PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI

Download permasalahan klasik yaitu banjir pasang air laut (rob). Kabupaten .... dan Pasang Surut Air. Lau Terhadap Banjir Rob di Kecamatan Semarang ...

0 downloads 570 Views 507KB Size
PEMODELAN GENANGAN BANJIR PASANG AIR LAUT DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN CITRA ALOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Moh Holli Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Email :[email protected]

ABSTRAK Daerah yang daratannya lebih rendah dari permukaan air laut akan menimbulkan permasalahan klasik yaitu banjir pasang air laut (rob). Kabupaten Sampang bagian selatan merupakan salah satu wilayah yang daratannya rendah dan landai. Penelitian ini, melihat genangan banjir pasang air laut yang masuk kedaratan, dari garis pantai dengan skenario yang di tentukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini memanfaatkan aplikasi Penginderaan Jauh untuk memperoleh informasi Tutupan Lahan dan Koefsien Kekasaran Permukaan serta menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk menyusun model genangan banjir pasang air laut, pemodelan genangan banjir pasang air laut menggunakan skenario tinggi run – up 0,5m, 1m, 1,5m, 2m, 2,5m dan 3m. Berdasarkan hasil pemodelan genangan banjir pasang air laut (Rob) di Kabupaten Sampang bagian selatan menunjukkan bahwa daearah terjauh tergenangi banjir pasang air laut (rob) dari garis pantai ke daratan yaitu di Desa Tambaan Kecamatan Camplong tetapi dengan skenario 3 meter daerah yang paling jauh tergenangi dari garis pantai yaitu Desa Aengsareh Sampang. Kata kunci: SIG, Citra ALOS, rob, pemodelan genangan rob PENDAHULUAN Kawasan pemukiman yang berada di pesisir dihadapkan kepada permasalahan banjir pasang (Robb) akibat fluktuasi muka air laut. Permasalahan tersebut diperparah jika secara geografis lebih rendah dibanding dari permukaan laut. Jika kawasan pemukiman mempunyai topografi yang demikian tentu telah diupayakan “melindungi” wilayah tersebut, namun demikian aktivitas pemukim dapat mempengaruhi perubahan topografi kawasan. Kabupaten Sampang mempunyai wilayah yang berbatasan dengan laut. Secara geografis ibu kota Sampang berada di tepi pantai dan merupakan daerah cekungan dengan alur-alur sungai didalam kota yang bermuara ke laut. Upaya mengantisipasi meluapnya air sungai telah diupayakan pembangunan tanggul di sepanjang sempadan sampai wilayah tertentu. Namun demikian beberapa tahun terakhir , beberapa kawasan sering mengalami banjir. Untuk mengantisipasi perencanaan pembangunan kawasan dan pembangunan infrastruktur khususnya secara efektif dan efisien diperlukan prediksi kawasan mana yang berpeluang terjadi genangan. Prediksi dapat dilakukan secara mudah dan cepat serta mempunyai ketelitian yang baik jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Meskipun demikian penelitian secara intensif dijamin akurasinya. Sistem informasi geografi (GIS) merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk memprediksi suatu Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

fenomena di suatu wilayah yang luas. Dengan pendekatan GIS diharapkan keseringan banjir di Kabupaten Sampang diprediksi dan ditentukan batas mana yang selalu, kadang atau terancam akan terjadi banjir. METODE Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sampang selama 6 bulan dari bulan November 2011 sampai bulan April 2012, cara penelitian yang digunakan merupakan gabungan antara teknik interpretasi penginderaan jauh dengan klasifikasi multispektrall dan pemodelan spasial dengan Sistem Informasi Geografi. Penelitian dilakukan dengan tiga tahap yang pertama adalah tahap pengumpulan data tahap kedua yaitu pengolahan data dan tahap yang ketiga yaitu penyajian data. Pada tahapan pengumpulan data dilakukan studi pustaka yang bersifat teknis maupun teoritas seperti pengumpulan bahan – bahan yang dibutuhkan seperti citra Alos untuk proses klasifikasi tutupan lahan untuk mendapatkan peta koefesien kekasaran dan RBI untuk proes mendapatkan peta lereng. Tahap pengolahan data terdiri dari tahapan pengolahan citra digital, tahapan penyusunan peta tematik, tahap penyusunan basis data dan tahap terakhir yaitu pemodelan. CITRA ALOS

Peta RBI

Kriging Uji

akurasi

Klasifikasi Maximum Likelihood DEM Klasifikasi Tutupan Lahan

Peta Lereng

Peta Koefeisien Kekasaran Skenario Model Run-up (0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, 3 m) Basis Data Pemodelan Genangan Banjir Air Rob dengan Indek Berbasis Raster 2 1/3 H1OSS = (167 n / H0 ) + 5 sin S

