PENGALAMAN GEGAR BUDAYA SERTA

Download research shows that the culture shock experienced in the first year of college does have an impact to the studying ... pengalaman belajar p...

0 downloads 340 Views 1MB Size
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGALAMAN GEGAR BUDAYA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENGALAMAN BELAJAR MAHASISWA LUAR JAWA YANG STUDI DI YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Agustinus Patrick Sephira Taum NIM: 089114105

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI

PENGALAMAN GEGAR BUDAYA SERTA DAMPAKIYYA TER}IADAP PENGALAMAN BELAJAR MAHASISWA LUARJAWA YA}{G STTIDI DI

YOGYAKARTA

&,'ffig*h A ,rrvffil4tos O

E#a gr ll _::,

1

ff:",

\\

TcTus

b

*to^.

QoynxrtC -ad

Pembimbing Skripsi,

t\r r\\

.

'\\'

-

,/ Dr. Tjipto Susana

Yogyakarta,29}'dei2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI

PENGALAMAN GEGAR BUDAYA SERTA DAMPAKNYA TEREADAP PENGALAMAN BELAJAR MATIASISWA LUAR JAWA YA}{G STUDI DI

YOGYAKARTA Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Agustinus Patrick Sephira Taum

q

u

6*"m.d

/ Penguji I

.4,*f

Penguji 2

C.

Penguji 3

Y. B.

s*'unul

Yogyakarta,

t Seytw,bvr 2Al5

FakultasPsikologi Universitas Sanata Dharma

6 E

\'g"rtCis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Through God, Nothing is Impossible”

Persembahan kepada :

Papa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Mei 2015 Penulis,

Agustinus Patrick Sephira Taum

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGALAMAN GEGAR BUDAYA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENGALAMAN BELAJAR MAHASISWA LUAR JAWA YANG STUDI DI YOGYAKARTA

Agustinus Patrick Sephira Taum

ABSTRAK

Pengalaman gegar budaya merupakan sebuah pengalaman psikologis yang dirasakan oleh individu ketika berada di lingkungan baru yang terkait dengan kegagalan penyesuaian diri akibat hilangnya isyarat familiar dalam lingkungan. Pengalaman belajar juga sangat terkait dengan kondisi fisik dan psikologis yang merupakan kondisi yang mempengaruhi proses belajar. Untuk mendapatkan pengalaman belajar yang baik, individu harus memiliki rasa aman dan nyaman dalam menjalani kehidupannya, yaitu lingkungan sosial, fisik dan budaya. Jika lingkungan dapat menjadi tempat yang kondusif bagi individu, maka pengalaman belajarnya juga akan baik sedangkan jika lingkungan menimbulkan efek negatif pada indivudu, maka akan mempengaruhi pengalaman belajarnya yang menjadi negatif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif penyajian secara deskriptif dan terperinci suatu fenomena. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman gegar budaya yang dialami di awal kuliah memiliki dampak pada pengalaman belajar Informan, seperti kesulitan dalam memahami pelajaran, malas belajar, dan prestasi belajar yang kurang baik.

Kata kunci: gegar budaya, pengalaman belajar, budaya

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

THE IMPACT OF CULTURE SHOCK EXPERIENCE ON THE STUDY EXPERIENCE OF COLLEGE STUDENTS FROM OUTSIDE JAVA WHO STUDIES IN YOGYAKARTA

Agustinus Patrick Sephira Taum

ABSTRACT Culture shock is a psychological experience felt by someone who fails to adapt in a new environment which have unfamiliar culture, way of life, or set of attitudes. Studying is influenced highly by the physical and psychological state that someone is having which will influence the process of studying itself. To achieve a decent studying experience, someone have to have the sense of security and comfort in his environment; physical, social, cultural. If the environment is condusive, hence the studying experience can be better, in the other hand, if the environment is hostile; it will bring a negative effect to the studying experience itself. This qualitative research uses the descriptive phenomenology approach to explain the issue. The research shows that the culture shock experienced in the first year of college does have an impact to the studying experience of the student, they experience obstacles such as in understanding subjects, laziness to study, and unsatisfying grades in their studies. Key words : culture shock, studying experience, culture

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

NAMA

: AGUSTINUS PATRICK SEPHIRA TAUM

NIM

: 089114105

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengalaman Gegar Budaya Serta Dampaknya Terhadap Pengalaman Belajar Mahasiwa Luar Jawa Yang Studi di Yogyakarta

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 29 Mei 2015 Yang menyatakan,

Agustinus Patrick Sephira Taum viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Tugas akhir ini dibuat atas dasar kepedulian terhadap kompleksitas pengalaman belajar para mahasiswa yang berasal dari luar Jawa dalam menempuh pendidikan di kota Yogyakarta. Pengalaman belajar sangat penting untuk dioptimalkan dalam rangka mencapai prestasi belajar yang memuaskan, maka penelitian ini dilakukan agar dampak dari perbedaan budaya di awal masa kuliah dapat terlihat dengan jelas. Peneliti memberikan penghargaan kepada semua pihak yang membantu penelitian dan penulisannya. Terima kasih penulis haturkan kepada : 1.

Tuhanku Yesus Kristus atas segala berkat dan perlindungan yang diberikan kepadaku dan keluargaku.

2.

Keluarga kecilku Ella dan Nael yang selalu tak pernah henti mengingatkan, mendukung, dan selalu ada buatku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3.

Keluarga besarku yang selalu mendukung dan tak pernah lelah mengingatkan untuk menyelesaikan tugas akhir ini tanpa henti.

4.

Ibu Dr. Tjipto Susana selaku pembimbing skripsi yang selalu setia menanti kehadiran saya untuk bimbingan.

5.

Ibu Agnes dan Ibu Ratri yang selalu memberikan dukungan dan dorongan untuk selalu menyelesaikan skripsi ini.

6.

Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Doni, Mas Muji, dan Pak Gik atas kerja samanya selama ini.

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7.

Seluruh sahabatku dalam menjalani perkuliahan yang panjang ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Peneliti membutuhkan kritik dan sumbangan pemikiran untuk kepatutan

karya tulis ini. Yogyakarta, 29 Mei 2015 Penulis,

Agustinus Patrick Sephira Taum

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .........................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................

iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................

iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................

v

ABSTRAK.................................................................................................................

vi

ABSTRACT………………………………………………………………………….

vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………...

viii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….

ix

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..

xi

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..

xiii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

1

A. Latar Belakang ..............................................................................................

1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................

8

C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 8 D. Manfaat Penelitian.......................................................................................... 9 1. Manfaat Teoritis........................................................................................

9

2. Manfaat Praktis......................................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................

10

A. Pengalaman Gegar Budaya ............................................................................ 10 B. Pengalaman Belajar .......................................................................................

xi

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Pengalaman Belajar dan Gegar Budaya ............................................................ 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................................

21

A. Jenis Penelitian............................................................................................... 21 B. Fokus Penelitian..............................................................................................

22

C. Informan Penelitian......................................................................................... 22 D. Metode Analisis Data...................................................................................... 22 E. Metode Pengumpulan Data.............................................................................

23

F. Proses Pengumpulan Data................................................................................ 25 G. Kredibilitas Penelitian.....................................................................................

26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................................ 28 A. Pelaksanaan Penelitian.................................................................................. 28 B. Hasil Penelitian............................................................................................

29

C. Pembahasan ................................................................................................. 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 75 A. Kesimpulan.....................................................................................................

75

B. Saran................................................................................................................ 76 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

xii

78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Wawancara ................................................................... 21 Tabel 2. Struktur Umum Subjek 1 ............................................................... 28 Tabel 3. Struktur Umum Subjek 2 ............................................................... 35 Tabel 4. Struktur Umum Subjek 3 ............................................................... 41 Tabel 5. Struktur Umum Subjek 1, 2, 3 ...................................................... 47

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pengalaman gegar budaya merupakan sebuah pengalaman psikologis yang dirasakan oleh individu ketika berada di lingkungan baru yang terkait dengan kegagalan penyesuaian diri akibat hilangnya isyarat familiar dalam lingkungan (Samovar, Richard, dan Edwin, 2010). Pada pengalaman itu, individu baru menyadari sepenuhnya tentang sistem kontrol dari budayanya yang selama ini tersembunyi, artinya mereka mulai merasakan budaya tempat mereka lahir dan dibesarkan telah membentuk karakter dan kepribadian mereka sehingga ketika mereka meninggalkan budaya itu, mereka merasa terpisah dan kehilangan pijakan diri (Gudykunst dan Kim, 2003). Pengalaman gegar budaya yang dialami individu antara lain kecemasan, keterasingan dan ketidaknyamanan fisik merupakan reaksi gegar budaya dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Gudykunst dan Kim, 2003; Parillo, 2008). Pengalaman itu dapat berbeda satu sama lainnya dan dapat muncul dalam waktu yang berbeda juga (Samovar, Richard,

dan

Edwin,

2010).

Sebagian

orang

mampu

mengatasi

keterkejutannya dengan lingkungan barunya namun sebagian lainnya gagal untuk mengatasinya sehingga mereka menarik diri dan menghindari mahasiswa lain, bersikap bermusuhan dan selalu berada dalam keadaan cemas, serta tidak senang (Sobur, 2003). 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2

Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Kota Yogyakarta telah lama dikenal sebagai miniatur Indonesia yang bersifat multikultural. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya kultur maupun subkultur yang dapat berkembang di Yogyakarta baik yang berbasis etnisitas, golongan, aliran kepercayaan maupun agama (Kuncoroyekti, 2015). Beragamnya kultur yang berkembang di Kota Yogyakarta, tidak lepas dari sejarah panjang perjuangan masyarakat Yogyakarta untuk mewujudkan “kesetaraan dalam perbedaan” dalam praksis kehidupannya. Selain suku Jawa yang merupakan penduduk mayoritas Yogyakarta, juga tinggal suku-suku lain seperti Tionghoa, Batak, Minangkabau, Dayak, Flores, Bali, dan Papua. Terbangunnya citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya semakin memberikan ruang pertemuan budaya bagi anak-anak bangsa dari berbagai penjuru nusantara yang datang untuk menimba ilmu dan berbagai kegiatan kesenian. Di Universitas Sanata Dharma saja, terdapat 361 mahasiswa luar Jawa yang aktif berkuliah dari keseluruhan 1012 mahasiswa. Sehubungan dengan kehadiran orang dari berbagai latar belakang etnis, golongan, dan agama, Baryadi (2015) mencatat terdapat dua pola pemukiman anggota masyarakat dari suku-suku selain Jawa di Yogyakarta. Pertama, pola pemukiman eksklusif berkelompok yang memisahkan diri dari suku lain. Dengan pola ini, orang-orang yang berasal dari suku yang sama tinggal dalam area atau kampong yang sama, sehingga muncul misalnya kampong Pecinan. Para mahasiswa yang berasal dari suku yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3

sama tinggal di sebuah asrama yang sama, misalnya Asrama Mahasiswa Aceh, Asrama Mahasiwa Ketapang, Asrama Mahasiswa Kutai Kertanegara, dan Asrama Mahasiswa NTT. Kedua, pola pemukiman inklusif, yakni orang-orang dari suku selain Jawa tinggal bersama suku lain dan penduduk asli Yogyakarta yang mayoritasnya suku Jawa. Dengan pola pemukiman ini, para mahasiswa dari berbagai suku itu tinggal di rumah pondokan atau rumah kontakan di dalam kampong-kampung di Yogyakarta. Baik

pemukiman

berpola

eksklusif

maupun

inklusif,

ada

kecenderungan masyarakat dari suku yang sama cenderung membentuk paguyuban. Para mahasiswa atau pelajar dari suku yang sama juga membentuk ikatan, seperti Ikatan Mahasiswa Lampung Selatan, Ikatan Mahasiswa Papua, Ikatan Mahasiswa Flores Timur. Paguyuban atau ikatan tersebut dijadikan sebagai wadah berinteraksi antaranggota masyarakat dari suku yang sama. Selain itu, ikatan tersebut juga digunakan sebagai sarana melakukan kegiatan-kegiatan budaya. Meskipun mereka tinggal di masyarakat

yang

berbeda

budayanya,

mereka

cenderung

ingin

mempertahankan budayanya. Fenomena munculnya berbagai ikatan kedaerahan di Yogyakarta berkaitan erat dengan persoalan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu fenomena gegar budaya. Kehadiran mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda cenderung menimbulkan kekagetan budaya. Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar, memiliki lebih dari 130 perguruan tinggi dengan kualitas pendidikan yang baik sehingga tidak heran jika menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4

tujuan favorit mahasiswa dari seluruh Indonesia dan mancanegara untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi terbaik (Niam, 2009). Di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta saja, terdapat 361 mahasiswa luar Jawa yang aktif berkuliah saat ini dari keseluruhan 1012 mahasiswa aktif. Mahasiswa dari berbagai daerah yang memilih melanjutkan studi di Yogyakarta pasti memiliki karakteristik sosial budaya yang sangat heterogen dan berbeda dengan Yogyakarta. Perbedaan tersebut meliputi tata bahasa yang digunakan, cara bersosialisasi, dan berperilaku. Perbedaan budaya ini mengharuskan mahasiswa yang berasal dari luar pulau Jawa perlu beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai contoh dalam interaksi komunikasi, masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta terkenal lemah lembut, sopan, dan halus dalam bertutur kata yang tercermin dalam dialek komunikasinya (Suharto & Radiyanti, 1990). Hal ini berbeda dengan masyarakat yang berasal atau tinggal di Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku,

