NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA

cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di Sulawesi, Halmahera, Papua dan Kalimantan. Cadangan bijih...

149 downloads 535 Views 307KB Size
0404: Widi Astuti dkk.

MT-66

PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE Widi Astuti 1) Zulfiadi Zulhan 2) Achmad Shofi 1) Kusno Isnugroho 1) Fajar Nurjaman 1) Erik Prasetyo 1)

1)

UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung – LIPI, Jl. Ir. Sutami Km. 15, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Lampung 35364, Telp: 0721 350054 2)

Teknik Metalurgi, FTTM, ITB, Jl. Ganesha No. 10 Bandung e-Mail: [email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK Nikel adalah salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi dalam industri. Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di Sulawesi, Halmahera, Papua dan Kalimantan. Cadangan bijih nikel ini diperkirakan sebesar 1576 Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Tetapi dengan jumlah sebesar itu hanya ada dua perusahaan yang mengolah bijih nikel di Indonesia terutama bijih saprolit yang berkadar nikel tinggi yaitu, PT. INCO menjadi nickel matte dan PT. Antam menjadi ferronikel. Sebagian besar bijih terutama bijih limonit dengan kadar nikel yang rendah masih diekspor dalam bentuk mentah. Untuk itu diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber daya bijih nikel laterit yang melimpah ini melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang tepat bagi Indonesia. Penelitian kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari proses pembuatan nickel pig iron (NPI) dari bijih nikel laterit kadar rendah Indonesia dengan memanfaatkan teknologi mini blast furnace yang ada di UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung – LIPI. Bahan baku bijih nikel laterit yang diteliti berasal dari wilayah pertambangan Morowali (Sulawesi Tengah). Terdapat dua jenis bijih nikel laterit yang digunakan yaitu limonit dan saprolit. Dari hasil penelitian dan kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) bijih limonit yang berasal dari tambang rakyat di daerah Morowali, Sulawesi Tengah berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan nickel pig iron (NPI) dalam mini blast furnace, (2) berdasarkan hasil perhitungan neraca massa proses pembuatan NPI menggunakan mini blast furnace, dengan menambahkan proses sintering sebelum proses reduksi dan smelting, suatu mini blast furnace dapat digunakan untuk membuat NPI dari bijih nikel laterit Indonesia, (3) berdasarkan hasil percobaan pendahuluan reduksi bijih nikel laterit pada skala laboratorium dalam suatu muffle furnace diketahui bahwa proses reduksi bijih nikel laterit terjadi pada temperatur 900-10000C dengan waktu reduksi selama 60 menit. Kata Kunci: Nikel, nickel pig iron (NPI), bijih nikel laterit, Indonesia, mini blast furnace

I.

PENDAHULUAN

Nikel adalah salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi dalam industri. Ada banyak jenis produk nikel seperti logam halus, bubuk, spons, dan lainlain. 62% dari logam nikel digunakan dalam baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan paduan nirbesi karena sifatnya yang tahan korosi dan tahan tinggi suhu [1]. Bijih nikel dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu bijih sulfida dan bijih laterit (oksida dan silikat). Meskipun 70% dari tambang nikel berbasis bijih laterit,

tetapi 60% dari produksi primer nikel berasal dari bijih sulfida [2,3]. Bijih nikel laterit biasanya terdapat di daerah tropis atau sub-tropis yang terdiri dari pelapukan batuan ultramafik yang mengandung zat besi dan magnesium dalam tingkat tinggi. Deposit tersebut biasanya menunjukkan lapisan yang berbeda karena kondisi cuaca. Lapisan pertama adalah lapisan yang kaya silika dan yang kedua adalah lapisan limonit didominasi oleh gutit [FeO(OH)] dan hematit (Fe2O3). Lapisan berikutnya adalah saprolit [(Ni,Mg)SiO3.nH2O)] yaitu lapisan yang kaya magnesium dan elemen basal. Lapisan terakhir adalah

