PENERAPAN METODE BERCERITA BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK

Download Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke ara...

0 downloads 590 Views 228KB Size
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)

PENERAPAN METODE BERCERITA BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENGEMBANGKAN EMPATI ANAK KELOMPOK B1 Ni Made Sintia Wati1, Ign. I Wayan Suwatra2, Luh Ayu Tirtayani3 1,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2 Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan empati anak kelompok B1 semester II dengan menerapkan metode bercerita berbasis kearifan lokal. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B1 TK Widya Kumarasthana tahun pelajaran 2015/2016 pada semester II yang berjumlah 20 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan instrumen berupa lembar observasi. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif dan teknik analisis destriptif.Hasil analisis data pra-siklus menunjukkan ratarata presentase kemampuan empati anak sebesar 59,37%. Pada siklus I kemampuan empati anak meningkat menjadi 75,83% yang berada pada kategori sedang, setelah dilanjutkan dengan perbaikan penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal di siklus II, kemampuan empati anak meningkat lagi menjadi 81,66% yang berada pada kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan empati anak kelompok B1 TK Widya Kumarasthana Banyuning. Kata-kata kunci : metode bercerita, kearifan lokal, empati anak

Abstract This study aims to determine the increase of children in group B1 empathy second half by applying local wisdom-based story-telling method. This research is a classroom action research (PTK), which was conducted over two cycles. Subjects in this study were children in group B1 Widya Kumarasthana kindergarten school year 2015/2016 in the second half of 20 people. Data collection methods used in this research is the method of observation with instruments such as observation sheet. Data were analyzed using descriptive analysis techniques and analysis techniques destriptif. The results of the pre-cycle analysis of the data shows the average percentage of children's capacity for empathy by 59.37%. In the first cycle of empathy abilities of children increased to 75.83%, which is in the category, after then revising the application of story-telling method based on local wisdom in the second cycle, the ability of empathy of children increased to 81.66%, which is in the high category. It can be concluded that the application of the method of storytelling based on local wisdom can increase empathy group B1 kindergarten children Widya Kumarasthana Banyuning. Keywords: story-telling method,local wisdom , empathy child



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor utama yang akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Karena pendidikan merupakan bimbingan dan asuhan bagi anak yang mampu menunjukkan kepribadian dan prosesnya tidak hanya di batasi oleh dinding, langit dan ruang kelas tetapi juga dunia terbuka. Pendidikan dan proses belajar diharapkan di mulai sejak usia dini. Semakin nyata jika sekolah sebagai lembaga berupaya menanamkan dan mengembangkan empati anak dengan melalui perhatian yang lebih kepada anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyiapkan penerus yang berbobot dalam meneruskan perjuangan bangsa. Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), dan bahasa sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Satuan PAUD menyelenggarakan berbagai layanan pendidikan baik jalur formal maupun jalur informal. Yang termasuk pendidikan formal anak usia empat sampai enam tahun yaitu pendidikan taman kanak-kanak (TK). Dalam mewujudkan tujuan PAUD harus memahami karakteristik dan tahap perkembangan anak meliputi perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan sosioemosional serta perkembangan motorik. Perkembangan anak berlangsung secara terus menerus dan semua aspek perkembangan saling mempengaruhi karena hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan syarat dari perkembangan selanjutnya. Dengan demikian dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula.Sagala (2010:3)

menyatakan, “pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.Sejalan dengan pendapat tersebut Juniasih (2013:1) menyatakan “pendidikan merupakan usaha sadar dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan akan menimbulkan perubahan dalam dirinya menuju kearah yang lebih baik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya di masa depan”. Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan untuk mengubah tingkah laku anak melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan agar peserta didik dapat menumbuhkan perubahan yang positif. Perubahan pada diri anak kearah positif secara tidak langsung akan memberikan pengaruh yang positif pula pada diri anak. Dengan perubahan positif ini akan menjadikan anak mudah beradaptasi dengan lingkungannya dimanapun anak berada. Anak usia taman kanak-kanak merupakan individu yang mulai mengenal dunia luar, maka dari itu anak juga mulai berinteraksi dan menyesuaikan diri terhadap adat istiadat dan lingkungan sekitarnya. Bagaimana sikap anak terhadap lingkungan serta pengalaman sosialnya sangat tergantung kepada pengalaman belajar selam tahun-tahun pertamanya. Anak akan mempunyai motivasi untuk bergaul dengan adanya bimbingan dan pengajaran dari orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik. Piaget (dalam Hurlock, 1978:527) menjelaskan bahwa, “masyarakat sekarang banyak anak-anak yang kurang mendapat pendampingan dari orang tuanya dalam masa perkembangannya. Sebagai orang tua yang memiliki aktivitas ataupun kegiatan diluar rumah, terkadang kegiatan tersebut menyita waktu sehingga beberapa orang tua tidak punya cukup waktu untuk keluarga, terutama kepada anak, sehingga yang terjadi kegiatan yang dilakukan anak berjalan tanpa pengawasan dari orang tua yaitu orang yang dapat dijadikan model



