PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU (SPM) DALAM MENINGKATKAN

Download 16 Apr 2015 ... Abstrak: Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dalam Meningkat kan Kualitas Audit. Penelitian bertujuan menguji pengaruh simul...

1 downloads 643 Views 1MB Size
PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU (SPM) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS AUDIT Lukito Fauji1) Made Sudarma2) M. Achsin2) Kantor Akuntan Publik (KAP) Made Sudarma, Thomas, & Dewi, Jl. Dorowati No. 8 Malang Universitas Brawijaya Jl. M.T. Haryono No. 165 Malang 65145, Jawa Timur. Surel : [email protected]

1) 2)

http://dx.doi.org/DOI: 10.18202/jamal.2015.04.6005

Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 6 Nomor 1 Halaman 1-174 Malang, April 2015 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Tanggal Masuk: 6 Februari 2015 Tanggal Revisi: 8 Januari 2015 Tanggal Diterima: 16 April 2015

Abstrak: Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dalam Meningkat­ kan Kualitas Audit. Penelitian bertujuan menguji pengaruh simultan, parsial, dan pengaruh dominan variabel penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap Kualitas Audit. Populasi penelitian adalah auditor dan staf auditor KAP Malang berjumlah 76 orang. Metode analisis digunakan regresi linier berganda, pengujian hipotesis F-test, t-testdan variabel berpengaruh dominan berdasarkan standardized coefficient beta (β). Variabel SPM berpengaruh simultan terhadap kualitas audit. Independensi, penugasan personal, konsultasi, dan supervisi berpengaruh parsial terhadap kualitas audit, sedangkan pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, penerimaan keberlanjutan klien, dan inspeksi tidak berpengaruh parsial terhadap kualitas audit. Penugasan personal adalah variabel berpengaruh dominan terhadap kualitas audit. Abstract: The Quality Control System Application on development of the Quality Audit. The research purpose is to test the simultaneouseffect, partial, and the dominant influence of the variable application of Registered Public Accountants (RPA) Quality Control Systems (QCS) on Audit Quality. The population was auditors and staff auditors in Malang numbered 76 people. The analysis method is multiple linear regression analysis, the Ftest, t-test, and the dominant variables determined based standardized coefficient beta (β). Variables of QCS have effect on audit quality simultaneous. Independence, personal engagement, consultation, and supervision have a partial effect on audit quality, while the rest variable have no effect on audit quality. Personal assignment is variable dominant. Kata Kunci: Kuisioner, Auditor, Sistem Pengendalian Mutu, Kualitas Audit.

Keberadaan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) mutlak dibutuhkan bagi Kantor Akuntan Publik dalam upaya menjaga sekaligus mengendalikan kualitas audit. Standar Pe­ ngendalian Mutu (SPM) memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar sebagaimana Standar Profesional Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI 2011). Quality control atau Sistem Pengendalian Mutu merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa suatu output dapat memenuhi tujuan dan

spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya yang diwujudkan dengan mengunakan pedoman atau standar yang telah ditetapkan (Wahyudiono 2000). Kualitas audit adalah kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya (De Angelo 2001). Audit quality adalah analisis terhadap kualitas yang ditinjau dari aturan yang dibuat oleh aparatur pemerintah, kemudian diidentifikasi adanya hubung­an antara atribut kualitas audit dan kualitas audit yang dirasakan (Lowenshon et al. 2005). Para pengguna laporan keuangan 38

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

berpendapat bahwa kualitas audit yang dimaksud terjadi jika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material (no material mis statements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuang­ an auditee. Auditor sendiri memandang kualitas audit terjadi apabila mereka bekerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis auditee dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan auditee dan menjaga kerusakan reputasi auditor (Boynton et al. 2002). Upaya yang dilakukan untuk peningkatan kualitas jasa audit adalah dengan menerapkan Sistem Pengendalian Mutu KAP. Hal ini menyatakan bahwa setiap KAP wajib menerapkan Sistem Pengedalian Mutu yang menjelaskan unsur-unsur pengenda­ lian mutu serta hal-hal yang terkait de­ngan implementasi secara efektif pada sistem tersebut. Standar Pengendalian Mutu berisi panduan bagi Kantor Akuntan Publik dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya. Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, mencakup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu, penerapan tanggung jawab, komunikasi dan pemantauan (SPAP 2011: 17000.1) Adapun unsur pengendalian mutu itu sendiri sebagaimana terdapat dalam SPM Seksi 100 [PSPM No. 01] Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik terbagi atas (1) independensi, (2) penugasan personel, (3) konsultasi, (4) supervisi, (5) pemekerjaan (hiring), (6) pengembangan profesional, (7) promosi (advancement), (8) penerimaan dan keberlanjutan klien, dan 9) inspeksi. Jumlah kantor akuntan publik di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah sejalan dengan perkembangan perekonomian dan bisnis. Pada tahun 2010 ini terdapat 502 kantor akuntan publik yang digolongkan dalam akuntan publik besar, sedang, dan kecil (IAPI 2011). Banyaknya Kantor Akuntan Publik yang beroperasi saat ini, tidak dipungkiri dapat menimbulkan persaingan antar kantor akuntan publik. Selain pemasaran, kualitas audit juga harus di­ tingkatkan. Salah satu unsur penting dalam menilai kualitas audit adalah kepatuh­ an terhadap SPAP khususnya dalam penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM). Sementara itu berdasarkan survei yang dilakukan ter­ hadap beberapa kantor akuntan publik memberikan bukti bahwa untuk meningkatkan kualitas audit, setiap kantor akun-

