BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat tinggi (Arifin dan Rosida, 2005). Salah satu fungsi dari ginjal ialah mempertahankan komposisi kimia semua cairan yang ada di dalam tubuh. Jika terjadi kegagalan fungsi ini, maka akan sulit untuk mengontrol kandungan natrium, kalium, dan nitrogen dengan produk metabolisme dalam tubuh (Moore, 1997). Jumlah pasien yang menderita PGK diperkirakan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Center for Disease Control and Prevention, prevalensi gagal ginjal kronik di Amerika Serikat sebanyak 345.000 orang pada akhir tahun 2002, bertambah 80.000 orang pada akhir tahun 2007 dan terjadi peningkatan tajam pada tahun 2010 yaitu lebih dari dua juta orang menderita PGK. Sementara di Indonesia, berdasarkan data dari Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia, prevalensi penyakit ini masih cukup tinggi, yakni sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman, 2013). Terapi yang sering dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah terganggu adalah dengan terapi Hemodialisis (HD). Terapi ini bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang bersifat toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih (Lukman, 2013). Disamping terapi pengganti tersebut, terapi nutrisi juga diperlukan untuk menangani PGK. Terapi nutrisi
1
selain untuk mencegah terjadinya malnutrisi terapi ini juga bermanfaat mencegah terjadinya
progresifitas PGK
(Wells,
2003).
Diet
yang
diberikan tidak
memperberat fungsi ginjal dan disesuaikan dengan keadaan fungsi ginjal. Dimana pembatasan dilakukan pada pemberian protein, lemak, kalsium dan pemberian kalori harus adekuat agar protein tidak dipecah (Sunaryo, 2006). Salah satu syarat diet bagi pasien PGK yang menjalani HD adalah protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama HD. Kebutuhan protein sekitar 1-1,2 g/kg BB/hari, dengan 50% dari protein hendaknya bernilai biologi tinggi (Kresnawan, 2005 ; Almatsier, 2004). Namun, pada kenyataannya banyak ditemukan pasien PGK dengan HD tidak patuh pada diet yang telah ditentukan. Ketidakpatuhan ini ditunjukkan pada sebagian pasien yang masih berasumsi bahwa konsumsi makanan dan minuman sepuasnya diperbolehkan hingga beberapa saat sebelum terapi HD, karena selama terapi darahnya akan dibersihkan dan mulai lagi dengan diet yang diprogramkan setelah terapi selesai (Rahayu, 2004). Beberapa pasien PGK juga sering mengalami penurunan asupan nutrisi. Penyebabnya yaitu karena HD tidak adekuat, gangguan pengosongan lambung, malabsorbsi, pembatasan diet, depresi (Pranawa, 1997), juga karena hilangnya nafsu makan (Kresnawan, 2005). Menurut Sharif (2013), tidak adekuatnya asupan protein dan energi pasien PGK yaitu karena asupan energi dan protein sendiri yang tidak adekuat, terjadi gangguan metabolik, dan merupakan dampak dari proses dialisis. Akibat dari ketidakpatuhan tersebut pasien PGK dengan HD rutin sering mengalami malnutrisi, penurunan kualitas hidup dan inflamasi, sehingga menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas dibandingkan populasi
2
normal (Zadeh, et al., 2001). Prevalensi malnutrisi pada pasien HD sekitar 2376% (Kopple, 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahdalena (2005), sebanyak 88,7% pasien PGK mengalami malnutrisi dengan nilai albumin dibawah 3,5 g/dL dan hanya 11,3% pasien PGK berstatus gizi baik dengan nilai albumin 3,5-5 g/dL. Berdasarkan hasil penelitian Fahmia et al. (2012) dan Sharif et al. (2013) diketahui bahwa pada pasien dengan PGK yang mengalami malnutrisi, ditemukan hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani HD. Menurut Belizi et al. (2003), berdasarkan pada sebuah penelitian klinik, menunjukkan bahwa pasien HD yang mengkonsumsi energi dan protein dibawah nilai cut off treshold, yaitu protein di bawah 0,8 g/kg BB/hr dan energi dibawah 25 kkal/kg BB/hr tidak bisa mempertahankan keseimbangan nitrogen netral yang akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara status gizi penderita PGK yang menjalani HD dengan resiko morbiditas dan mortalitasnya (Sopiyandi, 2007). Hasil penelitian Kopple (2004) menyebutkan bahwa subyek dengan pemberian diet tinggi protein menunjukkan peningkatan status gizi berdasarkan peningkatan serum albumin dan berat badan. Sehingga kesimpulannya adalah diet dengan protein rendah menghasilkan keseimbangan nitrogen negatif, sedang diet dengan protein yang tinggi menghasilkan keseimbangan nitrogen netral atau positif. Selain jumlah protein, jenis dan kualitas protein juga harus diperhatikan. Kualitas protein merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kualitas ini digambarkan sebagai karakteristik