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) bergaul yang baik. Banyak orang tua murid yang berkonsultasi dengan guru tentang terbatasnya waktu mereka dalam mendampingi putra putrinya”. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam masa perkembangannya, anak-anak kurang mendapatkan pengawasan dari orang tuanya. Seperti yang diketahui bahwa orang tua merupakan orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik. Tetapi disini dijelaskan orang tua sibuk dengan aktifitasnya sehingga orang tua tidak mempunyai waktu yang cukup untuk keluarga maupun anaknya. Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan di TK Widya Kumarasthana Banyuning, pada hari jumat 18 September 2015 diperoleh informasi bahwa pengembangan empati anak belum berkembang sesuai dengan harapan. Hal ini dapat dilihat dari dokumen penilaian guru yang dilakukan meliputi, terdapat 10 orang anak mencapai * (belum berkembang) dengan persentase (50%), 7 orang anak mencapai ** (mulai berkembang) dengan persentase (35%), dan hanya 3 orang anak yang mencapai *** (berkembang sesuai harapan) dengan presentase (15%) sedangkan harapan ketuntasan dari pengembangan empati anak yaitu memperoleh bintang **** (berkembang sangat baik). Dilihat dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa 20 orang anak belum berkembang sesuai harapan. Hal tersebut terjadi karena anak lebih suka bermain sendiri dan berebut mainan, anak sukar berbagi mainan dan makanan kepada teman yang tidak membawa bekal makanan, anak masih belum mampu memberi dan menerima maaf temannya ketika melakukan kesalahan kepada temannya. Selain itu anak sering berbicara tidak sopan dengan guru ataupun teman sebayanya, anak tidak pernah mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu. Hal ini juga diakibatkan oleh kurangnya pengawasan guru terhadap kegiatan belajar maupun bermain di lingkungan sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam kelas seharusnya membutuhkan suasana yang kondusif, agar anak-anak dapat belajar semaksimal mungkin. Namun, pendidik

sering menghadapi sikap dan prilaku yang berlawanan dengan yang seharusnya, seperti anak belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tidak sabar saat menunggu giliran, tidak peduli dengan teman, tidak mau memberi dan menerima maaf, dan tidak terbiasa mengucapkan terimah kasih setelah dibantu. Akibatnya kegiatan pembelajaran menjadi terganggu dan waktu habis tersita untuk menghadapi masalah itu. Kegiatan di TK Widya Kumarasthana Banyuning biasanya hanya bercerita dengan menggunakan majalah saja, sehingga anak cepat merasa bosan dan kurang tertarik mendengarkannya karena ceritanya itu-itu saja. Maka dari itu, dalam pelaksanaan pembelajaran perlu adanya inovasi baru dengan penggunaan teknik pembelajaran yang berlangsung lebih bervariasi, tidak membosankan dan seluruh anak bisa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan empati anak yaitu dengan metode bercerita. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode bercerita berbasis kearifan lokal melalui media buku cerita bergambar agar dapat mengatasi problem empati anak. Bercerita melalui buku cerita bergambar dipilih karena anak senang dengan gambar seperti tokoh kepahlawanan, binatang, dan tokoh dalam film kartun yang anak-anak sukai. Berdasarkan uraian di atas, diyakini metode bercerita dapat meningkatkan empati anak. Namun hal ini masih diperlukan data empiris di lapangan, oleh karena itu dilakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Bercerita Berbasis Kearifan Lokal Untuk Mengembangkan Empati Anak Kelompok B1 Semester II di TK Widya Kumarasthana Banyuning Tahun Pelajaran 2015/2016”. Berdasarkan dari teori tersebut peneliti merancang indikator penilaian dalam proses penelitian metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati pada anak kelompok B1 Semester II di TK Widya Kumarasthana Banyuning Tahun Pelajaran 2015/2016, diantaranya: (1) mau bermain dengan temannya. (2) mau berbagi dengan temannya. (3) saling membantu sesama