39

tan publik harus melakukan quality review. Quality review atau peer review proses de­ ngan signifikan memberikan peningkat­ an terhadap pengendalian mutu (SPM) dari kantor akuntan publik serta meningkatkan konsistensi dan mutu praktek yang dilakukan sebelumnya. Hal utama yang mendasari dan membedakan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah adanya penetapan unsur-unsur SPM itu sendiri sebagai variabel dalam penelitian. Pada penelitianpenelitian sebelumnya, penentuan variabel penerapan SPM kebanyakan tidak dilakukan secara menyeluruh dan terperinci sebagaimana unsur Standar Pengendalian Mutu (SPM) yang dilkeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 2011:17000.1, sedangkan dalam penelitian ini seluruh unsur SPM diangkat sebagai variabel dalam memprediksikan pengaruhnya terhadap kualitas audit. Penetapan sebagian unsur SPM se­ bagai variabel bebas tentunya akan menyulitkan dalam memberikan gambaran secara menyeluruh dalam penerapannya sekaligus tidak akan bisa menetapkan unsur SPM yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Sementara itu, pemilihan KAP di Kota Malang pada penelitian ini lebih dikarenakan Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dengan jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang cukup banyak, yakni 8 (delapan) Kantor Akuntan Publik (IAPI Cab. Malang 2013) dibandingkan kotakota lainnya di Jawa Timur, seperti Jember, Madiun, Kediri, dan yang lainnya. Namun pada kenyataannya hanya ada 3 (tiga) Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Malang yang terdaftar di BAPEPAM dan Lembaga Keuang­ an (LK) karena dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Keputusan Ketua Badan Pe­ ngawas Pasar Modal dan Lembaga Keuang­ an No. Kep-41/Bl/2008. Persyaratan dimaksud antara lain menekankan pada mutu KAP dalam keduduk­ annya sebagai Rekan pada Kantor Akuntan yang memiliki pedoman pengendalian mutu dan menyampaikan dokumen pedoman pengendalian mutu tersebut kepada BAPEPAM sebagai standar yang berlaku pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan. Hal ini dapat dimaknai bahwa sebagian besar KAP di Kota Malang kurang memiliki kepedulian terhadap mutu itu sendiri, jika tidak mau dikatakan sebagai

40

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

KAP yang tidak bermutu. Oleh karena itu, tentunya KAP-KAP lain yang tidak terdaftar di BAPEPAM dan Lembaga Keuangan (LK) akan tertantang untuk mulai berbenah diri dengan menyusun dan menerapkan pedoman pengendalian mutu dengan mengacu pada Standar Pengendalian Mutu (SPM) pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 2011:17000.1. Penelitian ini sekaligus berusaha meng­ uji dan menganalisa sembilan unsur pene­ rapan SPM terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan meng­ angkat seluruh unsur-unsur SPM tersebut sebagai variabel penelitian. Hal ini dikarenakan dalam penerapan SPM itu sendiri tidak ada anggapan bahwa salah satu unsur SPM merupakan unsur yang paling pen­ting dibanding lainnya. Oleh karena itu hasil penelitian ini akan lebih komprehensif dan bisa digeneralisasikan untuk kondisi Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia khususnya KAP yang berukuran (firm size) mene­ ngah dan kecil. METODE Populasi penelitian ini adalah auditor dan staf auditor yang bekerja di 8 (delapan) Kantor Akuntan Publik yang berdomisili di Kota Malang, dengan unit analisis individu yang dalam kesehariannya bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Malang. Pemilihan unit analisis ini karena para auditor tersebut merupakan pelaku kegiatan yang terkait langsung dengan penerap­an Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dan Kualitas Audit. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh secara langsung dari sumber asli yaitu melalui kuesioner. Teknik pengumpulan data melalui metode survey dengan responden adalah 76 au­ditor. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel bebas (independent) yakni Independensi (X1), Penugasan Personal (X2), Konsultasi (X3), Supervisi (X4), Pemekerjaan (X5), Pengembangan Profesional (X6), Promosi (X7), Penerimaan dan Keberlanjutan Klien (X8), Inspeksi (X9); dan variabel terikat Kualitas Audit (Y). Independensi (X1). Independensi adalah sikap dan etika auditor untuk memiliki sikap netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukan. Di mana prinsip objektivitas disyaratkan agar auditor dapat

melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Elfarini (2007), Purnomo (2007), dan Irawati (2011) yang menyebutkan bahwa indikator independensi adalah karakteristik auditor yang berhubungan dengan kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan dari manajemen untuk mengatasi konflik. Penugasan Personal (X2). Penugasan Personal adalah Kebijakan dan prosedur Kantor Akuntan Publik dalam hal penugasan pemeriksaan untuk memberikan keyakin­an memadai bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh auditor yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikat­an tersebut (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan dalam unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Christiawan (2005), Amilin (2010) yang menyebutkan bahwa indikator penugasan personal adalah aktivitas perencanaan penugasan yang mendukung personel untuk mendapatkan kompetensi pengalaman. Konsultasi (X3). Konsultasi adalah kebijakan, prosedur dan fasilitas konsultasi yang baik oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sehingga para pemeriksa yang menghadapi suatu masalah dapat dengan mudah berkonsultasi (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan dalam unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Christiawan (2005) yang menyebutkan bahwa indikator konsultasi adalah proses untuk membuat personel memahami dan memecahkan setiap masalah dalam kerangka konsep akuntansi dan auditing yang diperkenankan dalam standar. Supervisi (X4). Supervisi adalah bim­ bingan dan penugasan terhadap para asisten yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan dalam unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Hadi (2007) yang menyebutkan bahwa indikator supervisi adalah aspek kepemim­ pinan dan mentoring yang berpengaruh terhadap kualitas audit.

