PENGARUH AROMATERAPI MINYAK ATSIRI JAHE TERHADAP

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Aromaterapi Minyak. Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus ya...

0 downloads 457 Views 572KB Size
PENGARUH AROMATERAPI MINYAK ATSIRI JAHE TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

AJI AGUNG CAHYAJI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2012 Aji Agung Cahyaji NIM B04080098

ABSTRAK AJI AGUNG CAHYAJI. Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak. Dibimbing oleh HERA MAHESHWARI dan SITI SA’DIAH Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak. Delapan belas tikus putih dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan K1 (diberi pakan standar) sebagai kontrol negatif, K2 (diberi pakan tinggi lemak) sebagai kontrol positif, dan K3 (diberi pakan tinggi lemak dan inhalasi minyak atsiri jahe). Pengambilan darah dilakukan setelah 5 minggu perlakuan, kemudian dipisahkan serumnya. Trigliserida, kolesterol, kolsterol HDL, dan kolesterol LDL diukur kadarnya melalui pengujian serum. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok perlakuan K3 memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL yang lebih rendah dibandingkan kelompok K2. Kadar kolesterol HDL kelompok perlakuan K3 lebih tinggi dibandingkan kelompok K2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa inhalasi minyak atsiri jahe dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Kata kunci: trigliserida, kolesterol, kolesterol LDL, kolesterol HDL, minyak atsiri jahe.

ABSTRACT AJI AGUNG CAHYAJI. The Effect of Ginger Essential Oil Aromatherapy on Blood Triglyceride and Cholesterol Level of Rats That Fed High Fat Diet. Supervised by HERA MAHESHWARI and SITI SA’DIAH. The study aims to determine the effect of ginger (Zingiber officinale) essential oil via inhalation on blood triglyceride, total cholesterol, High Density Lipoprotein (HDL) cholesterol, and Low Density Lipoprotein (LDL) cholesterol level of rats that fed high fat diet. Eighteen albino rats (Rattus norvegicus) were devided into three treatments groups. The treatments were K1 (standard diet) as negative control, K2 (high fat diet) as positive control, and K3 (high fat diet + ginger essential oil inhalation). Blood samples were collected after 5 weeks of treatment period. The result showed the level of triglyceride, cholesterol, and HDL cholesterol at treatment K3 tend to be lower than treatment K2. LDL cholesterol level at treatment K3 show higher result than treatment K2. From the result of this study cocluded that inhalation of ginger essential oil can lowering triglyceride, total cholesterol, and LDL cholesterol level and raise HDL cholesterol level. Keywords: triglyceride, cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol, ginger essential oil

PENGARUH AROMATERAPI MINYAK ATSIRI JAHE TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

AJI AGUNG CAHYAJI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Judul skripsi : Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak Nama : Aji Agung Cahyaji NRP : B04080098

Disetujui oleh

Dr drh Hera Maheshwari, MSc Pembimbing I

Siti Sa’diah, SSi, Apt, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini adalah “Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc. dan Ibu Siti Sa’diah, Apt. M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis menyelesaikan karya ilmiah ini, serta kepada Ibu drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran selama penulis menjalani studi di Fakultas Kedokteran Hewan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Irmanida Batubara dan Ibu Nunuk, S.Farm. dari Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu selama pengumpulan data serta kepada teman sepenelitian, Irma Indriani, yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2012 Aji Agung Cahyaji

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Aromaterapi dan Minyak Atsiri Jahe (Zingiber officinale) Minyak Atsiri Jahe Lipid Metabolisme Lipid Trigliserida Kolesterol Lipoprotein Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hubungan Aromaterapi dan Penciuman BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan Hewan Coba Pengamatan Perilaku Hewan Coba Analisis Pakan Pemberian Pakan dan Inhalasi Minyak Atsiri Pengambilan Sampel Darah Pengukuran Kadar Lipid Serum Pengukuran Kadar Kolesterol Total Pengukuran Kadar Trigliserida Pengukuran Kadar Kolesterol HDL Pengukuran Kadar Kolesterol LDL Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Perilaku Tikus Terhadap Minyak Atsiri Jahe Kadar Lipid Serum Kadar Kolesterol Total Kadar Trigliserida Kadar Kolesterol LDL Kadar Kolesterol HDL SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

vi vi vi 1 1 2 3 3 5 6 7 7 8 8 8 9 11 12 12 13 13 13 13 13 14 14 14 14 15 15 15 16 17 17 17 18 19 20 21 23 23 23 24 27 28