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) teman. (4) menghibur teman yang sedih. (5). Suka menolong. (6). Mau memberi dan menerima maaf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan empati anak setelah menerapkan metode bercerita berbasis kearifan lokal pada anak kelompok B1 semester II TK Widya Kumarasthana tahun pelajaran 2015/2016. Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan strategi pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran anak didik ditingkat TK, terutama sebagai acuan untuk meningkatkan empati anak melalui kegiatan bercerita. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi anak, guru, kepala TK dan peneliti lain. (1) bagi anak, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan empati anak melalui metode bercerita berbasis kearifan lokal menggunakan media buku cerita bergambar, (2) bagi guru, dapat menjadi informasi serta masukan berharga bagi para guru dalam melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran khususnya dalam mengembangkan empati anak metode bercerita berbasis kearifan lokal, (3) bagi kepala TK, dapat menjadi informasi berharga bagi kepala TK untuk mengambil suatu kebijakan yang paling tepat dalam kaitan dengan upaya strategi pembelelajaran yang efektif dan efisien di taman kanak-kanak, (4) bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan tentang penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati anak, selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai telaah lebih lanjut bagi penelitian yang baru dengan melihat kelemahan dari penelitian ini.

terdiri dari 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Adapun objek penelitian ini adalah metode bercerita berbasis kearifan lokal menggunakan media buku cerita bergambar untuk meningkatkan empati anak. Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Agung (2012:2) menyatakan bahwa “PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara profesonal”. Singkatnya, PTK merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru sehari-hari dilapangan atau kelas sehingga merupakan hal yang mereka kenal dan hayati dengan baik. PTK merupakan penelitian praktis yang dilakukan sebagai refleksi pembelajaran dan bertujuan untuk memperbaiki praktik pembelajaran yang ada saat ini”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan di dalam kelas untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di dalam kelas secara lebih profesional. Penelitian tindakan kelas inii dilaksanakan dalam dua siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan dilanjutkan ke siklus berikutnya apabila belum memenuhi target penelitian. Akhir siklus satu ditandai dengan evaluasi begitupun dengan siklus dua dan siklus selanjutnya bila belum memenuhi target penelitian. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahap rencana tindakan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini adalah: (1) menyamakan persepsi antara metode dan media yang akan digunakan yaitu metode bercerita menggunakan buku cerita bergambar, (2) menyusun rencana kegiatan mingguan (RKM), (3) menyusun rencana kegiatan harian (RKH), (4) menyiapkan media buku

METODE Penelitian dilakukan di TK Widya Kumarasthana Banyuning. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B1 Widya kumarasthana Banyuning. Anak pada kelompok B1 berjumlah 20 orang yang

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) cerita bergambar sebagai bahan kegiatan pembelajaran, (5) menyiapkan instrument penelitian untuk mengumpulkan data tentang pengembangan empati anak. Tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah melakukan perbaikan atau peningkatan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dipersiapkan. Pada tahap pengamatan dilakukan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengamati guru dan anak dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi ini adalah mengobservasi guru dalam membuka pelajaran, menyampaikan materi dan menutup pelajaran dan mengobservasi anak dalam proses pembelajaran. Setelah kegiatan observasi maka dilakukan refleksi untuk melihat, mengkaji, dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama dengan guru dapat melakukan perbaikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada rencana refleksi ini adalah peneliti mengkaji dan merenungkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dengan maksud jika terjadi hambatan, akan dicarikan pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya. Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode tertentu untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Untuk mengumpulkan data tentang kemampuan empati pada anak kelompok B1TK Widya Kumarasthana Banyuningdigunakan metode observasi. Menurut Agung (2012:61) “metode observasi ialah suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Dimyati dan Mudjiono (2013:92) menyatakan bahwa, “metode observasi adalah metode pengumpulan data penelitian melalui pengamatan terhadap objek yang diteliti”.