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

Pemekerjaan (X5). Pemekerjaan adalah Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Malang dalam pengangkatan peme­ riksa yang berpengaruh terhadap kualitas audit. (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan terkait unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Elfarini (2007) dan Purnomo (2007) yang menyebutkan bahwa indikator pemekerjaan adalah keahlian dan kompetensi yang diproksikan dalam penga­ laman dan pengetahuan. Pengembangan Profesional (X6). Pengembangan Profesional adalah Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam pengembang­ an professional memungkinkan personal memenuhi tanggung jawabnya (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran varia­ bel ini disusun sebagaimana penjelasan dalam unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Irwansyah (2010) yang menyebutkan bahwa indikator pengembangan profesional adalah profesionalisme auditor dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan audit serta kemahiran profesional auditor dalam memahami standar pekerjaan dan standar pelaporan. Promosi (X7). Promosi adalah Kebijakan dan prosedur Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam hal memberikan keyakinan memadai bahwa setiap personel auditor memiliki kualifikasi yang disyaratkan (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan item pertanyaan variabel ini disusun sebagaimana penjelasan terkait unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 2011 dan dikembangkan oleh Liliawati (2006) yang menyebutkan bahwa indikator promosi adalah kualifikasi personel meliputi karakter, intelijensi, pertimbangan dan motivasi. Penerimaan dan Keberlanjutan Klien (X8). Penerimaan dan Keberlanjutan Klien adalah Kebijakan dan prosedur Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam penerimaan dan pemeliharaan hubungan dengan klien sehingga KAP terhindar dari klien yang memiliki itikad tidak baik (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan unsurunsur SPM dalam SPAP-SPM 200 2011 dan hasil pengembangan penelitian Behn et al. (2008) dan Widagdo et al. (2002) yang menyebutkan bahwa indikator penerimaan

41

dan keberlanjutan klien adalah pengalaman melakukan audit, pemahaman kebutuhan klien, keterlibatan pimpinan KAP dan keterlibatan komite audit. Inspeksi (X9). Inspeksi adalah Kebijakan dan prosedur Kantor Akuntan Pu­ blik (KAP) yang berkaitan dengan pengujian pelaksanaan sistem pengendalian mutu sehingga KAP dapat mengetahui apakah sistem telah memadai dan dilaksanakan dengan baik. (SPAP-SPM 200 2011). Indikator dan pengukuran variabel ini disusun sebagaimana penjelasan unsur-unsur SPM yang tercantum dalam SPAP-SPM 200 (2011) yang menyebutkan bahwa indikator inspeksi adalah prosedur dalam memelihara mutu pemeriksaan akuntan. Kualitas Audit (Y). Kualitas audit adalah kemungkinan (joint probability) dimana auditor akan menemukan dan me­ laporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien (De Angelo 2001) kemungkinan seorang auditor akan memberikan penemuan mengenai suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dan adanya pelanggaran dalam pencatatannya. Kualitas audit juga merupakan analisis terhadap kualitas yang ditinjau dari aturan yang dibuat oleh aparatur pemerintah kemudian diidentifikasi adanya hubungan antara atribut kualitas audit dan kualitas audit yang dirasakan (Lowenshon et al. 2005). Kualitas audit dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan 11 (sebelas) indikator, yaitu: Pengalaman melakukan audit (SPAP, SA Seksi 210, 2011); Memahami industri klien (Wolk dan Wooton 1997 dalam Widagdo et al. 2002); Responsif atas kebutuhan klien (Arens dan Loebbecke 2001); Taat pada standar umum (Arens dan Loe­ bbecke 2001 dan SPAP 2011); Sikap hatihati (Arens dan Loebbecke 2001 dan SPAP 2011); Komitmen yang kuat terhadap kualitas audit (Behn, et al. 2008); Keterlibatan pimpin­ an KAP (Menon dan Williams 2004; Glazer dan Fabian 2001); Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (Arens dan Loebbecke 2001); Keterlibatan komite audit (Menon dan Williams 2004; Glazer dan Fabian 2001); Standar etika yang tinggi (Arens dan Loebbecke 2001), dan Tidak mudah percaya (SPAP, 2011). Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala Li­ kert 1-5, yakni: Sangat Setuju (5), Setuju (4), Netral (3), Tidak Setuju (2), dan Sangat Tidak Setuju (1). Pengujian validitas dan

42

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

reliabilitas terlebih dahulu dilakukan atas ins­trumen penelitian-kuisioner. Uji validitas dilakukan dengan teknik korelasi product moment dengan kriteria jika koefisien korelasi rxy lebih besar dari rtabel product moment atau probabilitas hitung (sig.) lebih kecil dari level of significance (α = 5%) berarti item kuisioner dinyatakan valid. Uji reliabilitas atas kuisioner menggunakan metode Alpha Cronbach dengan kriteria pengujian adalah jika harga r (koefisien alpha-cronbach) lebih besar dari 0,6 maka berarti instrumen atau kuisioner tersebut dinyatakan Reliabel (Arikunto 2006). Metode analisis data menggunakan regresi linier berganda, yaitu untuk mencari hubungan fungsional variabel bebas terhadap variabel terikat, model regresi linier berganda yang disajikan supaya dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representatif (BLUE-Best Linier Unbiased Estimation), maka model tersebut harus memenuhi asumsi dasar klasik. Uji ini meliputi multikolonieritas, autokorelasi, heteroskedasti­ sitas, dan normalitas (Ghozali 2005). Persamaan regresi untuk variabel tersebut adalah: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + e; Di mana:Y= kualitas audit, α= bilangan konstanta, β= koefisien garis regresi, X1 = independensi, X2 = penugasan personal, X3 = konsultasi, X4= supervisi, X5= pengangkatan pemeriksa, X6= pengembangan profesional, X7 = promosi, X8= penerimaan dan

