PEMANFAATAN FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR (KITE) UNTUK MENINGKATKAN EKSPOR DALAM NEGERI (STUDI PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA CUKAI JATIM I, SIDOARJO) Gilang Gumilar Imam Suyadi Rosalita Rachma Agusti PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRACT Government effort to raise export activity in state depends on society role in joining to push in state export. Government policy become deciding factor of in state market expansion, the nature of policy that is taken becoming a special attention to industrialist in the country in order to decide which policy that they will take in import and export activity. This research aims to know the process in usage of ease to import for export destination in Kanwil DJBC Jatim I sidoarjo and the raise of finished goods in Jawa Timur. This research use a descriptive research with qualitative methods. The focuses on this research are the process of the facility, the raise number of industry who use this facility, control and usage of KITE facility, and the growth in export before and after KITE facility (PMK 176 & PMK 177). Research result shows that are some obstacle in use of KITE facility. Such as, some of the companies who has already use KITE facility has to been revoked form the facility because they are not able to qualify the terms in PMK 176 & PMK 177. Keywords: Export Raise, Government Policy, KITE Facility ABSTRAK Upaya pemerintah dalam meningkatkan kegiatan ekspor dalam negeri bergantung terhadap peran masyarakat dalam ikut andil untuk mendorong ekspor dalam negeri. Sifat kebijakan yang diambil menjadi perhatian khusus bagi para pengusaha dalam negeri menentukan kebijakan perusahaanya dibidang ekspor dan impor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemanfaatan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) di Kanwil DJBC Jatim I Sidoarjo dan peningkatan ekspor barang jadi di Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Fokus penelitian ini ialah proses pemanfaatan fasilitas KITE, peningkatan jumlah perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE, pengawasan dan pemanfaatan fasilitas KITE dan perbandingan ekspor sebelum dan sesudah fasilitas KITE (PMK 176 & PMK 177). Hasil penelitian menunjukan terdapat beberapa kendala dalam pemanfaatan fasilitas KITE. Diantaranya, ialah beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan fasilitas KITE sebelumnya harus dicabut karena tidak dapat memenuhi persyaratan dalam PMK 176 & PMK 177. Kata Kunci : Peningkatan Ekspor, Kebijakan Pemerintah, Fasilitas KITE, PMK 176 & PMK 177
PENDAHULUAN Perdagangan internasional telah menjadi
Pengambilan kebijakan oleh pemerintah
isu hangat di ranah politik domestik dan
guna meningkatkan kegiatan ekspor diharapkan
internasional
dapat melihat kondisi perekonomian dalam
akhir-akhir
ini,
munculnya
organisasi perdagangan Internasional seperti
negeri dan mengambil kebijakan yang berpihak
World Trade Organization (WTO) mulai memicu
kepada pengusaha yang ada di Indonesia,
kesadaran
berkembang
fokusnya ialah dalam lingkungan perindustrian
khususnya di kawasan Asia Tenggara dalam hal
yang melaksanakan kegiatan ekspor barangnya
pentingnya
ke luar negeri, di sisi lain dampak kebijakan
beberapa
negara
perdagangan
internasional.
Ascocciation of South East Asia Nation (ASEAN)
ekspor
telah mencanangkan organisasi serupa yaitu
pertumbuhan
Asean Free Trade Area (AFTA) yang disepakati
penurunan pendapatan distribusi lokal dan
pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura.
menambah parah stabilitas ekonomi. Kegiatan
AFTA ialah bentuk kerjasama perdagangan dan
ekspor dan impor menjadi perhatian khusus
ekonomi di wilayah ASEAN dimana tidak ada
bagi negara-negara yang ikut andil dalam
hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi
perdagangan internasional, oleh karena itu
negara-negara ASEAN (Antara, 2007).
kegiatan ekspor dan impor wajib diberikan
dan
impor
dapat
ekonomi,
tapi
meningkatkan menyebabkan
fasilitas oleh negara, khususnya kegiatan ekspor
Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
1
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Fasilitas yang diberikan oleh
TINJAUAN TEORI
negara
Perdagangan Internasional
dimaksudkan
untuk
memberikan
kemudahan pengusaha dalam negeri dalam produksinya tingkat
sehingga
mampu
mendorong
perekonomian
negara,
khususnya
dibidang ekspor.