DAFTAR TABEL 1

Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri

4

2

Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein

9

3

Pemberian pakan dan inhalasi minyak atsiri

14

4

Kadar lipid serum darah tikus seterlah 5 minggu perlakuan

17

DAFTAR GAMBAR 1

Rimpang jahe

6

2

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley

10

3

Proses penciuman pada sistem olfaktori

12

4

Kadar kolesterol total darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

18

5

Kadar trigliserida darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

19

6

Kadar kolesterol LDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

20

7

Kadar kolesterol HDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

21

DAFTAR LAMPIRAN 1

Komposisi pakan standar

27

2

Komposisi pakan tinggi lemak

27

3

Bahan-bahan pakan tinggi lemak

27

PENDAHULUAN Latar Belakang Pola makan penduduk secara global telah berubah seiring dengan perkembangan zaman yang disebabkan majunya teknologi pengolahan makanan. Perubahan ini membawa dampak meningkatnya kecenderungan untuk mengonsumsi makanan berkadar lemak tinggi yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak. Daryit (2003) menyatakan bahwa asupan makanan yang tinggi kadar lemak jenuh menyebabkan peningkatan kadar kolesterol serum darah. Masalah metabolisme lemak yang sering terjadi pada masyarakat adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah suatu gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah. Kondisi hiperlipidemia yang berkelanjutan memicu terbentuknya atherosklerosis yang menjadi dasar penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular (Pon et al. 2008). Kondisi hiperlipidemia dapat ditanggulangi dengan cara pengontrolan diet dan pemberian obat hipolipidemik. Namun demikian pemberian obat hipolipidemik mempunyai efikasi yang terbatas dan efek samping yang tidak diinginkan (Kreisberg et al. 2003). Kini masyarakat mulai beralih menggunakan terapi herbal dalam pengobatan penyakit. Salah satu jenis terapi yang digunakan adalah aromaterapi. Aromaterapi adalah pengobatan menggunakan wewangian yang berasal dari ekstrak tanaman aromatik. Menurut Daniel (2000), aroma yang dihasilkan oleh tanaman berpotensi sebagai obat karena dapat diaplikasikan dengan cara menghirupnya melewati paru-paru kemudian efeknya akan ke otak yang akan mempengaruhi sistem saraf pusat di otak. Ekstrak tanaman yang digunakan dalam aromaterapi adalah minyak atsiri atau minyak esensial karena sifatnya yang mudah menguap sehingga mudah diinhalasi. Minyak atsiri merupakan senyawa yang larut dalam lipid, sehingga komponen-komponen minyak esensial mampu dengan cepat memasuki daerah yang kaya lemak di dalam tubuh (Buchbauer 1993). Assaat (2011) mengemukakan bahwa inhalasi senyawa etil-p-metoksisinamat dari minyak atsiri kencur pada tikus Sprague Dawley mampu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Menurut Sharma et al. (1996), jenis tanaman aromatik lain yang mempunyai efek hipolipidemik adalah jahe (Zingiber oficinale). Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah menggunakan jahe sebagai bumbu masak dan obat tradisional. Mahendra (2005) menyatakan bahwa jahe berkhasiat untuk mengobati batuk, kolera, dan sebagai afrodisiaka. Melihat potensi terapeutik jahe, tidak menutup kemungkinan minyak atsirinya dikembangkan menjadi aromaterapi untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. .

2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

3

TINJAUAN PUSTAKA Aromaterapi dan Minyak Atsiri Aromaterapi merupakan bagian dari pengobatan herbal yang menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik, biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual (Maniapoto 2002). Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi persenyawaan kimia. Bahan baku minyak atsiri diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang (Rusli 2010). Kajian etnofarmakologi secara empirik tentang tumbuhan aromaterapi menunjukan bahwa Indonesia memiliki 49 jenis tumbuhan aromatik, 12 jenis diantaranya digunakan secara empirik sebagai aromaterapi dengan efek menenangkan dan menyegarkan tubuh (Sangat 1996). Minyak atsiri memiliki komponen yang mudah menguap (volatil) pada suhu kamar, sehingga sering disebut sebagai minyak eteris atau minyak terbang (volatile oil). Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik yang membedakan minyak atsiri dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Agusta 2000). Sifat lain dari minyak atsiri yaitu memiliki rasa yang getir (pungent taste), umumnya larut dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Pada tanaman yang menghasilkannya, minyak atsiri memiliki beberapa fungsi, yaitu membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan (Ketaren 2006). Menurut Rusli (2010), minyak atsiri sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Mesir kuno. Namun, kepopulerannya dimulai pada abad ke16. Saat itu beberapa industri penyulingan di Perancis mulai memproduksi minyak atsiri yang berasal dari bunga lavender. Sementara itu di Indonesia, penggunannya tanaman berbau harum ini sudah dilakukan wanita sejak zaman kerajaan dahulu. Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang, antiserangga, antiflogistik, antiviral, antifungal, sedatif, antispasmodik, stimulan, relaksan, diuretik, dan afrodisiaka (Agusta 2000; Skaria et al. 2007). Berikut ini adalah tabel dari beberapa tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri

4 Tabel 1 Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri Nama Nama Ilmiah Bagian yang Kandungan Tanaman Tanaman Digunakan Utama Jintan Carum carvi buah carvona, limonena Jeruk lemon Citrus lemon kulit buah limonene, βpinena, sitral, γ-terpina

Ketumbar

Coriandum sativum

Pala

Myristica fragrans

Kapur barus

Cinnamona camphora

kayu

Sereh wangi

Cymbopogon nardus

daun

Cengkeh

Eugenia aromatika

bunga

Jahe

Zingiber officinale

rimpang

Adas

Foeniculum vulgare

Sumber: Agusta 2000

buah

biji

buah

linalool, γterpina, kamfor, αpinena sabinena, αpinena, βpinena, terpinena, miristisin, elemisin kamfor, cineol, safrol sitronelal, geraniol, sitronelol, geranil asetat eugenol, eugenil asetat, βkariofilena zingiberen, zingiberol, shogaol, zingeron

anetol, fenkona, esdragol

Manfaat karminatif antirematik, antiseptik, antispasmodik, antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi, antijamur, antivirus, insektisida karminatif, antidiabetes

karminatif, afrodisiaka

rubefacien

penolak serangga

anestetik, antiiritasi, karminatif antiseptik, antispasmodik, afrodisiaka, antihiperlipidemik, ekspektoran, antipiretik, laksatif, analgesik, antiradang karminatif

5 Jahe (Zingiber oficinale) Jahe (Zingiber oficinale) dikenal di daerah-daerah di Indonesia dengan berbagai nama, seperti halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya. Taksonomi dari tanaman ini adalah sebagai berikut Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies

: Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Angiospermae : Liliopsida : Commelinidae : Zingiberales : Zingiberaceae : Zingiber : Zingiber officinale (Paimin dan Murhananto 2007)

Jahe terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia. Tanaman jahe memiliki tinggi berkisar 0.5-1 meter. Tanaman ini terdiri atas bagian akar, batang, daun, dan bunga (Paimin dan Murhananto 2007) . Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal atau rimpang (gambar 1) tertanam kuat di dalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia tanaman. Menurut Mahendra (2005), rimpang jahe bercabang tidak teratur dengan panjang 7-15 cm, lebar 3-6 cm, dan tebal 1-2 cm. Kulit rimpang berbentuk sisik tersusun melingkar, berbuku-buku, dan berwarna kuning kecokelatan sampai merah tergantung jenisnya. Daging rimpang berwarna kuning cerah, berserat, aromatik, dan mengandung banyak metabolit sekunder. Maryani dan Kristiana (2004) menyatakan bahwa rimpang jahe mempunyai aktivitas sebagai antiradang (anti-inflamasi), menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik), menambah nafsu makan, dan menghangatkan badan. Oleh karena itu, tujuan penanaman jahe adalah untuk memperoleh rimpangnya.

