikit meninggi 1,9. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk yang lebih sensitif 3. Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi otot neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit ini 3 .MRI mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motorik dan degenerasi Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan medulla spinalis 1 . Block dkk mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic resonance spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motorik primer dari penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda secara bermakna dengan orang sehat atau penderita neuropati motorik 16,17 Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati 1,11. Bila dilakukan biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang nomlal dari serabut-serabut otot . Diagnosa MND menurut El Escorial Criteria For ALS Diagnosis adalah 18 : 1. ALS: ƒ tanda UMN dan LMN pada regio bulbar dan minimal 2 regio spinal, atau ƒ tanda UMN dan LMN pada 3 regio spinal. 2. Kemungkinan besar ALS (probable ALS) : ƒ tanda UMN dan LMN pada minimal 2 regio (beberapa tanda UMN harus restoral terhadap tanda LMN) 3. Kemungkinan ALS (possible ALS) :

©2004Digitized by USU digital library

5

4. 1. 2.

3.

ƒ tanda UMN dan LMN hanya pada 1 regio atau ƒ hanya tanda UMN pada minimal 2 regio atau ƒ tanda LMN rostral terhadap tanda UMN. Curiga ALS (suspected ALS) : ƒ tanda LMN pada minimal 2 regio. Handisurya dan Yan Utama 6 mengajukan kriteria diagnostik MND berdasarkan : Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai : a. adanya gangguan motorik. b. tidak ada gangguan sensorik. c. tidak ada gangguan fungsi otonom. d. didapat salah satu atau keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi) dan tanda-tanda UMN (peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang atrofi, refleks patologis yang positif). Pemeriksaan penunjang : a. laboratorium: kadar protein dalam CSS normal atau sedikit meninggi. b. Enzim CPK meningkat (pada 70% kasus). c. EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang dipersarafi oleh dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih (ekstremitas, badan, kranium). Biasanya terdapat potensial sinkron, kadang-kadang terdapat giant potential. d. KHS: normal e. Biopsi otot : terdapat gambaran histologis yang sesuai dengan atrofi neurogen. f. Biopsi saraf: tidak terdapat kelainan pada safar

DIAGNOSA BANDING 1. Syringomyelia. Biasanya ditemukan otot-otot ektremitas superior dan otot-otot bulbar yang mengecil. 2. Spondilitis servikalis. Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otototot ekstremitas superior. Biasanya disertai gangguan sensoris. 3. Neuropati motorik. Dijumpai gangguan konduksi saraf motorik dengan penurunan refleks tendon dan sedikit gangguan sensoris. 4. Miopati hipertiroidi. Dapat berupa kelumpuhan otot-otot dengan keterlibatan bulbar. Bisa dijumpai fasikulasi tetapi tidak ada tanda-tanda gangguan traktus kortikospinalis dan biasanya dijumpai tanda klinis hipertiroidi. 5. Spinal muscular atrophy. Berbeda dengan MND karena tidak ada keterlibatan traktus kortikospinalis, biasanya berjalan lambat dan ada riwayat penyakit ini dalam keluarga. 6. Multiple entrapment neuropathies. Biasanya disertai gangguan sensibilitas, nyeri dan Tinel's sign yang positif. 7. Multiple sclerosis. Biasanya disertai neuritis optika, diplopia dan gangguan otot-otot ekstraokular serta adanya tanda-tanda keterlibatan serebellar. 8. Penyakit vaskular multifokal. Keadaan ini dapat menyebabkan pseudobulbar palsy dengan tetraparese spastik tanpa gangguan sensoris. Tetapi biasanya disertai riwayat stroke berulang dan sering pula disertai dengan gangguan pada gerakan bola mata. 9. Sindroma post poliomielitis. Adanya kelumpuhan baru dari otot-otot disertai atrofi yang terjadi pada otot-otot yang sebelumnya telah atau belum terlibat pada fase akut infeksi poliomielitis. Biasanya baru timbul paling sedikit 15 tabun setelah infeksi poliomielitis akut. Berbeda dari MND dalam hal kecepatan berkembang penyakitnya, kelumpuhan bulbar dan tidak adanya tanda-tanda keterlibatan traktus kortikospinal.

