OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)

Download Abstract. Obstructive sleep apnea (OSA) is a disease characterized by periodic upper airway collapse during sleep, which could result in ei...

2 downloads 603 Views 534KB Size
MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

Obstructive Sleep Apnea (OSA) Mariani Rasjid HS*, Mohammad Yogiarto** * Tenaga pengajar pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ** Mahasiswa pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Abstract Obstructive sleep apnea (OSA) is a disease characterized by periodic upper airway collapse during sleep, which could result in either apnea, hypopnea or both. OSA is very often undetected but it is strongly associated with variety of medical complication, among others cardiovascular diseases. A good understanding can help physicians to diagnose, manage and prevent cardiovascular complication that caused by OSA. Keywords: Obstructive sleep apnea, cardiovascular

terhentinya aliran udara sedikitnya 10

Pendahuluan Obstructive sleep apnea (OSA)

detik disebut hipopnea. Gabungan apnea/

adalah kelainan yang merupakan bagian

hipopnea

dari sleep-disorder breathing syndrome

obstructive apnea. Pada dewasa muda

yang kompleks. Sebenarnya gejala OSA

normal, sampai dengan 5 apnea/ hipopnea

sering

perjam

terjadi,

namun

sulit

untuk

dideteksi.1 OSA adalah salah satu bentuk

merupakan

saat

tidur

adalah

patofisiologi

fisiologis,

frekuensi ini meningkat sesuai umur.3

gangguan napas saat tidur yang ditandai

OSA umumnya terjadi pada dewasa

oleh episode henti napas (apnea) minimal

muda, biasanya antara umur 40-50 tahun,

10

episode.2

dapat

meskipun dapat terjadi juga pada anak-

didefinisikan sebagai hilangnya aliran

anak dan remaja.3 Berdasarkan penelitian

udara sedikitnya 10 detik. Penurunan

dilaporkan 24% pria dan 9% wanita

volume tidal melebihi 50% tetapi di

dewasa mempunyai angka kejadian atau

bawah 75% dari nilai dasar dengan

apnea-hipopnea index (AHI) lebih dari

9

detik/

Apnea

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

5x/jam. Dilaporkan bahwa 4% pria, 2%

Penanganan OSA ringan dapat

wanita dan 1-3% pada anak mempunyai

satu atau beberapa modalitas seperti oral

gejala OSA, termasuk adanya gejala

appliances,positive

daytime

devices,

hipersomnolence

yang

airway

pembedahan.

pressure Sedangkan

diakibatkan oleh kejadian apnea-hipopnea.

penanganan pasien dengan OSA sedang

1

dan berat yaitu penggunaan positive OSA dijumpai dengan tanda dan

airway pressure devices. Pasien yang tidak

gejala seperti terbangun dengan rasa

toleran dengan pemberian tekanan jalan

tercekik, hipertensi dan atau fibrilasi

napas positif atau tidak adekuat dengan

atrial, mendengkur, lingkar leher yang

pemberian tekanan udara positif saja,

besar,

dapat dianjurkan untuk tindakan bedah.4

laki-laki

atau

perempuan

pascamenstruasi, obesitas, dilaporkan oleh pasangan

tidur

dengan

apnea

atau

tercekik, tertidur saat mengemudi.4 Pemeriksaan

standard

Obstructive Sleep Apnea (OSA) Klasifikasi OSA

untuk

Derajat beratnya OSA dinilai berdasarkan

mendiagnosis OSA adalah polisomnografi

nilai

yang dilakukan pada semua pasien dengan

menggunakan

dugaan kelainan ini. Semua pasien yang

beratnya OSA dibagi menjadi: 1) ringan

didiagnosis

AHI 5-14; 2) sedang AHI 15-29; 3) berat

dengan

OSA

harus

apnea-hypopnea

index

(AHI)

polisomnografi.

Derajat

mendapatkan edukasi tentang pentingnya

AHI >30.3,4

mengubah gaya hidup, terutama untuk

Faktor predisposisi OSA

menurunkan berat badan dengan program Alert

Well

(A.W.A.K.E).

and

Keeping

Semua

Energrtic

pasien

dengan

Beberapa faktor predisposisi OSA antara lain obesitas, ukuran lingkar leher, umur,

jenis

kelamin,

hormon,

dan

penurunan berat badan 10-15% harus

kelainan anatomi saluran napas. Obesitas

dinilai

dilaporkan sebagai faktor utama yang

gejala-gejala

OSA

dan

membutuhkan penanganan dengan PAP.4

dapat

meningkatkan

risiko

terjadinya

OSA. Dari kepustakaan dinyatakan bahwa 10

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

penderita

OSA

setidaknya

September 2015

memiliki

Obesitas dapat mengubah volume

indeks massa tubuh (IMT) satu tingkat di

dan bentuk anatomi, lidah dapat terangkat

atas normal (IMT normal 20-25 kg/m2).

