PEMANFAATAN KULIT KOPI ARABIKA DARI PROSES PULPING

pembuatan bioetanol karena: kandungan gula reduksinya yang tinggi, tidak ... Hasil Analisis Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi Arabika Waktu Fermentasi...

62 downloads 611 Views 859KB Size
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

PEMANFAATAN KULIT KOPI ARABIKA DARI PROSES PULPING UNTUK PEMBUATAN BIOETANOL Raudah1*, Ernawati2 1,2

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Email: [email protected]

ABSTRAK Salah satu sumber gula yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol adalah limbah kulit kopi arabika. Limbah ini dipilih sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol karena: kandungan gula reduksinya yang tinggi, tidak berkompetisi untuk pemanfaatan bahan pangan, dan memiliki jumlah yang melimpah. Penelitian menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae dengan metode fermentasi untuk mendapatkan pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi yang efektif untuk memperoleh kadar bioetanol yang optimum. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan waktu fermentasi yaitu 62, 72, dan 82 jam serta penambahan ragi sebanyak 0, 5 g, 1 g dan 1, 5 g. Cairan hasil fermentasi kemudian di distilasi dan di uji kadar bioetanol menggunakan refraktometer. Selanjutnya konsentrasi bioetanol di analisa menggunakan khromatografi gas. Hasil penelitian menunjukkan pada waktu fermentasi 72 jam dengan jumlah ragi 1,5 g menghasilkan bioetanol sebanyak 62 % dengan konsentrasi mencapai 97, 72 (%v/v). Kata kunci: bioetanol, fermentasi, kopi, Saccharomyces cerevisiae, khromatografi gas. ABSTRACT Coffee peel waste is the sources of sugar required to produce bioethanol come from coffee Arabica crops. When coffee is processed, it will produce the form of coffees peel which is a source of organic material and has high levels of reduction sugar and not from a finite resource, so that can be harnessed to become bioethanol. The process of producing bioethanol from coffee peel waste is carried out by fermented into bioethanol using yeast Saccharomyces cerevisiae. This research studied the variables of fermentation time, and the concentrations of yeast Saccharomyces cerevisiae to obtain high concentration of bioethanol. Bioethanol was determined in 62, 72, and 82 hour of fermentation and yeast added at 0,5 g, 1 g, and1,5 g. The result shows that coffee peel can be used as an alternative to produce bioethanol. The best results being obtained at amount of 1,5 g of yeast Saccharomyces cerevisiae and fermentation time of 72 hours to produce bioethanol as much as 62% and having high concentration at 97,72 (% v/v). Key words:bioethanol, coffee, fermentation, gas chromatography, Saccharomyces cerevisiae.

12

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

Untuk mengubah bahan baku kulit kopi menjadi bioetanol, metode yang digunakan adalah metode fermentasi. Bantuan mikroba sangat berperan untuk mengubah gula yang terkandung dalam bahan baku. Dimana mikroba yang mampu untuk mengubah gula menjadi bioetanol salah satunya ialah jenis ragi Saccharomyces cerevisiae. Kemampuan ragi untuk mengkonversi sangat terbatas, apabila tidak dibantu dengan menyediakan energi bagi pertumbuhan ragi seperti penambahan urea dan NPK. Menurut Buckle dkk, (1987), mikroorganisme membutuhkan suplai makanan yang menjadi sumber energi dan menyediakan unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsur dasar tersebut adalah karbon, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Menurut data pengamatan yang telah dilakukan, setelah 24 jam proses fermentasi diperoleh hasil bahwa suhu awal sebelum fermentasi adalah 29oC dan setelah fermentasi adalah 31oC. Hal ini dikarenakan adanya proses metabolisme dari mikroba dimana pada proses ini mikroba mengeluarkan CO2 sehingga terjadi peningkatan suhu (Proses fermentasi pada biji kopi, 2011). Pemilihan mikroorganisme didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan khamir Saccharomyces cereviseae. Pemilihan tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam

PENDAHULUAN Limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan kulit kopi dengan biji kopi (proses pulping) dalam bentuk biomassa sangat melimpah jumlahnya, dan hanya di manfaatkan beberapa persen untuk makanan ternak dan kompos. Buah kopi terdiri dari epikarp yang disebut juga dengan kulit buah, merupakan bagian terluar dari buah kopi, mesokarp disebut juga dengan daging kulit merupakan bagian yang beragak manis dan mempunyai kandungan air yang cukup tinggi, endokarp atau kulit tanduk merupakan kulit kopi paling keras tersusun oleh selulosadan hemiselulosa, spermoderm disebut dengan kulit ari merupakan kulit yang paling tipis dan menempel pada kulit kopi dan endosperm atau keping biji, merupakan bagian buah kopi yang diambil manfaatkan untuk diolah menjadi kopi bubuk (Bressani dkk, 1972). Fermentasi yang biasa dilakukan pada pengolahan kopi arabika, bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang ada dipermukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu, fermentasi mampu mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi arabika (Proses fermentasi pada biji kopi, 2011). Lama fermentasi pada pengolahan biji kopi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu, dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan kopi di dalam goni. Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.

13

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Riswan S, 2009). Saccharomyces cereviseae mempunyai bentuk sel bundar dan berkembang biak secara vegetatif. dengan membentuk tunas dan membentuk spora aseksual. Ragi merupakan jasad renik sejenis jamur yang berkembang biak dengan sangat cepat dan menghasilkan fermentasi yang mampu mengubah pati dan gula menjadi karbondioksida dan alkohol (Ridwansyah, 2003). Ragi (khamir) untuk membuat roti dan minuman keras lebih murni populasinya dan ragi tersebut terutama terdiri atas Saccharomyces cerevisiae.

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu jenis khamir yang dapat menghasilkan biomassa yang sangat menguntungkan bagi industri untuk makanan dan minuman fermentasi. Bioetanol hasil fermentasi dapat dimurnikan lagi dengan proses distilasi pada suhu 80oC sesuai dengan kadar yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan jumlah ragi Saccharomyces cerevisiae dan waktu fermentasi yang tepat untuk memperoleh kadar bioetanol terbaik pada proses pembuatan bioetanol berbahan baku limbah kulit kopi dari hasil pengolahan kopi arabika.

METODE PENELITIAN

dengan cara menutup rapat wadah fermentor, dimana pada tutup dihubungkan selang yang berbentuk huruf U terbalik. Setelah fermentasi selesai sempel disaring dengan menggunakan kain kasa.

Bahan dan Alat Bahan yang dipakai adalah limbah kulit kopi hasil pengolahan basah kopi arabika yang diperoleh dari CV. Nutrisi Aceh, Takengon. Ragi Saccharomyces cerevisiae (Mauripan), NPK, Urea. Alat yang digunakan berupa seperangkat alat fermentasi, peralatan distilasi, refraktometer, pH meter dan alat khromatografi gas.

Proses Distilasi Limbah yang telah difermentasi kemudian didistilasi. Proses distilasi dilakukan pada suhu 78 0C. Distilat yang terbentuk diuji indeks bias dengan menggunakan refraktometer serta konsentrasi dengan menggunakan khromatografi gas.

Persiapan Bahan Baku Kulit kopi hasil penggilingan basah di kumpulkan dalam wadah plastik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu sumber energi terbarukan adalah bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung karbohidrat dan juga selulosa seperti singkong, tetes tebu, sorghum manis dan lain-lain. Oleh karena itu dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif lain dari sektor non pangan untuk pembuatan etanol.

Proses Fermentasi Kulit kopi sebanyak 0,5 kg dari proses pulping di blender dengan penambahan aquades 1:2. Masukkan semua bahan kedalam wadah fermentor. Tambahkan NPK 0,2 gram dan Urea 0,5 gram dengan menvariasikan ragi 0,5, 1, 1,5, gram untuk masing fermentor. Inkubasi

14

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

Salah satunya adalah limbah kulit kopi yang didapatkan dari proses pulping kopi. Dalam buah kopi terdapat berbagai zat kimia, diantaranya ialah gula (sakarin). Apabila buah kopi matang dicicipi maka akan terasa manis. Kandungan gula pada buah kopi banyak terdapat pada kulit dan lendir. Menurut Bressani dkk, (1972), mesokarp disebut juga dengan daging buah, merupakan bagian yang berasa agak manis dan mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Dan komposisi dari mesokarp sebesar 12, 14 %. Berat kering. Kondisi pH awal limbah kulit kopi yang telah di blender adalah sebesar 4,67. Hal ini sesuai dengan pernyataan Poedjiadi A (1994), temperatur pertumbuhan yang optimum untuk Saccharomyces cereviseae adalah 28 – 36 oC dan pH optimum pertumbuhan sel khamir 4,5-5,5. Menurut Ridwansyah (2003), bagian yang terpenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fermentasi. Ada yang berpendapat bahwa terjadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin di dalam buah kopi. Fermentasi biasanya dilakukan selama 30 – 70 jam tergantung pada suhu fermentasi, pH, dan konsentrasi Zymomonas Mobilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

