PEMUTUAN BIJI KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN

Download PEMUTUAN BIJI KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA. ( IMAGE PROCESSING). SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar. SAR...

1 downloads 562 Views 2MB Size
PEMUTUAN BIJI KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA (IMAGE PROCESSING)

Oleh : SRI CITRA YULIANA MADI F14050871

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PEMUTUAN BIJI KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA (IMAGE PROCESSING)

SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh SRI CITRA YULIANA MADI F14050871

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Skripsi : Pemutuan Biji Kopi Dengan Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing) Nama

: Sri Citra Yuliana Madi

NIM

: F14050871

Menyetujui, Pembimbing

(Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr) NIP. 19661228 1999203 1 003

Mengetahui Ketua Departemen Teknik Pertanian

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004

Tanggal Lulus:

SRI CITRA YULIANA MADI. F14050871. Pemutuan Biji Kopi dengan Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing). Di bawah bimbingan : Usman Ahmad. 2010.

RINGKASAN

Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan penting dalam menunjang perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai mata pencaharian rakyat. Saat ini Indonesia tergolong negara produsen kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Colombia. Konsumen kopi, baik dari dalam maupun luar negeri menghendaki kopi dengan mutu prima. Penilaian mutu kopi ekspor Indonesia saat ini masih didasarkan pada sistem nilai cacat, yaitu didasarkan pada kondisi fisik biji. Pada tingkat eksportir, pemutuan biji kopi dilakukan dengan mengguanakan mesin terutama untuk memisahkan biji kopi hitam. Hasilnya akan dianalisis di laboratorium dengan mangambil sampel sebanyak 300 gram untuk ditentukan mutunya. Penentuan mutu dengan cara seperti ini mempunyai kelemahan dari sisi subyektivitas yang memungkinkan terjadinya kesalahan akibat kelelahan mata manusia terhadap contoh yang dianalisa. Oleh sebab itu untuk mengatasi masalah tersebut maka diharapkan teknologi pengolahan citra (image processing) merupakan solusi yang tepat dalam pemutuan biji kopi. Penelitian ini bertujuan utuk mempelajari parameter mutu visual biji kopi menggunakan image processing, menyusun algoritma image processing untuk proses pemutuan biji kopi, dan menentukan kelas mutu biji kopi menggunakan algoritma image processing yang disusun dan membandingkannya dengan hasil pemutuan manual. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan pada bulan Desember 2009 sampai Juni 2010, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departeman Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi arabika pada berbagai kelas mutu yang berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah : Ayakan, kamera CCD, Laptop Toshiba seri P25, Cardbus PC card dan unit catu daya 12 volt, empat buah lampu TL, papan pengambilan gambar, kabel FireWire, kain berwarna hitam, dan tripleks. Sebelum biji kopi diambil citranya dan diolah, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pemutuan terhadap biji kopi yang akan digunakan sebagai sampel. Pemutuan ini dilakukan dengan menggunakan ayakan sehingga biji kopi terbagi menjadi empat kelas mutu yaitu : kelas mutu A, kelas mutu B, kelas mutu C, dan kelas Reject (RJ). Sampel biji kopi yang digunakan pada masing-masing kelas mutu adalah 160 biji, sehingga jumlah keseluruhan yang digunakan 640 biji kopi. Pengambilan gambar dilakukan secara majemuk dengan susunan biji kopi yang teratur dengan konfigurasi matriks 4 x 4.

Program pengolahan citra biji kopi didesain dengan menggunakan bahasa pemograman SharpDevelop 3.2. Program digunakan untuk mendapatkan parameter-parameter citra yaitu : area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (r) dan indeks warna hijau (g). Parameter-parameter citra tersebut dianalisis secara statistik untuk mendapatkan hubungan antara parameterparameter citra dengan kelas mutu biji kopi kemudian merumuskan hubungan tersebut kedalam persamaan logika. Persamaan logika tersebut kemudian digunakan untuk mengidentifikasi biji kopi pada program komputer. Tingkat kesesuaian pemutuan biji kopi menggunakan pengolahan citra terhadap pemutuan secara manul adalah sekitar 81.10 persen dengan tingkat kesesuaian pada masing-masing kelas mutu A, B, C, dan RJ berturut-turut sebesar 83.13 persen, 70.63 persen, 75.00 persen, dan 95.63 persen. Rendahnya tingkat kesesuaian pengolahan citra yang diperoleh dapat disebabkan karena pada saat pemutuan secara manual dilakukan tidak begitu ketat dan pemilihan biji kopi untuk dijadikan sampel masih kurang baik.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara pada tanggal 5 Juli 1987. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara pasangan Madi Nasri dan Waode Hariani. Pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-Kanak Wasintalalo BauBau, Sulawei Tenggara pada tahun 1992 sampai tahun 1993. Pada tahun 1993 sampai tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikannya di SD Negeri Matanauwe 1 Buton,

Sulawesi

Tenggara. Pada tahun

1999, penulis

melanjutkan

pendidikannya di SMP Negeri Lasalimu 2 Buton, Sulawesi Tenggara dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Pertanian (TP), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) pada tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis mengikuti berbagai organisasi, seperti anggota staff data nasional Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (HIMATETANI) periode 2008-2009, sekretaris bidang kerjasama dan koordinasi Forum Anggota Muda Persatuan Insinyur Indonesia cabang Bogor periode 2009-2010. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah (2009) yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Pertanian. Selain organisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan olahraga khususnya bola voli di IPB. Penulis menjadi anggota tim voli putri mewakili fakultas untuk mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI). Pada tahun 2009, penulis melakukan Praktek Lapangan (PL) di PT. Condong Garut, dengan judul

“Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses

Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) di PT. Condong Garut. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “ Pemutuan Biji Kopi dengan Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing)”.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pemutuan Biji Kopi dengan Menggunakan Pengolahan Citra (Image Processing) “. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih

dan

penghargaan kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada : 1.

Direktorat Jendaral Pekebunan dan Bogor International Club atas bantuan dananya yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2.

Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr sebagai dosen pembimbing akademik yamg telah meluangkan waktunya untuk mendidik, memberikan arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

3.

Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan banyak masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

4.

Ir. Putiati Mahdar, Mapp. Sc sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5.

Dedy Wirawan Soedibyo, STP. M.Si atas bantuannya yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan nasehat yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6.

Keluargaku tersayang yang sudah memberikan doa, dukungan, nasehat, semangat, perhatian, dan kasih sayang yang tulus sehingga penulis selalu termotivasi untuk berusaha memberikan yang terbaik.

7.

Teman-teman Wisma Nerita (Ifah, Dinda, Agusti, Hima, Arni, Martha, Nita) yang selalu mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8.

Teman-teman TEP Angkatan 42 dan 43 serta semua pihak yang sudah membantu menyelesaikan skripsi ini dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

i

Penulis memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaikinya. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 A. KOPI .................................................................................................................. 3 B. STANDAR MUTU KOPI ................................................................................ 5 C. PENGOLAHAN CITRA ................................................................................ 10 a.

Perangkat Keras Pengolahan Citra................................................................ 11

b. Perangkat Lunak Pengolahan Citra ............................................................... 12 c.

Fitur-Fitur Pengolahan Citra ......................................................................... 13

D. PENELITIAN TERDAHULU ....................................................................... 16 III.

METODE PENELITIAN............................................................................... 22

A. TEMPAT DAN WAKTU ............................................................................... 22 B. BAHAN DAN ALAT ...................................................................................... 22 a.

Bahan Penelitian ........................................................................................... 22

b. Peralatan ........................................................................................................ 22 iii

C. PROSEDUR PENELITIAN .......................................................................... 23 IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 32

A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI...................................... 32 B. PROSES EKTRAKSI CITRA....................................................................... 34 C. SIFAT KELAS MUTU BERDASARKAN HASIL EKSTRAKSI CITRA41 a.

Area ............................................................................................................... 41

b. Tinggi ............................................................................................................ 43 c.

Lebar ............................................................................................................. 44

d. Perimeter ....................................................................................................... 46 e.

Area Cacat ..................................................................................................... 47

f.

Indeks Warna Merah (R) .............................................................................. 48

g. Indeks Warna Hijau (G) ................................................................................ 49 h. Parameter Mutu Citra yang Digunakan ........................................................ 50 D. PERBANDINGAN PEMUTUAN BIJI KOPI SECARA MANUAL DENGAN PENGOLAHAN CITRA ............................................................. 51 a.

Penentuan Batasan Nilai Parameter Pengolahan Citra dalam Pemutuan Biji Kopi............................................................................................................... 51

b. Pemutuan Biji Kopi Berdasarkan Kombinasi Parameter Pengolahan Citra . 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 56 A. KESIMPULAN ............................................................................................... 56 B. SARAN ............................................................................................................ 56 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 58 LAMPIRAN ............................................................................................................... 60

iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rata-rata ekspor kopi berdasarkan mutu 1997-2001 ...................................... 1 Tabel 2. Ekspor negara tujuan Indonesia tahun 2002-2005 .......................................... 3 Tabel 3. Jumlah produksi dan ekspor kopi Indonesia tahun 2000-2005 ....................... 4 Tabel 4. Komposisi kimia biji kopi kering.................................................................... 4 Tabel 5. Syarat mutu umum .......................................................................................... 6 Tabel 6. Syarat penggolongan mutu kopi Robusta dan Arabika berdasarkan nilai cacat ................................................................................................................ 6 Tabel 7. Persyaratan ukuran biji kopi ........................................................................... 6 Tabel 8. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi ......................................................... 7 Tabel 9. Cacat primer .................................................................................................... 9 Tabel 10. Cacat sekunder .............................................................................................. 9 Tabel 11. Model warna dan deskripsinya ................................................................... 16 Tabel 12. Hubungan parameter mutu kopi dengan parameter mutu citra ................... 27 Tabel 13. Nilai sebaran intensitas warna merah (R) ................................................... 38 Tabel 14. Nilai sebaran intensitas warna hijau (G) ..................................................... 39 Tabel 15. Nilai sebaran intensitas warna biru (B) ....................................................... 40 Tabel 16. Nilai sebaran area pada empat kelas mutu .................................................. 42 Tabel 17. Nilai sebaran tinggi pada empat kelas mutu ............................................... 43 Tabel 18. Nilai sebaran lebar pada empat kelas mutu ................................................. 45 Tabel 19. Nilai sebaran perimeter pada empat kelas mutu ......................................... 46 Tabel 20. Nilai sebaran area cacat pada empat kelas mutu ......................................... 48 Tabel 21. Nilai sebaran indeks r terhadap empat kelas mutu ...................................... 49 v

Tabel 22. Nilai sebaran indeks g terhadap empat kelas mutu ..................................... 50 Tabel 23. Hubungan parameter mutu manual dengan pengolahan citra ..................... 51 Tabel 24. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan RJ dan kelas mutu ............................................................................................................ 52 Tabel 25. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan kelas mutu .... 52 Tabel 26. Hasil klasifikasi biji kopi dengan menggunakan pengolahan citra ............. 54

vi

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Biji kopi beras ............................................................................................. 4 Gambar 2. (a) Ayakan I (diameter lubang 7.5 mm), (b) Ayakan II (diameter lubang 6.5 mm), (c) Ayakan III (diameter lubang 5.5 mm). ................................ 24 Gambar 3. Diagram alir proses penyiapan biji kopi ................................................... 25 Gambar 4. Digram alir pelaksanaan penelitian ........................................................... 31 Gambar 5. Tampilan program pengolahan citra biji kopi ........................................... 33 Gambar 6. Tampilan citra hasil thresholding.............................................................. 34 Gambar 7. Tampilan citra perimeter ........................................................................... 35 Gambar 8. Tampilan citra biji kopi dengan area cacat................................................ 36 Gambar 9. Tampilan file text pengolahan citra ........................................................... 36 Gambar 10. Sebaran intensitas warna merah (R) ........................................................ 37 Gambar 11. Sebaran intensitas warna hijau (G).......................................................... 39 Gambar 12. Sebaran intensitas warna biru (B) ........................................................... 40 Gambar 13. Sebaran nilai parameter area biji kopi pada empat kelas mutu ............... 41 Gambar 14. Sebaran nilai parameter tinggi biji kopi pada empat kelas mutu ............ 43 Gambar 15. Sebaran nilai parameter lebar biji kopi pada empat kelas mutu .............. 44 Gambar 16. Sebaran nilai parameter perimeter biji kopi pada empat kelas mutu ...... 46 Gambar 17. Sebaran nilai parameter area cacat biji kopi pada empat kelas mutu ...... 47 Gambar 18. Sebaran nilai parameter indeks r biji kopi pada empat kelas mutu ......... 48 Gambar 19. Sebaran nilai parameter indeks g biji kopi pada empat kelas mutu ........ 50 Gambar 20. Hasil pemutuan biji kopi menggunakan program pengolahan citra ........ 55

vii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Sebaran nilai area pada empat kelas mutu ............. Error! Bookmark not defined. Lampiran 2. Sebaran nilai tinggi pada empat kelas mutu .......... Error! Bookmark not defined. Lampiran 3. Sebaran nilai lebar pada empat kelas mutu ........... Error! Bookmark not defined. Lampiran 4. Sebaran nilai perimeter pada empat kelas mutu .... Error! Bookmark not defined. Lampiran 5. Sebaran nilai area cacat pada empat kelas mutu.... Error! Bookmark not defined. Lampiran 6. Sebaran nilai indeks R pada empat kelas mutu ..... Error! Bookmark not defined. Lampiran 7. Sebaran nilai indeks G pada empat kelas mutu ..... Error! Bookmark not defined. Lampiran 8. Hasil klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citraError! Bookmark not defined.

viii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi baik bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan internasional selama abad ke-19. Sejak saat itu perdagangan kopi menderita kerugian karena kelebihan persediaan (over supply) dan harga yang rendah, diikuti oleh periode-periode yang relatif singkat dari kekurangan persediaan (short supply) dan harga yang tinggi. Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan penting dalam menunjang perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai mata pencaharian rakyat. Saat ini Indonesia tergolong negara produsen kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Colombia dan negara produsen kopi jenis robusta terbesar di dunia. Tabel 1. Rata-rata ekspor kopi berdasarkan mutu 1997-2001 Mutu Robusta Arabika

Grade I Grade II Grade III Grade IV Grade V Grade IV Jumlah

Total

Volume (ton) 8 053 6 830 59 687

Persentase (%) 2.87 2.44 21.29

Volume (ton) 25 117 3 119 5 582

Persentase (%) 71.26 8.85 15.84

Volume (ton) 33 170 9 949 65 269

Persentase (%) 10.51 3.15 20.68

154 569

55.12

780

2.21

155 349

49.22

15 912 35 354

5.67 12.61

331 318

0.94 0.90

16 243 35 672

5.14 11.30

280 405

100.00

35 247

100.00

315 652

100.00

Sumber : Kopi Indonesia, Edisi 112/Th X/Januari-Februari 2003

Hampir 70 persen produksi kopi Indonesia dipasarkan ke berbagai negara dan hanya sekitar 30 persen yang digunakan untuk konsumsi domestik. Kondisi ini menggambarkan bahwa kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar ekspor.