0404: Widi Astuti dkk. batuan dasar yang berubah dan tidak berubah. Antara lapisan saprolit dan limonit biasanya ada lapisan transisi yang kaya magnesium (10-20% Mg) dengan besi yang disebut serpentine [Mg3Si2O5(OH)] [4]. Untuk deposit laterit yang ideal, lapisan limonit sangat tidak cocok untuk ditingkatkan kadarnya, sedangkan peningkatan kadar untuk lapisan saprolit juga terbatas untuk peningkatan konsentrasi nikel. Hal ini merupakan perbedaan utama antara bijih laterit dan bijih sulfida yang dapat dibenefisiasi dari 10% menjadi 28% [4]. Kebutuhan bijih laterit semakin meningkat dengan adanya kenaikan harga nikel dan penurunan cadangan bijih sulfida. Peningkatan harga nikel internasional, khususnya pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007, di mana harga mencapai USD $ 35.000/MT juga mempengaruhi harga barang jadi dengan memindahkan biaya kepada pembeli. Solusi yang dicari oleh produsen baja tahan karat untuk menghindari kehilangan pasar adalah mensubstitusi kandungan nikel secara parsial pada baja seri 300. Pada baja tahan karat seri 200 disarankan untuk menggantikan nikel dengan logam lain yang memiliki sifat baja yang sama karena mengurangi kandungan nikel akan lebih murah 30% dari biaya produk akhir [5]. Saat ini, China dan India merupakan produsen utama baja seri 200 karena harga nikel yang tinggi dan meningkatnya pasokan mineral nikel kadar rendah dari New Caledonia, Indonesia dan Filipina. Sebagai bahan baku untuk mengembangkan baja seri 200, telah dikembangkan produksi nickel pig iron (NPI) dengan kandungan nikel antara 1% dan 10%, dengan menggunakan bijih nikel laterit kadar rendah (Ni <1,6%). China telah memilih untuk menghasilkan NPI dari bijih nikel laterit, dan memanfaatkan besi dari bijih laterit. Saat ini, NPI diperoleh dengan dua proses yaitu menggunakan mini blast furnace dan menggunakan tanur listrik [5]. Produksi NPI merupakan tren baru, meskipun pertama kali dikembangkan sekitar 50 tahun yang lalu tetapi belum secara komersial digunakan hingga beberapa produsen pig iron di China mengubah metode produksi mereka ke produksi NPI. Produksi pertama NPI dimulai dengan blast furnace menggunakan bijih laterit kadar rendah. Bijih diimpor dari Indonesia, Filipina dan New Caledonia. Proses ini hampir sama dengan produksi pig iron. Perbedaannya adalah bijihnya mengandung nikel lebih banyak serta jumlah terak yang dihasilkan juga akan meningkat. Produk blast furnace mengandung 2-10% nikel [4]. Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di Sulawesi, Halmahera, Papua dan Kalimantan dan diperkirakan cadangan bijih nikel yang ada sebesar 1576 Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Tetapi dengan jumlah sebesar itu hanya ada dua perusahaan yang mengolah bijih nikel di Indonesia terutama bijih saprolit yang berkadar nikel tinggi yaitu, PT. INCO

MT-67 menjadi nickel matte dan PT. Antam menjadi ferronikel. Sebagian besar bijih terutama bijih limonit dengan kadar nikel yang rendah masih diekspor dalam bentuk mentah dan sisanya masih merupakan harta karun yang dibiarkan bagaikan barang yang tak bernilai [6]. Ekspor bijih limonit mentah secara besar-besaran ke China terjadi dalam kurun lima tahun terakhir. Kondisi ini akan terus berlangsung jika Indonesia tidak memiliki industri pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah sekalipun UU No 4 Tahun 2009 (yang diperkuat dengan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 dan Inpres No 1 Tahun 2012) tentang Pengolahan Mineral dan Batubara telah diterapkan pada tahun 2014. Berdasarkan data Pohon Industri Baja 2009 dari Kementerian Perindustrian dan data dari IISIA (Indonesian Iron and Steel Industry Association), belum ada industri yang memproduksi pig iron maupun NPI di Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber daya bijih nikel laterit yang melimpah ini melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang tepat bagi Indonesia. Penelitian kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari proses pembuatan NPI dari bijih nikel laterit kadar rendah Indonesia dengan memanfaatkan teknologi mini blast furnace yang ada di UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung – LIPI. Tabel 1. Komposisi kimia bahan baku Senyawa Limonit (%) Saprolit (%) SiO2 5,20 38,20 Al2O3 14,96 4,10 Fe2O3 61,31 22,37 TiO2 0,36 0,060 K2O 0,006 0,004 CaO 0,074 0,88 MnO 0,13 0,19 MgO 0,57 19,81 P2O5 0,035 0,003 NiO 0,72 2,53 Cr2O3 1,66 0,97 SO3 0,0046 0,0004 V2O5 0,0004 0,0002 CoO 0,0002 0,0003 ZnO 0,0003 0,0004 LOI 14,42 10,74