sehingga mengurangi volume saluran

Penelitian lain melaporkan bahwa ukuran

napas

lingkar leher (>42,5 cm) berhubungan

anatomi seperti hipertrofi tonsil, deviasi

dengan peningkatan AHI.5

septum, hipertrofi konka dan anomali

Tabel 1. Faktor risiko OSA1 Faktor-faktor risiko yang berperan pada OSA Umum  Obesitas (IMT 2 >30kg/m )  Gender (pria> wanita)  Riwayat OSA pada keluarga  Pasca-menopause Genetik atau  Sindrom Down kongenital  Sindrome Pierreobin  Sindrom Marfan Abnormalitas  Rinitis hidung/faring  Polip nasi  Hipertrofi tonsil dan adenoid  Deviasi septum nasi Penyakit lain  Akromegali  Hipotiroidisme Kelainan  Lingkar leher >40cm struktur  Abnormalitas sendi saluran napas temporomandibula atas  Mikrognatia  Retrognatia  Makroglosia  Abnormalitas palatum  Kraniosinostosis

atas. Demikian juga kelainan

maksilofasial retrognatia,

seperti

mikrognatia,

hipertrofi

adenoidtonsil,

makroglosia dan akromegali.5,6 Patogenesis dan patofisiologi OSA Ada tiga faktor yang berperan pada patogenesis OSA: pertama, obstruksi saluran

napas

pendorongan

daerah lidah

dan

faring

akibat

palatum

ke

belakang yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring

dan

orofaring,

yang

menyebabkan terhentinya aliran udara, meskipun pernapasan masih berlangsung pada saat tidur. Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal. Faktor kedua adalah ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator faring (m. pterigoid medial, m. tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohiod, dan 4 m. sternohioid)

yang

berfungsi

menjaga

keseimbangan tekanan faring pada saat terjadinya tekanan negatif intratorakal akibat

11

kontraksi

diafragma.

Kelainan

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

fungsi kontrol neuromuskular pada otot

antaranya

dilator faring berperan terhadap kolapsnya

penyempitan saluran napas atas.4,6

saluran napas. Defek kontrol ventilasi di otak

menyebabkan

kegagalan

atau

memiliki

September 2015

lebih

dari

satu

Periode apnea adalah terjadinya henti napas selama 10 detik atau lebih.

terlambatnya refleks otot dilator faring,

Periode

saat

keadaan reduksi aliran udara sebanyak

pasien

mengalami

periode

apneahipopnea. 4,6

hipopnea

adalah

terjadinya

lebih-kurang 30% selama 10 detik yang berhubungan dengan penurunan saturasi oksigen darah sebesar 4%. Apnea terjadi karena kolapsnya saluran napas atas secara

total,

sedangkan

hipopnea

kolapsnya sebagian, namun jika terjadi secara terusmenerus dapat menyebabkan apnea.2 Gejala Klinis OSA Gambar 1.Saluran napas atas normal dibandigkan dengan penderita OSA Faktor

dikelompokkan menjadi gejala malam dan gejala siang hari. Gejala utama OSA

kraniofasial mulai dari hidung sampai

adalah daytimehypersomnolence. Gejala

hipofaring

menyebabkan

ini tidak dapat dinilai secara kuantitatif

penyempitan pada saluran napas atas.

karena pasien sering sulit membedakan

Kelainan daerah ini dapat menghasilkan

rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir

tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga

30% pria dan 40% wanita dewasa dengan

merupakan predisposisi kolapsnya saluran

nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak segar

napas atas. Kolaps nasofaring ditemukan

saat bangun. Dilaporkan 25% pria dan

pada 81% dari 64 pasien OSA dan 75% di

30% wanita dewasa mengeluh mengalami

yang

adalah

terjadi saat pasien tidur. Gejala OSA

kelainan

12

ketiga

OSA sering tidak terdeteksi karena

dapat

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

dan

stroke

September 2015

rasa mengantuk yang berlebihan di siang

jantung

juga

dilaporkan

hari.3,5,6

meningkat pada penderita OSA.2,3,5,6

Epworth sleepiness scale (ESS) dan Standford sleepiness scale (SSS) adalah kuisioner yang mudah dan cepat

Diagnosis OSA

untuk menilai gejala rasa mengantuk. Skala

ini

tidak

berhubungan

Diagnosis OSA ditegakkan dengan

secara

melakukan anamnesis mengenai pola

langsung dengan indeks apnea-hipopnea.

