PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

Download Researches in Intellectual Capital have been conducted in many countries and in many aspects, but in Indonesia study of Intellectual Capita...

0 downloads 574 Views 684KB Size
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN NILAI PASAR PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA

ADITYAS WICAKSANA PROF. DR. H. ABDUL ROHMAN, M. SI, AKT

ABSTRACT

Researches in Intellectual Capital have been conducted in many countries and in many aspects, but in Indonesia study of Intellectual Capital and its effect to firms’ growth and firms’ market value is still limited. Previous researches are also have many differents in its findings. The purpose of this research is to investigate the influence of Intellectual Capital of firm toward their growth and market value. The Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) method is used to measure of Intellectual Capital. The samples of this study taken from banking companies listed in Indonesian Stock Exchange, with observation period of 2009 until 2010. The samples are collected by purposive sampling method and resulted 25 observation as samples. This study is an empirical study using Partial Least Square (PLS) for the data analysis. The result show that Intellectual Capital influences positively to both firms’ growth and firms’ market value. Keyword: Intellectual Capital, VAICTM, firms’ growth, firms’ market value, Partial Least Square (PLS)

1

1

PENDAHULUAN Pada tahun 1980an, muncul kesadaran akan pentingnya nilai aset tak berwujud di

dalam praktik bisnis dan akuntansi. Organisasi-organisasi bisnis, para pemangku kepentingan, para peneliti, dan pembuat kebijakan menyadari pentingnya aset tak berwujud sebagai sumber daya fundamental untuk menciptakan kekayaan dan sebagai sumber inovasi (Singh dan Van der Zahn, 2008). Munculnya kesadaran ini menandakan dimulainya era “ekonomi baru”, yang salah satu cirinya adalah didominasi oleh peran penting informasi dan pengetahuan sebagai suatu knowledge asset bagi perusahaan (Pike dan Roos, 2000). Menurut Bontis (2001), ada beberapa penggunaan istilah populer yang menunjukkan semakin dikenalnya knowledge asset pada dunia bisnis internasional. Istilah-istilah tersebut antara lain adalah intellectual capital, knowledge capital, knowledge organizations, learning organizations, organizational learning, information age, knowledge era, information assets. Intangible assets, intangible management, hidden value, dan human capital. Istilah Intellectual Capital (selanjutnya disingkat IC) pertama kali dikembangkan oleh John K. Galbraith pada tahun 1969 dan dikembangkan oleh Peter F. Drucker pada tahun 1993 (Bontis, 2001). Dalam literatur, tersedia banyak sekali definisi pakar mengenai IC. Salah satu yang cukup komprehensif adalah definisi dari CIMA pada tahun 2001 (dikutip oleh Li et al, 2008), yaitu: “... the possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill, good relationships, and technological capacities, which when applied will give organisations competitive advantage.”

Salah satu area penelitian yang kini menarik banyak peneliti IC untuk melakukan investigasi adalah penggunaan IC sebagai instrumen untuk menentukan nilai perusahaan (Tan et al, 2007). Hal ini seolah kontras dengan pemikiran yang diungkapkan oleh Pike dan Roos (2000) yang menyatakan bahwa nilai market value tidak semata-mata merupakan penjumlahan IC dengan nilai buku perusahaan. Namun demikian, jika digeneralisasi dapat ditarik persamaan pendapat dari para ahli bahwa dengan memperhitungkan unsur IC maka nilai perusahaan akan meningkat. Hal ini dipertegas Yang dan Lin (2009) yang menyatakan bahwa “... intellectual capital is pivotal to an organization’s lasting success...”. Yang dan Lin (2009) menambahkan 2

bahwa penciptaan, akumulasi, dan penciptaan ulang (re-creation) dari IC harus menjadi perhatian utama dari tim manajemen puncak. Hal ini membuat penelitian seputar IC sangat penting untuk dilakukan karena sangat membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, serta membantu para investor dan stakeholder perusahaan untuk mengambil keputusan. Namun demikian, dalam kondisi meningkatnya peran IC dalam kehidupan bisnis dan akuntansi, Singh dan Van der Zahn (2007) menganggap mekanisme akuntansi tradisional dianggap tidak mampu lagi untuk memenuhi syarat untuk mengukur dan melaporkan IC secara memadai untuk perusahaan-perusahaan “ekonomi baru”. Beberapa aset tak berwujud yang khas dimiliki oleh perusahaan-perusahaan “ekonomi baru” seperti yang dicontohkan oleh Stewart (dalam Tan et al, 2007) berupa kompetensi staf, hubungan dengan pelanggan, model-model simulasi, dan sistem administrasi terkomputerisasi akan luput dari metode akuntansi tradisional. Hal ini akan membawa dampak pada meningkatnya asimetri informasi antara perusahaan dan pengguna laporan keuangan dan menciptakan inefisiensi pada proses alokasi sumber daya dalam pasar modal (Li et al, 2008). Ketidakmampuan praktik akuntansi konvensional tersebut menunjukkan terjadi suatu kesenjangan (gap) antara dunia teori akuntansi yang tekstual dengan praktik nyata yang kontekstual. Dalam rangka mengatasi masalah terkait IC yang dihadapi akuntansi tradisional, beberapa model klasifikasi dan pengukuran IC telah dikembangkan. Salah satu metode yang cukup banyak dipakai dalam penelitian adalah model VAICTM (Value Added Intellectual Coefficient) yang dikembangkan oleh Ante Pulic (1999). Metode ini menggunakan pendekatan tidak langsung untuk mengukur IC dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil kemampuan intelektual perusahaan. Konsep nilai tambah adalah indikator obyektif secara keseluruhan dari kesuksesan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai dengan memasukkan investasi sumber daya termasuk gaji dan bunga untuk aset keuangan, deviden, pajak serta biaya research and development (Solikhah, 2010). Kekerapan penggunaan VAICTM oleh para peneliti menunjukkan penerimaan VAICTM sebagai suatu metode yang cukup memadai untuk mengukur dan menganalisa IC. Dengan semakin diketahuinya peran IC dalam penciptaan value added bagi perusahaan, maka perusahaan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengembangkan IC, baik dalam proses value finding, value creation, maupun value delivery ke semua pemangku kepentingan. Beberapa studi telah meneliti peran penting IC dalam penciptaan nilai bagi perusahaan. Ting dan Lean (2009) mengungkapkan bahwa VAICTM dan ROA memiliki 3

