PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PASIEN PGK PRADIALISIS DAN DIALISIS

Download yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik. (PGK). Adanya perubahan ... Tujuan terapi diet pada pasi...

0 downloads 534 Views 327KB Size
1

Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien PGK Pradialisis dan Dialisis Dr. dr. Yenny Kandarini, SpPD-KGH, FINASIM Div. Ginjal dan Hipertensi Bag./SMF IP Dalam FK Univ. Udayana/RSUP Sanglah

Pendahuluan Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) semakin meningkat, demikian juga pasien PGK yang menjalani dialisis. Bebagai usaha dilakukan untuk menghambat progresi dari PGK. Salah satu faktor yang dapat menghambat progresi PGK adalah pendekatan terapi diet pada stadium pradialisis.1 Direkomendasikan pada pasien PGK perlu melakukan modifikasi asupan nutrisinya. Penatalaksanaannya mencakup pada pengaturan asupan protein, garam, kalium, kalsium, fosfor, oksalat, sitrat, asam urat dan air.1,2 Dilain pihak pada pasien PGK sering terjadi gangguan nutrisi. Masalah nutrisi merupakan komorbiditas penting pada penyakit ginjal. Dari beberapa faktor risiko yang terdapat pada PGK gangguan metabolik dan nutrisi yang dikenal dengan malnutrisi energi protein (MEP) memegang peranan penting dalam perjalanan pasien PGK. Patogenesis MEP pada PGK bersifat multifaktorial. Prevalensi MEP ditemukan lebih rendah pada LFG yang lebih tinggi, 10-70% pada pasien hemodialisis rutin dan sebanyak 18-51% pada pasien dengan peritoneal dialisis.3 Penilaian status nutrisi, monitoring dan intervensi nutrisi merupakan komponen yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Adanya perubahan metabolism menyebabkan PGK stadium 1 sampai 5 memerlukan penatalaksanaan nutrisi yang berbeda-beda sehingga memerlukan evaluasi dan terapi yang spesifik. Disamping itu setiap individu pasien mempunyai masalah nutrisi yang spesifik karena perbedaan metabolisme, etiologi dari PGK, stadium PGK genetik dan lingkungan.3 Penatalaksanaan nutrisi pada PGK bertujuan untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal, memperbaiki kualitas hidup, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada PGK.

Managemen Nutrisi pada PGK Tujuan terapi diet pada pasien dengan PGK adalah untuk menurunkan akumulasi sisa nitrogen, membatasi gangguan metabolik karena uremia, mencegah malnutrisi, dan memperlambat progresi dari PGK. Diit rendah protein memperbaiki gejala uremia karena menurunkan kadar toksin uremik, yang sebagian besar dihasilkan dari metabolisme protein.4 Kalori dan Protein Peningkatan asupan protein atau asam amino telah terbukti dapat mempengaruhi hemodinamik ginjal dan berperan terhadap kerusakan fungsi dan jaringan ginjal. Terapi diet rendah protein pada pasien PGK telah diperkenalkan sejak lama dan memberi manfaat untuk menurunkan akumulasi bahan buangan yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal. Terapi diet rendah protein dapat mengurangi gejala uremia, menurunkan proteinemia dan memperlambat inisiasi dialisis.5-6