tidur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

Penyebab

hypersomnolence

radiologi dan pemeriksaan penunjang

adalah karena adanya tidur yang terputus-

khusus. Gabungan data yang akurat dari

putus, berhubungan dengan respons saraf

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

pusat

baik dapat mengarahkan kepada indikasi

daytime

yang

berulang

karena

adanya

gangguan pernapasan saat tidur.3,5,6 Tabel 2. Gejala klinis OSA1 Gejala Klinis

Insidensi (%)

Suara dengkur Mengantuk Restless sleep Mental abnormal Perubahan personaliti Impotensi Sakit kepala siang hari Nokturia Enuresis Nocturnal choking

95 75 99 58 48 40 35 30 Tidak diketahui Tidak diketahui

Dilaporkan 50% penderita OSA mempunyai tekanan darah di atas normal, meskipun tidak diketahui apakah hal tersebut merupakan penyebab atau sebagai akibat

apnea

tidur.

Risiko

serangan

untuk melakukan pemeriksaan baku emas OSA.3,5-7 Kuisioner EES dan SSS dapat digunakan untuk menanyakan keluhan yang berhubungan dengan gejala OSA. ESS digunakan untuk menilai bagaimana kebiasan tidur dan rasa mengantuk pasien dalam kegiatan sehari-hari, sedangkan SSS

untuk

mengantuknya

seberapa

pasien

kegiatan

pada

tersebut. Multiple sleep latency testing (MSLT) adalah pemeriksaan yang bersifat objektif

untuk

mengevaluasi

derajat

beratnya rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari. Pemeriksa juga harus menanyakan

13

mengetahui

kepada

pasien

tentang

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

pengalaman terbangun dari tidur karena tersedak, mendengkur (dapat ditanyakan pada teman tidur) dan bangun dari tidur dengan badan terasa tidak segar.3,8 Hal-hal yang harus dinilai pada pemeriksaan fisik adalah IMT, ukuran lingkar leher, keadaan rongga hidung (deviasi septum, hipertrofi konka, polip, adenoid), perasat Mueller (untuk menilai penyempitan

veloorofaring),

penilaian

Friedman tounge position (modifikasi Mallampati), bentuk palatum mole, bentuk uvula, palatal flutter, palatal floppy, ukuran tonsil dan penyempitan peritonsil lateral. Populasi dewasa dengan IMT >30 kg/m2 memiliki prevalensi OSA >50%. Perlu diketahui bahwa penilaian IMT dan lingkar leher tidak memiliki predictive abilities

pada

wanita.

Mendengkur

memiliki positive predictive value (PPV) 63% dan negative predictive value (NPV) 56% pada OSA.6 Pemeriksaan Oksimetri pada saat tidur malam hari sebagai skrining OSA,

September 2015

Tabel 3. Epworth sleepiness scale7 Kriteria 1 Duduk dan membaca 2 Menonton televisi 3 Duduk diam di tempat umum (bioskop atau rapat) 4 Sebagai penumpang mobil selama 1 jam tanpa istirahat 5 Rebahan untuk istirahat sore ketika memungkinkan 6 Duduk berbicara dengan seseorang 7 Duduk tenang setelah makan siang tanpa minum alkohol 8 Saat mengemudi dan mobil berhenti beberapa menit dalam kemacetan 0 = Tidak mengantuk 1 = mengantuk 2 = mengantuk 3 = mengantuk tertidur Untuk

Nilai Mengantuk 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3

0

1

2

3

0

1

2

3

0

1

2

3

0

1

2

3

0

1

2

3

pernah Nilai ESS >10 Indikasi Sedikit daytime sleepiness Cukup atau sleep disorder Sangat dan memudahkan

penilaian

31%.

saluran napas atas, Friedman membuat

Kombinasi dari semua faktor di atas dapat

standar pemeriksaan daerah naso-velo-

meningkatkan predictive abilities antara

orofaring. Ada empat derajat Friedman

60-70%.3-6,8

tounge position. Pasien membuka mulut

memiliki

14

sensitivitas

sebesar

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

tanpa

mengeluarkan

observasi:

derajat

lidah,

obstruksi jalan napas saat pasien tidur.

seluruh

uvula

Ada lima daerah yang perlu diperhatikan,

II,

uvula

yaitu: palatum mole, dinding faring

tervisualisasi tetapi tonsil tidak terlihat;

lateral, tonsil palatina, tonsil lingua/dasar

derajat III, palatum mole tervisualisasi,

lidah dan epiglotis. Derajat obstruksi

tetapi uvula tidak terlihat; derajat IV,

dibagi 7 menjadi empat kategori. Simple

hanya palatum durum yang tervisualisasi.