Sulawesi atau Papua

yang tutur

katanya dalam

berkomunikasi cepat dan bernada tinggi. Dalam wawancara awal di bawah ini, terlihat bagaimana pengalaman gegar budaya dari mahasiswa luar Jawa yang baru menjalani kuliah di Yogyakarta “Pertamanya senang bisa kuliah di Jogja, kota besar ada Mall, banyak orang di mana-mana, tapi lama-lama susah komunikasi, susah cari teman karena bahasanya beda, jadi merasa kesepian karena tidak ada teman, kangen rumah” (NN, 2014) “Kalau kita bicara, orang tanya apa-apa terus, seperti mereka susah dengar, susah mengerti, lalu pikir kita marah kalau kita omong keras-keras.” (RL, 2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5

Berdasarkan penggalan cerita di atas, dapat terlihat pengalaman gegar budaya yang dialami oleh individu ketika berada di lingkungan baru, khususnya dalam kasus di atas adalah kesulitan menyesuaikan diri di kota Yogyakarta. Mereka datang dengan harapan bahwa semua akan baik-baik saja setibanya di Yogyakarta, akan ada tempat baru yang dikunjungi dan teman-teman baru untuk bergaul. Akan tetapi ketika mereka tiba, mereka justru menemukan kesulitan untuk menyesuaikan diri. Masyarakat Jawa umumnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, hal ini terjadi karena mereka sangat menjunjung tinggi adat istiadat Jawa, sehingga perilakunya sehari-hari juga terkait erat dengan adat Jawa (Niam, 2009). Sementara itu, mahasiswa dari luar Jawa yang tidak menggunakan bahasa Jawa tentu akan mengalami perbedaan karakteristik sosial dibandingkan daerah asal mereka. Yulia (2012) menyatakan bahwa mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Yogyakarta mengalami kesulitan terkait pemahaman bahasa Jawa pada tahun pertama kedatangan mereka. Terkait

dengan

interaksi

komunikasi,

juga

dapat

terlihat

ketidaknyamanan kedua responden di atas karena pembicaraan yang tidak dipahami serta dianggap berbicara tanpa kesopanan. Ketika terjadi ketidaknyamanan, mereka dapat menjadi cemas dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, berbagai masalah dan hambatan keseharian akan muncul pada masa-masa awal mereka di Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6

Hambatan itu seperti yang diungkapkan oleh Kanita dan Dewi (2012) disebabkan oleh perbedaan budaya terutama bahasa dan kebiasaan perilaku hingga makanan. Perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut memunculkan hal-hal yang tidak menyenangkan karena mereka menghadapi kebiasaan, pola dan gaya hidup yang berbeda dari yang sebelumnya mereka jalani. Kondisi ini menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis seperti kecemasan dan keterasingan serta ketidaknyamanan secara fisik dalam jangka waktu tertentu. Reaksi kecemasan, keterasingan dan ketidaknyamanan fisik merupakan pengalaman gegar budaya dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Gudykunst dan Kim, 2003; Parillo, 2008). Senada dengan itu, (Samovar, Richard, dan Edwin, 2010) menjelaskan pengalaman gegar budaya seperti: benci pada lingkungan baru, mengalami disorientasi diri, merasa ditolak, mengalami gangguan lambung dan sakit kepala, rindu negara asalnya (homesick), rindu pada teman dan keluarganya, merasa kehilangan status dan pengaruh, cemas, menarik diri dan menganggap orang-orang dalam budaya baru tidak peka. Berbagai masalah yang muncul sebagai reaksi gegar budaya akan menghambat kesejahteraan psikologis individu untuk berfungsi optimal dalam

kehidupan

sehari-harinya.

Seperti

yang

telah

diungkapkan

sebelumnya bahwa gegar budaya terjadi saat seseorang berada dalam lingkungan budaya baru dan merupakan reaksi dari penyesuaian diri. Ketika seseorang berpindah budaya, maka terjadi proses penyesuaian psikologis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7

yang sangat penting terutama dalam kurun tiga bulan sampai satu tahun pertama. Pada tahap ini, seseorang akan mengelami keterkejutan dengan budayanya, lalu berusaha menyesuaikan diri. Individu yang berhasil dalam proses penyesuaian psikologis akan mencapai kesejahteraan (well-being). Mengacu pada Ward, Bochner, dan Furhanm (2001), ketika kesejahteraan tercapai, maka mereka cenderung merasa puas dengan kehidupan di lingkungan barunya. Hal sebaliknya terjadi jika kesejahteraan tidak tercapai, mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan menutup diri dari budaya luar. ”Saya jadi bingung, rasa diri aneh, padahal saya di sini berharap bisa teman dengan sapa saja. Sekarang jadi saya susah berteman. Bingung saya harus bagaimana supaya diterima sama orang-orang Jawa, saya susah omongnya” (RL, 2014)

Femonema itu menunjukkan bagaimana gegar budaya berdampak serius pada kesejahteraan psikologis. Hal itu memunculkan pertanyaanpertanyaan tentang bagaimana mereka akhirnya menjalani kehidupannya, usaha apa yang mereka lakukan untuk mengatasi reaksi negatifnya dan bisa hidup nyaman di tengah-tengah lingkungan baru. Jika mereka berhasil dalam menyesuaikan diri dari keterkejutan terhadap perbedaan budaya, maka mereka akan lebih gampang untuk mencapai kesejahteraan daripada yang tidak berhasil menyesuaikan diri (Adelia & Elian, 2012). Tujuan kedatangan calon mahasiswa datang ke Yogyakarta adalah untuk memperoleh pendidikan dan pengalaman belajar yang baik hingga akhirnya memiliki prestasi belajar yang memuaskan. Akan tetapi dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8

kondisi psikologis yang tidak sejahtera akibat gegar budaya yang dialami para mahasiswa luar Jawa, tentu akan menghambat pengalaman belajar yang baik. “Kita datang jauh-jauh ke sini mau belajar, tapi belajar juga butuh teman kan, tidak mungkin sendirian, tapi begini sudah kita. Masih rasa beda dari orang-orang, belu tentu juga mereka mau langsung berteman sama kita. Jadi ya sudah, tidak tahu harus bagaimana” (NN, 2014)

Dari kutipan pernyataan di atas, terdapat sebuah permasalahan yang muncul terkait dengan reaksi gegar budaya yaitu permasalahan dalam pengalaman belajar. Mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam proses pembelajaran di kampus padahal penyesuaian diri yang baik adalah salah satu syarat keharmonisan individu dalam kehidupannya termasuk belajar (Munawaroh, 2009). Nurlete (2014) melakukan penelitian di Universitas Soedirman Purwokerto yang menunjukan bahwa mahasiswa Maluku pada awal tahun pertamanya menunjukkan prestasi belajar yang kurang baik yaitu persentase IPK kurang dari 1 adalah 7%, IPK kurang dari 2,00 adalah 55%, IPK kurang dari 3 yaitu 38% dan tidak ada satupun mahasiswa Unsoed asal Maluku yang mendapatkan IPK lebih dari 3. Belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri, menurut Witherington dan Bapemsi (dalam Mustaqim, 2004), kondisi yang mempengaruhi proses belajar di instansi pendidikan adalah kondisi fisik dan psikologis. Kondisi fisik adalah kesehatan keadaan jasmani seperti kecukupan gizi dan daya tahan tubuh. Kondisi psikologis adalah kondisi afeksi seperti perasaan, emosi, dan suasana hati. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9

keadaan stabil dan normal, perasaan riang dan senang sangat menolong individu untuk belajar, sedangkan perasaan murung sangat mengganggu proses belajar. Perasaan yang labil dan terasing akan membuat pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, dan putus asa sehingga menghambat proses belajar. Proses belajar yang terhambat akan mempengaruhi pencapaian dan prestasi individu itu sendiri seperti misalnya ketidakpercayaan diri untuk tampil dan presentasi di kelas, maupun terlibat aktif dalam kelompok. Jika demikian, maka individu tersebut dapat kehilangan penilaian dari kegiatan aktivitas kelas dan kelompok, termasuk pada hasil pembelajaran yang melibat keaktifan diri, sehingga mempengaruhi pencapaian IPKnya. Munawaroh (2009) menyatakan bahwa penyesuaian diri memiliki korelasi dengan motivasi belajar. Semakin baik penyesuaian diri, maka semakin termotivasi mereka untuk belajar sehingga pengalaman belajarnya juga menjadi baik dan optimal. Penelitian tentang gegar budaya telah dilakukan oleh Sihite (2012), ia menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gegar budaya dengan prestasi belajar pada mahasiswa asal Malaysia yang menetap kurang dari satu tahun tetapi tidak pada mereka yang sudah menetap lebih dari satu tahun. Berdasarkan hal itu, dapat terlihat bahwa gegar budaya yang terjadi pada tahun pertama dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa Malaysia yang tidak optimal. Penelitian terdahulu sudah mampu menggambarkan hubungan antara penyesuaian diri, gegar budaya dan prestasi belajar secara kuantitatif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10

Namun demikian, penelitian kuantitatif yang ditemukan belum mampu menjelaskan pengalaman belajar mahasiswa yang mengalami gegar budaya dan pengaruhnya terhadap prestasinya. Hal itu menjadi landasan bagi peneliti untuk lebih mengeksplorasi dan memahami secara mendalam bagaimana pengalaman gegar budaya mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Yogyakarta serta dampaknya terhadap pengalaman belajar itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif fenomenologi yang berupaya menangkap pengalaman kehidupan terhadap fenomena dalam setting alami sehingga didapatkan data secara mendalam tentang pengalaman mereka. Pada akhirnya, penelitian ini dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan di Yogyakarta untuk menyediakan ragam bantuan baik berupa pelatihan, seminar, dan pendampingan psikologis kepada mahasiswa luar Jawa untuk mampu menyesuaikan diri pada tahun pertama pendidikannya di Yogyakarta. Dengan demikian dapat meminimalisir dampak negatif gegar budaya pada mahasiswa yang bisa berpengaruh terhadap pengalaman belajarnya.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengalaman gegar budaya mahasiswa luar Jawa yang menjalani perkuliahan tahun pertama di Yogyakarta serta dampaknya terhadap pengalaman belajarnya?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11

C.

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengalaman gegar budaya mahasiswa luar Jawa yang baru menjalani perkuliahan tahun pertama di Yogyakarta serta dampaknya terhadap pengalaman belajarnya.

D.

Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.

Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberi kajian teoritis berupa informasi mengenai

pengalaman gegar budaya mahasiswa dari luar jawa yang belajar di Yogyakarta serta dampaknya terhadap pengalaman belajar mereka. Hal ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu Psikologi lintas budaya. 2.

Manfaat Praktis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan dan komunitas

etnis di Yogyakarta untuk membuat program-program penyesuaian diri dan adaptasi mahasiswa baru khususnya yang berasal dari luar Jawa, melalui pelatihan pengembangan kepribadian dan karakter serta pendampingan psikologis melalui konseling guna menghindari reaksi-reaksi negatif dari gegar budaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman Gegar Budaya Black, Mendenhall dan Oddu (1991) mengemukakan bahwa pada tahap awal kedatangan individu, daripada melihat perbedaan antara tempat mereka yang baru dan tempat asalnya, mereka berfokus pada usaha mencari persamaan antara kedua tempat yang berbeda, dengan demikian mereka belum mampu memahami perbedaannya. Karena mereka masih berada dalam usaha untuk mencari kesamaan, mereka tidak melihat perbedaan dan belum mempelajari norma-norma dan perilaku yang sesuai dengan budaya baru. Individu dapat menunjukkan perilaku yang tidak pantas dalam budaya yang baru, yang mungkin menghasilkan konsekuensi negatif. Ketika mereka mendapatkan konsekuensi negatif, mereka baru menyadari ada sesuatu yang salah dengan kondisinya, mereka menyadari bahwa mereka telah berperilaku di luar norma-norma budaya setempat. Namun belum cukup waktu bagi mereka belajar perilaku baru dari pemodelan terhadap perilaku yang tepat, sehingga mereka dapat merasa terancam kesejahteraan psikologisnya seperti frustrasi, marah, dan tertekan. Reaksi kecemasan, keterasingan dan ketidaknyamanan fisik merupakan reaksi gegar budaya dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Gudykunst dan Kim, 2003; Parillo, 2008).

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13

Perpindahan individu dari lingkungan kebudayaan tertentu ke budaya lainnya yang memiliki perbedaan berpotensi menimbulkan permasalahan kehidupan yang menganggung individu dalam menjalani kehidupannya (Roskell, 2013). Dalam proses terjadinya perpindahan individu dari satu budaya ke budaya lain terjadi setidaknya tiga tahapan yang berbeda (Lysgaard, 1955) yaitu, pada awalnya individu merasa bahagia dan tertantang memasuki suatu lingkungan yang baru. Sesudah itu, individu masuk dan mulai merasakan perbedaan, maka dia mulai mengalami tahap keterkejutan atau disebut gegar budaya. Pengalaman gegar budaya merupakan sebuah pengalaman psikologis yang dirasakan oleh individu ketika berada di lingkungan baru yang terkait dengan kegagalan penyesuaian diri akibat hilangnya isyarat familiar dalam lingkungan (Hotola, 2004; Mumford, 2000; Samovar, Richard, dan Edwin, 2010). Pada pengalaman itu, individu baru menyadari sepenuhnya tentang sistem kontrol dari budayanya yang selama ini tersembunyi, artinya mereka mulai merasakan budaya tempat mereka lahir dan dibesarkan telah membentuk karakter dan kepribadian mereka sehingga ketika mereka meninggalkan budaya itu, mereka merasa terpisah dan kehilangan pijakan diri (Gudykunst dan Kim, 2003). Taft (1977) mengidentifikasi enam aspek yang berbeda dari pengalaman gegar budaya yaitu: 1) Ketegangan karena usaha diperlukan dalam adaptasi psikologis, 2) Rasa kehilangan dalam hal teman-teman, status, profesi dan harta, 3) Ditolak oleh dan/atau menolak sesuatu yang baru dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14

lingkungan baru, 4) Kebingungan dalam peran, harapan peran, nilai-nilai, perasaan dan identitas diri, 5) Kaget, cemas, dan marah setelah menyadari perbedaan budaya, 6) Perasaan tidak berharga karena tidak mampu mengatasi masalah

dengan

lingkungan

baru.

