Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak - kalbemed.com

Pendekatan diagnosis anemia dimulai dari anamnesis riwayat penyakit dalam keluarga, penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fi sik. Hal tersebut untuk mem...

66 downloads 597 Views 232KB Size
TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak Hendry Irawan Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di Indonesia, tahun 1995 ditemukan anemia pada 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% anak sekolah. Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau konsentrasi hemoglobin. Pendekatan diagnosis anemia dimulai dari anamnesis riwayat penyakit dalam keluarga, penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik. Hal tersebut untuk memilih pemeriksaan penunjang yang tepat sesuai penyakit yang diperkirakan. Kata kunci: anemia, diagnosis, anak

ABSTRACT Anemia is a public health problem found worldwide. In Indonesia (1995) 41% of children under 5 years and 24-35% of school children suffer from anemia. Anemia diagnosis starts from history of disease in family, previous illnesses, and physical examination followed by a proper investigation. Hendry Irawan. Diagnostic Approach of Anemia in Children. Key words: anemia, diagnosis, child

PENDAHULUAN Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau konsentrasi hemoglobin.1 Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung.2,3 Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia; diperkirakan terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun.4 Survei Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5 tahun menderita anemia, pada survei tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia.5 Gejala yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian pada anak.3 Alamat korespondensi

422

Tabel 1 Batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin2 Hemoglobin (g/dL)

Hematokrit (%)

MCV (μm3)

Umur (tahun) Mean

Batas bawah

Mean

Batas bawah

Mean

Batas bawah

0.5 - 1.9

12.5

11.0

37

33

77

70

2 - 4

12.5

11.0

38

34

79

73

5 - 7

13.0

11.5

39

35

81

75

8 - 11

13.5

12.0

40

36

83

76

Pria

13.5

12.0

41

36

85

78

Wanita

14.0

12.5

43

37

84

77

Pria

14.0

12.0

41

36

87

79

Wanita

15.0

13.0

46

38

86

78

Pria

14.0

12.0

42

37

90

80

Wanita

16.0

14.0

47

40

90

80

12 - 14

15 - 17

18 - 49

email: [email protected]

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA Tabel 2 Anemia berdasarkan ukuran eritrosit2 Mikrositik

Normositik

Makrositik

Defisiensi besi

Anemia hemolitik kongenital

Sumsum tulang megaloblastik

Thalasemia



Hemoglobin mutan



Defisiensi vitamin B12

Keracunan timbal kronis



Defek enzim eritrosit



Defisiensi asam folat

Anemia sideroblastik



Gangguan pada membran eritrosit

Tanpa sumsum tulang megaloblastik

Inflamasi kronis

Anemia hemolitik didapat



Anemia aplastik





Hipotiroid

Autoimun



Anemia hemolitik mikroangiopatik



Diamond-Blackfan syndrome



Sekunder oleh infeksi akut



Penyakit hati



Infiltrasi sumsum tulang



Anemia diseritropoietik

Kehilangan darah akut

Tabel 3 Pemeriksaan fisik pada pasien anemia2 Organ

Tanda dan Gejala

Kulit

Pucat Hiperpigmentasi

Anemia hemolitik akut atau kronis, hepatitis, anemia aplastik

Petekie, purpura

Anemia hemolitik autoimun dengan trombositopenia, haemolytic uremic syndrome, aplasia atau infiltrasi sumsum tulang Hematopoiesis ekstramedular (thalasemia mayor, anemia sickle cell, anemia hemolitik kongenital lainnya)

Sklera ikterik

Anemia hemolitik kongenital dan krisis hiperhemolitik yang berkaitan dengan infeksi (defisiensi enzim eritrosit, defek membran eritrosit, thalasemia, hemoglobinopati

Glositis Ekstremitas

Ronkhi, gallop, takikardia, murmur Displasia alat gerak radius Spoon nails Triphalangeal thumbs

Limpa

Anemia hemolitik mikroangiopati

Tulang frontal yang menonjol, tulang maksila dan malar yang menonjol

Stomatitis angularis Dada

Anemia aplastik Fanconi

Jaundice

Hemangioma kavernosus Kepala dan Leher

Kemungkinan Anemia Anemia berat

Splenomegali

Gambar 1 Pendekatan diagnosis berdasarkan apusan darah tepi9

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

Defisiensi besi Defisiensi besi atau vitamin B12 Gagal jantung kongesti, anemia akut atau berat Anemia aplastik Fanconi Defisiensi besi Aplasia eritrosit Anemia hemolitik kongenital, infeksi, keganasan hematologiss, hipertensi portal

