J.Pascapanen 4(1) 2007: 1-8
PEMILIHAN PELARUT PADA PEMURNIAN EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga) SECARA EKSTRAKSI Hernani, Tri Marwati dan Christina Winarti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar 12 A Bogor email :
[email protected],
[email protected]
Lengkuas (Alpinia galanga) merupakan salah satu tanaman biofarmaka. Secara farmakologis, ekstrak lengkuas mempunyai aktivitas sebagai anti jamur, anti kanker, anti tumor, antioksidan, sitotoksik, karminatif, dan anti ulcer. Untuk mendapatkan produk biofarmaka dari ekstrak murni lengkuas diperlukan proses pemurnian, antara lain dengan ekstraksi pelarut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memilih jenis pelarut yang tepat untuk pemurnian ekstrak lengkuas secara ekstraksi pelarut, dengan mempelajari parameter rendemen, mutu dan kadar senyawa aktif dari ekstrak murni yang dihasilkan. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 jenis pelarut yaitu heksan dan toluen dengan konsentrasi 60, 70 dan 80 % yang disusun dalam rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasar analisis rendemen, mutu dan kadar bahan aktif ekstrak murni, pelarut yang paling sesuai untuk pemurnian ekstrak lengkuas adalah heksan 80%. Rendemen ekstrak murni lengkuas yang dihasilkan dari pelarut tersebut adalah 57,84 %, dengan komponen mutu yaitu pH 3,94 ; total padatan terlarut 82,89%; sisa pelarut 0,18 % dan kadar senyawa aktif 1’-asetoksikhavikol asetat adalah 0,88 %. Kata kunci : lengkuas, pemurnian, ekstraksi, 1’-asetoksikhavikol asetat ABSTRACT. Hernani, T. Marwati and C. Winarti. 2007. Selection of solvent on purification of galangal (Alpinia galanga) extract by solvent extraction. Galangal is one of the medicinal plants since its extract pharmacologically acts as antifungal, anti cancer, anti tumor, antioxidant, cytotoxic, carminative, and anti ulcer. To produce biopharmacological product from galangal extract need a further purification process such as solvent extraction. The aim of the research was to find out the proper solvent on galangal extract purification by solvent extraction. Parameters observed were yield, quality and active compound content of the purified extract. The experiments used two solvents, i.e hexane and toluene with the concentration of 60, 70 and 80% and arranged using completely randomized design. The result showed that based on yield, quality and active compound content analyses of purified extract, the proper solvent on extraction process was 80% hexane. By those solvent, purified extract gave 57.84% on yield, quality component such as pH 3.94; 82.89% total soluble solid; 0.18% solvent residue and 0.88% 1’-acetoxychavicol acetate content as active compound Keywords : galangal, purification, extraction, 1’-acetoxychavicol acetate
PENDAHULUAN Lengkuas (Alpinia galanga) merupakan salah satu tanaman biofarmaka yang menjadi unggulan Ditjen Hortikultura. Menurut Ditjen Hortikultura, tanaman biofarmaka adalah tanaman yang bermanfaat untuk obatobatan, dikonsumsi dari bagian tanaman yang berasal dari daun, bunga, buah, umbi (rimpang) ataupun akar (Anonymous, 2004a). Secara umum, ada dua jenis lengkuas yang dikenal, yaitu lengkuas merah dan lengkuas putih. Lengkuas putih biasanya digunakan untuk bumbu dalam masakan dan lengkuas merah dimanfaatkan sebagai obat. Secara farmakologis, ekstrak lengkuas mempunyai aktivitas sebagai anti jamur (Janssen dan Scheffer, 1985; Hernani et al., 2005; Khattak et al., 2005), anti kanker (Rusmarilin, 2003), anti tumor (Itokawa et al., 1987; Kondo et al., 1993), antioksidan yang cukup tinggi (Juntachote dan Berghofer., 2005), sitotoksik (Zaeoung et al., 2005), karminatif, anti gatal (Morikawa et al., 2005) dan anti ulcer (Mitsui et al., 1976).