pemeliharaan hubungan dengan klien, X9= inspeksi, dan e=error Pengujian pengaruh simultan dilakukan dengan uji signifikansi F-test, dengan kriteria jika nilai signifikansi F lebih kecil dari level of significance (α) maka secara bersama-sama variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian pengaruh parsial menggunakan t-test, dengan kriteria jika nilai signifikansi t lebih kecil dari level of significance (α) maka secara parsial variabel independen berpe­ ngaruh signifikan terhadap variabel dependen. Penentuan variabel dominan ditetapkan berdasarkan (standardized coefficient) atau beta (β) yang memiliki nilai tertinggi. Perhitungan uji validitas dan reliabilitas kuisioner, deskripsi data, asumsi klasik, regresi linier berganda, dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik yaitu Statistical Package for the SocialSciences (SPSS) 17.0 for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini adalah auditor dan staf auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) Kota Malang de­ ngan penjelasan sebagaimana Tabel 1. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang digunakan sebagai alat pe­ ngumpul data. Sebagai alat pengumpul data kuisioner harus layak sehingga data yang dihasilkan juga data yang baik. Kuisioner ini terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas sebagai upaya untuk

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

menguji tingkat kelayakan kuesioner se­ bagai alat pengumpul data. Hasil Uji Validitas. Pengujian validitas kuisioner dilakukan berdasarkan teknik korelasi product moment dengan mengkorelasikan setiap skor butir terhadap skor total dari variabel yang bersangkutan. Pengambil­ an keputusan valid tidaknya butir kuisioner ditentukan dengan membandingkan antara probabilitas hitung (sig.) koefisien korelasi (r) dan level of significance (α). Butir kuisioner dinyatakan valid apabila nilai probabilitas hitung lebih kecil dari level of significance (sig. < α). Ikhtisar pengambilan keputusan butir kuisioner tidak valid untuk masingmasing variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas. Pengujian relia­ bilitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan rumus alpha-cronbach dengan kriteria jika nilai alpha-cronbach lebih besar dari 0.6

43

maka butir kuisioner tersebut dinyatakan reliabel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai alpha cronbach untuk semua variabel lebih besar dari 0,6 sehingga semua item pernyataan pada masing-masing variabel dinyatakan reliabel. Adapun ikhtisar uji relia­bilitas dapat dilihat pada Tabel 3. Item pernyataan pada masing-masing variabel dinyatakan reliabel. Hal ini memberikan pemahaman bahwa item pernyataan (instrumen) yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran pada masing-ma­ sing variabel penelitian sudah baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data. Hal ini menunjukkan juga bahwa intrumen yang dipakai tidak bersifat tendensius dan meng­ arahkan responden untuk memilih pada jawaban tertentu. Dengan demikian, sudah barang tentu bahwa data yang dihasilkan dari instrumen yang reliabel merupakan data yang baik dan dapat dipercaya.

44

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

Hasil Uji Multikolinieritas. Uji multikolonieritas dilakukan dengan kriteria pengambilan keputusan jika nilai toleransi ≤ 1 berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas dan jika VIF tidak melebihi 10 maka model dinyatakan tidak terkena persoalan multikolonier. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai tolerance kurang dari 1 dan nilai VIF tidak lebih besar dari 10 sehingga semua variabel dalam penelitian ini terbebas dari gejala multikolonieritas. Ikhtisar hasil uji multiko­ lonieritas dapat dilihat pada Tabel 4. Tidak ditemukannya korelasi antar variabel bebas menunjukkan tidak adanya problem multikolineritas (multikol). Hal ini memberikan pemahaman bahwa variabel independensi, penugasan personal, konsultasi, supervisi, pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, penerimaan keberlanjutan klien, dan inspeksi memiliki hubungan linier sempurna atau pasti sebagai variabel penjelas dalam memprediksikan kualitas audit pada model regresi.

Hasil Uji Heteroskedastisitas. Uji He­ teroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola titik-titik pada scatterplot regresi. Kriteria scatterplot pada uji heteroskedastisitas menyebutkan bahwa jika titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau data homogen. Adapun hasil scatterplot dapat dilihat pada Gambar 1. Scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar di antara angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa data tidak terjadi gejala heterokesdastisitas atau data dinyatakan homogin. Hal ini memberikan pemahaman bahwa data penelitian berasal dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama yakni auditor dan staf auditor yang bekerja di 8 (delapan) Kantor Akuntan Publik di Kota Malang. Oleh karena itu sampel yang dihasilkan pun bersifat representatif dalam menggambarkan karakteristik populasi.

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

Autokorelasi. Hasil penghitungan diketahui nilai dW (Durbin-Watson) adalah 1,986. Sementara itu, nilai dU dengan jumlah sampel (n) = 52, variabel bebas (k) = 9, dan α = 5% diketahui nilai dU = 1,974. Hal ini berarti bahwa kriteria tidak terjadi auto korelasi telah terpenuhi (1,974<1,986<2,026) sehingga syarat regresi linier berganda terpenuhi. Normalitas. Normalitas data merupa­ kan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan perhitungan regresi linier berganda karena model regresi yang baik jika semua data berdistribusi normal. Peng­ ujian normalitas dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normalitas (Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual). Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Grafik normalitas dapat dilihat pada Gambar 2. Sebaran titik-titik (data) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga data dinyatakan berdistribusi normal. Pengujian normalitas atau uji distribusi normal sekaligus untuk melihat sejauhmana sampel yang diambil mampu mewakili distribusi populasi. Jika distribusi sampel adalah normal dapat dikatakan sampel yang diambil mewakili populasi, dan sebaliknya. Oleh karena hasil pengujian menunjukkan adanya normalitas, maka kebutuhan sampel penelitian dianggap sudah cukup mewakili populasi sehingga model regresi sudah cukup baik dalam pengertian variabel bebas cukup representatif sebagai penjelas bagi variabel terikat.