Pengalaman-pengalaman

tersebut

merupakan merupakan reaksi gegar budaya dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Gudykunst dan Kim, 2003; Parillo, 2008). Pengalaman itu dapat berbeda satu sama lainnya dan dapat muncul dalam waktu yang berbeda juga (Samovar, Richard, dan Edwin, 2010). Berbagai pengalaman gegar budaya antara lain (Moufakkir, 2013): Keterkejutan Peran, yang terjadi karena kekurangan pengetahuan tentang aturan perilaku yang berlaku di lingkungan baru; Bahasa, yang terjadi karena masalah dengan bahasa asing dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan baik; dan Kelelahan, yang terjadi karena penyesuaian konstan ke budaya baru. Setiap individu dapat mengalami berbagai pengalaman itu dalam transisi budayanya. Tahap selanjutnya adalah tahapan penyesuaian diri, pada tahap ini sebagian orang mampu mengatasi keterkejutan dengan lingkungan barunya namun sebagian lainnya gagal untuk mengatasinya sehingga mereka menarik diri dan menghindari mahasiswa lain, bersikap bermusuhan dan selalu berada dalam keadaan cemas, serta tidak senang (Sobur, 2003). Black, Mendenhall dan Oddu (1991) mengemukakan bahwa semakin besar jarak perbedaan antara tempat yang baru dan tempat asal mereka, akan semakin besar ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15

diharapkan, dan semakin parah reaksi gegar budayanya. Perbedaan bahasa dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi juga menjadi masalah dalam proses penyesuaian budaya di tempat yang baru. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa reaksireaksi gegar budaya adalah suatu reaksi yang muncul terhadap lingkungan baru, dimana individu kehilangan stimulus familiar yang selama ini menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Reaksi-reaksi itu berupa kecemasan, benci pada lingkungan barunya, mengalami disorientasi diri, merasa ditolak, rindu negara asalnya (homesick), rindu pada teman dan keluarganya, merasa kehilangan status dan pengaruh, menarik diri dan menganggap orang-orang dalam budaya baru tidak peka. Reaksi gegar budaya berkorelasi dengan penyesuaian pribadi dalam berbagai hal seperti menarik diri dan menghindari mahasiswa lain, bersikap bermusuhan dan selalu berada dalam keadaan cemas, serta tidak senang (Sobur, 2003). Hal tersebut dapat menyebabkan berbagai permasalahan di lingkungan barunya seperti pergaulan sosial dan permasalahan akademis. Pengalaman gegar budaya dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu untuk berfungsi optimal. Ketika seseorang berpindah budaya, maka terjadi proses penyesuaian psikologis yang sangat penting terutama dalam kurun tiga bulan sampai satu tahun pertama. Pada tahap ini, seseorang akan mengalami keterkejutan dengan budayanya, lalu berusaha menyesuaikan diri. Individu yang berhasil dalam proses penyesuaian psikologis akan mencapai kesejahteraan (well-being). Mengacu pada Ward,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16

Bochner, dan Furhanm (2001), ketika kesejahteraan tercapai, maka mereka cenderung merasa puas dengan kehidupan di lingkungan barunya. Hal sebaliknya terjadi jika kesejahteraan tidak tercapai, mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan menutup diri dari budaya luar.

B. Pengalaman Belajar Pengalaman adalah segala sesuatu yang dialami, dirasakan, dijalani, dan ditanggung dalam kehidupan seseorang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011). Terbentuknya suatu pengalaman karena adanya kesadaran terhadap suatu kejadian (Polkinghorne, 2005). Rogers menyatakan (dalam Alwisol, 2004) bahwa setiap orang berada dalam dunia pengalaman yang terus berubah dan titik pusatnya adalah individu tersebut. Pengalaman meliputi proses psikologis, kesan-kesan sensorik, dan aktivitas-aktivitas motorik yang dapat dapat dipahami dari bagaimana seseorang memandang realitas sesuai dengan persepsinya yang sehingga menggerakkan perilaku tertentu. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman, yang menimbulkan perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat. Belajar menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Pengertian proses pembelajaran antara lain menurut Rooijakkers (1991): “Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan tenaga pendidik, kegiatan peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidik dan peserta didik dan sumber

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17

belajar dalam suatu lingkungan belajar dalam kerangka keterlaksanaan program pendidikan”

Dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran adalah segala upaya bersama antara pelajar dan pendidik untuk berbagi dan mengolah informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan, serta diharapkan adanya perubahan-perubahan yang lebih baik untuk mencapai suatu peningkatan yang positif yang ditandai dengan perubahan tingkah laku individu demi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Blomm yang membagi tiga kategori dalam tujuan pembelajaran yaitu: 1) Kognitif, 2) Afektif, 3) Psikomotorik (Nasution, 2008). Tujuan kognitif berkenaan dengan kemampuan individu mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual. Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang disebut juga perkembangan moral. Tujuan psikomotorik adalah menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung

unsur-unsur

motorik

sehingga

siswa

mengalami

perkembangan yang maju dan positif. Tujuan pembelajaran di dalamnya terdapat rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri, menurut Witherington dan Bapemsi (dalam Mustaqim, 2004), kondisi yang mempengaruhi proses belajar di instansi pendidikan adalah kondisi fisik dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18

psikologis. Kondisi fisik adalah kesehatan keadaan jasmani seperti kecukupan gizi dan daya tahan tubuh. Kondisi psikologis adalah kondisi afeksi seperti perasaan, emosi, dan suasana hati. Dalam keadaan stabil dan normal, perasaan riang dan senang sangat menolong individu untuk belajar, sedangkan perasaan murung sangat mengganggu proses belajar. Perasaan dengan intensitas yang labil dan keterasingan akan membuat pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, dan putus asa sehingga menghambat proses belajar. Jika dikaitkan antara definisi pengalaman dan belajar, maka dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar merupakan serangkaian proses dan peristiwa yang dialami oleh setiap individu untuk menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap yang dibentuk melalui latihan dan relatif permanen. Pengalaman belajar adalah segala sesuatu yang dialami oleh peserta didik itu sendiri dalam proses pembelajarannya sedangkan proses pembelajaran dalam instansi pendidikan, merupakan suatu kegiatan belajar mengajar antara pelajar dan pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam prosesnya terdapat kegiatan interaksi dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan hal itu, pengalaman belajar juga akan sangat terkait dengan kondisi fisik dan psikologisnya yang merupakan kondisi yang mempengaruhi proses belajar. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pengalaman belajar yang kondusif, maka individu harus memiliki rasa aman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19

dan nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang dalam hal ini adalah terkait tempat individu itu belajar seperti lingkungan sosial, fisik dan budaya. Jika lingkungan tersebut dapat menjadi tempat yang kondusif bagi individu, maka pengalaman belajarnya juga akan baik sedangkan jika lingkungan menimbulkan efek negatif pada indivudu, maka akan mempengaruhi pengalaman belajarnya yang menjadi negatif dan penuh hambatan.

C. Pengalaman Belajar dan Gegar Budaya Pengalaman belajar adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh banyak kondisi baik fisik maupun psikologi. Hal ini terjadi karena proses belajar merupakan respons terhadap kondisi stimulus dari lingkunganya yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikologi individu dalam meresponnya. Kondisi fisik adalah kesehatan keadaan jasmani seperti kecukupan gizi dan daya tahan tubuh. Kondisi psikologis adalah kondisi afeksi sepertiperasaan, emosi, dan suasana hati. Kondisi-kondisi afeksi negatif seperti emosi yang labil dan keterasingan akan membuat pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya takut, bingung, cemas, dan putus asa. Kondisi tersebut adalah pengalaman gegar budaya terhadap perbedaan budaya sehingga menghambat proses belajar individu di lingkungan barunya. Pengalaman gegar budaya dapat menghambat kesejahteraan psikologis individu untuk berfungsi optimal. Ketika seseorang berpindah budaya, maka terjadi proses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20

penyesuaian psikologis yang sangat penting terutama dalam kurun tiga bulan sampai satu tahun pertama. Pada tahap ini, seseorang akan mengelami keterkejutan dengan budayanya, lalu berusaha menyesuaikan diri. Individu yang berhasil dalam proses penyesuaian psikologis akan mencapai kesejahteraan (well-being). Ketika kesejahteraan tercapai, maka mereka cenderung merasa puas dengan kehidupan di lingkungan barunya. Hal sebaliknya terjadi jika kesejahteraan tidak tercapai, mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan menutup diri dari budaya luar. Demikian halnya dengan pengalaman belajar, untuk mendapatkan pengalaman belajar yang kondusif, maka individu harus memiliki rasa aman dan nyaman dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, yang dalam hal ini terkait tempat individu itu belajar seperti linkungan sosial, fisik dan budaya. Jika lingkungan tersebut dapat menjadi tempat yang kondusif bagi individu, maka pengalaman belajarnya juga akan baik sedangkan jika lingkungan menimbulkan efek negatif pada indivudu, maka akan mempengaruhi pengalaman belajarnya yang menjadi negatif dan penuh hambatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif penyajian secara deskriptif dan terperinci suatu fenomena yang diteliti dalam bentuk eksplorasi, deskripsi, dan interpretasi atas pengalaman-pengalaman pribadi serta sosial para informan (Smith, 2009). Fenomenologi deskriptif berusaha tetap selaras dengan fenomena dan bagaimana konteks fenomena itu muncul. Ini berarti bahwa bila suatu fenomena khusus hendak dikaji, maka akan digali suatu situasi di mana para individu mengalami sendiri pengalaman mereka sehingga mereka bisa menggambarkannya seperti yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan mereka (Smith, 2009). Sedangkan pendekatan fenomenologi interpretatif adalah pendekatan penelitian yang terdiri dari dua langkah. Pertama, subyek mencoba mengartikan dunia mereka. Kedua, peneliti mengartikan kegiatan subyek yang sedang mengartikan dunia mereka (Smith dan Osborn, 2003).Dengan memunculkan kedua aspek ini, penelitian mengarah pada analisis yang lebih subur dan sesuai dengan totalitas keadaan subyek.

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22

B.

Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah pengalaman gegar budaya mahasiswa luar Jawa yang baru menjalani perkulihan tahun pertama di Yogyakarta serta dampaknya terhadap pengalaman belajar akademis di instansi pendidikan.

C.

Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang agar data yang didapatkan menjadi lebih detail dan mendalam berdasarkan pengalaman lebih dari satu informan, peneliti menjadi lebih berkomitmen dalam melakukan

interpretasi

menggambarkan

untuk

pengalaman

mendapatkan secara

hasil

menyeluruh.

yang Informan

mampu dipilih

menggunakan metode creterion sampling yaitu cara penentuan informan penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti yaitu mahasiswa baru suatu perguruan tinggi yang berasal dari luar pulau Jawa seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Nusa Tenggara dan mengalami gegar budaya.

D.

Metode Analisis Data Metode analisis data mengikuti 4 langkah pokok yang dikemukan oleh Smith (2009), yaitu: 1.

Membaca keseluruhan deskripsi informan yang dibuat secara eksplisit dengan demikian dapat diketahui pemahaman secara global mengenai deskripsi tersebut (data dikumpulkan dari sudut pandang sehari-hari).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23

2.

Penyusunan atau pembuatan bagian-bagian deskripsi. Penyusunan bagian-bagian ini akan membantu mengklarifikasi masalah-masalah yang tersembunyi dengan menggunakan tolak ukur transisi makna untuk menyusun bagian-bagiannya. Secara oprasional, satuan-satuan makna (meaning units) dibentuk melalui pembacaan ulang yang teliti atas deskripsi tersebut, dan setiap kali peneliti merasakan adanya satu transisi makna, maka peneliti memberikan tanda garis miring di dalam teks.

3.

Transformasi makna berdasarkan data deskriptif menjadi makna psikologi.

Prosesnya

terdiri

dari

mengeksplisitkan

dan

mengeneralisasi hal-hal yang tersirat menjadi tersurat agar analisis tidak terlalu spesifik untuk situasi tertentu. 4.

Menangkap struktur makna yang diperoleh dengan melakukan transformasi atas satuan-satuan makna untuk menentukan unsur mana yang memiliki nilai khusus dalam penuturan pengalaman-pengalaman tersebut. Nilai khusus mengandung arti bahwa struktur yang diperoleh hanya bersifat umum terkait dengan konteksnya.

E.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara semiterstruktur. Metode ini memungkinkan peneliti dan informan terlibat dalam dialog, sehingga terjadi proses ekplorasi secara mendalam. Selain itu, memungkinkan peneliti untuk fleksibel dalam mengembangkan pertanyaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24

berdasarkan respon yang diberikan oleh informan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyusun hal-hal yang ingin dieksplorasi berdasarkan fokus penelitian. Pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka dan tidak mengarahkan informan pada jawaban tertentu. Tabel 1. Panduan Wawancara No

Panduan Pertanyaan

1.