kaitan positif pada institusi keuangan Malaysia dan ketiga komponen dalam VAICTM memiliki korelasi erat dengan profitabilitas. Mavridis (2005) menyimpulkan terdapat hubungan korelasi yang kuat antara value added dengan physical capital, namun terlebih terdapat hubungan korelasi yang lebih kuat pada human atau intellectual capital (koefisien human capital). Ulum (2008) membuktikan bahwa IC berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan masa depan. Solikhah (2010) menyimpulkan bahwa IC berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dan pertumbuhan perusahaan, namun tidak mempengaruhi nilai pasar perusahaan, serta kinerja IC berbeda dalam bidang-bidang industri. Namun demikian, terdapat beberapa penelitian yang memberikan hasil bahwa IC tidak berpengaruh terhadap penciptaan nilai bagi perusahaan. Diez et al (2010) menyimpulkan bahwa walaupun terdapat relasi antara IC dan penciptaan nilai, namun tidak ada relasi yang signifikan antara penggunaan indikator human capital dan structural capital dengan variabelvariabel independen selain pertumbuhan penjualan, seperti ROA atau produktivitas. Maditinos et al (2011) menunjukkan bahwa IC secara keseluruhan dan komponen-komponen IC tidak berkolerasi dengan kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan. Wahdikorin (2010) menunjukkan bahwa secara agregat, IC berpengaruh signifikan dan negatif terhadap cost to asset (CTA) dan tidak berpengaruh terhadap ROA. Hasil penelitian yang beragam dan seringkali kontradiktif mengenai IC menunjukkan bahwa masih terjadi research gap dalam penelitian IC. Hal ini semakin menguatkan bahwa penelitian lebih lanjut penting untuk dilakukan. Hal ini juga didukung dengan semakin vitalnya peranan IC bagi perusahaan modern karena IC sulit ditiru dan bersifat tak tergantikan sehingga dapat menciptakan keunggulan kompetitif dan kinerja yang lebih baik. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Intellectual Capital terhadap Pertumbuhan dan Nilai Pasar Perusahaan pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”. Dari hasil penelitian yang beragam dan kontradiktif mengenai IC serta masih terbatasnya penelitian di Indonesia yang meneliti antara IC dengan pertumbuhan dan nilai perusahaan dalam sektor perbankan, maka masalah dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: 1.

Apakah Modal Intelektual berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan?

2.

Apakah Modal Intelektual berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan?

4

2 2.1.

LANDASAN TEORI Stakeholder Theory Stakeholder Theory menunjukkan pemeliharaan hubungan dengan stakeholder yang

mencakup semua bentuk hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder perusahaan yang mencakup pekerja, pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis perusahaan. Teori stakeholder mengatakan bahwa laporan akuntansi dianggap menjelaskan sebuah strategi untuk mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pihak-pihak lain yang berinteraksi dengannya (Fontaine et al, 2006). Freeman dan Evan (1990) mendefinisikan stakeholder sebagai “any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organisation’s objectives, or is affected by the achievement of an organisation’s objectives”. Berdasar teori stakeholder, manajemen perusahaan diasumsikan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa stakeholder berhak untuk menerima informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka, bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut atau bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Fontaine et al, 2006). Menurut Fontaine et al (2006), tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan memahami lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Inti seluruh teori ini adalah tentang apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka. Dalam konteks VAICTM, teori stakeholder berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan adil dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Melalui pemanfaatan seluruh potensi perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital, maka perusahaan akan mampu menciptakan value added bagi perusahaan (dalam hal ini disebut VAICTM). Dengan meningkatkan value added tersebut, kinerja keuangan perusahaan akan meningkat dan pertumbuhan perusahaan makin baik sehingga nilai perusahaan di mata stakeholder akan meningkat. 2.2.