1

Akhir-akhir ini muncul permasalahan karena lebih dari 65 persen ekspor kopi Indonesia adalah grade IV ke atas dan tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor. Konsumen kopi, baik dari dalam maupun luar negeri menghendaki kopi dengan mutu prima. Penilaian mutu kopi ekspor Indonesia saat ini masih didasarkan pada sistem nilai cacat, yaitu didasarkan pada kondisi fisik biji. Pada tingkat eksportir, pemisahan dilakukan dengan menggunakan mesin terutama untuk memisahkan biji kopi hitam. Hasil sortasi ini akan ditentukan mutunya dengan mengambil contoh kopi untuk dianalisa di laboratorium sesuai dengan standar mutu kopi yang disusun oleh Pusat Pengujian Mutu Barang (PPPMB) Depperindag dan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Penentuan nilai cacat dilakukan secara visual oleh manusia dengan pengambilan 300 gram contoh kopi untuk dianalisa. Penentuan nilai cacat dengan cara seperti ini mempunyai kelemahan dari sisi subyektivitas yang memungkinkan terjadinya kesalahan akibat kelelahan mata manusia terhadap contoh yang dianalisa. Oleh sebab itu untuk mengatasi masalah tersebut maka diharapkan teknologi pengolahan citra (image processing) merupakan solusi yang tepat dalam penentuan nilai cacat.

B. TUJUAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan pemutuan biji kopi dengan menggunakan image processing. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah : 1.

Mempelajari parameter mutu visual biji kopi menggunakan image processing.

2.

Menyusun algoritma image processing untuk proses pemutuan biji kopi.

3.

Menentukan kelas mutu biji kopi menggunakan algoritma image processing yang disusun dan membandingkannya dengan hasil pemutuan manual.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KOPI Coffee atau kopi dalam bahasa Indonesia secara luas dikenal sebagai stimulan yang dibuat dari biji kopi. Kopi pertama kali dikonsumsi orang di abad ke-9 di daerah dataran tinggi Ethiopia, dari sana lalu menyebar ke Mesir dan Yaman lalu di abad ke-15 menyebar ke Armenia, Persia, Turki, dan Afrika Utara. Tanaman kopi tergolong dalam famili Rubiaceae, sub famili Cinchonoides, genus Coffea L., sub genus Coffea. Sub genus Coffea lebih banyak dikembangkan karena paling menguntungkan (Najiyati dan Danarti, 1998). Ada dua spesies dari tanaman kopi yaitu kopi Arabika (Coffea arabica) adalah kopi tradisional, dan dianggap paling enak rasanya, kopi Robusta (Coffea connephora) memiliki kafein yang lebih tinggi dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana Arabika tidak akan tumbuh. Dan kedua jenis kopi ini yang paling banyak diperdagangkan di Indonesia. Jenis kopi yang paling banyak ditanam di Indonesia adalah kopi Robusta. Kopi Arabika tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 600 m dpl (Ky dkk, 2001). Jika dilihat dari mutu kopi Robusta berada dibawah kopi Arabika. Jumlah pasokan kopi Arabika di dalam pasokan dunia sekitar 70 persen. Sedangkan kopi Robusta sekitar 24 persen dan sisanya diisi oleh kopi jenis Liberica dan Excesa. Produksi kopi, ekspor, dan negara tujuannya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Ekspor negara tujuan Indonesia tahun 2002-2005 Negara Tahun (ton)

Amerika Serikat Jepang Jerman Italia Singapura Total

2002

2003

2004

2005

43 243 56 879 53 562 15 011 12 642 181 337

48 239 52 720 57 608 25 086 8 935 192 588

73 288 55 141 53 936 21 348 10 561 214 274

84 426 49 936 78 755 30 500 13 276 256 893

Sumber : Direktorat jendral perkebunan (2006) dalam Rosadi (2007)

3

Tabel 3. Jumlah produksi dan ekspor kopi Indonesia tahun 2000-2005 Tahun Ekspor (ton) Produksi (ton) 2000 340 887 554 574 2001 250 818 569 234 2002 325 009 682 019 2003 323 520 671 255 2004 344 077 647 385 2005 445 829 640 365 Sumber : Direktorat jendral perkebunan (2006) dalam Rosadi (2007)

Biji kopi Robusta dan Arabika dapat dibedakan dengan nyata secara makroskopis. Biji kopi Arabika lebih besar dari biji kopi robusta. Panjang biji kopi arabika sekitar 8-12 mm dan lebar 6-8 mm, rasio panjang dan lebar 6-7 mm dengan rasio 1.0-1.15. Buah kopi mempunyai kisaran berat antara 100 mg sampai 200 mg dan densitas antara 1.15-1.42 (Asiedue, 1989 dalam Sofi’i, 2005). Tabel 4. Komposisi kimia biji kopi kering No Komponen 1 Air 2 Kafein 3 Lemak 4 Gula 5 Selulosa 6 Senyawa yang mengandung N 7 Senyawa yang tidak mengandung N 8 Abu

Jumlah (%) 11-12 1-2 12-13 8-9 18-19 12-13 33-34 3-4

Sumber : Zaini A (2009)

Gambar 1. Biji kopi beras

4

B. STANDAR MUTU KOPI Sebelum kopi dipasarkan, baik untuk dipasarkan di dalam negeri maupun di luar negeri, biji kopi harus disortasi terlebih dahulu menurut standar mutu yang telah ditetapkan. Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kopi nomor 01-2907-2008 yang merupakan revisi SNI 01-2907-1999, Biji kopi. Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 65-03 Pertanian. Standar ini disusun dan direvisi berdasarkan perkembangan pasar global, seperti sebagian Resolusi ICO 407 serta mempertimbangkan persyaratan internasional. Dalam resolusi

ICO 407

ditegaskan mengenai larangan perdagangan kopi mutu rendah yang diberlakukan sejak tanggal 1 Oktober 2002. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan peningkatan mutu kopi Indonesia melalui penerapan standar mutu dan harmonisasi antara standar mutu kopi Indonesia dan standar mutu kopi dunia. Oleh karena itu dalam revisi SNI 2907-1999 dilakukan penyempurnaan terutama mengenai persyaratan mutu kopi. Beberapa pokok ketetapan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kopi nomor 01-2907-2008 adalah : 1. Berdasarkan jenis kopi dapat dibedakan kedalam : kopi Robusta dan kopi Arabika. 2. Berdasarkan cara pengolahannya, kopi dapat digolongkan kedalam 2 jenis : kopi pengolahan kering dan kopi pengolahan basah. 3. Berdasarkan nilai cacatnya, kopi dapat digolongkan menjadi 6 tingkat mutu. Untuk kopi Robusta mutu 4 terbagi dalam sub tingkat mutu 4a dan 4b. Tiap jenis mutu dapat lebih diperjelas dengan identifikasi lebih lanjut dan disebutkan daerah asalnya. 4. Ketentuan umum syarat mutu : 4.1. Syarat umum

5

Tabel 5. Syarat mutu umum No Kriteria Satuan 1 Serangga hidup 2 Biji berbau busuk dan atau berbau kapang 3 Kadar air % fraksi massa 4 Kadar kotoran % fraksi massa

Persyaratan Tidak ada Tidak ada Maks 12.5 Maks 0.5

Sumber : Badan standar nasional Indonesia

4.2. Syarat khusus Tabel 6. Syarat penggolongan mutu kopi Robusta dan Arabika berdasarkan nilai cacat Mutu Persyaratan Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11* Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25 Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44 Mutu 4a Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60 Mutu 4b Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80 Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150 Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225 Sumber : Badan standar nasional Indonesia

CATATAN : Untuk kopi Arabika mutu 4 tidak dibagi menjadi sub mutu 4a dan 4b. Tanda bintang untuk kopi Peaberry dan Polyembrio. Mutu biji kopi berdasarkan nilai cacat yang dihitung dari contoh uji seberat 300 gram. Jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai cacat, maka penentuan nilai cacat tersebut didasarkan pada bobot nilai cacat terbesar. Persyaratan ukuran biji kopi dapat dilihat pada Tabel 7 dan nilai cacat biji kopi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Persyaratan ukuran biji kopi Ukuran Syarat mutu Besar

Tidak lolos ayakan lubang bulat diameter 7.5 milimeter

Sedang

Lolos ayakan lubang bulat diameter 7.5 milimeter Tidak lolos ayakan lubang bulat diameter 6.5 milimeter

Kecil

Lolos ayakan lubang bulat diameter 6.5 milimeter Tidak lolos ayakan lubang bulat diameter 5.5 milimeter

Sumber : Badan standar nasional Indonesia

6

Tabel 8. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi No Jenis cacat 1 1 (satu) biji hitam 2 1 (satu) biji hitam sebagian 3 1 (satu) biji hitam pecah 4 1 (satu)kopi gelondongan 5 1 (satu) biji cokelat 6 1 (satu) kulit kopi ukuran besar 7 1 (satu) kulit kopi ukuran sedang 8 1 (satu) kulit kopi ukuran kecil 9 1 (satu) biji berkulit tanduk 10 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar 11 1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 12 1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil 13 1 (satu) biji pecah 14 1 (satu) biji muda 15 1 (satu) biji berlubang satu 16 1 (satu) biji berlubang lebih dari satu 17 1 (satu) biji bertutul-tutul 18 1 (satu) ranting, tanah, atau batu berukuran besar 19 1 (satu) ranting, tanah, atau batu berukuran sedang 20 1 (satu) ranting, tanah, atau batu berukuran kecil

Nilai cacat 1 (satu) ½ (setengah) ½ (setengah) 1 (satu) ¼ (seperempat) 1 (satu) ½ (setengah) 1/5 (seperlima) ½ (setengah) ½ (setengah) 1/5 (seperlima) 1/10(sepersepuluh) 1/5 (seperlima) 1/5 (seperlima) 1/10(sepersepuluh) 1/5 (seperlima) 1/10(sepersepuluh) 5 (lima) 2 (dua) 1 (satu)

Sumber : Badan standar nasional Indonesia

Selain dilaksanakan uji mutu melalui defect system, juga harus diikuti dengan uji cita rasa (cup taste test). Cacat cita rasa dapat meliputi : 1. Earthy : berbau tanah, paling banyak dijumpai pada kopi asalan dari petani. 2. Mouldy : berbau jamur akibat penanganan yang kurang baik, kandungan kadar air masih tinggi menyebabkan jamur masuk. 3. Fermented : berbau busuk, sebagai akibat jelek dari pengolahan secara basah yang tidak sempurna. 4. Musty : berbau lumut. Standar mutu kopi yang sering digunakan untuk perdagangan dalam perdagangan internasional mengikuti standar SCAA (Specialty Coffee Association of America) dan metode klasifikasi green coffee Brazil/New York. Standar klasifikasi biji kopi hijau yang disediakan oleh SCAA adalah metode yang sangat baik untuk membandingkan biji kopi. Sistem ini unggul dari beberapa sistem lainnya dalam hubungan antara biji kopi cacat dan biji kopi kelas tinggi. 7

Metode pemutuan biji kopi menurut SCAA adalah : biji kopi sebanyak 300 gram dikuliti kemudian diurutkan dengan menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 14/64 inci, 15/64 inci, 16/64 inci, 17/64 inci, dan 18/64 inci. Biji kopi yang tersisa di setiap ayakan ditimbang dan persentasenya dicatat. Cara pengklasifikasian dengan menggunakan sampel sebanyak 300 gram kopi ini sangat memakan waktu, sehingga biasanya hanya 100 gram kopi yang digunakan. Jika berurusan dengan kopi kelas tinggi dengan hanya beberapa cacat, maka digunakan 300 gram. Jika kopi kualitas yang lebih rendah dengan banyak cacat, 100 gram biasanya cukup dalam klasifikasi yang tepat baik sebagai Below Standard Grade atau Off Grade. Kelas mutu yang ditetapkan oleh SCAA terbagi atas 5 kelas mutu yaitu sebagai berikut : 1. Specialty Grade Green Coffee (1) : khusus biji kopi hijau tidak memiliki lebih 5 penuh cacat dari 300 gram kopi. Tidak diperbolehkan adanya cacat primer. Toleransi maksimal 5 persen di atas atau di bawah ukuran ayakan yang ditunjukan. Kopi harus memiliki setidaknya satu ciri-ciri khusus pada tubuh, rasa, aroma, atau keasaman. Harus bebas dari kesalahan dan cacat/noda. Kadar air antara 9-13 persen. 2. Premium Coffee Grade (2) : kelas mutu kopi premium harus tidak lebih dari 8 penuh cacat dalam 300 gram. Cacat primer diperbolehkan dengan toleransi maksimal 5 persen di atas atau di bawah ukuran ayakan yang ditunjukkan. Harus memiliki setidaknya satu ciri-ciri khusus pada tubuh, rasa, aroma, atau keasaman. Kadar air antara 9-13 persen. 3. Exchange Coffee Grade (2) : pada grade ini kopi yang cacat harus tidak lebih dari 9-23 penuh cacat dalam 300 gram. Berdasarkan beratnya harus 50 persen di atas ukuran ayakan 15 dengan tidak lebih dari 5 persen dari ukuran ayakan di bawah 14. Kadar air antara 9-13 persen. 4. Below Standard Grade (3) : 24-86 cacat dari 300 gram. 5. Off Grade (5) : lebih dari 86 cacat dari 300 gram.

8

Pada Tabel 9 dan Tabel 10 merupakan bagan pemutuan biji kopi menurut SCAA yang didasarkan pada cacat utama dan jumlah biji kopi yang cacat. Tabel 9. Cacat primer Cacat primer Biji hitam penuh Biji asam Kulit kopi Batu besar Batu sedang Ranting besar Ranting sedang

Nilai cacat 1 1 1 2 5 2 5

Sumber : http://coffeeresearch.org./coffee/scaaclass.htm

Tabel 10. Cacat sekunder Cacat sekunder Perkamen Sekam Biji pecah Serangga Biji hitam sebagian Biji asam sebagian Floater Kulit kopi Batu kecil Ranting kecil Kerusakan air

Nilai Cacat 2-3 2-3 5 2-5 2-3 2-3 5 5 1 1 2-5

Sumber : http://coffeeresearch.org./coffee/scaaclass.htm

Menurut Siswoputranto (1993), aspek-aspek yang diperhatikan dalam penetapan standar terutama mengenai : 1. Ukuran biji kopi dan keseragaman ukuran, aspek yang sangat diperhatikan pabrik-pabrik dalam kaitan dengan hasil penyanggraian yang seragam masak tanpa ada yang gosong ataupun kurang masak. 2. Cacat yang terlihat dari warna : biji hitam, biji berbintik-bintik, biji berwarna coklat. 3. Cacat biji karena biji pipih, biji pecah, biji berlubang akibat serangan hama. 4. Cacat karena biji berkapang akibat pengeringan biji kopi yang tidak dilakukan dengan baik.