Bisakah anda menceritakan secara singkat dari mana anda berasal? Dorongan : Pengalaman pertama kuliah di Jawa Apa yang anda ketahui tentang kehidupan di budaya Jawa Dorongan :Aktivitas sehari-hari, pola komunikasi, pola perilaku. Apakah ada perbedaan dengan kehidupan dengan kebudayaan asal anda? Dorongan :Jelaskan perbedaan dalam hal aktivitas sehari-hari, pola komunikasi dan pola perilaku orang-orang di lingkungan baru? Apa yang anda pikirkan tentang perbedaan tersebut? Dorongan :Dampaknya terjadap fisik dan emosi terkait dengan aktivitas sehari-hari, pola komunikasi dan pola perilaku orang-orang di lingkungan baru? Bagaimana anda menjalani kehidupan di tempat yang baru dengan kebudayaan yang baru? Dorongan :Aktivitas sehari-hari, pola komunikasi dan pola perilaku dengan lingkungan baru, orang-orang baru dan kebiasaan-kebiasaan orang-orang maupun lingkungannya. Identifikasi kesulitan, hambatan, dan cara mengatasi permasalahan. Bagaimana dengan pengalaman belajar anda terkait dengan perbedaan kondisi yang anda rasakan? Dorongan :Apa yang anda rasakan? Apa yang anda pikirkan?, identifikasi perasaan dan pikiran, serta reaksi fisik dan psikis. kesulitankesulitannya.

2.

3.

4.

5.

6.

Aspek Gegar budaya  Hilangnya isyarat yang familiar  Usaha mengenali lingkungan baru

 Usaha mencari persamaan dan perbedaan antara kedua tempat yang berbeda  Pandangan tentang perbedaan / Hilangnya isyarat yang familia  Macam-macam reaksi gegar budaya

 Usaha untuk memahami perbedaan dan mengatasi reaksi gegar budaya

 Pengalaman belajar terkait dengan proses adaptasi pada kondisi baru  Macam-macam reaksi yang meliputi perasaan dan pikiran akibat gegar budaya terkait dengan proses belajar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25

7.

8.

Hal-apa apa saya yang menghambat proses  Usaha untuk memahami perbedaan belajarnya? Dorongan :Apa kesulitannya? Mengapa situasi baru menyulitkan / menghambat anda? Upaya apa yang anda lakukan dalam mengatasi  Usaha untuk mengatasi reaksi gegar hambatan-hambatan itu budaya F.

Proses Pengumpulan Data Proses pengumpulan data diawali

dengan peneliti

mencari

mahasiswa yang berasal dari luar pulau Jawa di perguruan tinggi. Mahasiswa tersebut saat ini baru menjalani tahun pertama perkuliahan. Peneliti menghubungi informan dan mengatur waktu untuk bertemu sekaligus membangun rapport. Saat bertemu dengan informan, peneliti menjelaskan maksud serta tujuan peneliti secara jelas dan mempersilahkan informan untuk bertanya bila ada yang kurang jelas berhubungan dengan penelitian. Setelah itu, peneliti memastikan kesedian informan untuk terlibat dalam penelitian ini. Peneliti membatasi waktu setiap wawancara yang dilakukan. Wawancara dilakukan kurang lebih selama 45 menit tetapi durasi wawancara dapat bersifat fleksibel. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk memberikan kesempatan kepada informan untuk bercerita sebanyak yang diinginkannya sehingga proses eksplorasi dapat dilakukan dengan baik. Dokumentasi wawancara dilakukan menggunakan digital recorder. Hasil wawancara kemudian ditranskrip secara verbatim agar menjadi dokumentasi tertulis sesuai dengan yang dikatakan informan. Hasil transkrip diberikan kembali kepada informan untuk dikoreksi apakah sesuai dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26

yang dialami informan. Langkah selanjutnya peneliti melakukan analisis pada transkrip hingga ditemukan makna-makna psikologis pada pengalaman informan.

G.

Kredibilitas Penelitian Validitas penelitian kualitatif menggunakan validitas participant feedback atau yang menurut Cho dan Trent (2006) disebut sebagai member checking. Validitas dilakukan dengan menunjukkan dan mendiskusikan data yang didapatkan oleh peneliti kepada informan untuk memeriksa keakuratan data seperti yang benar-benar dirasakan dan dialami oleh informan. Lincold dan Guba (1985) menekankan bahwa pengecekan penting dilakukan pada data yang dapat menunjukkan ambiguitas peneliti yang memungkinkan hilangnya makna atau apa yang sebenarnya dirasakan oleh informan. Dengan demikian, cara itu dapat memberikan kesempatan pada informan untuk mengungkapkan pandangannya (Smith, 2008). Peneliti terlebih dahulu melakukan analisis terhadap data hasil wawancara informan kemudian hasil analisis tersebut ditunjukkan kepada informan untuk memberikan pendapat mengenai hasil analisis. Selain itu, peneliti juga menggunakan validitas paper trail sebagai dasar untuk melengkapi data dengan sebuah deskripsi yang dikembangkan dan diinterpretasi melalui rekaman pertanyaan penelitian, memo, atau catatan sebagai sebuah alasan dibalik keputusan analitik. Data tersebut tidak untuk dipublikasikan tetapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27

untuk melengkapi dan sebagai dokumen hasil penelitian yang dilakukan penuh dengan kehati-hatian dan profesionalisme (Smith, 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Pelaksanaan Penelitian Peneliti sebelumnya mencari informan yang bersedia menjadi partisipan dan berbagi pengalamannya. Peneliti mencari informan dengan melakukan wawancara awal untuk menentukan informan yang sesuai dengan kerangka penelitian. Peneliti berhasil mendapatkan tiga informan penelitian dan melakukan pendekatan secara pribadi. Peneliti melakukan pendekatan ini untuk membuat informan merasa nyaman sehingga dapat berbagi pengalamannya pada peneliti. Informan yang bersedia menjadi partisipan penelitian akan dilanjutkan pada tahap wawancara. Peneliti menjelaskan informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk medapatkan persetujuan. Wawancara semi terstruktur dilakukan untuk mendapatkan data dari informan penelitian. Wawancara ini tetap menggunakan pedoman wawancara untuk menjaga agar pertanyaan sesuai dengan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan hal-hal yang penting dan dianggap menarik oleh peneliti demi kelengkapan data. Selama proses wawancara, digital recorder digunakan untuk merekam informasi yang didapatkan. Hasil wawancara yang sebelumnya telah didapatkan dan direkam, kemudian didengarkan, disalin secara lengkap, dan dituangkan dalam 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29

bentuk tabel verbatim. Tabel ini berfungsi untuk mengklarifikasi data yang diperoleh dari informan penelitian. Peneliti membagi verbatim menjadi unit makna, untuk menentukan tema dari seluruh hasil verbatim informan penelitian. Hasil dari tema-tema yang di dapatkan dari verbatim membantu peneliti untuk menghilangkan pernyataan yang tumpang tindih atau tidak sesuai dengan topik. Pada tahap akhir, peneliti membuat tabel pengalaman tentang apa yang dialami dan bagaimana fenomena itu dialami. Tabel pengalaman ini merupakan penjelasan dari hasil pengalaman berupa struktur umum. Terakhir, peneliti membauat pembahasan dari setiap pengalaman informan.

B.

Hasil Penelitian Pada penelitian ini melibatkan tiga orang informan. Pada setiap informan menghasilkan data berupa deskripsi informan dan struktur general. Struktur general terdiri dari tiga hal. Pertama, pandangan informan terhadap budaya asal dan budaya Jawa. Kedua, dampak pengalaman informan terhadap gegar budaya yang dialami. Ketiga, cara mengatasi gegar budaya yang dialami. Keempat, dampak gegar budaya terhadap pengalaman belajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30

Berikut adalah hasil penelitian : 1.

Informan 1

a.

Profil Informan pertama pada penelitian ini bernama SG. SG merupakan

seorang laki laki berusia 19 tahun. Informan berasal dari Flores-NTT. Informan tinggal di daerah yang cukup jauh dari kota. Informan memiliki bentuk fisik khas orang-orang dari daerah timur pada umumnya. Informan memiliki kulit berwarna coklat, dengan rambut keriting berwarna hitam. Informan juga memiliki jambang disekitar wajahnya. Wajah informan memiliki rahang yang cukup besar dan terkesan tegas khas wajah daerah timur. Informan memiliki tubuh 172 cm dengan berat badan 58 kg, sehingga nampak sedikit kurus. Informan memiliki keyakinan Katolik. Informan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Informan memiliki adik perempuan berusia 15 tahun. Di lingkungan tempat tinggal informan merupakan daerah yang hijau dan penduduk yang tidak terlalu padat. Informan terbiasa berbicara keras dan tegas di lingkungan tinggalnya. Informan merupakan lulusan SMA Suryadikara Ende pada tahun 2014. Saat ini informan merupakan mahasiswa semester dua di salah satu Perguruan

Tinggi

Swasta

di

Yogyakarta,

dengan

program

studi

management. Saat pertama kali datang ke Yogyakarta, informan sempat mengalami kesulitan untuk mencari kost-kostan di daerah Babarsari dan Janti. Informan akhirnya memilih daerah Sleman sebagai tempat tinggal sementara selama proses menempuh pendidikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31

Ketika wawancara dilakukan, informan mudah merespon pertanyaan pertanyaan yang di lontarkan intervewer. Informan terlihat serius ketika menjawab pertanyaan. Hal ini tampak dari antusiasme informan dalam mendengarkan pertanyaan pertanyaan intervewer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32

Tabel 2 Stuktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Pada Pengalaman Belajar Informan 1 Struktur Umum

Uraian

Pandangan terhadap budaya asal dan budaya Jawa meliputi : Perbedaan cara berkomunikasi : -

Daerah asal lebih keras

“nak macam kita lebih tegas, keras kayak orang marah marah”

-

Bernada tinggi

“saya di kampung terbiasa kalo guru ngajar suaranya keras, jelas tegas dari ujung ke ujung bisa dengar hahaha”

-

Daerah Jawa lebih halus

“Yang saya tau mereka orang jogja halus halus, beda sama kita kalo ngomong aja mereka lebih halus”

-

Pelan dan Sopan

“Kalo bahasa, itu tadi... jawa lebih pelan, sopan bengitu”

Memiliki bentuk fisik dan ciri yang khas seperti : -

Bentuk fisik

“Macam saya rambut keriting, kulit lebih hitam ada berewoknya pasti lah orang ngerti “oh..inini pasti orang timur ni”

-

Intonasi dan bahasa yang khas

“apa lagi kalo kita uda ngomong keras begitu aeeh..orang pasti sudah tau hahaha...biarpun ada memang beberapa orang NTT lebih putih dan mereka punya rambut lebih lurus dari pada orang jawa, tidak keliatan orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33

Struktur Umum

Uraian timur toh tapi, pas ngomong hahaha baru ketauhan mereka ini ni pasti logat logat orang timur.”

-

Daerah Jawa di anggap memiliki “Di jogja hidup juga lebih enak, murah kehidupan yang lebih mudah dan apa apa ada dan dekat kalau disana lengkap jauh.”

Adanya prasangka terkait daerah asalnya membuatnya mengalami: -

Diskriminasi

“Bedanya itu kita kalau mau cari kos kosan agak sulit begitu tau kita orang timur langsung “maaf kita tidak menerima orang timur” kalau mau cari kosan daerah babarsari atau janti susah sekali jadi saya cari di daerah yang memang agak jauh.”

-

Merasa kecewa

“Rasanya memang tidak enak toh, padahal saya mau datang kuliah”.

Perasaan yang muncul akibat perbedaan budaya ketika pertama kali berada di Yogakarta: -

Terasing

“tapi awal awal mereka ngomong apa saya tidak mengerti, merasa asing juga, waktu semester satu itu..aih”

-

Cemas

“ada takut juga, takutnya mereka tidak mau terima saya”

-

Tidak nyaman

“saya juga coba belajar bahasa mereka, belajar lebih pelan tapi malah rasanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34

Struktur Umum

Uraian aneh,”

Pengalaman gegar budaya yang di alaminya tersebut membuat dirinya : -

Menarik diri

“biasanya kalau degdegkan itu kelompoknya di acak, pasti dengan orang yang tidak begitu kenal toh, biasa juga bertiga bareng anak timur yang lain.”

-

Kesulitan berkomunikasi

“tapi awal awal mereka ngomong apa saya tidak mengerti, merasa asing juga, waktu semester satu itu..aih”

-

Sering berkumpul kerabat sedaerah.

dengan “Biasanya jadi banyak kumpul nongkrong nongkrong sama abang abang yang sudah lama di jogja”

Pengalaman gegar budaya di awal kuliahnya berdampak pada terhambatnya dalam belajar seperti : “Malas, malas itu yang besar karena ga ngerti”

-

Malas belajar

-

Mengalami kesulitan memahami “Kalo belajar, awal awal masuk kuliah pelajaran memang agak sulit. Sulitnya itu dosen ngomongnya halus, pelan, bikin ngantuk hahahaha...jadi ga fokus, “ini dosen ngomong apa...suara pelan betul”

-

Prestasi belajarnya yang tidak “IP saya tidak sampai 3, orang bilang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35

Struktur Umum

Uraian

terlalu baik.

IP bagus IP 3, saya waktu itu dapat 2,68.”

Motivasi untuk berusaha menangani masalah yang timbul karena: -

Motif untuk mendapatkan “Saya ke jogja pengen kuliah macam pendidikan yang lebih baik abang abang, katanya di jogja bagus, banyak mahasiswa juga. Di NTT pendidikannya memang masi kurang”

-

Dukungan dari kerabat

“Kalo sekarang, abang abang itu sudah omong jangan sampai seperti mereka 8 tahun di jogja belum lulus, ada yang sudah ganti kampus lagi.”

Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gegar budaya dengan: -

Memahami gunakan

bahasa

-

Berusaha berinteraksi orang baru

yang

di “tapi sekarang sudah mendingan saya sudah mengerti mereka ngomong apa dan lagi sudah banyak yang pakai bahasa indonesia.”

dengan “kalo kerja kelompok sudah tidak ada masalah, pandai pandai bergaul aja toh sama mereka.”