Resource Based Theory/Resource Based View (RBV) 5

Pendekatan berbasis sumber daya (resource-based view of the firm/RBV) adalah suatu teori yang dikembangkan untuk menganalisis keunggulan bersaing suatu perusahaan yang menonjolkan keunggulan pengetahuan (knowledge/learning economy) atau perekonomian yang mengandalkan aset-aset tak berwujud (intangible assets). Resources Based Theory mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan. Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kemampuan (Kor dan Mahoney, 2004). Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif. Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan. Sumber daya perusahaan yang dapat memberi keunggulan kompetitif bagi perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu berwujud, tidak berwujud dan kapabilitas sumber daya manusia (Fahy dan Smithee, 1999). Kemampuan menunjukkan apa yang dapat dilakukan perusahaan dengan sumber dayanya. Pendekatan RBV menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Empat kriteria sumber daya sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, yaitu: (a) sumber daya harus menambah nilai positif bagi perusahaan, (b) sumber daya harus bersifat unik atau langka diantara calon pesaing dan pesaing yang ada sekarang ini, (c) sumber daya harus sukar ditiru, dan (d) sumber daya tidak dapat digantikan dengan sumber lainnya oleh perusahaan pesaing (Fahy dan Smithee, 1999). Dalam RBV, perusahaan tidak dapat berharap untuk membeli atau mengambil keunggulan kompetitif berkelanjutan yang dimiliki oleh suatu organisasi lain, karena keunggulan tersebut merupakan sumber daya yang langka, sukar ditiru, dan tidak tergantikan. 2.3.

Definisi Intellectual Capital Menurut Stewart (1997), intellectual capital telah dimengerti secara berbeda oleh

beberapa kalangan, dipahami oleh beberapa kelompok kecil dan secara formal belum terdapat metode penilaian yang baku. Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modalmodal non fisik atau modal tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata 6

(invisible) yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Stewart (1997) menjelaskan bahwa IC merupakan: “The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth.”

Bontis et al. (2000) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi tiga konstruk utama dari IC, yaitu: human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Menurut Bontis et al. (2000), secara sederhana HC merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience, dan attitude tentang kehidupan dan bisnis. Lebih lanjut Bontis et al. (2000) menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, organisational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Sedangkan tema utama dari CC adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis et al., 2000). 2.4.

Pengklasifikasian Intellectual Capital Stewart (1997) mengklasifikasikan IC ke dalam tiga format dasar, yaitu human

capital, structural capital, dan customer capital. The Danish Confederation of Trade Unions (1999) mengelompokkan IC sebagai manusia, sistem, dan pasar. Leliaert et al. (2003) mengembangkan the 4-Leaf model, yang mengelompokkan IC ke dalam human, customer, structural capital, dan strategic alliance capital (dalam Tan et al., 2007). Metode pengukuran IC dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al, 2007), yaitu kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter dan kategori yang menggunakan ukuran moneter. Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari IC, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan. Berikut adalah daftar ukuran IC yang berbasis nonmoneter/kualitatif (Tan et al,. 2007): a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); 7

b. Brooking’s Technology Broker method oleh Broker (1996); c. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997); d. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997); e. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000); g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan h. The Ernest & Young Model (2000). Sedangkan model penilaian IC berbasis moneter/kuantitatif yang disebutkan oleh Tan et al., (2007) antara lain: a. The EVA dan MVA model (Bontis et al., 1999); b. The Market-to-Book Value model (Partanen, 1998); c. Tobin’s q method (Luthy, 1998); d. Pulic’s VAICTM Model (Pulic, 1998, 2000). e. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan f. The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001). Tan et al.,(2007) juga menambahkan beberapa pengukuran yang terdapat dalam accounting bodies dan pengukuran-pengukuran yang dikembangkan oleh para praktisi yaitu: a. Human Resource Costing & Accounting (Johanson dan Grojer, 1998); b. Accounting for the Future (Nash, 1998); c. Total Value Creation (McLean, 1999); dan d. The Value Explorer and Weightless Weights (Andriessen dan Tissen, 2000). 2.5.

Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) Metode VAIC™ (Pulic, 1999) didesain untuk menyajikan informasi tentang value

creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1999). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 1999). Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk 8

dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN (Pulic, 1999). Metode VAICTM mengukur efisiensi input perusahaan yang terdiri dari: 1) Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal manusia. HCE merupakan rasio dari Value Added (VA) terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. HCE dapat diartikan juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008). 2) (SCE) adalah Structural Capital Efficiency indikator efisiensi nilai tambah modal struktural. SCE merupakan rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007). 3) Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal yang digunakan. CEE merupakan rasio dari VA terhadap CE. CEE menggambarkan berapa banyak nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. CEE yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan (Wahdikorin, 2010). 2.6.

Definisi Bank dan Karakteristik Industri Perbankan Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Menurut Firer dan William (2003) dan Saengchan (2008), industri perbankan adalah salah satu sektor yang memiliki IC paling intensif. Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya (Ulum, 2008). Penelitian Ulum (2008), Ting dan Lean (2009), serta Mavridis (2005) memberikan bukti empiris bahwa perusahaan perbankan sangat dipengaruhi oleh IC. 2.7.

Pertumbuhan Perusahaan (Firms’ Growth) 9

Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size (Kallapur dan Trombley, 1999). Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi, di antaranya adalah peningkatan aktiva, peningkatan laba, peningkatan ekuitas maupun peningkatan laba. Peningkatan pendapatan biasanya merupakan sinyal bagi perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen et al., 2000). Weston dan Copeland mengatakan bahwa pertumbuhan perusahaan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (dalam Solikhah, 2010). Pertumbuhan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh value added yang merupakan salah satu faktor yang menentukan perusahaan untuk tetap survive.

2.8.