9

Menurut Edizal (1992), jenis cacat yang mendominasi biji kopi di Indonesia adalah biji kopi hitam, biji kopi coklat, biji kopi hitam sebagian, biji kopi pecah, dan biji kopi berlubang. Cacat ini bersumber dari pengolahan kopi baik pra maupun pasca panen. Faktor yang menyebabkan timbulnya biji hitam adalah sistem panen yang kurang efektif, sehingga buah kopi yang masih muda ikut terpetik. Sortasi ekspor agar dapat memenuhi kebutuhan pasaran dunia dilakukan usaha seperti berikut : 1. Biji harus bersih, tidak tercampur pecahan kulit dan kotoran lain. Sebab kotoran-kotoran itu akan menambah berat dan juga bila turut dimasak akan mengurangi rasanya. 2. Hendaknya jangan sampai terdapat biji-biji pecah, biji-biji hitam atau yang terserang oleh hama busuk. 3. Biji-biji harus seragam dalam ukuran, bentuk dan warnanya. Misalnya yang berukuran besar akan lebih disukai. 4. Biji kopi yang kulitnya kisut adalah merupakan tanda bahwa mereka itu berasal dari buah muda atau belum masak benar. 5. Biji-biji kopi yang berasal dari berjenis-jenis kopi akan berlainan pula warnanya, misalnya : -

Biji kopi Robusta berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan

-

Biji arabika berwarna hijau kebiru-biruan

-

Biji Liberica, Hybrid, Excesa berwarna kuning

6. Tidak boleh berbau jamur. Hal ini terjadi oleh karena penyimpanan biji kopi kurang baik, misalnya dalam gudang yang lembab (Ciptadi, W dkk 1985). C. PENGOLAHAN CITRA Pengertian pengolahan citra (image processing) sedikit berbeda dengan pengertian mesin visual (machine vision), meskipun keduanya seolah-olah dapat dipergunakan dengan maksud yang sama. Terminologi pengolahan citra dipergunakan bila hasil pengolahan data yang berupa citra, adalah juga berbentuk citra yang lain, yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra 10

hasil pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya. Sedangkan terminologi mesin visual digunakan bila data hasil pengolahan citra langsung diterjemahkan dalam bentuk lain, misalnya grafik yang siap diinterpresentasikan untuk tujuan tertentu, gerak peralatan atau bagian dari peralatan mekanis, atau aksi lainnya yang berarti bukan merupakan citra lagi (Ahmad, 2005). Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu. a. Perangkat Keras Pengolahan Citra Pengolahan citra digital dipengaruhi oleh jenis perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga. Perangkat keras pengolahan citra terdiri dari beberapa subsistem yaitu komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif penyimpanan berkas citra, dan perangkat keras sistem pengolahan citra. Salah satu perangkat keras adalah sensor citra. Banyak macam sensor citra yang digunakan, namun saat ini yang sering digunakan adalah solid state image sensor karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukuran kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan scaning, yang umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu : Charge-Couple Device (CCD) dan Metal-Oxide Semiconductor (MOS). CCD adalah chip silikon yang terbentuk dari ribuan atau bahkan jutaan diode fotosensitif yang disebut photosites atau orang menyebutnya piksel. Tiap photosite menangkap satu titik objek untuk kemudian dirangkai dengan hasil tangkapan photosite lain menjadi gambar (Setiawan, 2004).

11

Perangkat lainnya yang diperlukan adalah unit display untuk memonitor citra yang ditangkap oleh kamera, menampilkan citra yang sudah diproses, baik hasil antara maupun hasil akhir, dan sebagainya. Kualitas citra yang dihasilkan dan ditampilkan tidak hanya tergantung pada kualitas monitor, tetapi juga pada jenis dan kemampuan penangkap bingkai citra yang digunakan, serta perangkat lunak yang menyertainya (Ahmad, 2005). b. Perangkat Lunak Pengolahan Citra Perangkat lunak (software) yang digunakan pada image processing tergantung pada jenis image frame grabber yang digunakan. Biasanya setiap pembelian paket image digitizer, paket tersebut telah dilengkapi dengan perangkat lunak untuk menggunakannya. Secara umum, pemograman pengolahan citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu program tunda, dimana program yang dibuat melakukan manipulasi dan analisis citra yang sudah direkam atau disimpan dalam bentuk file sebelumnya, bukan yang langsung ditangkap oleh kamera. Program jenis ini memanggil file citra yang sudah disimpan berupa bingkai citra ke dalam memori komputer, melakukan manipulasi atau perhitungan terhadap data dalam memori, menyimpan kembali data hasil manipulasi dalam file citra baru, atau menampilkan (menyimpan) data hasil ekstraksi citra. Program jenis ini dapat dijalankan tanpa perangkat kamera TV dan kartu penangkap citra, jadi hampir dapat dipastikan bahwa program tersebut dapat digunakan di sembarang komputer dengan sistem operasi yang kompatibel dengan sistem operasi dimana program tersebut dibuat. Jenis program yang lain adalah program live atau lebih dikenal dengan sebutan real-time program, yaitu program yang menangkap citra, memindahkan bingkai kedalam memori komputer, melakukan analisis dan perhitungan, dan menghasilkan citra lain atau lebih sering lagi suatu keputusan, tergantung pada tujuannya. Keputusan ini biasanya digunakan untuk melakukan aksi, misalnya memberi predikat pada obyek yang diambil citranya seperti pada sistem sortasi, atau

12

menggerakkan manipulator untuk memetik buah pada robot pemanen buah, dan sebagainya (Ahmad, 2005). c. Fitur-Fitur Pengolahan Citra Fitur-fitur pengolahan citra meliputi : 1. Segmentasi Citra Segmentasi citra merupakan suatu proses pengelompokkan citra menjadi beberapa region berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan pengertian, segmentasi memiliki tujuan menemukan karakteristik khusus yang dimiliki suatu citra. Oleh karena itulah, segmentasi sangat diperlukan pada proses pengenalan pola. Semakin baik kualitas segmentasi maka semakin baik pula kualitas pengenalan polanya. Secara umum ada beberapa pendekatan yang banyak digunakan dalam proses segmentasi antara lain : a. Teknik threshold, yaitu pengelompokkan citra sesuai dengan distribusi properti piksel penyusun citra. b.

Teknik region-based, yaitu pengelompokkan citra kedalam regionregion tertentu secara langsung berdasar persamaan karakteritik suatu area citranya.

c. Edge-based methods, yaitu pengelompokkan citra kedalam wilayah berbeda yang terpisahkan karena adanya perbedaan perubahan warna tepi dan warna dasar citra yang mendadak. Pendekatan pertama dan kedua merupakan contoh kategori pemisahan image berdasarkan kemiripan area citra, sedangkan pendekatan ketiga merupakan salah satu contoh pemisahan daerah berdasarkan perubahan intensitas yang cepat terhadap suatu daerah. Proses perhitungan beberapa fitur citra dilakukan pada citra biner, seperti pengukuran area, jarak, titik pusat, dan faktor bentuk. Oleh karena itu sebelum dilakukan variabel di atas, proses segmentasi perlu dilakukan.

13

2. Area Area merupakan salah satu ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali obyek. Area suatu biji mencerminkan ukuran atau berat biji sesungguhnya. Area merupakan luas dari suatu obyek yang dinyatakan dalam satuan piksel. Pengetahuan tentang area sangat membantu dalam mengidentifikasi obyek jika dibandingkan dengan noise. Noise umumnya memiliki ukuran jauh lebih kecil dari obyek. Dalam pengolahan citra digital, area dapat digunakan pula sebagai salah satu penentuan standar mutu produk. 3. Perimeter Perimeter adalah batas daerah yang dimiliki oleh suatu region terhadap background. Region adalah sekumpulan piksel yang terkoneksi satu sama lain dan mempunyai sifat yang secara umum sama. Jika S merupakan region dan S’ merupakan background, maka batas daerah merupakan sekumpulan piksel dari yamg mempunyai 4-tetangga dari S’. Bagian dari region yang bukan merupakan batas daerah disebut dengan interior. 4. Faktor Bentuk Faktor bentuk merupakan salah satu sifat geometri. Umumnya faktor bentuk merupakan suatu rasio antara area dengan perimeter atau rasio antara area dengan panjang maksimal suatu citra. Ada dua faktor bentuk yang umum digunakan yaitu compactness (kekompakan) dan roundness (kebundaran). Ukuran dari dua macam faktor bentuk ini dapat digunakan untuk menentukan jenis suatu obyek dari suatu citra, ataupun digunakan sebagai patokan mutu suatu jenis objek. 5. Pengolahan Warna Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan kasus, terutama untuk keperluan penampilan secara visual, nilai data digital merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format

14

citra digital yang banyak dipakai adalah citra biner (monokrom), citra skala keabuan (gray scale), citra warna (true color), dan citra warna berindeks. Warna adalah tidak lebih dari sekedar respon psycho-physiological dan intensitas yang berbeda (Ahmad, 2005). Warna sudah sukses diaplikasikan dalam pencarian image karena memiliki hubungan yang kuat dengan obyek dalam citra. Setiap piksel mempumyai warna yang spesifik yang merupakan kombinasi tiga warna dasar : Red (R), Green (G), dan Blue (B) yang sering disebut dengan citra RGB. Setiap komponen warna mempunyai intensitas sendiri dengan nilai 0-255. Contoh warna kuning (gabungan warna merah dan hijau) sehingga nilai RGBnya : R=255, G=255, dan B=0. Pada display komputer, warna direpresentasikan oleh model RGB (Red, Green, Blue). Dalam hal ini, sebuah warna didefinisikan sebagai jumlah relatif dari intensitas ketiga warna pokok (merah, hijau, dan biru) yang diperlukan untuk membentuk sebuah warna. Intensitas berkisar dari 0 persen sampai 100 persen dan jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan resolusi dari intensitas yang berarti jumlah warna yang dapat ditampilkan. Intensitas nol untuk ketiga warna pokok berarti hitam dan intensitas 100 persen untuk ketiga warna pokok adalah putih. Dalam hal perangkat keras display 24 bit, tiap 24 bit nilai piksel mendefinisikan sebuah warna yang mengandung 8 bit untuk intensitas warna merah, hijau, dan biru sehingga dapat menghasilkan kombinasi warna sebanyak 16 277 216 (Ahmad, 2005). Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan HIS (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Ahmad, 2005). Tabel

15

11 memperlihatkan beberapa model warna yang penting dan deskripsi serta pemakaiannya. Tabel 11. Model warna dan deskripsinya Model Warna Deskripsi RGB Merah, Hijau, Biru (warna pokok) Sebuah model warna aditif yang digunakan pada sistem display. CMY (K) Cyan, Magenta, Kuning (dan Hitam) Sebuah model warna subtraktif yang digunakan pada sitem printer. YcbCr Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr) Digunakan dalam siaran gelombang televisi. HSI Hue, Saturasi, dan Intensity Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna. Sumber : Ahmad. U. (2005)

Model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut : (

)

( (

( ) )

)

( ) ( )

Dengan R, G, dan B masing-masing berupa besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru.

D. PENELITIAN TERDAHULU Teknik pengolahan citra telah banyak dipergunakan dalam bidang pertanian antara lain penentuan jenis cacat biji kopi, pemutuan edamame, pemeriksaan mutu karet RSS, pemutuan buah mangga, identifikasi tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon dan manggis. Sofi’i dkk (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan teknik pengolahan citra untuk mengetahui cacat kulit biji kopi yang dilakukan dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0. Masukan dari program 16

pengolahan citra adalah frame foto dari berbagai jenis cacat kopi dan kode-kode biner jenis cacat yang telah ditentukan terlebih dahulu. Keluaran program pengolahan citra adalah data-data numerik seperti luas, panjang, roundness, compactness, indeks merah, indeks hijau, indeks biru, hue (corak), saturasi, dan intensitas. Selanjutnya data keluaran tersebut digunakan sebagai data training untuk program training ANN (Artificial Neural Network). Dari penelitian telah dibangun 2 model ANN untuk pendugaan 26 jenis cacat biji kopi. Model pertama dengan 10 parameter penduga yaitu luas, panjang, roundness, compactness, indeks merah, indeks biru, hue (corak), saturasi, dan intensitas dengan akurasi rata-rata sebesar 72.6 persen dan model kedua dengan 5 parameter penduga yaitu luas, panjang, roundness, saturasi, dan intensitas dengan akurasi rata-rata sebesar 68.2 persen. Namun beberapa jenis cacat sulit dikenali karena tidak dapat dibedakan dengan nilai parameter penduga yaitu rata-rata nilai indeks merah, indeks hijau, indeks biru, hue, saturasi, dan intensitas yang serupa. Penelitian dengan menggunakan teknik pengolahan citra juga dilakukan dalam pemutuan hasil pertanian. Soedibyo dkk (2006) melakukan penelitian dengan teknik pengolahan citra untuk menentukan mutu edamame. Pengolahan citra yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki dua tahap yaitu tahap pertama yang bertujuan melakukan analisa citra untuk menentukan parameter mutu berupa panjang polong, area polong, perimeter, area cacat, indeks merah (R), dan indeks hijau (G). tahap yang kedua bertujuan melakukan analisa parameter mutu sekaligus menunjukkan kelas mutu dari sampel yang dianalisis. Proses perekaman citra dilakukan dengan menggunakan handycam yang dihubungkan dengan komputer.