2

Kapan kita memulai diit rendah protein pada PGK sampai saat ini masih diperdebatkan. Batasan laju filtrasi glomerulus (LFG) untuk memulai diet rendah protein belum ditetapkan. Sebagian besar nefrologist menganjurkan agar diet rendah protein sudah dimulai pada saat LFG <60 ml/mnt/1.73 m (PGK stadium 3). Penurunan tersebut harus dilakukan secara progresif berdasarkan stadium PGK dan banyaknya intake protein dari setiap pasien. Modifikasi diet protein pada pasien PGK dapat dibagi menjadi : 1) protein sangat rendah, kurang dari 0,3 g/kg BB; 2) diet protein rendah, 0,60,8 g/kg BB, dan 3) diet protein normal, 1-1,2 g/kg BB.7 Sudah banyak penelitian dilakukan untuk meneliti pengaruh dari retriksi protein terhadap progresi dari PGK, tetapi banyak penelitian ini mempunyai masalah dalam design, tipe dari diet, dan derajat dari kepatuhan terhadap diet.4 Pada berbagai studi prospektif diet protein sangat rendah secara nyata dapat menurunkan progresifitas penyakit ginjal kronik, namun risiko malnutrisi meningkat pada pasien.7,8 Dengan penerapan diet rendah protein, terutama diet sangat rendah protein, disarankan untuk menambahkan penderita dengan α-ketoacid atau asam amino esensial untuk menghindari malnutrisi. Suplemen α-ketoacid lebih efektif daripada asam amino esensial dalam memperlambat perjalanan gangguan ginjal. Manfaat diet rendah protein dengan terapi α-ketoacid : memperbaiki azotemia dan asidosis metabolik, menyediakan asam amino esensial dan memperbaiki metabolisme protein, mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki metabolisme karbohidrat, meningkatkan aktivitas lipase dan memperbaiki metabolisme lemak, menurunkan kadar fosfor serta meningkatkan kadar kalsium, mengurangi gejala hiperparatiroid sekunder, dan menurunkan ekskresi protein urine dan menghambat perjalanan PGK.2,9 Kebutuhan Energi Intake energi sangat penting sekali diperhatikan, sebab bila diet hanya mengandung sedikit kalori akan menganggu keseimbangan nitrogen dan menyebabkan pasien kehilangan massa otot. Diet dengan 35 kcal/kg/hari diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen pada pasien CKD. Kebutuhan energi pada pasien CKD yang sehat tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Sayang sekali tidak ada metode yang praktis untuk memperkirakan asupan kalori, sehingga klinisi harus melakukan pengukuran berulang pada berat badan dan massa otot dan masukan dari ahli gizi.4,10 Kalium Dengan menurunnya LFG kemampuan tubulus untuk mensekresikan kalium berkurang. sehingga perlu dilakukan restriksi kalium untuk mempertahankan kadar kalium pada kadar normal yaitu 3,5-5,0 mEq/L. Obat-obat juga dapat meningkatkan kadar kalium yaitu: ACE inhibitor, ARB, aldosterone receptor blokers. Rekomendasi untuk kalium pada pasien hemodialisis adalah 2000-3000 mg/hari (50-80 mmol/hari). Pada pasien dengan CAPD bisa mengkonsumsi kalium lebih banyak yaitu 3000-4000 mg/hari (80105 mmol/hari).3,11 Sodium/Garam dan Air Restriksi garam merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan terapi antihipertensi dan mengatasi edema. Restriksi sodium tergantung pada status hidrasi pasien, ekskresi natrium urine, ada atau tidak hipertensi. Asupan garam yang direkomendasikan pada PGK adalah 1,5-2 gram perhari.3,4,11

3

Pada pasien yang menjalani hemodialisis produksi urine akan semakin menurun sampai menjadi anuria, sehingga asupan cairan harus dikontrol dan disesuaikan pada kondisi masing-masing pasien. Pada pasien yang menjalani HD asupan cairan adalah 500-1000 mL/hari ditambah jumlah urin perhari, sedangkan pada pasien yang menjalani CAPD dan APD, kira-kira 2000-3000 mL/hari berdasarkan status klinis.3,4,11 Vitamin, Mineral dan Trace Element Abnormalitas vitamin, mineral dan trace element pada pasien CKD berhubungan dengan restriksi diet, kehilangan melalui dialisat, dan menurunnya fungsi ginjal dalam metabolism beberapa vitamin. Tetapi seberapa banyak jumlah yang dibutuhkan oleh pasien PGK sampai saat ini belum jelas. Restriksi protein dan kalium akan menyebabkan tidak adekuatnya intake dari pyridoxine, vitamin B12, asam folat, vitamin C, besi dan zinc. Penggunaan eritropoetin juga meningkatkan kebutuhan besi dan asam folat.11 Resume dari kebutuhan nutrisi harian pada pasien PGK, baik pada stadium pradialisis maupun dialisis dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Rekomendasi nutrisi harian pada pasien PGK stadium 1-5.3 Nutrient Protein