6

Gambar 1 Rimpang jahe (Tika 2012) Batang jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang tersebut berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, terdiri atas helaian daun (Mahendra 2005). Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun tersebut memiliki tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0.8-2.5 cm. Bila daum mati, pangkal tangkai daun akan tetap hidup , bertunas, lalu tumbuh akar rimpang baru (Paimin dan Murhananto 2007). Bunga jahe merupakan bunga majemuk dengan panjang 4-7 cm dan lebar 1.5-2 cm. Bunga tersebut berwarna kuning kehijauan dan memiliki bibir bunga berwarna ungu. Selain itu, bunga berbentuk tabung dan setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung (Rusli 2010). Jahe dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl), tetapi akan berproduksi secara optimal pada ketinggian 400800 meter dpl. Persyaratan lainnya agar jahe dapat tumbuh baik yaitu temperatur rata-rata 25-30 oC, curah hujan pertahun 2500-4000 mm, sinar matahari 70-100%, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, dan pH tanah 6.8-7.4 (Kardiman 2005; Kartasubrata 2010). Panen rimpang jahe dilakukan saat usia tanaman mencapai 9-10 bulan. Ciri fisik dari jahe siap panen biasanya daun berubah menjadi kekuningan. Rimpang jahe dipanen dengan cara dicabut dari tanah. Setelah itu dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci hingga bersih (Rusli 2010). Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, jahe dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jahe putih kecil (biasa disebut jahe sunti atau jahe emprit), jahe putih besar (biasa disebut jahe gajah atau jahe badak), dan jahe merah. Kandungan minyak atsiri paling tinggi ada pada rimpang jahe emprit dan jahe merah (Kardinan 2005; Paimin dan Murhananto 2007; Kartasubrata 2010; Rusli 2010).

Minyak Atsiri Jahe Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non-volatile oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak

7 menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pahit dan pedas. Kandungan minyak pada setiap bagian rimpang berbeda-beda. Kandungan minyak terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah, kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur juga mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat sampai umur optimum 12 bulan, kemudian semakin menurun bila lebih dari umur tersebut meskipun baunya semakin menyengat (Paimin dan Murhananto 2007). Komponen utama minyak atsiri jahe adalah zingiberen dan zingiberol. Selain itu ada juga komponen lain minyak atsiri, yaitu kamferia, felandrena, limonene, borneol, sineol, geraniol, kavikol, gingerol, shogaol, metil haptenon, linalool, asetat, kaprilat, dan sitrat (Maryani dan Kristiana 2004). Menurut Paimin dan Murhananto (2007), kegunaan minyak atsiri jahe adalah sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi seperti parfum dan kosmetik, obat gosok, serta sebagai bahan penyedap (flavouring agents). Lipid Lipid atau lemak adalah substansi organik yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Beberapa senyawa lipid juga mengandung nitrogen dan sulfur. Lipid tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Hawab et al. 1989). Lipid dalam tubuh yang secara biologis penting meliputi asam-asam lemak, trigliserida atau lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting (Guyton dan Hall 1996). Lipid memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, namun secara khusus penting untuk sumber energi, komponen struktural membran sel, dan substrat berbagai hormon. Metabolisme Lipid Metabolisme lemak di dalam tubuh meliputi dua proses, yaitu oksidasi asam lemak dan sintesis asam lemak. Pada proses oksidasi, asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA. Pemecahan utama terjadi di dalam mitokondria dengan proses β-oksidasi. Asam-asam lemak rantai sedang dan pendek dapat memasuki mitokondria tanpa kesulitan, tetapi asam lemak rantai panjang harus diikat dengan karnitin. Asetil KoA akhirnya diubah menjadi ATP, CO 2, dan H 2 O menggunakan siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron (Ganong 2003). Pada proses sintesis asam lemak, banyak jaringan yang dapat mensintesis asam lemak dari asetil-KoA. Kelebihan asetil KoA dikonversi menjadi ester asam lemak. Sintesis asam lemak terjadi di dalam sitoplasma dengan menggunakan Acyl Carrier Protein (ACP) selama sintesis sebagai titik pengikatan. Lemak juga dapat disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut bertemu di dalam siklus Krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus Krebs, yaitu asetil-KoA (Murray et al. 2006).

8 Trigliserida Trigliserida atau triasilgliserol adalah kelompok lipid yang terdiri atas tiga asam lemak yang melekat pada gliserol. Pada tubuh, tiga asam lemak yang paling sering terdapat dalam trigliserida adalah asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik (Guyton dan Hall 1996). Trigliserida yang diperoleh dari diet dihidrolisis dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Kemudian saat melalui sel epitel usus, keduanya diesterifikasi kembali oleh cairan mukosa usus menjadi molekul trigliserida baru yang masuk ke saluran bentuk droplet kecil yang disebut kilomikron. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sirkulasi umum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan hati dimana enzim lipase lipoprotein memecah trigliserida dan melepaskan gliserol dan asam lemak. Asam lemak ini kemudian berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan sel hati. Sekali berada dalam sel ini, asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida (Ganong 2003). Untuk dapat menghasilkan energi, trigliserida yang telah disimpan di jaringan adiposa harus dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi (Stockham dan Scott 2007). Kolesterol Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia dan komponen struktural membran sel dan lipoprotein plasma. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak (ester kolesterol). Di samping kolesterol diabsorbsi dari usus, yang disebut kolesterol eksogen, sejumlah besar dibentuk dalam hepatosit dan enterosit disebut kolesterol endogen. Kolesterol yang diabsorbsi di usus kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus (Ganong 2003). Manfaat kolesterol yang paling banyak dalam tubuh adalah membentuk asam kolat di dalam hati, yang merupakan prekursor pembentukan asam empedu. Selain itu, sejumlah kolesterol diedapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini membuat kulit lebih resisten terhadap zat larut air dan juga mencegah evaporasi tubuh. Sebagian kecil lainnya dipakai untuk membentuk berbagai hormon, diantaranya hormon adrenokortikal, estrogen, progesteron, dan testosteron (Guyton dan Hall 1996). Lipoprotein Sebagian besar lipid serum tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditranspor dalam bentuk kompleks lipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dapat dikelompokan menjadi empat kelompok utama, yaitu chylomicron (kilomikron), very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Fungsi utama lipoprotein adalah mengangkut komponen-komponen lipidnya di dalam darah (Ganong 2003). Perbedaan empat jenis lipoprotein dapat dilihat pada Tabel 2.