gula. Keberhasilan fermentasi biasanya ditandai dengan adanya alkohol setelah 12 jam (Nur Khamdyah, 2010). Pada penelitian ini kulit kopi tidak mengalami hidrolisis terlebih dahulu sehingga keuntungan yang diperoleh adalah enzim-enzim yang banyak terdapat dalam limbah kopi segar tidak serta merta mati. Proses fermentasi dengan cara ini sangat membantu mempercepat waktu fermentasi. Kisaran waktu fermentasi hanya berlangsung dalam 72 jam, sedangkan fermentasi yang di dahului oleh proses hidrolisis ternyata mematikan seluruh bakteri maupun mikroorganisme pengurai yang terdapat dalam limbah cair kulit kopi yang sudah di haluskan. Sehingga apabila di bandingkan dengan penelitian yang di lakukan oleh Siswati, N. D, dkk (2011) yang melakukan hidrolisis diperoleh waktu fermentasi terbaik dalam 7 hari. Proses hidrolisis diharapkan akan mengubah selulosa menjadi glukosa sehingga jumlah gula menjadi lebih banyak yang akan di ubah lebih lanjut menjadi bioetanol oleh bakteri yang sengaja ditambahkan. Namun berakibat hanya bakteri tersebut yang berperan dalam mengubah glukosa menjadi bioetanol. Sehingga fase adaptasi, fase horizontal dan fase kematian berlangsung lambat. Perolehan konsentrasi bioetanol terhadap limbah kulit kopi memiliki hasil yang sama sekali berbeda dengan hasil dari penelitian ini. Siswati, N. D, dkk (2011) mendapatkan bahwa penggunaan zimomonas mobilis mampu meningkatkan yield bioetanol yaitu 51,02 % dengan kadar 38,68 %, dengan waktu fermentasi 7 hari. dengan Sacharomyces Cerevisieae yaitu: dapat tumbuh secara anaerob

15

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

fakultatif dan mempunyai toleransi suhu yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan pH yang rendah, mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya. Suhu optimum proses fermentasi dengan menggunakan Zymomomobilis adalah pada kisaran pH 4-7 (Gunasekaran, 1999). Dalam penelitian ini bantuan enzim-enzim jenis katalase dalam limbah kopi (Prose fermentasi pada biji kopi, 2012) ternyata amat membantu mempercepat proses fermentasi. Selain

karena gula reduksi dari limbah kulit kopi langsung dapat di konsumsi oleh ragi dan bukan merupakan gula yang berasal dari hidrolisis selulosa. Setelah proses fermentasi berlangsung, sampel didistilasi pada temperatur 78 0C. Waktu yang dibutuhkan untuk proses distilasi campuran etanol-air selama 3 jam. Bioetanol hasil distilasi diuji indeks biasnya dengan menggunakan refraktometer. Dari hasil analisa laboratorium diperoleh data rendemen serta konsentrasi alkohol seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi Arabika Waktu Fermentasi Jumlah Ragi (gr)

Konsentrasi Etanol (%)

Rendemen (% Yield)

0,5

35,3

0,79

1

37

0,77

1,5

43,7

0,82

0,5

48,7

1,02

1

53,7

1,06

1,5

62

1,26

0,5

33,7

0,75

1

27

0,79

1,5

40,3

0,86

(Jam)

62

72

82

16

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

70 Konsentrasi (%)

60 50 40 30 20 10 0 62

72

82

Waktu (Jam)

