PEMERIKSAAN DIATOM PADA KORBAN DIDUGA

Download Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. (Review). Wari...

0 downloads 461 Views 1MB Size
39

Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam (Review) Warih Wilianto Dept./Inst. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Abstrak Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersebut terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru Diatom (tumbuhan air) pada air yang terhirup ketika korban tenggelam masuk melalui alveoli dan pembuluh darah tersebar keseluruh tubuh. Adanya diatom pada jenasah yang diduga mati tenggelam menunjukkan bahwa korban masih sempat bernafas saat masih didalam air. Pemeriksaan diatome pada korban diduga tenggelam merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan Hasil pemeriksaan yang positif pada pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil yang negatif tidak memastikan bahwa korban tidak meninggal dikarenakan tenggelam Terdapat beberapa cara pemeriksaan diatom, dari yang paling sederhana menggunakan sediaan basah mikroskopis, hingga tingkat molekuler (DNA), tiap tiap jenis pemeriksaan memeiliki akurasi dan tingkat keberhasilan yang berbeda beda. Kata kunci: diatom, tenggelam

Pendahuluan Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersebut terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan. Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini, menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang hampir mustahil (Shepherd, 2009). Sedangkan pada data yang diperoleh dari RS. Dr. Soetomo Surabaya didapatkan 23 orang meninggal karena tenggelam mulai bulan Januari 2011 hingga September 2011. sedangkan pada 4 tahun terakhir didapatkan 93 kasus meninggal sejak Januari 2007 hingga Desember 2010. Pada pemeriksaan jenazah yang diduga tenggelam perlu juga diketahui kondisi korban meninggal sebelum atau sesudah masuk air, tempat jenasah ditemukan meninggal berada di air tawar atau asin, adanya ante mortem injury,

adanya sebab kematian wajar atau keracunan, dan terakhir yaitu sebab kematiannya. Dalam hal ini bantuan dokter pada peradilan untuk membuat terang suatu perkara jenasah yang diduga meninggal karena tenggelam memerlukan pemeriksaan luar dan dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain seperti percobaan getah paru, pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test), destruction test & analisa isi lambung, pemeriksaan histopatologi jaringan paru,dan penentuan berat jenis plasma. Diatom (tumbuhan air) pada air yang terhirup ketika korban tenggelam masuk melalui alveoli dan pembuluh darah tersebar keseluruh tubuh. Adanya diatom pada jenasah yang diduga mati tenggelam menunjukkan bahwa korban masih sempat bernafas saat masih didalam air. Sampai saat ini pemeriksaan diatom pada kasus tenggelam masih jarang digunakan meskipun pemeriksaan tersebut berguna untuk diagnosa kematian pada kasus tenggelam. Tulisan ini akan menjelaskan peran pemeriksaan diatom dalam pemeriksaan korban tenggelam. Definisi dan Morfologi Diatom Diatom kelompok besar dari alga plankton yang termasuk paling sering ditemui (Wikipedia, 2012). Diatom sendiri merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas Bacillariophyceae (Anugrah, 2008). Ia terdapat dimana saja, dari tepi pantai hingga ke tengah samudra. Diatom