Metode observasi dilakukan secara langsung dan alamiah untuk mendapatkan data dalam berbagai situasi dan kejadian yang dilakukan. Berdasarkan kedua pendapat diatas maka dapat dipertegas bahwa metode observasi adalah cara memperoleh data yang menggunakan indera pengelihatan (mata) atau melalui pengamatan terhadap objek dalam pengukuran variabel sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan empati anak. Setiap kegiatan yang diobservasikan dikategorikan kedalam kualitas yang sesuai yaitu anak belum berkembang dengan tanda bintang satu (*), anak sudah berkembang dengan tanda bintang dua (**), anak sudah berkembang sesuai harapan dengan tanda bintang tiga (***), dan anak berkembang dengan sangat baik dengan tanda bintang empat (****). Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua metode yaitu, metode analisis statistik deskriptif dan metode deskriptif kuantitatif. Agung 2010:76) menyatakan bahwa “metode analisis deskriptif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti: distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata, median, modus, mean dan standar deviasi, penggunaan rumus-rumus tersebut dilakukan untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu, sehingga diperoleh kesimpulan umum”. Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah “suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka atau persentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum” (Agung, 2014:110). Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menentukan kemampuan empati pada anak yang dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Dalam penerapan metode analisis statistik deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianaliss dan disajikan ke dalam a) tabel distribusi frekuensi, b) menghitung modus, c) menghitung median, d)



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) menghitung angka rata-rata, e) menyajikan data ke dalam grafik polygon. Pedoman Konsversi PAP Skala Lima tentang peningkatan kemampuanempati. Persentase % : (90100) sangat tinggi, (80-89) tinggi, (65-79) sedang, (55-64) rendah, (0-54) sangat rendah. Kriteria keberhasilan pada penelitian ini adalah adanya peningkatan pengembangan empati pada anak kelompok B1 di TK Widya Kumarasthana Banyuning. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika terjadi perubahan positif skor rata-rata dari siklus I ke siklus berikutnya dan jika dikonversikan pada pedoman PAP Skala lima tentang tingkat kemampuan empati pada anak kelompok B1 setelah diterapkan metode bercerita berbasis kearifan lokal dengan menggunakan media buku cerita bergambar pada anak kelompok B1 semester II di TK Widya Kumarasthana Banyuning Tahun Pelajaran 2015/2016. Apabila terjadi skor rata-rata dari siklus I ke siklus berikutnya dan mampu mencapai kriteria tinggi maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan empati anak berjalan secara efektif.

Data hasil belajar anak pada kemampuan empati disajikan dalam bentuk grafik polygon. Dari hasil observasi yang dilaksanakan padasaat penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati anak menggunakan lima indikator, dan masingmasing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi skor. Data yang didapat disajikan kedalam grafik polygon pada hasil belajar kemampuan menyimak anak pada siklus I dapat digambarkan menjadi grafik sebagai berikut.

f Frekuensi

6 4 2 0 12 13 14 15 16 17

X Skor

Mo =13 M= 14,5

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian dilakukan di TKWidya Kumarasthana Banyuning dengan jumlah 20 orang. Tema yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Binatang dan tanaman. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimana siklus I yaitu dilaksanakan sebanyak 15 kali pertemuan, sedangkan siklus II terdiri dari 10 kali pertemuan. Data yang dikumpulkan adalah mengenai hasil belajar anak terhadap kemampuan empati melalui metode bercerita berbasis kearifan lokal. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan Mei 2016 sampai bulan Juni 2016. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif memberikan gambaran bahwa dengan penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati anak diperoleh rata-rata hasil pada siklus I sebesar 70,75%.