9 Tabel 2 Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein Kilomikron

VLDL

LDL

HDL

< 0.95

< 1.006

1.019-1.063

1.063-1.210

85 4 2 7 1-2

52 17 7 15 9

10 37 8 23 22

4 18 2 25 51

Diameter (nm)

> 70

25-70

19-23

4-10

Tempat pembentukan

Usus

hati

plasma (dari VLDL)

usus dan hati

Tempat degradasi

plasma dan hati

plasma

sel nonhepatik, hati, makrofag

hati

Fungsi

transport trigliserida

transport trigliserida

transpor kolesterol dan fosfolipid ke sel perifer

transpor kolesterol dari sel perifer ke hati

Densitas (g/ml) Susunan (%) Trigliserida Kolesterol Kolesterol ester Fosfolipid Protein

Sumber: Stockham dan Scott 2007 Lipoprotein juga berperan dalam etiologi kejadian atherosklerosis. Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteri dimana lesi lemak timbul pada permukaan dalam dinding arteri (Guyton dan Hall 1996). Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi kolesterol dan tampilnya sel-sel busa di lesi-lesi dinding arteri. Keadaan ini juga diikuti suatu rangkaian perubahan yang kompleks yang melibatkan trombosit, makrofag, otot polos, dan faktor pertumbuhan yang menghasilkan lesi-lesi proliferatif yang menyebabkan arteri berubah bentuk dan menjadi kaku (Ganong 2003). Faktor paling penting yang menyebabkan atherosklerosis adalah tingginya konsentrasi kolesterol dalam plasma darah dalam bentuk LDL. Namun keadaan ini dapat dicegah oleh adanya HDL. Menurut Moeliandari dan Wijaya (2002), HDL memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mencegah oksidasi dari LDL sehingga kolesterol tidak menempel pada dinding arteri. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan,

10 toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono 1989). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Tikus putih (Rattus norvegicus) atau dikenal juga dengan Norway rat merupakan salah satu jenis tikus yang memiliki gen albino yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan laboratorium. Ada beberapa galur tikus yang biasa digunakan sebagai hewan laboratorium, antara lain Dark Agouti, Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans (Harkness dan Wagner 1983). Klasifikasi tikus putih menurut Myres dan Armitage (2004) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Infrakelas Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamili Genus Spesies

: Animal : Chordata : Vertebrata (Craniata) : Mamalia : Theria : Eutharia : Rodentia : Myomorpha : Muroidea : Muridae : Murinae : Rattus : Rattus norvegicus

Tikus putih dianggap efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara serta tidak membutuhkan tempat yang luas, tikus ini memiliki sifat yang tenang, jarang menggigit, tidak mudah stress dan dapat menghasilkan anakan banyak (Barnet 2001). Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Gambar 2 Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Anonim 2010)

11 Ciri-ciri tikus putih yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan bobot badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005). Tikus termasuk binatang pemakan segala makanan (omnivora). Walaupun demikian, tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum. Air sebagai sumber minuman dapat diambil dari air bebas atau dapat diperoleh dari pakan yang banyak mengandung air. Kebutuhan air bagi tikus tergantung dari suhu, lingkungan, aktivitas, umur, dan jenis makanan. Kebutuhan air berkurang, jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air. Pada umumnya tikus makan secara teratur pada tempat tertentu. Tikus putih biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang berdekatan dengan sumber makanan dan air. Tikus bermigrasi jika terjadi kekurangan makanan pada habitat awal yang ditempati (Priyambodo 1995). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), masa pubertas tikus biasanya terjadi pada umur 50-60 hari. Tikus merupakan hewan poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus terjadi selama dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Kelahiran anak pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi iklim dan cuaca yang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1.6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27 oC atau rata-rata 22 oC dan kelembaban relatif 40-70% (Malole dan Pramono 1989). Hubungan Aromaterapi dan Penciuman Cara inhalasi adalah cara yang efektif untuk melakukan aromaterapi karena indera penciuman merupakan sarana komunikasi alamiah. Komponen-

12 komponen senyawa minyak atsiri yang mudah menguap dapat masuk ke dalam rongga hidung dengan cara diinhalasi. Proses penciuman dimulai dengan proses penerimaan molekul bau oleh membran olfaktori. Pada membran olfaktori terdapat sel-sel olfaktori berupa neuron yang merupakan reseptor penciuman. Ujung mukosa dari sel olfaktori berupa silia atau rambut ke permukaan mukus. Silia inilah yang bereaksi terhadap bau di udara dan kemudian merangsang sel-sel olfaktori. Di antara sel-sel olfaktori pada membran olfaktori tersebar banyak kelenjar Bowman, yang menyekresi mukus ke permukaan membran olfaktori (Guyton dan Hall 1996). Menurut Hawkes dan Shephard (1998), reseptor penciuman di hidung berkaitan langsung ke area limbik di otak melalui bulbus olfaktorius yang terletak di dekat otak bagian depan. Di bulbus olfaktorius, akson reseptor penciuman berakhir di dendrit-dendrit sel mitral untuk membentuk sinaps kompleks yang disebut glomerolus olfaktori. Proses ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Proses penciuman pada olfactory system (HMI 2006) Di dalam sistem limbik terdapat amigdala yang berperan penting dalam respon emosi terhadap rangsangan penciuman (Buckle 2003). Aoshima dan Hamamoto (1999) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa minyak atsiri berikatan pada Gamma Amino Butiric Acid (GABA). Penelitian tersebut membuktikan bahwa komponen senyawa pada minyak atsiri yang masuk melalui hidung dapat memodulasi transmisi syaraf dalam otak pada reseptor GABA hingga mempengaruhi emosi.

13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2012 hingga Agustus 2012. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemberian pakan, inhalasi minyak atsiri, dan pengukuran kadar lipid serum dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSB-LPPM IPB).

Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri jahe 1%, serum darah tikus, pakan standar dan pakan tinggi kolesterol (produksi PT. Indofeed), kit Human® (produksi Gesellschaft) untuk mengukur kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida; akuades, ketamin, xilazin, dan hewan coba berupa tikus putih. Minyak atsiri jahe yang digunakan diperoleh dari PSB-LPPM IPB. Kit yang digunakan untuk mengukur kadar kolesterol total dan trigliserida berisi reagen enzim dan kit yang digunakan untuk mengukur kadar kolesterol HDL berisi presipitan atau larutan pengendap. Alat yang digunakan adalah kandang percobaan, inhalator, pipet mikro, microplate, microtube, spuit, alat sentrifugasi, tabung reaksi, lemari pendingin, vortex, spektrofotometer, dan timbangan digital.

Metode Penelitian Persiapan Hewan Coba Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih dengan bobot badan ratarata sekitar 200 gram/ekor. Tikus tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (K1), kelompok kontrol positif (K2), kelompok perlakuan (K3). K1 terdiri atas 6 ekor tikus, K2 terdiri atas 6 ekor tikus, dan K3 terdiri atas 6 ekor tikus. Proses adaptasi tikus dilakukan selama 2 minggu dengan memberikan pakan standar pada semua kelompok tikus sebanyak 20 g/ekor/hari. Pengamatan Perilaku Hewan Coba Pengamatan perilaku dilakukan dengan merekam aktifitas tikus menggunakan perekam video dan mencatat berapa kali dalam satu hari tikus mendatangi tempat minum. Tepat di samping tempat minum tersebut diletakkan sumber minyak atsiri, sehingga pada saat tikus minum dipastikan tikus juga menghirup minyak atsiri. Analisis Pakan Pakan yang diberikan pada tikus terlebih dahulu dianalisis secara proksimat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pakan tersebut benar-benar dapat meningkatkan kadar lipid serum tikus.

14 Pemberian Pakan Inhalasi Minyak Atsiri Perlakuan pada hewan coba tikus berupa pemberian pakan standar, pakan tinggi lemak, dan inhalasi minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pemberian pakan dan inhalasi minyak atsiri* Kelompok Jumlah pakan Jumlah pakan perlakuan standar tinggi lemak (g/ekor/hari) (g/ekor/hari) K1 20 K2 20 K3 20 Keterangan : tidak dilakukan perlakuan √ : dilakukan perlakuan * : dilakukan selama 5 minggu.

Inhalasi minyak atsiri √

Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan setelah 5 minggu perlakuan. Tikus dianestesi menggunakan xilazin® dan ketamin® dengan dosis masing-masing 10 mg/kg dan 100 mg/kg . Tikus kemudian difiksasi ke papan bedah pada keempat alat geraknya. Rongga dada dibedah dan darah dalam jantung diambil sebanyak 3 ml menggunakan spuit 5 ml. Darah dimasukkan ke tabung darah. Darah yang telah diambil disentrifugasi pada kecepatan 4000 radian/meter (rpm) selama 10 menit untuk mendapatkan serumnya. Pengukuran Kadar Lipid Serum Pengukuran Kadar Kolesterol Total Pengukuran kadar kolesterol total menggunakan uji kalorimetrik enzimatik metode cholesterol oxidase p-aminophenazone (CHOD-PAP). Serum darah diambil menggunakan pipet mikro sebanyak 0.01 mL dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan larutan pereaksi kolesterol sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan menggunakan vortex dan dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar. Serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan pereaksi kolesterol 1 mL dan akuades 0,01 mL. Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran serapan sampel, tetapi serum darah diganti dengan standar kolesterol. Kadar kolesterol total dihitung menggunakan rumus: C = A Sampel x Cst A Standar Dimana: C = kadar kolesterol (mg/dL) A = serapan Cst= kadar kolesterol standar (200 mg/dL)

15 Pengukuran Kadar Trigliserida Pengukuran kadar trigliserida menggunakan uji kalorimetrik enzimatik metode glycerol phospate oxidase p-aminophenazone (GPO-PAP). Serum darah diambil menggunakan pipet mikro sebanyak 0.01 mL dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan larutan pereaksi trigliserida sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan menggunakan vortex dan dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar. Sebagai blanko digunakan pereaksi trigliserida 1 mL dan akuades 0,01 mL. Serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran serapan sampel, tetapi serum darah diganti dengan standar trigliserida. Kadar total trigliserida dihitung menggunakan rumus: C = A Sampel x Cst A Standar Dimana: C = kadar trigliserida (mg/dL) A = serapan Cst= kadar trigliserida standar (200 mg/dL) Pengukuran Kadar Kolesterol HDL Pengukuran kadar kolesterol HDL dilakukan dengan mengendapkan kilomikron, kolesterol VLDL, dan kolesterol LDL terlebih dahulu. Serum darah sebanyak 0,02 mL dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan pengendap kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 4500 rpm. Pisahkan supernatannya sebanyak 0,01 ml, kemudian ditambahkan larutan pereaksi kolesterol sebanyak 1 mL ke dalam supernatan. Supernatan yang jernih dipisahkan dan diuji kadar kolesterol HDL menggunakan metode CHOD-PAP seperti pada pengukuran kolesterol total. Serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan pereaksi kolesterol 1 mL dan akuades 0,01 mL. Hasil serapan yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus: C = A Sampel x Cst A Standar Dimana: C = kadar trigliserida (mg/dL) A = serapan Cst= kadar kolesterol standar (200 mg/dL) Pengukuran Kadar Koleserol LDL Untuk menentukan kadar kolesterol LDL dilakukan dengan kalkulasi kolesterol total, kolesterol HDL, dan kadar trigliserida menggunakan rumus Friedwald: Kolesterol LDL = kolesterol total – kolesterol HDL – (trigliserida) 5

16 Analisis Data Hasil pengukuran parameter dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku. Data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan menggunakan metode uji T. Untuk memudahkan proses analisis digunakan piranti lunak SPSS 16.0.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Perilaku Tikus terhadap Aroma Minyak Atsiri Jahe Dari hasil pengamatan perilaku dalam waktu 4 jam pengamatan, tikus mendatangi sumber air minum dan bahkan sengaja mendatangi sumber minyak atsiri sebanyak 36 kali. Jika diasumsikan dalam 24 jam tikus beraktivitas maka tikus mendatangi sumber minyak atsiri sebanyak 216 kali dalam sehari. Aroma yang ditimbulkan oleh minyak atsiri jahe menjadi sumber ketertarikan tikus yang ditandai dengan mendekati dan mencium sumber minyak atsiri tersebut. Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, atau musuhnya (predator). Penciuman tikus yang baik ini juga bermanfaat untuk mencium urin dan sekresi genitalia. Dengan kemampuan ini tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, mengenali jejak tikus yang masih tergolong dalam kelompoknya, mendeteksi tikus betina yang sedang estrus (birahi) dan mendeteksi anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan urin yang dikeluarkan oleh anaknya (Priyambodo 1995). Barnett dan Spencer (2001) menyatakan bahwa tikus memiliki 500 hingga 1000 jenis reseptor penciuman. Selain itu, tikus juga memiliki organ untuk membantu mendeteksi bau yang disebut organ vomeronasal. Fungsi utama organ vomeronasal adalah untuk mendeteksi feromon, namun organ ini dapat juga mendeteksi molekul volatil lain. Saat tikus mengendus, molekul bau dari lingkungan menempel pada mucus hidung kemudian disampaikan ke organ vomeronasal.