Program

pengolahan

citra

yang

digunakan

dibuat

dengan

menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi7. Ahmad dkk (2004) juga melakukan penelitian dengan teknik pengolahan citra untuk menentukan mutu mangga. Dalam penelitian ini, pengolahan citra dilakukan secara langsung setelah pengambilan citra dilakukan tanpa perlu menyimpannya terlebih dahulu (real-time). Pengambilan data dilakukan pada tiap contoh yang meliputi data area, intensitas warna yang ditandai dengan indeks

17

RGB, dan empat macam fitur tekstur (kontras, homogenitas, energi, dan entropi) untuk setiap tingkatan kelas mutu yang berbeda. Algoritma pengolahan citra meliputi pengambilan citra, penyimpanan citra, binerisasi berdasarkan nilai threshold tertentu, labeling atau penandaan obyek, perhitungan area, penentuan titik tengah obyek, perhitungan indeks RGB dan perhitungan fitur tekstur. Ahmad dkk (2006) juga melakukan penelitian dengan menggunakan teknik pengolahan citra dalam pemeriksaan mutu karet asapan. Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu karakteristik warna permukaan karet asapan atau ribbed smoke sheet (RSS) yang dianalisis menggunakan pengolahan citra dapat digunakan sebagai parameter mutu untuk keperluan sortasi dan pemutuan karet RSS berdasarkan warna. Indeks warna biru dari model RGB dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mutu RSS dengan kesesuaian yang cukup tinggi. Pengolahan citra dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi tingkat ketuaan dan kematangan hasil pertanian. Damiri dkk (2004) melakukan penelitian dengan menggunakan teknik pengolahan citra untuk mengidentifikasi tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon (Citrus medica). Pengolahan citra dilakukan dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0. Pengukuran yang dilakukan dengan metode pengolahan citra adalah pengukuran area, roundness, pengukuran intensitas warna serta pengukuran fitur tekstur. Pengukuran area dan roundness dilakukan dengan cara mengubah citra warna menjadi citra biner dengan tujuan membedakan obyek dengan latar belakangnya. Citra kemudian dianalisis faktor bentuknya yang dinamakan roundness. Area obyek dihitung dengan cara menghitung jumlah piksel obyek yang berwarna putih. Intensitas warna yang diukur adalah merah, hijau, dan biru (RGB). Model warna yang digunakan adalah model warna RGB dan HSI. Fitur obyek yang dianalisis adalah energi, kontras, homogenitas, serta entropi. Prianggono dkk (2005) juga melakukan penelitian dengan menyusun algoritma pengolahan citra untuk mendeteksi jeruk lemon (Citrus medica). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari, mengkaji, dan menganalisis karakteristik sinyal-sinyal warna dalam model warna RGB dan HSI dari citra

18

buah jeruk lemon 120 hari setelah bunga mekar dan latarnya sehingga didapatkan parameter warna yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memisahkan antara buah jeruk lemon dan latarnya. Dari hasil pembacaan citra berwarna dengan program bahasa C, maka didapat informasi nilai RGB (merah, hijau, dan biru) pada tiap piksel citra tersebut. Nilai ini kemudian diolah untuk mendapatkan nilai indeks RGB dan model HSI yang selanjutnya digunakan untuk keperluan analisis. Dari hasil analisis pada tiap titik piksel obyek dan latar maka bisa didapat perkiraan nilai yang sesuai untuk digunakan sebagai sarana pemisah citra obyek dan latar belakang. Pemisahan dikatakan berhasil jika citra biner buah jeruk lemon hasil thresholding dengan algoritma yang dikembangkan telah terpisah dengan citra biner latarnya. Penelitian dengan menggunakan teknik pengolahan citra juga dilakukan oleh Nurhasanah dkk (2005) untuk mengidentifikasi tingkat ketuaan dan kematangan manggis. Citra manggis dalam berbagai tingkat ketuaan atau kematangan diambil dengan menggunakan kamera. Pengolahan citra dilakukan secara real-time meliputi perhitungan luas, indeks RGB dan HSI serta empat komponen tekstur. Pengukuran intensitas warna diukur dengan menggunakan model warna RGB dan HSI. Nilai RGB dan HSI merupakan rata-rata dari semua nilai RGB dan HSI dari obyek. Pengukuran tekstur dilakukan dengan menggunakan empat feature yaitu energi, kontras, homogenitas, dan entropi. Saefurrohman dkk (2004) melakukan penelitian dengan menggunakan image processsing dan artificial neural network untuk menduga jenis cacat pada biji kopi robusta (Coffea canephora) berdasarkan komposisi warna. Analisis warna pada penelitian tersebut menggunakan input parameter RGB. Data yang menjadi input parameter terdiri dari intensitas rata-rata R, rata-rata G, rata-rata B, colourvalue, Indeks R, Indeks G, Indeks B, Hue (corak), Saturation (kejenuhan), dan Intensity. Model artificial neural network dengan algoritma backpropagation yang dikembangkan memiliki sepuluh input layer, dua puluh hidden layer dan empat output layer. Sampel yang digunakan dalam proses training sebanyak 859 data dan 579 data sebagai data validasi. Hasil pendugaan pada proses training

19

diperoleh tingkat akurasi total sebanyak 91 persen, terdiri dari 95 persen biji normal, 100 persen biji hitam, 64 persen biji hitam sebagian dan 95 persen biji coklat. Sedangkan pada proses validasi menghasilkan akurasi sebesar 80 persen, terdiri dari 88 persen biji normal, 92 persen biji hitam, 43 persen biji hitam sebagian dan 63 persen biji coklat. Rachmasari (2004) juga melakukan penelitian dengan menggunakan pengolahan citra dan artificial neural network untuk menduga jenis cacat biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan parameter bentuk. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menduga jenis cacat biji kopi berupa biji pecah, biji berlubang, dan benda asing dan menyusun algoritma pengolahan citra untuk mendapatkan nilai-nilai parameter yang mencerminkan bentuk dan ukuran biji kopi yaitu panjang, keliling, roundness, lebar,lebar minimum, lebar maksimum, selisih lebar, luas, dan selisih luas. Parameter selisih luas merupakan parameter yang khas yang paling dapat membedakan antara biji utuh dan biji berlubang. Model artificial neural network dikembangkan dengan 38 input layer, 76 hidden layer, dan empat output layer. Tingkat akurasi pendugaan pada proses training mencapai 97.44 persen, dengan tingkat akurasi pada biji utuh mencapai 97.15 persen, biji pecah mencapai 94.38 persen, biji berlubang mencapai 100 persen, dan benda asing mencapai 98.45 persen. Sedangkan pada proses validasi, tingkat akurasi pendugaan mencapai 60.45 persen, dengan tingkat akurasi pada biji utuh mencapai 48.77 persen, biji pecah mencapai 51.43 persen, biji berlubang mencapai 77.71 persen, dan benda asing mencapai 83.78 persen. Penelitian dengan menggunakan pengolahan citra untuk menduga biji kopi utuh, biji kopi pecah, biji kopi berlubang dan benda asing untuk evaluasi mutu kopi dilakukan oleh Sari (2004). Metode yang digunakan pada penelitian tersebut adalah metode fuzzy. Pada proses training, nilai akurasi keseluruhan yang dicapai adalah 55.67 persen. pada proses validasi, nilai akurasi keseluruhan yang dicapai adalah 56.19 persen. Nilai akurasi yang dicapai oleh biji utuh adalah 60.85 persen, biji pecah 53.08 persen, biji berlubang 48.59 persen dan benda asing 62.29 persen. Secara keseluruhan hasil yang didapat menunjukkan kinerja sistem yang kurang

20

baik. Karena dari semua parameter yang digunakan tidak menunjukkan suatu ciri khas pada masing-masing jenis biji sehingga suatu jenis biji dapat diduga sebagai jenis biji lainnya.

21

III. METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan pada bulan Desember 2009 sampai Juni 2010, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departeman Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT a. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi Arabika (Coffea arabica) pada berbagai kelas mutu yang berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. b. Peralatan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1.

Ayakan dengan diameter lubang 7.5 milimeter, 6.5 milimeter, dan 5.5 milimeter.

2.

Kamera CCD (Charge Couple Device) digital DFK sebagai alat penangkap citra.

3.

Perangkat laptop Toshiba Seri P25 dengan processor Pentium IV 3 GHz dengan port paralel

4.

Cardbus PC card dan unit catu daya 12 volt sebagai perangkat yang mengkonversi slot PCMCIA laptop menjadi standar perantara FireWire.

5.

Empat buah lampu TL dengan daya 7 watt (120-240 volt) sebagai alat bantu pencahayaan.

6.

Papan pengambilan gambar

7.

Kabel FireWire.

8.

Kain berwarna hitam sebagai penghalang masuknya cahaya dari luar.

9.

Tripleks sebagai alat dinding pembatas cahaya masuk sehingga sumber cahaya hanya didapat dari lampu.

22

C. PROSEDUR PENELITIAN a.

Penyiapan Sampel Biji Kopi Sebelum biji kopi diambil citranya dan diolah, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pemutuan terhadap biji kopi yang akan digunakan sebagai sampel. Sistem pemutuan biji kopi yang dilakukan mengikuti standar SCAA dengan kelas mutu yang diharapkan adalah specialty grade green coffee yang dipisahkan berdasarkan ukuran. Pemutuan yang dilakukan secara manual dengan menggunakan ayakan I (diameter lubang 7.5 milimeter), ayakan II (diameter lubang 6.5 milimeter), dan ayakan III (diameter lubang 5.5 milimeter). Kelas mutu yang diharapkan dari pemutuan yang dilakukan secara manual yaitu : 1. Kelas mutu A (ukuran besar tanpa cacat) : tidak lolos ayakan dengan diameter lubang 7.5 milimeter. 2. Kelas mutu B (ukuran sedang tanpa cacat) : tidak lolos ayakan dengan diameter lubang 6.5 milimeter. 3. Kelas mutu C (ukuran kecil tanpa cacat) : tidak lolos ayakan dengan diameter lubang 5.5 milimeter. 4. Reject (RJ) : biji cacat (semua jenis cacat) dan biji yang lolos ayakan dengan diameter lubang 5 milimeter namun tidak cacat. Jumlah masing-masing sampel yang akan digunakan dari kelas-kelas mutu tersebut adalah 160 biji. Sehingga total sampel yang akan digunakan adalah 640 biji kopi. Prosedur penyiapan biji kopi yang akan dijadikan sampel adalah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan biji kopi Arabika dari berbagai kelas mutu yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan ayakan dengan diameter lubang 7.5 milimeter, 6.5 milimeter, dan 5.5 milimeter. 2. Melewatkan biji-biji kopi tersebut pada ayakan I (diameter lubang 7.5 milimeter).

23

3. Memisahkan biji kopi tanpa cacat yang tidak lolos ayakan I untuk digolongkan kedalam kelas mutu A. 4. Mengidentifikasi biji cacat dan kotoran yang tidak lolos ayakan I untuk digolongkan kedalam kelas reject (RJ). 5. Mengulangi prosedur b-d untuk ayakan II (diameter lubang 6.5 milimeter) untuk mendapatkan kelas mutu B, dan ayakan III (diameter lubang 5.5 milimeter) untuk mendapatkan kelas mutu C. 6. Menggolongkan semua biji cacat yang tidak lolos ayakan I, II, dan III dan biji kopi yang tidak cacat dan cacat yang lolos ayakan III menjadi kelas mutu RJ. 7. Mengulangi seluruh prosedur di atas sampai diperoleh sampel 160 biji kopi untuk masing-masing kelas mutu A, B, C, dan RJ. Diagram alir penyiapan sampel biji kopi dapat dilihat pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. (a) Ayakan I (diameter lubang 7.5 mm), (b) Ayakan II (diameter lubang 6.5 mm), (c) Ayakan III (diameter lubang 5.5 mm). b. Penentuan Parameter Mutu Kopi dan Parameter Mutu Citra Penentuan parameter mutu biji kopi sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan parameter citra yang digunakan dalam pengolahan citra. Oleh sebab itu menurut Ciptadi (1985) dan Siswoputranto (1993) parameter biji yang harus diperhatikan yaitu : 1. Biji kopi harus bersih, tidak tercampur pecahan kulit dan kotoran lain. 2. Hendaknya jangan sampai terdapat biji-biji pecah, biji-biji hitam, atau yang terserang hama busuk.

24

Mulai

Sampel biji kopi dari beberapa kelas mutu

tidak lolos

tidak Ada Cacat?

Ayakan I

Kelas Mutu A

Ya lolos

Ayakan II

Identifikasi RJ

tidak lolos

Ada Cacat?

tidak

Kelas Mutu B

Ya lolos Identifikasi RJ

Ayakan III

tidak lolos

Ada Cacat?

tidak

Kelas Mutu C

Ya lolos

Identifikasi RJ

Kelas RJ

Hasil : 160 biji kopi dari masing-masing kelas mutu A, B, C, dan RJ

Selesai

Gambar 3. Diagram alir proses penyiapan biji kopi 25

3. Biji harus seragam dalam ukuran, bentuk, dan warnanya. 4. Biji-biji cacat yang tidak terlihat dari warna terbagi atas : biji hitam, atau berbintik-bintik, biji berwarna coklat. 5. Cacat biji lainnya yaitu : biji pipih, biji pecah, biji berlubang akibat serangan hama dan biji berkapang. Berdasarkan parameter mutu biji kopi di atas maka citra yang sesuai untuk menentukan parameter citranya yaitu: 1. Area 2. Indeks warna 3. Tinggi 4. Lebar 5. Perimeter 6. Area cacat Hubungan parameter mutu biji kopi dengan parameter pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 12. c. Pengambilan Citra Prosedur yang akan dilakukan dalam proses pengambilan citra yaitu: 1. Menyiapkan semua sampel biji kopi yang meliputi: biji kopi dari kelas mutu A, B, C, dan RJ. 2. Menyusun biji kopi tersebut secara majemuk dengan konfigurasi 4 × 4. Biji kopi disusun dalam sebuah frame yang setiap framenya memiliki kelas mutu yang sama. Untuk kulit dibuat dengan frame tersendiri. Hal ini dilakukan untuk memudahkan analisa. 3. Menentukan latar belakang yang cocok. Papan pengambilan gambar terbuat dari plastik yang berwarna putih dan papan ini cocok untuk dijadikan latar belakang pengambilan citra karena nilai intensitas RGB nya berbeda dengan nilai intensitas RGB obyek.

Dari hasil analisis

diperoleh nilai intensitas RGB latar belakang adalah nilai R berkisar antara 120-160, nilai G berkisar antara 110-155, dan nilai B berkisar antara 105-150.

26

Tabel 12. Hubungan parameter mutu kopi dengan parameter mutu citra Parameter Mutu Kopi Parameter Mutu Citra Uraian Ukuran Area Area suatu biji mencerminkan ukuran atau berat biji sesungguhnya. Area ini dicari dengan menghitung jumlah piksel penyusun biji kopi. Warna Indeks warna R & G Indeks warna R, G, dan B sangat efektif mengkarakterisasikan distribusi global dari warna dalam sebuah image. Karena nilai indeks warna R+G+B adalah sama dengan satu maka indeks warna yang digunakan hanya indeks warna R&G. Bentuk Perimeter, tinggi dan Bentuk citra biji kopi diukur lebar melalui perimeter, tinggi, dan lebar. Perimeter merupakan bagian terluar dari objek yang bersebelahan dengan piksel latar belakang. Tinggi merupakan ukuran tertinggi yang dihitung berdasarkan letak ordinat (y) obyek. Sedangkan lebar dihitung berdasarkan pada letak absis (x) obyek. Cacat Area cacat Parameter mutu yang cocok untuk mempresentasikan biji kopi yang cacat dari segi warna, bentuk dan cacat kapang adalah area cacat. Area cacat diperoleh berdasarkan fungsi threshold. Kulit Indeks R&G, perimeter, Kulit dapat dianalisis dengan area menggunakan parameter mutu citra yaitu indeks R&G atau perimeter atau area, atau gabungan dari ketiga parameter tersebut. Karena kotoran memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan biji kopi.