Produk fitofarmaka adalah suatu produk yang dibuat dari tumbuhan atau bagian dari tumbuhan, baik yang segar ataupun yang telah dikeringkan dan telah melalui proses ekstraksi, distilasi atau proses lainnya (Endardjo, 1999). Bahan dasar pembuatan produk fitofarmaka biasanya berupa ekstrak. Ekstrak merupakan bahan baku produk obat asli Indonesia (OAI) dan memiliki ciri yang sangat khas dan kompleks baik dari aspek fisik atau kimianya, mengandung kumpulan senyawa-senyawa (senyawa aktif dan tidak aktif) dari berbagai golongan yang terlarut dalam pelarut yang sesuai (Sidik dan Mudahar, 2000; Hernani dan Rostiana, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak antara lain, kualitas bahan baku yang digunakan, jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, metode ekstraksi yang digunakan (maserasi statis atau dinamis, perkolasi, reperkolasi dan ekstraksi arus balik), ukuran partikel bahan, suhu proses ekstraksi, pH ekstrak dan metoda pemurniannya (Endardjo, 1999; Windono dan Sutarjadi., 2002; Wahono, 2000). Spesifikasi produk fitofarmaka adalah senyawa aktif yang terdapat didalamnya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi masih
2
terdapat zat-zat pendamping lainnya. Senyawa aktif adalah senyawa yang mempunyai khasiat seperti yang diindikasikan, dan senyawa pendamping adalah senyawa yang menunjang khasiat senyawa aktif, seperti stabilitas ekstrak, memperbaiki adsorpsi dalam tubuh (Wahyono, 1996). Obat asli Indonesia dalam bentuk ekstrak dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi berbagai produk farmasi, baik yang digunakan sebagai makanan kesehatan (health food), makanan tambahan (food supplement) ataupun sebagai obat (natural medicine) (Pramono, 2002). Ekstrak dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu ekstrak kasar dan ekstrak murni. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawasenyawa inert melalui proses penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau adsorben (Wijesekera, 1991). Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau komponen kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai contoh kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah dimurnikan senyawa aktif akan meningkat menjadi 60 % (Wijesekera, 1991). Dengan demikian, untuk mendapatkan produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dari ekstrak kasar. Proses pemurnian ekstrak lengkuas merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan senyawa-senyawa inert seperti lemak, resin, gula, karbohidrat, serat dan pati sebagai komposisi utama rimpang lengkuas (de Padua et al., 1999). Senyawa-senyawa tersebut bersifat sangat higroskopis, lengket dan akan memberikan masalah dalam proses formulasi obat (Bonati, 1991). Bila ekstrak telah dimurnikan, kandungan senyawa aktifnya akan jauh lebih tinggi dibandingkan bila ekstrak tidak dimurnikan Ada beberapa metode pemurnian dari ekstrak bahan alami, antara lain dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang immiscible (tidak dapat bercampur) dan mempunyai densitas yang berbeda, pengendapan, penyaringan, pemanasan, adsorpsi menggunakan adsorben ataupun dengan resin penukar ion (Anonymous, 2006; Anonymous, 2005). Esktraksi menggunakan pelarut merupakan salah satu cara pemurnian ekstrak dari bahan alami. Pemurnian secara ekstraksi untuk mendapatkan bahan aktif asetoksikhavikol asetat pada lengkuas dapat dilakukan dengan pelarut heksan (Rusmarilin, 2003). Heksan juga digunakan oleh Zaeoung et al.,(2005) untuk memperoleh komponen murni dari ekstrak lengkuas. Keberhasilan proses pemurnian suatu ekstrak sangat erat kaitannya dengan rendemen, mutu dan kadar senyawa aktif yang dihasilkan. Tujuan penelitian adalah untuk memilih jenis pelarut yang tepat pada pemurnian ekstrak lengkuas secara
Hernani et al,
ekstraksi, dengan mempelajari parameter rendemen, mutu (meliputi pH, total padatan terlarut, sisa pelarut) dan kadar senyawa aktif dari ekstrak murni yang dihasilkan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jenis pelarut yang digunakan untuk pemurnian berpengaruh terhadap rendemen, mutu dan kadar bahan aktif ekstrak murni.. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi praktisi di bidang pembuatan produk biofarmaka dalam mendapatkan ekstrak murni dari lengkuas. Dampak yang diharapkan dari penelitian ini adalah berkembangnya industri pembuatan ekstrak murni lengkuas sebagai bahan baku obat dan industri produk biofarmaka lengkuas
BAHAN DAN METODE A. Bahan Penelitian dilakukan di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Bogor, pada bulan Maret sampai Juli 2006 dengan menggunakan bahan baku rimpang lengkuas merah berumur 11-12 bulan, diperoleh dari kebun percobaan tanaman rempah dan obat Cibinong, Bogor. Bahan kimia yang diperlukan untuk analisis dan proses ekstraksi serta pemurnian merupakan bahan kimia pa (pure analytic) dari Merck dan Sigma serta bahan kimia teknis.