Hasil usahanya mengatasi gegar budaya yaitu : -

Dapat beradaptasi

“Kalo komunikasi sudah tidak masalah sudah lewat 6 bulan saya berteman dengan mereka juga sudah ngerti mereka omong apa, paling paling cuma beberapa kata yang susah bahasa indonesianya mereka pakai bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36

Struktur Umum

Uraian jawa”

-

Merasa berbeda

diterima

dan

tidak “sebenernya mereka mau nerima baik, lama kelamaan mereka dan saya sudah terbiasa, jadi perbedaan itu rasanya sudah tidak ada lagi”

Dampak usaha mengatasi gegar budaya terhadap kesulitan belajar yang dihadapi: -

Tidak merasa kesulitan dalam “kalo kerja kelompok sudah tidak ada lingkungan belajar. masalah, pandai pandai bergaul aja toh sama mereka.”

Usaha memperbaiki prestasi dengan cara: -

Membatasi pergaulan

“bergaul tetep bergaul tapi jangan sampai lama kuliah...hahaha. “

-

Mencari refrensi tambahan

“Biasanya nanti saya cari cari di internet, kalau kalau enggak ngerti apa itu dosen omong.”

Usaha memperbaiki prestasi tersebut menimbulkan perasaan: -

Merasa memiliki prestasi yang “mungkin semester ini sudah lebih lebih baik bagus, lebih bagus soalnya uda enggak kesulitan lagi kayak dulu yang masi adaptasi toh”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37

b. Struktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Terhadap Pengalaman Belajar Informan 1. Pandangan informan terhadap budaya asal dan daerah barunya meliputi cara berkomunikasi, di mana daerah asal yang lebih keras dan tegas, sementara daerah baru lebih halus, pelan dan sopan. Memiliki bentuk fisik dan bahasa yang khas. Informan juga memiliki pandangan tentang hidup di Jawa lebih mudah dan lengkap. Informan mendapatkan perlakuan diskriminatif yang di sebabkan prasangka yang telah terbentuk dari daerahnya. Hal tersebut membuat informan merasa kecewa. Perbedaan budaya antara daerah asal dan daerah barunya, menimbulkan perasaan terasing, cemas, dan tidak nyaman di awal kedatanganya sehingga lebih memilih untuk menarik diri dan hanya bergabung dengan teman teman sedaerahnya. Informan mengalamai kesulitan dalam berkomunikasi saat awal kedatangannya. Pengalaman ini berdampak pada prestasi informan yang kurang baik di semester awal kuliah. Informan mengalami kesulitan memahami pelajaran dan merasa malas untuk belajar. Informan termotivasi untuk berusaha menghadapi masalahnya karena ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan ia mendapatkan dukungan dari kerabatnya. Informan

berusaha

mengatasi

masalahnya

dengan

berusaha

berinteraksi dengan orang baru dan berusaha memahami bahasa sehingga, mulai dapat beradaptasi, merasa diterima dan merasa tidak berbeda. Dampak usaha mengatasi gegar budaya terhadap pengalaman belajar, adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38

informan merasa tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Informan berusaha memperbaiki prestasinya dengan mencari refrensi tambahan dan membatasi pergaulannya. Informan merasa memiliki prestasi yang lebih baik di semester ini.

2.

Informan 2

a.

Profil Informan kedua pada penelitian ini adalah NN. NN adalah seorang

wanita berusia 19 tahun yang berasal dari Luwuk, provinsi Sulawesi Tengah. NN merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. NN memiliki kulit berwarna coklat dan berbadan gemuk dengan tinggi 160 cm dan memiliki berat badan 50 kg. NN terlihat memiliki tubuh yang sehat dan pribadi yang ramah. NN tinggal di daerah yang cukup jauh dari kota. Daerah tinggal NN memerupakan daerah bukit dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani. Orang tua NN merupakan seorang petani di daerahnya. Dalam kesehariannya NN sering membantu Ibunya dalam berkebun maupun saat musim panen tiba. NN terbiasa berbicara dengan nada tinggi dan keras. Saat ini NN merupakan mahasiswi semester dua jurusan kebidanan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. NN lulus SMA pada tahun 2014 dan segera menempuh pendidikan yang di minatinya di Yogyakarta. Saat wawancara di lakukan informan nampak sedikit tegang saat pertama kali akan melakukan rapport. Informan dapat menjawab

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39

pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan intervewer saat intervew dilakukan dengan baik. Informan juga terdengar masih kental dengan intonasi yang menjadi ciri khas daerahnya.

Tabel 3 Stuktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Pada Pengalaman Belajar Informan 2 Struktur Umum

Uraian

Pandangan terhadap budaya asal dan budaya Jawa meliputi : Perbedaan cara berkomunikasi: -

Daerah asal lebih keras

“Uhhh....pastinya adalah mas,banyak betul leh. Kalau di sana tuh ya, apa lagi kalau di rumah tuh, mama tuh ya manggil kita ee..so biasa teriak-teriak, nyuruh tuh ya misalanya kayak gini, “Jolo dulu apinya itu, apa mo mati itu. Kalau mati nanti ndak ada yang mo bisa di makan!” Itu ya mas, dari depan rumah bisa kedengaran kalau mama so teriak-teriak gitu.”

-

Bernada tinggi

“Padahal mama biasa aja, ndak marah, memang nadanya ja yang keras dan tinggi. Orang-orang di sana juga kebanyakan kayak gitu”

-

Mengungkapkan perasaannya

“Di tempatku ya mas, kalau ndak suka ya bilang ndak suka, ya walau ujungujungnya kayak gitu mas. Kalau dilihat kayak orang yang lagi ngototngototan gitu, tar ujung-ujungnya ribut dech. Tapi ndak selalu berujung dengan ribut juga”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40

Struktur Umum

Uraian

-

Daerah Jawa lebih halus

“orang-orangnya katanya ramahramah, halus, santun gitu, ngomongnya pelan-pelan”

-

Pelan

“orang-orangnya katanya ramahramah, halus, santun gitu, ngomongnya pelan-pelan”

-

Memendam perasaan

“Trus di Jawa tuh ya, kalau ndak suka orang ndak berani bilang langsung, malah di pendem di belakang.Ujungujungnya gosip Kita ndak suka.”

Perasaan yang muncul terkait perbedaan budaya di Yogyakarta : -

Tidak nyaman

“Trus di Jawa tuh ya, kalau ndak suka orang ndak berani bilang langsung, malah di pendem di belakang.Ujungujungnya gosip Kita ndak suka.”

-

Sulit

“Sulit tuh karena banyak bedanya dari segi budaya dan kebiasaan-kebiasaan orang Jawa.”

-

Merasa kesepian

“tapi lama-lama susah komunikasi, susah cari teman karena bahasanya beda, jadi kesepian karena tidak ada teman, kangen rumah.”

-

Rindu kampung halaman

“tapi lama-lama susah komunikasi, susah cari teman karena bahasanya beda, jadi kesepian karena tidak ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41

Struktur Umum

Uraian teman, kangen rumah.”

Pengalaman gegar budaya yang dialaminya tersebut membuatnya : -

Kesulitan berkomunikasi

“Nah tuh ya mas, pas ke Jawa, parah pokoknya. Kitakan so biasa toh bicaranya besar-besar, eh dikira marah mas. Padahal tuh biasa aja agak susah toh”

-

Kesulitan memahami pelajaran

“Sempet bulan bulan pertama masuk memang roming, apa lagi sama istilah istilah jawa yg di pake kuliah mas.”

-

Sering berkumpul dengan kerabat “Nah awalnya nyari teman yang sama sedaerah daerah asal,”

-

Harus beradaptasi

“Kalau budaya itu menghambat karena kita sadar bahwa tiap tempat itu punya budayanya masing-masing dan mereka akan mempertahankan budayanya itu, nah siapa kita sebagai pendatang tiba-tiba minta mereka merubah budayanya untuk ikut kayak budayaku, ya gak mungkinlah. Jadi kita yang harus ngikut.”

Motivasi untuk berusaha menangani masalah yang timbul karena: -

Keinginan merasa aman

“Jadi supaya kita bisa tetap hidup aman sejahtera di Jawa makanya belajar budaya disini,”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42

Struktur Umum

Uraian

Keinginan untuk tetap merasa aman membuatnya berusaha untuk mengatasi gegar budaya dengan cara: -

Beradaptasi

“Ya, memang gimana ya, kita mau ndak mau harus adaptasi, ngikut aja mas”

-

Mengubah cara berbicara

“Kalau kita bicaranya kayak di Luwuk padahal sekarang tinggal di Jawa, matilah. Ndak punya teman nanti terus ngerasa sendiri”

-

Berinteraksi dengan orang baru

“Tapi ketika kita so bisa membaur dengan anak-anak Jawa, cara bertemannya enak apa lagi dekat dengan yang asli Jawa jadi bisa sering main ke rumahnya mas. Enak rasanya punya keluarga di Jawa. Kayak di sayang gitu. “

-

Memahami bahasa

“Sering-sering aja deket deket dengan teman yang lancar bahasa jawanya, nanya-nanya itu artinya apa kalau gak tahu artinya apa.”

Hasil usaha mengatasi gegar budaya yaitu: -

Memiliki banyak teman

“Berhubung selama ini kita apa namanya agak mudah begitu buat adaptasinya. Kita punya sodara banyak jadinya, hahahaha”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43

Struktur Umum

Uraian

-

Merasa memiliki keluarga baru

“Kalau bisa adaptasi kan enak. Bisa punya banyak teman, kalau diperkuliahan ngerasa ada yang susah banyak teman yang bisa bantu, trus rasanya punya keluarga di Jawa.”

-

Tidak merasa sendiri

Kita bisa makan gratis mas, ahahahahha.... anak kost banget ya. Yang paling penting tuh yang awalnya ngerasa sendiri jadi gak rasa sendiri lagi kalau dah bisa adaptasi.

Usaha untuk memperbaiki belajar dengan cara: -

prestasi

Mencari refrensi tambahan

“Ooh..kalo dulu pas roming di kelas aku langsung cari di buku mas.”

Dampak usaha mengatasi gegar budaya terhadap kesulitan belajar yang dihadapi: -

Tidak merasa kesulitan dalam lingkungan belajar

“Bisa bahasa Jawa dan paham maksudnya pa juga enak, soalnya kadang dosen di kelas pakek bahasa Jawa kalau ngerti dosennya bilang apa kan jadi ndak roming di dalam kelas.”

-

Memiliki prestasi yang baik

“Syukurnya nilai kuliah tetap bagus. Kan tetap bisa belajar. Ip kemaren 3,3. Toh teman-temannya banyak dari sabang sampai merauke kumpul di Jawa”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44

b.

Struktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Terhadap Pengalaman Belajar Informan 2. Informan memandang budaya asal dan budaya barunya memiliki

perbedaan. Perbedaan tersebut meliputi cara berkomunikasi yang lebih keras, bernada tinggi, terbiasa mengungkapkan perasaannya serta memiliki suasana lebih hijau. Informan memandang budaya barunya lebih santun, ramah, namun sering memendam perasaanya. Informan juga memandang bahwa daerah barunya memiliki jumlah penduduk yang lebih padat dan memiliki banyak tempat hiburan. Informan merasa tidak nyaman dan kesulitan di lingkungan baru. Informan juga merasa kesepian sehingga merindukan kampung halaman. Informan harus beradaptasi karena mengalami kesulitan berkomunikasi di awal kedatangannya karena perbedaan budaya tersebut. Informan sering berkumpul dengan kerabat sedaerah. Informan memiliki keinginan untuk merasa aman dan beradaptasi. Informan terdorong untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dengan berusaha mengubah cara berbicara, berinteraksi dengan orang baru dan memahami bahasa daerah barunya. Hasil usaha informan untuk beradaptasi menyebabkan dirinya merasa memiliki banyak teman, memiliki keluarga baru, tidak merasa sendiri, tidak merasa kesulitan dalam lingkungan belajarnya dan memiliki prestasi yang baik. Informan mengatasi kesulitan belajarnya dengan cara mencari referensi tambahan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45

3.

Informan 3

a.

Profil Informan ketiga pada penelitian ini adalah RL. RL merupakan laki

laki berusia 20 tahun. Informan berasal dari Painapang Nusa Tenggara Timur. Informan memiliki tubuh cukup tinggi dengan berat badan ideal. Informan memiliki kulit berwarna sawo matang dengan rambut keriting dan memiliki wajah khas timur. Informan memiliki keyakinan Khatolik.RL merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. RL memiliki cita-cita untuk menjadi seorang guru di daerah asalnya. Di daerah asalnya RL terbiasa berbicara keras dan berintonasi tinggi. Saat pertama kali datang di Yogyakarta, RL memiliki saudara yang sudah menetap di Yogyakarta. Saat ini RL sedang menempuh pendidikan matematika di salah satu Perguruan tinggi Swasta di Yogyakarta angkatan 2013. Saat intervew dilakukan, RL terlihat santai dalam merespon pertanyaan-pertanyaan intervewer. RL merupakan pribadi yang sangat ramah dan mudah bercanda.

Tabel 4 Stuktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Pada Pengalaman Belajar Informan 3 Struktur Umum

Uraian

Pandangan terhadap budaya asal dan budaya Jawa meliputi : -

Daerah asal berbicara lebih keras

“Bedanya, kalau di sana bicaranya keras-keras, sering ada acara-acara adat gitu, kalau putar musik tuh sukanya keras-keras,”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46

Struktur Umum

Uraian

-

Memiliki rasa persaudaraan yang “kalau sudah berteman dianggap jadi kuat saudara, jadi kalau teman punya masalah langsung dibantu, semuanya datang berkumpul, di bela matimatian”

-

Daerah baru lebih halus

“Kalo orang orangnya emang keliatan halus, kayak mereka omong di jaga.”

-

Pelan

“Yang saya tahu budaya jawa itu lebih halus, pelan mas.”