Md = 14 Gambar 1. Grafik Polygon Siklus I Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon diatas terlihat Mo


8

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) yang mau mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru dengan media buku cerita bergambar. Hal tersebut dikarenakan anak jarang diajak kegiatan bercerita, cerita yang disampaikan kurang menarik minat anak serta anak terlihat kurang fokus dan lebih memilih bercanda dan mengobrol pada saat kegiatan bercerita. (2) Sebagian besar anak masih bingung dalam mendengar cerita yang disampaikan guru, hal tersebut dikarenakan guru memberikan cerita bersambung sehingga anak banyak yang lupa dengan cerita yang diberikan sebelumnya dan guru tidak memberikan pengulangan tentang cerita sebelumnya. (3) Kemampuan empati anak melalui metode bercerita yang bertemakan binatang dan berjudul kera dan ayam masih belum maksimal, karena cerita yang digunakan ada perlakuan anak yang sudah berempati, serta ada beberapa anak yang perlakuan empatinya belum berkembang. Anak masih berbicara tidak sopan, tidak mau mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu, anak tidak mau memohon dan menerima maaf jika melakukan kesalahan, anak belum bisa menyebutkan perbuatan-perbuatan yang benar dan yang salah, anak masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik saat bermain dan kurang merespon kegiatan pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung. Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala di atas adalah sebagai berikut. (1) Sebelum kegiatan bercerita dimulai, anak diajak untuk melaksanakan kegiatan yang menyenangkan seperti menyanyi agar anak menjadi bersemangat dan tidak mengantuk ketika mendengarkan cerita. Selain itu, cerita yang disampaikan akan lebih menarik dan tidak terlalu panjang agar anak lebih fokus dalam mendengarkan cerita. (2) Cerita yang diberikan sebaiknya tidak menggunakan cerita bersambung, melainkan menggunakan cerita yang sudah diringkas tanpa mengurangi isi dari cerita tersebut. Apabila menggunakan cerita bersambung sebaiknya guru mengulang sedikit cerita sebelumnya agar anak tidak menjadi bingung. (3) Kegiatan bercerita lebih difokuskan pada keterlibatan anak dengan interaktif atau guru mengajak anak

untuk aktif dalam kegiatan bercerita, seperti tanya jawab sederhana membedakan perilaku yang baik dan buruk dari sebuah cerita tersebut, sehingga anak lebih fokus dan secara tidak langsung anak dapat memahami dan menerapkan isi dari cerita tersebut. Pelaksanaan siklus II dilaksanakan selama 10 kali pertemuan dan pelaksanaan evaluasi dilakukan setiap hari setiap penerapan kegiatan. Data hasil belajar kemampuan empati yang diperoleh oleh anak disajikan dalam bentuk grafik polygon pada hasil belajar kemampuan empati pada siklus II dapat digambarkan menjadi grafik polygon sebagai berikut.

Frekuensi

8 6 4 2 0 15

16

17

18

19

X

Skor M= 17,2

Md = 18

Mo =19

Gambar 2. Grafik Polygon Siklus II Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon diatas terlihat Mo>Md>M (19>18>17,2). Jika nilai modus lebih besar dari median dan mean, maka dapat disimpulkan bahwa sebaran skor kemampuan empati anak kelompok B1 Tahun Pelajaran 2015/2016 di TK Widya Kumarasthana pada siklus II cenderung tinggi. Rata-rata hasil belajar kemampuan empati anak pada siklus II sebesar 86%. Nilai rata-rata persen jika dikonversikan kedalam PAP skala lima rata-rata persen berada pada tingkat penguasaan 80-89% yang berarti bahwa kemampuan



10

f

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) empatianak kelompok B1 pada siklus II berada pada kriteria tinggi. Melalui perbaikan proses pembelajaran dan pelaksanaan tindakan siklus I, maka pada pelaksanaan siklus II telah nampak adanya peningkatan proses pembelajaran yang diperlihatkan melalui peningkatan kemampuan empati anak kelompok B1 TK Widya Kumarasthana Banyuning. Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut. Berdasarkan temuan di lapangan proses pembelajaran terdapat peningkatan empati pada anak dalam mendengarkan sebuah cerita.Anak terlihat lebih aktif dan antusias saat mendengarkan cerita karena media yang digunakan lebih disederhanakan dan dikreasikan sehingga lebih menarik minat anak.Secara garis besar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan seperti misalnya anak sudah mulai menanyakan isi dari sebuah cerita dan ada peningkatan didalam keinginan memahami isi dari sebuah cerita tersebut. Secara umum proses kegiatan pembelajaran dengan penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal sudah berjalan dengan efektif, hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata persen (M%) kemampuan empati dari siklus I ke siklus II. Sehingga penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan temuan yang dilakukan selama pelaksanaan siklus I, terdapat beberapa masalah yang menyebabkan kemampuan empati anak berada pada kriteria sedang. Hal ini disebabkan karena adanya kendala seperti adanya pengaruh perkembangan teknologi secara global, misalnya pengaruh gadget terhadap ketertarikan anak sangat tinggi sehingga tanpa mereka sadari sedikit demi sedikit meninggalkan nilai-nilai karifan lokal yang seharusnya ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Anak cenderung lebih tertarik terhadap gadget dari pada mendengarkan cerita, dalam hal ini anak jarang diajak kegiatan bercerita, cerita yang disampaikan terlalu panjang sehingga anak cepat bosan. Guru juga memberikan cerita