27

4. Memilih jarak kamera terhadap objek yang dilakukan dengan cara cobacoba sampai diperoleh jarak yang paling optimal yaitu 29.8 cm, dan jarak antar kameranya adalah 25.5 cm dan 20 cm dengan kemiringan lampu 45° terhadap bidang vertikal. 5. Menghidupkan laptop, kamera CCD, dan menyalakan lampu penerang untuk memberikan pencahayaan tambahan pada biji kopi. 6. Mengambil citra biji kopi tersebut dengan menggunakan kamera CCD resolusi 640 × 480 piksel. 7. Menyimpan hasil rekaman citra kopi dalam sebuah file dengan format BMP. d. Pengolahan Citra Pengolahan citra dilakukan dengan tujuan untuk melakukan ekstrasi citra sehingga diperoleh parameter citranya yaitu area, panjang, perimeter, indeks warna RGB, dan area cacat. Pengolahan citra dilakukan dengan program komputer yang dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa pemograman Sharp Develop 3.2. Prosedur yang akan dilakukan dalam pengolahan citra yaitu: 1. Melakukan proses capture pada citra yaitu merekam nilai R, G, dan B pada keseluruhan piksel citra dan menyimpannya dalam variabel array dalam memori. 2. Melakukan segmentasi citra yaitu pemisahan background dengan objek untuk mendapatkan citra biner. 3. Melakukan pembagian segmen terhadap citra biji kopi sehingga setiap foto terbagi menjadi 16 segmen. Pembagian segmen didasarkan pada letak koordinat (x,y) biji kopi. 4. Menghitung area tiap biji kopi dengan cara menghitung jumlah piksel penyusun biji kopi. 5. Menghitung tinggi tiap biji kopi dengan menghitung jumlah piksel tinggi obyek pada citra biner.

28

6. Menghitung lebar tiap biji kopi dengan menghitung jumlah piksel lebar obyek pada citra biner. 7. Menghitung perimeter tiap biji kopi. Perimeter dinyatakan dalam satuan piksel. Perimeter dihitung dari piksel perbatasan antara objek dengan background pada cita biner. 8. Menghitung area cacat tiap biji kopi yang ditentukan dari proses binerisasi dengan fungsi threshold pada sinyal RGB. Proses thresholding menjadikan area cacat berwarna hitam. 9. Mencari nilai indeks warna merah (R) dan nilai indeks warna hijau (G) pada areal biji kopi yang tidak cacat (berwarna putih), nilai r dan g area biji kopi yang cacat tidak perlu dihitung.. 10. Setelah

data

diperoleh

maka

dilakukan

analisis

statistik

untuk

mendapatkan parameter statistik. e.

Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan menggunakan analisis statistik untuk mengetahui/menentukan batasan nilai parameter mutu citra tiap kelas mutu biji kopi. Prosedur yang akan dilakukan dalam pengolahan data yaitu : 1.

Mengumpulkan data-data parameter citra yang diperoleh dari pengolahan citra.

2.

Melakukan tabulasi nilai parameter mutu citra area dengan nomor sampel sebagai variabel bebas dan kelas mutu sebagai variabel tidak bebas.

3.

Menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum area obyek untuk setiap kelas mutu. Dari nilai-nilai tersebut diperoleh batasan nilai area objek untuk setiap kelas mutu.

4.

Melakukan ploting parameter mutu citra pada grafik.

5.

Menentukan nilai batasan yang dapat digunakan untuk memisahkan tiap sampel berdasarkan kelas mutunya.

6.

Menyusun pernyataan logika berdasarkan batasan nilai yang diperoleh dari analisis statistik tersebut.

29

7.

Melakukan perbandingan pemutuan biji kopi secara manual dengan pengolahan citra dengan mengambil sampel sebanyak 160 biji untuk setiap kelas mutu, lalu menghitung tingkat kesesuaiannya dengan persamaan: tingkat kesesuaian = (jumlah prediksi yang tepat/jumlah sampel) * 100%.

8.

Mengulangi prosedur b dan c untuk parameter mutu citra lainnya yaitu : tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G).

9.

Memilih pernyataan logika atau menyusun kombinasi dari pernyataan logika yang memiliki tingkat kesesuaian terbaik.

f. Penentuan Kelas Mutu Biji Kopi Parameter yang digunakan sebagai parameter penentuan kelas mutu biji kopi adalah parameter-parameter yang secara uji statistik dapat diperoleh kelas mutu yang diharapkan yaitu biji kopi tanpa cacat. Diagram alir pelaksanaan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.

30

Mulai

Persiapan biji kopi secara manual : kelas mutu A, B, C, dan RJ

Penentuan parameter mutu kopi dan parameter mutu citra

Pengambilan citra

Pengolahan citra : area, perimeter, panjang, indeks R&G, area cacat

Pengolahan data

Penentuan batas nilai parameter mutu citra untuk masing-masing kelas mutu

Penggolongan kelas mutu biji kopi : A, B, C, dan RJ dengna pengolahan citra

Selesai

Gambar 4. Digram alir pelaksanaan penelitian

31

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan format BMP untuk diolah lebih lanjut. Dalam satu frame foto terdapat 16 biji kopi dengan kelas mutu yang sama sehingga dalam satu foto terdapat 16 sampel biji kopi yang dianalisis. Parameter visual citra biji kopi diperoleh dengan menggunakan program pengolahan citra yang dibangun dengan menggunakan SharpDevelop 3.2. Program tersebut dibuat untuk mendapatkan nilai parameter mutu dalam menentukan kelas mutu biji kopi. Parameter mutu yang dihitung dengan menggunakan pengolahan citra yaitu area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G). Tampilan program pengolahan citra terdiri atas beberapa tombol perintah yaitu tombol buka file, tombol olah, tombol biner, tombol perimeter, tombol area cacat dan tombol hasil. Fungsi dari keenam tombol perintah tersebut adalah sebagai berikut : 1.

Buka File :

Digunakan untuk membuka file citra biji kopi dan menampilkannya di layar komputer

2.

Olah :

Digunakan untuk mengeksekusi proses ekstraksi citra yang telah dibuka

3.

Biner :

Digunakan untuk menampilkan gambar hasil binerisasi

4.

Perimeter :

Digunakan untuk menampilkan gambar hasil perhitungan perimeter

5.

Area Cacat :

Digunakan untuk menampilkan gambar hasil ekstraksi area cacat

6.

Hasil :

Digunakan untuk menampilkan hasil pemutuan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra

32

Tampilan program pada layar monitor terdiri dari dua picturebox yaitu picturebox 1 dan picturebox 2. Picturebox 1 berfungsi untuk menampilkan citra asli biji kopi. Ukuran picturebox 1 disesuaikan dengan ukuran kamera saat pengambilan citra yaitu 640 x 480 piksel. Sedangkan picturebox 2 berfungsi untuk menampilkan citra biji kopi hasil thresholding yang telah di stretch menjadi ukuran 320 x 240 piksel. Selain tombol perintah dan picturebox, pada tampilan program terdapat texbox yang berfungsi untuk menampilkan nilai-nilai parameter mutu citra sesuai dengan label masing-masing pada saat tombol olah dijalankan. Texbox paling atas di bawah tombol-tombol perintah menampilkan keterangan operasi untuk menginformasikan lokasi file citra yang dibuka dan operasi yang baru selesai dilakukan. Tampilan program pengolahan biji kopi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tampilan program pengolahan citra biji kopi Keluaran dari program adalah file teks yang berisi data hasil analisis yaitu waktu, area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G) dengan extensi .txt. File berextensi .txt ini terbuka secara otomatis pada saat program pertama kali dijalankan. Informasi data citra dituliskan 33

pada saat tombol Olah ditekan. Apabila dilakukan proses pengambilan data citra kembali, informasi berikutnya ditambahkan pada baris baru file tersebut. File teks ditutup jika tanda X (close) pada kanan-atas jendela program diklik.

B. PROSES EKTRAKSI CITRA Langkah-langkah yang dilakukan pada proses ekstraksi citra yaitu: 1.

Langkah awal pada proses ekstraksi citra adalah melakukan proses segmentasi yaitu pemisahan background dengan obyek untuk mendapatkan citra biner. Proses ini biasa disebut juga dengan proses thresholding. Nilai threshold yang digunakan untuk memisahkan background dengan obyek adalah nilai (0.2990R + 0.5870G + 0.1440B) > 60 and R > 70 and G > 70 and B > 70. Hasil dari proses thresholding ini background dirubah menjadi warna hitam dan obyek dirubah menjadi warna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 6. Tampilan citra hasil thresholding 2.

Langkah berikutnya adalah melakukan pembagian segmen, sehingga setiap frame dibagi menjadi 16 segmen. Pembagian segmen dilakukan agar setiap biji kopi dapat dihitung area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna r dan g. Pembagian segmen dilakukan berdasarkan posisi koordinat (x,y) biji kopi. Sehingga dengan pembagian segmen dapat dihitung parameter mutu citranya secara teratur berdasarkan nomor sampelnya.

34

3.

Selanjutnya menghitung parameter-parameter citra. Perhitungan parameter yang pertama dilakukan adalah perhitungan area. Area obyek didapatkan dengan menjumlahkan piksel obyek yang berwarna putih.

4.

Perhitungan parameter selanjutnya yaitu perhitungan tinggi. Tinggi obyek dihitung dengan cara mencari ordinat (y) awal piksel warna putih dan ordinat (y) akhir piksel berwarna putih.

5.

Perhitungan lebar biji kopi dilakukan dengan mencari absis (x) awal piksel berwarna putih dan absis (x) akhir piksel berwarna putih.

6.

Perhitungan perimeter biji kopi dilakukan dengan menghitung piksel perbatasan antara obyek dengan background pada citra biner.

Gambar 7. Tampilan citra perimeter 7. Perhitungan area cacat biji kopi ditentukan dengan proses binerisasi dengan fungsi threshold pada sinyal RGB. Fungsi threshold yang digunakan untuk memisahkan area cacat adalah jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80). Proses thresholding menjadikan area cacat berwarna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 8, jika tombol area cacat di klik. Piksel penyusun cacat pada biji kopi yang berwarna putih kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai area cacatnya. 8.

Perhitungan parameter citra terakhir adalah menentukan nilai r dan g. Nilai r dan g ditentukan dari nilai rata-rata indeks warna merah dan indeks warna

35

hijau pada areal biji kopi yang tidak cacat (berwarna hitam) sedangkan nilai r dan g area biji kopi yang cacat tidak dihitung.

Gambar 8. Tampilan citra biji kopi dengan area cacat Parameter-parameter mutu citra tersebut kemudian disimpan dalam file yang berextensi .txt dengan nama dan alamat yang telah ditentukan oleh user. Penyimpanan

data-data

parameter

citra

kedalam

bentuk

.txt

bertujuan

memudahkan dalam pemindahan data ke exel untuk diolah lebih lanjut. Penyimpanan data secara otomatis dilakukan saat program dijalankan dan berhenti ketika program ditutup. Tampilan dari file text yang berisi data-data parameter citra disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Tampilan file text pengolahan citra Dari Gambar 9 tentang tampilan file text pengolahan citra dapat dijelaskan sebagai berikut : kolom pertama adalah waktu saat pengolahan citra dilakukan, kolom kedua adalah data area biji kopi, kolom ketiga adalah data tinggi biji kopi, kolom keempat adalah data lebar biji kopi, kolom kelima adalah data perimeter

36

biji kopi, kolom keenam adalah data area cacat biji kopi, kolom ketujuh adalah data indeks warna merah (R) biji kopi, dan kolom kedelapan adalah data indeks warna hijau (G) biji kopi. Data-data tersebut digunakan sebagai masukan data exel untuk menentukan tingkat kesesuaian pengolahan citra. Setiap biji kopi mempunyai nilai intensitas warna RGB yang berbeda-beda, oleh sebab itu nilai intensitas ini dapat digunakan untuk menentukan area cacat melalui proses thresholding. Intensitas warna RGB setiap kelas mutu biji kopi ditentukan sehingga diperoleh nilai batasan untuk membedakan biji cacat dan tidak cacat. Nilai intensitas warna RGB biji kopi dapat dicari dengan menggunakan software Paint Shop Pro6. Nilai-nilai intensitas warna RGB pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan tidak cacat sehingga diperoleh fungsi threshold area cacat. Proses thresholding kemudian menjadikan area cacat berwarna putih dan yang tidak cacat berwarna hitam. Nilai sebaran intensitas warna RGB yang digunakan untuk menentukan fungsi threshold area cacat dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini.

105 90 75 R 60 45

30 15 0

1 Hitam

2 Coklat

3 Kulit

4 Pecah

5 Kosong

6A

7B

8C

9

Jenis Biji

Gambar 10. Sebaran intensitas warna merah (R)

37

Tabel 13. Nilai sebaran intensitas warna merah (R) Jenis Bij Kopi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

R minimum 19 38 25 31 38 47 45 48

R maksimum 42 99 93 95 98 71 74 78

R rata-rata 26 69 52 61 69 59 60 60

Standar Deviasi 5 16 19 15 14 5 6 8

Banyaknya sampel yang digunakan untuk analisis warna R, G, dan B adalah sebanyak 30 butir yang diambil secara acak. Pembentuk area cacat dapat dikategorikan menjadi hitam, coklat, kulit, pecah, dan kosong. Sehingga berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa untuk biji hitam nilai threshold Rnya < 43, biji coklat nilai threshold Rnya berkisar antara 38-99, kulit berkisar antara 25-93, biji pecah berkisar antara 31-95, biji kosong berkisar antara 38-98. Sedangkan untuk biji kopi yang bermutu bagus mempunyai kisaran nilai thresholdnya yaitu antara 45-78. Nilai R rata-rata paling tinggi terdapat pada biji kosong dan biji coklat, disusul oleh biji pecah, kelas mutu B dan kelas mutu C, kelas mutu A, kulit, dan terakhir biji hitam. Nilai R pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan nilai R kopi kelas mutu untuk mendapatkan nilai threshold yang dapat memisahkan area cacat dengan tidak cacat. Nilai R rata-rata terendah dimiliki oleh biji hitam sehingga dapat menjadi ciri khusus yang dapat membedakan biji kopi hitam dengan biji kopi kelas mutu. Sedangkan biji kopi yang pecah, kosong, berwarna coklat, dan kulit sulit dibedakan karena memiliki nilai R yang saling tumpah tindih dengan nilai R kopi kelas mutu.