Perdagangan Internasional membutuhkan sumber pembiayaan yang sangat penting yaitu cadangan
devisa.
Kegiatan
perdagangan
internasional yang memberikan rangsangan guna membutuhkan permintaan dalam negeri
DJBC memiliki peran penting dalam
yang
menyebabkan
tumbuhnya
industri-
perekonomian nasional, peran DJBC dapat
industri pabrik-pabrik besar, bersamaan dengan
diwujudkan melalui banyak hal diantaranya
struktur politik yang stabil dan lembaga sosial
ialah
yang
memberikan
insentif
fiskal
untuk
fleksibel.
Mc
Griffin
dalam
meningkatkan pertumbuhan dan melindungi
(2012:163)
investasi dalam negeri (Al Bram; 2013;532)
internasional yakni “Perdagangan di antara
peran
penduduk dua negara. Penduduk itu mungkin
ini
dimaksudkan
masyarakat
saja berupa individu, perusahaan, organisasi
fasilitas untuk memudahkan industri dalam
nirlaba, atau bentuk badan-badan yang lain.”
mengembangkan usahanya merupakan tugas
Perdagangan internasional berkaitan dengan
yang berat dan tanggung jawab yang cukup
hubungan dagang antara dua negara, namun
besar. Kementerian Keuangan telah menerbitkan
bukan hanya negara dengan negara, hubungan
peraturan Nomor : 176/PMK.04/2013 selanjutnya
ini lebih luas sampai ke masyarakat dan
disingkat PMK 176 yang merupakan perubahan
organisasi yang terdiri di dalamnya.
PMK
dampak
melindungi
ekonomi
perdagangan
global,
dari
dari
agar
mendefinisikan
Halim
254/PMK.04/2011
tentang
:
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan
Ekspor dan Impor
Bahan untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang Pada
Barang
Lain
dengan
Untuk
produk buatan indonesia dapat bersaing di
Diekspor, sedangkan PMK 254/PMK.04/2011,
pasar luar negeri, Ekspor sendiri didefinisikan
selanjutnya
oleh
disingkat
Tujuan
Kegiatan ekspor telah menjadi penentu
dengan
PMK
254.
Winardi
(1977:139)
Peraturan ini sering disebut peraturan tentang
(termasuk
fasilitas KITE Pembebasan dan 177/PMK.04/2013
penduduk negara lain, ditambah dengan jasa-
selanjutnya disingkat PMK 177 yang merupakan
jasa yang diselenggarakan kepada penduduk
perubahan dari PMK 253/PMK.04/2011 tentang :
negara tersebut berupa pengangkutan dengan
Pengembalian Bea Masuk Atas Impor Barang
kapal, permodalan dan hal-hal lain yang
dan Bahan untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang
membantu ekspor tersebut.” Pengaruh ekspor
Pada
Untuk
berdampak terhadap perekonomian negara,
Diekspor, sedangkan PMK 253/PMK.04/2011,
meskipun hanya salah satu faktor, ekspor masih
selanjutnya
dapat diandalkan dalam pemasukan negara.
Barang
Lain
dengan
disingkat
Tujuan
dengan
PMK
253.
jasa-jasa)
yang
“Benda-benda dijual
kepada
Peraturan ini sering disebut peraturan tentang fasilitas KITE Pengembalian. berlaku sejak tanggal 6 Maret 2014.).
Kegiatan impor dilakukan oleh negara bila adanya kebutuhan yang diperlukan suatu negara terhadap negara lain. Ratnasari dalam
Peningkatan
signifikan
Benny (2013:1408) menjelaskan “Produk impor
setelah fasilitas ini dibuat, diberlakukan atau
merupakan barang-barang yang tidak dapat
diperbaharui,
dihasilkan atau negara yang sudah dapat
diharapkan
ekspor
dengan mampu
yang
adanya
fasilitas
memotivasi
ini
pengusaha
dihasilkan,
tetapi
tidak
dapat
mencukupi
dalam negeri untuk terus menambah devisa
kebutuhan rakyat.” Sebagaimana dikemukakan
negara mengingat kegiatan ekspor merupakan
oleh Winardi (1977:170) mendefiniskan impor
salah satu penentu kesiapan Indonesia dalam
“Benda-benda atau jasa-jasa yang dibeli dari
menghadapi era globalisasi dan pasar bebas
luar negeri.” Pada hakikatnya impor dilakukan
mendatang. Oleh Karena itu peneliti tertarik
dalam rangka pemenuhan kebutuhan suatu
untuk melakukan penelitian skripsi dengan
negara, namun seiring berkembangnya kegiatan
judul “Pemanfaatan Fasilitas Kemudahan Impor
perekonomian impor yang dilakukan menjadi
Tujuan Ekspor Untuk Meningkatkan Ekspor
lebih berkembang.