Stadium 1-4 LFG >30 mL/min/1.73 m2: ≥0.8 g/kg/hari LFG 15-29 mL/min/1.73 m2: 0.6-0.75 g/kg/hari Sindrom Nefrotik: 0.8-1.0 g/kg/hari 35-40 kkal/kg, tergantung status nutrisi dan faktor stres

Hemodialisis ≥1.2 g/kg/hari dengan paling sedikit 50% HBV

Peritoneal Dialisis ≥1.2-1.3 g/kg/hari paling sedikit 50% HBV

≥60 tahun: 30-35 kkal/kg <60 tahun : 35 kkal/kg

≥60 tahun : 30-35 kkal/kg termasuk kalori dialisat <60 tahun: 35 kkal/kg termasuk kalori dialisat

Fosfat

10-20 mg/g protein atau 600-800 mg/hari

900 mg/hari atau7 mg/kg/hari

900 mg/hari atau <17 mg/kg/hari

Sodium

Bervariasi menurut penyebab CKD; biasanya “no added salt” (i.e., 2-4 g/hari)

2000-3000 mg/hari (88-130 mmol/hari)

Tergantung pemeriksaan fisik CAPD dan APD, 30004000 mg/hari (130-175 mmol/hari)

Potassium

Biasanya tidak dilarang sampai LFG <10 mL/min/1.73 m2

40 mg/kg atau kira-kira 20003000 mg/hari (50-80 mmol/hari)

Energi (jika pasien <90% atau >115% dari rata-rata BB standar, gunakan aBWef)

Tidak dilarang pada CAPD and APD: kirakira 3000-4000 mg/hari (80-105 mmol/hari) kecuali serum level meningkat atau menurun

4

Cairan

Berdasarkan status klinis

500-1000 mL/hari ditambah jumlah urin perhari

CAPD dan APD, kirakira 2000-3000 mL/hari berdasarkan status klinis; tidak dilarang jika BB dan TD terkontrol dan urine 2-3 L/hari

Calcium

800 mg/hari atau bila perlu untuk menjaga target level serum

Sama seperti PGK stadium 14

Sama seperti PGK stadium 1-4

Vitamin dan mineral

RDA untuk vitamin B komplek dan C; zinc, besi, kalsium, and vitamin D

Vitamin C, 60100 mg; vitamin B6, 5-10 mg; asam folat, 0.8-1 mg; DRI untuk yang lain; zinc tersendiri, kalsium, besi, dan vitamin D

Sama seperti hemodialisis

aBWef, Adjusted edema-free body weight; APD, automated peritoneal dialysis; CAPD, continuous ambulatory peritoneal dialysis; CKD, chronic kidney disease; DRI, dietary reference intake; LFG : Laju FIltrasi GLomerulus; HBV, high biologic value; NAS, no added salt; RDA, recommended dietary allowance.

Terapi Nutrisi Pada Dialisis Kebutuhan protein pada pasien yang menjalani dialisis regular dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan proses dialisis itu sendiri seperti tipe dari membran dialiser ( biocompatible atau incompatible ) dan dialisis yang di reuse. Ratarata kehilangan asam amino pada satu sesi HD adalah 7,2 gram bila menggunakan membrane selulosa tradisional; 6,1 gram bila menggunakan membran lowflux polymethylmethacrylate dan 8,0 gram bila menggunakan membran polysulfone highflux. Pada pasien yang menjalani CAPD terjadi kehilangan protein 5 – 12 gram perhari. Faktor lain yang menentukan dalam kebutuhan protein adalah peubahan dalam metabolisme asam amino dan absorpsi di usus, kondisi asidosis metabolik yang sering terjadi pada pasien dialisis juga menyebabkan katabolisme pada otot. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tingginya kebutuhan protein pada pasien dialisis, sehingga direkomendasikan intake protein pada pasien dialisis adalah 1,2-1,3 g per kilogram berat badan perhari.3 Tujuan penatalaksanaan nutrisi pada pasien dialisis adalah mengurangi akumulasi toksin uremik, cairan dan elektrolit di luar waktu dialisis, memperbaiki status nutrisi, mencegah defisiensi protein, asam amino dan vitamin. Pada pasien yang menjalani dialisis baik hemodialisis maupun peritoneal dialisis sangat penting mendapat asupan protein dan nutrisi yang memadai untuk mencegah malnutrisi. Asupan kalori harian diperlukan untuk mempertahan status nutrisi dan mencegah katabolisme. Pasien yang menjalani dialisis tetap harus membatasi intake garam, kalium dan posfor. Terapi dialisis tidak dapat secara efektif mengeluarkan fosfor, sehingga untuk mengendalikan kadar fosfor darah perlu membatasi asupan fosfor. Obat pengikat fosfat dalam bentuk tablet perlu diberikan, dan penting dijelaskan bahwa obat ini harus dikunyah saat makan, Obat ini dibagi menjadi tablet mengandung kalsium seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat, atau mengandung aluminum; dan tablet yang tidalk mengandung kalsium seperti sevelamer.10