Gambar 1. Kurva Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Konsentrasi Bioetanol ( ) Ragi 0,5 g, ( ) ragi 1 g, ( ) ragi 1,5 g Proses fermentasi berlangsung antara 62 jam; 72 jam; dan 82 jam. Hasil percobaan pengaruh waktu fermentasi terhadap konsentrasi bioetanol ditunjukkan pada Gambar 1. Waktu yang optimum untuk proses fermentasi terdapat pada 72 jam. Oleh sebab itu, proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol sangat mungkin terjadi walaupun tidak melalui bantuan nutrisi seperti urea dan NPK bagi membantu pertumbuhan ragi Saccharomyces cerevisiae. Namun kadar bioetanol yang dihasilkan jumlahnya sangat sedikit. Sebagai contoh, pada penambahan ragi 0,5 gram, konsentrasi bioetanol yang dihasilkan pada hari pertama sebesar 35, 3 %. Pada hari pertama ragi masih dalam tahap adaptasi. Setelah berada dalam substrat selama 24 jam (1 hari), ragi mulai melakukan proses konversi gula menjadi bioetanol dan sebagian lagi menjadi CO2. Dalam hal ini jumlah ragi sangat mempengaruhi konsentrasi bioetanol yang di peroleh. Ragi

sejumlah 1,5 gram menghasilkan 0, 82 % yield, lebih tinggi dibanding dengan jumlah ragi 0,5 gram dan 1 gram yang hanya menghasilkan % yield sebesar 35,3% dan 37 %. Tanpa tambahan bantuan yeast (ragi) pun, fermentasi mampu mengubah kandungan gula yang ada dalam limbah cair kulit kopi. Akan tetapi fermentasi selama 24 jam itu, tidak akan berlangsung sempurna. Tidak sempurnanya fermentasi tanpa yeast, disebabkan oleh 2 hal yakni; pertama, di udara terbuka memang terdapat spora khamir Saccharomyces cerevisiae. Namun populasinya, pasti tidak sebanyak apabila secara khusus dicampurkan dalam hasil pulping buah kopi tersebut. Kedua, di udara terbuka juga terdapat bakteri Acetobacter aceti yang akan mengubah gula menjadi asam asetat. Dengan aktifnya bakteri Acetobacter aceti, maka ragi Saccharomyces cerevisiae akan terdesak dan tidak berkembang sehingga fermentasi tidak berjalan sempurna. Dengan bantuan yeast, justru bakteri Acetobacter aceti

17

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

yang terdesak, dan tidak berkembang. Sebab naiknya populasi salah satu khamir, akan menghambat pertumbuhan bakteri jenis lain (Proses fermentasi pada biji kopi, 2011). Fermentasi dengan bantuan yeast akan mempersingkat waktu. Penelitian yang dilakukan oleh Iswati, N.D dkk (2011) terhadap limbah kulit kopi memiliki hasil yang sama sekali berbeda dengan hasil dari penelitian ini. Penggunaan zimomonas mobilis mampu meningkatkan yield bioetanol yaitu 51,02 % dengan kadar 38,68 %, dengan waktu fermentasi 7 hari. Setelah 72 jam konsentrasi dan yield bioetanol naik menjadi 62 %, dan pada 82 jam konsentrasi bioetanol turun menjadi 40,3 %. Pada proses distilasi sederhana yield bioetanol yang mampu dipisahkan dari air hanya dalam kisaran 62%. bioetanol dan air dapat membentuk larutan azeotrop, sehingga sulit mendapatkan bioetanol murni yang memiliki konsentrasi hasil distilasi diatas 62%. Hal serupa seperti dinyatakan oleh Kosaric, dkk, (1993) serta Seader dan Kurtyka,(1984) dimana pada tekanan > 0,114 bar (11,5 kPa) etanol dan air dapat membentuk larutan azeotrop ( larutan yang mendidih seperti cairan murni:komposisi uap dan

cairan sama). Pada keadaan atmosferik (1 atm) campuran ini terdiri dari etanol 95,57% (massa) atau 97,3% (volume) atau 89,43% (mol), dan air 4,43% (massa) atau 2,7% (volume) atau 10,57% (mol). Pada kondisi ini larutan mendidih pada temperatur 78,15oC. Pada waktu 1 – 2 hari, ragi menjalani tahap pertumbuhan (fase log), hal ini terlihat dari kadar bioetanol yang dihasilkan semakin tinggi. Setelah melewati tahap pertumbuhan, ragi mulai berada pada tahap statis, ditunjukkan oleh kurva yang horizontal. Hal ini diakibatkan oleh suplai makanan yang memburuk. Kemudian pada 82 jam, ragi mulai menurunkan aktifitasnya serta mengalami fase kematian atau penurunan. Ragi tidak produktif lagi untuk menghasilkan sehingga kurva menunjukkan garis menurun. Penentuan Dosis Ragi Optimum Proses fermentasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah ragi. Jumlah ragi yang ditambahkan sesuai dengan asumsi bahwa 1 liter substrat membutuhkan lebih kurang 5-10 % ragi untuk merubah gula menjadi bioetanol. Dari Tabel 1. dapat dibuat kurva pengaruh massa ragi terhadap kadar bioetanol seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