38

90 75 60 G 45 30 15 0

1 Hitam

2 Coklat

3 Kulit

4 Pecah

5 Kosong

6A

7B

8C

9

Jenis Biji

Gambar 11. Sebaran intensitas warna hijau (G) Tabel 14. Nilai sebaran intensitas warna hijau (G) Jenis Biji Kopi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

G Minimum 18 30 18 24 31 41 46 39

G Maksimum 35 83 75 72 78 65 65 68

G Rata-Rata 25 52 41 50 59 52 54 52

Standar Deviasi 4 13 14 13 11 5 5 7

Dari Gambar 11 dan Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai threshold G biji hitam berkisar antara 18-35, biji coklat berkisar antara 30-83, kulit berkisar antara 18-75, biji pecah berkisar antara 24-72, biji kosong berkisar antara 31-78, dan kopi kelas mutu memiliki kisaran nilai G antara 39-68. Nilai G rata-rata terbesar dimiliki oleh biji kosong dan terendah dimiliki oleh biji hitam, sedangkan pada kelas mutu nilai G rata-ratanya hampir sama. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold G warna hitam. Warna cacat lainnya seperti biji coklat, kulit, biji pecah, dan biji kosong

39

sulit dipisahkan karena nilai threshold G nya saling tumpang tindih dengan kelas mutu. Namun jika pasangan kombinasi nilai R dan G diaplikasikan dengan logika and ternyata dapat membedakan cacat lainnya dengan nilai R dan G kelas mutu, karena pada kelas mutu tidak terjadi kombinasi seperti itu.

75

60

B 45

30

15 0

1 Hitam

2 3 Coklat Kulit

4 Pecah

5 Kosong

6A

7B

8

C

9

Jenis Biji

Gambar 12. Sebaran intensitas warna biru (B) Tabel 15. Nilai sebaran intensitas warna biru (B) Jenis Biji Kopi Biji Hitam Biji Coklat Kulit Biji Pecah Biji Kosong Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

B Minimum 19 22 21 24 26 31 37 32

B Maksimum 34 53 51 55 58 52 55 63

B Rata-Rata 25 36 31 36 42 42 44 43

Standar Deviasi 4 7 7 7 8 5 5 6

Dari Gambar 12 dan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai threshold B biji hitam berkisar antara 19-34, biji coklat berkisar antara 22-53, kulit berkisar antara 21-51, biji pecah berkisar antara 24-55, biji kosong berkisar antara 26-58, dan kopi

40

kelas mutu memiliki kisaran nilai B antara 31-63. Nilai B rata-rata tertinggi terdapat pada kelas mutu B, disusul oleh kelas mutu C, biji kosong dan kelas mutu A, biji pecah dan biji coklat, kulit, dan terakhir adalah biji hitam. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold B biji hitam. Logika yang digunakan untuk pembentuk warna biji hitam adalah logika and. Selain warna biji hitam, warna cacat lainnya tidak dapat dibedakan dari kelas mutu karena range nilainya hampir sama dengan range nilai kelas mutu. Namun nilai B dapat digunakan untuk memisahkan biji kopi dengan background menggunakan logika B > 80. Dari uraian diatas maka dapat diformalisasikan fungsi threshold untuk area cacat yaitu : jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80) maka tampilkan: cacat = putih, lainnya = hitam. C. SIFAT KELAS MUTU BERDASARKAN HASIL EKSTRAKSI CITRA a. Area

3000

Area (Piksel)

2500 2000

A

1500

B

1000

C RJ

500 0 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 13. Sebaran nilai parameter area biji kopi pada empat kelas mutu

41

Tabel 16. Nilai sebaran area pada empat kelas mutu Parameter Parameter mutu area biji kopi statistik A B C Rata-rata 1610 1446 1201 Standar Deviasi 142 94 89 Maksimum 1993 1734 1390 Minimum 1295 1176 995

RJ 1399 363 2874 619

Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 16 dapat dilihat bahwa kelas mutu A mempunyai kisaran nilai area antara 1295 piksel sampai 1993 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai area antara 1176 piksel sampai 1734 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai area antara 995 piksel sampai 1390 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai area antara 619 piksel sampai 2874 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai area antara kelas mutu saling tumpang tindih. Area kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan area kelas B bagian atas. Begitupun juga dengan area kelas C bagian atas saling tumpang tindih dengan kelas mutu B bagian bawah. Sedangkan area kelas RJ tersebar dari ukuran terbesar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai rata-rata area kelas mutu biji kopi tertinggi terdapat pada kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa ukuran rata-rata kelas mutu A > kelas mutu B > kelas mutu C. Kelas mutu RJ mempunyai nilai area rata-rata antara kelas mutu B dan kelas mutu C. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena kelas RJ memiliki kisaran nilai area yang ekstrim, dari ukuran lebih besar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai ragam terbesar berikutnya disusul kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C.

42

b. Tinggi

70

Tinggi (piksel)

60 50

A B

40

C RJ

30 20 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 14. Sebaran nilai parameter tinggi biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 17. Nilai sebaran tinggi pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu tinggi biji kopi A B C Rata-rata 38 36 33 Standar Deviasi 2 1 2 Maksimum 46 39 39 Minimum 35 32 29

RJ 41 9 70 25

Kisaran nilai tinggi kelas mutu A antara 35 piksel sampai 46 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai tinggi antara 32 piksel sampai 39 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai tinggi antara 29 sampai 39 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai tinggi antara 25 piksel sampai 70 piksel. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata tinggi terbesar adalah pada kelas mutu RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. Namun untuk nilai keragaman terdapat perbedaan pada urutan ke-3 terbesar. Urutan nilai keragaman dari terbesar hingga terkecil yaitu kelas RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu C, dan terakhir kelas mutu B. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena ukuran

43

tinggi biji kopi pada kelas RJ bervariasi. Begitupula pada kelas mutu C yang mempunyai nilai keragaman yang tinggi dibandingkan kelas mutu B karena ukuran tinggi biji kopi pada kelas mutu C lebih bervariasi jika dibandingkan dengan kelas mutu B. Nilai tinggi rata-rata pada kelas mutu terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa nilai tinggi rata-rata terbesar adalah kelas mutu A. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terdapat nilai yang saling tumpang tindih pada semua kelas mutu. Nilai tinggi biji kopi pada kelas RJ melingkupi semua kelas mutu A, B, C. Nilai tinggi biji kopi kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B. Nilai tinggi pada kelas mutu B saling tumpang tindih dengan kelas mutu C sehingga antara kelas mutu B dengan kelas mutu C tidak dapat dibedakan jika didasarkan pada parameter tinggi. c. Lebar

65

Lebar (piksel)

55 A

45

B C

35

RJ

25 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 15. Sebaran nilai parameter lebar biji kopi pada empat kelas mutu

44

Tabel 18. Nilai sebaran lebar pada empat kelas mutu Parameter Parameter mutu lebar biji kopi statistik A B C Rata-rata 50 48 49 Standar Deviasi 3 3 3 Maksimum 60 54 52 Minimum 42 42 36

RJ 43 8 63 29

Kisaran lebar biji kopi diperoleh untuk kelas mutu A adalah antara 42 piksel sampai 60 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu B antara 42 piksel sampai 54 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu C antara 36 piksel sampai 52 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh kelas RJ antara 29 piksel sampai 63 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai lebar untuk semua kelas mutu saling tumpang tindih. Nilai lebar kelas RJ tersebar pada semua nilai kelas mutu. Nilai lebar untuk kelas mutu A saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B dan C. Sehingga parameter lebar untuk membedakan antar kelas mutu tidak dapat digunakan. Namun untuk membedakan kelas mutu dengan RJ dapat digunakan dengan mengacu pada nilai maksimum kelas mutu A dan nilai minimum kelas mutu C. Jadi jika nilai lebarnya lebih besar dari 60 piksel dan lebih kecil dari 36 piksel maka tergolong RJ. Nilai lebar rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B, dan terakhir RJ. Nilai lebar rata-rata pada kelas mutu B lebih kecil dari kelas mutu C, hal ini disebabkan karena biji kopi ada yang bentuknya panjang dan lebar, ada yang bentuknya lonjong dan ada yang bentuknya pendek namun lebar, sehingga saat proses pemutuan secara manual dilakukan kadang ada biji kopi yang digolongkan kedalam kelas mutu C namun memiliki lebar yang sama dengan kelas mutu B dan A. Kelas RJ memiliki nilai keragaman terbesar jika dibandingkan dengan kelas mutu yaitu sekitar 8. Nilai keragaman yang besar ini mencirikan bahwa RJ memiliki ukuran yang beragam. Nilai ragam terbesar berikutnya adalah kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B.

45

d. Perimeter

200

Perimeter (piksel)

175 150

A B

125

C RJ

100 75 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 16. Sebaran nilai parameter perimeter biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 19. Nilai sebaran perimeter pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu perimeter biji kopi A B C RJ Rata-rata 133 126 114 124 Standar Deviasi 8 5 5 17 Maksimum 176 154 129 197 Minimum 118 111 102 83 Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu A antara 118 piksel sampai 176 piksel. Kisaran perimeter yang diperoleh kelas mutu B antara 111 piksel sampai 154 piksel. Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu C antara 102 piksel sampai 129 piksel. Kisaran nilai perimeter yang dimiliki oleh kelas RJ antara 83 piksel sampai 197 piksel. Jika dilihat nilai perimeter pada semua kelas juga saling tumpang tindih. Pada kelas RJ mempunyai nilai perimeter yang tersebar di semua kelas mutu. Kelas mutu A bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu B bagian atas. Kelas mutu B bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu C bagian atas.

46

Dari Gambar 16 terlihat bahwa sebaran nilai RJ memiliki selang nilai sebaran yang paling besar dan ini ditunjukkan dengan nilai keragamannya yang besar pula. Dan kelas mutu C memiliki selang sebaran yang paling kecil sehingga nilai keragamannya juga kecil. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata perimeter terbesar pada kelas mutu diperoleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan citra relevan dengan pemutuan yang dilakukan secara manual. Nilai rata-rata perimeter RJ berada diantara kelas mutu B dan C, karena sebaran nilai RJ beragam yang memiliki nilai perimeter terbesar jauh diatas kelas mutu A dan nilai terkecil juga yang jauh dibawah kelas mutu C. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa parameter perimeter dapat digunakan untuk membedakan kelas mutu biji kopi dan kelas RJ dan dapat digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C. e. Area Cacat

1750 1500

Area Cacat

1250 1000

A

750

B C

500

RJ 250 0 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 17. Sebaran nilai parameter area cacat biji kopi pada empat kelas mutu

47

Tabel 20. Nilai sebaran area cacat pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu area cacat biji kopi A B C RJ Rata-rata 98 72 67 475 Standar Deviasi 92 54 40 420 Maksimum 560 389 248 2369 Minimum 13 16 12 20 Area cacat rata-rata tertinggi diperoleh kelas RJ. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa kelas RJ memiliki area cacat lebih besar dari pada kelas mutu. Pada kelas mutu area cacat rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Seharusnya kisaran nilai area cacat pada kelas mutu haruslah sama dan walaupun berbeda, perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini dapat disebabkan oleh pemilihan biji kopi untuk dijadikan sampel kurang begitu baik karena kurangnya kecakapan mata manusia sehingga biji kopi yang seharusnya masuk sebagai kelas RJ tetapi dijadikan sebagai sampel untuk kelas mutu A. f. Indeks Warna Merah (R)

0,46

0,42

r

A B 0,38

C RJ

0,34

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 18. Sebaran nilai parameter indeks r biji kopi pada empat kelas mutu

48

Tabel 21. Nilai sebaran indeks r terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu r A B C Rata-rata 0.3856 0.3834 0.3856 Standar Deviasi 0.0055 0.0056 0.0059 Maksimum 0.3972 0.3942 0.4075 Minimum 0.3680 0.3606 0.3704

RJ 0.3988 0.0221 0.4443 0.3419

Kisaran indeks warna merah (r) yang diperoleh kelas mutu A adalah 0.3680 sampai 0.3973. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu B adalah 0.3606 sampai 0.3943. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu C adalah 0.3704 sampai 0.4075. Kisaran nilai yang diperoleh kelas mutu RJ adalah 0.3419 sampai 0.4443. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata r pada kelas mutu hampir sama yaitu sekitar 0.38, sedangkan pada kelas RJ nilai r rataratanya adalah 0.39. Ini membuktikan bahwa pada kelas mutu sudah seharusnya mempunyai nilai indeks yang hampir sama karena jika dilihat secara visual biji kopinya memiliki warna yang sama. Lain halnya dengan kelas RJ memiliki nilai yang lebih kecil atau lebih besar dari kelas mutu karena kelas RJ sebagian besar terdiri dari biji kopi yang berwarna hitam, dan coklat. Nilai keragaman paling tinggi diperoleh kelas RJ karena warnanya yang beragam dan bevariasi dengan selang nilai indeks r yang lebar. Nilai keragaman pada kelas mutu tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0.005, karena sebaran warnanya yang seragam sehingga selang nilai indeks r nya kecil. g. Indeks Warna Hijau (G) Dari Gambar 19 dan Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai indeks warna hijau (g) rata-rata terendah dimiliki oleh kelas RJ sedangkan nilai indeks warna hijau (g) rata-rata pada kelas mutu adalah hampir sama. Hal ini disebabkan karena pada semua kelas mutu warna biji kopinya sama, berbeda halnya dengan warna biji kopi pada kelas RJ yang terdiri dari warna hitam dan coklat sehingga nilai indeks warna hijau (g) rata-ratanya lebih kecil.

49

0,35 0,34 0,33

g

A B

0,32

C RJ

0,31 0,3 0

20

40

60

80

100

120

140

160

Nomor Sampel

Gambar 19. Sebaran nilai parameter indeks g biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 22. Nilai sebaran indeks g terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu g A B C Rata-rata 0.3382 0.3378 0.3371 Standar Deviasi 0.0022 0.0018 0.0021 Maksimum 0.3427 0.3422 0.3425 Minimum 0.3317 0.3319 0.3319

RJ 0.3267 0.0086 0.3441 0.3049

h. Parameter Mutu Citra yang Digunakan Parameter mutu citra yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi berdasarkan pengolahan citra dapat ditentukan dengan berdasarkan pada parameter mutu biji kopi secara manual. Hubungan parameter mutu biji kopi secara manual dengan pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 23.