Fungsi cost distance Peta Jangkauan Genangan Air Rob

Gambar 1. Tahap Pengolahan Data Pemodelan Banjir Pasang Air Laut Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Pemodelan genangan bencana banjir pasang air laut menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi. Pemodelan genangan banjir banjir pasang air laut mengacu pada model yang dikembangkan oleh McSaveney dan Rettenbury (2000 dalam Barryman, 2006) dengan variable penyusun yaitu skenario ketinggian gedangan air banjir pasang air laut, koefisien kekerasan dan lereng. Skenario ketinggian genangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu mulai dari 0.5, 1,5, 2, 2.5, 3 m, ini mengacu pada Diposaptono (2007) bahwa pasang surut di daerah Madura sangat tinggi sampai 3 meter. Peta koefisien kekerasan diperoleh dari peta penggunaan lahan hasil dari ektraksi tutupan lahan yang dihubungkan nilai koefesien kekerasan yang dikembangkan oleh Berryman (2006). Li dan Zhang (2001) dalam Danamik, (2008). Peta lereng dihasilkan dari DEM (Digital Elevation Model) Penurunan ketinggian air pada masingmasing piksel dihitung dengan persamaan McSaveney dan Rattenbury (2000) dalam Barryman (2006 ) : H1OSS = (167 n2 / H01/3) + 5 sin S Keterangan : H1OSS : penurunan ketinggian air per-meter dari jarak genangan n : koefisien kekasaran permukaan H0 : ketinggian air pada garis pantai S : kelerengan Tahap yang ketiga yaitu penyajian data baik dalam bentuk deskriptif dan peta. Adapun gambar alur penelitian dapat dilihat dibawah ini HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini model genangan banjir pasang air laut disimulasikan dengan skenario ketinggian run-up banjir pasang air laut pada garis pantai yaitu 0,5m, 1m, 1.5m, 2m, 2.5m, 3 m. Masing – masing skanario yang dimodelkan akan menunjukkan ketinggian genangan dan jarak genangan terjauh dari garis pantai. Skenario ini di wakili 0,5 m sampai 3 meter. Hasil yang didapat dari analisis yang dilakukan dengan skenario 0,5 meter daerah terjauh yang tergenangi dari garis pantai yaitu 180 m dan apabila terjadi banjir dengan run-up 3 m maka daerah yang tergenangi mencapai 383,435 Ha dan genangan terjauh dari garis pantai sepanjang 2,173 km Genangan air laut terjauh dari garis pantai kedaratan apabila terjadi banjir pasang air laut di pantai selatan Kabupaten Samapng, yang terluas yaitu Kecamatan Camplong , tetapi dengan Run-up 3 meter yang paling luas genangannya yaitu Desa Aengsareh di Kecamatan kota Sampang, karena daerah ini sangat rendah. Sedangkan daerah yang paling rendah terkenak dampak banjir pasang air laut yaitu Kecamatan Sreseh, karena daerah ini daratannya lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Parangenan, Sampang dan Camplong (Gambar 2 dan Tabel 1).

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Gambar 2. Peta Model Genangan Banjir Air Laut di Kabupaten Sampang Pemukiman yang ada di sekitar pantai selatan Kabupaten Sampang sangat berisiko apabila terjadi banjir rob dengan run-up lebih dari 0,5 meter karena daerah selatan Kabupaten Sampang termasuk daerah yang rendah dan landai. Luas genangan banjir pasang air laut sangat dipengaruhi oleh tinggi run-up banjir ROB di garis pantai. Semakin tinggi run-up banjir pasang air laut maka akan semakin luas genangan banjir. Tabel 1. Hasil Pemodelan Genangan Akibat Banjir Pasang Air Laut Kabupaten Sampang Tinggi run-up (m)

Kecamatan/kota

0,5

Camplong Sampang

Genangan Terjauh dari Garis Pantai Kedaratan 180 m 158 m

Desa

Luas Genangan Keseluruhan (Ha)

Tambaan Aengsareh

150,506

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

1

1,5

2

2,5

3

Pangarengan Sreseh

125 m 72 m

Apaan Taman

Camplong Sampang Pangarengan Sreseh

0,481 km 0,247 km 0,371 km 0,285 km

Tambaan Aengsareh Apaan Taman

Camplong Sampang Pangarengan Sreseh

0, 978 km 0, 523 km 0, 605 km 0, 489 km

Tambaan polangan Apaan Taman

Camplong Sampang Pangarengan Sreseh

1,271 km 1,007 km 0,898 km 0,666 km

Tambaan Aengsareh Apaan Taman

Camplong Sampang Pangarengan Sreseh

1,442 km 1,425 km 1,022 km 0,867 km

Tambaan Aengsareh Apaan Taman

Camplong Sampang Pangarengan Sreseh

1,610 km 2,173 km 1.409 km 0,960 km

Tambaan Aengsareh Apaan Taman

198.086

273,123

336,959

383,435

422,389

Untuk menghindari luasan genangan banjir pasang air laut semakin luas, maka di perlukan langkah–langkah yang tepat, diantaranya tidak mengekploitasi air tanah secara terus menerus tanpa ada pengisian kembali, mengurangi reklamasi pantai dan mengembangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Berryman, K. (2006). Review of Tsunami Hazard and Risk in New Zealand. New Zealand: Institute of Geological & Nuclear Sciences. Dinamik, M,R,S. 2008. Pemodelan Tingkat Resiko Tsunami Kota Denpasar Menggunakan Citra Aster dan Sistem Informasi Geografis (Tesis) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Li, Z., & Zhang, J. (2001). Calculation of Field Manning's Roughness Coefficient. Agricultural Water Management 46, Elsevier, 153-161 Setiyanto, Heru. 2002. Studi Pengaruh Penurunan Muka Tanah dan Pasang Surut Air Lau Terhadap Banjir Rob di Kecamatan Semarang Utara. (Jurnal). JurusanPerencanaan Wilayah dan Kota. Unoversitas Diponegoro Semarang Wahyudi. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan ROB di Kawasan Kaligawe Semarang. (Jurnal) Semarang. Riptek, Vol. I, November 2007, Hal : 27-34 Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012