45

Hasil Analisis Regresi Linier Bergan­ da. Analisis regresi linier berganda dimaksudkan untuk untuk mengukur pengaruh variabel Independensi (X1), Penugasan Personal (X2), Konsultasi (X3), Supervisi (X4), Pemekerjaan (X5), Pengembangan Profesional (X6), Promosi (X7), Penerimaan dan Keberlanjutan Klien (X8), dan Inspeksi (X9) terhadap Kualitas Audit (Y). Ikhtisar output regresi linier berganda berikut uji signifikansi dan standarized coefficients beta dapat dilihat pada Tabel 5. Persamaan regresi linier berganda pada Tabel 5 adalah: Y = 16,483 + 0,578X1+ 0,542X2 + 0,456X3 + 0,399X4 - 0,379X5 - 0,023X6 0,099X7 + 0,068X8 + 0,058X9 Persamaan regresi linier ini memberikan pengertian bahwa nilai Kualitas Audit memiliki nilai sebesar 16,483 apabila variabel bebas independensi, penugasan personal, konsultasi, supervisi, pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, penerimaan dan keberlanjutan klien, dan inspeksi sebesar 0. Nilai koefisien regresi positif terdapat pada variabel independensi (0,578), penugasan personal (0,542), konsultasi (0,456), supervisi (0,399), penerimaan dan keberlanjutan klien (0,068), dan inspeksi (0,058). Hal ini memberikan pengertian bahwa setiap kenaikan satu satuan masing-masing variabel bebas ini akan berdampak pada peningkatan kualitas audit sebesar nilai koefisien regresi masing-masing variabel yang bersangkutan apabila kedelapan variabel bebas lain-

46

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

Persamaan regresi linier berganda pada Tabel 5 adalah: Y = 16,483 + 0,578X1+ 0,542X2 + 0,456X3 + 0,399X4 - 0,379X5 0,023X6 - 0,099X7 + 0,068X8 + 0,058X9 nya tetap/konstan. Selanjutnya, untuk nilai koefisien regresi negatif terjadi pada variabel pemekerjaan (-0,379), pengembangan profesional (-0,023), dan promosi (-0,099). Hal ini memberikan pengertian bahwa setiap ke­ naikan satu satuan variabel-variabel ini maka akan berdampak pada penurunan kualitas audit sebesar nilai koefisien regresi masing-masing variabel tersebut apabila kedelapan variabel bebas lainnya tetap/ konstan. Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam meningkatkan Kualitas Audit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai signifikansi F sebesar 137,81 dengan tingkat probabilitas (sig. F) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan probabilitas hitung
dap kualitas audit. Nilai Koefisien Diterminasi (R2) sebesar 0,967 dengan Adsjusted R2 sebesar 0,960. Hal ini memberikan pengertian bahwa 96% kualitas audit dipengaruhi oleh independensi, penugasan personal, konsultasi, supervisi, pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, penerimaan keberlanjutan klien, dan Inspeksi, sedang­ kan sisanya sebesar 4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Liliawati (2006) dan Susatwoko (2007) yang menyimpulkan adanya hubungan positif penerapan sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik dengan efektivitas perencanaan audit dan kualitas audit. Hal ini berarti bahwa jika sistem pengendalian mutu KAP diterapkan dengan baik, maka perencanaan audit akan lebih efektif yang berdampak pada kualitas audit yang baik pula. Hasil penelitian ini juga seiring dengan hasil penelitian Malone et al. (2006) yang menyimpulkan bahwa pe­ ngendalian mutu akuntan publik merupakan suatu

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

proses memantau kinerja audit personel auditor dan mengambil tindakan untuk menyakinkan bahwa suatu mutu audit telah tercapai. Kuatnya pengendalian mutu, prosedur review, disiplin penerapan audit program dan pemahaman auditor terha­ dap prosedur dan penalti akan menurunkan perilaku yang menyebabkan rendahnya mutu (kualitas) audit. Hasil-hasil penelitian tersebut didukung pendapat Agoes (2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yang dilaksanakan FAPM adalah penerapan standar audit dan penerapan standar pengendalian mutu. Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) diarahkan untuk memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengenda­lian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesio­ nal Akuntan Publik Institut Akuntan Pu­blik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI (SPSP-SPM 2011). Penerapan Independensi dalam me­ ningkatkan Kualitas Audit. Hasil pengujian t-test menunjukkan bahwa variabel independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,202
47

hankan sikap independennya sebagaimana diatur oleh IAPI. Selanjutnya surat pernyataan independensi tersebut akan ditandatangani oleh personil yang bersangkutan sebagai tanda kesanggupan untuk melaksanakan tugas audit. Penerapan Penugasan Personel dalam meningkatkan Kualitas Audit. Hasil pengujian t-test menunjukkan bahwa variabel Penugasan Personal berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,027
48