B. Metode 1. Analisis mutu rimpang lengkuas Bahan baku rimpang lengkuas dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang melekat, dikecilkan ukurannya melalui pengirisan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C. Setelah bahan kering kemudian digiling dengan ukuran partikel 50 mesh. Analisis terhadap bahan baku dilakukan untuk mengetahui kualitasnya, meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam alkohol, mengikuti metode Anonymous (1989). Analisis kadar bahan aktif dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Kelautan dan Perikanan Jakarta. 2. Pembuatan ekstrak Pembuatan ekstrak lengkuas dilakukan secara maserasi, yaitu dengan menimbang serbuk lengkuas kemudian ditambahkan pelarut etil asetat 60 % dengan perbandingan bahan dan pelarut 1: 6. Proses maserasi dibantu dengan pengadukan selama 3 jam. Setelah proses pengadukan selesai lalu didiamkan dan direndam selama satu malam, kemudian dilakukan penyaringan. Filtrat yang dihasilkan diuapkan pelarutnya menggunakan evaporator dengan pengurangan tekanan sampai dihasilkan ekstrak kental (Susanto, 2001). Ekstrak kental yang diperoleh digunakan sebagai bahan baku untuk proses pemurnian.
3
Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi
Ekstrak lengkuas Galangal extract
sudah terpisah menjadi 2 lapisan, maka lapisan organiknya dipisahkan kemudian pelarutnya diuapkan menggunakan evaporator dengan pengurangan tekanan sampai dihasilkan ekstrak kental yang sudah murni.
Ekstraksi dengan : a. heksan, b. toluen Extraction with solvent a. hexane, b. toluene Evaporasi Evaporation
4. Analisis ekstrak murni lengkuas
Pelarut Solvent
Ekstrak murni lengkuas Galangal purified extract Gambar 1. Diagram alir pemurnian ekstrak lengkuas dengan metode ekstraksi pelarut Figure 1. Flow chart of galangal extracts purification by solvent extraction method
Pada ekstrak murni lengkuas yang dihasilkan akan dilakukan pengamatan terhadap rendemen (Anonymous,1995), mutu (pH, total padatan terlarut, sisa pelarut) menurut AOAC (1980) dan kadar senyawa aktif menggunakan GC-MS. Tipe alat GC-MSyang digunakan dari jenis QP 2010 Shimadzu. Kondisi alat yang digunakan sebagai berikut, jenis kolom : DB-MSI, kapiler, panjang kolom 60 m dan diameter kolom 0,25 mm, suhu kolom: terprogram, 50-230/5°C/menit, dan suhu injektor 225°C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Perlakuan percobaan dan prosedur pemurnian ekstrak Percobaan pemurnian secara ekstraksi dilakukan dengan menggunakan 2 jenis pelarut yaitu heksan dan toluen dengan 3 tingkat konsentrasi, yaitu 60, 70 dan 80 %. Percobaan disusun dengan 6 perlakuan, yaitu heksan 60%, heksan 70%, heksan 80%, toluen 60%, toluen 70%, dan toluen 80%. Proses pemurnian dilakukan seperti terlihat dalam bagan alir Gambar 1. Ekstrak kental lengkuas masingmasing perlakuan ditimbang kemudian dilarutkan dalam etil asetat dan dimasukkan dalam corong pisah. Kedalam larutan tersebut ditambahkan pelarut heksan atau toluen sesuai konsentrasi pada perlakuan. Corong dikocok secara terus menerus, kemudian didiamkan. Bila larutan
A. Mutu bahan baku rimpang lengkuas Mutu bahan baku memegang peranan yang cukup penting, karena setiap bahan baku akan memberikan kandungan dan komposisi senyawa aktif yang sangat spesifik (Trisnamurti dan Basuki, 2005). Hasil analisis terhadap rimpang lengkuas merah menunjukkan bahwa dari semua komponen yang dipersyaratkan oleh Materia Medika Indonesia / MMI (Standar acuan untuk kualitas tanaman obat yang dikeluarkan oleh Depkes) ternyata semuanya telah memenuhi yang dipersyaratkan, bahkan mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi (Tabel 1). Kadar air bahan tidak dipersyaratkan, tetapi lebih diinginkan kadar air yang rendah (< 12). Untuk kadar abu ternyata
Tabel 1. Karakteristik lengkuas merah dari kebun percobaan Cibinong, Bogor yang digunakan dalam penelitian dibandingkan dengan standar mutu lengkuas menurut MMI Table 1. Characteristic of red galangal from Cibinong research garden Bogor used for research compared with MMI quality standard for galangal