bersambung sehingga anak banyak lupa dengan cerita yang diberikan sebelumnya dan guru tidak memberikan pengulangan tentang cerita sebelumnya. Sehingga diperlukan langkah-langkah pembatasan atau pencegahan dengan cara menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sedikit demi sedikit seperti misalnya menggunakan media yang lebih menarik dan lebih ringkas tanpa mengurangi nilai-nilai yang ingin disampaikan, dan menerapkan metodemetode pengulangan. Sehingga anak lebih tertarik dan mampu memahami, menghayati, mengingat dan menerapkannya dikehidupan sehari-hari tanpa mereka sadari. Proses pembelajaran anak usia dini terdapat beberapa kendala didalam pelaksanaannya. Kurangnya ketertarikan anak terhadap cerita-cerita lokal karena pengaruh global, menyebabkan proses pembelajaran mengalami beberapa hambatan-hambatan di dalam penyampaian nilai-nilai yang ingin diajarkan. Seperti misalnya tingkat ketertarikan anak terhadap sebuah cerita sangat rendah, kurangnya fokus terhadap cerita yang disampaikan oleh guru, anak cepat merasa bosan dan lebih memilih untuk bercanda dengan temannya. Kesulitan guru untuk menyampaikan sebuah cerita yang mampu dipahami oleh anak secara merata merupakan kendala yang harus dipikirkan agar bisa menyampaikan pokok-pokok pikiran dari sebuah cerita tersebut. Anak usia dini biasanya cenderung sulit di atur dan lebih memilih bercanda dan bermain dengan teman temannya. Kendala yang ditemukan tersebut perlu ditingkatkan pada siklus II dengan menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan serta cara guru menyampaikan cerita agar lebih menarik dan jelas sehingga anak antusias dalam mengikuti kegiatan bercerita serta anak dapat mengulang cerita dengan benar dan lancar. Madyawati (2016:162) menjelaskan bahwa, “metode bercerita adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang dikemas dalam bentuk cerita



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan”. Bercerita merupakan salah satu metode pengembangan bahasa yang dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Dimana dalam hal ini, cerita yang disampaikan lebih menekankan pada budaya kearifan lokal. Dengan diterapkannya metode bercerita berbasis kearifan lokal dapat memudahkan anak dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri terhadap adat dan lingkungan sekitarnya. Bagaimana sikap anak terhadap lingkungan serta pengalaman sosial sangat tergantung kepada pengalaman belajar selama tahun-tahun pertamanya. Sehingga empati anak akan berkembang tidak dilingkungan sekolah tetapi dilingkungan dimanapun ia berada. Anak akan mempunyai motivasi untuk bergaul dengan adanya bimbingan dan pengajaran dari orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik. Piaget (dalam Hurlock, 1978:527) menjelaskan bahwa, “masyarakat sekarang banyak anak-anak yang kurang mendapat pendampingan dari orang tuanya dalam masa perkembangannya. Sebagai orang tua ”. Seperti yang diketahui bahwa orang tua merupakan orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik. Tetapi disini dijelaskan orang tua sibuk dengan aktifitasnya sehingga orang tua tidak mempunyai waktu yang cukup untuk keluarga maupun anaknya. Cara penyajian cerita dapat dilakukan dengan alat peraga berupa media buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar adalah buku bergambar tetapi dalam bentuk cerita, bukan buku informasi. Manfaat dari buku cerita bergambar menurut Dhieni (2007:12.12) adalah, “untuk membantu mengembangkan daya pemahaman dan bicara, mendengarkan dan berkonsentrasi, serta pengamatannya, semua ini penting dalam proses belajar membaca”. Media gambar yang menarik, akan menarik perhatian anak dan menjadikan anak memberikan respon awal terhadap proses pembelajaran. Media gambar yang digunakan dalam pembelajaran akan diingat lebih lama oleh anak karena bentuknya yang konkrit dan tidak bersifat abstrak.