Dalam Negeri (Studi Pada Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal
Bea
Cukai
Jatim
I,
Sidoarjo)“.
Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
2
Fasilitas KITE
Atas realisasi ekspornya dimintakan restitusi
Pemberian tindakan
fasilitas
pajak
kebijaksanaan
merupakan
pemerintah
yang
(pengembalian Indonesia
bea
masuk).
sebagaimana
Kepabeanan
dijelaskan
Dimyati
mempunyai tujuan tertentu, maka oleh sebab itu
(2011:2) yakni : Prinsip kepabeanan Indonesia
pajak dinilai sebagai suatu alat yang ampuh
adalah semua barang yang dimasukkan ke
untuk mencapai tujuan tersebut. Sejak reformasi
dalam daerah pabean dianggap sebagai barang
pajak banyak fasilitas pajak yang dihapus
impor dan terutang bea masuk, Barang impor
berkaitan
ingin
merupakan objek pengenaan bea masuk, namun
meningkatkan penerimaan di bidang pajak
kewajiban pelunasan bea masuk terjadi jika
Soemitro (1988:30) mengemukakan “Walaupun
barang impor tersebut “diimpor untuk dipakai.
dalam era pajak baru tidak lagi terdapat
Dalam kasus KITE, barang tersebut tidak
fasilitas, tapi banyak juga kemudahan, yang
diimpor untuk dipakai melainkan diimpor
tidak selalu berbentuk keringanan pajak yang
untuk diekspor kembali. Barang impor yang
telah diberikan kepada dunia usaha.”
dimasukan ke Kawasan Berikat (KB) maupun
dengan
pemerintah
barang impor untuk keperluan perusahaan Fasilitas KITE merupakan fasilitas yang
KITE
setelah
dilakukan
proses
produksi,
diberikan pemerintah di bidang PPN, fasilitas
hasilnya diekspor. Oleh karena barang tersebut
KITE
diekspor kembali, maka bea masuk dan pajak
diberikan
dengan
produsen/pengusaha mengembangkan
dalam
usahanya
tujuan
agar
negeri
mampu
dan
sanggup
dalam rangka impornya tidak dipungut.
bersaing dengan perusahaan multinasional. Hal ini
dilakukan
pemerintah
kepabeanan
cara
Indonesia memberikan dua pilihan fasilitas,
mempermudah alur impor bahan baku masuk
pembebasan atau pengembalian bea masuk.
untuk produksi barang jadi yang kemudian di
Ketentuannya adalah atas barang/bahan baku
ekspor. Fasilitas KITE sebagaimana dimaksud
asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang
dijelaskan oleh Winarno (2014:5) ialah “Fasilitas
pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor,
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang
diberikan
berupa
atau
pengembalian bea masuk yang telah dibayar.
pengembalian bea masuk dan atau cukai serta
Dengan demikian ada dua cara pemberian
PPN dan PPnBM tidak dipungut diberikan
fasilitas, yaitu dengan pemberian pembebasan
untuk memacu ekspor terutama ekspor non
bea
migas.” Fasilitas ini artinya diberikan agar
restitusi/pengembalian
ekspor barang non migas dapat meningkat di
Pribadi (2012:21) menjelaskan 2 jenis fasilitas
Indonesia.
KITE sebagai berikut :
pemberian
dengan
Perundang-undangan
pembebasan
Selanjutnya
dan
Arba
(2011)
mengemukakan “Dengan fasilitas ini pada pengusaha
yang
melakukan
1.
pembebasan
masuk,
bea
dan
masuk
dengan bea
atau
pemberian
masuk.
Dalam
Fasilitas pembebasan : pembebasan bea
pengolahan
masuk dan/atau cukai atas impor barang
terhadap barang impornya dan ditujukan untuk
dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau
diekspor maka dapat mengajukan pembebasan
dipasang pada barang lain dengan tujuan
atau
untuk
pengembalian.”