II.

METODE

Pada penelitian, bahan baku bijih nikel laterit berasal dari wilayah pertambangan Morowali (Sulawesi Tengah). Bijih nikel laterit yang digunakan ada dua jenis yaitu limonit dan saprolit. Sebelum digunakan dalam proses, bahan baku dianalisis dan dikarakterisasi terlebih dahulu menggunakan

0404: Widi Astuti dkk.

MT-68 analisa XRF dan analisa XRD untuk mengetahui kandungan komposisi senyawa dalam bijih. Hasil analisa XRF bijih limonit dan saprolit disajikan pada Tabel 1, sedangkan hasil analisa XRD disajikan dalam Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Spektrum XRD bijih saprolit

untuk meningkatkan rasio Ni/Fe dalam paduan dan rendahnya kandungan FeO dalam terak di mana terak sebagian besar mengandung silika dan magnesia menyebabkan temperatur leleh terak menjadi tinggi. Hal ini tidak sesuai untuk blast furnace kecil dengan temperatur udara panas yang rendah tanpa oksigen yang kaya dalam udara panas. Tetapi bahan imbuh seperti batu kapur dapat ditambahkan untuk menurunkan temperatur terak [7]. Blast furnace yang dimiliki oleh LIPI Lampung merupakan hasil modifikasi dari teknologi blast furnace yang ada di Brazil karena para peneliti yang membangun blast furnace LIPI Lampung belajar dari Brazil. Untuk mendapatkan kebutuhan material dan kebutuhan panas pada proses blast furnace untuk menghasilkan NPI, sebuah program sudah direalisasikan. Program tersebut mempertimbangkan komposisi bijih nikel untuk menghitung komposisi produk NPI, jumlah dan komposisi terak, jumlah dan komposisi gas buang serta untuk memperkirakan kebutuhan coking coal untuk proses peleburan dan reduksi. Gambar 3 menyajikan diagram alir pembuatan NPI dari bijih nikel laterit dalam blast furnace.

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan NPI dalam Blast Furnace Dengan menggunakan data bijih nikel laterit limonit dan saprolit pada Tabel 1, hasil perhitungan Gambar 2. Spektrum XRD bijih limonit

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Neraca Massa Pembuatan NPI dengan Mini Blast Furnace Ferronikel dengan kadar Ni 1,5-8% dapat dihasilkan dalam blast furnace dan biasa disebut dengan nickel pig iron (NPI). Blast furnace dengan arang kayu sebagai bahan bakar dan reduktor dalam ukuran sedang dan kecil telah dioperasikan di Brazil sejak beberapa dekade. Umpan yang dimasukkan dalam blast furnace adalah bijih besi atau aglomerat, arang kayu atau kokas dan bahan imbuh. Udara dipanaskan dalam stove sampai temperatur 7000C. Dalam kasus ini, energi yang dibutuhkan untuk proses disuplai oleh karbon yang juga dikonsumsi dalam reaksi reduksi sampai reduksi besi hampir sempurna sehingga FeO dalam terak tinggal sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Dua batasan utama dapat diterima dari sini yaitu kemungkinan