Karakteristik Characteristic Kadar air/ Moisture content (%) Kadar abu/ Ash content ( %) Kadar abu tak larut asam/ Ash insoluble in acid ( %) Kadar sari yang larut dalam air/ Water soluble extractive ( %) Kadar sari yang larut dalam alkohol/ Alcohol soluble extractive (%)
Keterangan/Remarks: *) Basis basah/Wet basis **) Anonymous (1989) - tidak dipersyaratkan/unconditional
Hasil * Result 7,80 ± 0,28
Mutu lengkuas menurut MMI ** Galangal quality by MMI -
9,12 ± 0,02
Maks. 3,9
2,93 ± 0,02
Maks. 3,7
31,22 ± 7,62
Min. 5,7
21,60 ± 0,57
Min. 1,7
4
Hernani et al,
Endapan putih
A
B Gambar 2. Ekstraksi lengkuas dengan pelarut heksan (A) dan toluen (B) Figure 2. Galangal extraction by solvent of hexane (A) and toluene (B)
mempunyai harga yang melebihi ketentuan, diduga karena kandungan senyawa anorganiknya cukup tinggi atau tersisa kotoran dalam rimpang lengkuas akibat pencucian tidak sempurna. Kadar abu merupakan indikator terhadap adanya cemaran bahan anorganik atau fisik seperti partikel tanah dan pasir atau gambaran terhadap proses penyiapan simplisia/bahan yang tidak sempurna (Wahyono, 1996). Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air lengkuas ternyata cukup tinggi dibandingkan ketentuan dalam MMI, hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat berkhasiat yang ada cukup tinggi. Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air merupakan petunjuk terhadap kualitas tanaman yang dipengaruhi oleh daerah tumbuh atau baik tidaknya proses agronomi terhadap tanaman tersebut (Soemantri, 1993). Kadar sari yang larut dalam alkohol dan air selain mengandung zat berkhasiat yang spesifik, biasanya juga mengandung senyawa-senyawa yang kurang spesifik atau disebut sebagai zat balas seperti tanin, gum, amilum, gula, lendir, lemak, dan damar (Sinambela, 2003; Soemantri, 1993). B. Rendemen ekstrak murni lengkuas Rendemen yang dihasilkan dari pelarut heksan dengan konsentrasi 70 dan 80% berbeda nyata dengan pelarut toluen pada konsentrasi yang sama. Untuk rendemen pada konsentrasi heksan 60 % ternyata tidak berbeda nyata. Rendemen yang dihasilkan merupakan jumlah senyawa yang terekstrak oleh berbagai macam pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda (Syahbirini et al., 2005). Dari Tabel 2 terlihat bahwa rendemen yang dihasilkan oleh pelarut heksan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut toluen. Dalam proses ekstraksi ternyata pelarut heksan cukup mampu menarik resin, gula dan gum, sedangkan pelarut toluen kemungkinan bisa menarik pati, karbohidrat dan kotoran lainnya atau senyawa makromolekul, hal ini terlihat dari kotoran yang dihasilkan. Kotoran dari pelarut heksan bersifat sangat lengket seperti gum, sedangkan pelarut toluen hanya berupa endapan putih saja (Gambar 2). Dalam proses ekstraksi, pigmen
juga akan terbebaskan dari sebagian lemak, air, resin, enzim, asam dan partikel-partikel pengotor lainnya sehingga pigmen akan terdegradasi (Kusuma et al., 1998). Dalam pelarut heksan ada kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasinya, rendemen ekstrak murni lengkuas semakin meningkat. Kemungkinan yang terjadi adalah semakin tinggi konsentrasi berarti polaritasnya semakin rendah atau bersifat lebih tidak polar dengan komposisi air yang menurun. Dengan demikian maka kemampuan mengikat zat balas seperti karbohidrat dan pati melalui ikatan hidrogen semakin berkurang, sehingga senyawa tersebut masih banyak tertinggal dalam larutan. Hal ini akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Untuk pelarut toluen terjadi hal sebaliknya, semakin tinggi konsentrasinya, rendemen ekstrak murni lengkuas yang dihasilkan semakin rendah (Wahyono et al., 2002; Juntachotedan Berghofer, 2005). Kelarutan heksan dalam air jauh lebih kecil dibandingkan toluen (Anonymous, 2007), sehingga kemampuan toluen melarutkan senyawa makromolekul lebih besar, dan ini akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan akan lebih kecil. Tabel 2.