Sutedi
(2012:3)
mengemukakan tentang fasilitas KITE yakni “Fasilitas yang diberikan kepada penggunan
diekspor
atau
diserahkan
ke
kawasan berikat. 2.
Fasilitas pengembalian: pengembalian bea
jasa kepabeanan adalah tidak dipungut bea
masuk dan/atau cukai yang telah dibayar
masuk, pembebasan bea masuk, pembebasan
atas impor barang dan/atau bahan untuk
atau keringanan bea masuk dan pengembalian
diolah, dirakit atau dipasang pada barang
bea masuk”. Dari pernyataan di atas dapat
lain yang telah diekspor atau diserahkan ke
dilihat fasilitas KITE merupakan fasilitas yang
kawasan berikat.
memberikan pembebasan dan pengembalian
Fasilitas
pembebasan
maupun
terhadap PPN yang dikenakan atas impor
pengembalian bea masuk dapat diberikan
terhadap bahan baku tertentu yang akan
kepada badan usaha yang telah memperoleh
digunakan untuk memproduksi barang jadi dan
NIPER
di ekspor.
pembebasan,
(Nomor atau
Induk
Perusahaan)
NIPER
pengembalian.
NIPER sebagaimana dimaksud merupakan Fasilitas KITE semula dikenal sebagai
nomor
identitas
yang
diberikan
kepada
“drawback system”. Barang/ bahan baku impor
perusahaan yang ingin menggunakan fasilitas
yang telah dibayar bea masuknya setelah
KITE. Dimyati (2011:5) menjelaskan untuk
menjadi barang diekspor ke luar daerah pabean.
memperoleh NIPER dimaksud badan usaha
Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
3
mengajukan permohonan kepada kepala kantor
Perbedaan PMK 176 & PMK 177 dengan PMK
wilayah atau kantor pelayanan utama bea dan
253 & PMK 254
cukai yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan.
PMK
176
&
PMK
177
sebagai
penyempurnaan terhadap peraturan fasilitas KITE sebelumnya (PMK 253 & PMK 254) tentu
METODE PENELITIAN
perubahan dilakukan untuk terus mendorong
Penelitian yang digunakan pada karya
ekspor dalam negeri sebagai tujuan utama KITE.
ilmiah ini ialah penelitian kualitatif. Paradigma
Beberapa
penelitian kualitatif dijelakan Lincoln & Guba
fasilitas KITE dilakukan pemerintah, yang
dalam Creswell (1994:4) “The qualitative paradigm
terakhir adalah pengaturan fasilitas KITE dalam
is termed the contructivist approach or naturalistic.”.
PMK 176 dan 177/PMK.04/2013. PMK terkini
Fokus
tersebut
dalam
penelitian
ini
ialah
proses
kali
penyempurnaan
memberikan
pengaturan
relaksasi
di
bidang
pemanfaatan fasilitas KITE, peningkatan jumlah
finansial dan non finansial bagi perusahaan
perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE,
pemanfaat fasilitas KITE. Relaksasi di bidang
pengawasan dan pemanfaatan fasilitas KITE
fiskal berupa pembebasan Bea Masuk dan
dan perbandingan ekspor sebelum dan sesudah
PPN/PPNBM
fasilitas KITE (PMK 176 & PMK 177). Sumber
relaksasi di bidang non fiskal berupa simplikasi
data dalam penelitian ini ialah sumber data
persyaratan dan prosedur perizinan, fairness
primer yang diperoleh dari wawancara dengan
(fasilitas didasarkan pada Sistem Pengendalian
pegawai bea cukai yang menangani fasilitas
Internal
KITE dan hasil observasi di lapangan oleh
kebijakan
peneliti dan data sekunder yang berasal dari
(KB)/Gudang
PMK, UU dan berita serta artikel di internet.