palatal snoring, suara mendengkur berasal

Pemeriksaan ini dapat memprediksi ada

dari

tidaknya OSA.9

sfingter velofaring dan orofaring bagian

tervisualisasi;

I,

dilakukan

September 2015

derajat

Pemeriksaan perasat Mueller yang dilakukan

saat

mencerminkan pasien

OSA

terjaga,

keadaan saat

digunakan

tidur

untuk

keberhasilan

getaran

mole,

dinding

atas. Lateral wall collapse, penyebab

dapat

obstruksi berasal dari area orofaring dan

mendengkur

tonsil palatina. Tounge base/epiglotis,

dan

dapat

fungsi sfingter velofaring baik, obstruksi

memprediksi

terdapat pada dasar lidah atau karena

operasi

hipertrofi tonsil lingua. Epiglotis mungkin

(UPPP).

memiliki kontribusi terhadap dengkuran.

dari

uvulopalatopharyngealplasty

Caranya adalah dalam posisi duduk,

Multi

dilakukan

pasien

obstruksi

diinstruksikan untuk melakukan inspirasi

anatomi.9

nasoendoskopi

palatum

dan

segmental pada

collapse, beberapa

tampak tingkatan

kuat sambil menutup hidung dan mulut.

Pemeriksaan sefalometri dan foto

Pada pemeriksaan ini dilakukan penilaian

polos saluran napas atas dapat digunakan

luas saluran napas atas pada ruang

untuk mengevaluasi kelainan anatomi

retropalatal dan retroglosal. Penyempitan

kraniofasial. Komputer tomografi dan

pada

magnetic resonance imaging (MRI) juga

ruang

ini

anteroposterior,

dapat

terjadi

laterolateral

atau

konsentrik.9,10

memahami hubungan antara kelainan

Pemeriksaan digunakan 15

dapat memfasilitasi untuk

untuk

sleep

endoscopy

memvisualisasikan

anatomi kraniofasial dengan gangguan pernapasan.6,8

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

Polisomnografi pemeriksaan

adalah

emas

untuk

baku

menegakkan

diagnosis

merupakan

uji

mengevaluasi dilakukan

(PSG)

OSA.

diagnostik

gangguan pada

laboratorium

tidur

malam

tidur,

digunakan

Penatalaksanaan OSA terdiri dari terapi

non-bedah

dan

terapi

bedah.

PSG

Penggunaan continuous positive pressure

untuk

(CPAP) adalah terapi non-bedah OSA

yang

hari

September 2015

yang

dianggap

paling

efektif

untuk

di

menurunkan gejala mendengkur, apnea-

untuk

hipopnea dan daytime hypersomnolence.

membantu pemilihan terapi dan evaluasi

The

hasil terapi. Ada tiga sinyal utama yang

Physicians

dimonitor yaitu pertama, sinyal untuk

pada pasien dengan AHI >30 dan juga

mengkonfirmasi keadaan stadium tidur

pasien dengan AHI 5–30 yang disertai

seperti

gejala. Kelemahan CPAP adalah adanya

elektroensefalogram

(EEG),

American

of

Chest

merekomendasikan

CPAP

elektrookulogram (EOG) dan submental

rasa

elektromiogram (EMG). Sinyal kedua

penggunaannya,

adalah sinyal yang berhubungan dengan

claustrophobia, sakit kepala, rinitis, iritasi

irama jantung, yaitu elektrokardiogram

wajah dan hidung serta aerofagia.3,4,14-16

(ECG)

dan

sinyal

nyaman

pada

saat

adanya

rasa

yang

Dengan menurunkan berat badan,

berhubungan dengan respirasi seperti

penderita OSA dengan obesitas dapat

airflow

meningkatkan volume dan fungsi saluran

(nasal

ketiga

tidak

College

thermistor

technique),

oksimetri, mendengkur, kapnografi, EMG

napas

interkostal, balon manometri esofageal,

minuman

thoraco-abdominal effort, nasal pressure

nikotin dan kafein pada malam hari dapat

transducer,

memperbaiki tonus otot saluran napas atas

pneumotachography

mask dan kadar PCO2.6,8,11-13

face

dan

atas.

Menghindari

beralkohol,

mekanisme

Preparat

efedrin,

memberikan

efek

obat

konsumsi penenang,

pernapasan

sentral.

walaupun jangka

tidak panjang,

dilaporkan membantu memperbaiki aliran Penatalaksanaan OSA 16

udara pada saluran napas atas.3,4,14,16 Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

Tujuan terapi bedah pada OSA

dasar lidah. Keberhasilan teknik ini dalam

adalah untuk memperbaiki volume dan

memperbaiki AHI dan saturasi oksigen

bentuk saluran napas atas. Indikasi harus

mencapai angka 66-85%.3,4,16

jelas dan dipersiapkan dengan baik.