Nilai Pasar Perusahaan (Firms’ Market Value) Praktik akuntansi konservatisme menekankan bahwa investasi perusahaan dalam

intellectual capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari peningkatan selisih antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien, maka investor akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki IC lebih besar (Belkaoui, 2003). Selain itu, jika IC merupakan sumber daya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka IC akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan (Chen et al., 2005). 2.9.

Kerangka Penelitian EG

HCE

Firms’ Growth (GR)

+

AG

SCE

Intellectual Capital (VAICTM)

CEE

Firms’ Market Value (Mval)

+

PBV PER

2.10. Pengembangan Hipotesis Pertumbuhan Perusahaan (Firms’ Growth) 10

Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size (Kallapur dan Trombley, 2001). Dalam konteks teori stakeholder, dapat dilihat dari dua sisi yaitu bidang manajerial dan bidang etika. Bidang manajerial dapat menjelaskan bahwa kekuatan stakeholder dalam mengendalikan manajer korporasi adalah untuk meningkatkan value added serta kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kinerja yang bagus akan mendorong untuk terus berkembang dan tumbuh. Sedangkan bidang etika menjelaskan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal dalam upaya mengembangkan perusahaan, maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Menurut resource-based theory, keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan akan bergantung pada pengembangan sumber daya baru sama seperti mengeksploitasi sumber daya yang lama. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya intelektual secara efektif dan efisien akan mendorong kemampuan pengembangan bagi perusahaan. Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah (2010) telah membuktikan bahwa IC mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Sedangkan penelitian Maditinos et al (2011), dan Wahdikorin (2010) menunjukkan bahwa IC tidak berpengaruh signifikan, atau berpengaruh sangat kecil, atau hanya berpengaruh parsial pada kinerja keuangan. Dengan adanya research gap yang terjadi pada penelitian-penelitian terdahulu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti hubungan antara IC dengan pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis pertama dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1 : Modal Intelektual berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Nilai Pasar Perusahaan (Firms’ Market Value) Teori stakeholder menjelaskan bahwa para stakeholder akan lebih menghargai perusahaan yang mampu menciptakan nilai karena dengan penciptaan nilai yang baik, maka perusahaan akan lebih mampu untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholder. Dalam konteks IC, penciptaan nilai dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan unsur-unsur IC yaitu human capital, physical capital, maupun structural capital. Sebagai salah satu stakeholder perusahaan, para investor di pasar modal akan menunjukkan apresiasi atas 11

keunggulan IC yang dimiliki perusahaan dengan berinvestasi pada perusahaan tersebut. Pertambahan investasi tersebut akan berdampak pada naiknya nilai pasar perusahaan. Senada dengan pendapat tersebut, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan untuk mengelola sumber daya fisiknya dengan lebih baik. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing dan nilai tambah. Investor akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan. Di mana hal tersebut sesuai dengan pandangan resource-based theory. Namun demikian, Solikhah (2010) dan Maditinos (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara IC dengan nilai pasar perusahaan. Dengan demikian, terjadi gap antara teori dengan hasil penelitian empirik sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: H2 : Modal Intelektual berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan

3

METODE PENELITIAN

3.1

Variabel Penelitian dan Pengukuran

3.1.1 Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah IC yang diukur dengan metode VAICTM. Langkah pertama dalam metode ini adalah mengukur nilai tambah atau Value Added (VA) dengan rumus: VA = OUT – IN OUT = Total pendapatan IN = Beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawan Metode VAIC mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan: modal manusia, modal struktural serta modal fisik dan finansial, yaitu: 1. Modal manusia (Human Capital/HC) mengacu pada nilai kolektif dari modal intelektual perusahaan yaitu kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan (Pulic, 1998; Firer dan Williams, 2003), diukur dengan Human Capital Efisiensi (HCE) yang merupakan indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal manusia. Rumus untuk menghitung HCE yaitu: 12

HCE = VA/HC HC = Gaji dan tunjangan karyawan 2. Modal struktural (Structural Capital/SC) dapat didefinisikan sebagai competitive intelligence, formula, sistem informasi, hak paten, kebijakan, proses, dan sebagainya, hasil dari produk atau sistem perusahaan yang telah diciptakan dari waktu ke waktu (Pulic, 1998; Firer dan Williams, 2003), diukur dengan Structural Capital Efficiency (SCE) yang merupakan indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal struktural. Rumus untuk menghitung SCE yaitu: SCE = SC / VA SC = VA – HC 3. Modal yang digunakan (Capital Employed/CE) didefinisikan sebagai total modal yang dimanfaatkan dalam aset tetap dan lancar suatu perusahaan (Pulic, 1998; Firer dan Williams, 2003), diukur dengan Capital Employed Efficiency (CEE) yang merupakan indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal yang digunakan. Rumus untuk menghitung CEE yaitu: CEE = VA/CE CE = nilai buku aktiva bersih Sehingga nilai VAIC dapat diperoleh dengan menjumlahkan ketiga komponennya yaitu HCE, SCE dan CEE. Rumus untuk menghitung VAIC yaitu: VAIC = HCE + SCE + CEE 3.1.2 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan dan nilai pasar perusahaan. Pertumbuhan perusahaan diukur dengan pertumbuhan laba (EG) dan pertumbuhan aktiva (AG). Pertumbuhan laba (EG) mengindikasikan kenaikan laba dari tahun ke tahun. Sedangkan pertumbuhan aktiva (AG) menunjukkan kenaikan aktiva dari tahun ke tahun. Kedua indikator tersebut selanjutnya dirumuskan sebagai berikut: EG = (Laba tahun ket ÷ Laba tahun ket-1) – 1 x 100% AG = (Total aktiva tahun ket ÷ Total aktiva tahun ket-1) – 1 x 100% 13