©2004Digitized by USU digital library

6

PENATALAKSANAAN MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus berlanjut sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND, yang ada baru berupa terapi suportif 1,6,11,12,14. Penatalaksanaan penderita MND membutuhkan pendekatan multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial ekonomi, budaya dan keluarga 15. Penyakit ini menyangkut problem erika, logistik dan edukasi. Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk memberikan alat bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial dan penggunaan obat-obat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini. Masalah logistik dan edukasi timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan kenyataan bahwa banyak dokter maupun perawat yang kurang berpengalaman menangani paralise bulbar dan paralise pernafasan kronik yang progresif. Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan baik selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik bila sudah timbul 12 .Obat-obat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan dantrolene dapat dipakai untuk mengatasi spastisitas yang terjadi. Bensimon dkk. melaporkan penggunaan riluzole, suatu zat anti glutamat, dapat memperlambat perkembangan MND dengan bulbar onset dan memperpanjang harapan hidup penderita selama 3 bulan .Riluzole adalah suatu derivat benzothiazole yang menghambat pelepasan glutamat dari ujung safar presinaptik ; menstabilkan 'sodium channels' pada keadaan inaktif dan mengantagonis efek glutamat di postsinaptik melalui mekanisme yang belum diketahui dengan sempurna 1,9,11,14,19,20 Penelitian farmakologi klinik ditujukan pada pengembangan obat yang dapat mempengaruhi fungsi motorik melalui aksi langsung pada UMN dan LMN, atau secara tidak langsung melalui sirkuit saraf atau jaringan penyokongnya. Penggunaan TRH dan analog TRH, recombinant insulin-like growth factorIGF-I) , faktor neurotropik seperti brain -derived neurotrophic factor (BNDF) dan ciliary neurotrophic factor (CNTF) , bloker reseptor glutamat seperti dextamorphan ,serta penghambat superoxydase dysmutase masih dalam penelitian 6.9,12.19,20 Dalam praktek sehari-hari beberapa gejala yang sangat mengganggu sering ditemukan seperti disfagia, tersedak, liur menetes clan disartria 20 .Untuk mengatasi liur menetes penderita dianjurkan menjaga posisi kepalanya sedikit ekstensi, latihan menutup mulut , mengurangi makanan yang mengandung susu atau mengulum potongan es. Kalau perlu dapat diberi atropin peroral, amitriptilin atau piridostigmin. Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung lidah, meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang lunak tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan cairan, makanan yang dikonsumsinya harus banyak mengandung air. Mengulum potongan es kadang-kadang dapat membantu penderita agar dapat menelan dengan lebih baik. Neostigmin atau piridostigmin dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan clan (5) Berat badan menurun terus (21). Agar tidak sering tersedak dianjurkan agar makan perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar sebelum menelan makanan, tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan frekuensi makan ditambah tetapi dengan porsi kecil21 Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang reinervasi yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse atrophy pada penderita yang cacat atau inaktif 6 .Pergerakan sendi perlu untuk menghindari kekakuan sendi dan nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat membantu mengatasi kekecewaan penderita. Penanganan psikososial ditujukan untuk membantu stabilitas emosi penderita dan keluarganya begitu mengetahui MND