-

Memiliki rasa makan yang lebih manis

“Pertama kali kuliah di Jawa, yang saya tidak suka makanannya. Saya tidak suka yang manis-manis. Paling suka makan pedas banyak rempah, di tempat saya begitu. “

Perbedaan Geografis -

Jawa lebih padat penduduk

“Trus di Jawa ini banyak orang, mereka punya rumah dekat dekat. Kalo kami disana antar rumah jauh. Jadi kalo manggil tidak perlu teriak, lebih rame.”

Perbedaan budaya yang di alami saat awal di Jawa tersebut menimbulkan perasaan: -

Cemas

“kalo waktu awal awal mungkin mereka kaget dengan suara kita kalo ngomong sesama orang timur itu keras. Jadi takut takut keceplosan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47

Struktur Umum

Uraian juga.“

-

Tidak dipahami

“Saya padahal rasanya bicaranya sudah pelan-pelan dan kayak biasanya. Kok malah ga ngerti gitu”

-

Marah

“Ya jadinya kadang malah marah.”

-

Bingung

“Bayangin aja kalau baru sampai Jawa langsung dihajar pakek bahasa Jawa. Bingung, mau jawab apa coba, halus, hampir gak dengar bilang apa, dan memang saya tidak paham mereka bicara apa”

-

Bosan

“Paling yang sulit dosennya pas mengajar, itu dosennya ngomongnya pelan, apalagi kalo dapet dosen yang tua, rasanya ngantuk, bosen.”

Pengalaman gegar budaya yang di alaminya tersebut membuat dirinya : “Kalo susah paling susah omong aja, terutama sama orang tua toh kadang kadang diajak ngobrol saya tidak begitu mengerti.”

-

Kesulitan berkomunikasi

-

Membatasi pergaulan penduduk daerah baru

-

Lebih sering berkumpul dengan “Tapi kan saya lebih sering ngabung rekan sedaerah dengan kelompok yang dari daerah

dengan “Saya mau belajar membaur sedikit. Kalau di kost kan ada yang orang jawa juga, bicara secukupnya saja.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48

Struktur Umum

Uraian yang sama itu, jadi jarang pergi-pergi dengan mereka.”

Dampak gegar budaya pengalaman belajar : -

terhadap

Kesulitan memahami pelajaran

“hambatan kalo belajar ya itu tadi, dosen omong nya pelan tidak begitu kedengeran hehehe apalagi kalo belajar hitungan berat, terus dosennya omongnya pelan susah sekali nangkepnya.”

Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gegar budaya dengan: yang “Usaha yang sudah dilakukan belajar tahu budayanya seperti apa, sejauh ini saya hanya tahu artinya bahasa jawa kalau dengar mereka bicara walau sedikit belum bisa bilangnya”

-

Memahami digunakan

-

Mendapat dukungan kerabat

Memiliki banyak membuatnya:

bahasa

kerabat

“Kalau bahasa, dibilang susah ya susah di bilang tidak juga tidak. Karena awalnya datang ke Jawa saya punya saudara yang sudah tinggal di Jawa, jadi aman. Mau apa apa tanya apa bisa di bantu”

daerah

-

Merasa senang

“Di kelompok itu ada makrabnya juga, jadi senang. Walau ada di Jawa tapi rasanya tetap ada tempat asal. Kan orang-orangnya yang ada di kelompok itu sama.”

-

Tidak merasa sendiri

“Kegiatan biasa aja kan masih ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49

Struktur Umum

Uraian teman-teman dari daerah asal yang diajak berteman. Kan di sini juga banyak jadi tidak sendiri”

-

Merasa di daerah asal

“Di kelompok itu ada makrabnya juga, jadi senang. Walau ada di Jawa tapi rasanya tetap ada tempat asal. Kan orang-orangnya yang ada di kelompok itu sama.”

Usaha untuk mengatasi masalah pengalaman belajar dengan cara: -

Berdiskusi mengenai pelajaran

“paling caranya ajak diskusi temantanya tanya caranya rumusnya. Soalnya kalo cuma ngandalin didepan yg dosen ajar, ga akan masuk ke kepala”

Hasil usaha mengatasi masalah dalam belajarnya yaitu: -

Memiliki prestasi yang baik

“Nilai nilai saya tidak begitu bagus tapi tidak jelek juga. Semester satu saya dapat IP 2,9. Semester dua naik sedikit jadi 3,1 hahaha”

b. Struktur Umum Pengalaman Gegar Budaya dan Dampak Terhadap Pengalaman Belajar Informan 3. Informan memandang budaya asal dan budaya barunya berbeda. Perbedaan budaya tersebut seperti budaya yang lebih halus, pelan, memiliki rasa makanan yang lebih manis dan lebih padat penduduk. Informan terbiasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50

dengan cara berbicara yang lebih keras dan menganggap daerah asalnya lebih memiliki rasa persaudaraan yang kuat. Perbedaan budaya tersebut membuat informan merasa cemas, tidak dipahami bingung, bosan dan marah. Informan menjadi kesulitan dalam berkomunikasi, lebih sering berkumpul dengan rekan sedaerah dan membatasi pergaulan dengan penduduk daerah baru.

Informan juga

mengalami kesulitan dalam memalami pelajaranya. Informan berusaha mengatasi permasalahan yang di hadapi dengan cara memahami bahasa yang digunakan dan mendapatkan dukungan kerabat selama tinggal di daerah baru. Informan memiliki banyak kerabat sehingga tidak merasa sendiri, senang dan merasa seperti di daerah asalnya. Informan mengatasi masalah pengalaman belajarnya dengan cara berdiskusi, sehingga memiliki prestasi yang tergolong baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51

Tabel 5. Struktur Umum Gegar Budaya dan Dampak Pada Pengalaman Belajar Informan 1,2,3

Struktur Umum

Uraian Informan 1

1. Pandangan terhadap budaya asal dan budaya Jawa - Daerah asal “nak macam kita lebih tegas, keras lebih keras kayak orang marah marah”

-

Memiliki rasa persaudaraan yang kuat

Informan 2

Informan 3

“Uhhh....pastinya adalah mas,banyak betul leh. Kalau di sana tuh ya, apa lagi kalau di rumah tuh, mama tuh ya manggil kita ee..so biasa teriak-teriak, nyuruh tuh ya misalanya kayak gini, “Jolo dulu apinya itu, apa mo mati itu. Kalau mati nanti ndak ada yang mo bisa di makan!” Itu ya mas, dari depan rumah bisa kedengaran kalau mama so teriak-teriak gitu.”

“Bedanya, kalau di sana bicaranya keras-keras, sering ada acara-acara adat gitu, kalau putar musik tuh sukanya keraskeras,”

“kalau sudah berteman dianggap jadi saudara, jadi kalau teman punya masalah langsung dibantu, semuanya datang berkumpul, di bela matimatian”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52

“saya di kampung terbiasa kalo guru ngajar suaranya keras, jelas tegas dari ujung ke ujung bisa dengar hahaha”

-

Bernada tinggi

-

Intonasi bahasa khas

dan “apa lagi kalo kita yang uda ngomong keras

-

Bentuk yang khas

fisik “Macam

-

Mengungkapka n perasaannya

“Padahal mama biasa aja, ndak marah, memang nadanya ja yang keras dan tinggi. Orang-orang di sana juga kebanyakan kayak gitu”

begitu aeeh..orang pasti sudah tau hahaha...biarpun ada memang beberapa orang NTT lebih putih dan mereka punya rambut lebih lurus dari pada orang jawa, tidak keliatan orang timur toh tapi, pas ngomong hahaha baru ketauhan mereka ini ni pasti logat logat orang timur.” saya rambut keriting, kulit lebih hitam ada berewoknya pasti lah orang ngerti “oh..inini pasti orang timur ni”

“Di tempatku ya mas, kalau ndak suka ya bilang ndak suka, ya walau ujung-ujungnya kayak gitu mas. Kalau dilihat kayak orang yang lagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53

ngotot-ngototan gitu, tar ujungujungnya ribut dech. Tapi ndak selalu berujung dengan ribut juga”

-

“Kalo Daerah Jawa “Yang saya tau “orang-orangnya mereka orang jogja katanya ramahorangnya lebih halus

orang emang halus halus, beda ramah, halus, santun keliatan halus, sama kita kalo gitu, ngomongnya kayak mereka ngomong aja pelan-pelan” omong di jaga.” mereka lebih halus”

-

Pelan dan Sopan “Kalo bahasa, itu “orang-orangnya

-

Memendam perasaan

-

Memiliki rasa makan yang lebih manis

“Yang saya tahu tadi... jawa lebih katanya ramah- budaya jawa itu pelan, sopan ramah, halus, santun lebih halus, pelan bengitu” gitu, ngomongnya mas.” pelan-pelan”

“Trus di Jawa tuh ya, kalau ndak suka orang ndak berani bilang langsung, malah di pendem di belakang.Ujungujungnya gosip Kita ndak suka.”

“Pertama kali kuliah di Jawa, yang saya tidak suka makanannya. Saya tidak suka yang manismanis. Paling suka makan pedas banyak rempah, di tempat saya begitu. “

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54

Perbedaan geografis: “Di jogja hidup juga lebih enak, murah apa apa ada dan dekat kalau disana jauh.”

-

Daerah Jawa di anggap memiliki kehidupan yang lebih mudah dan lengkap

-

Memiliki banyak tempat hiburan

“Pertamanya senang bisa kuliah di Jogja, kota besar ada Mall, banyak orang di mana-mana,”

-

Jawa lebih padat penduduk

“Kalau di Jawa pas bagian kota, isinya bangunan semuanya sich, macet pula”

-

Daerah lebih hijau

“Yang kita tahu ee mas di Jawa katanya dingin, tapi ndak juga ternyata. Sama aja. Masih lebih enak di Luwuk, banyak pohonpohon, masih hijaulah”

asal

2. Adanya prasangka terkait daerah asalnya membuatnya mengalami: “Bedanya itu kita - Diskriminasi kalau mau cari kos kosan agak sulit begitu tau kita

“Trus di Jawa ini banyak orang, mereka punya rumah dekat dekat. Kalo kami disana antar rumah jauh. Jadi kalo manggil tidak perlu teriak, lebih rame.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55

orang timur langsung “maaf kita tidak menerima orang timur” kalau mau cari kosan daerah babarsari atau janti susah sekali jadi saya cari di daerah yang memang agak jauh.”

-

Merasa kecewa

“Rasanya memang tidak enak toh, padahal saya mau datang kuliah”.

3. Perbedaan budaya yang di alami saat awal di Jawa tersebut menimbulkan perasaan: “tapi - Terasing

awal awal mereka ngomong apa saya tidak mengerti, merasa asing juga, waktu semester satu itu..aih”

-

Cemas

“ada takut juga, takutnya mereka tidak mau terima saya”

“kalo waktu awal awal mungkin mereka kaget dengan suara kita kalo ngomong sesama orang timur itu keras. Jadi takut takut keceplosan juga. “

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56

“Saya padahal rasanya bicaranya sudah pelan-pelan dan kayak biasanya. Kok malah ga ngerti gitu”

-

Tidak dipahami

-

Tidak nyaman

-

Sulit

“Sulit tuh karena banyak bedanya dari segi budaya dan kebiasaan-kebiasaan orang Jawa.”

-

Kesepian

“tapi lama-lama susah komunikasi, susah cari teman karena bahasanya beda, jadi kesepian karena tidak ada teman, kangen rumah.”

-

Rindu kampung halaman

“tapi lama-lama susah komunikasi, susah cari teman karena bahasanya beda, jadi kesepian karena tidak ada teman, kangen rumah.”

“saya juga coba belajar bahasa mereka, belajar lebih pelan tapi malah rasanya aneh,”

“Trus di Jawa tuh ya, kalau ndak suka orang ndak berani bilang langsung, malah di pendem di belakang.Ujungujungnya gosip Kita ndak suka.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57

-

Marah

“Ya kadang marah.”

-

Bingung

“Bayangin aja kalau baru sampai Jawa langsung dihajar pakek bahasa Jawa. Bingung, mau jawab apa coba, halus, hampir gak dengar bilang apa, dan memang saya tidak paham mereka bicara apa”

-

Bosan

“Paling yang sulit dosennya pas mengajar, itu dosennya ngomongnya pelan, apalagi kalo dapet dosen yang tua, rasanya ngantuk, bosen.”

4. Pengalaman gegar budaya yang dialaminya tersebut membuat dirinya : “biasanya - Menarik diri

kalau degdegkan itu kelompoknya di acak, pasti dengan orang yang tidak begitu kenal toh, biasa juga bertiga bareng anak timur yang lain.”

jadinya malah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58

-

Sering berkumpul dengan kerabat sedaerah.

“Biasanya jadi “Nah awalnya nyari banyak kumpul teman yang sama nongkrong daerah asal,” nongkrong sama abang abang yang sudah lama di jogja”

“Tapi kan saya lebih sering ngabung dengan kelompok yang dari daerah yang sama itu, jadi jarang pergipergi dengan mereka.”

-

Kesulitan berkomunikasi

“tapi awal awal mereka ngomong apa saya tidak mengerti, merasa asing juga, waktu semester satu itu..aih”

“Kalo susah paling susah omong aja, terutama sama orang tua toh kadang kadang diajak ngobrol saya tidak begitu mengerti.”

-

Membatasi pergaulan dengan penduduk daerah baru

-

Harus beradaptasi

“Nah tuh ya mas, pas ke Jawa, parah pokoknya. Kitakan so biasa toh bicaranya besarbesar, eh dikira marah mas. Padahal tuh biasa aja agak susah toh”

“Saya mau belajar membaur sedikit. Kalau di kost kan ada yang orang jawa juga, bicara secukupnya saja.”

“Kalau budaya itu menghambat karena kita sadar bahwa tiap tempat itu punya budayanya masing-masing dan mereka akan mempertahankan budayanya itu, nah siapa kita sebagai pendatang tiba-tiba minta mereka merubah budayanya untuk ikut kayak budayaku, ya gak mungkinlah. Jadi kita yang harus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59

ngikut.”