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

dilakukan dalam tiga tahapan audit, yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pengujian atau tahap pekerjaan lapangan; dan (3) tahap penyimpulan hasil audit. Pada tahap perencanaan, prosedur analitis berguna untuk membantu auditor merencanakan sifat, penentuan waktu, dan luas prosedur audit. Pada tahap pengujian atau tahap pekerjaan lapangan, prosedur ini merupakan prosedur audit yang optio­ nal, dilakukan sebagai salah satu pengujian substantif untuk menghimpun bahan bukti tentang asersi tertentu yang terkait dengan saldo rekening ataupun kelompok transaksi. Selanjutnya, pada tahap penyimpulan hasil audit, prosedur analitis berguna sebagai alat untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan. Penerapan Konsultasi dalam mening­ katkan Kualitas Audit. Hasil pengujian ttest menunjukkan bahwa variabel konsultasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,027
signifikan terhadap kualitas audit (0,011P). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemekerjaan tidak memiliki pengaruh siginifikan terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil peneilitan Purnomo (2007) yang menyatakan bahwa pemekerjaan yang ditandai dengan keahlian atau kompetensi yang diproksikan dalam pengalaman dan pengetahuan memiliki terhadap kualitas audit dan penelitian Elfarini (2007) yang me­ nyimpulkan bahwa pemekerjaan dengan kompetensi yang diproksikan oleh penga­ laman dan pengetahuan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Ketiadaan pengaruh penerapan pemekerjaan terhadap kualitas audit pada KAP di Kota Malang didukung kenyataan bahwa pemekerjaan kurang mendapat porsi yang cukup karena KAP di Malang relatif kecil sehingga terjadi permasalahan dalam hal biaya operasional jika menggunakan auditor yang mempunyai karakteristik semestinya dan kompeten. Artinya, pihak KAP akan menga­ lami kerugian karena fee yang diterima tidak cukup untuk membayar personil sebagaimana yang dipersyaratkan, yakni mempunyai karakteristik semestinya dan kompeten.

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

Penerapan Pengembangan Profesio­ nal dalam meningkatkan Kualitas Audit. Hasil pengujian t-test menunjukkan bahwa variabel pengembangan profesional tidak berpangaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,813>P). Hal ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Irwansyah (2010) yang menyimpulkan bahwa profesionalisme akuntan publik berpengaruh terhadap kua­ litas audit. Semakin tinggi tingkat profesio­ nalisme auditor maka akan semakin baik pula kualitas audit. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor yang menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, maksudnya auditor agar mendalami standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan. Dengan demikian maka kualitas audit akan tetap terjaga. Tidak adanya pengaruh pengembangan profesional terhadap kualitas audit didukung oleh kenyataan bahwa setiap KAP di Kota Malang relatif kurang memperhatikan upaya pengembangan profesional ini dikarenakan permasalahan biaya. Atas dasar pertimbangan biaya ini, dalam upaya pengembangan professional auditor, KAP di Kota Malang hanya melakukan pelatihan internal dan diskusi-diskusi diantara personil KAP itu sendiri. Penerapan Promosi dalam mening­ katkan Kualitas Audit. Hasil pengujian ttest menunjukkan bahwa variabel promosi tidak berpangaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,405>P). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Liliawati (2006) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubu­ ngan positif antara penerapan promosi de­ ngan kualitas audit. Jika promosi audior berdasarkan kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi diterapkan dalam KAP maka kepercayaan atas promosi bagi auditor tersebut semakin meningkatkan tanggung jawab auditor dalam melaksanakan pemeriksaan yang berdampak pada meningkatnya kualitas audit. Kenyataan menunjukkan bahwa promosi personil merupakan otoritas pimpin­an KAP tanpa adanya standar ataupun ukuran secara jelas dan tegas. Sekalipun promosi personil dilakukan oleh pimpinan dengan

49

memperhatian karakter, kemampuan, dan loyalitas, namun demikian dalam prakteknya seleksi personil tidak dilakukan tes secara formal. Promosi lebih didasarkan pada kemampuan dan jumlah hasil pekerjaan personil. Penerapan Penerimaan dan Keberlan­ jutan Klien dalam meningkatkan Kualitas Audit. Hasil pengujian t-test menunjukkan bahwa variabel penerimaan dan keberlan­ jutan klien tidak berpangaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,830>P). Hal ini tidak seiring dengan hasil penelitian Putri (2010) yang menyimpulkan bahwa penerimaan dan keberlanjutan klien dipengaruhi oleh faktor kepuasan klien. Kepuasan klien itu sendiri akan terwujud apabila KAP mampu menunjukkan kualitas audit bagi klien. Sejalan dengan ini (Widagdo et al. 2002), dan (Behn et al. 2008) dalam masing-masing penelitiannya menyimpulkan bahwa kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan klien. Dalam hal ini atributatribut kualitas audit tersebut antara lain pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, melakukan pekerjaan lapangan de­ ngan tepat, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit. Tidak adanya pengaruh penerimaan dan keberlanjutan klien terhadap kualitas audit dalam penelitian ini didukung oleh kenyataan bahwa KAP di Kota Malang dalam penerimaan dan keberlanjutan klien lebih mengedepankan tingginya persaingan dalam memperebutkan klien dan kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian. Hal ini dilakukan karena rata-rata KAP di Kota Malang relatif kecil sehingga lebih mengutamakan pendapatan sebagai upaya untuk menutup biaya operasional. Penerapan Inspeksi dalam mening­ katkan Kualitas Audit. Hasil pengujian t-test menunjukkan bahwa variabel inspeksi tidak berpangaruh signifikan terhadap kualitas audit (0,834>P). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian (Widagdo et al. 2002) yang menyimpulkan bahwa kebijakan dan prosedur sistem pengendalian mutu yang diterapkan oleh Kantor Akuntan Pu­ blik dimaksudkan untuk memelihara mutu pemeriksaan akuntan (inspeksi), sehingga diharapkan pengguna laporan audit percaya bahwa laporan audit yang dihasilkan sesuai kualitas sebagaimana standar auditing yang ditetapkan oleh IAI. Tidak adanya pengaruh inspeksi terhadap kualitas audit didukung