(penggunaan dokumen softcopy), dan fasilitas
Teknik
menggunakan
nonfiskal lainnya berupa diaturnya penggunaan
wawancara, dokumentasi dan observasi non
corporate guarantee, dan subkontrak. Relaksasi
partisipan. Dalam penelitian ini, metode analisis
tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat
yang
deskriptif
industri dalam negeri terhadap pemanfaatan
dengan pendekatan kualitatif yang meliputi
fasilitas KITE. Tentunya perubahan signifikan
analisa-analisa berdasarkan obyek penelitian
yang terjadi antara PMK yang lama dengan
yang
yang baru, perubahan ini akan dianalisis apakah
pengumpulan
digunakan
telah
data
adalah
disusun
metode
sebelumnya
sehingga
tidak
dan
IT
dipungut.
Inventory),
dengan
harmonisasi
Kawasan
Berikat
mempengaruhi
berlandaskan
pengguna fasilitas KITE itu sendiri.
(2013:274)
yang
pernyataan
Creswell
mengungkapkan
Berikat
(GB),
penelitian ini dapat lebih terarah. Peneliti pada
Sedangkan
peningkatan
otomasi
ekspor
bagi
bahwa
“Analisis data merupakan proses berkelanjutan
Dampak Pemberian Fasilitas KITE PMK 176 &
yang
PMK 177
membutuhkan
terhadap
data,
refleksi
terus-menerus
mengajukan
pertanyaan-
PMK
176
&
PMK
177
merupakan
pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat
penyempurnaan terhadap PMK sebelumnya
sepanjang penelitian.” Analisa data kualitatif
(PMK 253 & PMK 254), pada PMK terbaru yang
bisa saja melibatkan proses pengumpulan data,
ditangguhkan bukan hanya bea masuk tapi juga
interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak
PPN dan PPnBM. Dampak keuangan yang
dan bersama-sama.
timbul terhadap diberikannya fasilitas KITE PMK 176 & PMK 177 kepada perusahaan di
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses merupakan
pemanfaatan proses
yang
Indonesia, Jawa Timur khususnya memberikan fasilitas
panjang,
KITE
dampak
yang
cukup
besar
terkait
tidak
adapun
dipungutnya PDRI dan pajak terhadap industri
prosesnya sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
yang ada di Jawa Timur. Pemanfaatan KITE
pada perolehan NIPER dan melakukan impor
pada
bahan baku dan ekspor barang jadi. Pengaturan
peningkatan ekspor dalam negeri sebagaimana
Fasilitas KITE merupakan salah satu kebijakan
dimaksud pemerintah, namun disamping itu
ekonomi pemerintah yang bertujuan untuk
perusahaan pengguna KITE terlebih dahulu
meningkatkan
ekspor.
penyempurnaan
pengaturan
umumnya
dilihat
berdasarkan
Beberapa
kali
harus melakukan impor bahan baku dalam
fasilitas
KITE
rangka ekspor barang jadi, dimana perusahaan
dilakukan pemerintah, yang terakhir adalah
memproses bahan baku tersebut untuk diolah
pengaturan fasilitas KITE dalam PMK 176 dan
menjadi barang jadi.
177/PMK.04/2013
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kanwil
DJBC
Jatim
I
menunjukan
Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
4
ketidakstabilan volume impor pada fasilitas
pengadaan IT Inventory itu memakan biaya yang
KITE selama tahun 2012 - 2014. Pada tahun 2012
besar.
sebanyak 167 perusahaan yang melakukan impor bahan baku, dengan volume impor sejumlah
738.014.195.659
AFTA (ASEAN Free Trade Area)
mengalami
Kemudahan yang dihadirkan dalam COO
penurunan drastis pada tahun 2013 sebanyak 57
membuat fasilitas KITE kurang diminati oleh
perusahaan yang melakukan impor bahan baku,
pelaku industri dalam negeri yang sering
dengan volume impor sejumlah 144.128.190.045,
melakukan aktivitas impor dan ekspor di
kemudian merangkak naik lagi pada tahun 2014
kawasan
yang
menawarkan
diikuti
dengan
dan
2.
menurunnya
jumlah
ASEAN,
dimana
AFTA
kemudahan
ini
yang
lebih
AFTA
yang
perusahan yang melakukan impor sebanyak 39
menguntungkan
perusahaan, dengan volume impor sejumlah
dicanangkan negara-negara di kawasan asia
501.284.455.400. Ketidakstabilan impor yang
tenggara yang menyediakan fasilitas tidak ada
ditunjukan dapat mempengaruhi ekspor yang
hambatan tarif dan non tarif bagi negara-negara
dihasilkan, artinya fasilitas KITE PMK 176 &
yang
PMK 177 belum menunjukan maksud utamanya
Indonesia merupakan anggota di dalamnya
dalam meningkatkan ekspor, sehingga jarang
merupakan salah satu penyebab menurunnya
ada yang melakukan kegiatan importasi untuk
pengguna
kebutuhan pemenuhan bahan baku produksi.