5. Pengalaman gegar budaya di awal kuliahnya berdampak pada hambatan dalam belajar seperti : “Malas, malas itu - Malas belajar yang besar karena ga ngerti”

“Kalo belajar, awal awal masuk kuliah memang agak sulit. Sulitnya itu dosen ngomongnya halus, pelan, bikin ngantuk hahahaha...jadi ga fokus, “ini dosen ngomong apa...suara pelan betul”

-

Mengalami kesulitan memahami pelajaran

-

Prestasi tidak “IP saya sampai 3, terlalu baik

6. Motivasi untuk berusaha menangani masalah yang timbul karena: - Motif untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik

tidak orang bilang IP bagus IP 3, saya waktu itu dapat 2,68.”

“Saya ke jogja pengen kuliah macam abang abang, katanya di jogja bagus, banyak mahasiswa juga. Di NTT

“Sempet bulan bulan pertama masuk memang roming, apa lagi sama istilah istilah jawa yg di pake kuliah mas.”

“hambatan kalo belajar ya itu tadi, dosen omong nya pelan tidak begitu kedengeran hehehe apalagi kalo belajar hitungan berat, terus dosennya omongnya pelan susah sekali nangkepnya.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60

pendidikannya memang masi kurang”

-

Dukungan kerabat

-

Keinginan merasa aman

“Kalo sekarang, abang abang itu sudah omong jangan sampai seperti mereka 8 tahun di jogja belum lulus, ada yang sudah ganti kampus lagi.”

“Jadi supaya kita bisa tetap hidup aman sejahtera di Jawa makanya belajar budaya disini,”

7. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gegar budaya dengan: “tapi - Memahami bahasa yang sudah saya digunakan

sekarang mendingan sudah mengerti mereka ngomong apa dan lagi sudah banyak yang pakai bahasa indonesia.”

-

Mendapat dukungan kerabat

“Sering-sering aja deket deket dengan teman yang lancar bahasa jawanya, nanya-nanya itu artinya apa kalau gak tahu artinya apa.”

“Usaha yang sudah dilakukan belajar tahu budayanya seperti apa, sejauh ini saya hanya tahu artinya bahasa jawa kalau dengar mereka bicara walau sedikit belum bisa bilangnya”

“Kalau bahasa, dibilang susah ya susah di bilang tidak juga tidak. Karena awalnya datang ke Jawa saya punya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61

saudara yang sudah tinggal di Jawa, jadi aman. Mau apa apa tanya apa bisa di bantu”

“kalo kerja kelompok sudah tidak ada masalah, pandai pandai bergaul aja toh sama mereka.”

“Tapi ketika kita so bisa membaur dengan anak-anak Jawa, cara bertemannya enak apa lagi dekat dengan yang asli Jawa jadi bisa sering main ke rumahnya mas. Enak rasanya punya keluarga di Jawa. Kayak di sayang gitu. “

-

Berusaha berinteraksi dengan orang baru

-

Beradaptasi

“Ya, memang gimana ya, kita mau ndak mau harus adaptasi, ngikut aja mas”

-

Mengubah cara berbicara

“Kalau kita bicaranya kayak di Luwuk padahal sekarang tinggal di Jawa, matilah. Ndak punya teman nanti terus ngerasa sendiri”

8. Hasil usahanya mengatasi gegar budaya yaitu : “Kalo komunikasi - Dapat sudah tidak beradaptasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62

masalah sudah lewat 6 bulan saya berteman dengan mereka juga sudah ngerti mereka omong apa, paling paling cuma beberapa kata yang susah bahasa indonesianya mereka pakai bahasa jawa”

-

“sebenernya Merasa diterima dan mereka mau nerima baik, lama tidak berbeda

kelamaan mereka dan saya sudah terbiasa, jadi perbedaan itu rasanya sudah tidak ada lagi”

-

Memiliki banyak teman

“Berhubung selama ini kita apa namanya agak mudah begitu buat adaptasinya. Kita punya sodara banyak jadinya, hahahaha”

-

Merasa memiliki keluarga baru

“Kalau bisa adaptasi kan enak. Bisa punya banyak teman, kalau diperkuliahan ngerasa ada yang susah banyak teman yang bisa bantu, trus rasanya punya keluarga di Jawa.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63

-

Tidak merasa sendiri

9. Memiliki banyak kerabat daerah membuatnya: - Merasa senang

Kita bisa makan gratis mas, ahahahahha.... anak kost banget ya. Yang paling penting tuh yang awalnya ngerasa sendiri jadi gak rasa sendiri lagi kalau dah bisa adaptasi.

“Di kelompok itu ada makrabnya juga, jadi senang. Walau ada di Jawa tapi rasanya tetap ada tempat asal. Kan orang-orangnya yang ada di kelompok itu sama.”

-

Tidak merasa sendiri

“Kegiatan biasa aja kan masih ada teman-teman dari daerah asal yang diajak berteman. Kan di sini juga banyak jadi tidak sendiri”

-

Merasa di daerah asal

“Di kelompok itu ada makrabnya juga, jadi senang. Walau ada di Jawa tapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64

rasanya tetap ada tempat asal. Kan orang-orangnya yang ada di kelompok itu sama.”

10. Dampak usaha mengatasi gegar budaya terhadap kesulitan belajar yang dihadapi: - Tidak merasa kesulitan dalam lingkungan belajar

-

“kalo kerja kelompok sudah tidak ada masalah, pandai pandai bergaul aja toh sama mereka.”

“Bisa bahasa Jawa dan paham maksudnya pa juga enak, soalnya kadang dosen di kelas pakek bahasa Jawa kalau ngerti dosennya bilang apa kan jadi ndak roming di dalam kelas.”

“Syukurnya nilai kuliah tetap bagus. Kan tetap bisa belajar. IP kemaren 3,3. Toh temantemannya banyak dari sabang sampai merauke kumpul di Jawa”

Memiliki prestasi yang baik

11. Usaha memperbaiki prestasi dengan cara: “bergaul tetep - Membatasi bergaul tapi jangan pergaulan sampai lama kuliah...hahaha. “

“Nilai nilai saya tidak begitu bagus tapi tidak jelek juga. Semester satu saya dapat IP 2,9. Semester dua naik sedikit jadi 3,1 hahaha”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65

-

-

Mencari refrensi tambahan

“Biasanya nanti saya cari cari di internet, kalau kalau enggak ngerti apa itu dosen omong.”

roming di kelas aku langsung cari di buku mas.”

“paling caranya ajak diskusi teman-tanya tanya caranya rumusnya. Soalnya kalo cuma ngandalin didepan yg dosen ajar, ga akan masuk ke kepala”

Berdiskusi pelajaran

12. Usaha memperbaiki prestasi tersebut menimbulkan perasaan: - Merasa memiliki prestasi yang lebih baik

“Ooh..kalo dulu pas

“mungkin semester ini sudah lebih bagus, lebih bagus soalnya uda enggak kesulitan lagi kayak dulu yang masi adaptasi toh”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66

4.

Struktur Gegar Budaya dan Dampak Pada Pengalaman Belajar Informan 1,2,3. Dari Hasil yang telah dipaparkan peneliti menemukan kondisi

umum dan dua tipe struktur dasar. Tipe pertama peneliti menggabungkan struktur informan pertama dan kedua. Hal ini dilakukan karena pengalaman yang dimiliki memiliki kesamaan. Secara umum, pandangan terhadap perbedaan budaya asal dan budaya Jawa adalah budaya asal dipandang lebih keras dan bernada tinggi dari pada budaya Jawa yang dianggap lebih halus, pelan dan sopan. Perbedaan budaya tersebut menmbuat perasaan tidak nyaman sehingga sering berkumpul dengan kerabat sedaerah. Perbedaan budaya tersebut juga membuat kesulitan dalam berkomunikasi di awal kedatangan. Pengalaman gegar budaya yang dialami di awal kuliah berdampak pada pengalaman belajar seperti mengalami kesulitan dalam belajar. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gegar budaya adalah dengan memahami bahasa yang digunakan, sehingga tidak merasa kesulitan dalam lingkungan belajar. Tipe pertama, pengalaman gegar budaya di awal kedatangannya mendorong untuk berinteraksi dengan rekan sedaerah, mengalami kesulitan berkomunikasi dan kesulitan memahami pelajaran. Pada tipe pertama memiliki motivasi untuk berusaha mengatasi masalah yang timbul karena perbedaan budaya tersebut baik karena keinginan untuk tetap merasa aman dan keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. tipe pertama juga berusaha untuk berinteraksi dengan orang baru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67

sehingga tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Tipe pertama juga berusaha mengatasi kesulitan memahami pelajaran dengan mencari referensi tambahan. Pada tipe kedua, gegar budaya yang dialaminya menimbulkan perasaan cemas, bingung, bosan, tidak dipahami dan marah, sehingga sering berkumpul dengan rekan sedaerah. Tipe kedua juga mengalami kesulitan berkomunikasi. Tipe kedua berusaha mengatasi gegar budaya dengan berusaha memahami bahasa yang digunakan. Tipe kedua juga mendapat dukungan kerabat sedaerah sehingga merasa senang, tidak sendiri dan merasa seperti di daerah asal. Tipe kedua mengatasi kesulitan belajar yang dialami dengan berdiskusi. Pada tipe kedua,

membatasi

pergaulannya dengan penduduk baru dan lebih berinteraksi dengan penduduk daerah asal.

C.

Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa secara umum budaya tempat berasal informan lebih keras dan bernada tinggi, dari pada budaya Jawa yang dianggap lebih halus, pelan dan sopan. Perbedaan budaya tersebut membuat perasaan tidak nyaman, kesulitan berkomunikasi sehingga sering berkumpul dengan kerabat sedaerah. Hal ini sesuai dengan Yulia (2012) menyatakan bahwa mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Yogyakarta mengalami kesulitan terkait pemahaman bahasa Jawa pada tahun pertama kedatangan. Reaksi ketidaknyamanan merupakan reaksi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68

gegar budaya dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan terkait dengan kegagalan penyesuaian diri karena hilangnya isyarat yang familiar dalam lingkungan sehingga mulcul reaksi rindu negara asal atau homesick (Gudykunst dan Kim, 2003; Parillo, 2008; Samovar, Richard, dan Edwin, 2010). Gegar budaya yang dialami berdampak pada pengalaman belajar, dimana secara umum mereka mengalami kesulitan dalam belajar di tahun pertamanya. Pernyataan Witherington dan Bapemsi (dalam Mustaqim, 2004) dalam proses belajar, terdapat kegiatan interaksi dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar, akan tetapi perasaan ketidaknyamanan dan kesulitan dalam berkomunikasi dapat mengganggu proses belajar. Para informan mengalamai kesulitan berkomunikasi dan perasaan tidak nyaman di awal kedatangannya ketika tiba di Yogyakarta. Ketidaknyamanan dan kesulitan berkomunikasi tersebut berdampak pada kesulitan belajar yang dialami para informan di awal tahun pertamanya. Seseorang yang berhasil dalam menyesuaikan diri dari keterkejutan terhadap perbedaan budaya, akan lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan daripada yang tidak berhasil menyesuaikan diri (Adelia & Elian, 2012). Pedersen (1993) menyatakan ketika seseorang berpindah budaya, terjadi proses penyesuaian psikologis yang sangat penting terutama dalam kurun waktu tiga bulan sampai satu tahun pertama. Pada tahap ini, seseorang akan mengalami keterkejutan dengan budayanya, lalu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69

berusaha menyesuaikan diri. Kesejahteraan tercapai, ketika mereka cenderung merasa puas dengan kehidupan di lingkungan barunya, sebaliknya jika kesejahteraan tidak tercapai, mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan menutup diri dari budaya luar (Ward, Bochner, dan Furhanm, 2001). Pengalaman gegar budaya menimbulkan perasaan cemas, bingung, bosan, merasa tidak dipahami dan kemarahan pada lingkungan baru. Dalam penelitian ini ditemukan juga perlakuan diskriminatif yang dialami oleh informan yang semakin membuat ia mengalami perasaan terasing di lingkungan baru. Pada awal kedatanganya di lingkungan baru, pengalaman gegar budaya membuat membuat informan lebih menarik diri dan hanya bergabung dengan teman-teman sedaerahnya. Hal ini senada dengan Samovar, Richard, dan Edwin (2010) yang menyebutkan reaksi gegar budaya, yaitu mengalami disorientasi diri, merasa ditolak, rindu negara asalnya (homesick), rindu pada teman dan keluarganya, merasa kehilangan status dan pengaruh, cemas dan menarik diri. Gegar budaya yang dialami informan berdampak pada kesulitan dalam mengikuti pelajaran sehingga merasa malas untuk belajar. Menurut Munawaroh,