Teknik

maksila-mandibular

Indikasi pembedahan OSA adalah AHI

osteotomi dapat dilakukan pada pasien

>20x/jam, saturasi O2 <90%, tekanan

yang tidak mengalami kemajuan pasca-

esofagus di bawah -10 cmH2O, adanya

UPPP

gangguan kardiovaskuler (seperti aritmia

setelah dievaluasi selama enam bulan

dan hipertensi), gejala neuropsikiatri,

dengan PSG. Teknik ini mempunyai

gagal dengan terapi non-bedah dan adanya

angka

kelainan

menurunkan

anatomi

yang

menyebabkan

obstruksi jalan napas. Tidak ada satu

genioglosus

keberhasilan AHI

advancement

97-100% dan

dalam

meningkatkan

saturasi oksigen darah.3,4,16

teknik yang benar-benar baik untuk OSA.6,14,17

dan

Muskukus genioglosus, geniohioid dan konstriktor faringeal media berinsersi

Uvulopalatopharyngoplasty

pada os hioid. Obstruksi yang terjadi pada

(UPPP) merupakan salah satu teknik

hipofaring dapat diperbaiki dengan teknik

operasi dengan melakukan eksisi pada

operasi miotomi hioid dengan suspensi.17

margo inferior palatum mole termasuk

Laser-assisted

uvuloplasty

uvula dan tonsil. Menurut penelitian meta-

(LAUP) adalah teknik yang mirip seperti

analisis

dilakukan,

UPPP, namun menggunakan laser (CO2,

dinyatakan UPPP secara signifikan dapat

argon). Teknik ini dapat dilakukan dengan

menurunkan

anastesi lokal dalam 1-3 sesi rawat jalan.

yang

AHI

pernah

dan

meningkatkan

saturasi oksigen. UPPP kurang efektif

LAUP

tidak

direkomendasikan

pada

pada pasien usia lanjut dan IMT yang

pasien yang memiliki obstruksi pada

tinggi. Genioglosus advancement dapat

daerah tonsil, penebalan mukosa faring,

memperbaiki obstruksi retroglosal. Teknik

hipertrofi tonsil dan AHI >30. LAUP

ini dilakukan pada pasien dengan AHI

sudah sekarang jarang dikerjakan.3,4,16

>30 yang disebabkan oleh obstruksi pada 17

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

Teknik

adalah

hidup, rokok, dan makanan. Penyakit

radiofrequency ablation (RA) palatum.

diabetes melitus dan OSA, dianggap

Indikasinya untuk pasien dengan obstruksi

sebagai faktor yang dapat meningkatkan

daerah palatum dan AHI <15. Angka

risiko terjadinya CVD. Faktor risiko yang

keberhasilan

dalam

sama-sama ada pada OSA maupun CVD

mengeliminasi keluhan mendengkur dan

diduga sebagai faktor penghubung antara

memperbaiki nilai ESS mencapai 75%,

keduanya.13

namun

operasi

RA

tidak

lain

September 2015

palatum

mengubah

nilai

AHI.

Madani6 melaporkan nasal radioablation pada hipertrofi konka mampu mereduksi

Hubungan OSA dan CVD CVD

merupakan

salah

satu

obstruksi jalan napas atas. Penggantian

penyebab kematian tertinggi di berbagai

palatum dengan implan dapat dilakukan

negara. Penelitian mengenai hubungan

pada OSA sedang dan berat. Teknik ini

OSA dengan CVD termasuk hipertensi,

dapat menurunkan AHI <10 sampai

gagal jantung, infark miokard dan stroke

63%.3,4

sudah mulai banyak dilakukan. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa OSA

Penyakit kardiovaskuler Penyakit

merupakan salah satu faktor yang secara

kardiovaskuler

atau

cardiovascular disease (CVD) adalah istilah yang digunakan untuk gangguan fungsi pada jantung dan pembuluh darah. Terdapat

tiga

bentuk

penyakit

kardiovaskuler, yaitu penyakit jantung

independen dapat memicu gangguan pada sistem kardiovaskuler. Dilaporkan bahwa terapi CPAP yang merupakan terapi OSA, dinyatakan dapat menurunkan insiden kematian dan morbiditas dari penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.16,18-21

koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer. Banyak faktor predisposisi dan faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya CVD, seperti umur, obesitas, jenis kelamin, ras, pola 18