Variabel dependen kedua dalam penelitian ini adalah firms’ market value (Mval) yang diproksikan dengan price to book value ratio (PBV) dan price to earning ratio (PER). Price to book value ratio (PBV) menggambarkan penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dan organisasi perusahaan, di mana diformulasikan sebagai berikut: PBV = Harga Pasar Saham ÷ Nilai Buku per Saham Price to earning ratio (PER) menunjukkan besarnya harga yang dibayar investor untuk aliran earning yang akan diperoleh investor. PER dihitung dengan rumus berikut: PER = Harga Saham ÷ Laba per Saham

3.2

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa

Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009 dan 2010. Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling dengan kriteria yaitu perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia dan telah mempublikasikan laporan keuangan tahun 2009 dan 2010, serta tidak mengalami kerugian pada tahun pelaporan. Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh jumlah sampel sebanyak 25 sampel perusahaan perbankan. 3.3. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) sebagai alat analisis. Dalam hal ini, pertumbuhan perusahaan, nilai pasar perusahaan, dan komponen-komponen IC diperlakukan sebagai variabel laten dengan masing-masing indikatornya. Alat PLS dipilih karena dapat digunakan dengan jumlah sampel yang tidak besar dan dapat diterapkan pada semua skala data, serta merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif (Ghozali, 2008). Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi 14

parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama, menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (Ghozali, 2008). Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari 2 model, yaitu inner model dan outer model. 4 4.1.

HASIL DAN ANALISIS Deskripsi Objek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) periode 2009 sampai 2010, tercatat sejumlah 27 perusahaan. Selanjutnya dari seluruh bank yang terdaftar di BEI tersebut, Bank yang memenuhi kriteria dipilih menjadi sampel penelitian hanya 25 bank karena dua bank dalam kondisi rugi, sehingga objek yang menjadi sasaran penelitian ini adalah 25 bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Rincian penentuan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1: Tabel 4.1 Sampel Penelitian No.

Kriteria

Jumlah

1 Bankyang tercatat di BEI hingga tahun 2010

27

2 Bankyang mengalami rugi pada tahun 2009-2010

(2)

Total sampel selama periode penelitian

25

Sumber: data sekunder yang telah diolah, 2011

4.2.

Statistik Inferensial Partial Least Square

4.2.1. Hasil Outer Weight Model Outer weight model menggambarkan hubungan konstruk dengan indikator formatif. Karena semua konstruk dalam penelitian ini adalah konstruk formatif, maka tidak dapat dilakukan analisis terhadap convergent validity dan composite reliability. Analisis outer weight model untuk konstruk formatif dilakukan dengan melihat substantive content dari 15

masing-masing indikator berdasarkan besarnya relatif weight dan melihat signifikansi relatif weight tersebut dengan membandingkan hasil T-statistik dengan hasil T-tabel (Ghozali, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan PLS, didapatkan nilai masing-masing indikator formatif terhadap konstruknya pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 HASIL OUTER WEIGHT MODEL Original

Mean

of Standard

T-

sample

subsamples

deviation

Statistic

estimate SCE

IC

2,487

2,541

0,155

16,083

HCE

IC

-2,395

-2,455

0,147

16,263

CEE

IC

-0,047

-0,056

0,065

0,724

AG

GR

-0,212

-0,207

0,173

1,229

EG

GR

0,954

0,880

0,383

2,489

PBV

Mval

0,051

0,096

0,057

0,886

PER

Mval

1,009

0,935

0,385

2,617

Keterangan: nilai T-tabel, α sebesar 0,05 (degree of freedom 25-1=24) adalah 2,06 Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011

Berdasarkan Tabel 4.4, indikator SCE dan HCE valid dengan nilai weight 2,487 dan 2,395 karena memiliki nilai T-statistik lebih besar dari nilai T-tabel sehingga dapat digunakan untuk mengukur konstruk IC. Indikator CEE memiliki nilai T-statistik lebih kecil dari Ttabel, sehingga tidak valid mengukur konstruk IC. Indikator EG dengan nilai weight 0,954 valid (signifikan) karena nilai T-statistik lebih besar dari T-tabel sehingga dapat digunakan untuk mengukur konstruk GR. Indikator AG memiliki nilai T-statistik lebih kecil dari Ttabel, sehingga tidak valid mengukur konstruk GR. Indikator PBV tidak signifikan karena nilai T-statistik lebih kecil dari T-tabel, sehingga tidak dapat mengukur konstruk Mval, sedangkan indikator PER dengan nilai weight 1,009 signifikan karena memiliki nilai Tstatistik lebih besar dari T-tabel sehingga dapat digunakan untuk mengukur konstruk Mval. 16

4.2.2. Hasil Inner Model Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory.

Hasil tampilan output bootstrapping berupa grafik hubungan antar

variabel intellectual capital (VAICTM), (Growth/GR) dan (Market Value/ Mval) ditunjukkan pada gambar 4.1 sebagai berikut: Gambar 4.1 HASIL MODEL STRUKTURAL

Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011

Berdasarkan hasil bootstapping, persamaan struktural tiap konstruk adalah sebagai berikut: VAIC = 2,487SCE - 2,395HCE - 0,047CEE GR = -0,212 AG + 0,954 EG 17

Mval = 0,051PBV + 1,009PER

Hasil pengujian masing-masing hipotesis penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS Original

Standar

samples Hipotesis

T

-

Statistic

Variabel

deviation

Keputusan

Estimate

1

VAIC > GR

0,642

0,242

2,657

Signifikan

2

VAIC > Mval

0,809

0,320

2,526

Signifikan

Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2011

Berdasarkan Tabel 4.5, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa VAIC berpengaruh signifikan terhadap GR dapat diterima, dengan nilai original samples estimate sebesar 0,642, T statistic 2,657 lebih besar dari T Tabel 2,06. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa VAIC berpengaruh signifikan VAIC berpengaruh signifikan terhadap GR dapat diterima, dengan nilai original samples estimate sebesar 0,809, T statistic 2,526 lebih besar dari T Tabel 2,06. Berdasarkan perhitungan nilai R2, GR sebesar 0,412, yang berarti 41,2% variasi dapat dijelaskan oleh variasi VAIC, sedangkan sisanya 58,8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. Nilai Square Mval sebesar 0,654, yang berarti 65,4% variasi Mval dapat dijelaskan oleh variasi VAIC, sedangkan sisanya 34,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.

18

4.3. Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis 4.3.1. Hubungan antara IC dengan Pertumbuhan Perusahaan (Growth/GR) Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan alat Partial Least Square (PLS), diperoleh nilai original samples estimate sebesar 0,642, dan T-statistik sebesar 2,657 lebih besar dari T-tabel sebesar 2,06 untuk pengujian atas hipotesis pertama, yaitu IC berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pertama diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa jika sumber daya intelektual ditingkatkan, maka perusahaan akan mampu mengelola sumber daya fisik yang dimilikinya secara lebih efisien sehingga perusahaan tersebut mampu menciptakan nilai (value creation). Hal ini akan meningkatkan competitive advantages perusahaan sehingga perusahaan dapat tumbuh dan tetap survive. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah (2010) yang telah membuktikan bahwa IC mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan perusahaan (Growth/GR). Dengan demikian, penelitian ini mengkonfirmasikan dan menguatkan hasil penelitian Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah (2010) serta memberikan bukti empiris yang lebih kuat dalam badan teori IC dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan perusahaan. Dilihat dari konteks teori stakeholder, IC telah terbukti untuk membantu manajemen perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan sehingga seluruh stakeholder dapat menikmati keuntungan yang semakin bertambah pula. Selanjutnya menurut pandangan resource-based theory, terbukti bahwa IC adalah sebuah sumber daya baru yang dapat dieksploitasi demi keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya intelektual secara efektif dan efisien akan mendorong kemampuan pengembangan bagi perusahaan.

4.3.2. Hubungan antara IC dengan Nilai Pasar Perusahaan (Market Value/Mval) Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan alat PLS, nilai original samples estimate sebesar 0,809, T statistic 2,526 lebih besar dari T Tabel 2,06 untuk pengujian atas

19

hipotesis kedua, yaitu IC berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai pasar perusahaan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima. Penelitian ini membuktikan bahwa pasar melihat nilai/value lebih dari IC perusahaan. Nilai pasar perusahaan dapat meningkat apabila kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan dikelola dengan baik. Semakin tinggi nilai IC maka nilai perusahaan akan meningkat dan membuat sahamnya akan banyak diminati oleh investor sehingga permintaan akan saham perusahaan tersebut akan naik sehingga menyebabkan harga saham menjadi naik. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solikhah (2010) dan Maditinos (2011) yang membuktikan bahwa IC tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai pasar perusahaan. Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Sholikhah (2010) yang meneliti IC pada perusahaan manufaktur menegaskan bahwa industri perbankan adalah industri yang lebih sarat dengan penggunaan intellectual capital daripada industri lainnya (Firer dan William, 2003; Saengchan, 2008). Hal ini turut menegaskan pula bahwa secara keseluruhan, karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya (Ulum, 2008). Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Maditinos (2011) yang meneliti IC pada perusahaan perbankan di Yunani memperlihatkan bahwa para investor yang akan menanamkan modalnya pada perusahaan perbankan di Indonesia dipengaruhi oleh seberapa besar kinerja intellectual capital perusahaan perbankan tersebut dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini didukung oleh penjelasan teori stakeholder dan resource based theory. Dilihat dari sudut pandang teori stakeholder, seluruh aktivitas perusahaan bermuara pada penciptaan nilai/value creation. Penciptaan nilai dalam konteks ini adalah dengan memaksimalkan pemanfaatan human capital, physical capital, maupun structural capital. Hal tersebut akan mendorong meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan menjadi organisasi yang terus tumbuh dan berkembang sehingga nilai perusahaan di mata seluruh stakeholder akan meningkat. Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang resource-based theory, kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan bersaing dan nilai tambah. Investor akan memberikan penghargaan lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah secara berkesinambungan.

20

5 5.1.

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut: 1.

Secara agregat, intellectual capital (VAIC™) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan perusahaan (Growth/GR). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2008), Diez et al. (2010), dan Solikhah (2010). Intellectual capital yang diakui sebagai aset perusahaan mampu menghasilkan keunggulan kompetitif sehingga perusahaan dapat survive dan terus berkembang untuk memaksimalkan kepentingan para stakeholder.