©2004Digitized by USU digital library

7

adalah penyakit yang belum dapat diobati. Penderita harus memperoleh penjelasan bahwa ia masih dapat hidup normal dengan penyakitnya tersebut dan dapat mengatasi problem yang muncul. PROGNOSA Pada tahap awal, penyakit ini sulit untuk diramalkan prognosanya ; walaupun secara umum prognosa MND jelek 6 .Adanya pseudobulbar palsy yang cepat berkembang biasanya menunjukkan prognosa yang jelek .Tanda-tanda LMN dari ekstremitas mungkin mengarah ke prognosa yang lebih baik 3,15 .Kematian pada penderita MND biasanya akibat infeksi saluran nafas, pneumonia aspirasi atau asfIksia 4 .Faktor lain yang mempengaruhi prognosa adalah kesehatan fisik dan mental penderita sebelumnya, adanya penyakit lain yang bersamaan dan usia penderita. Faktor non medis yang berpengaruh adalah latar belakang pendidikan , sosial ekonomi, kondisi rumah dan kondisi kesehatan pasangannya 3 15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai 5 tahun atau lebih sejak penyakit timbul. Rata-rata penderita dapat bertahan hidup lebih kurang 3-4 tahun setelah diagnosa MND ditegakkan 3. Menurut Adams dkk. 50% penderita ALS akan meninggal dalam 3 tahun dan setelah 6 tahun 90% meninggal. Penderita PBP umurnnya meninggal dalam waktu 2-3 tahun sejak mulainya penyakit ini. 72% penderita PMA masih bertahan setelah 5 tahun bila penyakitnya timbul sebelum umur 50 tahun dan bila timbul setelahnya hanya 40% yang bertahan 1. Christensen dkk (1990) dan Chancellor dkk (1993) melaporkan bahwa penderita MND dengan bulbar onset rata-rata dapat bertahan hidup selama 20 bulan sejak gejala pertama timbul dan hanya 5% yang tetap hidup setelah 5 tahun. Sedangkan untuk MND dengan spinal onset dapat bertahan hidup selama 29 bulan sejak gejala pertama dan 15% dapat hidup sampai 5 tahun 11. KEPUSTAKAAN Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York: Mc-Graw Hill Co ; 1997. p.1089-1094. Martin JE, Swash M. The Pathology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN , Swash M. editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag ;1995.p.163-188. Swash M, Schwartz MS. Motor Neuron Disease: The Clinical Syndrome. In : Leigh PN., Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag ; 1995.p.1-17. Greenhall R. Motor Neurone Disease: A description. In: Cochrane GM editor. The Management of Motor Neurone Disease. Edinburgh: Churchill Livingstone ;1987.p.1-13. Chou SM. Pathology of Motor System Disorder. In : Leigh PN , Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag ; 1995.p.53-92. Handisurya I, Utarna Y. Gambaran Klinis Motor Neuron Disease. Neurona. 1995; 12 : 21-26. Martin JE, Swash M. The Pathology Of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN ,

©2004Digitized by USU digital library

8

Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag ;1995.p.93-118. Kondo K .Epidemiology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN, Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management London: SpringerVerlag;1995.p. 17-33. LloydCM, LeighPN. Motor Neuron Disease. Med.Int 1996; 10(34): 100-102. de Belleroche J, Leigh PN, Rose FC. Familial Motor Neuron Disease. In : Leigh PN , Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology And Management. London:Springer Verlag ;1995.p.35-91. Donaghy M. Motor Neuron Disease of Adults. In : Kennard C.editor. Recent Advances In Clinical Neurology. Edinburgh: Churchill-Livingstone; 1995.p.73-85. Johnson RT, Griffin JW. Current Therapy In Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997.p. 307-311. Appel SH, Engelhardt JL, Smith RG, Stefani E. Theories of Causation. In : Leigh PN ,Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London: Springer-Verlag; 1995.p.219-227. Bensimon G. Lacomblez L, Meininger V and The ALS/Riluzole Study Group. A Controlled Trial of Riluzole In Amyotrophic Lateral Sclerosis. New Eng.J.of Med. 1994; 330(9): 585-591. Leigh PN. Amyotrophic Lateral Sclerosis Differential Diagnosis and Management. Neurosciences. 1997; 2(3): 120-123. Elliot JL. A Clearer View of Upper Motor Neuron Dysfunction in Amyotrophic Lateral Sclerosis. Arch.Neurol. 1998; 55 : 910-912. Block W, Karitzky J, Traber F et.al. Proton Magnetic Resonance Spectroscopy of the Primary Cortex in Patients with Motor Neuron Disease. ArchNeurol. 1998 ; 55 : 931-936. Bromberg MB. Inclusionary Diagnosis of Amyotrophic Lateral Sclerosis. World Neurology. 1997; 12(2): 11-13. Leigh

PN. Pharmacological Management of Neurosciences. 1997; 2(3): 116-117.

Amyotrophic

Lateral

Sclerosis

GuilofI RJ. Clinical Pharmacology of Motor Neurons. In : Leigh PN, Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management London: Springer- Verlag; 1995.p.17-33. Enderby P, Hewer RL. Communication and Swallowing: Problems and aids. In Cochrane GM editor. The Management of Motor Neurone Disease. Edinburgh : Churchill Livingstone; 1987: 22-47.

©2004Digitized by USU digital library

9