OSA dan hipertensi Sebuah

penelitian

melaporkan

bahwa pasien dengan OSA memiliki ratarata tekanan darah lebih tinggi dibanding

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

dengan kelompok kontrol. Ada beberapa

besar untuk menjadi hipertensi dalam

mekanisme pada OSA yang memberikan

empat tahun ke depan.18-21

kontribusi terhadap peningkatan tekanan

Penggunaan terapi CPAP pada

darah. Pada saat terjadinya fase apnea,

pasien OSA dilaporkan dapat menurunkan

tidak ada aliran udara ke paru, kadar

aktivitas refleks 10 saraf simpatik dan

oksigen darah akan turun dan kadar CO2

tekanan darah malam hari. Penelitian lain

darah naik. Pada awal periode ini, tekanan

melaporkan

darah akan turun untuk selanjutnya naik

pasien

secara signifikan sebagai akibat dari

menyimpulkan

mekanisme refleks simpatis dan usaha

mampu menurunkan tekanan darah pada

melawan keadaan obstruksi jalan napas.

pasien OSA terutama yang memiliki

Penderita OSA mengalami peningkatan

keluhan klinis, tetapi kurang efektif pada

aktivitas saraf simpatik sampai dua kali

pasien OSA yang memiliki gejala klinis

normal pada fase apneahipopnea. Repetisi

minimal atau yang nonsimtomatis. 2,16,18-21

dari hipoksemia dan arousal yang terjadi

OSA, gagal jantung kongestif dan penyakit koroner

secara terus-menerus pada OSA diduga menjadi kunci peningkatan tekanan darah.

Patofisiologi

dihubungkan kerusakan

OSA

OSA

dan bahwa

CPAP

pada

hipertensi, terapi

CPAP

Penderita gagal jantung kongesti juga

biasanya memiliki faktor sentral sleep

patogenesis

apnea atau obstructive sleep apnea.

dan

gangguan

Krieger dan Caples mengutip dari Sin,

vasodilatasi

pembuluh

menyatakan dari 450 penderita gagal

dengan endotel

kemampuan

penggunaan

darah.1,2,16,19,20

jantung kongesti (CHF), 32% memiliki

Penelitian Wisconsin Sleep Cohort

OSA. Menurut Chan seperti yang dikutip

Study mendapatkan hubungan independen

oleh Cramer et al.11 menyatakan 50%

antara OSA dan peningkatan tekanan

penderita gagal jantung diastolik memiliki

darah pada siang hari. Penelitian tersebut

nilai AHI yang abnormal. Beberapa

menyatakan bahwa orang dewasa dengan

penelitian mengindikasikan bahwa OSA

AHI >15 memiliki risiko tiga kali lebih

merupakan predisposisi gagal jantung

19

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

yang

mungkin

disebabkan

oleh

meningkatkan

September 2015

tekanan

darah

dan

mekanisme edema pada saluran napas

mencetuskan terjadinya berbagai bentuk

atas. Gaziano et al.

penyakit kardiovaskuler.22

Mansfield

mengutip dari

menyatakan

berdasarkan

penelitian yang dilakukan pada pasien dengan

gagal

jantung

dan

OSA,

menemukan bahwa penggunaan CPAP pada malam hari selama tiga bulan, secara signifikan berhasil meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri.1,2,18-21 Penelitian lain yang dilakukan Hanly dan kawan-kawan seperti yang dikutip

oleh

Krieger

dan

Caples,

Gambar 2. Ilustrasi skema hubungan OSA dengan penyakit Kardiovaskular.21

menyatakan pasien dengan OSA tanpa gejala

koroner

segmen

ST

mengalami pada

perubahan

Hipoksia

miokard.

selama kejadian gangguan pernapasan saat

diastolik

tidur malam hari.

hantaran

oksigen yang akan meyebabkan iskemia

echocardiography

1,2,18-21

menurunkan

Kombinasi

Hipoksia dan

juga

mengganggu

kontraksi

hipoksia

jantung.

dengan

usaha

Pelepasan vasoaktif dan kerusakan

inspirasi dan retensi CO2 memicu fase

fungsi endotelial yang disebabkan oleh

arousal OSA yang akan menstimulasi

OSA mengakibatkan terjadinya proses

aktifitas simpatik. Jika hal ini berlangsung

arteriosklerosis pada pembuluh darah

terus

besar

kardiomiopati hipertrofik, hipertensi dan

termasuk pembuluh darah koroner. Hal ini

gagal jantung. Hal ini dibuktikan dengan

diduga

hubungan

hasil penelitian yang menyatakan pasien

antara OSA dan penyakit kardiovaskuler.

dengan gejala kardiomiopati hipertrofik

Arteriosklerosis secara independen diduga

dan OSA mengalami perbaikan setelah

menjadi

menjalani

20

dapat

faktor

menjelaskan

risiko

yang

dapat

menerus,

terapi

maka

OSA

akan

dengan

terjadi

baik.