(2009) seseorang

yang

mengalami kesulitan dalam

penyesuaian diri dalam proses pembelajaran di kampus dapat mengganggu keharmonisan seseorang dalam belajar. Witherington dan Bapemsi (dalam Mustaqim, 2004), juga menyebutkan kondisi perasaan yang labil dapat menggangu proses belajar. Menurut Maslow (dalam Feist & Feist, 2008)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70

manusia memiliki berbagai kebutuhan-kebutuhan dan motif yang mendorong seseorang untuk memiliki motivasi dan berperilaku. Pada informan pertama, ia termotivasi untuk berusaha menghadapi masalahnya karena ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan dukungan dari kerabatnya. Informan berusaha mengatasi masalahnya dengan berusaha berinteraksi dengan orang baru dan berusaha memahami bahasa sehingga, mulai dapat beradaptasi, merasa diterima dan merasa tidak berbeda. Dampak usaha mengatasi gegar budaya terhadap pengalaman belajar, adalah informan merasa tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Informan pertama berusaha memperbaiki prestasinya dengan mencari refrensi tambahan dan membatasi pergaulannya agar tidak mengganggu proses belajarnya. Informan merasa memiliki prestasi yang lebih baik di semester ini. Selain itu, meskipun mengalami berbagai perasaan cemas, khawatir, dan kemarahan, ia memiliki motivasi untuk berusaha mengatasi masalah yang timbul karena perbedaan karakteristik budaya tersebut baik karena keinginan untuk tetap merasa aman di lingkungan baru maupun keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Menurut Maslow (dalam Feist & Feist, 2008) manusia memiliki berbagai kebutuhan-kebutuhan dan motif yang mendorong seseorang untuk memiliki motivasi dan berperilaku. Kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman dan pendidikan lebih baik merupakan motivasi tipe pertama untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71

beradaptasi dengan lingkungannya. Tipe pertama berusaha untuk berinteraksi dengan orang baru, hal ini menunjukkan bahwa pada tipe pertama dapat mencapai kesejahteraan sehingga tidak menutup diri dari budaya luar (Ward, Bochner, dan Furhanm, 2001). Informan berusaha mengatasi kesulitan belajar dengan mencari referensi tambahan untuk mendukung proses belajarnya, sehingga tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Pada informan lainnya, terjadi ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan baik sehingga membatasi pergaulannya dengan penduduk baru dan lebih berinteraksi dengan penduduk daerah asal. Menurut Ward, Bochner, dan Furhanm (2001), jika kesejahteraan tidak tercapai, mereka akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya dan menutup diri dari budaya luar. Informan kedua memiliki keinginan untuk merasa aman dan beradaptasi. Menurut Maslow (dalam Feist & Feist, 2008) kebutuhan individu untuk merasa aman baik aman secara fisik, maupun keinginan untuk aman dari rasa takut dan cemas. Keinginan untuk merasa aman tersebut mendorong informan kedua untuk segera beradaptasi dengan lingkungan baru dengan berusaha mengubah cara berbicara, berinteraksi dengan orang baru dan memahami bahasa daerah barunya. Hal ini senada dengan Bresne (2006) dimana sikap keterbukaan terhadap pengalaman baru dan eksplorasi budaya baru, dapat mempercepat proses adaptasi dan meminimalisir masalah-masalah yang timbul akibat perbedaan budaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72

Hasil usaha informan kedua untuk beradaptasi yaitu: merasa memiliki banyak teman, memiliki keluarga baru, dan tidak merasa sendiri.Menurut Munawaroh, (2009)

seseorang

yang

mengalami kesulitan dalam

penyesuaian diri dalam proses pembelajaran di kampus dapat mengganggu keharmonisan seseorang dalam belajar. Pada informan ketiga, perbedaan budaya tersebut membuat informan merasa cemas, tidak dipahami bingung, bosan dan marah. Informan ketiga menjadi kesulitan dalam berkomunikasi, lebih sering berkumpul dengan rekan sedaerah dan membatasi pergaulan dengan penduduk daerah baru. Informan ketiga juga mengalami kesulitan dalam belajarnya. Informan berusaha mengatasi permasalahan yang di hadapi dengan cara memahami bahasa yang digunakan dan mendapatkan dukungan kerabat selama tinggal di daerah baru. Informan ketiga memiliki banyak kerabat sedaerah sehingga tidak merasa sendiri, merasa senang dan merasa seperti di daerah asalnya. Dukungan sosial yaitu kerabat atau teman yang berasal dari daerah yang sama dapat membantu proses penyesuaian diri di lingkungan yang baru sehingga dapat menimbulkan perasaan senang, tidak terasing dan memberikan rasa atau isyarat familiar yang sama seperti di daerah asal. Menurut Kartono (2009) dukungan sosial yang didapat seseorang dapat membantu proses adaptasi yang dialami individu. Dukungan sosial tersebut berdampak pada berkurangnya rasa ketersendirian, sehingga seseorang merasa tidak sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73

Berdasarkan data penelitian ini, seluruh informan mengalami gegar budaya di awal kedatangan mereka ketika berada di Yogyakarta. Akan tetapi, terdapat perbedaan-perbedaan yang dialami masing-masing informan. Informan pertama dan kedua lebih terbuka yang ditandai dengan adanya interaksi yang baik dengan penduduk asli daerah Yogyakarta. Berbeda dengan informan ketiga yang membatasi interaksinya dengan penduduk asli, atau berinteraksi seperlunya. Pengalaman belajar yang dialami ketiga informan juga berbedabeda akan tetapi, memiliki kesamaan pengalaman di awal kedatangannya pada saat proses belajar. Ketiga informan mengalami kesulitan pemahaman dalam mengikuti pelajaran karena kesulitan dalam adaptasi komunikasi. Baik dari segi bahasa dan intonasi ketika proses belajar sedang berlangsung. Informan pertama mengalami kesulitan pemahaman belajar hingga akhir proses belajar di semester awal. Kesulitan ini menimbulkan perasaan malas belajar, sehingga informan memiliki prestasi yang tidak begitu baik di akhir semester. Informan mendapatkan IP 2,68. Informan pertama memiliki keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik yang mendorong informan untuk mengubah prestasinya. Informan berusaha mencari referensi lain saat kurang memahami pelajaran di dalam kelas. Informan merasa tidak kesulitan dalam belajar karena telah dapat beradaptasi dan mulai memahami komunikasi yang berlangsung ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74

proses belajar. Perubahaan yang dirasakan informan pertama adalah merasa yakin bahwa prestasinya akan lebih baik di semester dua. Informan kedua memiliki pengalaman yang serupa dengan informan pertama. Informan kedua yang seorang wanita memiliki keinginan untuk tetap merasa aman selama proses pendidikannya. Informan kedua lebih mudah beradaptasi sehingga cenderung tidak kesulitan dalam belajar. Hal ini terlihat dari usahanya yang berusaha bergabung dengan rekan-rekan daerah asal untuk dapat mengerti bahasa sehari-hari yang digunakan. Informan kedua bahkan merasa telah memiliki keluarga di Yogyakarta. Informan memiliki IP 3,3 di semester awalnya yang tergolong baik. Berbeda dari informan sebelumnya. Informan ketiga lebih membatasi interaksi dengan lingkungan barunya. Kesulitan yang dialami informan diawal kedatangannya berpengaruh pada prestasi informan. Informan ketiga mendapatkan IP 2,9 diawal semesternya. Informan ketiga berhasil mengatasi kesulitan karena memiliki banyak kerabat sedaerah yang kuliah di tempatnya. Informan mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh rekan-rekan sedaerahnya sehingga merasa senang, tidak sendiri, bahkan merasa seperti di daerah asalnya. Perubahan kondisi psikologisnya berdampak pada indeks prestasi belajarnya di semester kedua yaitu 3,1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pandangan terhadap perbedaan budaya asal dan budaya Jawa adalah budaya asal dipandang lebih keras dan bernada tinggi dari pada budaya Jawa yang dianggap lebih halus, pelan dan sopan. Perbedaan budaya tersebut membuat perasaan tidak nyaman sehingga sering berkumpul dengan kerabat sedaerah dan kesulitan dalam berkomunikasi di awal kedatangan. Pengalaman gegar budaya yang dialami di awal kuliah berdampak pada pengalaman belajar seperti mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, menimbulkan perasaan cemas, bingung, bosan, tidak dipahami dan marah. Para informan berusaha mengatasi reaksi gegar budaya dengan meningkatkan motivasi sebagai tujuan awal memilih kuliah di Yogyakarta serta memanfaatkan dukungan sosial dari rekan-rekan yang berasal dari lingkungan yang sama sehingga merasa senang, tidak sendiri dan merasa seperti di daerah asal. Untuk mengatasi permasalahan negatif terkait pengalaman belajarnya, mereka memanfaatkan diskusi dan belajar terbuka kepada teman-teman baru sehingga dapat belajar bersama dengan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76

B.

Saran 1.

Bagi Pelajar Luar Jawa Bagi para pelajar yang akan menempuh pendidikan di Jawa

khususnya Yogyakarta, diharapkan untuk mempelajari dan memahami budaya tempat mereka akan menempuh pendidikan, sehingga dampak gegar budaya dapat di minimalisir. 2.

Bagi Komunitas Pelajar Luar Jawa Berdasarkan data penelitian, diketahui bahwa dukungan dari rekan-

rekan yang berasal dari daerah yang sama sangat membantu proses adaptasi budaya. Oleh karena itu, komunitas berbasis budaya yang sama perlu meningkatkan peran serta dan pembedayaan anggota-anggotanya untuk saling membantu terutama kepada anggota yang baru pindah ke Yogyakarta. Komunitas dapat membuat pelatiha-pelatihan untuk pengembangan diri anggota komunitas dan menyediakan sarana untuk berbagi dan saling memberikan dukungan seperti kegiatan sharing kelompok. 3.

Bagi Universitas Bagi Universitas yang ada di Yogyakarta diharapkan untuk dapat

memberikan bantuan pelatihan dan pengembangan diri bagi mahasiswa luar jawab yang akan kuliah di Yogyakarta sehingga para mahasiswa dapat mengenal lebih dalam terkait budaya Jawa dimana mereka akan menempuh pendidikan. Selain itu, diberikan bantuan pendampingan psikologis selama proses adaptasi dengan lingkungan barunya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77

4.

Bagi Penelitian Selanjutnya Berangkat dari keterbatasan penelitian yang hanya dilakukan pada

mahasiswa Jawa dan luar Jawa, hendaknya bisa dilakukan penelitian pada budaya lainnya yang mempengaruhi proses dan pengalaman belajar. Selain itu dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa dukungan sosial dan motivasi, diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dampak proses belajar yang di alami mahasiswa baru yang berasal dari luar Jawa, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat dampak dukungan sosial terhadap kesusksesan dalam belajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78

DAFTAR PUSTAKA Adelia, C. I & Eliana, R. (2012). Peran dimensi kepribadian big five terhadap penyesuaian psikologis pada mahasiswa Indonesia yang studi ke luar negeri. Psikologia-online, 2012, Vol. 7, No. 2, hal. 74-80 Alwisol. (2007). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga Black, J.S., Mendenhall, M., & Oddou, G.R. (1991). Towards a comprehensive model of international adjustment: An integration of multiple theoretical perspectives. Academy of Management Review, 16(2), 291-317 Cho, J &Trent, A. (2006). Validity in qualitative research revisited. Qualitative Research 6; 319 Departemen Pendidikan Nasional (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed. Ke-4). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Feist dan Feist. (2008). Theories Of Personality ed. VI (terjemahan). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Gudykunst, W. B & Kim, Y, M. (2003). Communicating with Strangers: An Approach to Intercultural Communication. New York: McGraw-Hill. Hottola, P. (2004) „Culture Confusion: Intercultural Adaptation in Tourism‟, Annals of Tourism Research 31(2): 447–66 Lincoln, Y.S. and Guba, E.G. (1985) Naturalistic Inquiry. Beverly Hill, CA: Sage. Lysgaard S (1955) Adjustment in a foreign country: Norwegian Fulbright grantees visiting the United States. International Social Science Bulletin 7(1): 45–51.

Moufakkir, O. (2013). Culture Shock, what Culture Shock? Conceptualizing culture unrest in intercultural tourism and assessing its effect on tourists‟ perceptions and travel propensity. Tourist Studies 13(3) 322– 340. Munawaroh, M. (2009). Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Penyesuaian Diri Santri Baru Pondok Pesantren Putri Al-Islahiyah Singosari. Skripsi Tidak Diterbitkan. UIN-Malang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79

Mumford. DB (2000) Culture shock among young British volunteers working abroad: predictors, risk factors and outcomes. Transcultural Psychiatry 37(1): 73–87 Mustaqim, H. (2004). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara Niam, E. K. (2009). Koping Terhadap Stres pada Mahasiswa Luar Jawa yang Mengalami Gegar Budaya di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 11, 1, 69-77.

Nurlete. (2014). Gambaran kecemasan mahasiswa Maluku saat menjalani proses perkuliahan di Universitas Jenderal Soedirman. Skripsi Tidak Diterbitkan. Universitas Jenderal Soedirman. Parrilo, V.N. (2008). Strangers to These Shores Race and Ethnic Relations in the United States (9th ed). New Jearsy : Prentice Hall. Pedersen, Paul. (1993). The Five Stages of Culture Shock: Critical Incidents Around the World. London: Greenwood Press. Polkinghorne, D. E., (2005). Language and meaning: Data collection in qualitative research. Journal of Counseling Psychology, 52, 137-145. Rooijakkers, 1991, Mengajar Dengan Sukses, Jakarta: PT. Grasindo Roskell, D. (2013).Cross-cultural transition: International teachers‟ experience of „Culture Shock‟.Journal of Research in International Education 12(2) 155–172 Samovar, L. A., Richard R.P & Edwin R.M. (2010). Communication Between Cultures, 7th Edition. USA: Wadsworth Cengage Learning. Sihite, Y. A.(2012) Hubungan Gegar budaya Dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Asing Di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Skripsi Tidak Diterbitkan. Universitas Sumatera Utara. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung; Pustaka setia. Smith, J., A., (2009). Dasar-dasar psikologi kualitatif: Pedoman praktis metode penelitian. Bandung, Ujungberung: Nusamedia.

79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80

Taft, R. (1977). Coping with unfamiliar cultures. In N. Warren (Ed.), Studies incross-cultural psychology (Volume 1, pp. 121-153). London: Academic Press. Ward, C., Bochner, S., & Furnham, A. (2001). The Psychology of Culture Shock (2nd ed.). Philadelphia: Routledge. Yulia, K. T - (2012) Penyesuaian Diri Mahasiswa Kalimantan Barat (Dayak Kanayatn) Terhadap Budaya Yogyakarta. Skripsi Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta.

80