18

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

70 Konsentrasi (%)

60 50 40 30 20 10 0 0.5

1

1.5

Jumlah Ragi (gram)

Gambar 2. Kurva Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap Konsentrasi Bioetanol Pada Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa penambahan ragi menyebabkan kadar bioetanol yang dihasilkan semakin tinggi. Sebagai contoh pada penambahan ragi sebesar 1,5 g dan lama fermentasi 72 jam, menghasilkan konsentrasi bioetanol sebesar 62 %. Limbah kulit kopi yang difermentasikan selama 72 jam dan dosis ragi 1,5 g memiliki kadar etanol tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak dapat diambil suatu anggapan semakin lama proses fermentasi dan semakin banyak dosis ragi yang diberikan maka kadar bioetanol akan semakin meningkat. Karena pada fermentasi 82 jam dan dosis ragi 1,5 g g, konsentrasi bioetanol yang dihasilkan lebih rendah dari pada fermentasi 72 hari dan dosis ragi 1,5 g, dimana kadar bioetanol yang dihasilkan sebesar 40,3 %.

19

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

Gambar 3. Analisis Kromatografi Gas Pada Produk Distilasi Bioetanol Hasil analisis melalui khromatografi gas diperoleh Retention Time (RT) pada 4,788 menit dan pada khromatogram bioetanol yang diperoleh sebesar 97, 72 %.

DAFTAR PUSTAKA Buckle, 1987. Ilmu Pangan. Jakarta. Universitas Indonesia. Bressani, R., ElIas, L.G., and Gómez Brenes, R.A. 1972. Improvement of protein quality by amino acid and protein supplementation. In Bigwood. E.J., ed., International Encyclopedia of Food and Nutrition. Protein and Amino Acid Functions. Vol. II, Chapter 10. Oxford, England, Pergamon Press. Gunasekaran, P. and Raj, K. C. 1999. EthanolFermentation Technology – Zymomonas mobilis.Current Science. Vol. 77, #1, 56-68 diambil dariGhani Arasyid dkk, (Online),

SIMPULAN Dari hasil analisis menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis merupakan suatu produk yang diharapkan, yaitu bioetanol. Bioetanol yang didapat dari hasil uji GC memiliki kadar bioetanol sebesar 97, 72% pada waktu fermentasi 72 jam. Hal ini juga berhubungan dengan jumlah pengurangan glukosa (reducing sugar) pada tiap waktu fermentasi.

20

Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, Juni 2012 ISSN 1693-248X

(http://digilib.its.ac.id/public/IT S-Undergraduate-2522-aper.pdf diakses 15 Mei 2011). http://lordbroken.wordpress.com/2011/ 03/04/proses-fermentasi-padabiji-kopi/. (Diakses 2 Januari 2012). Nur Khamdiyah. 2010. Pembuatan Etanol Dari Alga Merah Jenis Euseuma Spinosum Dengan Sakarifikasi dan Tanpa Sakarifikasi Pada Variasi Lama Fermentasi, Skripsi, Jurusan kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Poedjiadi A., 1994, “Dasar-dasar Biokimia”, Universitas Indonesia, Jakarta. Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Sumatra Utara. Kosaric, N., Z.,Duvnjak, A., Farkas, H., Sahm, S., Bringer-Meyer, O., Goebel dan D., Mayer, 1993. Ethanol dalam Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, edisi ke-5, Vol. A9., Verlag-Chemie, weinheim, Jerman, hal. 587-653. Seader, J.D., dan Z.M., Kurtyka, 1984. Distillation, dalam Perry’s Chemical Engineer’s HandBook Editor R.H., Perry, D.W., Green dan J.O., Malrney”,6th edition, Mc. Graw Hill Book Co. Singapore.Seksi 13. Siswati, N. D, Yatim, M. Hidayanto, R, 2011, Bioetanol dari Limbah Kulit Kopi dengan Fermentasi Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan

Nasional Timur.

21

“Veteran”

Jawa