Rataan rendemen ekstrak murni lengkuas yang diperoleh dengan menggunakan beberapa jenis pelarut Table 2. Yield average of galangal purified extract using different types of solvent
Perlakuan Treatments Heksan/Hexane 60% Heksan/Hexane 70% Heksan/Hexane 80% Toluen/Toluene 60% Toluen/ Toluene 70% Toluen/ Toluene 80%
Rendemen (%) Yield (%) 46,79 abc 51,94 ab 57,84 a 40,53 bc 35,47 c 32,97 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Remarks : Numbers followed by the same letters in the same column were not significantly different on 5% by Duncan test
5
Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi
Tabel 3. Rataan pH ekstrak murni lengkuas yang diperoleh dengan menggunakan beberapa jenis pelarut Table 3. pH average of galangal purified extract using different types of solvent
Perlakuan Treatments Heksan/Hexane 60% Heksan/Hexane 70% Heksan/Hexane 80% Toluen/Toluene 60% Toluen/Toluene 70% Toluen/Toluene 80%
pH pH 3,98 c 3,97 c 3,94 c 4,08 b 4,31 a 4,36 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Remarks : Numbers followed by the same letters in the same column were not significantly different on 5% by Duncan test
C. Mutu ekstrak lengkuas murni Analisis kimia dari ekstrak sangat penting dilakukan dalam upaya pengendalian terhadap mutu atau kualitas dari ekstrak tersebut. Persyaratan kualitas sangat dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan apabila produk alami atau ekstrak akan digunakan sebagai bahan baku bidang farmasi (Karlsen, 1991). Hal ini akan berpengaruh terhadap khasiat yang dihasilkan dalam produk, baik berupa food suplemen ataupun obat. 1. pH ekstrak murni lengkuas Jenis pelarut ternyata berpengaruh sangat nyata terhadap pH ekstrak murni lengkuas yang dihasilkan (Tabel 3). Pelarut heksan pada semua konsentrasi memberikan nilai pH yang lebih kecil dibandingkan nilai pH pelarut toluen. Ekstrak yang mempunyai pH tertinggi dari pelarut toluen 70% dan 80% yang berbeda nyata dengan ekstrak hasil pemurnian menggunakan pelarut heksan pada berbagai konsentrasi dan pelarut toluen 60%. pH merupakan salah satu kriteria yang menentukan mutu ekstrak murni lengkuas karena akan berpengaruh terhadap aktivitas dari ekstrak tersebut (Wijesekera, 1991). Dari penelitian Juntachote dan Berghofer (2005) terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol lengkuas menunjukkan bahwa pada ekstrak yang mempunyai pH rendah (pH 3) aktivitas antioksidan sangat lemah, tetapi ekstrak yang mempunyai pH 7 aktivitas antioksidannya cukup tinggi. Berarti bahwa ekstrak yang mempunyai pH yang mendekati pH netral akan mempunyai aktivitas lebih tinggi dibandingkan ekstrak yang mempunyai pH yang rendah. Dalam penelitian ini, ekstrak yang mempunyai pH mendekati netral akan mempunyai kualitas yang baik yang dikaitkan dengan aktivitasnya adalah ekstrak hasil pemurnian dengan pelarut toluen 70 dan 80%. Bila ditinjau secara ekonomis dan kesehatan, maka penggunaan pelarut heksan akan lebih baik, karena
Tabel 4. Rataan total padatan terlarut ekstrak murni lengkuas yang diperoleh dengan menggunakan beberapa jenis pelarut Table 4. Average of total soluble solid of galangal purified extract using different types of solvent
Perlakuan Treatments Heksan/Hexane 60% Heksan/Hexane 70% Heksan/Hexane 80% Toluen/Toluene 60% Toluen/Toluene 70% Toluen/Toluene 80%
Total padatan terlarut (%) Total soluble solid (%) 73,89 a 69,88 a 82,89 a 77,63 a 75,09 a 80,05 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Remarks : Numbers followed by the same letters in the same column were not significantly different on 5% by Duncan test
toksisitasnya rendah. Sedangkan penggunaan pelarut toleun agak berbahaya karena bila uapnya terhirup secara terus menerus, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada hati, jantung, ginjal dan paru-paru (Anonymous, 2007). 2. Total padatan terlarut ekstrak Jenis pelarut ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut ekstrak murni lengkuas. Pelarut toluen dan heksan termasuk dalam golongan senyawa non polar, karena terdiri dari rantai karbon. Biarpun struktur senyawa kimia dari toluen terdiri dari rantai karbon aromatik (cincin tertutup), sedangkan heksan karbon rantai terbuka sifat kepolarannya tidak berbeda. Dalam hal melarutkan senyawa, ternyata kelarutan dalam air, berat jenis, titik didih dan berat molekul dari toluen ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan heksan (Anonymous, 2007). Total padatan terlarut merupakan jumlah padatan yang terdapat dalam ekstrak atau sisa ekstrak setelah air dan pelarutnya diuapkan. Semakin tinggi nilai total padatan terlarutnya, maka kualitas ekstrak tersebut dapat dikatakan semakin baik (Putro, 2006). Dari Tabel 4 terlihat bahwa ada kecenderungan total padatan terlarut dari ekstrak hasil pemurnian dengan toluen menunjukkan harga yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pelarut heksan. 3. Sisa pelarut ekstrak murni lengkuas Jenis pelarut berpengaruh secara signifikan terhadap sisa pelarut (Tabel 5). Sisa pelarut yang diinginkan untuk ekstrak murni adalah yang mempunyai nilai rendah. Pada penelitian ini sisa pelarut terendah diperoleh pada pemurnian dengan heksan 80 %, sehingga pelarut ini dapat dipilih untuk digunakan dalam pemurnian. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi heksan maka kadar
6
Hernani et al,
Tabel 5. Rataan sisa pelarut ekstrak murni lengkuas yg diperoleh dengan menggunakan beberapa jenis pelarut Table 5. Solvent residue average of galangal purifiedextract using different types of solvent
Perlakuan Treatments Heksan/Hexane 60% Heksan/Hexane 70% Heksan/Hexane 80% Toluen//Toluene 60% Toluen/Toluene 70% Toluen/Toluene 80%
Tabel 6.