Penggunaan media buku cerita bergambar dalam mendengarkan cerita akan membuat suasana lebih berkonsentrasi pada cerita yang akan disampaikan karena mampu untuk menarik minat anak. Pada saat anak sudah tertarik untuk mendengarkan cerita maka pengembangan empati akan mudah muncul. Anak akan mengingat bagaimana karakter tokoh dalam cerita yang melibatkan pertarungan baik dan buruk dalam kehidupan tokoh dan menjadi pembelajaran yang cukup penting bagi anak, cerita juga merangsang anak mengkonstruksi nilai-nilai yang dianut dalam agama dan masyarakat. Penelitian sebelumnya perilaku anak masih sangat rendah. Anak masih belum bisa berbicara dengan sopan, tidak mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu, tidak mau memohon dan meminta maaf, tidak bisa menunjukkan perbuatan-perbuatan yang benar dan salah, dan anak masih melakukan perbuatanperbuatan yang tidak baik saat bermain. Jadi setelah dilakukannya metode bercerita berbasis kearifan lokal dengan media buku cerita bergambar prilaku anak menjadi meningkat. Penerapan metode bercerita terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan dan juga ada beberapa kelebihannya di dalam proses penyampaian cerita tersebut seperti misalnya kesulitan didalam memilih cara untuk menyampaikan sebuah cerita dengan menggunakan metode yang tepat agar mampu disimak dengan baik oleh anak. Meringkas suatu cerita tanpa mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah cerita tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan pemahaman yang tepat dari sebuah cerita tersebut. Adapun kelebihan penerapan metode bercerita ada banyak sisi menarik bagi guru dan anak seperti misalnya anak dapat mengenal dan memahami cerita cerita berbasis kearifan lokal sehingga nilai nilai yang terkandung didalam sebuah cerita tersebut secara tidak sadar dapat menjadi inspirasi atau pedoman didalam persiapan melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya. Guru yang menyampaikan cerita, secara tidak langsung dapat memahami nilai dari sebuah cerita dengan baik, dan mampu



e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) diterapkan dalam kehidupan sehari hari dalam keluarga. Secara moral penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal dapat menanamkan nilai nilai luhur yang terkandung didalamnya secara tidak langsung mampu untuk membendung pengaruh budaya luar secara global. Keberhasilan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati anak ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar, dan oleh karenanya para guru sangat perlu menerapkan media buku cerita bergambar untuk mengembangkan empati anak secara intensif dan berkelanjutan guna meningkatkan hasil belajar para anak didik.

Metodologi Pendidikan. Singaraja: Undiksha. Dhieni,

Hurlock B, Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga. Juniasih, Ni Wayan. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Think Talk Write (Ttw) Berbantuan Media Konkret Terhadap Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv Sd Di Gugus V Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal dapat mengembangkan empati anak kelompok B1 semester II di TK Widya Kumarasthana Banyuning tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan pengembangan empati anak didik pada siklus I adalah 70,75% yang berada pada kategori sedang dan pengembangan empati anak didik pada siklus II sebesar 86% berada pada kategori tinggi. Jadi, peningkatan pengembangan empati anak yaitu sebesar 15,25%. Kepada para guru disarankan lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan diterapkan pada anak, khususnya dalam penerapan metode bercerita berbasis kearifan lokal untuk mengembangkan empati anak sehingga pembelajaran dapat menarik minat anak didik.Kepada kepala sekolah agar melakukan pembinaan serta informasi secara intensif kepada para guru mengenai metode dan media pembelajaran, sehingga kemampuan professional para guru, perbaikan proses dan hasil belajar anak dapat meningkat.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir Program Sarjana dan Diploma 3 Undiksha Edisi Revisi. 2014. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Santrock, John. 2007. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Shapiro,

Lawrence. 2001.Mengajarkan Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suja, I Wayan. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali. Surabaya: Paramita.

DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Buku Ajar

Nurbiana. 2007. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Unversitas Terbuka.