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

Penelitian mendapatkan nilai abnormal

bulan pada pasien OSA dengan gagal

nokturnal oksimetri (71%) pada pasien

jantung, didapatkan penurunan aktivitas

dengan kardiomiopati hipertrofik yang

saraf simpatis pada otot jantung, tekanan

berkaitan dengan OSA. Penelitian lain

darah dan denyut jantung dibanding yang

juga melaporkan bahwa pasien dengan

tidak mendapat terapi. Penelitian RCT

kardiomiopati

hipertrofikmengalami

skala kecil menyatakan pasien yang

penurunan gejala dan obstruksi jalan

mendapat terapi CPAP setelah 1–3 bulan,

napas setelah OSA yang ada diterapi

menunjukkan peningkatan aliran dari

dengan CPAP.21-23

ventrikel kiri. Pemberian CPAP pada

Peningkatan

aktivitas

simpatis

pasien OSA juga dapat mengurangi stres

yang juga terjadi pada OSA dapat

oksidatif, meningkatkan

mengakibatkan

hemostasis

endotelial

kerusakan

endotelial.

seperti

gangguan

takikardi,

dan

oksida nitrat

mediator

CPAP

juga

vasodilatasi mengurangi

kardiovaskuler, disfungsi endotel, dan

frekuensi depresi ST dan angina selama

inflamsi sistemik. Pada penderita OSA,

tidur. Dari data yang ada, tanpa pemberian

gangguan hemostasis ini terus terjadi

obat-obatan,

pemakaian

walaupun pasien sedang terjaga dan

menurunkan

tekanan

belum

jantung, dan aktivitas saraf simpatis,

terdeteksi

sebagai

penderita

penyakit kardiovaskuler.24

sehingga

bisa

CPAP darah,

dapat denyut

menurunkan

angka

morbiditas dan mortalitas gagal jantung. Tatalaksana OSA kardiovaskuler Terapi memperbaiki

dan

yang aktivitas

penyakit

seperti bertujuan simpatis

akan

memberikan perbaikan pada penyakit kardiovaskuler. Somers et al.25 mengutip dari

hasil

penelitian

Usui,

yang

memberikan terapi CPAP selama satu 21

Selain CPAP dapat dilakukan terapi lain operasi

untuk

memperbaiki

struktur anatomi dan perbaikan pola hidup dengan tujuan memperbaiki IMT serta lingkar leher pasien.16,21-23 The

American

Anesthesiologist

Society

of

mempublikasikan

algoritma terbaru tentang tatalaksana peri-

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

operatif pasien dengan OSA, walaupun

penyakit

dengan data yang terbatas, konsensus ini

polisomnografi merupakan baku emas

telah mencatat beberapa hal penting yang

untuk menegakkan diagnosis OSA. Terapi

dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

OSA terbagi menjadi terapi bedah dan

persiapan pra-operasi pasien OSA dengan

non-bedah. Terapi CPAP, perubahan pola

penyakit kardiovaskuler. Protokol resmi

hidup dan penurunan berat badan efektif

harus dikembangkan oleh grup yang

untuk tatalaksana OSA pada penderita

terdiri dari multi disiplin ilmu kesehatan

kardiovaskuler. Terapi pembedahan dapat

(ahli THT, ahli anastesi, ahli penyakit

dipikirkan

dalam

mengatasi kelainan anatomi saluran napas

dan

ahli

jantung)

untuk

mengidentifikasi risiko penatalaksanaan pembedahan

OSA

dengan

kardiovaskuler.

sebagai

Pemeriksaan

pilihan

untuk

atas.

penyakit

kardiovaskuler. Tatalaksana pascaoperasi

DAFTAR PUSTAKA

termasuk observasi ketat (intensive care),

1. Arter JL, Chi DS, Girish M, Fitzgerald SM, Guha B, Krishnaswamy G. Obstructive sleep apnea, inflamation and cardiopulmonary disease. Frontiers in Bioscience 2004; 9:2892-900. 2. Caples SM, Gami AS, Somers VK. Obstructive sleep apnea, physiology in medicine: a series of articles linking with science. Ann Intern Med 2005; 142:187-97. 3. Welch KC, Goldberg AN. Sleep disorders. In: Lalwani AK, editor. Current diagnosis & treatment, otolaryngology head and neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-Hill Companies LANGE; 2008. p.535-47. 4. Walker RP. Snoring and obstructive sleep apnea. In: Bailey JB, Johnson JT, editors. Head & neck surgeryotolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincontt Williams & Wilkins; 2006. p.645-64.