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

40

biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga kebanyakan dari mereka melekat pada substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom biasanya karena tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang memberikan daya lekat pada benda atau substrat. Kadang ditemukan beberapa diatom yang walau sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak. Diatom akan sangat tergantung pada pola arus dan pergerakan massa air baik itu secara horizontal maupun vertical (Kasim, 2008). Diperkirakan di dunia ada sekitar 1400-1800 jenis diatom, tetapi tidak semua hidup sebagai plankton (Anugrah, 2008). Ada juga yang hidup sebagai bentos (didasar laut) atau yang kehidupan normalnya didasar laut tetapi oleh gerakan adukan air dapat membuatnya lepas dari dasar dan terbawa hanyut sebagai plankton (disebut sebagai tikoplankton) (Anugrah, 2008). Dari bentuknya, diatom itu sendiri dikenal dengan cell diatom melingkar (Centric diatom) dan cell diatom memanjang (pennate diatom) (Kasim, 2008). Diatom sentrik (centric) bercirikan bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau konsentrik dengan satu titik pusat. Selnya bisa berbentuk bulat, lonjong, silindris, dengan penampang bulat, segitiga atau segiempat. Sebaliknya diatom penat (pinnate) mempunyai simetri bilateral, yang bentuknya umumnya memanjang atau berbentuk sigmoid seperti huruf “S”. Sepanjang median sel diatom penat ada jalur tengah yang disebut rafe (raphe) (Anugrah, 2008). Struktur umum sel diatom dapat dijelaskan secara sederhana dengan model dari diatom sentrik. Sel dengan kerangka silikanya yang disebut frustul. Morfologi frustul terdiri dari dua valvula setangkup, bagaikan cawan petri (petri dish), atau bagaikan kotak obat (pill box). Valvula bagian atas disebut epiteka yang menutupi sebagian valvula bagian bawah yang disebut hipoteka. Bagian tumpang tindih yang melingkar pinggangnya disebut girdle. Seluruh permukaan valvula boleh dikatakan penuh dengan berbagai ornamentasi yang simetris dan indah dan pori-pori yang menghubungkan sitoplasma dalam sel dengan ligkungan diluarnya. Ciri ornamentasi pada valvula ini merupakan hal penting untuk identifikasi jenis. Di dalam frustul terdapat sitoplasma yang mengandung inti sel dan vakuola yang besar. Di dalam sitoplasma terdapat pula kromatofor yang umumnya berwarna kuningcoklat karena adanya pigmen karotenoid. Populasi diatom banyak ditentukan oleh

faktor suhu, salinitas dan arus. Sebagai contoh, Thalassiosira antartica sebarannya hanya pada perairan dingin di sekitar kutub selatan. Sebaliknya, Rhizosolemia robusta merupakan jenis yang terdapat di seluruh perairan tropis (circumtropical) yang telah beradaptasi dengan suhu hangat. Dalam kajian diatom di Laut Jawa,dijumpai sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis diatom sentrik, dan 36 jenis diatom penate. (Anugerah, 2008)

Gambar 1: Beberapa bagian penting pada sel diatom sentric (centric diatom) (A) dan pada diatom penat (pennate diatom) (B)

Gambar 2: Citra Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkaan diatom Cyclotella Steligera dengan ornamentasi berpola simetris radial

Pada kasus tenggelam di air tawar, keberadaan diatom di sumsum tulang dapat digunakan untuk mendiagnosis 30% dari kasus tenggelam di air tawar, hasil diagnose tersebut

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

41

sangat bergantung oleh dinamika populasi diatom yang dipengaruhi oleh musim, selain juga faktor ukuran dari diatom tersebut. Musim dingin adalah musim dengan frekuensi tertinggi tidak ditemukan diatom pada sampel, (Pollanen, 1997) Diatom yang biasa ditemukan pada kasus tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal adalah: Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus N. bacillum N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformi, dan Cocconeis diminuta Pinnularia boreali ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal.

Gambar 5: Cosconodius sp, salah satu contoh diatom di perairan air tawar.

Dari beberapa literature yang ada dapat disimpulkan macam-macam spesies dari diatom yang paling sering ditemukan pada organ-organ tubuh manusia yang diduga meninggal karena tenggelam. Berikut adalah rangkuman dari spesies diatom yang sering di temukan di dalam organ tubuh: Tabel 1: spesies diatom yang sering ditemukan berdasar sampel organ Organ tubuh

Gambar 3: Achnanthes sp. (kiri) Amphipleura sp. (kanan) contoh diatom di perairan air tawar.

1. Paru 2. Sum-sum tulang

3. Hepar 4. Ginjal 5. Usus halus 6. Duodenum

Gambar 4: Anomoeneis sp. (atas) Biddulphia sp. (bawah) contoh diatom di perairan air tawar.

Spesies Diatom ditemukan

yang

sering

Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Fragilaria brevistriata, Navicula etc. Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and fragments of Synedra ulna. Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula, Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata etc. Achnanthes biasolettiana, N. seminulum etc. Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Gomphonema minutum etc. Asterionella Formosa, Cyclotella comensis, Gomphonema pumilum and Nitzscia pura etc.