3
kemampuan
protein
dalam
memenuhi
kebutuhan
metabolik,
yaitu
kemampuannya untuk menyediakan pola spesifik asam amino untuk memenuhi kebutuhan sintesis protein yang diukur dalam keseimbangan nitrogen (Millward et al, 2008). Konsumsi protein kualitas tinggi, atau protein bernilai biologis tinggi, seperti daging, unggas, dan telur adalah sumber asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk membangun otot dan menjaga kesehatan sel, organ tubuh, serta tulang. Kopple (2004) menyatakan diet protein tinggi akan menghasilkan keseimbangan nitrogen negatif bila komposisi protein dalam diet lebih banyak protein yang mengandung nilai biologi rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Nugrahani (2007) pada pasien PGK rawat jalan yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito, sebagian besar pasien mempunyai asupan energi dan protein yang tidak adekuat, yaitu 73,8% dan 78,7% dari populasi pasien. Dan 67,2% pasien mempunyai proporsi asupan protein tidak adekuat yaitu tidak mencapai 50% bernilai biologi tinggi. Berdasarkan paparan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan asupan protein dan proporsi protein hewani-nabati terhadap kadar albumin pada pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Latar belakang pemilihan rumah sakit Sardjito sebagai tempat penelitian karena rumah sakit ini bertipe A sehingga menjadi tempat rujukan dari berbagai rumah sakit, disamping itu RSUP Dr. Sardjito juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bermitra dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
4
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang penelitian tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Hubungan asupan energi dan protein serta proporsi protein hewani-nabati terhadap kadar albumin pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan asupan energi dan protein serta proporsi protein hewani-nabati terhadap kadar albumin pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan asupan energi dan protein dengan kadar albumin pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. b. Mengetahui hubungan proporsi protein hewani-nabati dengan kadar albumin pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan kombinasi asupan protein dan proporsi hewaninabati dengan kadar albumin pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi pasien Digunakan sebagai sumber informasi bagi pasien PGK yang mendapat terapi HD dalam menjalani diet terutama untuk asupan protein. 2. Manfaat bagi rumah sakit Digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi dalam menetapkan kebijakan dalam penanganan pasien PGK yang menjalani terapi HD. 3. Manfaat bagi penulis Penulis mendapatkan informasi dari pengkajian hubungan proporsi protein nabati-hewani kadar albumin pada pasien PGK yang menjalani terapi HD. 4. Manfaat bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar bagi penelitian selanjutnya.
6
E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Azizah Nugraha ni
Yunianti Fivaria
Zulfia Mahdale na
Judul, Tahun, dan Lokasi Penelitian Hubungan Asupan Protein Terhadap Kadar Urea Nitrogen, Kreatinin, dan Albumin Darah Pasien PGK yang menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. 2007 Pengaruh Komposisi Diit Terhadap Kadar Albumin dan Perbandingan Urea Nitrogen Darah/Kreatinin Penderita Gagal Ginjal Terminal dengan Hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito, 2001 Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Ygyakarta. 2005
Desain Hasil Penelitian Penelitian CrossTerdapat hubungan total sectional asupan protein terhadap BUN, kreatinin, dan albumin. Sementara tidak ada hubungan antara proporsi protein terhadap albumin, BUN dan kreatinin Tidak ada hubungan antara komposisi diit terhadap kadar albumin serta nilai rasio urea nitrogen darah/ kreatinin pasien gagal ginjal dengan hemodialisis
Crosssectional
Terdapat hubungan antara asupan energi dan protein terhadap kadar albumin.
Persamaan
Perbedaan
Sama-sama meneliti mengenai pengaruh protein terhadap albumin Sama-sama variabel terikatnya kadar albumin.
Penelitian ini mempertimbangkan asupan energi disamping protein. Penelitian ini juga hanya berfokus pada kadar albumin sebagai status gizi.
Sama-sama variabel bebasnya asupan protein
Variabel terikat adalah kadar albumin
Penelitian fokus pada status gizi berdasarkan kadar albumin untuk mengevaluasi konsumsi protein dan energi.
7