50

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

kenyataan bahwa setiap KAP di Kota Malang kurang memperhatikan unsur inspeksi ini dikarenakan pelaksanaan inspeksi dianggap pemborosan dan memerlukan biaya. Penerapan Penugasan Personal Meru­ pakan Variabel yang Berperan Dominan dalam Meningkatkan Kualitas Audit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai standardized coefficients beta untuk variabel Independensi (X1) = 0,224; variabel Penugasan Personal (X2) = 0,517; variabel Konsultasi (X3) = 0,228; dan variabel Supervisi (X4) = 0,382. Oleh karena variabel Penugasan Personal (X2) memiliki nilai standardized coefficients beta lebih besar dibanding variabel lainnya, sehinggapenugasan personal dinyatakan sebagai variabel yang berpengaruh dominan terhadap Kualitas Audit. Hal ini tidak sei­ ring dengan penelitian Duff (2004) yang menyimpulkan bahwa empat dimensi kualitas audit adalah kualitas teknis, kualitas jasa, hubungan auditor-auditee, independensi. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung hasil penelitian Irwansyah (2010) yang menyimpulkan bahwa ketaatan pada regulasi, kompetensi, independensi dan profesionalisme akuntan publik berpengaruh terhadap kualitas audit, sementara independensi berpengaruh dominan terhadap kualitas audit. Penugasan Personal merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap Kualitas Audit dibanding delapan variabel Penerapan SPM lain dalam penelitian ini dikarenakan personil auditor merupakan ujung tombak dalam proses audit dan berhadapan langsung dengan klien. Di samping itu, dalam setiap penugasan, KAP di Kota Malang terlebih dahulu menilai kemampuan personil dalam memenuhi standar umum auditing. Kemampuan memenuhi standar umum ini terdiri atas tiga tahap, yaitu: (1) menentukan kompetensi personil auditor untuk melaksanakan audit; (2) melakukan evaluasi terkait independensi auditor; dan (3) menentukan Kemampuan auditor dalam melaksanakan audit secara cermat dan seksama. Penentuan kompetensi untuk melaksanakan audit oleh pihak KAP di Kota Malang didasarkan pada kompetensi teknis auditor dalam melaksanakan penugasan audit. Langkah yang dilakukan untuk menentukan kompetensi dalam melaksanakan audit, yaitu mengidentifikasi tim audit yang diperlukan dan mempertimbangkan perlunya konsultasi dan tenaga spesialis. Sementara itu dalam pengevaluasian independensi au-

ditor, setiap KAP di Kota Malang menuntut sikap mental independen dari auditor dalam melaksanakan audit. KAP tersebut mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor ini melaksanakan pekerjaannya untuk kepen­ tingan umum dan menjaga dirinya sehingga tidak kehilangan persepsi independensi dari masyarakat. Kerja auditor akan sia-sia seandainya auditor tidak independen dalam penampilan meskipun auditor benar-benar independen in fact (senyatanya). Penentuan kemampuan melaksanakan audit secara cermat dan seksama, setiap KAP di Kota Malang menetapkan bahwa dalam melaksanakan audit dan penyusunan laporan para auditornya wajib mengguna­ kan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam semua aspek audit mengartikan bahwa auditor wajib melaksanakan tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan, atau kepedulian profesional. Kecermatan dan keseksamaan profesional meliputi ketelitian dalam memeriksa kelengkapan kertas kerja, me­ ngumpulkan bahan bukti audit yang memadai, dan menyusun laporan audit yang lengkap. Sebagai seorang profesional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Penentuan kemampuan auditor melaksanakan kecermatan dan ke­ seksamaan, yaitu: (1) waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikan audit. Semakin lama waktu yang ditetapkan untuk me­nyelesaikan audit (dead line) semakin siap dan leluasa bagi auditor untuk melaksanakan audit dengan cermat dan seksama; dan (2) pembuatan rencana pekerjaan lapangan mempertimbangkan tiga hal yaitu perencanaan waktu, anggaran biaya, dan personil. Pertimbangan mengenai ketiga hal tersebut, dilakukan dengan mempertimbangkan juga berbagai proyek lainnya yang sedang maupun yang akan ditangani suatu kantor akuntan publik (Arens et al. 2001). SIMPULAN Sistem Pengendalian Mutu (SPM) Kantor Akuntan Publik yang ditandai dengan independensi, penugasan personal, konsultasi, supervisi, pemekerjaan, pengembang­ an profesional, promosi, penerimaan dan keberlanjutan klien, dan inspeksi memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit. Sementara itu, independensi, penugasan personal, konsultasi, dan super-

Fauji, Sudarma, Achsin, Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dalam...

