ISSN 1410-1939
PENGARUH BERBAGAI KADAR AIR TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI YANG DIBERI MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR [THE EFFECT OF SOIL WATER CONTENT ON THE GROWTH AND PRODUCTION OF SOYBEAN TREATED WITH VESICULAR-ARBUSCULAR MYCORRHYZAE] Nerty Soverda, Mapegau dan Feni Destri Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Mendalo Darat, Jambi email:
[email protected]
Abstract This study was aimed at investigating the effect of soil water content on the growth and production of soybean treated with vesicular-arbuscular mycorrhyzae (VAM), and obtaining soil water content that produce the best soybean growth and development. Experiment was conducted at the Experimental Farm, Faculty of Agriculture Jambi University, located at 35 above sea level with Ultisol soil type and pH of 5,54. A Completely Randomized Block design was applied in the experiment with 4 soil water content (25% of field capacity, 50% of field capacity, 75% of field capacity and 100% of field capacity) and 5 replicates. Results showed that the reduction of soil water content up to 75% was found to inhibit plant height, dray matter, the number of filled pod per plant, and seed weight per plant. These results, however, did not significantly differ from those of 50% and 25% field capacity when VAM was applied. Key words: Glycine max, water stress, mycorrhyzal association.
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merill.) merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak maupun bahan baku industri. Sebagai makanan, kedelai sangat berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Dalam biji kedelai terkandung gizi yang tinggi terutama kadar protein nabati. Tanaman kedelai selain berguna untuk mencukupi kebutuhan gizi tubuh, juga berkhasiat sebagai pencegah kanker dan jantung koroner karena kedelai mengandung senyawa fenolik dan asam lemak tak jenuh (Rukmana dan Yuniarsih, 2004). Permintaan terhadap komoditas kedelai terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya berbagai industri pakan ternak. Sementara itu produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga masih diperlukan impor kedelai (Rukmana dan Yuniarsih, 2004). Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor kedelai sebesar 1,19 juta ton. Pada tahun yang sama produksi kedelai Indonesia 671.600 ton dengan luas panen 526.796 ha. Pada tahun
2004 produksinya meningkat mencapai 723.483 ton dengan luas panen 565.155 ha. Meskipun telah terjadi peningkatan produksi dan luas panen dari tahun 2003 sampai tahun 2004, ternyata produktivitas kedelai di Indonesia baru mencapai 1,28 ton ha-1 (Badan Pusat Logistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Produktivitas tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil yang dapat dicapai tanaman kedelai yaitu sebesar 1,5 - 2,5 ton ha-1 (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Karena itu perlu upaya peningkatan produksi kedelai yang antara lain dapat dicapai melalui perluasan areal. Mengingat luas lahan pertanian potensial semakin berkurang karena digunakan untuk industri, pemukiman dan keperluan non pertanian lainnya yang mencapai 47 ribu hektar per tahun (Nasution, 2004), maka pemanfaatan lahan marjinal seperti lahan kering menjadi alternatif pilihan. Pengembangan usaha tani tanaman pangan seperti kedelai di lahan kering banyak menghadapi kendala, antara lain adalah ketersediaan air yang terbatas yang dapat menimbulkan efek cekaman air. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata yang dapat menghambat laju fotosintesis
85
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 2, Juli – Desember 2007
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman (Suhardi, 1991). Beberapa hasil penelitian mengisyaratkan bahwa kedelai kultivar Willis lebih peka terhadap kekurangan air. Hasil penelitian Mapegau (2006), menunjukkan bahwa pada kondisi 60% kadar air tanah tersedia telah menghambat pertumbuhan kedelai kultivar Willis, sedangkan pada kultivar Tidar penghambatan pertumbuhan baru terjadi pada kondisi 40% kadar air tanah tersedia. Karena itu diperlukan terobosan budidaya yang dapat mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menggunakan pupuk biologis yang pada prinsipnya memanfaatkan sumber daya hayati dengan teknologi sederhana, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan bukan merupakan patogen. Sumber daya hayati yang dimaksud adalah Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan (Setiadi, 1986). Kehadiran mikoriza pada tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman sehingga pemborosan air tanah dapat dikurangi, di samping itu mikoriza juga dapat meningkatkan tegangan osmotik sel-sel akar tanaman pada tanah yang kadar air tanahnya sangat rendah sehingga tanaman dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Santoso, 1994). Hasil berbagai penelitian juga membuktikan bahwa tanaman yang bermikoriza mampu bertahan pada kondisi stress air yang hebat (Simarmata, 2005). Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Hal ini dikarenakan mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan Fe) dan unsur mikro (Cu, Mn dan Zn). Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Setiadi, 1986). Hasil penelitian Haryoko (2000), menunjukkan bahwa pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula dengan dosis 25-50 g per tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada tanah Ultisol. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Murniati (2000), pemberian Cendawan Mikoriza Asbuskular 50 g per tanaman pada kadar air tanah 75% kapasitas lapang didapatkan rasio tajuk:akar, berat kering dan persentase infeksi Cendawan Mikoriza Arbuskula terbaik, sedangkan dengan pemberian 50 g per tanaman pada kadar air tanah 50% kapasitas lapang didapatkan laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih terbaik untuk tanaman cabai rawit. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Berbagai Kadar Air Tanah terhadap Pertumbuhan