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan melihat jumlah hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit (Tabel 1). Selain itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan makrositik (Tabel 2). Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis. Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang lebih cepat.2 Kedua kategori tersebut tidak berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif, prestasi sekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anak usia kurang dari 12 bulan dengan anemia terutama defisiensi besi kadar hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai prediktif positif 10-40%.6 Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti untuk mendeteksi dan menentukan penyebabnya sehingga pemeriksaan laboratorium dapat seminimal mungkin.2 Tubuh bayi baru lahir mengambil dan menyimpan kembali besi menyebabkan hematokrit menurun selama beberapa bulan pertama kehidupan. Oleh karena itu, pada bayi cukup bulan kekurangan zat besi dari asupan gizi jarang menyebabkan anemia sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur, kekurangan zat besi dapat terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit terkait kromosom X seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), harus dipertimbangkan pada anak laki-laki. Defisiensi piruvat kinase bersifat autosomal resesif dan berhubungan dengan anemia hemolitik kronis.7-10 Pemeriksaan fisik penting dilakukan (Tabel 3), temuan yang menunjukan anemia kronis termasuk pucat (biasanya tidak terlihat sampai tingkat hemoglobin kurang dari 7 g/dL), glositis, hepatosplenomegali, murmur, dan gagal jantung kongestif. Pada anemia akut

423

TINJAUAN PUSTAKA dapat ditemukan jaundice, takipnea, takikardi, dan hematuria.2,7,9,10 Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin dan massa eritrosit, MCV menjadi salah satu standar klasifikasi anemia menjadi mikrositik, normositik, dan makrositik (Gambar 1).2,8,9 Pemeriksaan darah perifer adalah prosedur tunggal paling berguna sebagai evaluasi awal. Pertama-tama harus diperiksa distribusi dan pewarnaan sel. Tanda sediaan yang tidak baik adalah hilangnya warna pucat di tengah eritrosit, bentuk poligonal, dan sferosit artefak. Sferosit artefak, berlawanan dengan artefak asli, tidak menampakkan variasi kepucatan di tengah sel dan lebih besar dari eritrosit yang normal. Sediaan yang tidak baik tidak boleh diinterpretasikan.2 Setelah sediaan telah dipastikan kelayakannya, diperiksa pada pembesaran 50x dan kemudian dengan 1000x. Sel-sel digradasikan berdasarkan ukuran, intensitas pewarnaan, variasi warna, dan abnormalitas bentuk. Gangguan hemolisis eritrosit dapat diklasifikasikan menurut morfologi predominannya. Terdapatnya stippling basofilik dan sel inklusi juga perlu diperhatikan.2

Gambar 2 Pendekatan diagnosis berdasarkan MCV dan jumlah retikulosit9

Gambar 3 Penyebab gangguan morfologi sumsum tulang9

424

Langkah berikut adalah pengukuran jumlah retikulosit, bilirubin, tes Coombs, jumlah leukosit, dan trombosit (Gambar 2). Morfologi eritrosit pada apusan darah tepi dapat menunjukkan etiologi anemia.9 Pengambilan dan analisis sumsum tulang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sumsum tulang yang berkaitan dengan penyebab anemia (Gambar 3)9; pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan terakhir seandainya penyebab anemia masih belum diketahui. SIMPULAN Pendekatan diagnosis anemia dimulai dari anamnesis riwayat penyakit dalam keluarga, penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik untuk mengarahkan pemilihan pemeriksaan penunjang yang tepat sesuai dengan penyakit yang diperkirakan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, pengukuran MCV, jumlah retikulosit, bilirubin, tes Coomb, jumlah leukosit, jumlah trombosit, dan aspirasi sumsum tulang untuk memeriksa bentuk eritroid, mieloid, dan megakariosit.

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1.

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.

2.

Nathan DG, Orkin SH, Oski FA, Ginsburg D. Nathan and Oski’s Hematology of Infancy and Childhood. 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2008.

3.

Khusun H, Yip R, Schultink W, Dillon DHS. World Health Organization Hemoglobin Cut-Off Points for the Detection of Anemia Are Valid for An Indonesian Population. J Nutr. 1999;129:166974.

4.

Ezzati M, Lopez AD, Rodgers A, Vander Hoorn S, Murray CJ, the Comparative Risk Assessment Collaborating Group. Selected major risk factors and global and regional burden of disease. Lancet. 2002;360:1347-60.

5.

Sari M, de Pee S, Martini E, Herman S, Sugiatmi, Bloem MW, et al. Estimating the prevalence of anaemia: a comparison of three methods. Bulletin of the World Health Organization. 2001;79:506-11.

6.

U.S. Preventive Services Task Force (USPSTF). Screening for iron deficiency anemia - including iron supplementation for children and pregnant women. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ); 2006.

7.

Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph’s Pediatrics. 21st ed. USA: McGraw-Hill; 2003.

8.

Bessman JD, Gilmer PR, Gardner FH. Improved classification of anemias by MCV and RDW. Am J Clin Pathol. 1983;80:322-6.

9.

Lanzkowsky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005.

10. Kohli-Kumar M. Screening for anemia in children: AAP recommendations - a critique. Pediatrics. 2001;108:e56-7.

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

425