untuk memperkirakan konsumsi material yang dibutuhkan serta komposisi kimia dari produk serta terak untuk menghasilkan 1 ton NPI diberikan pada Tabel 2 untuk basisitas terak (%CaO+%MgO)/%SiO2 sama dengan 1,1. Dari Tabel 2 terlihat bahwa untuk bijih nikel limonit, kandungan nikel dalam produk NPI adalah 1,28% sedangkan untuk bijih nikel saprolit kandungan nikel dalam produk > 10%. Kebutuhan kokas (coke) untuk mengolah nikel saprolit lebih besar karena jumlah bahan imbuh (batukapur) yang dibutuhkan untuk mengatur komposisi terak menjadi lebih banyak dan terak yang dihasilkan juga lebih besar. Dari Tabel 2 juga terlihat bahwa kandungan sulfur dan posfor dalam produk NPI masih relatif tinggi. Kandungan posfor lebih kecil dan sulfur masing-masing lebih rendah dari 0,03% diharapkan supaya produk NPI ini dapat digunakan untuk pembuatan baja tahan karat. Sebelum digunakan, NPI perlu dimurnikan terlebih dahulu terutama untuk menurunkan kandungan sulfur dan posfor.

0404: Widi Astuti dkk.

MT-69

Tabel 2. Hasil Perhitungan Neraca Massa Limonit Saprolit Bijih (kering)

2,30 ton

5,30 ton

Bahan imbuh

0,5 ton

3,2 ton

Kokas

1,28 ton

2,34 ton

Produk: Ni

1,28%

10,33%

C

4,68%

4,66%

Si

0,18%

0,32%

Mn

0,11%

0,06%

P

0,05%

0,06%

S

0,43%

0,37%

Cr

1,25%

1,75%

Terak: Berat terak

0,93 ton

5,48 ton

CaO

26,55%

29,76%

SiO2

24,81%

44,30%

Al2O3

41,20%

5,76%

MgO

2,20%

19,47%

MnO

0,16%

0,17%

P2O5

0,01%

0,00%

Percobaan Reduksi Bijih Nikel Laterit dalam Muffle Furnace Percobaan reduksi bijih nikel laterit skala laboratorium secara batch menggunakan muffle furnace dilakukan sebagai percobaan pendahuluan dan dasar untuk percobaan reduksi skala besar dalam sebuah tungku berbentuk tunnel kiln. Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan variasi temperatur reduksi dan waktu reduksi seperti yang disajikan dalam Tabel 3. Komposisi bahan baku yang digunakan adalah 80% bijih nikel laterit jenis limonit, 15% batubara dan 5% batukapur. Berat sampel yang digunakan adalah 15 gram. Tabel 4 dan 5 menyajikan komposisi kimia batubara dan batu kapur yang digunakan.

Tabel 3. Variabel percobaan reduksi skala laboratorium No Temperatur (0C) Waktu (menit) 1

800

20, 40, 60

2

900

20, 40, 60

3

1000

20, 40, 60

Tabel 4. Komposisi kimia batubara Parameter Nilai Moisture Total 8,93 % Moisture Content 0,08 % Volatile Matter 23,35 % Ash 26,62 % Fixed Carbon 49,95 % Tabel 5. Komposisi kimia batu kapur Parameter Nilai CaO 85,16 % SiO2 1,67 % MgO 1,33 % Berdasarkan pengamatan terhadap produk hasil reduksi tahap awal terutama didasarkan pada warna produk reduksi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur reduksi maka warna produk semakin gelap dan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat reduksi yang sudah terjadi. Selanjutnya produk hasil reduksi dianalisis menggunakan uji XRD untuk mengetahui mineral yang ada dalam produk hasil reduksi. Produk hasil reduksi yang dianalisis hanya produk dengan warna yang menunjukkan sudah terjadi reduksi pada tingkat yang cukup tinggi yaitu untuk produk reduksi pada temperatur 9000 C dan 10000 C. Hasil analisa XRD produk reduksi ditunjukkan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa produk hasil reduksi sudah mengandung magnetit (Fe3O4) dan besi (Fe). Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur 900-10000C sudah terjadi proses reduksi. Dari hasil analisa XRD di atas tidak dijumpai keberadaan ferronikel (FeNi). Hal ini dimungkinkan terjadi karena atom-atom nikel berperan sebagai atom interstisi (layaknya keberadaan atom karbon) dalam material besi Percobaan reduksi skala laboratorium juga dilakukan dengan melakukan pencampuran bahan baku jenis limonit dan jenis saprolit pada komposisi 70% bijih nikel jenis

0404: Widi Astuti dkk.