86
dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill.) yang Diberi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, dari bulan Maret sampai bulan Juni 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis, Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA), tanah kering udara, pupuk kandang ayam, pupuk dasar Urea, SP-36 dan KCl, insektisida Decis 2,5-EC dan fungisida Dithane M-45. Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang dicobakan terdiri atas 4 tingkat kadar air tanah yaitu: 25%, 50%, 75% dan 100% kadar air pada Kapasitas Lapang (KL). Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, jadi jumlah satuan percobaan adalah 20 satuan percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri dari 6 polybag. Dengan demikian jumlah polybag yang akan digunakan berjumlah 120 polybag. Semua perlakuan diberikan mikoriza sebanyak 50 g per polybag. Selanjutnya setiap polybag diberikan air sesuai dengan perlakuan. Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, bobot kering pupus tanaman, umur berbunga tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, bobot biji per tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam terungkap bahwa kadar air tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman . Tinggi tanaman pada tingkat kadar air tanah yang berbeda disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman pada berbagai tingkat kadar air tanah dengan MVA. Kadar air tanah (% KL) Tinggi tanaman (cm) 100 50,58 a 75 43,95 b 50 41,53 b 25 34,36 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α = 5%. Pada Tabel 1 terlihat bahwa penurunan tingkat kadar air tanah pada tingkat 75% KL secara nyata
Nerty Soverda et al.: Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang Diberi Mikoriza Vesikular Arbuskular
mulai menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Pemberian mikoriza sebanyak 50 g per tanaman diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap kekurangan air, tetapi pada peranannya dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan tidak terlihat, hal ini diduga karena kedelai varietas Willis lebih sensitif terhadap kekurangan air. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa kedelai kultivar Willis lebih peka terhadap kekurangan air. Bobot kering pupus tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa kadar air tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering pupus tanaman. Bobot kering pupus tanaman pada tingkat kadar air tanah yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata bobot kering pupus tanaman pada berbagai tingkat kadar air tanah Bobot kering pupus tanaman (g) 100 7,77 a 75 6,58 b 50 5,34 c 25 4,66 d Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α = 5%. Kadar air tanah (% KL)
Sama halnya dengan tinggi tanaman, penurunan tingkat kadar air tanah pada tingkat 75% KL secara nyata menurunkan bobot kering pupus tanaman. Bobot kering pupus tanaman terendah diperoleh pada tingkat kadar air tanah 25% KL. Dari hasil diatas diduga bahwa mikoriza yang diberikan belum berfungsi terutama dalam membantu penyerapan hara P dan K pada kondisi tingkat kadar air tanah rendah. Karena itu laju fotosintesis rendah dan bobot kering pupus yang dihasilkan juga rendah. Umur berbunga tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur berbunga tanaman. Umur berbunga tanaman pada tingkat kadar air tanah yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa penurunan tingkat kadar air tanah dari 50% sampai dengan 25% KL secara nyata mempercepat umur berbunga tanaman. Bahkan lebih cepat dari umur berbunga yang tercantum pada deskripsi varietas. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat 50% dan 25% KL me-
nimbulkan efek cekaman air pada tanaman kedelai varietas willis. Pada keadaan air tanah 75% KL menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan keadaan air tanah 100% KL. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada saat memasuki keadaan cekaman, dengan pemberian MVA tanaman dapat memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan tanaman yang tidak tercekam. Tabel 3. Rata-rata umur berbunga tanaman pada berbagai tingkat kadar air tanah. Bobot kering pupus tanaman (g) 100 34,40 a 75 33,92 b 50 33,28 b 25 32,64 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α = 5%.
Kadar air tanah (% KL)
Jumlah polong berisi per tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman. Jumlah polong berisi per tanaman pada kadar air tanah yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata jumlah polong berisi per tanaman pada berbagai kadar air tanah. Bobot kering pupus tanaman (g) 100 155,53 a 75 113,80 b 50 33,28 b 25 70,33 bc Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α = 5%.