50

Tabel 23. Hubungan parameter mutu manual dengan pengolahan citra No Parameter mutu manual Parameter mutu citra

1 2

3 4 5

Untuk memisahkan Untuk grading A, B, C kelas RJ Seragam ukuran dan Area, tinggi, lebar, Area, tinggi bentuk perimeter Bebas dari pecahan kulit Area, perimeter, area cacat, indeks R&G Bebas dari cacat pada biji Area cacat Bebas dari biji pecah Area, perimeter Warna seragam Indeks R & G -

D. PERBANDINGAN PEMUTUAN BIJI KOPI SECARA MANUAL DENGAN PENGOLAHAN CITRA Perbandingan pemutuan biji kopi secara manual dengan pengolahan citra bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian penggolongan biji kopi menggunakan pengolahan citra. Jumlah data yang digunakan adalah 640 butir (40 frame foto) dengan masing-masing kelas mutu sebanyak 160 butir. a. Penentuan Batasan Nilai Parameter Pengolahan Citra dalam Pemutuan Biji Kopi Untuk proses perbandingan, parameter mutu yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi adalah parameter area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R) dan indeks wana hijau (G). Untuk membedakan kelas RJ dengan kelas mutu, parameter yang digunakan adalah semua parameter pengolahan citra karena nilai parameter pengolahan citra pada kelas RJ dapat dibedakan dari kelas mutu. Namun parameter yang digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C hanya parameter area dan tinggi. Hal ini disebabkan karena parameter pengolahan citra lainnya pada kelas mutu mempunyai nilai yang sama. Batas-batas nilai yang digunakan untuk pemutuan biji kopi menggunakan pengolahan citra disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25.

51

Tabel 24. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan RJ dan kelas mutu Parameter Mutu RJ Kelas Mutu (KM) Area (Piksel) A > 1993 atau A < 995 995 ≤ A ≤ 1993 Tinggi (Piksel) T > 46 atau T < 29 29 ≤ T ≤ 46 Lebar (Piksel) L > 58 atau L < 39 39 ≤ L ≤ 58 Perimeter (Piksel) P > 176 atau P < 105 105 ≤ P ≤ 176 Area Cacat (Piksel) AC > 560 AC ≤ 560 Indeks warna merah R > 0.4000 atau R < 0.3606 0.3606 ≤ R ≤ 0.4000 (r) Indeks warna hijau (g) G > 0.3427 atau G < 0.3317 0.3317 ≤ G ≤ 0.3427 Tabel 25. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan kelas mutu Parameter Mutu Kelas Mutu Area (Piksel) Tinggi (Piksel)

A 1515 < A ≤ 1993 37 < T ≤ 46

B 1283 < A ≤ 1515 T ≤ 37

C 995 ≤ A ≤ 1283 T ≤ 37

Batasan nilai untuk memisahkan RJ dengan kelas mutu didasarkan pada nilai maksimum dan minimum semua parameter pengolahan citra pada kelas mutu. Batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu A dan B adalah nilai minimum A ditambah nilai maksimum B dibagi dua. Dan batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu B dan C adalah nilai area minimum kelas mutu B ditambah nilai area maksimum kelas mutu C dibagi dua sedangkan batasan tinggi mempunyai nilai yang sama karena nilai tinggi pada kelas mutu B dan C bertumpang tindih. Kombinasi parameter mutu pengolahan citra sebenarnya dapat mencapai 128 kombinasi namun hanya 13 kombinasi saja yang sering terjadi karena kombinasi lainnya jarang terjadi. Ketigabelas kombinasi tersebut diperoleh berdasarkan pemutuan yang dilakukan pada biji kopi yang digunakan sebagai sampel. Ketentuan yang digunakan pada pemutuan berdasarkan kombinasi seluruh parameter pengolahan citra adalah sebagai berikut : 1. Jika Area = RJ, Tinggi = RJ, Lebar = RJ, Perimeter = RJ, Area cacat = RJ, Indeks R = RJ, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ

52

2. Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = RJ, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 3. Jika Area = A, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 4.

Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A

5.

Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B

6.

Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ

7.

Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ

8.

Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C

9.

Area = A, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B

10. Area = B, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A 11. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C 12. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 13. Area = C, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ b. Pemutuan Biji Kopi Berdasarkan Kombinasi Parameter Pengolahan Citra Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat hasil klasifikasi biji kopi menggunakan pengolahan citra menunjukkan bahwa kelas mutu A sebesar 83.13 persen dikenali program sebagai kelas mutu A, kelas mutu B sebesar 70.63 persen, kelas mutu C sebesar 75.00 persen, dan kelas RJ sebesar 95.63 persen dengan rata-rata sebesar 81.10 persen.

53

Hasil pendugaan biji kopi pada proses pengklasifikasian menunjukkan banyak terjadi perbedaan klasifikasi yang menyebabkan tingkat kesesuaian pada beberapa kelas mutu menjadi kecil, terutama tingkat kesesuaian pada kelas mutu B. Tabel 26. Hasil klasifikasi biji kopi dengan menggunakan pengolahan citra Kelas Hasil klasifikasi Perbandingan Tingkat mutu Jumlah klasifikasi kesesuaian klasifikasi pengolahan (%) A B C RJ manual citra dengan manual A 160 133 44 1 2 133/160 83.13 B 160 24 113 28 0 113/160 70.63 C 160 0 3 120 5 120/160 75.00 RJ 160 3 0 11 153 153/160 95.63 Total 640 519/640 81.10 Kelas mutu A memiliki nilai perbedaan klasifikasi sebesar 16.87 persen yaitu sebesar 15 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu B dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kelas mutu B memiliki nilai perbedaan klasifikasi yang sangat besar yaitu 29.37 persen dimana sebesar 27.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Pada kelas mutu A dan B sering mengalami perbedaan pengklasifikasian, hal ini disebabkan karena nilai parameter mutu citra pada kelas mutu tersebut saling tumpang tindih terutama pada parameter area, tinggi, lebar dan perimeter sehingga untuk menentukan batasan nilainya sangat sulit. Kelas mutu C memiliki perbedaan klasifikasi sebesar 25 persen yaitu 0.63 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A, 17.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas B, dan 6.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kesalahan pengklsifikasian tersebut disebabkan karena terdapat nilai yang berhimpitan sehingga sulit untuk dibedakan. Kelas RJ memiliki perbedaan klasifikasi yang paling rendah yaitu sebesar 4.37 persen, karena terdapat 2 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 5 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Namun nilai perbedaan 54

klasifikasinya sangat kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa program pengolahan citra dapat mendeteksi kelas RJ dengan baik. Hasil penggolongan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Hasil pemutuan biji kopi menggunakan program pengolahan citra

55

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1.

Parameter mutu biji kopi yang digunakan dalam penelitian adalah biji kopi harus seragam dalam ukuran, bentuk, dan warnanya, bebas pecahan kulit, bebas dari cacat pada biji, bebas dari biji-biji pecah, hitam atau terserang hama busuk.

2.

Program pengolahan citra mampu menggolongkan biji kopi menjadi empat kelas mutu yaitu kelas mutu A, B, C, dan RJ dengan berdasarkan kepada parameter citra area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G).

3.

Fungsi untuk memisahkan kelas RJ dengan kelas mutu didasarkan pada semua parameter pengolahan citra, namun untuk menggolongkan biji kopi kedalam kelas mutu A, B, dan C, parameter yang digunakan hanya parameter area dan tinggi. Hal ini disebabkan karena nilai parameter citra lainnya berada pada selang nilai yang sama.

4.

Parameter mutu pengolahan citra pada kelas mutu memiliki nilai yang saling tumpang tindih sehingga untuk menentukan batasan nilai algoritma pemutuan biji kopi sangat sulit. Hal ini disebabkan karena pada saat pemutuan secara manual kurang begitu ketat dilakukan.

5.

Perbandingan pemutuan biji kopi secara manual dengan pengolahan citra diperoleh tingkat kesesuaian untuk kelas mutu A adalah 83.13 persen, kelas mutu B adalah 70.63 persen, kelas mutu C adalah 75.00 persen, dan kelas RJ adalah 95.63 persen. Tingkat kesesuaian rata-rata biji kopi yang dapat dikenali oleh program pengolahan citra adalah sekitar 81.10 persen.

B. SARAN Jika program ini digunakan untuk menentukan kelas mutu kopi dengan menggunakan

mesin

sortasi

sebaiknya

dalam

pengambilan

citranya

menggunakan dua kamera yang dapat melihat sisi kopi atas dan sisi bawahnya

56

karena cacat pada biji kopi tidak hanya terdapat pada sisi atas saja atau sisi bawah saja.

57

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemogramannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Ciptadi, W dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Agro Industri Press. Bogor. Griffin, M. 2006. SCAA Coffee Beans Classification http://coffeeresearch.org./coffee/scaaclass.htm [29 November 2009].

.

Kurniawan, A. 2004. Pengenalan Biji Utuh dan Biji Pecah dengan Menggunakan Image Processing dan Artificial Neural Network Untuk Evaluasi Mutu Biji Kakao. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ky, C. L., Louarn, J., Dussert, S., Guyot B., Hamon, S., dan Nairot, M. 2001. Caffeine, Trigonellin, Chlorogenic Acids and Sucrose Diversity in Wild Coffea Arabica L. and C. canephora P. Accessions. Food Chem, 75 : 223-230. Najiyati, Sri dan Danarti. 2001. Kopi : Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Rachmasari, F. 2004. Pendugaan Jenis Cacat Biji Kopi Robusta (Coffea conephora) dengan Parameter Bentuk Menggunakan Pengolahan Citra dan Artificial Neural Network. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rizki, A. 2009. Ekspor Kopi. http://bto-anak-fourta.blogspot.com/2009/10/eksporkopi.html [29 November 2009]. Rosadi, A. W. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saefurrohman, O. 2004. Pendugaan Jenis Cacat pada Kopi Robusta (Coffea conephora) dengan Image Processing dan Artficial Neural Network Berdasarkan Komposisi Warna. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salamun. 2008. Evaluasi Parameter Pemutuan Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Pengolahan Citra. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakulatas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

58

Sari, N. M. 2004. Pendugaan Biji Kopi Utuh, Biji Kopi Pecah, Biji Kopi Berlubang dan Benda Asing Untuk Evaluasi Mutu Kopi dengan Pengolahan Citra dan Metode Fuzzy. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakulatas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setiawan, A. F. 2004. Panduan Belajar Fotografi Digital. Yogyakarta : Andi. Siswoputranto, P. S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Semarang. SNI 01-2907-2008 (SNI). Standar Nasional Indonesia. 2008. Biji Kopi (SNI 01-29072008). Badan Standar Nasional. Soedibyo, D. W. 2006. Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Tesis. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sofi’i, Imam. 2005. Pemutuan Biji Kopi dengan Pengolahan Citra Digital dan Artificial Neural Network. Tesis. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulistyo, S. B. 2008. Pemutuan Buah Jeruk Siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Teknik Pengolahan Citra. Tesis. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

59

LAMPIRAN

60

Lampiran 1. Sebaran nilai area pada empat kelas mutu Area (piksel)

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

A 1660 1687 1582 1657 1456 1662 1554 1367 1656 1500 1658 1477 1553 1438 1500 1497 1681 1539 1638 1481 1600 1461 1589 1540 1513 1436 1462 1506 1426 1565 1517 1599 1515 1923 1574 1507 1401

B 1734 1506 1369 1322 1439 1536 1473 1366 1355 1548 1354 1326 1452 1268 1329 1360 1378 1498 1581 1405 1590 1373 1557 1593 1618 1445 1351 1449 1334 1459 1251 1374 1409 1527 1579 1371 1640

C 1099 1297 1288 1149 1236 1249 1233 1282 1066 1176 1064 1285 1136 1125 1076 1353 1111 1247 1197 1283 1258 1169 1289 1237 1007 1208 1183 1201 1238 1379 1096 1165 1221 1296 1208 1330 1209

RJ 1649 2361 1968 1750 1685 1663 2794 1985 1826 1625 1338 1873 1089 1555 1692 1340 1439 1657 1434 1786 1437 1473 1275 1804 1426 1832 1530 2241 1754 1947 1921 1244 1035 1122 959 1435 1070

61

Lampiran 1. Sebaran nilai area pada empat kelas mutu (Lanjutan) Area (piksel)

No 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 1972 1592 1572 1541 1385 1440 1638 1492 1467 1820 1676 1586 1742

B 1384 1558 1592 1616 1466 1385 1448 1383 1507 1288 1370 1501 1559

C 1209 1134 1262 1227 1390 1245 1193 1302 1259 1171 1386 1336 1311

RJ 1179 1580 1256 759 1466 1265 1312 1125 1054 1532 1388 788 1030

Lampiran 2. Sebaran nilai tinggi pada empat kelas mutu Tinggi (piksel)

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

A 39 42 37 39 38 37 36 37 37 37 39 38 35 36 39 38 41 36 38

B 39 36 35 34 35 35 36 35 37 36 35 36 34 34 35 36 35 37 37

C 34 34 36 36 33 37 34 32 31 32 33 36 33 33 33 34 32 37 35

RJ 57 70 45 52 52 60 63 59 55 48 48 55 44 47 35 41 42 45 41

62

Lampiran 2. Sebaran nilai tinggi pada empat kelas mutu (lanjutan) Tinggi (piksel)

No 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 37 37 38 38 37 36 37 35 38 36 36 37 39 38 45 38 40 38 46 39 38 36 36 38 37 36 36 39 39 39 40

B 38 35 36 38 37 37 36 35 35 35 33 34 36 34 36 37 37 37 36 37 36 37 36 35 37 33 35 35 35 37 39

C 36 33 34 33 33 32 32 35 35 33 34 33 34 32 32 32 33 32 34 31 33 32 33 32 31 34 32 32 33 33 34

RJ 43 38 40 35 45 34 42 34 48 38 43 40 36 36 35 39 42 36 41 36 37 26 38 36 40 33 31 42 37 28 29

63

Lampiran 3. Sebaran nilai lebar pada empat kelas mutu Lebar (piksel)

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

A 51 51 49 50 45 53 53 43 53 49 51 48 52 48 47 47 49 50 53 47 52 48 51 50 48 46 51 48 47 51 48 52 48 51 49 47 45

B 54 48 47 45 49 52 49 47 44 53 46 45 52 44 45 46 48 51 50 44 53 47 50 54 53 48 46 49 48 52 45 46 48 50 51 43 53

C 39 48 46 38 45 44 43 47 42 43 40 46 42 44 38 48 43 43 41 44 47 42 47 46 39 44 44 44 47 49 40 44 45 47 46 49 44

RJ 36 44 55 40 40 37 56 41 43 42 40 43 31 43 63 41 43 49 43 55 47 48 46 52 51 54 54 59 58 56 61 46 36 40 33 45 38

64

Lampiran 3. Sebaran nilai lebar untuk empat kelas mutu (Lanjutan) Lebar (piksel)

No 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 53 51 49 52 47 45 51 50 47 57 51 50 53

B 47 50 53 53 48 46 48 47 53 44 45 50 50

C 44 44 45 47 51 45 45 48 48 46 47 48 47

RJ 37 54 41 38 50 45 41 43 41 49 47 35 43

Lampiran 4. Sebaran nilai perimeter pada empat kelas mutu Perimeter (piksel)