Studi lebih lanjut mengenai morfologi dan eksistensi diatom pada zona perairan tertentu sangat membantu dalam menyelesaikan penyebab kematian pada korban yang diduga meninggal karena tenggelam

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

42

peningkatan viskositas darah akan menyebabkan payah jantung. d. Tidak terjadi hemolisis melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan menetap dalam beberapa menit.

Gambar 6: Cyclotella sp. contoh diatom di perairan air tawar.

Gambar 7: Surirella sp. contoh diatom di perairan air tawar.

Mekanisme Tenggelam Mekanisme tenggelam dalam air tawar: a. Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi yang hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis. b. Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam plasma meningkat dan natrium berkurang, juga terjadi anoksia dalam miokardium. c. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah dan sirkulasi berlebihan, terjadi penurunan tekanan sistole dan dalam beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. d. Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini menerangkan mengapa kematian terjadi dengan cepat. Mekanisme tenggelam dalam air asin: a. Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi tertarik keluar sampai 42% dan masuk kedalam jaringan paru sehingga terjadi edema pulmonum yang hebat dalam waktu relatif singkat. b. Pertukaran elektrolit dari asin kedalam darah mengakibatkan meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma. c. Vibrilasi ventrikel tidak terjadi, tetapi terjadi anoksia pada miokardium dan disertai

Temuan Makroskopis pada korban tenggelam Pemeriksaan luar:  Tidak ada yang patognomonis untuk drowning, fungsinya hanya menguatkan.  Hanya beberapa penemuan memperkuat diagnosa drowning antara lain: kulit basah, dingin dan pucat.  Lebam jenazah biasanya sianotik, kecuali bila air sangat dingin maka lebam jenazah akan berwarna pink.  Kadang terdapat cutis anserina pada lengan, paha dan bahu. Ini disebabkan suhu air dingin yang menyebabkan kontraksi m. Erector pilorum.  Buih putih halus pada mulut dan hidung, sifatnya lekat (cairan kental dan berbuih).  Kadang terdapat cadaveric spasme pada tangan dan kotoran dapat tergenggam.  Bila berada cukup lama pada air, kulit telapak tangan dan kaki akan mengeriput dan pucat.  Kadang terdapat luka berbagai jenis pada yang tenggelam di pemandian atau yang meloncat dari tempat tinggi yang dapat merobek paru, hati, otak atau iga. Pemeriksaan dalam:  Jalan nafas berisi buih, kadang ditemukan lumpur, pasir, rumput air, diatom, dll.  Terjadi karena adanya kompresi terhadap septum interalveoler atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.  Paru-paru membesar, mengalami kongesti dan mempunyai gambaran seperti marmer sehingga jantung kanan dan vena-vena besar dilatasi. Bila paru masih fresh, kadang dapat dibedakan apakah ini tenggelam dalam air tawar atau asin.  Banyak cairan dalam lambung.  Perdarahan telinga bagian tengah (dapat ditemukan pada kasus asfiksia lain). Pemeriksaan Khusus Pada Tenggelam Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam adalah: Percobaan getah

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

43

paru (Longsap proof), Pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test), Tes Destruksi & analisa isi lambung, Pemeriksaan histopatolgi jaringan paru, Menentukan berat jenis plasma (BJ plasma). (Apuranto, 2010).

diteteskan pada deck gelas lalu keringkan dengan api kecil. 8. Kemudian ditetesi oil immersion dan diperiksa dibawah mikroskop. (Apuranto, 2010)