Kadar Lipid Serum Hasil pengujian kadar lipid serum menunjukkan bahwa kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar kolesterol LDL berbeda signifikan dari setiap kelompok perlakuan, sedangkan kadar kolesterol HDL tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Kadar lipid serum darah tikus setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar lipid serum darah tikus setelah 5 minggu perlakuan Kelompok Kadar Kolesterol

Kadar Trigliserida

Kadar kolesterol

Kadar kolesterol

perlakuan

total (mg/dL)

(mg/dL)

LDL (mg/dL)

HDL (mg/dL)

K1

70.13 ± 11.62a

46.56 ± 7.62a

28.84 ± 10.50a

31.97 ± 12.00a

K2

104.76 ± 9.28b

74.00 ± 13.37b

61.68 ± 8.92b

28.28 ± 11.74a

K3

89.92 ± 9.24c

43.65 ± 10.12c

45.05 ± 11.65c

36.18 ± 12.14a

18 Kadar Kolesterol Total Kadar kolesterol total merupakan gabungan dari semua kolesterol yang ada di dalam darah. Piliang dan Djojosoebagyo (2006) menyatakan bahwa kolesterol yang terdapat di dalam darah berasal dari makanan (kolesterol eksogen) dan dari sintesis di dalam tubuh (kolesterol endogen), meskipun di dalam tubuh tidak dapat dibedakan antara kolesterol eksogen dan endogen. Kadar kolesterol total pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar masih berada dalam kadar normal yaitu 70.13 ± 11.62 mg/dL. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar normal kolesterol total pada tikus adalah 40-130 mg/dL. Kadar kolesterol total pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (104.76 ± 9.28) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar, meskipun masih dalam kadar normal. Peningkatan kadar kolesterol total tersebut sebesar 49,44% menunjukkan perbedaan yang signifikan. Cullen (2000) menyatakan bahwa diet tinggi lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida yang menyebabkan meningkatnya risiko kejadian penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (89.92 ± 9.24) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (104.76 ± 9.28). Perbedaan kadar kolesterol total yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut sebesar 16.52%. Perbedaan kadar kolesterol total setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

Kadar Kolesterol Total (mg/dL)

140 120 100 80 60 40 20 0 pakan standar pakan tinggi pakan tinggi lemak lemak dan minyak atsiri Kelompok Perlakuan

Gambar 4 Kadar kolesterol total darah tikus setelah 5 minggu perlakuan Menurut Tanabe et al. (1993), penurunan kadar kolesterol total terjadi karena komponen minyak atsiri jahe mempengaruhi sintesa asam empedu kolesterol di hati. Melalui penelitiannya Tanabe et al. (1993) menyatakan bahwa beberapa senyawa yang diisolasi dari jahe seperti (E)-8 beta, 17-epoxyllabed-12ene-15, 16-dial mempengaruhi biosintesis kolesterol di hati pada mencit hiperkolesterolemik. Asam empedu dibuat dari kolesterol, rangsangan untuk eksresi asam empedu berarti semakin banyak kolesterol yang dimanfaatkan untuk dibuat asam empedu, sehingga kolesterol total menurun.

19

Kadar Trigliserida (mg/dL)

Kadar Trigliserida Kadar trigliserida pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar masih berada dalam kadar normal yaitu 46.56 ± 7.62 mg/dL. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Suckow et al. (2006), kadar normal trigliserida pada tikus adalah 25-145 mg/dL. Kadar trigliserida pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (74.00 ± 13.37) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar. Perbedaan kadar trigliserida tersebut sebesar 58.93% dan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Peningkatan kadar trigliserida dapat terjadi pada pemberian pakan tinggi lemak. Menurut Damron (2003), kadar trigliserida dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dari makanan atau banyaknya lemak yang masuk dari luar tubuh. Selain itu Katan et al. (1997) dan Connor (1997) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat yang tinggi dalam pakan dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam darah. Kadar trigliserida tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (43.65 ± 10.12) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (74.00 ± 13.37). Perbedaan kadar trigliserida yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut sebesar 69.53% dan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan kadar trigliserida setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 pakan standar pakan tinggi pakan tinggi lemak lemak dan minyak atsiri Kelompok Perlakuan

Gambar 5 Kadar trigliserida darah tikus setelah 5 minggu perlakuan Penurunan kadar trigliserida terjadi karena adanya pengaruh minyak atsiri jahe terhadap sistem saraf. Menurut Matsuoka dan Mitsunaga (2011), aromaterapi meningkatkan kerja saraf simpatik pada reseptor olfaktori hingga mengeluarkan noradrelanin pada hipotalamus. Kemudian trigliserida akan diubah menjadi asam lemak bebas oleh beta reseptor akibat gertakan dari noradrenalin hingga melepaskan panas. Penurunan kadar trigliserida sejalan dengan penurunan kadar kolesterol total serum darah setelah pemberian inhalasi minyak atsiri jahe. Hal ini dapat terjadi karena kadar trigliserida dan kolesterol saling berhubungan dimana trigliserida merupakan salah satu pembentuk kolesterol. Piliang dan Djojosoebagio (2006)