5

Pada pasien hemodialisis regular jumlah urin menurun, kadang-kadang tanpa produksi urine. Pada pasien seperti ini perlu restriksi cairan yang ketat. Anjuran asupan cairan harian didasarkan jumlah urin yang dihasilkan selama 24 jam dan peningkatan berat badan selama periode dialisis. Pertimbangan lainnya yang perlu diperhatikan adalah banyaknya retensi cairan badan; kandungan natrium pada diet; adanya gagal jantung kongestif. Pasien dengan penyakit ginjal cenderung mangalami penyakit jantung, sehingga perlu menjalani diet rendah lemak.10 Pasien yang menjalani dialisis memerlukan suplemen vitamin. Diet saja umumnya dapat memenuhi kebituhan vitamin yang larut dalam air (A, D, E, dan K). Pemberian suplemen vitamin D tergantung kadar kalsium, fosfor dan hormon paratiroid (10) Asupan vitamin larut dalam air (B dan C), biasanya kurang cukup, selain karena restriksi bahan makanan yang banyak mengandung vitamin ini, juga hilang selama terapi dialisis. Semua pasien dengan dialisis hendaknya diberikan suplemen vitan B dan C. Pemantauan kadar besi perlu dilakukan setiap. Suplemen besi diberikan untuk mencegah anemia defisiensi besi dan memulai terapi hormon eritropoietin. Bila terjadi kekurangan besi, terapi besi dapat diberikan secara intravena selama sesi dialisis.12 Pasien yang menjalani CAPD membutuhkan protein dan kalium yang lebih tinggi lagi karena banyak protein maupun K hilang melalui cairan peritoneal dialisis yang terbuang. Pasien dengan dialisis peritoneal kurang memerlukan restriksi air, natrium dan kalium, karena terapi dialisis dilakukan setiap hari dan asupan komponen makanan ini disesuaikan secara individual.3 Kondisi pasien yang menjalani dialisis biasanya memiliki nafsu makan yang menurun sehingga lebih menyulitkan lagi penatalaksanaan nutrisi pada pasien dialisis. Pada kondisi seperti ini diperlukan terapi nutrisi saat dialisis yaitu intradialytic nutrition support. Pada pasien dengan HD regular, asam amino, karbohidrat dan fat dapat diinfuskan langsung ke venous chamber dari sirkuit HD. Terapi ini kita kenal dengan intradialytic parenteral nutrition (IDPN). Formula yang diberikan sedikit mengandung glukosa dan tidak mengandung asam lemak. Pada pasien yang menggunakan CAPD, dialisat yang mengandung dekstrose ditambahkan dengan asam amino. Terapi ini kita kenal dengan intraperitoneal nutrition (IPN). Apakah IDPN atau IPN bisa mengatasi masalah nutrisisi secara keseluruhan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Terapi IPN dan IDPN sebagai intervensi terhadap malnutrisi dan hipoalbuminemia dipertimbangkan bila terdapat kondisi protein malnutrition dan atau calori malnutrition.3 Assessment Status Nutrisi pada PGK Penilaian status nutrisi pada pasien PGK tidak dapat menggunakan satu parameter saja, tetapi meliputi beberapa parameter seperti klinis, riwayat medis, pemeriksaan fisik, riwayat psikososial, riwayat diet/ food recall, pemeriksaan biokimia ( albumin, transferin, potasium, glukosa, kalsium, fosfat, kolesterol), antropometri, subjective global assessment (SGA), dan malnutrition inflammation score (MIS). Pemantauan status nutrisi (kalori dan protein) perlu dilakukan setiap 6 bulan pada semua pasien yang menjalani dialisis, baik CAPD maupun hemodialisis.3