Kadar bahan aktif asetoksikhavikol asetat yang diperoleh dari berbagai perlakuan pemurnian ekstrak lengkuas Table 6. Acetoxychavicol acetate content in several purification treatments of galangal extract
Sisa pelarut (%) Solvent residue (%) 0,35 a 0,25 b 0,18 c 0,33 a 0,34 a 0,24 b
Perlakuan Treatments Heksan/Hexane 60% Heksan/Hexane 70% Heksan/Hexane 80% Toluen/Toluene 60% Toluen/Toluene 70% Toluen/Toluene 80%
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Remarks : Numbers followed by the same letters in the same column were not significantly different on 5% by Duncan test
ekstrak menggunakan pelarut heksan 80%. Ada kecenderungan bahwa kadar bahan aktif dari penggunaan pelarut heksan semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi; sedangkan untuk pelarut toluen terjadi sebaliknya, yaitu kadar bahan aktif akan semakin rendah dengan meningkatnya konsentrasi. Dilaporkan bahwa senyawa aktif yang bersifat sebagai anti jamur dan dapat menghambat T. mentagrophyte pada lengkuas adalah senyawa golongan fenilpropanoid 1’asetoksikhavikol asetat, 1’-asetoksieugenol asetat, 1’hidtroksikhavikol asetat (Janssen dan Scheffer, 1985). Secara kualitatif, aktivitas antijamur dari suatu ekstrak dapat dilihat berdasarkan zona bening pada media agar, yang dihitung diameternya sebagai daya hambat (Gambar 3b dan 3c). Semakin lebar zona tersebut berarti daya hambat semakin tinggi. Dalam Gambar 3 terlihat perbedaan daya hambat dari suatu ekstrak uji dengan kriteria tidak menghambat (a), daya hambat sedang (b), dan daya hambat tinggi (c). Dalam ekstrak lengkuas hasil pemurnian ketiga senyawa tersebut juga teridentifikasi dengan kadar yang tertinggi adalah senyawa 1’-asetoksikhavikol asetat. Didalam ekstrak murni lengkuas teridentifikasi juga senyawa turunan fenilpropanoid lainnya, yaitu senyawa trans-p-hidroksisinamildehid, trans-p-kumaril alkohol, trans-p-hidroksisinamilaldehid dan trans-p-kumarildiasetat
airnya semakin rendah, sehingga pelarut semakin mudah menguap. Ditinjau dari segi titik didih, ternyata titik didih heksan (69°C) lebih rendah daripada titik didih toluen (111°C), maka pada konsentrasi heksan yang tinggi, heksan akan menguap terlebih dahulu (Susanto et al, 1996; Anonymous, 2004b). D. Kadar senyawa aktif dalam ekstrak murni lengkuas Senyawa aktif dalam ekstrak lengkuas yang berpotensi sebagai sebagai anti jamur, dan dapat menghambat perkembangan sel-sel kanker dan leukemia pada tikus, dan menunjukkan efek gastroprotective pada tikus dengan ED 50 0,61mg/kg berat badan adalah senyawa 1’asetoksikhavikol asetat (Janssen dan Scheffer, 1985; Ito et al., 2005; Matsuda et al., 2003). Pada penelitian ini senyawa aktif tersebut digunakan sebagai tolok ukurnya, semakin tinggi kadarnya berarti kualitas ekstraknya semakin baik. Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar senyawa aktif yang tertinggi dihasilkan dari pemurnian
a Gambar 3. Figure 3.