Pemeriksaan Diatom (Destruction Test) Keseluruhan prosedur dalam persiapan bahan untuk analisa diatom meliputi contoh air dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan dari hasil otopsi korban, jaringan yang dihancurkan untuk mengumpulkan diatom, konsentrasi diatom, dan analisa mikroskopis. Pengumpulan bahan dari media tenggelam yang diduga harus dilakukan semenjak penemuan jenazah, dari air permukaan dan dalam, menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat steril untuk disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan bahan-bahan dari korban dugaan tenggelam yang diambil dengan cara steril., kebanyakan berasal dari paru-paru, ginjal, otak, dan sumsum tulang. Usaha untuk mencari diatome (binatang bersel satu) dalam tubuh korban. Karena adanya anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu tenggelam, maka akan terjadi aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk tetap bernafas maka terjadi kerusakan bronkioli/bronkus sehingga terdapat jalan dari diatome untuk masuk ke dalam tubuh. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut. Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu: 1. Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram (hati, ginjal, limpa dan sumsum tulang). 2. Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10 mL asam nitrat jenuh, 0,5 ml asam sulfat jenuh. 3. Kemudian dimasukkan lemari asam sampai semua jaringan hancur. 4. Warna jaringan menjadi hitam oleh karena karbonnya. 5. Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes sampai warna menjadi jernih. 6. Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga sukar untuk melakukan pemeriksaan, oleh karena itu ditambahkan sedikit NaOH lemah (sering tidak dilakukan oleh karena bila berlebihan akan menghancurkan chitine). 7. Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu dikonsentrasikan (seperti telur cacing), disimpan/diambil sedikit untuk diperiksa,

Pemeriksaan Getah Paru Merupakan pemeriksaan patognomonis untuk kasus-kasus tertentu. Dicari benda-benda asing dalam getah paru yang diambil pada daerah subpleura, antara lain: pasir, lumpur, telur cacing, tanaman air, dll. Cara pemeriksaan getah paru yaitu: 1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong hilus. 2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung disiram dengan dengan air bersih (bebas diatom dan alga). 3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau kembali dibersihkan dengan air yang mengalir. 4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian permukaan paru diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali dibersihkan di bawah air yang megalir, lalu dikibaskan sampai kering. 5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian diteteskan pada objek glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop. 6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop. Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit jumlahnya. Bila banyak mungkin irisan terlalu dalam. Pemeriksaan DNA Metode lain dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan amplifikasi DNA ataupun RNA diatom pada jaringan manusia, analisa mikroskopis pada bagian jaringan, kultur diatom pada media, dan spectrofluophotometry untuk menghitung klorofil dari plankton di paru-paru. Metode pendeteksi diatom di darahmeliputi observasi secara langsung diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane filter. Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

44

Setelah pencampuran selesai diatom dapat diisolasi dengan metode sentrifuse atau membrane filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap beberapa kali dengan air distilled. Penggunaan saring nitroselulose adalah bagi bahan dengan jumlah diatom yang rendah dan diikuti dengan analisa LM. Interpretasi Hasil Pemeriksaan False Positif Kritik utama pada pemeriksaan diatom adalah penemuan diatom pada paru-paru dan organ-organ lain pada jenasah yang meninggal bukan karena tenggelam. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Pachar dan Cameron menemukan 5-25 diatom/100g dan mencapain 10 diatom/100g pada organ tertutup. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Foged menunjukkan bahwa terdapat diatom hingga 54 diatom pada hepar, 51 diatom pada ginjal, dan 17 diatom pada bone marrow (seperti tulang panjang atau tulang punggung). Spesies diatom yang ditemukan pada jaringan yang tidak cocok dengan spesies diatom yang ada pada air tempat jenasah tersebut ditemukan, menurut Ludes dan Coste dapat diklasifikasikan sebagai kontaminasi diatom. Kontaminasi Antemortem Penyerapan diatom pada gastrointestinal mungkin terjadi sebagai akibat dari makan makanan seperti salad dll yang masih terdapat diatom didalamnya atau pada minuman, karena pada beberapa negara penduduknya minum air yang berasal dari sungai maupun sumur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Splitz, Koseki dan Foged menyebutkan bahwa diatom dapat juga terhirup saat merokok apabila daun tembakau masih terdapat diatom. Komtaminasi Postmortem Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ludes dan Coste menyatakan bahwa penetrasi diatom pada post mortem mungkin terjadi selama adanya perendaman tubuh jenasah pada tekanan hidrostatik yang tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Koseki menyatakan bahwa tulang yang direndam dalam jangka waktu lama dapat membuat suatu kesalahan dalam menentukan sebab kematian karena diatom dapat masuk melalui foramen nutricium atau pori-pori yang lain.