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

A 133 131 134 138 125 136 130 122 139 128 134 122 132 124 126 124 135 131 133 130

B 142 130 137 128 130 132 130 122 122 133 121 117 130 118 118 121 124 132 131 125

C 108 122 118 110 117 119 117 122 109 113 109 115 110 110 105 124 112 113 116 122

RJ 137 169 151 144 137 137 167 148 144 130 122 139 114 127 142 116 121 140 122 140

65

Lampiran 4. Sebaran nilai perimeter pada empat kelas mutu (Lanjutan) No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 132 124 131 129 128 121 127 126 124 133 126 132 127 145 131 124 121 146 131 131 131 121 124 136 126 126 142 134 137 146

Perimeter (piksel) B C 137 117 122 115 133 120 135 117 139 102 126 120 122 113 125 115 121 119 134 124 115 107 127 110 123 119 133 123 133 120 121 125 133 114 119 114 132 111 134 120 133 116 127 129 122 118 124 117 122 123 128 121 117 115 121 125 132 123 131 122

RJ 123 124 115 138 127 139 132 150 142 147 148 120 105 107 97 122 105 111 137 116 92 125 116 125 107 109 125 121 89 108

66

Lampiran 5. Sebaran nilai area cacat pada empat kelas mutu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

A 52 127 44 60 41 63 43 32 201 233 37 48 31 30 32 42 42 76 64 50 141 88 74 52 27 132 39 40 29 52 33 52 58 47 86 64 49

Area Cacat (piksel) B C 75 80 89 158 96 102 134 53 62 58 115 96 137 50 108 50 45 68 96 148 135 169 110 172 58 39 75 73 75 77 69 91 106 57 90 100 158 46 85 66 75 67 101 154 108 98 155 135 156 22 64 116 99 156 97 106 94 80 130 104 70 63 87 58 39 47 47 103 46 78 50 85 44 34

RJ 1034 1427 601 1260 726 1249 2060 1629 1145 384 1034 1518 759 1241 1329 1004 134 146 88 184 142 285 202 415 377 299 83 129 538 757 75 376 655 670 601 945 475

67

Lampiran 5. Sebaran nilai area cacat pada empat kelas mutu (Lanjutan) No 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 50 38 48 188 20 27 43 25 39 52 43 67 133

Area Cacat (piksel) B C 35 56 35 62 70 81 32 47 35 72 35 50 35 61 22 32 25 57 32 74 42 95 112 82 82 72

RJ 863 834 711 490 920 756 858 871 755 1195 1110 41 40

Lampiran 6. Sebaran nilai indeks R pada empat kelas mutu Indeks R

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

A 0,3749 0,3939 0,3825 0,3907 0,3804 0,3936 0,3879 0,3785 0,3850 0,3871 0,3884 0,3869 0,3749 0,3781 0,3772 0,3866 0,3768 0,3848 0,3888

B 0,3829 0,3848 0,3859 0,3824 0,3823 0,3857 0,3838 0,3844 0,3769 0,3832 0,3909 0,3862 0,3789 0,3873 0,3849 0,3872 0,3835 0,3889 0,3851

C 0,3939 0,3837 0,3789 0,3838 0,3858 0,3917 0,3838 0,3849 0,3836 0,4075 0,3861 0,3981 0,3900 0,3926 0,3911 0,3799 0,3791 0,3815 0,3848

RJ 0,4103 0,4149 0,4322 0,3902 0,4121 0,3643 0,3770 0,3810 0,3904 0,4364 0,3777 0,3877 0,4068 0,3795 0,3908 0,3751 0,4383 0,4382 0,4294

68

Lampiran 6. Sebaran nilai indeks R pada empat kelas mutu (Lanjutan) Indeks R

No 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 0,3856 0,3857 0,3877 0,3851 0,3855 0,3894 0,3936 0,3796 0,3845 0,3758 0,3816 0,3759 0,3815 0,3835 0,3830 0,3930 0,3763 0,3807 0,3790 0,3820 0,3857 0,3939 0,3783 0,3860 0,3850 0,3786 0,3835 0,3893 0,3858 0,3763 0,3824

B 0,3835 0,3801 0,3910 0,3868 0,3871 0,3897 0,3736 0,3886 0,3886 0,3793 0,3905 0,3886 0,3850 0,3740 0,3820 0,3799 0,3789 0,3730 0,3796 0,3792 0,3834 0,3849 0,3681 0,3828 0,3846 0,3703 0,3809 0,3789 0,3798 0,3869 0,3859

C 0,3813 0,3809 0,3923 0,3875 0,3862 0,3838 0,3835 0,3883 0,3916 0,3878 0,3896 0,3846 0,3906 0,3881 0,3893 0,3889 0,3869 0,3827 0,3738 0,3866 0,3863 0,3818 0,3874 0,3806 0,3832 0,3744 0,3833 0,3820 0,3828 0,3975 0,3876

RJ 0,4273 0,4175 0,4295 0,4278 0,4182 0,4205 0,4344 0,4257 0,4244 0,4130 0,4237 0,4294 0,4165 0,3540 0,3635 0,3618 0,3544 0,3700 0,3665 0,3600 0,3656 0,3547 0,3655 0,3661 0,3554 0,3496 0,3638 0,3576 0,3419 0,3969 0,3806

69

Lampiran 7. Sebaran nilai indeks G pada empat kelas mutu Indeks G

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

A 0,3376 0,3394 0,3403 0,3376 0,3402 0,3388 0,3409 0,3414 0,3398 0,3400 0,3397 0,3413 0,3359 0,3362 0,3395 0,3395 0,3393 0,3386 0,3389 0,3383 0,3412 0,3394 0,3396 0,3409 0,3379 0,3397 0,3418 0,3418 0,3384 0,3391 0,3395 0,3407 0,3359 0,3380 0,3388 0,3373 0,3408

B 0,3376 0,3366 0,3340 0,3382 0,3379 0,3370 0,3385 0,3394 0,3361 0,3375 0,3382 0,3400 0,3376 0,3366 0,3366 0,3382 0,3353 0,3382 0,3379 0,3361 0,3374 0,3374 0,3400 0,3400 0,3381 0,3357 0,3376 0,3396 0,3338 0,3377 0,3367 0,3375 0,3320 0,3359 0,3375 0,3357 0,3358

C 0,3342 0,3383 0,3332 0,3355 0,3369 0,3372 0,3374 0,3382 0,3371 0,3365 0,3375 0,3425 0,3347 0,3354 0,3371 0,3362 0,3339 0,3338 0,3358 0,3361 0,3368 0,3372 0,3359 0,3395 0,3361 0,3359 0,3395 0,3377 0,3357 0,3357 0,3377 0,3391 0,3385 0,3375 0,3351 0,3389 0,3377

RJ 0,3083 0,3086 0,3125 0,3152 0,3126 0,3153 0,3137 0,3139 0,3126 0,3348 0,3109 0,3185 0,3076 0,3123 0,3086 0,3196 0,3198 0,3288 0,3239 0,3261 0,3185 0,3153 0,3319 0,3263 0,3167 0,3325 0,3252 0,3294 0,3178 0,3341 0,3238 0,3383 0,3175 0,3178 0,3180 0,3257 0,3256

70

Lampiran 7. Sebaran nilai indeks G pada empat kelas mutu (Lanjutan) Indeks G

No 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

A 0,3403 0,3414 0,3403 0,3408 0,3383 0,3397 0,3419 0,3382 0,3370 0,3378 0,3397 0,3334 0,3343

B 0,3378 0,3394 0,3392 0,3368 0,3347 0,3371 0,3389 0,3322 0,3369 0,3354 0,3378 0,3372 0,3356

C 0,3392 0,3414 0,3403 0,3401 0,3404 0,3380 0,3383 0,3366 0,3372 0,3375 0,3365 0,3362 0,3350

RJ 0,3156 0,3284 0,3280 0,3193 0,3199 0,3259 0,3272 0,3208 0,3171 0,3218 0,3228 0,3323 0,3359

71

Lampiran 8. Hasil klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citra No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Area (piksel) 1660 1687 1582 1657 1456 1662 1554 1367 1656 1500 1658 1477 1553 1438 1500 1497 1681 1539 1638 1481 1600 1461 1589 1540

Tinggi (piksel) 39 42 37 39 38 37 36 37 37 37 39 38 35 36 39 38 41 36 38 37 37 38 38 37

Lebar (piksel) 51 51 49 50 45 53 53 43 53 49 51 48 52 48 47 47 49 50 53 47 52 48 51 50

Perimeter (piksel) 133 131 134 138 125 136 130 122 139 128 134 122 132 124 126 124 135 131 133 130 132 124 131 129

Area Cacat (piksel) 52 127 44 60 41 63 43 32 201 233 37 48 31 30 32 42 42 76 64 50 141 88 74 52

R 0,3749 0,3939 0,3825 0,3907 0,3804 0,3936 0,3879 0,3785 0,3850 0,3871 0,3884 0,3869 0,3749 0,3781 0,3772 0,3866 0,3768 0,3848 0,3888 0,3856 0,3857 0,3877 0,3851 0,3855

G 0,3376 0,3394 0,3403 0,3376 0,3402 0,3388 0,3409 0,3414 0,3398 0,3400 0,3397 0,3413 0,3359 0,3362 0,3395 0,3395 0,3393 0,3386 0,3389 0,3383 0,3412 0,3394 0,3396 0,3409

Mutu Awal A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

Mutu Duga A A A A A A A B A B A A A B A A A A A B A A A A

A 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

B 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

RJ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 72

Lampiran 8. Hasil klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citra (Lanjutan) No 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Area (piksel) 1513 1734 1506 1369 1322 1439 1536 1473 1366 1355 1548 1354 1326 1452 1268 1329 1360 1378 1498 1581 1405 1590 1373 1557

Tinggi (piksel) 36 39 36 35 34 35 35 36 35 37 36 35 36 34 34 35 36 35 37 37 38 35 36 38

Lebar (piksel) 48 54 48 47 45 49 52 49 47 44 53 46 45 52 44 45 46 48 51 50 44 53 47 50

Perimeter (piksel) 128 142 130 137 128 130 132 130 122 122 133 121 117 130 118 118 121 124 132 131 125 137 122 133

Area Cacat (piksel) 27 75 89 96 134 62 115 137 108 45 96 135 110 58 75 75 69 106 90 158 85 75 101 108

R 0,3894 0,3829 0,3848 0,3859 0,3824 0,3823 0,3857 0,3838 0,3844 0,3769 0,3832 0,3909 0,3862 0,3789 0,3873 0,3849 0,3872 0,3835 0,3889 0,3851 0,3835 0,3801 0,3910 0,3868

G 0,3378 0,3376 0,3366 0,3340 0,3382 0,3379 0,3370 0,3385 0,3394 0,3361 0,3375 0,3382 0,3400 0,3376 0,3366 0,3366 0,3382 0,3353 0,3382 0,3379 0,3361 0,3374 0,3374 0,3400

Mutu Awal A B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B

Mutu Duga B A B B B B A B B B A B B B C B B B B A A A B A

A 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1

B 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0

C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

RJ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 73

Lampiran 8. Hasil klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citra (Lanjutan) No 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72

Area (piksel) 1593 1618 1099 1297 1288 1149 1236 1249 1233 1282 1066 1176 1064 1285 1136 1125 1076 1353 1111 1247 1197 1283 1258 1169

Tinggi (piksel) 37 37 34 34 36 36 33 37 34 32 31 32 33 36 33 33 33 34 32 37 35 36 33 34

Lebar (piksel) 54 53 39 48 46 38 45 44 43 47 42 43 40 46 42 44 38 48 43 43 41 44 47 42

Perimeter (piksel) 135 139 108 122 118 110 117 119 117 122 109 113 109 115 110 110 105 124 112 113 116 122 117 115

Area Cacat (piksel) 155 156 80 158 102 53 58 96 50 50 68 148 169 172 39 73 77 91 57 100 46 66 67 154

R 0,3871 0,3897 0,3939 0,3837 0,3789 0,3838 0,3858 0,3917 0,3838 0,3849 0,3836 0,4075 0,3861 0,3981 0,3900 0,3926 0,3911 0,3799 0,3791 0,3815 0,3848 0,3813 0,3809 0,3923

G 0,3399 0,3381 0,3342 0,3383 0,3332 0,3355 0,3369 0,3372 0,3374 0,3382 0,3371 0,3365 0,3375 0,3425 0,3347 0,3354 0,3371 0,3362 0,3339 0,3338 0,3358 0,3361 0,3368 0,3372

Mutu Awal B B C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C

Mutu Duga A A C B B RJ C C C C C RJ C B C C RJ B C C C C C C

A 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

B 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

C 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1

RJ 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 74

Lampiran 8. Hasil Klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citra (Lanjutan) No 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96

Area (piksel) 1289 1237 1007 1649 2361 1968 1750 1685 1663 2794 1985 1826 1625 1338 1873 1089 1555 1692 1340 1439 1657 1434 1786 1437

Tinggi (piksel) 33 33 32 57 70 45 52 52 60 63 59 55 48 48 55 44 47 35 41 42 45 41 43 38

Lebar (piksel) 47 46 39 36 44 55 40 40 37 56 41 43 42 40 43 31 43 63 41 43 49 43 55 47

Perimeter (piksel) 120 117 102 137 169 151 144 137 137 167 148 144 130 122 139 114 127 142 116 121 140 122 140 123

Area Cacat (piksel) 98 135 22 1034 1427 601 1260 726 1249 2060 1629 1145 384 1034 1518 759 1241 1329 1004 134 146 88 184 142

R 0,3875 0,3862 0,3838 0,4103 0,4149 0,4322 0,3902 0,4121 0,3643 0,3770 0,3810 0,3904 0,4364 0,3777 0,3877 0,4068 0,3795 0,3908 0,3751 0,4383 0,4382 0,4294 0,4273 0,4103

G 0,3359 0,3394 0,3361 0,3083 0,3086 0,3125 0,3152 0,3126 0,3153 0,3137 0,3139 0,3126 0,3348 0,3109 0,3185 0,3076 0,3123 0,3086 0,3196 0,3198 0,3288 0,3239 0,3261 0,3185

Mutu Awal C C C RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ

Mutu Duga B C RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ RJ

A 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

B 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

C 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

RJ 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 75

Lampiran 8. Hasil klasifikasi biji kopi menggunakan program pengolahan citra (Lanjutan) No 97 98 99 100

Area (piksel) 1473 1275 1804 1426

Tinggi (piksel) 40 35 45 34

Lebar (piksel) 48 46 52 51

Perimeter (piksel) 124 115 138 127

Area Cacat (piksel) 285 202 415 377

R 0,4295 0,4277 0,4182 0,4205

G 0,3153 0,3319 0,3263 0,3167

Mutu Awal RJ RJ RJ RJ

Mutu Duga RJ RJ RJ RJ

A 0 0 0 0

B 0 0 0 0

C 0 0 0 0

RJ 1 1 1 1

76