Asetoksikhavikol asetat (%) Acetoxychavicol acetate (%) 0,63 0,84 0,88 0,81 0,81 0,67
b
c
Kriteria daya hambat pertumbuhan jamur atau mikroba dari ekstrak murni lengkuas (a) : tidak menghambat, (b) daya hambat sedang dan (c) daya hambat tinggi Growth fungus inhibition criteria of galangal extract purified (a) Noinhibition, (b) Medium inhibition and (c) Strong inhibition
7
Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi
OCOCH3
OCOCH 3
OCOCH3
OCH3
1’S-1’-asetoksikhavikol asetat
OH
OCOCH3
OCOCH3
1’S-1’-asetoksieugenol asetat
1’S-1’-hidroksikhavikol asetat
OH OH
OH
C H 2O H
CHO
trans-p-hidroksisinamildehid
C H 2O A C
trans-p-kumaril alkohol
trans-p-hidroksisinamilaldehid
OAC
C H 2 O AC
trans-p-kumarildiasetat Gambar 4. Struktur kimia senyawa aktif ekstrak murni lengkuas Figure 4. Chemical structure of galangal extract purified active compound
seperti terlihat pada Gambar 4. Senyawa-senyawa tersebut telah diisolasi oleh Janssen dan Schiffer (2003) sebagai senyawa yang mempunyai khasiat sebagai gastroprotective dari lengkuas. KESIMPULAN
1. Pemurnian ekstrak kasar lengkuas dapat dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut toluen atau heksan pada berbagai konsentrasi (60, 70 dan 80 %). Berdasarkan rendemen, mutu dan kadar senyawa aktif ekstrak murni yang dihasilkan, maka pelarut yang paling sesuai untuk pemurnian ekstrak lengkuas adalah pelarut heksan 80% dibandingkan pelarut lainnya. 2. Dengan pelarut heksan, ekstrak murni yang dihasilkan mempunyai rendemen 57,84 %, mutu (meliputi pH 3,94 ; total padatan terlarut 82,89%; sisa pelarut 0,18 %) dan kadar senyawa aktif 1’S-1’-asetoksikhavikol asetat sebesar 0,88%. 3. Ditinjau dari kandungan bahan aktif yang dihasilkan, akan lebih baik bila pelarut yang digunakan adalah
heksan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari 80 %, seperti heksan teknis yang berkonsentrasi 95 %. 4. Metoda pemurnian ini bisa diaplikasikan pada pemurnian ekstrak yang berasal dari bahan alami dalam upaya untuk mendapatkan kadar bahan aktif yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1989. Vademekum bahan obat alam. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 411 hal. Anonymous. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonymous. 2004a Produksi, luas panen dan produktivitas buah, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka tahun 2004. Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Anonymous. 2004b. Chemical safety data. Hexane; Toluene. Oxford Hsci web site. (http://ptcl.chem.ox.ac.uk/~hmc/hsci/ chemicals/hexane.html Anonymous. 2005. Soft and fluid extracts. Pharmaceutical botanical Corporation, Canada. Anonymous. 2006. Liquid-liquid extraction. http:// en.wikipedia.org/wiki/liquid-liquidextraction.
8 Anonymous. 2007. Solvent. http://en.wikipedia.org/wiki/solvent AOAC. 1980. Official methods of the analysis of the association of analytical chemist. Washington DC : 895-1010. Bonati, A. 1991. Formulation of plant extracts into dosage forms. In The medicinal plants industry. CRC Press, USA : 107-113 de Padua, L.S., N. Bunyapraphatsara and R.H.M.J Lemmens. 1999. Plant research of South - East Asia : Medicinal and Poisonous Plants I. Prosea. No : 12 (1). 705 hal. Endardjo, S. 1999. Efisiensi Teknologi dalam pengembangan obat tradisional /fitofarmaka. Prosiding Seminar Tanaman Obat Indonesia XV. Bogor : 1-10. Hernani, et al., 2005. Teknologi pemanfaatan tanaman obat untuk bahan baku industri biofarmaka. Laporan akhir BB Litbang Pascapanen, Bogor.49 hal. Hernani dan O. Rostiana. 2004. Analisis kimia akar purwoceng (Pimpinella pruatjan). Prosiding Fasilitasi Forum Kerjasama engembangan Biofarmaka. Dirjen Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, Deptan : 212-225. Ito, K., T. Nakazato, M.J. Xian, T. Yanada, N. Hozumi, A. Murakani, H. Oigáis, Y. Ikeda and M. Kizaki. 2005. 1’Acetoxychavicol acetate is a novel nuclear factor KB inhibitor with significant activity against multiple myeloma in vitro and in vivo. Cancer. Res. 65 (10):4417-4424. Itokawa, H., H. Morita, T. Sumitomo, N. Totsuka and K. Takeya. 1987. Antitumor principles from Alpinia galanga. Planta Medica. 53: 32-33. Janssen A.M. and J.J.C. Scheffer. 1985. Acetoxychavicol acetate, anantifungal component of Alpinia galanga. Planta Medica. 51:507-511. Juntachote, T. and E. Berghofer. 2005. Antioxidative properties and stability of ethanolic extracts of Holy basil and galangal. Food Chemistry. 