20 menyatakan bahwa selain dapat dipakai sebagai energi, trigliserida dapat dihidrolisis dan disintesis kembali untuk membentuk fosfolipid dan kolesterol. Kadar Kolesterol LDL LDL adalah lipoprotein yang berfungsi mengirim kolesterol dari hati ke jaringan periferal dan ditimbun dalam jaringan tersebut. Kadar kolesterol LDL pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar yaitu 28.84 ± 10.50 mg/dL. Kadar kolesterol LDL pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (61.68 ± 8.92) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar. Peningkatan kadar kolesterol LDL tersebut sebesar 113.86% menunjukkan pebedaan yang signifikan antara kedua perlakuan. Kadar kolesterol LDL darah bergantung pada konsumsi lemak dari pakan. Grundy (1991) menyatakan bahwa pakan tinggi lemak dapat menghambat dan menekan pembentukan reseptor LDL, sehingga kadar LDL meningkat dalam darah. Peningkatan kadar LDL memiliki arti penting bagi kesehatan yaitu sebagai penyebab terjadinya atherosklerosis. Kadar kolesterol LDL yang tinggi dalam peredaran darah dapat menumpuk atau menempel pada dinding pembuluh darah arteri baik yang menuju ke otak maupun ke jantung. Akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah terbentuknya plak yang tebal dan mengeras serta dapat mempersempit arteri dan membuatnya tidak fleksibel. Kadar kolesterol LDL tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (45.05 ± 11.65) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (61.68 ± 8.92). Perbedaan kadar kolesterol LDL antara kedua perlakuan tersebut sebesar 36.91% dan menunjukkan perbedaan signifikan. Perbedaan kadar kolesterol LDL setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Kadar Kolesterol LDL (mg/dL)

80 70 60 50 40 30 20 10 0 pakan standar pakan tinggi pakan tinggi lemak lemak dan minyak atsiri Kelompok Perlakuan

Gambar 6 Kadar kolesterol LDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan Penurunan kadar kolesterol LDL setelah pemberian inhalasi minyak atsiri karena penurunan kadar kolesterol total. Hubungan LDL dan total kolesterol akan bersifat searah karena 65% kolesterol berada dalam bentuk LDL. Penurunan

21 kolesterol terjadi karena terhambatnya atau terganggunya proses penyerapan kolesterol di usus dan eksresi asam empedu yang lebih besar. Oleh karena asam empedu terbuat dari kolesterol, maka rangsangan untuk eksresi asam empedu berarti meningkatkan laju metabolisme kolesterol sehingga menurunkan total kolesterol dan kadar LDL. Turunnya kadar kolesterol LDL ini dapat menurunkan risiko terjadinya atherosklerosis. Fuhrman et al. (2000) melalui penelitiannya menyatakan bahwa ekstrak etanol jahe dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat oksidasi LDL pada kejadian atherosklerosis. Komponen ekstrak minyak esensial jahe yang berperan dalam menghambat oksidasi LDL adalah gingerol, shogaol dan zingerone. Kemungkinan lain yang terjadi seperti yang dinyatakan oleh Neess et al. (1996) bahwa penurunan kadar LDL terjadi karena penurunan sintesis LDL itu sendiri dan penginduksian reseptor hepatik. Akibatnya banyak LDL yang ditangkap reseptor hepatik sehingga konsentrasinya dalam darah menurun. Kadar Kolesterol HDL Kadar kolesterol HDL pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar yaitu 31.97 ± 12.00 mg/dL. Kadar kolesterol HDL pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (28.28 ± 11.74) lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar, namun tidak berbeda signifikan. Perbedaan kadar kolesterol HDL antara kedua perlakuan tersebut hanya sebesar 13.04%. Kadar kolesterol HDL tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih tinggi (36.18 ± 12.14) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak, namun perbedaan ini tidak terjadi secara signifikan. Perbedaan kadar kolesterol HDL antara kedua perlakuan tersebut sebesar 27,93%. Perbedaan kadar kolesterol HDL setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kadar kolesterol HDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

22 Peningkatan kadar HDL disebabkan oleh turunnya kadar LDL dalam darah karena meningkatkannya reseptor LDL di hati (Neess et al. 1996). Turunnya konsentrasi LDL akan berdampak peningkatan konsentrasi HDL, hal ini terjadi karena penurunan LDL akan menyebabkan organ hati kekurangan kolesterol untuk membuat asam empedu. Kondisi demikian akan merangsang sintesis kolesterol HDL dalam hati dan menyebabkan kadar HDL darah meningkat. Peningkatan kadar HDL yang terjadi sangat bermanfaat dalam menurunkan risiko atherosklerosis. HDL yaitu lipoprotein yang mengangkut kolesterol dari jaringan periferal ke hati. HDL mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati, kemudian hati mengekresikannya melalui empedu (Dalimartha 2003). Selain itu menurut Moeliandari dan Wijaya (2002), HDL memiliki efek antioksidan yang dapat mencegah oksidasi LDL, sehingga kolesterolnya tidak menempel di dinding pembuluh darah arteri.

23

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi selama 5 minggu dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komponen spesifik minyak atsiri yang dapat mempengaruhi kadar lipid serum. 2. Perlu dilakukan penelitian menggunakan minyak atsiri jahe pada dosis bertingkat untuk mengetahui efektivitas obat herbal.