2.

Secara agregat, intellectual capital (VAIC™) memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap konstruk nilai pasar perusahaan (Market Value/MVal). Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Solikhah (2010) dan Maditinos (2011). Terbukti bahwa semakin tinggi intellectual capital perusahaan perbankan, maka nilai perusahaan perbankan akan meningkat dan membuat sahamnya akan banyak diminati oleh investor sehingga permintaan akan saham perusahaan tersebut akan naik sehingga menyebabkan harga saham menjadi naik. Terbukti pula bahwa sektor industri perbankan adalah industri padat Intellectual Capital dan memiliki karakteristik karyawan yang lebih homogen.

5.2 Keterbatasan Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan, antara lain yaitu: 1.

Perusahaan-perusahaan yang dipilih terbatas pada perusahaan-perusahaan Indonesia yang terdaftar di BEI dan menggunakan aturan akuntansi yang berlaku selama periode penelitian. Setiap negara memiliki praktik akuntansi yang berbeda sehingga besar terjadi kemungkinan pengaruh aturan akuntansi yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda pula di negara-negara lain.

2.

Penelitian ini terbatas pada perusahaan publik dan terdaftar di BEI. Saham perusahaanperusahaan yang tidak terdaftar di BEI dan tidak diperdagangkan secara publik tidak dikenai kekuatan pasar. Oleh karena itu, nilai pasar mereka tidak mudah ditentukan atau tidak terpercaya.

21

3.

Jumlah sampel yang relatif kecil hanya mengambil sampel selama dua tahun dan hanya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), menjadikan pengujian menjadi kurang kuat. Sampel dalam penelitian ini hanya terbatas 25 bank saja, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi dan harus dianalisis dengan pendekatan alternatif Partial Least Square. Penelitian terkesan sempit sehingga tidak cukup objektif untuk menggambarkan kinerja modal intelektual suatu bank (Ulum, 2008)

4.

Dengan menggunakan biaya karyawan sebagai komponen denumerator dan komponen pengurang dalam perhitungan metode VAICTM, maka hubungan antara biaya karyawan dengan nilai tambah adalah berbanding terbalik. Penggunaan biaya karyawan sebagai elemen pencipta nilai adalah kelemahan dari metode VAIC™ karena membuat nilai tambah intellectual capital menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan metode lain seperti pendekatan berbasis pasar.

5.3 Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh maka saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1.

Penelitian selanjutnya dapat menggunakan alat ukur intellectual capital selain VAIC™ seperti model EVA and MVA, guna meminimalisir bias yang disebabkan pembayaran gaji yang tidak stabil dan beragam.

2.

Penelitian selanjutnya dapat lebih mengeksplorasi pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar perusahaan untuk mengatasi research gap yang masih terjadi dalam isu ini. Penelitian selanjutnya dapat menambah proksi untuk mengukur nilai pasar perusahaan dengan memakai indikator ratio nilai pasar yang berbeda, seperti devidend yield dan devidend payout ratio, serta memasukkan variabel intervening, seperti profitabilitas perusahaan.

22

DAFTAR PUSTAKA Accounting Standards Board. 1997. Goodwill and Intangible Assets. FRS 10. Accounting Standards Board, London. Bontis, Nick. 2001. “Assessing Knowledge Assets: A Review of the Models Used to Measure Intellectual Capital”, dalam International Journal of Management Reviews. Vol. 3. Issue 1, hlm 41-60. Chen, M.C, Cheng S. J, dan Hwang Y. 2005. “An Empirical Investigation of

The

Relationship Between Intellectual Capital and Firm’s Value and Financial Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.6, No.2. hlm 159-176.

Diez, Jose Maria, Magda Lizet Ochoa, M. Begona Prieto, dan Alicia Santidrian. 2010. “Intellectual Capital and Value Creation in Spanish Firms”, dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.11, No.3, hlm 348-367 Fahy, John, dan Alan Smithee. 1999. “Strategic Marketing and the Resource Based View of the Firm”, dalam Academy of Marketing Science Review, Vol. 1999, No. 10. Firer, S., dan S. M. Williams. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporate Performance,” dalam Journal of Intellectual Capital, Vol. 4, No. 3. hlm. 349-460. Fontaine, Charles, Antoine Haarman, dan Stefan Schmid. 2006. “The Stakeholder Theory”, dalam http://www.edalys.fr/documents/Stakeholders%20theory.pdf (diakses tanggal 11 November 2011).

23

Freeman, R.E dan W.M. Evan. 1990. “Corporate Governance: A stakeholder Interpretation”, dalam Journal of Behaviour Economics, Vol. 19, hlm 337-359.

Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling: Metode Alternatif dengan PLS, Edisi 2. Badan Penerbit Undip: Semarang

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19.

Salemba

Empat: Jakarta

Indriantoro, dan Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

International Accounting Standards Board. 2004. Intangible Assets. IAS 38. International Accounting Standards Board, London. Kallapur, S dan M.A Trombley. 1999. “The Association between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth”, dalam Journal of Business Finance & Accounting, Vol. 26, hlm 505-519. Kor, Yasemin Y., dan Joseph T. Mahoney. 2004. “Edith Penrose’s (1959) Contributions to the Resource-based View of Strategic Management”, dalam Journal of Management Studies, Vol. 41, hlm 184-191. Li, Jing, Richard Pike, dan Roszaini Haniffa. 2008. “Intellectual Capital Disclosure and Corporate Governance Structure in UK Firms”, dalam Accounting and Business Research, Vol.38, No. 2, hlm 137-159.