92: 193-202. Karlsen, J. 1991. Quality control and instrumental analysis of plant extracts. In The medicinal plant industry. ROB. Wijesekera (Eds.) CRC Press, USA : 99-105. Khattack, S., Saeed-Ur-Rehman, H.U. Shah, W. Ahmad and M. Ahmad. 2005. Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia. 76 : 254-257. Kondo, A., H. Ohigashi, A. Murakani, J. Suratwadee and K. Koshimizu. 1993. 1’-Acetoxychavicol acetate as a potent inhibitor of tumor promoter-induced Epstein.Barr virus activation from Languas galanga, a traditional Thai condiment. Biosci.Biotechnol.Biochem. 57: 1344-1345. Kusuma, E.B., K.H. Timotius dan L. Limantara. 1998. Ekstraksi, pemurnian dan pengukuran konsentrasi b-karoten pada wortel(Daucus carota L.):Studi awal pemanfaatan pigmen alami sebagai zat pewarna makanan. Prosiding Nasional Teknologi Pangan & Gizi, Yogyakarta : 363-371. Matsuda, H., Y. Pongpiriyadacha, T. Morikawa., M. Ochi. and M. Yoshikawa. 2003. Gastroprotective effects of phenylpropanoids from rhizomes of Alpinia galanga in rats:structural requirements and mode of action. European Journal of Pharmacology. 47 : 59-67. Mitsui, S., S. Kobayashi, H. Nagakori and A. Ogisho. 1976. Constituents from seed of Alpinia galanga Willd. and their anti-ulcer activities. Chem Pharm.Bull. 24: 2377-2382. Morikawa, T., S. Ando., H. Matsuda, S. Katacka and M. Yoshikawa. 2005. Inhibitors of nitric oxide production from the rhizomes
Hernani et al,
of Alpinia galanga:structure of new 8-9 linked neolignans and sesquincolignan. Chem. Pharm. Bull 53(6):625-630. Pramono, E. 2002. Perkembangan dan prospek industri obat tradisional Indonesia. Prosiding seminar nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI. F. Farmasi Ubaya, Surabaya : 18- 27. Putro, H.D. 2006. Kondisi optimum ekstraksi daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol. Skripsi S1. ST MIPA, Bogor. 78 hal. Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas antikanker ekstrak lengkuas lokal (Alpinia galanga (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditrasplantasi dengan sel tumor primer. Thesis S3, IPB, Bogor. Sidik dan H. Mudahar. 2000. Ekstraksi tumbuhan obat, metoda dan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produknya. Makalah pada Seminar Sehari Pemanfaatan bahan Obat Alami III. Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta. 8 hal. Sinambela, J.M. 2003. Standarisasi sediaan obat herba. Prosiding seminar dan Pameran Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII : 36-43. Soemantri. 1993. Masalah pengembangan teknologi sediaan fitofarmaka. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 2(4) : 4-7. Susanto, E. 2001. Pengaruh metoda ekstraksi terhadap rendemen xanthorrhiza Roxb.). Warta IHP/J. Of Agro-based Industry. 18 (1-2) : 32-36. Susanto, E., H. G. Pohan dan Lucyana. 1996. Mempelajari pengaruh konsentrasi alkohol dan ukuran bubuk terhadap hasil dan kadar kurkumin oleoresin kunyit (Curcuma domestica Val.). Warta IHP/J. Of Agro-based industry. 13 (1-2) : 43-47. Syahbirini, G; I. Batubara, T. Setiawati dan L. Nulhakim. 2005. Senyawa aktif daun picung (Pangium edule Reinw) sebagai insektisida botani terhadap ulat grapyak (Spodoptera litura F) (Lepidoptera noctuida). Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan alam XV. Dep.Kimia, F.MIPA,IPB-HKBA, Bogor : 56-66. Trisnamurti, R.H and T. Basuki. 2005. Functional food industry:Trends and Challenges. LIPI Press, Jakarta : 59-77. Wahono, S. 2000. Aspek teknologi dalam pemanfaatan tanaman obat. Makalah dalam Seminar 2 hari Tumbuhan Obat Indonesia. Kerjasama INRIK, UNPAD, Yayasan Ciung Wanara dan Kehati. Bandung. 8 hal. Wahyono, S. 1996. Pengaruh cara pengeringan dan wadah penyimpan terhadap kualitas simplisia bunga sidowayah (Woodfordia floribunda Salisb.). Prosiding Seminar dan Pameran Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIV. Pusat Studi Biofarmaka, IPB : 126-129. Wahyono, S., Sunarsih dan W. Jokopriyambodo. 2002. Penelitian ekstraksi daun kemuning (Murraya paniculata L.). Prosiding seminar nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI. F. Farmasi Ubaya, Surabaya : 348 - 352. Wijesekera, R.O.B. 1991. The Medicinal Plant Industry. CRC Press, London.236 hal. Windono, T dan Sutarjadi. 2002. Penyebaran dalam aneka jenis bahan alami serta profil struktur kimia senyawa antifungi terhadap Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Artocarpus. 2 (2) : 48-62. Zaeoung, S., A. Plubrukarn and N. Keawpradub. 2005. Cytotoxic and free radical scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. J. Sci. Technol: 27(4): 799-812.