berdampak langsung terhadap peningkatan
Kendala dalam Fasilitas KITE PMK 176 & PMK 177 Hasil penelitian yang dilakukan di Kanwil DJBC Jatim I, peneliti menganalisa penyebab dari belum efektifnya peraturan fasilitas KITE PMK 176 & PMK 177, peneliti menemukan beberapa penyebab peraturan KITE terbaru ini (PMK 176 & PMK 177) kurang berjalan efektif meskipun, pajak kini dimasukan dalam
penangguhan
impor
dan
beberapa
kelebihan pelayanan lain, diantaranya ialah : 1.
perusahaan.
tergabung
dalam
fasilitas
ASEAN,
KITE,
dimana
meskipun
tidak
ekspor negara tersebut namun cukup membuat fasilitas KITE kurang diminati oleh industri dalam negeri, terutama bagi industri yang mengimpor bahan baku dari kawasan ASEAN. Selain itu, administrasi yang dihadirkan dan persyaratan yang diberikan oleh fasilitas KITE masih rumit dan sulit dipenuhi oleh beberapa perusahaan industri dalam negeri. Ekspor Terhadap Pengguna Fasilitas KITE Data yang disajikan dalam penyajian data dimana
peneliti
memilih
7
perusahaan
pengguna fasilitas KITE yang masih memiliki
IT Inventory Penerapan
IT
Inventory
sendiri
baru
NIPER sebagai contoh untuk melihat kinerja
berlaku pada PMK 176 & PMK 177 dari
ekspor
persyaratan yang diberikan untuk menerbitkan
pengguna KITE. Analisis terhadap 7 perusahaan
NIPER yang diutamakan ialah IT Inventory-nya.
yang merupakan pengguna fasilitas KITE yang
Hal ini peneliti anggap wajar sebab sebagai
masih memiliki NIPER di wilayah Kanwil DJBC
pelaksana
cukai
Jatim I Sidoarjo, hasil yang didapat ialah
mempunyai akses mudah dan terkomputerisasi
sebanyak 4 perusahaan yang diantaranya ialah :
untuk
PT
fungsi
pengawasan
mengawasi
bea
perusahaan
pengguna
masing-masing
Indospring
Tbk,
perusahaan
PT
sebagai
Kedawung
Setia
fasilitas dalam memanfaatkan fasilitas KITE, bea
Industrial Tbk, PT Sekar Katokichi (Sekar Bumi)
cukai
dan
mengontrol
perusahaan
melalui
IT
Yanaprima
Hastapersada
menunjukan
Inventory-nya. IT Inventory sendiri sebenarnya
peningkatan penjualan bersih ekspor yang
memberikan dampak positif bagi perusahaan,
signifikan dimana analisis ini dilakukan dalam
dimana perusahaan bukan hanya bea cukai
rentang waktu 3 tahun (2012 – 2014) sebelum
dapat mengontrol arus barang yang keluar
berlakunya PMK 176 & PMK 177 dan sesudah
masuk,
dapat
berlakunya PMK 176 & PMK 177. Kemudian,
dan
terdapat 3 perusahan sisanya yang kurang stabil
tersebut.