Maditinos, Dimitrios, Dimitrios Chatzoudes, Charalampos Tsairidis, dan Georgios Theriou. 2011. “The Impact of Intellectual Capital on Firms’ Market Value and Financial Performance”. Dalam Journal of Intellectual Capital, Vol.12, No.1, hlm 132-151. Mavridis, Dimitrios G. 2005. “Intellectual Capital Performance Drivers in the Greek Banking Sector”, dalam Management Research News, Vol. 28, No.5, hlm 43-62 24

Moon, Yun Ji, dan Hyo Gun Kym. 2006. “A Model for the Value of Intellectual Capital”, dalam Canadian Journal of Administrative Sciences, hlm 253-269. Pike, Steve, dan Goran Roos. 2000. “Intellectual Capital Measurement and Holistic Value Approach (HVA)”, dalam Works Institute Journal (Japan), Vol. 42. Pulic, A. 1999. “Basic Information on VAICTM”. www.vaic-on.net. Diakses Maret 2011. Saengchan, Sarayuth. 2008. “The Role of Intellectual Capital in Creating Value in the Banking

Industry”,

dalam

www.bus.tu.ac.th/uploadPR /ADV3_11_2008/9.pdf

(diakses 11 November 2011). Sawarjuwono, T. dan Agustine P. K. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan (Sebuah Library Research),” dalam Jurnal Akuntansi dan

Keuangan.

Vol.5, No.1. hlm 35-57. Surabaya: Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Univesitas Airlangga. Singh, Inderpal, dan J-L. W. Mitchell Van der Zahn. 2007. “Does Intellectual Capital Disclosure Reduce an IPO’s Cost of Capital?”, dalam Journal of Intellectual Capital, Vol. 8, No. 3, hlm 494-516. Singh, Inderpal, dan J-L. W. Mitchell Van der Zahn. 2008. “Determinants of Intellectual Capital Disclosure in Prospectuses of Initial Public Offerings”, dalam Accounting and Business Research, Vol. 38, No. 5, hlm 409-431. Solikhah, Badingatus. 2010. “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Dan Nilai Pasar Pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Stewart,

T.A.

1997.

Intellectual

Capital:

Doubleday/Currency: New York. 25

The

New

Wealth

of

Organizations.

Tan, H. P., Plowman, D., dan Hancock, P. 2007. “Intellectual Capital and Financial returns of Companies“ dalam Journal of Intellectual Capital. Vol. 8, No. 1. hlm. 76-95. Ting, Irene Wei Kiong dan Hooi Hooi Lean. 2009. “Intellectual Capital Performance of Financial Institutions in Malaysia” dalam Journal of Intellectual Capital. Vol.10, No.4, hlm 588-599. Ulum, I, I. Ghozali, dan A. Chariri. 2008. “Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan PLS” dalam SNA XI. Vol. 1. hlm 1-32.

Ulum, I. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wahdikorin, Ayu. 2010. “Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 20072009”. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang. Wu, Wann-Yih, Man-Ling Chang, dan Chih-Wei Chen. 2008. “Promoting Innovation Through the Accumulation of Intellectual Capital, Social Capital, and Entrepreneurial Orientation”, dalam R&D Management, Vol. 38, No. 3, hlm 265-277. Yang, Chien-Chang, dan Carol Yeh-Yun Lim. 2009. “Does Intellectual Capital Mediate the Relationship between HRM and Organizational Performance? Perspective of a Healthcare Industry in Taiwan”, dalam The International Journal of Human Resource Management, Vol. 20, No. 5, hlm 1965-1984.

26

LAMPIRAN DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN PERBANKAN

No

Perusahaan

Kode

1 Bank Rakyat Indonesia, Tbk

BBRI

2 Bank Agroniaga, Tbk

AGRO

3 Bank Artha Graha Internasional, Tbk

INPC

4 Bank Bukopin

BBKP

5 Bank Bumi Arta

BNBA

6 Bank Central Asia, Tbk

BBCA

7 Bank Danamon Indonesia, Tbk

BDMN

8 Bank Ekonomi Raharja, Tbk

BAEK

9 Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk

SDRA

10 Bank CIMB Niaga, Tbk

BNGA

11 Bank ICB Bumiputera, Tbk

BABP

12 Bank Mayapada Internasional, Tbk

MAYA

13 Bank Mega, Tbk

MEGA

14 Bank Nusantara Parahiyangan, Tbk

BBNP

15 Bank Permata, Tbk

BNLI

16 Bank Swadesi, Tbk

BSWD

17 PAN Indonesia Bank, Tbk

PNBN

18 Bank Tabungan Pensiun Nasional, Tbk

BTPN

19 Bank Windu Kentjana International, Tbk

MCOR

20 Bank OCBC NISP, Tbk

NISP

21

Bank Victoria International, Tbk

BVIC

22

Bank Mandiri, Tbk

BMRI

23

Bank Tabungan Negara, Tbk

BBTN

24

Bank Negara Indonesia, Tbk

BBNI

25

Bank Capital Indonesia, Tbk

BACA

27

28