posisi non-supinasi jika memungkinkan, dan harus dilakukan pemberian oksigen. Jika selama observasi terdapat periode apnea, maka dapat dipakaikan CPAP. Sebuah

penelitian

observasional

menyatakan

penggunaan

CPAP

perioperatif

menurunkan

risiko

komplikasi pascaoperatif.16 Dapat disimpulkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko bersama yang ada pada

OSA

kardiovaskuler, penelitian

dan dan

dinyatakan

juga

penyakit

dari

berbagai

bahwa

OSA

memiliki hubungan yang kuat dengan 22

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

5. Madani M. Snoring and obstructive sleep spnea. Arch of Iranian Med 2007; 10(2):215-26. 6. Antariksa B. Patogenesis, diagnostik dan skrining OSA (obstructive sleep apnea). Available from: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10 /OSA%20. Accessed January, 3,2014. 7. Doghramji PP, Lieberman JA, Gordon ML. Stay awake! understanding, diagnosing and successfully managing narcolepsy. JFP 2007; 56(11):17-32. 8. Patil SP, Scheneider H, Schwartz AR, Smith PL. Adult obstructive sleep apnea: pathophysiology and diagnosis. Chest Journal 2007; 132:325-37. 9. Friedman M. Friedman tongue position and the staging of obstructive sleep apnea/ hypopnea syndrome. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non surgical therapy. China: Elsevier; 2009. p.1056. 10. Schwab RJ, Gefter WB. Anatomical factors insights from imaging studies. In: Pack AI, editor. Sleep apnea pathogenesis, diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2002. p.22-4. 11. Cramer MA, Mahowald MW. Practical considerations and clinical caveats in polysomnographic interpretation in sleeprelated breathing disorder. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non surgical therapy. China: Elsevier; 2009. p.33-41. 12. Probst R, Grevers G, Iro H. Peripheral obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). In: Probst R, Grevers G, Iro H, editors. Basic otorhino23

September 2015

laryngology, a step-by-step learning guide. New York: Thieme; 2006. p.120-3. 13. Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V. Cardiovascular Disease. In: Gaziano T, Reddy KS, Paccaud F, Horton S, Chaturvedi V, editors. Cardiovascular disease. New York: Oxford University Press; 2006. p.845-62. 14. Goldberg AN. Obstructive sleep apnea: decision making and treatment algorithm. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non surgical therapy. China: Elsevier; 2009. p.45-50. 15. Kushner RF. Obesity management. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non surgical therapy. China: Elsevier; 2009. p.519. 16. Krieger S, Caples SM. Obstructive sleep apnea and cardiovasular disease: Implications for clinical practice. Cleveland Clin J Med 2007; 74(12):853-6. 17. Sesso DM, Riley RW, Powell NB. Rational and indication for surgical treatment. In: Friedman M, editor. Sleep apnea and snoring, surgical and non surgical therapy. China: Elsevier; 2009. p.80-4. 18. Collop N. The effect of obstructive sleep apnea on chronic medical disorders. Cleveland Clin J Med 2007; 74(1):72-8. 19. Pascualy RA. Obstructive sleep apnea exacerbates heart failure-continuous positive airway presure may reverse cardiomyophaty. US Neurological Disease 2006:23-4.

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No.3

September 2015

20. Kraiczi H, Peker Y, Caidahl K, Samuelsson A, Hedner J. Blood pressure, cardiac structure and severity of obstructive sleep apnea in a sleep clinic population. J Hypertension 2001; 19:2071-8. 21. Lattimore JDL, Celermajer DS, Wilcox I. Obstructive sleep apnea and cardiovascular disease. JACC 2003; 41(9):1429-37. 22. Quan SF. Sleep disturbances and their relationship to cardiovascular disease. Am J Lifestyle Med 2009; 1(3):55-9. 23. Eleid MF, Konecny T, Orban M, Sengupta PP, Somers VK, Parish JM, et al. High prevalence of abnormal nocturnal oximetry in patients with hypertrophic cardiomyopathy. JACC 2009; 54(19):1805-9. 24. Bradley TD. Obstructive sleep apnea and heart failure: Pathophysiologic and therapeutic implications. Cardiology Rounds 2004; 8(3). 25. Somers VK, Gami AS, Olson LJ. Treating sleep apnea in heart failure patients. JACC 2005; 45(12):2012-4.

24

Mariani Rasjid HS & M. Yogiarto, Obstructive Sleep Apnea (OSA)