dalam penjualan bersih ekspornya yaitu, PT
Namun, dalam penerapan PMK 176 & 177
Almi Indonesia Ekspor, PT Suparma Tbk dan PT
beberapa perusahaan belum bisa menerapkan IT
Trias Sentosa Tbk namun ketiga perusahaan ini
Inventory disebabkan pengadaan IT Inventory
menunjukan
yang mahal, dengan diterapkannya IT Inventory
pada tahun 2014, tahun setelah diberlakukannya
pada SKEP baru banyak perusahan yang merasa
fasilitas KITE PMK 176 & PMK 177 , hal ini
keberatan,
dapat disebabkan oleh fasilitas KITE dan
selain
meminimalisir penyalahgunaan
lebih
praktis
terjadinya oleh
beliau
juga
kesalahan
karyawan
menambahkan
bahwa
antusiasme
peningkatan
perusahaan
penjualan
pengguna
Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
ekspor
fasilitas
5
karena, fasilitas yang didapatkan bukan hanya
pada tahun 2014. Hal ini menunjukan positifnya
ditangguhkannya
fasilitas
bea
masuk
namun
juga
KITE
dan
berpengaruh
terhadap
penangguhan pajak impor. Selain daripada hal
peningkatan ekspor, semenjak PMK sebelumnya
itu kemudahan yang ditawarkan dalam fasilitas
kemudahan yang kemudian ditawarkan pada
KITE
PMK terbaru memberikan kontribusi ekspor
pun
kini
mulai
beragam,
dengan
diakuinya perusahaan yang berstatus baik dapat
yang besar untuk industri dalam negeri.
menjaminkan corporate guarantee dalam jaminan impornya dalam rangka memanfaatkan fasilitas
Saran
lain, selain itu sinergi dari fasilitas KITE sendiri
Peneliti melihat peraturan fasilitas KITE
dengan fasilitas kepabeanan ataupun fasilitas
PMK 176 & PMK 177 lebih berdampak kepada
perpajakan
dalam
industri besar, namun, baik industri kecil,
pengawasannya dan modernisasi fasilitas dalam
sedang dan menengah agaknya perlu diberikan
penggunaannya
meminimalisir
fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor yang
terjadinya kesalahan, baik dari pihak penerima
selama ini dinikmati oleh hanya segelintir
(industri) maupun dari pihak pemberi fasilitas
perusahaan
(pemerintah),
NIPER. Quo Vadis bagi Fasilitas KITE adalah
lainnya,
kemudahan
sehingga
hal
ini
diharapkan
dapat
merangsang ekspor dalam negeri.
yang
bagaimana
memenuhi
Fasilitas
mengembangkan
ini
Industri
persyaratan juga
dapat
dalam
negeri
KESIMPULAN DAN SARAN
khususnya
Kesimpulan
menengah. Agaknya pengadaan IT Inventory
industri
kecil,
sedang
dan
Pembaharuan peraturan KITE mengenai
perlu dikaji ulang atau diberikan kemudahan
IT Inventory sendiri terdapat beberapa kendala
untuk pengadaannya hanya terkait dengan
yang
penggunaan
dialami
oleh
perusahaan
pengguna
fasilitas
KITE
saja
sehingga
fasilitas KITE diantaranya, ialah : mahalnya
industri dalam negeri juga dapat menikmati
pengadaan sistem aplikasi IT Inventory serta
fasilitas ini. Selain itu, kemudahan fasilitas yang
sumber daya manusia yang belum mampu
diberikan
menggunakan sistem aplikasi tersebut, hal ini
pembebasan pajak terhadap suatu alur produksi
menyebabkan berkurangnya pengguna fasilitas
sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan
KITE. Selain pengadaan IT Inventory hal lain
perusahaan,
yang menyebabkan berkurangnya pengguna
tersebut diberikan pembebesan pungutan dalam
fasilitas KITE ialah Certificate of Original (COO)
rangka impor. Pengawasan yang diberikan juga
dan berlakunya AFTA di kawasan ASEAN,
baiknya diperketat sebab, fasilitas ini dibuat
sehingga bagi perusahaan yang mengimpor
dengan karakteristik khusus dimana diwajibkan
bahan baku dari kawasan Asean lebih memilih
impor juga diwajibkan ekspor, pengawasan
menggunakan fasilitas tersebut, selain karena
yang
mudah
diperlukan
penyalahgunaan fasilitas yang diberikan dan
pertanggungjawaban kepada pemberi fasilitas
fasilitas KITE benar-benar digunakan untuk
dalam hal ini pemerintah.