Kontaminasi lain Kemungkinan lain adanya kontaminasi diatom yaitu selama pembuatan preparat, mulai dari pengambilan sampel saat otopsi hingga kontaminasi pada slide preparat (Lunetta et all, 2005) False Negatif Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya false positif pada pemeriksaan diatom pada jenasah mati tenggelam yaitu rendahnya jumlah diatom pada tempat tenggelam, jumlah air yang terhirup sedikit dan berkurangnya jumlah diatom selama pembuatan preparat. Beberapa peneliti juga berusaha menentukan batas minimum diatom pada media tenggelam untuk bisa membuat adanya diatom pada organ tertutup. Data yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Muller ditetapkan bahwa batas minimal yaitu 20.000/100ml pada percobaan dengan menggunakan tikus dan 13.500/100ml pada percobaan dengan menggunakan kelinci. Jumlah dari false negatif pada kasus dugaan mati tenggelam sangat ervariasi. Beberapa peneliti seperti Rota yang melakukan penelitian dengan 48 korban mati tenggelam, terdapat 24% tidak ditemukan ada diatom pada paru-paru maupun organ-organ tertutup lainnya. Peneliti lain seperti Timperman melaporkan 10% dari 40 kasus tidak ditemukan adanya diatom. Oleh karena itu, meskipun pemeriksaan diatom pada korban diduga mati tenggelam mempunyai hasil yang negatif, tidak semata-mata mencoret kemungkinan sebab kematian korban tersebut dikarenakan tenggelam. Tingkat Keberhasilan Pemeriksaan Diatom Diatom dapat ditemukan di dalam korban tenggelam untuk memperjelas diagnosis penyebab kematian. Hal ini dapat menjelaskan apakah korban tenggelam pada saat ante-mortem ataukah post-mortem. Diatom tidak selalu ditemukan di semua kasus tenggelam, tetapi jika didapatkan pada organ-organ dalam jumlah banyak, hal ini dapat mempertegas diagnose tenggelam antemortem (Singh, 2006). Ada banyak kontroversi mengenai tes diatom. Banyak penulis yang tidak memperhitungkan tes diatom sebagai metode yang berharga. Akan tetapi dalam berbagai ajaran lampau tes diatom sangat berguna dalam penentuan tenggelam ante-mortem atau postmortem dengan memperhitungkan tiap aspek dengan penuh ketelitian.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

45

Beberapa topik dalam patologi forensik telah menimbulkan banyak pendapat seperti penggunaan diatom pada diagnosa dari mati tenggelam. Revenstorf pada 1904 pertama kali mencoba menggunakan diatom sebagai tes untuk mati tenggelam, meski ia menetapkan bahwa Hoffmann pada 1896 telah menemukan diatom yang pertama kali dalam cairan paru-paru. Pemeriksaan yang baik sekali dari perdebatan tentang diatom telah diumumkan oleh Peabody pada 1980. Selain itu ada beberapa peneliti yang juga berpendapat sama. Studi yang dilakukan oleh Hendey, Pollanen, Timperman, dan Azparren menyatakan bahwa tes diatom sangat dapat diandalkan untuk memastikan apakah korban tenggelam ante-mortem atau post-mortem. Para peneliti menemukan partikel serupa diatom di sirkulasi hepato-portal yang mengindikasikan masuknya diatom ke tubuh melalui makanan ataupun air. Hasil paling baik didapat dengan cara menghindari kontaminasi dan mengetahui segala keperluan spesifik untuk tes diatom. Berdasarkan kriteria ini, akan dapat ditemukan diatom yang sama di darah dan organ (Singh, 2006). Penelitian yang menggunakan 7 sampel jaringan yang di ambil dari mayat korban yang meninggal karena tenggelam mendapatkan diatom pada semua jaringan terutama pada jaringan usus. Diatom yang ditemukan juga berbeda pada tiap kasusnya, bergantung pada tempat lokasi tenggelam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan diatom merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk menegakkan diagonis kematian yang diduga karena tenggelam (Sitthiwong, 2011). Tidak semua peneliti yang mempunyai pendapat yang sama terhadap efektivitas diatom untuk pemeriksaan korban mati karena tenggelam. Foged membuat investigasi yang terperinci ke dalam tubuh yang mati tenggelam dan tidak tenggelam di Denmark, dan disimpulkan bahwa tes diatom sungguh sudah tidak berlaku. Ia memberikan banyak referensi keduanya untuk dan melawan kepercayaan dari teknik tersebut, dan tidak diragukan lagi kontroversi akan berlanjut. Terlihat mungkin terdapat perbedaan kuantitatif antara jumlah diatom diperoleh dari jaringan pada mati tenggelam dan mati tidak tenggelam, dan analisis yang hati-hati dari identifikasi spesies dalam hubungan dengan lokus dan keadaan mati mungkin berguna. Pada saat sekarang tes diatom sebaiknya digunakan hanya sebagai