24

DAFTAR PUSTAKA Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. [Anonim]. 2010. Jenis dan ciri-ciri tikus laboratorium [internet]. [diacu 25 April 2012]. Tersedia dari: http://www.dokterternak.wordpress.com/20101105/jenisdan-ciri-ciri-tikus-labolatorium-disertai-gambar. Aoshima H, Hamamoto K. 1999. Potentiation of GABA receptors expressed in Xenopus oocytes by Perfumes and Phytoncid. Biosci Biotechnol Biochem 63(4):643-748 Assaat LD. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri kencur (Kaemferia galanga L.) sebagai pelangsing [disertasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Barnett SA. 2001. The Story of Rats: Their Impact on Us and Our Impact on Them. Adelaide: Griffin Press. Barnett SA dan Spencer MM. 2001. Responses of wild rats to offensive smells and tastes. Brit. J. Anim. Behav. 1:32-37. Buchbauer G. 1993. Biological effects of fragrances and essential oils. Journal Perfumer and flavorist 18:19-24. Buckle J. 2003. Use of Aromatherapy as complementary treatment for chronic pain. J. Alternative Therapies 5:42-51. Connor WE. 1997. Should a low-fat, high-carbohydrate diet be recommended for everyone?. N. Engl. J. Med. 337:562-563. Cullen P. 2000. Evidence that triglycerides are an independent coronary heart disease risk factor. Am J Cardiol. 186(9):943-9. Dalimartha S. 2003. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya. Damron WS. 2003. Introduction to Animal Science:Biological, Industry, Perspective. New Jersey: Prentice Hall. Daniel M. 2000. Medical Plants Chemistry and Properties. New York: Science publisher. Daryit CS. 2003. Coconut oil: atherogenic or not? (what therefore causes atherosclerosis?). Philip J Cardiol 31:77-104. Fuhrman B, Roseblate M, Hayek T, Coleman R, Aviram M. 2000. Ginger extract consumption reduces plasma cholesterol, inhibits LDL oxidation and attenuates development of atherosclerosis in atherosclerotic, apolipoprotein E-Deficient mice. J. Nutr. 130: 1124-1131. Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology. California: Appleton and Lange Inc. Grundy SM. 1991. Multifactorial etiology of hypercholesterolemia: implication for prevention coronary heart disease, ateriosclerosis and trombosis. Am.J.Cardiol. 11: 1619-1635. Guyton AC, Hall JE. 1996. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Saunders Company. Harkness JE, Wagner JE. 1983. Biology and Medicine of Rabbits and Rodents. Philadelphia: Lea and Fabriger.

25 Hawab M, Bintang M, Kustaman E. 1989. Biokimia Lanjutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hawkes CH, Shephard BC. 1998. Olfactory evoked responses and identification tests in neurological disease. Ann. N.Y. Acad. Sci. 855:608-615. [HMI] Howard Medical Institut. 2006. Odor, perseption, behaviour, and emotion. [internet]. [diacu 15 Maret 2012]. Tersedia dari: http://hmi.org/research/investi gator/buck.html. Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Depok: Agromedia Pustaka. Kartasubrata J. 2010. Sukses Budidaya Tanaman Obat. Bogor: IPB Press. Katan MB, Grundy MS, Willet WC. 1997. Beyond low-fat diets. N. Engl. J. Med. 337: 563-567. Ketaren S. 2006. Minyak Atsiri. Jakarta: UI Press. Kreisberg, Robert A, Oberman A. 2003. Medical management of hyperlipidemia/ dyslipidemia. J. Clin. Endocr. And Metabol. 88(6):2445-61. Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penerbit Swadaya. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Maniapoto K. 2002. Aromatheraphy: the language of scentin the sweetest melody [internet]. [diacu 10 Maret 2012]. Tersedia dari: http;//www.nzase.org.nz/ events/aromatherapy.pdf. Maryani H, Kristiana L. 2004. Tanaman Obat untuk Influenza. Depok: Agromedia Pustaka. Matsuoka R, Mitsunaga T. 2011. Effects of olfactory stimulation with scent of cypress (Callitris glaucophylla) essential oil on brown adipose tissue sympathetic nerve activity of rat. Proceeding of The second symposium on Temulawak, Bogor. Moeliandari F, Wijaya A. 2002. Metabolism and Anti-Atherosclerotic Mechanisms of HDL, A New Perspective. Jakarta: Prodia. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2006. Harper Biochemistry. Jakarta: EGC. Myres P, Armitage D. 2004. Rattus norvegicus animal diversity [internet]. [diacu 15 April 2012]. Tersedia dari: http://www.animaldiversity.umuz.umich.edu/ site?information/Ratuusnorvegicus.html. Neess GC, Zhao Z, Lopez D. 1996. Inhibitor of cholesterol biosynthesis increase hepatic low density lipoprotein degradation. Arch. Biochem. Biophys. 325:242248. Paimin FB, Murhananto. 2007. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penerbit Swadaya. Piliang WG, Djojosoebagyio S. 2006. Fisioligi Nutrisi Volume II. Bogor: IPB Press. Pon V, Babu A, Liu D. 2008. Green tea cathecin and cardiovascular health: an update. Curr. Med. Chem. 15(18): 1840-1850. Priyambodo S. 1995. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta: Swadaya. Rusli MS. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: Agromedia Pustaka. Sangat H. 1996. Aromatherapy plants: an etnopharmacology study. Proceeding Simposium Nasional I Tumbuhan Aromatik APINMAP 22-23 Oktober 1996.

26 Sharma I, Gusain D, Dixit VP. 1996. Hypolipidemic and antiatherosclerotic effects of Zingiber officinale in cholesterol-fed rabbits. Phto. Res. 10:517-518. Sirois M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principles and Procedure. Missouri: Mosby Inc. Skaria BP, Joy PP, Matthew S, Matthew G, Joseph A, Joseph R. 2007. Aromatic Plants. New Delhi: New India Publishing Agency. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press Stockham SL, Scott MA. 2007. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Iowa: Blackwell Publishing. Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. San Diego: Elsevier Academic Press. Tanabe M, Chen, YD, Saito K dan Kano Y. 1993. Cholesterol biosynthesis inhibitory component from Zingiber officinale Roscoe. Chem. Pharm. Bull. 41: 710-713. Tika. 2012. Minum susu jahe [internet]. [diacu 5 Mei 2012]. Tersedia dari: http://wisata.kompasiana.com/kuliner/20120421/yuk-minum-susu-jahe

27

LAMPIRAN Lampiran 1 Komposisi Pakan Standar Komposisi

Kadar (%)

Protein

18

Lemak

4

Serat

4

Abu

11

Energi Metabolisme

2000 kkal

Lampiran 2 Komposisi Pakan Tinggi Lemak Komposisi

Kadar (%)

Protein Kasar

17.33

Lemak Kasar

12.59

Serat Kasar

8.64

Abu

20.99

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

31.24

Energi Bruto

4363 kal/gram

Lampiran 3 Bahan-Bahan Pakan Tinggi Lemak Ransum

Kadar (%)

Kuning Telur

12.5

Minyak Kelapa

5

Pakan Standar

82.5

28

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Tangerang pada tanggal 3 juli 1990 dari ayah bernama Dendin dan ibu bernama Leni Masliani. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa unit kegiatan mahasiswa diantaranya Paduan Suara Mahasiswa Agria Swara dan Karate, serta aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Embriologi dan Genetika Perkembangan dan Anatomi Veteriner I pada tahun ajaran 2010/2011, serta Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2011/2012.