meningkatkan ekspor dalam negeri sehingga
juga
tidak
haruslah
tepat
terutama
ketat
diperlukan
sasaran
ketika
agar
karena
perusahaan
tidak
terjadi
dapat memajukan perekonomian bangsa dan Peningkatan ekspor sebelum dan sesudah
merangsang berkembangnya industri dalam
adanya fasilitas KITE telah terlihat hasilnya
negeri,
dalam 7 perusahaan pengguna fasilitas KITE
pasarnya ke luar negeri. Untuk penelitian
sebagai contoh, yang diteliti annual reportnya
selanjutnya, peneliti berharap agar penelitian
untuk
selanjutnya dapat mengkaji ulang penggunaan
melihat
jumlah
penjualan
ekspor
terutama
IT
yang
Inventory
ingin
melebarkan
perusahaan tersebut dalam kurun waktu 3
sistem
tahun yakni sejak tahun 2012, dimana fasilitas
fasilitas
KITE masih berlaku PMK 253 & PMK 254 lalu
pemanfaatan fasilitas KITE bagi industri mikro.
ini,
serta
terhadap melihat
pemanfaatan kemungkinan
2013 sebagai waktu diterbitkannya fasilitas KITE fasilitas KITE PMK 176 & PMK 177, yang
DAFTAR PUSTAKA Al Bram, H. Djafar. 2013. Fasilitas Kepabeanan
apabila suatu perusahaan memanfaatkan PMK
(Pajak Tidak Langsung, Bea Masuk) Guna
terbaru maka, produksinya dapat dilihat pada
Menunjang Industri dan Investasi. Jurnal
tahun 2014 yang memanfaatkan KITE pada saat
Hukum Bisnis Vol. 32 No.6.
dan tahun 2014 dimana tahun telah berlakunya
importasi pada tahun sebelumnya 2013. Dan sebanyak menunjukan
7
perusahaan peningkatan
yang penjualan
diteliti ekspor
Antara. 2007. “Infrastruktur dan SDM Indonesia Belum
Siap
Hadapi
AFTA”.
http://www.antara.co.id/arc/2007/4/4/infra Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
6
struktur-dan-sdm-indonesia-belum-siap-
Impor Barang dan Bahan untuk Diolah,
hadapi-afta/ Diakses pada 24 Desember
Dirakit, atau Dipasang Pada Barang
2014
Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor.
Arba, Yan Muhtadi. 2011. “Fasilitas Kemudahan Impor
(KITE)”.
Pemberian Fasilitas KITE (Kemudahan Impor
http://unconditionalblog.blogspot.com/2
Tujuan Ekspor) Terhadap Kinerja Keuangan
011/08/fasilitas-kemudahanimpor-
Perusahaan (Studi dari PT. XYZ). Tesis.
tujuan-ekspor.html. Diakses pada 13
Program
Maret 2015
Indonesia Jakarta.
Benny,
Tujuan
Jimmy.
Ekspor
Pribadi, Januar Dona. 2012. Analisa Dampak
2013.
Ekspor
dan
Impor
Pengaruhnya Terhadap Posisi Cadangan
Soemitro,
Pascasarjana,
Rochmat.
(1988).
Universitas
Pajak
dan
Pembangunan. Bandung: PT. ERESCO
Devisa di Indonesia. Jurnal EMBA, Vol. 1 No. 4 Desember 2013
Sutedi, Adrian. (2012). Aspek Hukum Kepabeanan. Jakarta: Sinar Grafika
Cresswell,
J.W.
(1994).
Research
Design:
Qualitative and Quantitative Approaches. London: SAGE Publication Inc. Creswell,
J.
W.
(2013).
Research
Design:
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Winardi. (1977). Kamus Ekonomi. Bandung: Penerbit Alumni Winarno, Jatmiko. 2014. Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. Jurnal Independen Volume 2
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dimyati, Ahmad. 2011. Fasilitas KB dan KITE: Alternatif Pemanfaatan Fasilitas Impor Bagi Industri Berorientasi Ekspor. Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai. Direktorat Jendral Bea dan Cukai Jakarta. Halim,
Abdul.
(2012).
Teori
Ekonomika.
Tangerang: Jelajah Nusa Peraturan
Menteri
Indonesia
Keuangan
Nomor
Republik
176/PMK.04/2013
tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor. Peraturan
Menteri
Indonesia
Keuangan
Nomor
Republik
177/PMK.04/2013
tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor. Peraturan
Menteri
Indonesia
Keuangan
Nomor
Republik
253/PMK.04/2011
tentang Pengembalian Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor. Peraturan
Menteri
Indonesia
Keuangan
Nomor
Republik
254/PMK.04/2011
tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Jurnal Perpajakan (JEJAK)| Vol. 6 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
7