pertolongan/bantuan indikatif dan tidak sebagai bukti yang sah dari mati tenggelam (Anton, 2006). Oleh karena itu, pemeriksaan diatom memang salah satu tanda yang patognomonis untuk mendiagnosis kasus tenggelam. Keberadaan diatom di organ-organ tubuh yang dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif, bukan hanya dapat menentukan penyebab kematian tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan tempat kejadian yang dicurigai sebagai tempat tenggelamnya korban (Rohn, 2006). Sementara hasil pemeriksaan yang positif pada pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil yang negatif juga tidak dapat mengindikasikan bahwa korban tidak meninggal dikarenakan tenggelam (Dimaio, 2010). Beberapa pemikiran yang lebih kritis mengenai pemeriksaan diatom dapat dikembangkan dengan metode yang lebih baru. Pemikiran atau ide-ide yang lebih terkini sangat dibutuhkan untuk mengaplikasikan teknik ini untuk investigasi medikolegal. Kesimpulan Pemeriksaan diatome pada korban diduga tenggelam merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan. Adanya diatom pada jenasah yang diduga mati tenggelam menunjukkan bahwa korban masih sempat bernafas saat masih didalam air Hasil pemeriksaan yang positif pada pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil yang negatif tidak memastikan bahwa korban tidak meninggal dikarenakan tenggelam

Daftar Pustaka Apuranto H. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, edisi ketujuh. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. Editor Hoediyanto. Hal 86-94. Azparren JE, Vallejo G, Reyes E, Herranz A, Sancho M. Study of the diagnostic value of strontium, chloride, haemoglobin and diatoms in immersion cases. Forensic Sci Int. 1998; 91(2): 123-32. Dimaio V, Dimaio D. Death b y drowning in Forensic Patholog y. 2010. Second edition. CRC press LLC. 2001. Hal 410417.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012

46

Hendey N.I. 1980. Diatom and drowning- a review. Letter to editor. Medicine Science and Law; 20(4): 289. Merriam Webster. 2012. Drowning. Di unduh dari: http://www.merriam-webster.com/ medical/drown Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut., LIPI Press. Jakarta. hal Oxford University Press. 2012. Drowning. Diunduh dari: http://oxforddictionaries.com /definition/english/drown Pollanen MS, Cheung C, Chiasson DA. The diagnostic value of the diatom test for drowning, I. Utility: a retrospective analysis of 771 cases of drowning in Ontario, Canada. J. Forensic Sci. 1997; 42 (2): 2815. Rohn EJ, Frade PD. The role of diatoms in medico legal investigations I: The history contemporary science and application of the

diatom test for drowning. Forensic Examiner; 2006: 10-15 Singh R, Singh R, Kumar S, Thakar MK. Drowning Associated Diatoms. 2005. Diunduh dari: http://www.iijfmt.co.cc/ vol3no3/publication.htm Singh R, Singh R, Kumar S, Thakar MK. Forensic Analysis of Diatoms- A Review. Anil Aggrawal's Internet Journal of Forensic Medicine and Toxicology [serial online], 2006; Vol. 7, No. 2. Di Sitthiwong N, Ruangyuttikarn W, Vongvivach S, Peerapornpisal Y. The study of Diatoms in Drowning Corpses. 2011. Journal of The Microscopy Society of Thailand 4 (2), pg 84-88. Timperman J. The detection of diatoms in the marrow of sternum as evidence of Death by Drowning. J. Forensic Med. 1962; 9;13436.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012