Kadar air tanah (% KL)
Pada Tabel 4 Terlihat bahwa menurunnya tingkat kadar air tanah dari 75% sampai dengan 25% KL secara nyata menghasilkan jumlah polong berisi lebih rendah. Jumlah polong terendah diperoleh pada tingkat kadar air tanah 25% KL. Keadaan ini menunjukkan bahwa dengan pemberian MVA keadaan yang sangat tercekam (25% KL) dapat menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata dengan keadaan 50% KL dan 75% KL. Prawiranata et al. (1994), mengemukakan bahwa selama masa periode perkembangan biji, tanaman mungkin mengalami keadaan lingkungan yang dapat mengubah pola perkembangan biji
87
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 2, Juli – Desember 2007
yang normal. Fluktuasi suhu dan stres air selama masa pembungaan ternyata dapat menganggu perkembangan buah dan biji. Untuk pembentukan buah dan biji membutuhkan hara organik seperti karbohidrat, asam lemak, asam amino, nukleoktida dan zat tumbuh dibentuk dalam tumbuhan induk dan ditranslokasikan ke buah atau biji akan mengganggu pola perkembangan biji, sehingga dapat menguragi ukuran dan berat biji. Bobot biji per tanaman Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman pada tingkat kada air tanah berbeda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata bobot biji per tanaman pada berbagai kadar air tanah. Bobot kering pupus tanaman (g) 100 49,77 a 75 39,45 ab 50 32,68 bc 25 22,74 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α 5%. Kadar air tanah (% KL)
Pada Tabel 5 terlihat bahwa menurunnya tingkat kadar air tanah dari 75% sampai dengan 25% KL secara nyata menurunkan bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman terendah diperoleh pada tingkat kadar air tanah 25% KL, dan tidak berbeda nyata dengan kadar air tanah 50% KL dan 75% KL, namun berbeda nyata dengan perlakuan 100% KL. Tidak berbedanya bobot biji per tanaman pada berbagai tingkat cekaman (25%, 50% dan 75% KL) menunjukkan bahwa pemberian MVA ternyata dapat memberikan perbedaan yang tidak nyata antara tanaman yang cekaman sedikit, sedang dan sangat tercekam. Dalam kaitannya dalam fotosintesis, tanaman yang mengalami cekaman air dan stomatanya akan menutup lebih awal untuk mengurangi hilangnya air. Penutupan stomata akan mengganggu masuknya CO2, sehingga laju fotosintesis berkurang. Penurunan laju mengakibatkan fotosintat yang dihasilkan akan menurun. Akibatnya cadangan makanan untuk pembentukan biji berkurang. Gardner et al. (1991), mengemukakan bahwa kekurangan air selama periode pengisian mengurangi hasil biji karena terjadinya penurunan laju fotointesis.
88
KESIMPULAN Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kadar air tanah dengan aplikasi MVA memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. 2. Penurunan tingkat kadar air tanah 75% kapasitas lapang mulai menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, berat kering pupus tanaman, jumlah polong berisi per tanaman dan bobot biji per tanaman, namun penghambatan ini tidak berbeda nyata dengan kadar air tanah 50% kapasitas lapang.
SARAN Berdasarkan hasil percobaan mengenai pengaruh berbagai kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang diberi MVA dapat disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dilapangan dengan menggunakan dosis Mikoriza Vesikular Arbuskular yang lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto dan Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-PasangSurut. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Pusat Logistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2005. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 2004 Tingkat Nasional dan Provinsi. Badan Pusat Logistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian RI, Jakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (diterjemahkan oleh H. Suslo). Universitas Indonesia Press, Jakarta. Haryoko, W., Zahanis dan Y. M. Zen. 2000. Pertumbuhan dan hasil kedelai yang diinokulasi cendawan mikoriza arbuskular pada Ultisol. Stigma 8: 282-286. Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 41: 43-49. Murniati. 2000. Peranan cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit (Capsicum frutescens) pada berbagai kadar air tanah. Stigma 9: 328-332.
Nerty Soverda et al.: Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang Diberi Mikoriza Vesikular Arbuskular
Nasution, M. 2004. Diversifikasi Titik Kritis Pembangunan Pertanian Indonesia: Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiadi, Y. 1986. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.
Prawiranata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1994. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Simarmata, T. 2005. Revitalisasi Kesehatan Ekosistem Lahan Kritis dengan Memanfaatkan Pupuk Biologis Mikoriza dalam Percepatan Pengembangan Pertanian Ekologis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Pemanfaatan Cendawan Mikoriza, Jambi 9 Mei 2005. Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi.
Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 2004. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta. Santoso, B. 1994. Mikoriza: Peranan dan Hubungannya dengan Kesuburan Tanah. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Suhardi. 1991. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta.
89
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 2, Juli – Desember 2007
90