MT-70 limonit, 10% bijih nikel jenis saprolit, 15% batubara dan 5% batu kapur pada temperatur dan waktu reduksi yang sama yaitu 10000C selama 60 menit reduksi. Produk hasil reduksi dianalisis menggunakan XRD dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.

IV.

KESIMPULAN

1. Bijih limonit yang berasal dari tambang rakyat di daerah Morowali, Sulawesi Tengah berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan nickel pig iron (NPI) dalam blast furnace. 2. Berdasarkan hasil perhitungan neraca massa proses pembuatan NPI menggunakan blast furnace, dengan menambahkan proses sintering sebelum proses reduksi dan smelting, suatu mini blast furnace dapat digunakan untuk membuat NPI dari bijih nikel laterit Indonesia. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan reduksi bijih nikel laterit pada skala laboratorium diketahui bahwa proses reduksi bijih nikel laterit terjadi pada temperatur 900-10000 C dengan waktu reduksi selama 60 menit

SARAN

Gambar 4. Spektrum XRD Produk Reduksi Skala Laboratorium

1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan komposisi bahan baku yang paling optimum sehingga menghasilkan produk dengan kadar nikel yang maksimum. 2) Kerjasama antara pemerintah dan perusahaan pertambangan nikel di daerah harus semakin ditingkatkan untuk mendukung usaha penambang lokal dalam membangun tungku-tungku skala kecil yang dapat digunakan untuk mengolah bijih nikel laterit kadar rendah menjadi NPI.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 5. Spektrum XRD Produk Reduksi Skala Laboratorium

Dari Gambar 5 terlihat bahwa produk hasil reduksi sudah mengandung magnetit (Fe3O4). Terjadi sedikit perubahan spektrum XRD ketika bijih saprolit ditambahkan dalam bahan baku. Intensitas senyawa magnetit (Fe3O4) menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan produk reduksi tanpa adanya penambahan bijih saprolit.

[1] Barkas J., (2010), Drivers and risks for nickel demand, 7th International China Nickel Conference, Shanghai. [2] Kim, J., Dodbiba, G., Tanno, H., Okayaa, K., Matsuo, S., Fujita, T., (2010), Calcination of low-grade laterite for concentration of Ni by magnetic separation, Minerals Engineering, 23, 282–288. [3] Superiadi, A., (2007), Processing Technology vs. Nickel Laterite Ore Characteristic, PT Inco. [4] Yıldırım, H., Turan, A. and Yücel, O., (2012), Nickel Pig Iron (NPI) Production From Domestic La Teritic Nickel Ores Using Induction Furnace, International Iron & Steel Symposium, 02-04 April 2012, Karabük, Türkiye, pp. 337-344. [5] Hernández F., Medina O., Escuarda R., Acas B. Ventanilla K. Sanchez Sh., (2008), NPI production in small blast furnace. PGMC – Mindanao Philippines, May 2008. Metallurgical Process & Technical Consultant. [6] Edi Herianto, (2008), Peleburan Bijih Nikel Laterit Menggunakan Blast Furnace: Pelajaran dari China, Jurnal Metalurgi 2008, hal. 107-111. [7] Kruger P.V., Silva, C.A., Vieira, C.B., Araujo, F.G.S, and Seshadri, V., (2010), Relevant Aspect Related To

0404: Widi Astuti dkk. sProduction of Iron Nickel Alloys (Pig Iron Containing Nickel) in Mini Blast furnace, The Twelfth International Ferroalloys Congress Sustainable Future, Finland

MT-71