6

Beberapa Indeks Malnutrisi.11 Penilaian Indeks Parameters Biokimia Albumin serum dibawah batas normal Prealbumin serum <300 mg/l (30 mg/dl) (hanya untuk pemeliharaan pada pasien dialisis), karena kadarnya kemungkinan bervariasi sesuai LFG untuk PGK stadium 2-5 Kretinin serum rendah, fosfat, potassium, urea pada pasien dialisis Kolesterol serum <150 mg/dl (3.8 mmol/l) Indeks kreatinin rendah PNA rendah, PCR Parameter Antropometrik

Penuranan berat badan secara terus menerus, ketebalan lipatan kulit, lingkar otot lengan atas Indeks Massa Tubuh <20 kg/m2 Berat Badan <90% dari ideal Kekuatan otot abnormal

Kesimpulan Penilaian status nutrisi, monitoring dan intervensi nutrisi merupakan komponen yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Adanya perubahan metabolism menyebabkan PGK stadium 1 sampai 5 memerlukan penatalaksanaan nutrisi yang berbeda-beda sehingga memerlukan evaluasi dan terapi yang spesifik. Disamping itu setiap individu pasien mempunyai masalah nutrisi yang spesifik karena perbedaan metabolism, etiologi dari PGK, stadium PGK genetic dan lingkungan.3 Penatalaksanaan nutrisi pada PGK bertujuan untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal, memperbaiki kualitas hidup, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada PGK.

Daftar Pustaka 1. Garneata L; Mircescu G. Effect of Low Protein Diet Supplemented With Keto Acids on Progression of Chronic Kidney Disease. J Renal Nutr, 2013; 23: 210-213 2. Fouque D. Low Protein, Amino Acid and Ketoacid Diets to Slow the Progression of Chronic Kidney Disease and Improved Metabolic Control of Uremia. NutrManag Renal Dis. 2013; 209-231. 3. Goldstein-Fuchs, D, LaPierre AM. 2014. Nutrition and Kidney Disease. In: Gilbert GJ, Weiner ME. Editors. National Kidney Foundation’s Primer on Kidney Diseases. Philadelphia; Elseiver Saunderz. P:467-474. 4. Fouque D and Mitch WE, 2012. Dietary Approaches to Kidney Disease. In: Taal MW, Chertow GM, Mars PA, Skorecki K, Yu AS and Brenner BM. Editors. Brenner & Rector’s The Kidney. 9th ed. USA; Elsiver Saunders. 2170-2204.

7

5. Garneata L, Mircescu G. Nutritional intervention in uremia-myth or reality? J Ren Nnutr. 2009;20:S31-S34. 6. Bellizzi V. Low Protein Diet or Nutritional Therapy in Chronic Kidney Disease?. Blood Purif 2013; 36:41-46. 7. PERNEFRI 2011. Konsensus Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Jakarta 8. Rasyid H, 2014. Manfaat Diet Rendah Protein pada Penyakit Ginjal Kronik. In: Siregar P, Dharmeizar, Nainggolan G, Lydia A, Marbun MB, Hustrini M, Umami V, editors. Naskah Lengkap The 14th Jakarta Nephrology and Hypertension Course and Symposium on Hypertension. PERNEFRI; Jakarta: 35-40. 9. Aparicio M, Bellizzi V, Chauveau P, Cupisti A, Ecder T, Fouque D, Garneata L, Lin S, Mitch WE, Teplan V, Zakar G, Yu X. Ketoacid therapy in predialysis chronic kidney disease patients: final consensus. J Renal Nutr 2012; S22-S24. 10. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification, 2007. 11. Bircher G, Woodrow G. Gastroenterology and Nutrition in Chronic Kidney Disease. In: Johnson RJ, Feehally F, Floege J. editors. Comprehensive Clinical Nephrology. 5th edition. Elseiver Saunders;Philadelphia:p.1010-1014.