visi masing-masing memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap kualitas audit, sedangkan pemekerjaan, pengembang­an profesional, promosi, penerimaan keberlanjutan klien, dan inspeksi masing-masing tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kualitas audit. Selanjutnya, penugasan personal merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap kualitas audit jika dibanding independensi, konsultasi, supervisi, pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, penerimaan dan keberlanjutan klien, dan inspeksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang lain adalah dalam hal penetapan unsur-unsur SPM sebagai variabel dalam penelitian. Pada sebagian besar penelitian-penelitian lain, penetapan variabel SPM tidak dilakukan secara menyeluruh dan terperinci sebagaimana Standar dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 2011:17000.1. Hal ini tentunya kerang mampu mengakomodir permasalahan-permasalahan yang ada terkait penerapan SPM itu sendiri. Sementara itu, dalam penelitian ini kesembilan unsur SPM dijadikan variabel prediktor terhadap kualitas audit sehingga akan lebih mampu memberikan gambaran menyeluruh berbagai persoalan penerapan SPM dalam kaitannya dengan kualitas audit. Penelitian ini dilakukan pada KAP yang berukuran (firm size) menengah dan kecil. Hal ini tentunya akan memberikan gambaran sejauh mana kemampuan KAP-KAP pada firm size memiliki itikad dan kemampuan dalam menerapkan SPM untuk dapat mengasilkan jasa yang baik yang diukur berdasarkan hasil audit yang berkualitas. DAFTAR RUJUKAN Agoes, S. 2006. Auditing: Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Edisi Kedua. LPFE Universitas Indonesia. Jakarta. Amilin. 2010. Analisis Dampak Karakteristik Personal, Pengalaman Audit, dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Penerapan Etika Akuntan Publik dan Implikasinya Terhadap Kualitas Audit (Survei Terhadap Para Akuntan Publik di Indonesia. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Arens, A.A, dan J.K. Loebbecke. 2001. Auditing an Integrated Approach. 8 edition. Prentice Hall, International Inc. New Jersey.

51

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangun­ an (BPKP). 2007. Modul Diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Jakarta. Behn, B.K., J-H. Choi, dan T. Kang. 2008. “Audit Quality and Properties of Analyst Earnings Forecasts”. The Accoun­ ting Review. 83. Edition 2, hlm 327349. BPKP. 2007. Manajemen Pengawasan. Diklat Penjenjangan Auditor Pengendali Teknis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Edisi Keempat. ISBN 979-3873-23-X. Bogor. Christiawan, Y. J. 2005. “Aktivitas Pe­ ngendalian Mutu Jasa Audit Laporan Keuangan Historis (Studi Kasus pada Beberapa Kantor Akuntan Publik di Surabaya”. Jurnal Akuntansi & Keuang­ an, Vol. 7. No. 1, hlm 61- 88. De Angelo, L. E., 2001. “Auditor Size and Audit Quality”. Journal of Accounting and Economics, Vol. 3, hlm 183-199. Duff. 2004. Understanding Audit Quality: The View of Auditors, Auditees and Investors. Diunduh tanggal 01 Januari 2012. . Elfarini, E.C. 2007. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Te­ ngah. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro. Semarang. Glazer, A.S. dan L. F. Sheri. 2001. “Best Practices far CPA Firms”. Journal of A­ccountancy. September. hlm. 93-97. Hadi, S. 2007. “Pengaruh Tindakan Supervisi terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Pemula”. Jurnal Akuntansi Manajemen. Vol. 11, No. 2. Desember 2007. hlm 187- 198. Harhinto, T. 2004. Pengaruh Keahlian dan Independensi terhadap Kualitas Audit Studi Empiris Pada KAP di Jawa Timur. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). 2011. Standar Profesional Akuntan Pu­ blik. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

52

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 1, April 2015, Hlm. 38-52

Irawati, S. N. 2011. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit Pada kantor Akuntan Publik di Makassar. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar. Irwansyah. 2010. Pengaruh Ketaatan Re­ gulasi, Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik Terhadap Profesionalisme Akuntan Publik dan Implikasinya atas Kualitas Audit (Survei pada akuntan publik yang menjadi anggota FAPM). Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana UNPAD. Ban­ dung. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-41/Bl/2008 tentang Pendaftaran Akuntan yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal. Liliawati. 2006. Hubungan Antara Penerapan Sistem Pengendalian Mutu KAP dengan Efektivitas Perencanaan Audit (Persepsi Auditor pada 20 KAP di Ban­ dung. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Bandung. Lowenshon, S., E.L, Johnson dan J.R. Elder 2005. “Auditor Specialization and Perceived Audit Quality, Auditee Sa­ tisfaction, and Audit Fees in the Local Government Audit Market”. Journal of Accounting and Public Policy 26. hlm. 705-732. Malone, Charles F., and Roberts, Robin W., 2006. Factors Associated with the Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors. Diunduh tanggal 01 Januari

2012. . Menon, K dan Williams J. 2004. “The Use of Audit Committees for Monitoring”. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 13, hlm. 121-139. Nurchasanah, R. dan Rahmanti, W. 2003. Analisis Faktor-Faktor Penentu Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Agustus. hlm 47-60. Purnomo, A. 2007. Persepsi Auditor tentang Pengaruh Faktor-Faktor Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit. Diunduh tanggal 01 Januari 2012. . Putri, W.S. 2010. Pengaruh Atribut Kualitas Kualitas Audit terhadap Keputus­ an Klien (Studi Empiris pada Bank Perkreditan Rakyat Daerah Istimewa Yog­yakarta). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Susatwoko, Y. 2007. Pengaruh Kode Etik, SPAP, Standar Pengendalian Mutu, dan Profesional Auditor terhadap Kualitas audit dalam Praktik. Skripsi. Akuntansi FE UPN. Yogyakarta. Wahyudiono, Bambang. 2000. Evaluasi Atas Penerapan Sistem Pengendalian Mutu pada KAP H dan M. Tesis. Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Jakarta. Widagdo, R. S. Lesmana, dan S. A. Irwandi, 2002. Analisis Pengaruh Atribut-Atribut Kualitas Audit terhadap Kepuas­ an Klien (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Simposium Nasio­nal Akuntansi 5. Semarang.